LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK PASCA PANEN II
(Retensi Air, Equilibrium Moisture Content (EMC))
Oleh:
Nama : Mufti Ali
NPM : 240110140096
Hari,tanggal Praktikum : Selasa,5 April 2016
Waktu : 14.30 – 16.10 WIB
Co,Ass : 1. Anisa Yanthy Rahayu
2. Cavvah Hashilah
3. Nur aisyah
4. Rifki Amrullah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Sahay dan Singh (1994) apabila sejumlah bahan dikeringkan pada
keadaan udara tertentu dan kadar air bahan dicatat setiap selang waktu tertentu,
akan diperoleh suatu kurva kandungan air terhadap waktu pengeringan. Kurva
hubungan kandungan air terhadap waktu juga dapat menggambarkan laju
pengeringan pada bahan-bahan pertanian.
Berdasarkan kurva hubungan waktu pengeringan dengan kadar air, periode
laju pengeringan dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Daerah A-B pada kurva merupakan fase pemanasan permulaan, dimana terjadi
kejenuhan semu (psedosaturation) di permukaan bahan.
2. Mulai dari titik B setelah kejenuhan semu tercapai, terjadi penguapan air dari
permukaan bahan dengan laju yang tetap dan cepat.
3. Sampai dititik C dimana air bebas di permukaan bahan sudah habis teruapkan,
laju penguapan tidak dapat diimbangi oleh proses difusi air dari dalam ke
permukaan bahan, sehingga titik C merupakan titik kritis dimana mulai terjadi
perubahan dari fase laju pengeringan menurun.
4. Mulai dari titik C sampai titik E laju pengeringan berangsur menurun, dan
periode ini dikenal sebagai laju pengeringan menurun (falling rate). Pada
daerah C-D penurunan laju pengeringan tidak begitu besar karena masih ada
sebagian air permukaan dan proses difusi masih berimbang dengan proses
penguapan. Uap air dari permukaan bahan pada daerah D-E difusi melambat
dengan berkurangnya kandungan air sehingga laju pengeringan pada daerah ini
sangat menurun.
2.4 Kadar Air
Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot
bahan. Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar aair bahan
tersebut yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah
(wet basis). Dalam penentuan kadar air bahan hasil pertanian biasanya dilakukan
berdasarkan obot basah.(Taib, 1988). Dalam perhitungan ini berlaku rumus sebagai
berikut:
KA = (Wa / Wb) x 100%
Teknologi pengawetan bahan pangan pada dasarnya adalah berada dalam
dua alternatif yaitu yang pertama menghambat enzim-enzim dan aktivitas atau
pertumbuhan microba dengan menurunkan suhunya hingga dibawah 0oC dan yang
kedua adalah menurunkan kandungan air bahan pangan sehingga kurang atau tidak
memberi kesempatan untuk tumbuh atau hidupnya mikroba dengan pengeringan
atau penguapan kandungan air yang ada di dalam maupun di permukaan bahan
pangan, hingga mencapai kondisi tertentu (Suharto, 1991).
Salah satu metode yang digunakan untuk menetapkan kadar air pada suatu
bahan adalah dengan menggunakan metode “Penetapan air dengan metode oven“,
yaitu suatu metode yang dapat digunakan untuk seluruh produk makanan, kecuali
produk tersebut mengandung komponen-komponen yang mudah menguap atau jika
produk tersebut mengalami dekomposisi pada pemanasan 100oC – 102oC sampai
diperoleh berat yang tetap (Apriyantono, 1989).
Berdasarkan kadar air (bobot basah dan bobot kering) dan bahan basah
maupun bahan setelah dikeringkan, dapat ditentukan rasio pengeringan (drying
ratio) dari bahan yang dikeringkan tersebut. Besarnya “drying ratio“ dapat dihitung
sebagai bobot bahan sebelum pengeringan per bobot bahan sebelum pengeringan
per bobot bahan setelah pengeringan. Dapat dihitung dengan rumus: Drying ratio =
bobot bahan sebelum pengeringan / bobot bahan setelah pengeringan (Winarno,
1984).
2.5 Equilibrium Moisture Content EMC
Kadar air keseimbangan adalah kadar air dimana laju perpindahan air dari
bahan ke udara sama dengan laju perpindahan air dari udara ke bahan. Kadar air
keseimbangan dapat digunakan untuk mengetahui kadar air terendah yang dapat
dicapai pada proses pengeringan dengan tingkat suhu dan kelembaban udara relatif
tertentu. Kadar air keseimbangan dari bahan pangan adalah kadar air bahan tersebut
pada saat tekanan uap air dari bahan seimbang dengan lingkungannya, sedangkan
kelembaban relatif pada saat terjadinya kadar air keseimbangan disebut kelembaban
relatif keseimbangan.
Sifat-sifat kadar air keseimbangan atau Equilibrium of Moisture Content
(EMC) dari bahan pangan sangat penting dalam penyimpanan dan pengeringan.
Kadar air keseimbangan didefinisikan sebagai kandungan air pada bahan pangan
yang seimbang dengan kandungan air udara sekitarnya. Hal tersebut merupakan
satu faktor yang menentukan sampai seberapa jauh suatu bahan dapat dikeringkan
pada kondisi lingkungan tertentu (aktivitas air tertentu) dan dapat digunakan
sebagai tolak ukur pencegahan kemampuan berkembangnya mikroorganisme yang
menyebabkan terjadinya kerusakan bahan pada saat penyimpanan.
Kadar air keseimbangan (equilibrium moisture content) adalah kadar air
minimum yang dapat dicapai pada kondisi udara pengeringan yang tetap atau pada
suhu dan kelembaban relatif yang tetap. Suatu bahan dalam keadaan seimbang
apabila laju kehilangan air dari bahan ke udara sekelilingnya sama dengan laju
penambahan air ke bahan dari udara di sekelilingya. Kadar air pada keadaan
seimbang disebut juga dengan kadar air keseimbangan atau keseimbangan
higroskopis (Anonimos, 2014).
2.6 Kelembapan Relatif (RH)
Kelembapan Relatif / Nisbi yaitu perbandingan jumlah uap air di udara
dengan yang terkandung di udara pada suhu yang sama. Kelembaban nisbi
membandingkan antara kandungan/ tekanan uap air aktual dengan keadaan
jenuhnya atau pada kapasitas udara untuk menampung uap air (Zain, dkk, 2005)..
Istilah ini menggambarkan kandungan air total yang dikandung oleh udara
yang biasanya juga dinyatakan dalam persen. Untuk menentukan jumalah air yang
dikandung di udara maka kita dapat menggunakan metode Kelembapan spesifik.
Kelembapan spesifik adalah metode untuk mengukur jumlah uap air di udara
dengan rasio terhadap uap air di udara kering. Rasio tersebut dapat ditulis sebagai
berikut:
x= mw/ ma
Misalnya pada suhu 27oC, udara tiap-tiap 1 m3 maksimal dapat memuat 25
gram uap air pada suhu yang sama ada 20 gram uap air, maka kelembaban udara
pada waktu itu sama.
BAB III
METODOLOGI PENGAMATAN DAN PENGUKURAN
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan untuk praktikum adalah biji-bijian yaitu:
1. Jagung
2. Kacang tanah
3. Kacang kedelai
4. Beras
5. Kacang hijau
4.1 Tabel
Tabel 1. Hasil Pengukuran Suhu dan RH
Pengukuran Ruangan Refrigerator Oven
ke- RH (%) T (OC) RH (%) T (OC) Rh (%) T (oc)
1 74,9 26,8 56,2 25,5 50,8 136
2 72,5 27 54,5 25,7 45,3 136
3 70,4 26,9 53,7 25,8 43 136
4.2 Grafik
4.2.1 Kacang Hijau
14
13.8
13.6
13.4
Penurunan
kadar air (%) 13.2
y = -0.08x + 14.3
13 R² = 1
12.8
12.6
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)
4.2.2 Beras
12
10
y = -0.1257x + 11.743
R² = 0.9985
8
Penurunan
6
kadar air (%)
4
0
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)
14.6
14.5
Peningkatan
14.4
kadar air (%)
14.3
14.2
y = -0.0286x + 14.714
R² = 0.8929
14.1
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)
16
15.5
Penurunan
kadar air (%)
15
y = -0.1286x + 16.714
R² = 0.8929
14.5
14
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)
Peningkatan 10
kadar air (%) 8 y = 0.0329x + 12.729
R² = 0.0184
6
4
2
0
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)
4.2.4 Jagung
12
10
8
y = -0.1429x + 11.471
Penurunan R² = 0.9893
6
kadar air (%)
4
0
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)
Peningkatan
13
kadar air (%)
12.95
12.9
12.85
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)
9.9
9.8
Penurunan
9.7
kadar air (%) y = -0.0229x + 10.071
R² = 0.5714
9.6
9.5
9.4
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)
11.2
11.18
11.16
Peningkatan
kadar air (%) 11.14
11.08
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)
4.3 Perhitungan
4.3.1 Kelompok 1
Mb - Mc
1. Kadar Air Wb =M x 100 %
b - Ma
10,11 - 7,16
= x 100 %
10,11 - 5,09
= 58,765 %
Mb - Mc
2. Kadar Air Db =M x 100 %
c - Ma
10,11 - 7,16
= x 100 %
7,16 - 5,09
= 142,512 %
4.3.2 Kelompok 2
Mb - Mc
1. Kadar Air Wb =M x 100 %
b - Ma
10,17 - 7,18
= x 100 %
10,17 - 5,3
= 61,396 %
Mb - Mc
2. Kadar Air Db =M x 100 %
c - Ma
10,17 - 7,18
= x 100 %
7,18 - 5,3
= 159,043 %
4.3.3 Kelompok 3
Mb - Mc
1. Kadar Air Wb =M x 100 %
b - Ma
9,32- 6,86
= 9,32 - 4,27 x 100 %
= 48,713 %
Mb - Mc
2. Kadar Air Db =M x 100 %
c - Ma
9,32 - 6,86
= 6,86 - 4,27 x 100 %
= 94,981 %
4.3.4 Kelompok 4
Mb - Mc
1. Kadar Air Wb =M x 100 %
b - Ma
10,41 - 7,42
= 10,41 - 5,32 x 100 %
= 58,743 %
Mb - Mc
2. Kadar Air Db =M x 100 %
c - Ma
10,41 - 7,42
= x 100 %
7,42 - 5,32
= 142,381 %
4.3.5 Kelompok 5
Mb - Mc
1. Kadar Air Wb =M x 100 %
b - Ma
10,95 - 8,2
= 10,95 - 4,88 x 100 %
= 45,305 %
Mb - Mc
2. Kadar Air Db =M x 100 %
c - Ma
10,95 - 8,2
= x 100 %
8,2 - 4,88
= 82,831 %
BAB V
PEMBAHASAN
Grafik yang didapatkan dari penurunan dan peningkatan kadar air terhadap
waktu terdapat beberapa bentuk. Ada yang nilai regresi nya tepat menghasilkan 1
dan ada pula yang nilai regresinya hanya mencapai 0,01. Pada penurunan kadar air
dengan bahan kacang hijau diapatkan nilai regresi dari grafik sebesar 1 berarti
percobaan yang dilakukan akurat. Tetapi dengan bahan yang sama perlakuan yang
berbeda yaitu peningkatan kadar air didapatkan nilai regresi 0,1733. Pada beras,
nilai regresi dari grafik penurunan dan peningkatan kadar air secara berturut-turut
yaitu 0,9985 dan 0,8929. Untuk kacang tanah, nilai regresi dari grafik penurunan
dan peningkatan kadar air secara berturut-turut adalah 0,8929 dan 0,0184. Untuk
jagung nilai regresi dari grafik penurunan dan peningkatan kadar air secara berturut-
turut yaitu 0,9893 dan 0,1071. Sedangkan untuk kacang kedelai nilai regresi dari
grafik penurunan dan peningkatan kadar air secara berturut-turut 0,5714 dan
0,8929. Nilai regresi dari grafik menunjukkan keakuratan percobaan yang
dilakukan. Dengan didapatkan nilai regresi yang beragam berarti percobaan yang
dilakukan ada yang akurat, kurang akurat dan tidak akurat.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari praktikum pengecilan ukuran, dapat disimpulkan bahwa :
1. Setiap BHP memiliki nilai kadar air yang berbeda-beda
2. Nilai Ka db pada setiap bahan selalu lebih besar dari nilai Ka wb
3. Semakin lama bahan berada dalam oven maka kadar air bahan akan
semakin menurun, karena suhu dalam oven akan terus bertambah.
4. Semakin lama bahan berada refrigeran maka kadar air akan meningkat.
6.2 Saran
1. Sebelum melaksanakan praktikum ini lebih baik terlebih dahulu
memahami materi tersebut agar mengurangi terjadinya kesalahan pada
saat pelaksanaan praktikum.
2. Sebelum melakukan praktikum kita harus melakukan pengecekan
terhadap alat yang kita gunakan pastikan alat yang kita gunakan tidak
rusak.
3. Serius saat melaksanakan praktikum.
4. Teliti saat penghitungan menggunakan kalkulator.
DAFTAR PUSTAKA
Priyanto, Gatot. 1988. Tehnik Pengawetan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan
Dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Gambar 1. Oven