Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

PENANGANAN IKAN MENGGUNAKAN METODE SUHU RENDAH

Oleh:
M. Giyang Van Permana 201910260311028
Firmansyah Akhmad Madu 201910260311031
Sinka Hamada 201910260311034
Nabila Okta Viana 201910260311045
Nila Choirun Nailin 201910260311046
Bayu Utomo 201910260311049
Hafizh Justiar Lutfi H. 201910260311058

JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-
Nya yang telah diberikan, sehingga penyusun bisa menyelesaikan makalah ini. Adapun
tujuan disusunnya makalah ini adalah sebagai syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Tersusunnya makalah ini tentu bukan karena
buah kerja keras kami semata, melainkan juga atas bantuan dari berbagai pihak. Untuk
itu, kami ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu
terselesaikannya makalah ini, diantaranya:
1. Bapak/ibu dosen pengampu mata kuliah Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.
2. Orang tua, kerabat, sahabat, dan pihak-pihak lainnya yang tidak bisa kami
sebutkan satu persatu.
Kami sangat menyadari bahwa makalah ini masihlah jauh dari sempurna. Untuk itu,
kami selaku tim penyusun menerima dengan terbuka semua kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini bisa tersusun lebih baik lagi. Kami berharap semoga
makalah ini bermanfaat untuk kita semua.

Wassalamualaikum wr.wb.

Malang, 27 Juli 2022

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan merupakan komoditi hasil perairan yang sangat melimpah dan dimanfaatkan
oleh manusia karena kelebihannya yang tidak sedikit. Namun, perlu diperhatikan bahwa
ikan merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan (high perishable
food) disebabkan oleh bakteri proses biokimiawi dan aktivitas mikroba. Ikan memiliki
protein sekitar 15 – 24 % dan mengandung air sekitar 56,79 % sehingga sangat
memungkinkan terjadinya reaksi-reaksi biokimiawi oleh enzim yang berlangsung pada
tubuh ikan segar. Sementara itu, kerusakan secara mikrobiologis disebabkan karena
aktivitas mikroorganisme terutama bakteri. Setiap bahan pangan mempunyai suhu
optimum untuk berlangsungnya proses metabolisme secara normal. Suhu penyimpanan
yang lebih tinggi dari suhu optimum akan mempercepat metabolisme dan mempercepat
terjadinya proses pembusukan. Menyimpan bahan pangan pada suhu sekitar -2–10 oC
diharapkan dapat memperpanjang masa simpan bahan pangan. Hal ini disebabkan suhu
rendah dapat memperlambat aktivitas metabolisme dan menghambat pertumbuhan
mikroba. Selain itu juga mencegah terjadinya reaksireaksi kimia dan hilangnya kadar air
dari bahan pangan (Muchtadi dan Sugiyono, 2013).
Kandungan protein yang cukup tinggi pada ikan menyebabkan ikan mudah rusak
bila tidak segera dilakukan pengolahan dan pengawetan. Pengawetan bertujuan untuk
memperpanjang masa simpan bahan pangan tersebut. Teknik pengawetan ikan yang
banyak digunakan oleh industri ialah pembekuan. Pembekuan adalah penyimpanan
bahan pangan dalam keadaan beku. Pembekuan yang baik biasanya dilakukan pada
suhu -12 – 24oC. Pembekuan cepat (quick freezing) dilakukan pada suhu -24 – -40oC.
Pembekuan cepat ini dapat terjadi dalam waktu kurang dari 30 menit. Sedangkan
pembekuan lambat berlangsung selama 30 – 72 jam.
Metode tersebut sering digunakan sebagai alternatif pengawetan karena bahan
pangan tidak akan kehilangan nutrisi yang terkandung di dalamnya, selain itu rasa dan
tekstur dari bahan pangan yang diawetkan dengan cara ini. Selain itu sifat fisik dan sifat
kimia dari bahan pangan tidak akan berubah seperti pengawetan yang dilakukan melalui
proses kimia atau fermentasi. Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan makanan
tidak dapat menyebabkan kematian mikroba sehingga bila bahan pangan dikeluarkan
dari tempat penyimpanan dan dibiarkan mencair kembali (thawing) pertumbuhan
mikroba pembusuk dapat berjalan dengan cepat.

1.2 Rumusan Masalah


1.
2.
3.

1.3 Tujuan
1.
2.
3.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Prinsip Pengawetan


Pengawetan adalah cara yang digunakan untuk membuat bahan pangan memiliki
daya simpan yang lama dan mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia makanan. Pada
pengawetan ikan harus diperhatikan jenis ikan yang diawetkan, keadaan ikan, dan cara
pengawetan. Prinsip pengawetan pangan ada tiga, yaitu:
1. Mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial.
2. Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis).
3. Mencegah kerusakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan termasuk serangan
hama.
Mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial dapat dilakukan dengan cara:
 Mencegah masuknya mikroorganisme (bekerja dengan aseptis).
 Mengeluarkan mikroorganisme, misalnya dengan proses filtrasi.
 Menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme, misalnya dengan
penggunaan suhu rendah, pengeringan, penggunaan kondisi anaerobik atau
penggunaan pengawet kimia.
 Membunuh mikroorganisme, misalnya dengan sterilisasi atau radiasi.
2.2 Dasar Pengawetan dengan Suhu Rendah
Setiap jaringan-jaringan hidup seperti bahan hasil perikanan mempunyai suhu
optimum untuk berlangsungnya proses metabolisme secara normal. Pada kondisi suhu
yang lebih tinggi atau rendah dari suhu optimum, proses metabolisme akan berjalan
lebih lambat, atau dapat berhenti sama sekali pada suhu yang terlalu tinggi atau rendah.
Pada umumnya proses metabolisme berlangsung terus setelah ikan dipanen, sampai ikan
menjadi mati dan akhirnya membusuk. Pengaturan suhu memiliki peran yang sangat
penting dalam pengawetan ikan. Baik suhu rendah maupun suhu tinggi sangat berperan
dalam mempertahankan mutu ikan. Pada suhu yang lebih rendah kerusakan ikan dapat
ditekan ke nilai yang minimum. Secara umum dapat disebutkan bahwa setiap penurunan
suhu 10oC (18oF) akan mengurangi laju reaksi kerusakan bahan pangan setengah kalinya
atau laju metabolisme akan berkurang setengahnya. Sebaliknya, laju reaksi ini dalam
batasan kisaran suhu fisiologis meningkat meningkat secara eksponensial dengan
peningkatan suhu.
Fenomena hubungan antara laju proses metabolisme dengan suhu inilah yang
menjadi dasar pengawetan ikan dengan penggunaan suhu rendah. Penyimpanan ikan
pada suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup jaringan-jaringan di dalam ikan
tersebut. Hal ini bukan hanya keaktifan proses metabolisme menurun, tetapi juga karena
pertumbuhan mikroba penyebab kerusakan dapat diperlambat. Selain itu laju reaksi-
reaksi kimia dan enzimatis juga diperlambat pada suhu rendah. Semakin rendah suhu
semakin lambat proses tersebut (Wibowo et al, 2014).
2.3 Penanganan Ikan dengan Metode Pendinginan Ikan
Pengawetan ikan dengan metode pendinginan dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Kelebihan dari metode ini adalah sifat-sifat asli ikan tidak mengalami perubahan
tekstur, rasa, dan bau. Efisiensi pengawetan dengan pendinginan sangat tergantung pada
tingkat kesegaran ikan sebelum didinginkan. Pendinginan yang dilakukan sebelum rigor
mortis berlalu merupakan cara yang paling efektif jika disertai dengan teknik yang
benar. Sedangkan pendinginan setelah proses autolisis berlangsung tidak akan banyak
membantu. Pendinginan dapat dilakukan dengan teknik seperti di bawah ini atau dengan
cara kombinasi :
1. Pendinginan dengan es.
2. Pendinginan dengan es kering.
3. Pendinginan dengan udara dingin.
Pendinginan ikan hingga 0°C dapat memperpanjang kesegaran ikan antara 12-18 hari
sejak saat ikan di tangkap dan tergantung pada jenis ikan, cara penanganan, serta teknik
pendinginannya. Proses pendinginan hanya mampu menghambat pertumbuhan
mikroorganisme dan menghambat aktivitas mikroorganisme. Aktivitas akan kembali
normal jika suhu tubuh ikan kembali naik. Penyusunan ikan pada metode pengawetan
dengan pendinginan dараt dilakukan dеngаn tiga (3) cara уаіtu :
1. Bulking diartikan bаhwа ikan-ikan ditumpuk dі dalam ruangan palka/cool
box/wadah secara bergantian dengan es curah.
2. Shelfing diartikan bаhwа cara mengatur ikan dі аtаѕ rak-rak dalam palka.
3. Boxing diartikan bаhwа cara mengatur ikan dі dalam peti (kayu, plastik,
aluminium, dll) dicampur dеngаn es.
2.3.1 Cara Pendinginan Ikan dengan Es
Suhu rendah sangat efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri
“psychrophilic” (bakteri yang senang pada suhu rendah dan hidup pada suhu 0°C-30°C,
dengan suhu optimum 15°C). Jenis bakteri inilah yang bertanggung jawab terhadap
pembusukan ikan berlemak sedikit (lean fish). Sebagai contoh, self life ikan-ikan dasar
jenis tertentu (cod and haddock) meningkat dua kali lebih lama bila setiap kali
diturunkan 10°F pada batas-batas suhu 70°F-30°F (21,1°C-1,1°C). Cara penanganan
pendinginan ikan dengan es sangat beragam tergantung pada tempat ikan, jenis ikan,
dan tujuan pendinginan. Pada prinsipnya, es harus dicampurkan dengan ikan sedemikian
rupa sehingga permukaan ikan bersinggungan dengan es, maka pendinginan ikan akan
berlangsung lebih cepat sehingga pembusukan dapat segera dihambat. Faktor yang juga
penting dalam proses pendinginan ikan adalah kecepatan. Semua pekerjaan harus
dilakukan secara cepat agar suhu ikan cepat turun. Es yang digunakan harus berukuran
kecil, makin kecil ukuran es maka makin banyak permukaan yang bersinggungan
dengan es sehingga proses pendinginan akan berlangsung lebih cepat. Cara ideal
mencampur ikan dengan es yaitu dengan membuat lapisan es pada dasar, kemudian di
atasnya selapis ikan, dilanjutkan dengan lapisan es lagi, demikian seterusnya dan tanda
derajat pada bagian lapisan atas ditutup dengan es. Fungsi es dalam hal ini adalah :
1. Menurunkan suhu daging sampai mendekati O°C.
2. Mempertahankan suhu ikan tetap dingin.
3. Menyediakan air es untuk mencuci lendir, sisa-sisa darah, dan bakteri dari
permukaan badan ikan.
4. Mempertahankan keadaan berudara (aerobik) pada ikan, selama disimpan di
dalam palkah.
Media pendinginan es yang di tambah garam (NaCl) juga banyak di gunakan
dalam penanganan ikan segar. Media pendinginan ini terutama digunakan oleh para
pedagang pengencer ikan untuk menyimpan ikan yang tidak terjual pada penjualan hari
pertama. Es yang ditambah garam dapat menyerap panas dari tubuh ikan lebih besar
dari pada media es saja. Oleh karena itu, ikan yang diberi perlakuan dengan media
pendingin es di tambah garam mempunyai suhu yang sangat rendah dan bahkan dapat
lebih rendah dari 0ºC. Dengan penggunaan es ditambah garam, penurunan suhu dalam
kotak atau wadah penanganan juga akan berlangsung lebih cepat dibandingkan
penggunaan media pendingin es saja. Kemampuan media pendingin es ditambah garam
dalam pempercepat penurunan suhu ikan akan menghasilkan suhu akhir ikan yang
rendah berdampak positif terhadap upaya mempertahankan kesegaran ikan. Rendahnya
suhu dan kecepatan penurunan suhu ikan dapat menghambat proses biokimia dan
pertumbuhan bakteri pembusuk. Proses peleburan es dalam media es ditambah garam
lebih lama sehingga jumlah es yang diperlukan lebih sedikit. Prosedur penggunaan
media pendingin es di tambah garam dalam penanganan ikan adalah sebagai berikut:
1. Hancurkan es balok dengan palu atau alat pemukul lainnya sehingga menjadi
bongkahan bongkahan kecil.
2. Masukkan es tersebut ke dalam wadah pendingin secara berlapis seperti pada
penggunaan media pendingin es.
3. Tambahkan garam pada setiap lapisan es kira kira 2,5% dari jumlah es tiap
lapisan dengan cara di sebar merata ke permukaan lapisan.
4. Masukkan ikan dengan posisi sebelah mata berada di atas lainnya.
5. Masukkan kembali bongkahan es dan garam.demikian penyusunan ikan dan
media pendingin di lakukan seterusnya. Lapisan paling atas berupa es di
tambah garam.
2.3.2 Pendinginan dengan Es Kering
Es kering adalah gas CO2 sebagai hasil sampingan dari pupuk urea, berupa gas
yang tidak berwarna, berasa asam, sedikit berbau lunak dan menghasilkan gas panas
bertekanan tinggi. Gas panas tersebut kemudian didinginkan hingga mengembun
menjadi cairan CO2 yang bertekanan tinggi. Kemudian, cairan itu diturunkan
tekanannya menjadi 1 atm melalui alat penyemprot sehingga menghasilkan “salju”, dan
salju itu kemudian dimampatkan menjadi kristal-kristal es kering yang siap pakai. Daya
pendingin es kering jauh lebih besar dari es biasa dalam berat yag sama. Jika es yang
cair (pada 0oC) hanya menyerap panas 80 kkkal/kilogram, maka es kering yang
menyublim (pada suhu -78,5oC) menyerap 136,6 kkal/kilogram. CO2 padat tidak
mencair seperti es, melainkan langsung menyublin menjadi gas sehingga tidak
membasahi produk yang didinginkn. Karena harganya sangat mahal, maka
penggunaanya dibatasi hanya untuk ikan-ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi,
dan jika penggunaan es biasa menimbulkan hal-hal yang tidak menyenangkan. Salah
satu contoh penggunaan CO2 padat seperti mendinginkan ikan tuna untuk pembutan
sashimi, tetapi hal ini hanya terbatas pada pengangkutannya. Ikan tuna segar bahan
sasimi diangkut dengan pesawat terbang ke Jepang. Penggunaan es biasa dalam
pengangkutan dapat menyebabkan pengepak ikan menjadi basah, dan hal tersebut tidak
disukai oleh perusahaan penerbang. Istilah “mendinginkan ikan” harus dibatasi pada
pengertian “mempertahankan suhu ikan”. Pendinginan ikan pada tahap awal masih
dilakukan dengan cara konvensional yang lebih mudah dan murah, yaitu dengan es atau
air dingin. Es kering tidak boleh menempel langsung pada ikan yang didinginkan karena
suhu yang sangat rendah (-78oC) dapat merusak kulit dan daging ikan. Di dalam
kemasan ikan tuna sashimi, es kering dipisahkan dari ikan dengan menempatkannya di
dalam wadah berlubang yang terbuat dari stereoform. Es kering pertama-tama akan
mengeringkan udara di dalam pak, kemudian udara dingin itu akan mendinginkan ikan.
2.3.3 Pendinginan dengan Air Dingin
Air dingin dapat mendinginkan ikan dengan cepat karena persinggungan yang
lebih baik dari pada pendinginan dengan es. Namun demikian perlu diwaspadai bahwa
suhu akhir yang diperoleh tidaklah serendah yang dihasilkan dengan pendinginan
menggunakan es. Berbeda dari es yang tidak naik suhunya ketika mendinginkan, jika air
dingin dicampur dengan ikan, maka suhu air akan naik secara drastis. Di dalam
mengatasi kenaikan suhu air perlu ditambahkan sedikit es ke dalam air, tergantung pada
jumlah ikan yang dimasukkan, dan berapa lama ikan akan disimpan. Pendinginan
dengan air dingin banyak dilakukan dipabrik-pabrik pengolahan ikan. Jika ikan yang
didinginkan jumlahnya sangat banyak, maka dapat digunakan mesin pendingin untuk
mendinginkan air dan mempertahankan agar suhu air tidak lebih dari 5 oC. Pengadukan
air ada kalanya diperlukan agar suhu di dalam bak merata dan pendinginan berlangsung
lebih cepat. Kelebihan pendinginan dengan air dingin jika dibandingkan dengan
pengesan sebagai berikut :
1. Ikan dapat didinginkan lebih cepat.
2. Ikan tidak mendapat tekanan dari ikan di atasnya, sehingga terhindar dari
kerusakan akibat tekanan.
3. Ikan menjadi bersih tercuci, darah dan lendir hilang.
4. Penanganan dalam jumlah besar lebih mudah dari pada pendinginan dengan
menggunaakan es.
Adapun kelemahan pendinginan dengan air dingin jika dibandingkan dengan
pengesan sebagai berikut :
1. Jika air didinginkan dengan es, permukaan es relatif lebih banyak.
2. Beberapa ikan tertentu cepat membusuk jika direndam di dalam air.
3. Beberapa jenis ikan yang berkadar lemak rendah termasuk udang menyerap
air selama direndam.
4. Beberapa jenis ikan akan mengalami perubahan warna.
5. Air yang dipakai berulang-ulang dalam bak besar konsentrasi kotoran dan
bakteri akan semakin meningkat.
Air dingin merupakan media pendingin yang memanfaatkan air yang di dinginkan
untuk menyerap panas. Sebagai media pendingin, air mempunyai kemampuan lebih
besar daripada es untuk bersinggungan atau melakukan kontak langsung dengan seluruh
permukaan ikan. Oleh karena itu, media air dingin ini dapat menyerap panas lebih besar
dari dalam tubuh ikan sehingga suhu tubuh ikan lebih cepat dingin. Berdasarkan jenis
air yang di gunakan dan cara mendinginkannya, media pendingin air dingin ini dapat di
bedakan menjadi 6 jenis yaitu:
1. Air tawar di dinginkan dengan es (chilled fresh water).
2. Air laut di dinginkan dengan es (chilled sea water).
3. Air laut di dinginkan secara mekanis (refrigerated sea water).
4. Air tawar di dinginkan secara mekanis (refrigerated fresh water).
5. Air garam di dinginkan dengan es (chilled brine).
6. Air garam di dinginkan secara mekanis (refrigerated brine).
2.4 Penanganan Ikan dengan Metode Pembekuan
2.4.1 Pembekuan Ikan
Pembekuan ikan dimaksudkan untuk mempertahankan sifat-sifat alami dari ikan
dengan menggunakan suhu rendah sekitar -18 sampai -30oC. Keadaan beku
menyebabkan kegiatan enzim dan bakteri terhambat, sehingga daya awet ikan beku
lebih panjang jika dibandingkan dengan ikan yang hanya didinginkan. Sebelum ikan
dibekukan, harus dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Ikan Kecil
 Dikelompokkan berdasarkan jenis dan ukuran.
 Dicuci untuk menghilangkan lendir dan darah hingga bersih.
 Ikan ditiriskan.
b. Ikan Ukuran Besar
 Dikelompokkan berdasarkan jenis.
 Disiangi.
 Dicuci untuk menghilangkan lendir dan darah hasil dari penyiangan.
2.4.2 Prosedur Pembekuan Ikan
Prosedur atau langkah-langkah dalam membekukan ikan adalah sebagai berikut:
a. Untuk Ikan Ukuran Kecil
 Siapkan alat pendingin ikan dan pan.
 Kondisikan freezer siap diisi.
 Atur ikan dalam pan dengan rapi.
 Masukkan air kedalam pan sampai menutupi permukaan ikan.
 Masukkan pan yang sudah berisi ikan dan air kedalam rak freezer.
 Tutup freezer untuk memulai proses pembekuan.
 Setelah suhu freezer mencapai -50oC, selama kurang lebih 4-5 jam ikan didalam
freezer, lalu dibongkar/dikeluarkan dari freezer, dan diglazing.
 Ikan dikemas dan siap disimpan dalam palka penyimpanan.
b. Ikan Ukuran Besar
 Siapkan alat dan bahan.
 Kondisikan freezer siap diisi.
 Tusuk ekor ikan dengan jarum yang sudah berisi tali.
 Bila freezer sudah siap, masukkan ikan ke dalam freezer.
 Gantung ikan ke gantungan yang ada dalam freezer bila ingin digunakan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pembekuan ikan adalah
peryaratan produk beku yang meliputi :
 Unit Pengolahan Ikan (UPI) harus mempunyai sarana pembekuan yang mampu
menurunkan suhu secara cepat sesuai persyaratan, sarana penyimpanan beku
yang mampu menjaga suhu sehingga tidak terjadi peningkatan suhu melebihi
persyaratan.
 Apabila karena alasan teknis dipersyaratkan suhu yang lebih tinggi, misalnya
dengan menggunakan pembekuan air garam untuk tujuan pengalengan
diperbolehkan sepanjang tidak lebih tinggi dari -9oC.
 Produk segar yang dibekukan dengan cepat harus memenuhi persyaratan khusus
struktur dan peralatan kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan.
 Ruang penyimpanan harus dilengkapi dengan alat pencatat suhu yang mudah
dibaca, sensor suhu harus diletakkan jauh dari sumber/mesin pendingin atau di
tempat yang suhunya paling tinggi di dalam tempat pnympanan tersebut. Data
pencatatan suhu harus tersedia untuk pemeriksaan oleh instansi berwenang
sekurang-kurangnya selama masa penyimpanan produk tersebut.
2.5
2.6 dst
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Muchtadi, T.R dan Sugiyono. 2013. Prinsip Proses dan Teknologi Pangan. Bandung:
Alfabeta.
Wibowo, I. R., Darmanto, Y. S., & Anggo, A. D. 2014. Pengaruh Cara Kematian Dan
Tahapan Penurunan Kesegaran Ikan Terhadap Kualitas Pasta Ikan Nila
(Oreochromis niloticus). Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil
Perikanan. 3(3): 95-103.

Anda mungkin juga menyukai