Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak


dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat
mengalami proses kemunduran mutu dan pembusukan, dimana hal ini terjadi
setelah ikan ditangkap. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu diketahui semua
lapisan masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk
mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan
bagi bakteri untuk berkembang biak (Suhartini dan Hidayat, 2005). Untuk
mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang baik
selama proses pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat yang
digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang bersih. Ada
bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan cara: penggaraman,
pengeringan, pemindangan, perasapan, peragian, dan pendinginan ikan.

Pengeringan merupakan cara pengawetan ikan dengan mengurangi


kadar air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80%
air, jika kandungan air ini dikurangi, maka metabolisme bakteri terganggu dan
akhirnya mati. Pada kadar air 40% bakteri sudah tidak dapat aktif, bahkan
sebagian mati, namun sporanya masih tetap hidup. Spora ini akan tumbuh dan
aktif kembali jika kadar air meningkat. Oleh karena itu, ikan hampir selalu
digarami sebelum dilakukan pengeringan.

Pemerintah Indoesia telah menetapkan ikan asin sebagai salah satu dari
Sembilan bahan pokok masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa ikan asin tidak
hanya digemari oleh masyarakat ekonomi kela bawah, tetapi juga kelas
menengah dan atas. Daya tarik ikan asin ini terutama terletak pada cita-rasa,
aroma dan teksturnya yang khas (Astawan, 1997). Apabila ikan asin masih tetap
dipertahankan sebagai bahan makanan pokok, maka pilihan teknologi haruslah
pada industri pengeringan dengan mekanisasi penuh. Di daerah tropis, bila
pengeringan dilakukan hanya pada sinar matahari, besar kemungkinan proses
pembusukan akan terjadi. Untuk mencegah hal tersebut, maka sebaiknya
dilakukan pengeringan buatan (cabinet dryer) sehingga proses pengeringan
dapat dipercepat (Berhimpon dkk, 1990).

1.2 Tujuan Penulisan

- Untuk mengetahui pengertian pengeringan.

- Untuk mengetahui proses dan prinsip pengeringan.

- Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam pengeringan.

- Untuk mengetahui tahapan dari proses pengeringan.

Page 1
1.3 Rumusan masalah

- Apa yang dimaksud dengan pengeringan?

- Bagaimana proses dan prinsip pengawetan dengan pengeringan ikan?

- Apa saja metode yang digunakan dalam pengeringan?

- Sebutkan dan jelaskan tahapan dari proses pengeringan!

Page 2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Teori Pengeringan

Menurut Earle (1982), pengeringan bahan pangan dapat diartikan


sebagai proses pemisahan air dari suatu bahan pangan dengan maksud untuk
mengawetkan bahan pangan dalam penyimpanan. Kadar air bahan dalam
proses pengeringan diturunkan sampai kesuatu tingkat yang memungkinkan
untuk dapat menahan atau menghambat pertumbuhan mikroba atau reaksi
lainnya. Tujuan lain dari pengeringan adalah mengurangi volume produk
sehingga akan meningkatkan efisiensi dalam pengangkutan maupun
penyimpanan dari produk yang bersangkutan. Jadi pengeringan bahan pangan
adalah merupakan salah satu unit operasi yang penting dalam proses
pengolahan bahan pangan. Beberapa tipe pengering digunakan untuk bahan
padat. Dalam hal ini bahan pangan dikeringkan dalam baki, pada ban berjalan
atau pada rak tanpa wadah. Sedangkan spray dryer dan drum dryer hanya bisa
digunakan untuk pengeringan bahan berbentuk cair. Klasifikasi lain alat
pengering adalah pengering tekanan atmosfer dan pengering vakum.

Menurut Taib et al.,(1988), dasar proses pengeringan adalah terjadinya


penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan udara lebih sedikit atau
dengan kata lain udara mempunyai kelembaban nisbi yang rendah, sehingga
terjadi penguapan selama proses pengeringan, energi yang diterima oleh bahan
digunakan untuk menaikkan suhu bahan dan menguapkan sejumlah air dari
bahan. Panas yang digunakan untuk menaikkan suhu bahan disebut panas
sensible, sedangkan panas yang digunakan untuk menguapkan sejumlah air dari
bahan disebut panas laten (Heldman and Singh, 1981).

Pengeringan merupakan cara pengawetan ikan dengan mengurangi


kadar air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80%
air, jika kandungan air ini dikurangi, maka metabolisme bakteri terganggu dan
akhirnya mati. Pada kadar air 40% bakteri sudah tidak dapat aktif, bahkan
sebagian mati, namun sporanya masih tetap hidup. Spora ini akan tumbuh dan
aktif kembali jika kadar air meningkat. Oleh karena itu, ikan hampir selalu
digarami sebelum dilakukan pengeringan. Kecepatan pengeringan ditentukan
oleh faktor-faktor sebagai berikut (Prasetyo dan Sunarwo, 2008) :

a. Kecepatan udara, makin cepat udara di atas ikan, makin cepat ikan menjadi
kering.
b. Suhu udara, makin tinggi suhu, makin cepat ikan menjadi kering
c. Kelembaban udara, makin lembab udara, makin lambat ikan menjadi kering
d. Ukuran dan tebal ikan, makin tebal ikan, makin lambat kering. Makin luas
permukaan ikan, makin cepat ikan menjadi kering.
e. Arah aliran udara terhadap ikan, makin kecil sudutnya, makin cepat ikan
menjadi kering.
f. Sifat ikan, ikan berlemak lebih sulit dikeringkan

Page 3
2.2 Prinsip Pengeringan

Dasar pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena

perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan.

Dalam hal ini, kandungan uap air udara lebih sedikit atau udara mempunyai

kelembapan nisbi yang rendah sehingga terjadi penguapan (Adawyah, 2006).

Proses pengeringan didasari oleh terjadinya penguapan air (pengisapan air oleh

udara) sebagai akibat perbedaan kandungan air produk dengan udara sekitar.

Apabila kandungan uap air diudara cukup rendah berarti udara mempunyai

kelembaban nisbi yang rendah sehingga kesempatan untuk terjadinya

penguapan semakin besar. Makin tinggi perbedaan kandungan uap air di udara

dengan produk, maka semakin banyak kandungan air yang dikeringkan dapat

menguap karena kesanggupan udara untuk menampungnya semakin besar.

Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), cara yang umum untuk


mengeringkan ikan adalah dengan menguapkan air dari tubuh ikan, yaitu dengan
menggunakan tiupan udara panas. Penguapan dimulai dari bagian permukaan,
kemudian menjalar kebagian – bagian yang lebih dalam.
2.3 Proses Pengeringan

Proses pengeringan diperoleh dengan cara penguapan air. Cara tersebut


dilakukan dengan menurunkan kelembaban nisbi udara dengan mengalirkan
udara panas di sekeliling bahan, sehingga tekanan uap air bahan lebih besar dari
tekanan uap air di udara. Perbedaan tekanan itu menyebabkan terjadinya aliran
uap air dari bahan ke udara. Faktor-faktor yang mempengaruhi penguapan
adalah laju pemanasan waktu energi panas dipindahkan pada bahan, jumlah
panas yang dibutuhkan untuk menguapkan air, suhu maksimum pada bahan,
tekanan pada saat terjadinya penguapan.
Pengeringan yang terlampau cepat dapat merusak bahan sehubungan
permukaan bahan terlalu cepat kering sehingga kurang bisa diimbangi dengan
kecepatan gerakan air bahan menuju permukaan. Lebih lanjut, pengeringan
cepat menyebabkan pengerasan pada permukaan bahan sehingga air dalam
bahan tidak dapat lagi menguap karena terhambat. Di samping itu, kondisi
pengeringan dengan suhu yang terlalu tinggi dapat merusak bahan. Pengaturan

Page 4
suhu dan lamanya waktu pengeringan dilakukan dengan mem perhatikan kontak
antara alat pengering dengan alat pemanas (baik berupa udara panas yang
dialirkan maupun alat pemanas lainnya). Namun demi pertimbangan-
pertimbangan standar gizi maka pemanasan dianjurkan tidak lebih dari 850C.

2.4 Mekanisme Pengeringan Ikan


Tujuan pengeringan ikan ialah untuk menguragai kadar air yang ada
didalam daging ikan sampai kegiatan mikroorganisme pembusuk serta enzim
yang meyebabkan pembusukan terhenti. Akibatnya ikan dapat disimpan cukup
lama sebagai bahan makanan. Pengeringan ikna ini umumnya disertai dengan
pengaraman sehingga ikan kering itu terasa asin. Maksud penggaraman
sebelum ikan dikeringkan yaitu untuk menyerap kadar air dari permukaan ikan
dan mengawetkannya sebelum tercapai tingkat kekeringan serta dapat
menghambat aktivitas mikroorganisme. Batas kadar air yang diperlukan
dalam tubuh ikan kira kira 20 – 35 % agar perkembangan mikroorganisme
pembusuk bisa terhenti. Ketika udara panas dihembuskan pada bahan pangan
Khususnya disini ialah ikan yang basah panas dipindahkan dari udara ke
permukaan bahan dan panas laten penguapan menyebabkan air yang ada pada
permukaan bahan pangan tadi menguap. Uap air berdifusi melalui lapisan tipis
udara di sekeliling permukaan bahan dan terbawa bersama hembusan udara
yang mengenai bahan. Penguapan air pada permukaan menyebabkan terjadinya
perbedaan tekanan uap air di permukaan dan didalam bahan, demikian juga
antara permukaan bahan dan udara sekeliling bahan. Perbedaan tekanan uap air
inilah yang menyebabkan adanya aliran air dari dalam bahan. Perbedaan
tekanan uap air inilah yang menyebabkan adanya aliran air dari dalam bahan
pangan yang dikeringkan ke permukaan, selanjutnya diuapkan ke udara.
Pergerakan air dari dalam bahan ke permukaan melalui mekanisme sebagai
berikut :

1. Pergerakan Cairan terjadi dalam saluran kapiler.


2. Cairan berdifusi karena perbedaan konsentrasi bahan bahan terlarut pada
bagian bagian yang berbeda dari bahan pangan.
3. Cairan juga berdifusi karena penyerapan oleh bagian padat dari bahan
pangan yang terdapat pada permukaan.
4. Air dalam bentuk uap juga berdifusi dalam ruang ruang udara di dalam
bahan pangan akibat perbedaan tekanan uap air.

2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengeringan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 golongan, yaitu:

1. Faktor yang berhubungan dengan udara pengering.

Page 5
Yang termasuk dalam golongan ini adalah suhu, kecepatan volumetrik aliran
udara pengering, dan kelembaban udara.

2. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan.

Yang termasuk dalam golongan ini adalah ukuran bahan, kadar air awal, dan
tekanan parsial dalam bahan.

Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air menuju udara
karena adanya perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang
dikeringkan. Tujuan pengeringan antara lain agar produk dapat disimpan lebih
lama, mempertahankan daya fisiologi biji-bijian/benih, mendapatkan kualitas
yang lebih baik. (Gunarif Taib, 1988).

2.6 Metode Pengeringan

2.6.1 Pengeringan dengan Sinar Matahari

Menurut Handoyo et al., (2011), proses pengawetan yang sering

dilakukan nelayan, terutama di daerah Ujung Pandang, adalah dengan

pengeringan tradisional setelah dibersihkan dan digarami. Pengeringan dilakukan

dengan menjemur ikan selama ± 3 hari jika cuaca cerah dan membalik-balik ikan

sebanyak 4 – 5 kali agar pengeringan merata. Pengeringan tradisional ini

memerlukan tempat yang luas karena ikan yang dikeringkan tidak bisa ditumpuk

saat dijemur. Pada saat udara luar terlalu kering dan panas, pengeringan dapat

terjadi terlalu cepat sehingga terjadi case hardening (permukaan daging ikan

mengeras). Masalah lain adalah kebersihan/higienitas ikan yang dikeringkan

sangat kurang karena proses pengeringan dilakukan di tempat terbuka yang

memungkinkan dihinggapi debu dan lalat.

Cara tersebut memang sangat sederhana sehingga setiap orang dapat

melaksanakannya bahkan tanpa alat sekalipun, dikenal dengan penjemuran.

Keuntungan pengeringan dengan menggunakan sinar metahari tidak diperlukan

Page 6
penanganan khhusus dan mahal serta dapat dikerjakan oleh siapa saja. Namun

kelemahan dari pengeringan dengan menggunakan sinarmatahari berjalan

sangat lambat sehingga terjadi pembusukan sebelum menjadi kering. Hasil

pengeringan pun tidak merata dan pelaksanaan tergantung oleh alam. Jarang

diperoleh ikan kering yang berkualitas tinggi, selain itu memerlukan tempat yang

luas dan udah terkontaminasi (Adawyah, 2007).

Di dalam pengeringan alami yang hanya memanfaatkan sinar matahari

dan angin, ikan dijemur diatas rak – rak yang dipasang agak miring (±150) kearah

datangnya angin, dan diletakkan di bawah sinar matahari tempat angin bebas

bertiup. Angin berfungsi memindahkan uap air yang terlepas dari ikan ketempat

lain, sehingga penguapan dapat berlangsung lebih cepat. Tanpa ada pergerakan

udara, misalnya jika penjemuran dilakukan pada tempat tertutup dan tidak ada

angin di tempat itu, maka pengerngan akan berjalan lambat. Bagitu halnya

dengan intensitas sinar matahari, Intensitas sinar matahari mempengaruhi

kecepatan penguapan. Penguapan berjalan lebih lambat apabila tidak ada sinar

matahari (Murniyati dan Sunarman. 2000)

Menurut Zaelanie (2004), pada musim hujan, pengerigan ikan biasanya akan

berjalan lebih lambat, apalgi bila tidak ada angin. Hal ini sangat merugikan

karena pembusukan sering kali terjadi. Sebaliknya jika udara terlalu panas,

pengeringan terlalu cepat sehingga dapat tgerjadi case hardening yaitu

pengerasan permukaan tubuh ikan tetapi bagiian dalamnya masih basah.

Kerugian akibat hal ini dapat di cegah dengan cara:

- Penjemuran dilakukan ditempat yang teduh (dibawah atap)

- Penjemuran secara periodic, misalnya ikan dijemur pada pagi sampai siang

hari kemudian diangkat dan sore hari dijemur lagi.

Page 7
2.6.2 Mechanical Drying

Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), karena banyaknya kesultan- kesulitan

yang didapat pada pengeringan secara alami, maka manusia telah mencoba

membuat peralatan untuk memperoleh hasil yang lebih baik dengan cara yang

lebih efisien. Alat pengering mekanis berupa suatu ruang atau cabinet dengan

udara panas yang ditiupkan didalamnya. Hal – hal pokok yang membuat

pengeringan mekanis ini lebih baik daripada pengeringan alami ialah:

1. Suhu, kelembapan, dan kecepatan angin dapat diukur

2. Sanitasi dan hygiene dapat lebih mudah dikendalikan

Disambung penjelasan menurut Zaelanie (2004), pemanasan udara dalam

pengering mekanis (dryer) dapat dilakukan menggunakan:

· Pipa-pipa yang berisi uap panas didalamnya

· Logam atau batu yang dipanaskan dengan api

· Elemen pemanas listrik

· Pemindahan panas dengan mesin pendingin

Udara dalam dryer disirkulasikan dengan blower (kipas angin) yang terletak

didalam ruangan atau di dinding. Kecepatan udara yang optimal adalh 70 – 100

m/menit. Semua iakn dalam dryer diusahakan mengalami pengeringan yang

merata.

Ditambahkan menurut Adawyah (2007), cara pengeringannya yaitu udara

dipanaskan kemudian dialirkan kedalam ruangan yang berisi ikan dalam rak-rak

pengering melalui pertolongan kipas angin. Setelah cukup kering, ikan

dikeluarkan dan diganti dengan ikan yang lainnya, demikian dilakukan terus

menerus. Di Indonesia pernah dicoba alat pengering berbentuk trowongan

(tunnel dryer), bentuk lemari (cabinet dryer), dan cool dryer.

Page 8
Digambarkan dalam penelitian Haryanto et al., (2008) bahwa alat

pengering tipe cabinet (cabinet dryer) dalam skala kecil berkapasitas 5 kg.

spesifikasi alat pengering ini adalah berupa kotak bertingkat, bagian bawah utuk

pengeringan dan bagian atas untuk sirkulasi pengembalian udara. Dimensi

panjang kabin 190 cn, lebar 65 cm, tinggi 97 cm. Udara pengering di sirkulasikan

dengan 9 buah kipas berdiameter 12 cm dengan kecepata 1,1 m/s. Udara

pengering didehumidifikasikan dengan dehumifier yang dibuat dari modifikasi AC

dengan kompresor 0,5 PK. Sumber pemanas menggunakan elemen lampu

inframerah sebanyak 3 buah masing-masing berdaya 1500W dilengkapi

dengan thermosfat. Try untuk pengeringan berukuran 40x35 cm disusun

bertingkat 11 dengan jarak antar tingkat 4 cm.

2.6.3 Freeze Drying

Pengeringan Beku ini merupakan salah satu cara dalam pengeringan

bahan pangan. Pada cara pengeringan ini semua bahan pada awalnya

dibekukan, kemudian diperlakukan dengan suatu proses pemanasan ringan

dalam suatu lemari hampa udara. Kristal-kristal es ini yang terbentuk Selma

tahap pembekuan, menyublim jika dipanaskan pada tekanan hampa yaitu

berubah secara langsung dari es menjadi uap air tanpa melewati fase cair. Ini

akan menghasilkan produk yang bersifat porous dengan perubahan yang sangat

kecil terhadap ukuran dan bentuk bahan aslinya. Karena panas yang digunakan

sedikit, maka kerusakan karena panas juga kecil dibandingkan dengan cara-cara

pengeringan lainnya,\. Produk yang bersifat porous dapat direhidrasi dengan

cepat didalam air dingin(Gaman dan Sherrington, 1981).

Pengertian lainnya tetntang pengeringan beku, air dihilangkan dengan

mengubahnya dari bentuk beku (es) ke bentuk gas (uap air) tanpa melalui fase

cair-fase yang disebut sublimasi. Pengeringan beku dilakukan dalam hampa

Page 9
udara dan suhu sangat rendah. Pengeringan beku ini menghasilkan produk

terbaik, terutama karena pangan tidak kehilangan banyak aroma dan rasa atau

nilai gizi. Namun, proses ini mahal karena memerlukan suhu rendah maupun

tinggi dan keadaan hampa udara. Penggunaan cara ini hanya dibenarkan jika

panga sangat peka terhadap panas, dan produk yang diperoleh harus memenuhi

standar gizi yang tinggi (WHO, 1988). Cara kerja dari pengeringan metode ini

sebagai berikut:

- Ikan yang akan dikeringkan, dimasukkan kedalam ruang pengeringan.

- Tekanan dalam ruang pengering kemudian diturunkan dengan pompa

hampa kira – kira menjadi 2mmHg. Penurunan tekanan ini menyebabkan

penurunan temperature sehingga ikan membeku, sebab dengan tekanan

tersebut sehu menjadi -100C

- Ikan yang beku mengalami pengeringan karena es di dalam tubuh ikan

merubah menjadi uap air (menyublim) sebagai akibat tekanan yang rendah.

Akhirnya ikan akan menjadi lebih ringan.

- Uap air yang terjadi masuk kedalam kondensor dan dirubah menjadi es

dengan bantuan dari refrigerator.

2.7 Penyimpanan Ikan Kering

Bebarapa kerusakan yang mungkin terjadi pada ikan kering adalah :

1. Kerusakan pada mikroorganisme, misalnya bakteri dan jamur. Bakteri yang


berwarna merah pada lingkunan asin (red halophilic bacteria) menimbulkan
kotoran warna merah pada ikan.

2. Kerusakan yang ditimbulkan oleh enzim, baik dari ikan sendiri atau dari bakteri

3. kerusakan fisik, misalnya ikan menjadi terlalu kering dan keras seperti kayu,
kerusakan karena dimakan serangga, tikus.

4. Bau ikan menjadi tengik, diakibatkan oleh reaksi lemak ikan dengan oksigen
dari udara.

Page
10
5. Kerusakan lain karena kecerobohan kerja, misalnya tersiram air, tercampur
kotoran. Dll.

Untuk mencegah kerusakan sebaiknya ikan kering dibungkus atau dikemas


sesuai keperluan. Penyimpanan ikan kering sebaiknya :

1. Ruang penyimpanan yang bersih, kering dan sejuk.

2. sirkulasi udara yang cukup untuk menghilangkan bau-bau yang tidak enak.

3. ikan sering dibongkar dan dikeringkan kembali jika menjadi lembab.

4. Benda yang dapat mencemari misalnya pestisida, minyak tanah, dll sebaiknya
tidak disimpan berdekatan.

2.8 DAMPAK PENGERINGAN IKAN

Pengeringan ikan merupakan salah satu cara pengawetan yang paling


mudah, murah, dan merupakan cara pengawetan tertua. Pengeringan akan
bertambah baik jika didahuli dengan penggaraman dengan jumlah garam yang
tepat yang berfungsi untuk menghentikan kegiatan bakteri pembusuk.

Proses pengeringan matahari paling sering digunakan, dimana


kandungan air dari bahan baku diuapkan menggunakan pancaran panas sinar
matahari. Bila memiliki ruangan yang cukup lebar, maka tidak tidak diperlukan
lagi suatu fasilitas yang khusus. Namun, kelemahannya adalah mutu produk
tergantung kondisi cuaca dan proses ini tidak dapat dilakukan selama musim
hujan. Selanjutnya, oksidasi minyak lipid dilakukan oleh zat ultraviolet dari
pancaran sinar matahari, yang menyebabkan terjadinya perubahan warna pada
produk akibat minyak yang dihasilkan.

Untuk mengukur tingkat kekeringan ikan asin dapat dilakukan pengujian


dengan menekan daging ikan dengan jari tangan, bila tidak meninggalkan bekas
berarti ikan asin sudah cukup kering. Untuk ikan berukuran besar, pengujian
dilakukan dengan melipatkan daging ikan, bila tidak patah maka ikan telah cukup
kering.

Pengeringan menyebabkan perubahan sifat daging ikan dari sifatnya


yang masih segar, akan tetapi nilai gizi dalam ikan relatif tetap. Proses
pengeringan akan mengurangi kadar air dalam daging ikan, hal inilah yang akan
mengakibatkan kandungan protein dalam daging ikan akan mengalami
peningkatan karena kandungan air yang telah dihilangkan dalam proses
pengeringan ikan tersebut.

Proses pengeringan ini bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam


daging ikan sampai batas tertentu, sehingga perkembangan mikroorganisme

Page
11
akan terhambat atau terhenti. Perubahan yang terjadi dan merugikan dalam
daging ikan juga akibat kegiatan enzim.

Selama proses pengeringan akan terjadi perubahan fisik pada ikan.


Terjadi perubahan tekstur, warna, dan aroma. Meskipun peubahan tersebut
dapat dibatasi seminimal mungkin dengan jalan memberikan perlakuan
pendahuluan terhadap bahan pangan yang akan dikeringkan. Pada umumnya
ikan yang dikeringkan akan mengalami perubahan warna menjadi coklat.
Perubahan warna menjadi coklat tersebut dikarenakan reaksi browning. Reaksi
browning nonezimatis pada ikan yang paling sering terjadi adalah reaksi antara
asam organik dengan gula pereduksi, serta asam-asam amino dengan gula
pereduksi disebut juga reaksi maillard. Reaksi antara asam-asam amino dengan
gula pereduksi dapat menurunkan nilai gizi protein yang terkandung dalam
komoditas ikan.

Proses pengeringan untuk ikan-ikan berlemak sering kali mengalami


oksidasi dengan udara jika dijemur dan menimbulkan bau tengik. Oksidasi dapat
dihindari dengan pemakaian antioksidan, missal asam askorbat. Antioksidan
dilarutkan dalam air dan kemudian ikan dicelupkan di dalamnya selama
beberapa detik sebelum dijemur.

Proses pengeringan sangat rawan terjadi case hardening dimana


permukaan ikan yang mengering dan mengeras disebabkan proses pengeringan
yang terlalu cepat menimbulkan denaturasi protein pada permukaan sedangkan
bagian dalam masih dalam keadaan basah sehingga kontrol suhu perlu
diperhatikan.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pengeringan adalah suatu proses pengawetan yang telah lama dilakukan,


pengeringan pada ikan biasanya dengan menguapkan air dari tubuh ikan, yaitu
dengan menggunakan hembusan udara panas. Tujuan pengeringan ikan ialah
untuk menguragai kadar air yang ada didalam daging ikan sampai kegiatan
mikroorganisme pembusuk serta enzim yang meyebabkan pembusukan terhenti.
Akibatnya ikan dapat disimpan cukup lama sebagai bahan makanan.

Metode pengeringan ada dua, yaitu pengeringan secara alami dan


pengeringan secara mekanis Pengeringan dilakukan setelah dilakukannya
proses penggaraman Proses secara keseluruhan dalam pembuatan ikan asin:
pencucian bahan mentah, penggaraman, pembilasan, penggeringan,
pendinginan (diangin-anginkan) dan diikuti pengepakan sesuai kebutuhan.

Page
12
DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, M.P.Ir. Rabiatul. 2011. Pengolahan dan Pengawetan Ikan.


Jakarta: Bumi Aksara.
Astutik,Sri Mulia 2008. Teknik Pengeringan Bawang Merah Dengan
Cara Perlakuan Suhu dan Tekanan Fakum. Teknik Pertanian
Vol. 13 No. 2.
Earle, R.L.1969.Satuan Operasi dalam Pengolahan Pangan. Sastra
Hudaya : Bogor.
http://btagallery.blogspot.co.id/2010/07/pengeringan-bahan-
pangan.html
http://de-blonx.blogspot.co.id/2010/03/pengeringan-ikan.html
http://dicki25.blogspot.co.id/2012/11/sistem-pengeringan-pangan.html
http://eprints.ung.ac.id/4543/6/2013-1-26401-561309019-bab2-
29072013033206.pdf
Murniyati, Ir. A. S, Ir. Sunarman. 2000. Pendinginan Pembekuan dan
Pengawetan Ikan. Yogyakarta: Kanisius.

Page
13
Taib, Gunarif,dkk. 1988. Operasi pengeringan pada Pengolahan Hasil
Pertanian. Jakarta: Penerbit Melton Putra.
Tuyu, A., H. Onibala., dan D. M.Makapedua. Studi Lama
Pengeringan Ikan Selar(Selaroides sp) Asin Dihubungkan
Dengan Kadar Air Dan Nilai Organoleptik. 2014. Jurnal Media
Teknologi Hasil Perikanan. Vol 2(2):20-26.

Page
14

Anda mungkin juga menyukai