Anda di halaman 1dari 5

Dasar penanganan dan pengolahan ikan

Penanganan ikan
Prinsip dalam penanganan ikan adalah mempertahankan kesegaran ikan agar dapat
disimpan dalam waktu yang lama, hal ini dilakukan dengan hati-hati karena ikan merupakan
bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan (Handoko dan Yuniarti, 2020). Ikan yang
diterima ditangan konsumen harus segera didinginkan yaitu sekitar suhu 0℃, penggunaan
suhu yang rendah dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang dapat merusak dan
menurunkan kualitas ikan serta mencegah terjadi reaksi biokimia pada ikan.
Penanganan ikan dilakukan dengan cara penyortiran yaitu memisahkan ikan
berdasarkan jenis dan ukurannya serta memisahkan ikan yang mengalami luka (Tani et al.,
2020), hal ini dilakukan untuk menghambat atau menurunkan kecepatan pada proses
pembusukan ikan, ikan yang memiliki luka rentan mengalami penurunan mutu yang lebih
cepat sehingga harus dipisahkan agar kecepatan penurunan mutu kualitas ikan yang lainnya
dapat dicegah, kemudian dilakukan pendinginan dengan cara menaburkan hancuran es pada
tubuh ikan atau meletakkan ikan pada freezer, lalu mengeluarkan isi perut pada ikan dan
dicuci hingga bersih, setelah itu ikan disimpan pada suhu dingin.
Pengolahan ikan
Pengolahan ikan dapat dilakukan secara tradisional dan juga modern, pengolahan ikan
bertujuan untuk mengawetkan ikan yang dapat dilakukan dengan penggunaan suhu panas dan
juga suhu dingin seperti pengeringan dan pembekuan serta dapat juga dilakukan dengan
penambahan bahan tambahan pangan seperti garam atau bahan lainnya yang dapat
mempertahankan masa simpan dan juga menambah citarasa pada ikan dalam proses
pengolahannya.
Pengolahan ikan secara tradisional
Pengolahan ikan dengan cara pengeringan
Pengeringan ikan dapat dilakukan dengan memberikan garam untuk menambah
citarasa ikan, akan tetapi juga dapat dilakukan tanpa penambahan garam. Pengolahan ikan
dengan cara pengeringan adalah hal yang paling mudah untuk dilakukan, yaitu dengan cara
menghilangkan kandungan air pada ikan untuk mencegah kerusakan pada ikan akibat reaksi
biokimia yang berlangsung. Prinsip dasar dalam pengeringan adalah menguapkan kandungan
air pada ikan sehingga kandungan air berkurang, hal ini dapat dipenngaruhi oleh angin yaitu
apabila kecepatan udara pelan maka proses pengeringan akan berlangsung lambat, lalu suhu
udara, kelembaban udara, ukuran dan ketebalan ikan juga mempengaruhi cepat atau
lambatnya pengeringan berlangsung (Ohoiwutun et al., 2017). Tujuan dilakukannya
pengeringan adalah untuk mempertahankan lama waktu penyimpanan ikan agar lebih awet
dengan cara menurunkan kadar air pada ikan, dan untuk mengurangi bobot ikan sehingga
mempermudah proses distribusi serta menghemat biaya produksi.
Pengeringan dilakukan dengan bantuan sinar matahari dengan cara meletakkan ikan
pada rak kemudian dimiringkan sedikit dan diletakkan pada ruangan terbuka, hal ini
bertujuan agar uap air dapat berkurang akibat penguapan yang dilakukan oleh angin dan sinar
matahari serta bertujuan agar ikan menerima intensitas cahaya matahari yang cukup saat
penjemuran ikan, apabila kecepatan udara atau angin dan juga intensitas matahari tinggi
maka proses pengeringan akan berlangsung dengan cepat. Pengeringan juga dapat dilakukan
tanpa bantuan sinar matahari, yaitu dilakukan dengan penggunaan alat, Langkah yang
dilakukan adalah menyusun ikan pada rak penyimpanan dalam keadaan ruangan tertutup dan
dilengkapi dengan ventilasi, kemudian udara panas ditiup dengan penggunaan kipas angin
atau blower yang mengalir pada ikan. Alat pengering yang dapat dilakukan adalah cabinet
type dryer, tunnel dryer, cold dryer, pengeringan menggunakan sinar infra red, dan vacuum
freeze drying (Hanafi et al., 2017).
Pengolahan ikan dengan cara penggaraman
Pengolahan ikan dengan penggaraman sangat sering dijumpai, hal ini dilakukan
dengan mengurangi kadar air pada ikan agar bakteri yang ada tidak dapat tumbuh dan
berkembang. Umumnya penggaraman dilakukan sejalan dengan proses pengeringan atau
perebusan. Prinsip dalam penggaraman adalah mengawetkan ikan dengan garam agar
pertumbuhan bakteri terhambat dan kandungan air keluar karena terjadi proses penetrasi
(Thariq et al., 2014), hal inilah yang dapat membuat ikan memiliki masa simpan yang lebih
lama atau awet. Mekanismenya adalah garam yang diberikan pada ikan akan masuk pada
ikan dan menyerap kandungan air yang ada pada tubuh ikan dengan proses osmosis sehingga
kandungan air pada ikan berkurang sehingga pertumbuhan bakteri terhambat dan bakteri
mengalami plasmolisis yaitu pemisahan inti plasma pada bakteri yang menyebabkannya mati.
Proses penyerapan garam pada ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
kesegaran ikan, semakin segar ikan maka proses penyerapan akan berlangsung dengan cepat,
kandungan lemak, semakin banyak kandungan lemak pada ikan maka penyerapan garam
akan melambat, ketebalan daging ikan, apabila daging ikan semakin tebal maka penyerapan
akan berlangsung dengan lambat, kehalusan kristal garam yang digunakan, semakin halus
garam yang digunakan maka proses penyerapan akan berlangsung dengan cepat, selanjutnya
adalah suhu, semakin tinggi suhu maka viskositas garam semakin kecil, hal ini akan
mengakibatkan proses penggaraman berlangsung dengan cepat.
Pengolahan ikan dengan cara pengasapan
Pengasapan merupakan salah satu pengolahan yang dilakukan dengan mengawetkan
ikan dengan mengasapkan ikan dengan bahan pengasapan seperti tempurung kelapa, serbuk
gergaji maupun sekam padi. Pengasapan dapat menghambat kerusakan pada ikan akan tetapi
tidak seefektif dalam pengolahan dengan cara pengeringan maupun penggaraman. Tujuan
dari pengasapan adalah mengolah ikan agar siap untuk dikonsumsi langsung, memberikan
citarasa khas pada ikan dan memperpanjang masa simpan ikan. Prinsip dari pengasapan
adalah menarik kandungan air pada ikan dengan memanfaatkan cara pengeringan dan
pemberian bahan lain dalam proses pengolahannya dari hasil pembakaran, kemudian partikel
padat yang kecil atau senyawa asap akan menempel pada ikan dan membentuk warna coklat
keemasan dengan aroma serta citarasa yang khas (Safitri et al., 2022).
Pengasapan pada ikan dipengaruhi oleh mutu dan volume asap yang dihasilkan dari
bahan pembakaran, kemudian suhu dan kelembaban ruang pengasapan, dan sirkulasi udara
ruang pengasapan. Metode pengasapan terdiri atas pengasapan dingin (cold smoking) yaitu
pengasapan dengan penggunaan suhu yang rendah yaitu berkisar antara 15℃-30℃ dan ikan
diletakkkan sedikit jauh dari sumber asap yang dilakukan selama beberapa hari hingga dua
minggu. Pengasapan hangat (warm smoking) yaitu pengasapan dengan menggunakan suhu
sekitar 30℃ dan perlahan suhu dinaikkan secara bertahap hingga 90℃. Pengasapan panas
(hot smoking) yaitu pengasapan dengan penggunaan suhu 140℃ selama 2-4 jam yang
diletakkan didekat sumber asap. Pengasapan listrik (electric smoking) menggunakan sumber
listrik untuk melekatkan partikel asap pada tubuh ikan dan diletakkan cukup jauh dari sumber
asap, metode yang terakhir adalah pengasapan cair (liquid smoking) yaitu pengasapan tanpa
melalui proses pengasapan yaitu dilakukan menggunakan asap cair atau cairan bahan
pengasap dari campuran larutan dispersi asap kayu yang mengalami kondensasi.
Tahapan pengasapan dilakukan dengan mensortir ikan terlebih dahulu sesuai jenis dan
ukurannya, kemudian ikan dibersihkan dan disiangi yaitu mengeluarkan isi perut ikan dan
kemudian ikan dicuci dengan air bersih, setelah itu ikan diberi garam dan dikeringkan untuk
menghilangkan kandungan air pada ikan, pengeringan ini dapat dilakukan dengan
menggantung ikan pada ruang terbuka, ikan yang telah kering ditata pada ruangan
pengasapan dengan mengatur jarak antar ikan agar tidak terlalu rapat lalu pengasapan
dilakukan.
Pengolahan ikan dengan cara fermentasi dan enzimatis
Pengolahan ikan yang dilakukan dengan bantuan mikroba dan penguraian senyawa
pada ikan. Kandungan protein yang terdapat pada ikan diubah menjadi senyawa yang lebih
sederhana dengan bantuan enzim pada ikan atau mikroba yang ada pada ikan sehingga asam
amino pada ikan akan terurai sehingga menciptakan citarasa pada ikan. Fermentasi
merupakan serangkaian proses yang berlangsung secara anaerob yang melibatkan aktivitas
mikroba dalam proses pengolahannya (Novianti, 2013). Fermentasi pada ikan dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, kandungan oksigen pada ikan, air dan substrat
yang digunakan. Suhu fermentasi harus optimum pada substrat yang digunakan agar mikroba
yang dikehendaki dapat tumbuh dan berkembang, apabila suhu yang digunakan terlalu tingi
maka kinerja bakteri akan melambat dan enzim pada ikan akan mati lalu kandungan air dan
oksigen pada ikan harus cukup karena digunakan untuk pertumbuhan mikroba.
Pengolahan ikan secara modern
Pengolahan ikan secara modern dapat dilakukan penggunaan suhu rendah dan juga
suhu tinggi. Penggunaan suhu rendah dalam pengolahan ikan dilakukan dengan cara
pendinginan (chiling) dan pembekuan, sedangkan penerapan suhu tinggi dapat dilakukan
dengan cara pasteurisasi, blanching, sterilisasi dan ekshausting. Metode pengolahan ikan
secara modern yang paling sering dijumpai adalah pendinginan dan juga pembekuan, hal ini
karena cukup mudah untuk dilakukan.

Handoko, Y. P., dan T. Yuniarti. 2023. Penanganan ikan hasil tangkapan di atas kapal dan di
pendaratan: penerapan, dampak, dan upaya perbaikannya. J. Kelautan dan Perikanan
Terapan. 1(1): 123-128.
Safitri, W. D., D. C. Kumara., Wirdha., S. Widyaningsih., dan M. Gazali. 2022. Sistem
pengatur timer mekanisme dan suhu pada alat pengasapan ikan. J. ilmiah Foristek.
12(1): 50-57.
Tani, V., R. Rasdam., dan I. C. M. Siahaan. 2020. Teknik penanganan ikan hasil tangkap di
atas kapal purse seine pada km. asia jaya Ar 03 juwana pati jawa tengah. J. Ilmu-Ilmu
Perikanan dan Budidaya Perairan. 15(1): 63-73.
Thariq, A. S., F. Swastawati., dan T. Surti. 2014. Pengaruh perbedaan konsentrasi garam
pada peda ikan kembung (Rastrelliger neglectus) terhadap kandungan asam glutamat
pemberi rasa gurih (umami). J. Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan. 3(3):
104-111.
Hanafi, R., K. Siregar., dan D. Nurba. 2017. Modifikasi dan uji kinerja alat pengering energi
surya-hybrid tipe rak untuk pengeringan ikan teri. J. Ilmiah dan Penerapan
Keteknikan Pertanian. 10(1): 9-20.
Ohoiwutun, M. K., E. C. Ohoiwutun., dan C. L. Hasyim. 2017. Peningkatan kualitas ikan teri
kering di desa sathean, kecamatan kei kecil, kabupaten maluku tenggara. J. Ilmiah
Pengabdian kepada Masyarakat. 3(2): 150-156.
Novianti, D. 2013. Kuantitasi dan identifikasi bakteri asam laktat serta konsentrasi asam
laktat dari fermentasi ikan gabus (Channa stritata), ikan nila (Oreochromis niloticus),
dan ikan sepat (Trichogaster trichopterus) pada pembuatan bekasam. J. Sainmatika.
1(1): 1-8.

Pendinginan ikan dilakukan dengan mengawetkan ikan pada suhu 0℃ hingga -4℃ agar
mempertahankan kesegaran ikan yang dilakukan dengan cara mencampurkan es dan ikan
kedalam wadah yang sama. Penyusunan ikan dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu
Bulking – Penyusun es dan ikan yang dilakukan selapis demi selapis
Shelving – Penyusunan ikan yang dibatasi oleh es satu per satu agar ikan tidak saling
bersentuhan
Boxing – Penyusunan ikan dan es didalam kotak penyimpanan

Pembekuan ikan dapat dilakukan dengan cara


Air blast freezing – pembekuan ikan dengan udara dingin berbahan freon secara terus
menerus dengan suhu -25℃ hingga -40℃.
Cryogenic freezing – pembekuan dengan menyemprotkan nitrogen cair pada ikan
Magnetic freezing – menggunakan gelombang medan magnet berfrekuensi rendah dan
getaran mekanik dalam proses pembekuan

Laju pendinginan adalah waktu yang dibutuhkan agar suhu pada bagian tengah penyimpanan
ikan sama dengan suhu pada bagian luar. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor eksternal
seperti udara, gas, air es, dan suhu serta faktor internal seperti konduktivitas panas, kepadatan
produk, suhu awal, kapasitas, panas, volume dan kadar air ikan.

Anda mungkin juga menyukai