Anda di halaman 1dari 34

Nilai:

LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK PASCA PANEN II
(Retensi Air, Equilibrium Moisture Content (EMC))

Oleh:
Nama : Mufti Ali
NPM : 240110140096
Hari,tanggal Praktikum : Selasa,5 April 2016
Waktu : 14.30 – 16.10 WIB
Co,Ass : 1. Anisa Yanthy Rahayu
2. Cavvah Hashilah
3. Nur aisyah
4. Rifki Amrullah

LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES


DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sensitivitas bahan hasil pertanian terhadap kondisi lingkungan terutama
setelah dipanen sangatlah penting untuk diperhatikan. Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap sensitivitas ini antara lain struktur bahan biologis dan retensi
air.
Proses pengeringan di dalam industri pertanian merupakan salah satu tahapan
yang cukup penting dari beberapa proses lainnya dalam penanganan bahan hasil
pertanian. Pengeringan dapat membantu menghambat kerusakan yang terjadi pada
bahan hasil pertanian, karena bahan yang telah dipanen masih melakukan proses
respirasi sehingga apabila disimpan dalam waktu yang lama akan mengalami
pembusukan. Maka perlakuan awal atau modifikasi pengolahan terhadap bahan
hasil pertanian sangat penting dengan bertujuan untuk mempertahankan kualitas
dan kuantitas, memperpanjang umur simpan, mempermudah transportasi, agar
dapat dikonsumsi, serta bernilai ekonomis tinggi.
Penanganan pascapanen merupakan suatu rangkaian proses yang ditujukan
untuk mengawetkan bahan hasil pertanian dari kerusakan akibat serangan serangga,
mikroorganisme dan kerusakan akibat proses fisiologis yang kurang tepat, yang
dapat menyebabkan penurunan kualitas karena adanya kerusakan.
Oleh karena itu, praktikum ini sangatlah penting dilakukan agar mahasiswa
mengetahui teknik penanganan bahan hasil pertanian secara tepat dengan
memperhatikan hubungan antara faktor-faktor yang dimiliki oleh bahan hasil
pertanian itu sendiri.

1.2 Tujuan Instruksional Khusus


Adapun tujuan untuk praktikum kai ini yaitu Mengamati perubahan kadar air
bahan hasil pertanian pada berbagai kondisi penyimpanan dengan menggunakan
moisture tester.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pengeringan


Pengeringan adalah proses pemindahan air dari dalam bahan melalui
penguapan dengan menggunakan energi panas. Selama pengeringan berlangsung,
energi panas dipindahkan (ditransfer) dari udara sekeliling ke permukaan bahan,
sehingga terjadi peningkatan suhu dan terbentuknya uap air. Kandungan air dari
bagian dalam bahan berdifusi ke permukaan bahan, dan juga uap air yang
terkandung di dalam udara sekeliling bahan secara kontinyu dialirkan ke luar dari
mesin pengering.
Proses pengeringan dapat dipercepat melalui peningkatan laju pengaliran
udara pengering dan atau melalui peningkatan suhu udara pengering. Pada awalnya,
pengeringan berlangsung pada bagian permukaan bahan, dan setelah itu laju
pengeringan ditentukan oleh laju perpindahan kandungan air dari bagian dalam
bahan menuju permukaan, dan secara alami ditentukan oleh tipe bahan yang
dikeringkan. Untuk tipe bahan non-higroskopis, pengeringan dapat mencapai kadar
air sampai dengan nol, sedangkan tipe higroskopis seperti biji-bijian, buah-buahan,
dan bahan pangan lainnya akan menyisakan kadar air yang masih terikat di dalam
bahan.
Proses pengeringan di dalam industri pertanian merupakan salah satu tahapan
penting di antara beberapa satuan operasi lainnya dalam penanganan bahan hasil
pertanian. Pengeringan dapat membantu menghambat kerusakan bahan hasil
pertanian, terutama yang disebabkan oleh proses fisiologis, biologis, dan kimiawi,
baik secara enzimatis maupun non-enzimatis.
Tujuan pengeringan bahan hasil pertanian adalah untuk mengurangi
kandungan air bahan sampai dengan kadar air aman, baik untuk proses penanganan,
pengolahan, maupun penyimpanan. Menurut Devahastin (2000), pengeringan
adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari
bahan dengan menggunakan media pengering (udara, cair, atau padat) sampai pada
tingkat kadar air kesetimbangan (equilibrium moisture contents = EMS) dengan
kondisi udara luar (atmosfer) normal atau tingkat kadar air yang setara dengan nilai
aktivitas air (aw) yang aman dari kerusakan oleh mikrobiologi, enzimatis, dan kimia.
Dari pengertian pengeringan tersebut, bahan yang dikeringkan akan
berinteraksi dengan udara sebagai media pengering. Oleh karena itu, efektivitas
proses pengeringan dapat dilakukan melalui pengendalian sifat-sifat udara
pengeringnya dan juga memahami sifat-sifat bahan hasil pertanian yang berkaitan
dengan pengeringan.
Pengeringan merupakan salah satu tahap yang selalu dilakukan terhadap biji-
bijian. Pengurangan kadar air tersebut akan memberikan beberapa keuntungan,
yaitu:
1. Mempermudah proses selanjutnya.
2. Menurunkan biaya pengangkutan
3. Memperpanjang daya simpan
Hasil pengeringan harus mempunyai kualitas tinggi, yaitu:
1. Kandungan air yang rendah dan seragam
2. Prosentase biji rusak dan pecah rendah
3. Biji tidak mudah pecah
4. Berat tetap tinggi
5. Hasil pati tinggi
6. Minyak yang dapat diambil banyak
7. Kualitas protein tinggi
8. Kemampuan tumbuh tinggi
9. Jumlah kapang rendah
Suhu udara pengering sangat berpengaruh terhadap kualiatas biji. Suhu yang
sangat tinggi menyebabkan kenaikkan jumlah biji yang pecah, retak, perbahan
warna biji, penurunan jumlah pati, minyak serta protein. Suhu maksimum yang
diijinkan dalam pengeringan biji-bijian tergantung pada:
1. Penggunaan biji
2. Kandungan air awal biji
3. Jenis atau macam biji.

2.2 Prinsip Dasar Pengeringan


Mekanisme pengeringan bahan hasil pertanian meliputi dua proses
perpindahan, yaitu perpindahan massa air dari dalam bahan secara difusi dan
perpindahan energi panas yang digunakan untuk menguapkan air dari permukaan
bahan (Fellow, 1990). Proses pengeringan yang umum digunakan di industri terbagi
dalam beberapa kategori:
1. Pengeringan konveksi
Dalam pengeringan ini aliran udara panas dan kelembaban relatifnya rendah
dengan kecepatan tinggi dialirkan pada bahan yang akan dikeringkan.
2. Pengeringan konduksi
Bahan yang akan dikeringkan ditempatkan pada permukaan benda panas
sehingga terjadi penguapan air ke lingkungan.
3. Pengeringan hampa udara (vakum)
Bahan yang akan dikeringkan ditempatkan pada ruang yang terdapat sumber
panas pada tekanan rendah. Keuntungan dalam pengeringan hampa udara
didasarkan pada proses penguapan air. Penguapan air akan terjadi lebih cepat
pada tekanan udara rendah jika dibandingkan dengan tekanan udara tinggi.
4. Pengeringan beku
Pada pengeringan beku, uap air disublimasikan keluar dari bahan pada suhu dan
tekanan yang remdah. Struktur bahan tetap dipertahankan dengan baik pada
kondisi proses pengeeringan beku.
2.3 Laju Pengeringan
Proses pengeringan dapat dibagi menjadi dua periode yaitu periode laju
pengeringan tetap dan periode laju pengeringan menurun. Periode laju pengeringan
tetap akan terjadi pada bahan yang mengandung banyak air sehingga membentuk
lapisan air yang akan mengering dari permukaannya. Laju pengeringan tetap akan
ditentukan sepenuhnya oleh laju pindah panas dari udara pengering dan massa uap
air dari permukaan bahan yang dikeringkan.
Beberapa bahan pangan dan hasil pertanian tidak menunjukkan periode laju
pengeringan tetap sama sekali karena laju pindah panas dan massa internal bahan
yang menentukan laju pengeringan. Laju pengeringan tetap akan berhenti pada saat
air bebas dipermukaan habis dan laju pengurangan kadar air akan berkurang secara
progresif. Kadar dimana laju pengeringan tetap berhenti disebut kadar air kritis.
Pada prakteknya semua bahan pertanian yang dikeringkan akan mengalami
periode laju pengeringan menurun. Laju pengeringan menurun dibatasi oleh EMC
dari kurva kadar air antara nol dan mendekati RH 100%. Kemampuan bahan
untuk menguapkan air bertambah cepat dengan adanya kenaikan suhu sedangkan
panas yang diperlukan untuk menguapkan air akan berkurang dengan naiknya suhu
pengeringan. Laju pengeringan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berhubungan
dengan jalannya pengeringan. Beberapa faktor yang sukar diawasi adalah:
1. Luas permukaan bahan
2. Distribusi aliran udara
3. Struktur molekul bahan
4. Distribusi suhu dalam tenunan bahan.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi laju pengeringan adalah:
1. Tekanan uap air pada suhu pengeringan maksimum
2. Tekanan luar udara dan uap air
3. Kecepatan pindah panas ke permukaan bahan
4. Tekanan uap kesetimbangan dari dalam bahan
5. Kadar air bahan.
Proses pengeringan mempunyai dua periode utama yaitu: periode
pengeringan dengan laju tetap dan periode pengeringan dengan laju menurun .
Kedua periode utama ini dibatasi oleh kadar air kritis (critical moisture content)
(Priyanto, 1988). Kadar air kritis adalah kadar air terendah saat mana laju air bebas
dari dalam bahan ke permukaan sama dengan laju pengambilan uap air maksimum
dari bahan. Pada biji-bijian umumnya kadar air ketika pengeringan dimulai lebih
kecil dari kadar air kritis.
Pengeringan dengan laju menurun sangat dipengaruhi oleh keadaan bahan
yaitu:
1. Difusi air dari bahan ke permukaan
2. Pengambilan uap air dari permukaan
Laju pengeringan menurun terjadi setelah laju pengeringan konstan dimana
kadar air bahan lebih kecil daripada kadar air kritis. Periode laju pengeringan
meliputi dua proses yaitu:
1. Perpindahan dari dalam ke permukaan
2. Perpindahan uap air dari permukaan bahan ke udara sekitarnya.

Menurut Sahay dan Singh (1994) apabila sejumlah bahan dikeringkan pada
keadaan udara tertentu dan kadar air bahan dicatat setiap selang waktu tertentu,
akan diperoleh suatu kurva kandungan air terhadap waktu pengeringan. Kurva
hubungan kandungan air terhadap waktu juga dapat menggambarkan laju
pengeringan pada bahan-bahan pertanian.
Berdasarkan kurva hubungan waktu pengeringan dengan kadar air, periode
laju pengeringan dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Daerah A-B pada kurva merupakan fase pemanasan permulaan, dimana terjadi
kejenuhan semu (psedosaturation) di permukaan bahan.
2. Mulai dari titik B setelah kejenuhan semu tercapai, terjadi penguapan air dari
permukaan bahan dengan laju yang tetap dan cepat.
3. Sampai dititik C dimana air bebas di permukaan bahan sudah habis teruapkan,
laju penguapan tidak dapat diimbangi oleh proses difusi air dari dalam ke
permukaan bahan, sehingga titik C merupakan titik kritis dimana mulai terjadi
perubahan dari fase laju pengeringan menurun.
4. Mulai dari titik C sampai titik E laju pengeringan berangsur menurun, dan
periode ini dikenal sebagai laju pengeringan menurun (falling rate). Pada
daerah C-D penurunan laju pengeringan tidak begitu besar karena masih ada
sebagian air permukaan dan proses difusi masih berimbang dengan proses
penguapan. Uap air dari permukaan bahan pada daerah D-E difusi melambat
dengan berkurangnya kandungan air sehingga laju pengeringan pada daerah ini
sangat menurun.
2.4 Kadar Air
Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot
bahan. Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar aair bahan
tersebut yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah
(wet basis). Dalam penentuan kadar air bahan hasil pertanian biasanya dilakukan
berdasarkan obot basah.(Taib, 1988). Dalam perhitungan ini berlaku rumus sebagai
berikut:
KA = (Wa / Wb) x 100%
Teknologi pengawetan bahan pangan pada dasarnya adalah berada dalam
dua alternatif yaitu yang pertama menghambat enzim-enzim dan aktivitas atau
pertumbuhan microba dengan menurunkan suhunya hingga dibawah 0oC dan yang
kedua adalah menurunkan kandungan air bahan pangan sehingga kurang atau tidak
memberi kesempatan untuk tumbuh atau hidupnya mikroba dengan pengeringan
atau penguapan kandungan air yang ada di dalam maupun di permukaan bahan
pangan, hingga mencapai kondisi tertentu (Suharto, 1991).
Salah satu metode yang digunakan untuk menetapkan kadar air pada suatu
bahan adalah dengan menggunakan metode “Penetapan air dengan metode oven“,
yaitu suatu metode yang dapat digunakan untuk seluruh produk makanan, kecuali
produk tersebut mengandung komponen-komponen yang mudah menguap atau jika
produk tersebut mengalami dekomposisi pada pemanasan 100oC – 102oC sampai
diperoleh berat yang tetap (Apriyantono, 1989).
Berdasarkan kadar air (bobot basah dan bobot kering) dan bahan basah
maupun bahan setelah dikeringkan, dapat ditentukan rasio pengeringan (drying
ratio) dari bahan yang dikeringkan tersebut. Besarnya “drying ratio“ dapat dihitung
sebagai bobot bahan sebelum pengeringan per bobot bahan sebelum pengeringan
per bobot bahan setelah pengeringan. Dapat dihitung dengan rumus: Drying ratio =
bobot bahan sebelum pengeringan / bobot bahan setelah pengeringan (Winarno,
1984).
2.5 Equilibrium Moisture Content EMC
Kadar air keseimbangan adalah kadar air dimana laju perpindahan air dari
bahan ke udara sama dengan laju perpindahan air dari udara ke bahan. Kadar air
keseimbangan dapat digunakan untuk mengetahui kadar air terendah yang dapat
dicapai pada proses pengeringan dengan tingkat suhu dan kelembaban udara relatif
tertentu. Kadar air keseimbangan dari bahan pangan adalah kadar air bahan tersebut
pada saat tekanan uap air dari bahan seimbang dengan lingkungannya, sedangkan
kelembaban relatif pada saat terjadinya kadar air keseimbangan disebut kelembaban
relatif keseimbangan.
Sifat-sifat kadar air keseimbangan atau Equilibrium of Moisture Content
(EMC) dari bahan pangan sangat penting dalam penyimpanan dan pengeringan.
Kadar air keseimbangan didefinisikan sebagai kandungan air pada bahan pangan
yang seimbang dengan kandungan air udara sekitarnya. Hal tersebut merupakan
satu faktor yang menentukan sampai seberapa jauh suatu bahan dapat dikeringkan
pada kondisi lingkungan tertentu (aktivitas air tertentu) dan dapat digunakan
sebagai tolak ukur pencegahan kemampuan berkembangnya mikroorganisme yang
menyebabkan terjadinya kerusakan bahan pada saat penyimpanan.
Kadar air keseimbangan (equilibrium moisture content) adalah kadar air
minimum yang dapat dicapai pada kondisi udara pengeringan yang tetap atau pada
suhu dan kelembaban relatif yang tetap. Suatu bahan dalam keadaan seimbang
apabila laju kehilangan air dari bahan ke udara sekelilingnya sama dengan laju
penambahan air ke bahan dari udara di sekelilingya. Kadar air pada keadaan
seimbang disebut juga dengan kadar air keseimbangan atau keseimbangan
higroskopis (Anonimos, 2014).
2.6 Kelembapan Relatif (RH)
Kelembapan Relatif / Nisbi yaitu perbandingan jumlah uap air di udara
dengan yang terkandung di udara pada suhu yang sama. Kelembaban nisbi
membandingkan antara kandungan/ tekanan uap air aktual dengan keadaan
jenuhnya atau pada kapasitas udara untuk menampung uap air (Zain, dkk, 2005)..
Istilah ini menggambarkan kandungan air total yang dikandung oleh udara
yang biasanya juga dinyatakan dalam persen. Untuk menentukan jumalah air yang
dikandung di udara maka kita dapat menggunakan metode Kelembapan spesifik.
Kelembapan spesifik adalah metode untuk mengukur jumlah uap air di udara
dengan rasio terhadap uap air di udara kering. Rasio tersebut dapat ditulis sebagai
berikut:
x= mw/ ma
Misalnya pada suhu 27oC, udara tiap-tiap 1 m3 maksimal dapat memuat 25
gram uap air pada suhu yang sama ada 20 gram uap air, maka kelembaban udara
pada waktu itu sama.
BAB III
METODOLOGI PENGAMATAN DAN PENGUKURAN

3.1 Alat Dan Bahan


3.1.1 Alat
Adapun alat yang digunakan saat praktikum dilaksanakan adalah:
1. Cawan
2. Desikator
3. Refrigerator
4. Oven
5. Moisture tester
6. Timbangan analitik
7. RH meter

3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan untuk praktikum adalah biji-bijian yaitu:
1. Jagung
2. Kacang tanah
3. Kacang kedelai
4. Beras
5. Kacang hijau

3.2 Prosedur Percobaan


3.2.1 Pengamatan pada Bahan Awal
1. Mengukur kadar air bahan dengan menggunakan moisture tester.
2. Mengukur suhu dan RH udara dengan RH meter di 3 titik berbeda
ruangan praktikum

3.2.2 Penurunan Kadar Air


1. Mengukur suhu dan RH pada oven
2. Menyiapkan 3 cawan yang masing-masing telah berisi bahan seberat 5
gram.
3. Menyimpan 3 cawan yang berisi bahan seberat 5 gram ke dalam oven
selama 5 menit, 15 menit dan 30 menit.
4. Mengeluarkan cawan yang berisi bahan seberat 5 gram.
5. Mengukur kadar air bahan dengan moisture tester.
3.2.3 Peningkatan Kadar Air
1. Mengukur suhu dan RH refrigerator.
2. Menyiapkan 3 cawan yang masing-masing telah berisi bahan seberat 5
gram.
3. Menyimpan cawan tersebut ke dalam refrigerator selama 5 menit, 15
menit dan 20 menit.
4. Mengeluarkan cawan tersebut dari refrigerator.
5. Mengukur kadar air bahan dengan moisture tester.

3.2.4 Pembacaan pada Moisture Tester


1. Membersihkan tempat sampel pada moisture tester
2. Memasukkan bahan ke dalam tempat sampel moisture tester
3. Memasukkan bahan kedalam tempat pada moisture tester
4. Memutar grinding handle ke kiri (stop line) dan memasukkan wadah
kedalam instrument
5. Menekan select button untuk merubah sampel
6. Hasil pengukuran akan ditampilkan pada layar LCD
7. Mematikan alat dengan menekan average button dua kali
8. Membuat grafik hubungan antara peningkatan kadar air terhadap waktu
dan grafik hubungan antara penurunan kadar air terhadap waktu.

3.2.5 Prosedur Porcabaan pada EMC


Prosedur percobaan pada EMC menggunakan pengukuran kadar air metode
oven pada 1300C (ISTA)
1. Menimbang bahan yang terdapat pada cawan (Mc)
2. Menghitung kadar air basis basah untuk 3 pengamatan, yaitu disimpan
dalam oven 1300C selama 5 menit, 15 menit dan 20 menit.
(Mb−Mc)gram
Kadar air basis basah (Ka wb) = (Mb−Ma)gramx 100%
(Mb−Mc)gram
Kadar air basis kering (Ka db) = (Mc−Ma)gramx 100%
BAB IV
HASIL PERCOBAAN

4.1 Tabel
Tabel 1. Hasil Pengukuran Suhu dan RH
Pengukuran Ruangan Refrigerator Oven
ke- RH (%) T (OC) RH (%) T (OC) Rh (%) T (oc)
1 74,9 26,8 56,2 25,5 50,8 136
2 72,5 27 54,5 25,7 45,3 136
3 70,4 26,9 53,7 25,8 43 136

Rata-rata 72,6 26,9 54,8 25,7 46,4 136,0

Tabel 2. Pengukuran dan Penurunan Peningkatan Kadar Air


Perlakuan Kadar Rata-Rata Kadar Air Akhir
Nama
Waktu Air Awal Kadar Air Penurunan Peningkatan
Bahan
(Menit) (%) (%) (Oven) (Refrigerator)
5 14,2 14,2 13,9 13,9
Kacang
15 14,2 14,2 13,1 14,4
Hijau
20 14,2 14,2 12,7 13,2
5 13,7 13,7 11,1 14,6
Beras 15 13,7 13,7 9,9 14,2
20 13,7 13,7 9,2 14,2
5 15,4 15,4 16,2 12,2
Kacang
15 15,4 15,4 14,4 15,3
Tanah
20 15,4 15,4 14,4 12
5 13,8 13,8 10,8 13
Jagung 15 13,8 13,8 9,2 12,9
20 13,8 13,8 8,7 13,1
5 10,6 10,6 9,9 11,2
Kacang
15 10,6 10,6 9,9 11,1
Kedelai
20 10,6 10,6 9,5 11,1
Tabel 3. Hasil Pengukuran Kadar Air Jagung Segar
Massa cawan Ma + Mb awal Ma + Mb akhir
Bahan Ka wb Ka db
Ma (gram) Mb (gram) Mc (gram)
Kelompok 1 5,09 10,11 7,16 58,765 142,512
Kelompok 2 5,30 10,17 7,18 61,396 159,043
Kelompok 3 4,27 9,32 6,86 48,713 94,981
Kelompok 4 5,32 10,41 7,42 58,743 142,381
Kelompok 5 4,88 10,95 8,20 45,305 82,831

4.2 Grafik
4.2.1 Kacang Hijau

14

13.8

13.6

13.4
Penurunan
kadar air (%) 13.2
y = -0.08x + 14.3
13 R² = 1
12.8

12.6
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)

Gambar 1. Grafik Penurunan Kadar Air Kacang Hijau


14.6
14.4
14.2
14
Peningkatan
13.8
kadar air (%)
y = -0.0329x + 14.271
13.6
R² = 0.1733
13.4
13.2
13
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)

Gambar 2. Grafik Peningkatan Kadar Air Kacang Hijau

4.2.2 Beras
12

10
y = -0.1257x + 11.743
R² = 0.9985
8

Penurunan
6
kadar air (%)
4

0
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)

Gambar 3. Grafik Penurunan Kadar Air Beras


14.7

14.6

14.5

Peningkatan
14.4
kadar air (%)
14.3

14.2
y = -0.0286x + 14.714
R² = 0.8929
14.1
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)

Gambar 4. Grafik Peningkatan Kadar Air Beras

4.2.3 Kacang Tanah


16.5

16

15.5
Penurunan
kadar air (%)
15
y = -0.1286x + 16.714
R² = 0.8929
14.5

14
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)

Gambar 5. Grafik Penurunan Kadar Air Kacang Tanah


18
16
14
12

Peningkatan 10
kadar air (%) 8 y = 0.0329x + 12.729
R² = 0.0184
6
4
2
0
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)

Gambar 6. Grafik Peningkatan Kadar Air Kacang Tanah

4.2.4 Jagung
12

10

8
y = -0.1429x + 11.471
Penurunan R² = 0.9893
6
kadar air (%)
4

0
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)

Gambar 7. Grafik Penurunan Kadar Air Jagung


13.15

13.1 y = 0.0043x + 12.943


R² = 0.1071
13.05

Peningkatan
13
kadar air (%)
12.95

12.9

12.85
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)

Gambar 8. Grafik Peningkatan Kadar Air Jagung

4.2.5 Kacang Kedelai


10

9.9

9.8

Penurunan
9.7
kadar air (%) y = -0.0229x + 10.071
R² = 0.5714
9.6

9.5

9.4
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)

Gambar 9. Grafik Penurunan Kadar Air Kacang Kedelai


11.22

11.2

11.18

11.16
Peningkatan
kadar air (%) 11.14

11.12 y = -0.0071x + 11.229


R² = 0.8929
11.1

11.08
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)

Gambar 10. Grafik Peningkatan Kadar Air Kacang Kedelai

4.3 Perhitungan
4.3.1 Kelompok 1
Mb - Mc
1. Kadar Air Wb =M x 100 %
b - Ma
10,11 - 7,16
= x 100 %
10,11 - 5,09

= 58,765 %
Mb - Mc
2. Kadar Air Db =M x 100 %
c - Ma
10,11 - 7,16
= x 100 %
7,16 - 5,09

= 142,512 %
4.3.2 Kelompok 2
Mb - Mc
1. Kadar Air Wb =M x 100 %
b - Ma
10,17 - 7,18
= x 100 %
10,17 - 5,3

= 61,396 %
Mb - Mc
2. Kadar Air Db =M x 100 %
c - Ma
10,17 - 7,18
= x 100 %
7,18 - 5,3

= 159,043 %
4.3.3 Kelompok 3
Mb - Mc
1. Kadar Air Wb =M x 100 %
b - Ma
9,32- 6,86
= 9,32 - 4,27 x 100 %

= 48,713 %
Mb - Mc
2. Kadar Air Db =M x 100 %
c - Ma
9,32 - 6,86
= 6,86 - 4,27 x 100 %

= 94,981 %
4.3.4 Kelompok 4
Mb - Mc
1. Kadar Air Wb =M x 100 %
b - Ma
10,41 - 7,42
= 10,41 - 5,32 x 100 %

= 58,743 %
Mb - Mc
2. Kadar Air Db =M x 100 %
c - Ma
10,41 - 7,42
= x 100 %
7,42 - 5,32

= 142,381 %
4.3.5 Kelompok 5
Mb - Mc
1. Kadar Air Wb =M x 100 %
b - Ma
10,95 - 8,2
= 10,95 - 4,88 x 100 %

= 45,305 %
Mb - Mc
2. Kadar Air Db =M x 100 %
c - Ma
10,95 - 8,2
= x 100 %
8,2 - 4,88

= 82,831 %
BAB V
PEMBAHASAN

Pada praktikum yang berjudul “Retensi Air, Equilibrium Moisture Content


(EMC) dan Pengeringan Bahan Hasil Pertanian” ini, praktikan mengamati
perubahan kadar air bahan hasil pertanian pada berbagai kondisi penyimpanan
dengan menggunakan moisture content, mengukur kadar air dengan metode dasar
(metode oven) dan mempelajari proses pengeringan dengan menggunakan oven
serta mencari kurva laju pengeringannya. Bahan-bahan yang digunakan adalah
berbagai macam biji-bijian, yaitu kacang merah, kacang tanah, kacang kedelai,
kacang hijau dan jagung.
. Pengeringan merupakan suatu metode yang bertujuan untuk menurunkan
kandungan air di dalam bahan yang dikeringkan sampai batas tertentu agar
memiliki sifat bahan yang lebih baik. Pengeringan pun merupakan suatu metode
untuk mengeluarkan atau mehilangkan sebagian air dari bahan dengan
mengggunakan media pengering sampai tingkat kadar air keseimbangan
(Equilibrium Moisture Content/EMS) dengan kondisi udara luar (atmosfer) normal
atau tingkat kadar air yang setara dengan nilai aktivitas air (aw) yang aman dari
kerusaakan mikrobiologis, enzimatis dan kimia.
Kadar air bahan hasil pertanian memegang peranan yang sangat penting
dalam menjaga kualitas dari bahan hasil pertanian tersebut. Pada praktikum ini
penentuan kadar air dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu metode
praktis dengan alat ukur kadar air (electric moisture tester) dan metode dasar
menggunakan metode oven.
Setelah dilakukan percobaan didapatkanlah hasil yang berupa nilai kadar air
pada setiap jenis bahan yang terdapat pada bab hasil. Dari hasil tersebut bisa dilihat
banyak ketidaksesuaian dari data praktikum dengan literatur yang ada. Contohnya
pada peningkatan kadar air dengan menggunakan refrigerator. Setiap bahan yang
dimasukkan kedalam refrigerator haruslah memiliki kadar air yang bertambah dari
kadar air yang semula. Ditambah dengan semakin lama waktu yang digunakan
bahan didalam refrigerator, maka kadar airnyapun akan semakin bertambah. Begitu
pula dengan penurunan kadar air yang dilakukan dengan memasukkan bahan
kedalam oven. Setiap bahan yang dimasukkan kedalam oven haruslah memiliki
kadar air yang berkurang dari kadar air yang semula. Ditambah dengan semakin
lama waktu yang digunakan bahan didalam oven, maka kadar airnyapun akan
semakin berkurang. Tetapi pada praktikum ini, banyak data yang menunjukkan
semakin berkurangnya kadar air bahan ketika dimasukkan kedalam refrigerator dan
semakin bertambahnya kadar air bahan ketika dimasukkan kedalam oven. Hal ini
bisa dilihat pula pada grafik yang ada, yaitu grafik kadar air terhadap waktu. Warna
biru menunjukkan peningkatan kadar air sedangkan warna merah menunjukkan
penurunan kadar air. Tetapi kenyataannya pada beberapa grafik memperlihatkan
grafik biru menjadi menurun sedangkan grafik merah naik. Hal ini terjadi karena
beberapa hal yaitu alat yang digunakan sudah tidak layak pakai, masuknya udara
dari luar karena oven dan refrigerator sering dibuka tutup untuk mengukur kadar
airnya serta human error.
Apabila dilihat dari besarnya kadar air basah dan kering pada setiap bahan,
semua bahan menunjukkan nilai kadar air kering yang lebih besar. Dalam
perhitungan-perhitungan teknik, kadar air basis kering lebih sering dipakai karena
pembagi pada perhitungan kadar air basis kering adalah bahan setelah dikeringkan
yang tidak mengandung air sehingga beratnya tetap dan perubahan penurunan
kandungan air lebih terlihat dengan jelas.
Pada dasarnya proses termal adalah proses pengolahan bahan hasil pertanian
sehingga bisa dimanfaatkan dengan baik dan diterapkan pada bahan hasil pertanian
agar bahan tersebut mudah untuk diproses kembal serta memenuhi standar pangan
sehingga layak untuk dikonsumsi.
Untuk proses pengeringan, dilakukan agar kandungan air pada bahan benar-
benar keluar atau turun sampai ke titik tertentu dimana bahan tersebut sudah
dipastikan tidak akan menjadi tempat berkembangnya mikroba atau cendawan atau
mengalami pembusukan, sehingga aman untuk dikonsumsi ataupun memasuki
proses yang lebih lanjut.
Sedangkan untuk proses pendinginan, kadar air pada bahan tetap
dipertahankan hanya energi panasnya saja yang dihilangkan. Sehingga pada saat
pendinginan terjadi kenaikan kadar air, karena kadar air yang ada bahan tidak
teruapkan dan dialiri suhu dingin sehingga terjadi penumpukan kadar air yang
akhirnya menaikkan kadar air yang ada pada bahan tersebut. Proses termal ini, yaitu
pendinginan biasa digunakan pada bahan-bahan yang mudah menguap namun biasa
dikonsumsi pada keadaan segar ataupun diolah lagi pada saat kadar air pada bahan
pada keadaan normal, sehingga aman untuk dkonsumsi ataupun diolah kembali.
BAB V
KESIMPULAN

Praktikum kali ini,kami akan menganalisis kadar air keseimbangan, retensi


air dan EMC pada beberapa bahan hasil pertanian. Bahan hasil pertanian yang
digunakan yaitu, kacang hijau, beras, kacang tanah, kacang kedelai, dan jagung.
Bahan-bahan hasil pertanian tersebut dimasukkan ke dalam desikator untuk
menstabilkan kadar air dan suhu bahan tersebut. Seperti yang kita ketahui kadar air
keseimbangan suatu bahan merupakan kadar air minimum yang dapat dikeringkan
di bawah kondisi pengeringan yang tetap atau pada suhu dan kelembapan nisbi yang
tetap. Bahan akan melepaskan atau menyerap air untuk mencapai kadar air
keseimbangan. Retensi air dan EMC sangat berkaitan erat dengan kandungan air
dan kadar air dalam bahan hasil pertanian.
Hal pertama yang kita lakukan sebelum melakukan praktikum adalah
dengan mengukur RH dan suhu pada setiap tempat yaitu ruangan, refrigerator dan
oven. Maka didapatkan nilai RH dan suhu rata-rata berturut-turut pada ruangan,
refrigerator dan oven adalah 72,6% ; 26,90C ; 54,8%; 25,70C; 46,6%; 1360C. Dari
data tersebut dapat kita ketahui nilai RH terbesar terdapat pada kondisi ruangan
sedangkan untuk RH terendah terdapat pada kondisi oven.
Untuk percobaan Equilibrium Moisture Content (EMC) kami lakukan
dengan menggunakan bahan jagung segar, yang mana jagung ini akan diberikan
perlakuan dengan cara pengeringan dengan menggunakan oven pada suhu 130 oC
selama 50 menit. Hasil data pada praktikum ini, yaitu dengan menggunakan lima
sample jaguang segar dengan berat yang berbeda, mendapatkan perbedaan berat
jagung segar akhir dari jagung yaitu 7,16 gram untuk kelompok 1; 7,18 gram untuk
kelompok 2; 6,86 gram untuk kelompok 3; 7,42 gram untuk kelompok 4 dan 8,2
gram untuk kelompok 5. Sehingga dapat kita ketahui nilai dari kadar air basis basah
(Ka wb) dan kadar air basis kering (Ka db). Nilai Ka wb secara berturut-turut dari
kelompok 1 sampai dengan kelompok 5 adalah 58,765%; 61,396%; 48,713%;
58,743% dan 45,305%. Sedangkan nilai Ka db dari kelompok 1 sampai kelompok
5 adalah sebesar 142,512%; 159,043%; 94,981%; 142,381% dan 82,831%.
Proses pengeringan ini dilakukan dengan menurunkan kelembapan nisbi
udara dengan mengalirkan udara panas di sekeliling bahan, sehingga tekanan uap
air bahan lebih besar dari tekanan uap air di udara. Tujuan pengeringan itu sendiri
merupakan untuk memperpanjang waktu simpan BHP agar lebih lama. Dimana
pengeringan dilakukan dengan mengurangi kadar air bahan sampai batas
perkembangan organisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan
pembusukan terhambat atau bakteri terhenti sama sekali.
Sedangkan untuk percobaan mengenai retensi air dilakukan dengan
menggunakan 5 jenis bahan hasil pertanian yaitu kacang hijau, beras, kacang tanah,
jagung dan kacang kedelai. Masing-masing bahan hasil pertanian ini akan
mengalami dua perlakuan yaitu pendinginan dengan refrigerator dan pemanasan
dengan oven. Pendinginan dilakukan untuk melihat peningkatan kadar air pada
bahan hasil pertanian tersebut, sedangkan pemanasan dilakukan dengan tujuan
sebaliknya yaitu untuk melihat penurunan kadar air bahan hasil pertanian. Proses
pendinginan dan pemanasan ini dilakukan selama 5 menit, 15 menit dan 20 menit.
Untuk peningkatan kadar air bahan hasil pertanian pada kacang hijau,
peningkatan kadar air bernilai sebesar 13,9 pada menit ke 5, 14,4 pada menit ke 15
dan 13,2 pada menit ke 20. Untuk beras peningkatan kadar air bernilai sebesar 14,6
pada menit ke 5, 14,2 pada menit ke 15 dan 20. Peningkatan kadar air pada kacang
tanah bernilai sebesar 12,2 pada menit ke 5; 15,3 pada menit ke 15; dan 12 pada
menit ke 20. Untuk jagung didapatkan nilai peningkatan kadar air sebesar 13 pada
menit ke 5; 12,9 pada menit ke 15 dan 13,1 pada menit ke 20. Sedangkan
peningkatan kadar air untuk kacang kedelai sebesar 11,2 pada menit ke 5; 11,1 pada
menit ke 15 dan menit ke 20.
Sedangkan untuk penurunan kadar air bahan hasil pertama untuk beras
dengan perlakuan penurunan kadar air didapatkan kadar air sebesar 11,1 pada
waktu 5 menit; 9,9 pada waktu 15 menit, dan 9,2 pada waktu 20 menit. Pada kacang
hijau didapatkan penurunan kadar air sebesar 13,9 pada waktu 5 menit; 13,1 pada
waktu 15 menit dan 12,7 pada waktu 20 menit. Untuk penurunan kadar air bahan
hasil pertanian kacang tanah yaitu sebesar 16,2 pada waktu 5 menit, 14,4 pada
waktu 15 dan 20 menit. Sedangkan pada jagung, penurunan kadar air sebesar 10,8
pada waktu 5 menit, 9,2 pada waktu 15 menit dan 8,7 pada waktu 20 menit. Untuk
penurunan kadar air untuk kacang kedelai sebesar 9,9 pada waktu 5 dan 15 menit;
dan 9,2 pada waktu 20 menit.
Dari hasil data yang kami dapatkan berdasarkan praktikum ini menunjukkan
bahwa hasil nilai dari penurunan dan peningkatan pada BHP tidak semuanya
menunjukkan data yang sesuai, dimana pada data nilai penurunan tidak semua BHP
mengalami penurunan kadar air, yang mana nilainya naik dan turun,seperti
contohnya pada kacang tanah dan kacang kedelai yang pada 15 dan 20 menit
didapatkan kadar air yang sama yaitu 14,4 dan pada kacang kedelai didapatkan
kadar air sama pada menit ke 15 dan 20 menit yaitu sebesar 9,9. Begitupun
sebaliknya dengan data untuk peningkatan kadar air pada BHP, tidak semua BHP
mengalami peningkatan kadar air tetapi mengalami penurunan kadar air dan
menyebabkan data bernilai naik dan turun contohnya saja pada beras, dimana dari
14,6 pada menit ke 5 turun menjadi 14,2 pada menit ke 15 dan 20.
Kesalahan pada nilai penurunan dan peningkatan BHP ini bisa saja
disebabkan oleh akibat pengukuran kadar air yang dilakukan pada sampel saja
menyebabkan pengukuran kadar air tidak dilakukan pada setiap wadah bahan hasil
pertanian yang akan selain itu naik turunnya data nilai kadar air pada BHP dapat
disebabkan oleh faktor lingkungan dimana kondisi bahan tidak mengalami
perubahan akibat pengaruh lingkungan akibat terlalu lama berada di ruangan
terbuka. Hal ini dikarena pengukuran kadar air dilakukan secara bergantian karena
keterbatasan alat yang hanya ada 1 di laboratorium.
Jika dilihat dari grafik yang kita dapatkan untuk penurunan dan peningkatan
kadar air terhadap waktu, kita mendapatkan nilai regresi terbaik yang bernilai 1
untuk grafik penurunan kadar air pada kacang hijau, nilai regresi ini menunjukkan
percobaan yang kami lakukan sudah mendekati keakuratan. Sedangkan untuk nilai
regresi pada beras, secara berturut-turut nilai regresi penurunan dan peningkatan
kadar air yaitu 0,9985 dan 0,8929. Untuk nilai regresi pada kacang tanah, secara
berturut-turut nilai regresi penurunan dan peningkatan kadar air yaitu 0,8929 dan
0,0184. Untuk nilai regresi pada jagung, secara berturut-turut nilai regresi
penurunan dan peningkatan kadar air yaitu 0,9893 dan 0,1071. Dan untuk nilai
regresi pada kacang kedelai, secara berturut-turut nilai regresi penurunan dan
peningkatan kadar air yaitu 0,5794 dan 0,8929.

Grafik yang didapatkan dari penurunan dan peningkatan kadar air terhadap
waktu terdapat beberapa bentuk. Ada yang nilai regresi nya tepat menghasilkan 1
dan ada pula yang nilai regresinya hanya mencapai 0,01. Pada penurunan kadar air
dengan bahan kacang hijau diapatkan nilai regresi dari grafik sebesar 1 berarti
percobaan yang dilakukan akurat. Tetapi dengan bahan yang sama perlakuan yang
berbeda yaitu peningkatan kadar air didapatkan nilai regresi 0,1733. Pada beras,
nilai regresi dari grafik penurunan dan peningkatan kadar air secara berturut-turut
yaitu 0,9985 dan 0,8929. Untuk kacang tanah, nilai regresi dari grafik penurunan
dan peningkatan kadar air secara berturut-turut adalah 0,8929 dan 0,0184. Untuk
jagung nilai regresi dari grafik penurunan dan peningkatan kadar air secara berturut-
turut yaitu 0,9893 dan 0,1071. Sedangkan untuk kacang kedelai nilai regresi dari
grafik penurunan dan peningkatan kadar air secara berturut-turut 0,5714 dan
0,8929. Nilai regresi dari grafik menunjukkan keakuratan percobaan yang
dilakukan. Dengan didapatkan nilai regresi yang beragam berarti percobaan yang
dilakukan ada yang akurat, kurang akurat dan tidak akurat.
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Dari praktikum pengecilan ukuran, dapat disimpulkan bahwa :
1. Setiap BHP memiliki nilai kadar air yang berbeda-beda
2. Nilai Ka db pada setiap bahan selalu lebih besar dari nilai Ka wb
3. Semakin lama bahan berada dalam oven maka kadar air bahan akan
semakin menurun, karena suhu dalam oven akan terus bertambah.
4. Semakin lama bahan berada refrigeran maka kadar air akan meningkat.
6.2 Saran
1. Sebelum melaksanakan praktikum ini lebih baik terlebih dahulu
memahami materi tersebut agar mengurangi terjadinya kesalahan pada
saat pelaksanaan praktikum.
2. Sebelum melakukan praktikum kita harus melakukan pengecekan
terhadap alat yang kita gunakan pastikan alat yang kita gunakan tidak
rusak.
3. Serius saat melaksanakan praktikum.
4. Teliti saat penghitungan menggunakan kalkulator.
DAFTAR PUSTAKA

Anonimos,2008. Laporan praktikum TPHP 8.Terdapat pada


http://dokumen.tips/documents/lapak-8-tphp.html. Diakses pada tanggal
23 April 2016 pukul 20.43 WIB.

Apriyantono, Anton, dkk, 1989. Analisis Pangan. Pusbangtepa IPB : Bogor.

Devahastin, S. 2000. Panduan Praktis Mujumdar untuk Pengeringan Industrial.

Fellow, P.J. 1990. Food Processing Technology, Principles and Practice.


Ellis.Horwood. England.

Priyanto, Gatot. 1988. Tehnik Pengawetan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan
Dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Taib, Gunarif, 1988. Operasi Pengeringan Pada Pengolahan Hasil Pertanian.


PT. Mediyatama Sarana Perkasa: Jakarta.

Winarno, 1984. Kimia Pangan. PT. Gramedia: Jakarta.

Zain, Sudaryanto. Teknik Penanganan Hasil Pertanian. 2005. Bandung: Giratuna.


LAMPIRAN

Gambar 1. Oven

Gambar 2. Moisture Tester


Gambar 3. Hasil Pengukuran Kadar Air Bahan

Anda mungkin juga menyukai