TRAY DRYER
Kelompok : 2R
Gambar 2.2 Kurva umum laju pengeringan untuk kondisi pengeringan konstan
(air bebas vs waktu)
Periode laju pengeringan tetap dicirikan dengan penguapan air dari suatu permukaan
yang jenuh basah suatu produk atau permukaan air didalam produk yang dikeringkan. Laju
pengeringan tetap ini akan berlangsung terus selama migrasi air ke permukaan (ke tempat
penguapan berlangsung) lebuh besar daripada air yang menguap dari permukaan. Suhu
permukaan bahan yang dikeringkan pada kondisi ini relatif tetap, mendekati suhu bola basah
udara pengering dan laju pengeringan tetap ini tidak bergantung kepada produk yang
dikeringkan.
Bila proses pengeringan diteruskan, air di dalam produk akan berkurang, migrasi air
ke permukaan tidak mampu mengimbangi cepatnya air menguap dari permukaan ke udara
sekitar. Dimulainya fase ini merupakan akhir dari periode pengeringan dengan laju tetap dan
disebut kadar air kritis (critical moisture content), tanda dimulainya periode laju pengeringan
menurun pertama. Pada keadaan tersebut, permukaan bahan yang dikeringkan sudah tidak
jenuh dan mulai kelihatan ada bagian yang mengering. Faktor yang mengendalikan laju
pengeringan pada periode ini adalah hal-hal yang mempengaruhi perpindahan air didalam
bahan padat yang dikeringkan. Bergantung dari produk yang dikeringkan, produk pangan
yang tidak higroskopis biasanya hanya memiliki satu periode laju pengeringan menurun,
sedangkan produk pangan higroskopis memiliki dua periode laju pengeringan menurun.
Periode laju pengeringan menurun biasanya merupakan periode operasional pengeringan
terpanjang.
Titik embun.
Titik embun adalah temperatur air pada keadaan dimana tekanan uapnya sama dengan
tekanan uap air dari udara. Jadi pada temperatur tersebut uap air dalam udara mulai
mengembun dan hal tersebut terjadi apabila udara lembab didinginkan. Pada tekanan yang
berbeda titik embun uap air akan berbeda, semakin besar tekanannya maka titik embunnya
semakin besar.
Kelembaban relatif.
Kelembaban relatif didefinisikan sebagai perbandingan fraksi molekul uap air di dalam udara
basah terhadap fraksi molekul uap air jenuh pada suhu dan tekanan yang sama, atau
perbandingan antara tekanan persial uap air yang ada di dalam udara dengan tekanan jenuh
uap air yang ada pada temperatur yang sama.
Entalpi.
Entalpi merupakan energi kalor yang dimiliki oleh suatu zat pada temperatur tertentu, atau
jumlah energi kalor yang diperlukan untuk memanaskan 1 kg udara kering dan x kg air
(dalam fasa cair) dari 0oC sampai mencapai t oC dan menguapkannya menjadi uap air (fasa
gas).
Volume spesifik.
Volume spesifik merupakan volume udara campuran dengan satuan meter-kubik per kilogram
udara kering.
Keterangan :
q= panas yang dipindahkan
A=luas permukaan penguapan
h=koefisien perpindahan panas konveksi
T =suhu dryer
Ti=suhu permukaan
=panas laten
Dari persamaan diatas, laju pengeringan dapat diprediksi dari persamaan transfer panas dan
persamaan transfer massa.
Apabila transfer panas secara kondukasi, konveksi dan radiasi diperhitungkan, maka
kecepatan pada periode tetap (Rc) menjadi :
Keterangan :
q= panas yang dipindahkan
A=luas permukaan penguapan
h=koefisien perpindahan panas konveksi
T =suhu dryer
Ti=suhu permukaan
=panas laten
k =conductivity coeff
U=total heat transfer coe f
PERCOBAAN
Bahan
Air
Bahan Padat Berupa Pasir dengan Variasi Ukuran (Besar, Sedang dan Kecil)
Prosedur Percobaan
Kurva Pengeringan
Mengisi 4 buah tray dengan pasir basah (bahan non porous granular solid)
dengan ketebalan kira-kira 10 mm. Menimbang terlebih dahulu berat pasir
kering sebelum dijenuhkan dengan air, lalu drain terlebih dahulu air
bebasnya. Mencatat berat basah bahan padat (pasir).
Mengatur pengontrol kecepatan udara pengering pada posisi ditengah dan
pemanas pada posisi maksimum.
Mencatat berat pasir pada setiap interval waktu, selama operasi
pengeringan.
Pengaruh Temperatur
Melakukan tahap percobaan seperti pada prosedur sebelumnya
Melakukan beberapa run operasi pengeringan dengan kecepatan udara dan
berat bahan yang sama, tetapi temperatur udara berbeda. Temperatur udara
diatur dengan pengontrol pemanas. Mengukur temperatur dry dan wet di
upstream (sebelum tray) emnggunakan aspirating psychrometer.
Membuat tabel dan kurva data yang diperoleh.
Memberian diskusi mengenai pengaruh suhu pada periode laju pengeringan
konstan
a) Apakah laju pengeringan berbanding langsung dengan (Tv Ti) seperti
teori?
b) Apakah pengaruh suhu pada kadar air kesetimbangan dan berikan
penjelasan fisika mengenai ketergantungan ini?
c) Dalam praktek, apakah sembarang suhu udara pengering bisa dipakai
untuk suatu jenis bahan?
BAB III
DATA DAN PENGOLAHAN DATA
t T T v Wi Wst Ws
upstream downstrea (gr) (gr (gr
(menit m ) )
v1 v2 v3 v4
Wet Dry Wet Dry
) (m/s (m/s (m/s (m/s
(oC) (oC) (oC) (oC)
) ) ) )
27. 30. 41 24
0 26.5 30.0 1.5 1.4 1.4 1.2 427
0 0 5 5
26. 29. 41 24
3 26.5 29.0 1.9 1.3 1.3 1.4 424
5 0 5 5
26. 29. 41 24
6 26.5 29.0 1.1 1.0 1.2 0.9 423
5 0 5 5
27. 30. 41 24
9 27.5 30.0 1.4 1.2 1.3 0.9 421
0 0 5 5
T
T
downstrea v
t upstream Wi Wst Ws
m
(menit (gr (gr (gr
v1 v2 v3 v4 ) ) )
) Wet Dry Wet Dry
(m/s (m/s (m/s (m/s
(oC) (oC) (oC) (oC)
) ) ) )
27. 30. 42 41 23
0 26.5 29.5 1.4 1.2 1.4 1.6
0 0 9 2 7
26. 30. 42 41 23
3 26.5 29.5 1.5 1.3 1.3 1.4
0 0 6 2 7
26. 30. 42 41 23
6 26.5 30.0 1.4 1.2 1.6 1.3
5 0 3 2 7
27. 30. 41 41 23
9 27.0 30.0 1.6 1.4 1.6 1.6
0 0 9 2 7
27. 30. 41 41 23
12 26.0 30.0 1.4 1.3 1.3 1.2
0 0 6 2 7
27. 30. 41 41 23
15 27.0 30.0 1.3 1.3 1.0 1.0
5 0 5 2 7
T
T
downstrea v
t upstream Wst Ws
m Wi
(menit (gr (gr
v1 v2 v3 v4 (gr)
) Wet Dry Wet Dry ) )
(m/s (m/s (m/s (m/s
(oC) (oC) (oC) (oC)
) ) ) )
28. 30. 43 22
0 27.5 30.0 1.0 1.2 1.6 1.6 451
0 0 6 9
27. 30. 43 22
3 27.0 30.0 1.9 1.7 1.5 1.5 447
5 0 6 9
27. 30. 43 22
6 27.0 30.0 1.4 1.2 1.4 1.5 445
5 0 6 9
27. 30. 43 22
9 27.0 30.0 1.2 1.0 1.2 1.1 444
5 0 6 9
27. 30. 43 22
12 27.5 30.0 1.2 1.3 1.8 1.4 441
5 0 6 9
T
T
downstrea v
t upstream Wi Wst Ws
m
(menit (gr (gr (gr
v1 v2 v3 v4 ) ) )
) Wet Dry Wet Dry
(m/s (m/s (m/s (m/s
(oC) (oC) (oC) (oC)
) ) ) )
26. 47 46 25
0 30 27 30 1.6 1.5 1.3 1.3
5 7 2 5
27. 47 46 25
3 30 27.5 30 1 1.3 1.3 1.3
5 6 2 5
27. 47 46 25
6 30 27.5 30 1.3 1.3 1.2 1.2
5 4 2 5
27. 47 46 25
9 30 27.5 30 1.6 1.2 1.2 1.2
5 2 2 5
27. 47 46 25
12 30 27.5 30 1.3 1.2 1 1.2
5 1 2 5
27. 46 46 25
15 30 27.5 30 1.3 1.2 1.5 1.5
5 9 2 5
T
T
downstrea v
t upstream Wi Wst Ws
m
(menit (gr (gr (gr
v1 v2 v3 v4 ) ) )
) Wet Dry Wet Dry
(m/s (m/s (m/s (m/s
(oC) (oC) (oC) (oC)
) ) ) )
50 48 33
0 28 30 27.5 30 1.3 1.4 1.2 1.3
4 9 5
27. 50 48 33
3 30 27.5 30 1.2 1.3 1.1 1.2
5 3 9 5
50 48 33
9 28 30 27.5 30 1.2 1.4 1.3 1.5
0 9 5
49 48 33
12 28 31 28 30 1.5 1.5 1.2 1.5
7 9 5
27. 49 48 33
15 31 27 30 1.3 1.2 1.1 1.3
5 6 9 5
T
T
downstrea v
t upstream Wi Wst Ws
m
(menit (gr (gr (gr
v1 v2 v3 v4 ) ) )
) Wet Dry Wet Dry
(m/s (m/s (m/s (m/s
(oC) (oC) (oC) (oC)
) ) ) )
27. 50 48 33
0 30 27.5 30 1.6 1.9 1.5 2.1
5 5 2 0
27. 50 48 33
3 30 27 30 1.6 2 1.5 2.2
5 1 2 0
27. 49 48 33
6 30 27.5 30 2 2 2.1 2.2
5 7 2 0
27. 49 48 33
9 30 27 30 1.4 1.5 1.5 1.6
5 4 2 0
27. 48 48 33
12 30 27.5 30 2.3 2.1 2.7 2.4
5 9 2 0
27. 48 48 33
15 30 27.5 30 2.5 2 2.3 2.5
5 4 2 0
W i W st
X i=
Ws
dimana
Laju Pengeringan
W 1 |W iW i 1| 1
Ri= =
t As |t it i1| A s
dimana
Ri
= laju pengeringan (gr H2O / menit.cm2)
As
= luas permukaan pengeringan (cm2)
t
= waktu pengamatan (menit)
As
= 27.5 cm x 22 cm = 600 cm2
m=v i A ( H )
dimana
Temperatur = Skala 1
o o W t Ri m
t Wi Wst Ws vavg Tup ( C) Tdown ( C) Xi Hup Hdown H
(gr) (menit) (gr/menit.cm2) (gr/s)
(menit) (gr) (gr) (gr) (m/s)
Wet Dry Wet Dry
0 427 1.38 27.0 30.0 26.5 30.0 0.0490 - - - 0.0214 0.0206 -0.0009 -0.0875
3 424 1.48 26.5 29.0 26.5 29.0 0.0367 -3 3 0.00167 0.0210 0.0210 0.0000 0.0000
6 423 1.05 26.5 29.0 26.5 29.0 0.0327 -1 3 0.00056 0.0210 0.0210 0.0000 0.0000
415 245
9 421 1.20 27.0 30.0 27.5 30.0 0.0245 -2 3 0.00111 0.0214 0.0224 0.0009 0.0781
12 420.5 0.90 26.5 30.0 26.5 29.5 0.0224 -0.5 3 0.00028 0.0206 0.0208 0.0002 0.0133
15 419.5 1.13 27.0 30.0 26.5 30.0 0.0184 -1 3 0.00056 0.0214 0.0206 -0.0009 -0.0716
Temperatur = Skala 4
W t Ri m
t Wi Wst Ws vavg Tup (oC) Tdown (oC) Xi Hup Hdown H
(gr) (menit) (gr/mnt.cm2) (gr/s)
(menit) (gr) (gr) (gr) (m/s)
Wet Dry Wet Dry
0 429 1.40 27.0 30.0 26.5 29.5 0.0717 - - - 0.0214 0.0208 -0.0007 -0.0007
3 426 1.38 26.0 30.0 26.5 29.5 0.0591 -3 3 0.00167 0.0197 0.0208 0.0011 0.0011
6 423 1.38 26.5 30.0 26.5 30.0 0.0464 -3 3 0.00167 0.0206 0.0206 0.0000 0.0000
412 237
9 419 1.55 27.0 30.0 27.0 30.0 0.0295 -4 3 0.00222 0.0214 0.0214 0.0000 0.0000
12 416 1.30 27.0 30.0 26.0 30.0 0.0169 -3 3 0.00167 0.0214 0.0197 -0.0017 -0.0016
15 415 1.15 27.5 30.0 27.0 30.0 0.0127 -1 3 0.00056 0.0224 0.0214 -0.0009 -0.0007
2. Variasi Ukuran Partikel
3 447 1.65 27.5 30.0 27.0 30.0 0.0480 -4 3 0.00222 0.0224 0.0214 -0.0009 -0.1073
6 445 1.38 27.5 30.0 27.0 30.0 0.0393 -2 3 0.00111 0.0224 0.0214 -0.0009 -0.0894
436 229
9 444 1.13 27.5 30.0 27.0 30.0 0.0349 -1 3 0.00056 0.0224 0.0214 -0.0009 -0.0732
12 441 1.43 27.5 30.0 27.5 30.0 0.0218 -3 3 0.00167 0.0224 0.0224 0.0000 0.0000
15 438.5 1.40 27.5 30.0 27.5 30.0 0.0109 -2.5 3 0.00139 0.0224 0.0224 0.0000 0.0000
3 476 1.23 27.5 30 27.5 30 0.0549 -1 3 0.00056 0.0224 0.0224 0.0000 0.0000
6 474 1.25 27.5 30 27.5 30 0.0471 -2 3 0.00111 0.0224 0.0224 0.0000 0.0000
462 255
9 472 1.30 27.5 30 27.5 30 0.0392 -2 3 0.00111 0.0224 0.0224 0.0000 0.0000
12 471 1.18 27.5 30 27.5 30 0.0353 -1 3 0.00056 0.0224 0.0224 0.0000 0.0000
15 469 1.38 27.5 30 27.5 30 0.0275 -2 3 0.00111 0.0224 0.0224 0.0000 0.0000
3. Variasi Laju Alir Udara
3 503 1.20 27.5 30 27.5 30 0.0418 -1 3 0.00056 0.0224 0.0224 0.0000 0.0000
6 497 2.08 27.5 30 27.5 30 0.0455 -4 3 0.00222 0.0224 0.0224 0.0000 0.0000
12 489 2.38 27.5 30 27.5 30 0.0212 -5 3 0.00278 0.0224 0.0224 0.0000 0.0000
15 484 2.33 27.5 30 27.5 30 0.0061 -5 3 0.00278 0.0224 0.0224 0.0000 0.0000
Grafik
1. Variasi Temperatur
Temperatur Skala 1
Temperatur Skala 4
Temperatur Skala 1
Temperatur Skala 4
BAB IV
ANALISIS
4.1 Analisis Alat dan Bahan
Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan alat yaitu tray dryer dengan skema
sebagai berikut
Tray dryer terdiri dari tray yang berfungsi sebagai tempat terjadinya proses
pengeringan dimana padatan yang memiliki kandungan air tinggi dikontakan dengan udara
yang kandungan airnya rendah sehingga terjadi perpindahan massa air dengan proses difusi
dari padatan ke udara.
Selain itu tray dryer juga dilengkapi dengan fan untuk mengalirkan udara dengan laju
yang diinginkan. Laju alir udara merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam proses
pengeringan atau drying. Udara yang mengalir pada tray dryer juga dilengkapi dengan heater
yang berfungsi memanaskan udara yang mengalir pada skala yang ada. Pemberian heater ini
dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh perbedaan suhu antara media pengering dan
material yang dikeringkan dan perbedaan suhu antara media pengering dan material yang
dikeringkan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam proses pengeringan.
Pada tray dryer juga dilengkapi dengan alat lain yaitu aspirating psychrometer yang
terdiri dari dua thermometer. Satu thermometer untuk mengukur dry bulb temperature, dan
satu thermometer lainnya dibungkus dengan kapas basah untuk mengukur dry bulb
temperature.Alat ini digunakan dengan memasukkan pada dua celah atau lubang diantara tray
dengan tujuan untuk dapat mengukur kelembaban udara sebelum pengeringan dan sesudah
pengeringan berdasarkan dry bulb dan wet bulb temperature.
Selain alat tray dryer juga digunakan anemometer digital yang bekerja dengan
menempelkan kepala kipas pada aliran udara hingga aliran udara menggerakan kipas,
kecepatan kipas pada anemometer kemudian diubah menjadi kecepatan udara yang mengalir.
Alat ini digunakan untuk mengukur aliran udara keluar dari tray dryer.
Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan beberapa bahan diantaranya pasir
kering dengan ukuran partikel yang berbeda yaitu 0,3 mm dan 0,8 mm. Pasir yang digunakan
dalam keadaan kering dan berbeda ukuran partikel dikarenakan untuk mengetahui pengaruh
ukuran partikel terhadap proses pengeringan. Ukuran partikel dari yang berbeda akan
memberikan luas permukaan yang berbeda. Luas permukaan merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi proses pengeringan.
Pada percobaan pertama dengan variasi diameter partikel pasir diambil data-data yaitu
diameter padatan sebelum dan sesudah proses pengeringan saat selang waktu tertentu,
kelembaban, suhu dry bulb dan wet bulb selama selang waktu tertentu, dan juga laju alir
udara keluar. Setelah itu dilakukan perhitungan dan didapat hasil seperti berikut:
Dari grafik tersebut dapat terlihat pada kedua pasir dengan diameter berbeda terjadi
penurunan kandungan air yang terdapat dalam pasir tersebut hal ini terjadi karena air yang
ada pada pasir berpindah ke dalam udara dikarnakan adanya perbedaan konsentrasi. Dimana
air yang menguap terlebih dahulu adalah Unbounded water atau free moisture yang adalah air
yang berada di sela-sela padatan karena adanya tegangan permukaan. Hal tersebut dikarnakan
Bounded water atau air terikat, yaitu air yang berada dalam bahan padat dan mempunyai
interaksi dengan zat padat tersebut sehingga sulit teruapkan.
Pada grafik diatas dapat dilihat antara kandungan air vs waktu dengan variasi
diameter parikel pasir dengan ukuran 0,3 mm dan 0,8 mm. Dapat dilihat pada grafik diatas
besar penurunan kandungan air terbesar dimiliki oleh pasir dengan diameter partikel sebesar
0,3 mm. Hal ini dapat terjadi karena semakin kecil diameter partikel pasir maka semakin luas
luas permukaan pasir dimana semakin mudah air yaitu unblunded water menguap. Teori
tersebut dapat dilihat pada pasir dengan diameter 0,3 mm tetapi 0,8 mm jumlah air yang
menguap relatif lebih sedikit.
Selanjutnya dihitung juga laju pengeringan dengan menggunakan 2 cara yaitu Laju
Pengeringan dengan metode penurunan berat dan laju pengeringan dengan metode kenaikan
kelembaban. Dengan menggunakan metode penurunan berat untuk menghitung laju
pengeringan didapat hasil sebagai berikut:
Dalam teorinya kurva pengeringan dibagi menjadi 3 bagian yaitu daerah warming-up,
daerah konstan (Constant Rate) dan daerah menurun (Falling Rater). Daerah warming-up
ditandai dengan kurva yang menanjak naik seiring dengan semakin berkurangnya kandungan
air. Daerah constant rate ditandai dengan laju pengeringan yang konstan seiring dengan
semakin berkurangnya kandungan air. Sementara daerah falling rate ditandai dengan tren
kurva pengeringan yang menurun seiring dengan semakin berkurangnya kandungan air.
Dari kedua grafik diatas dapat dilihat bahwa terdapat daerah warming up dan falling rate dan
constant rate tidak terlihat. Hal tersebut dikarnakan kurangnya data yang diambil dan interval
waktu yang terlampau besar.
Selanjutnya kita mencari laju pengeringan dengan metode kenaikan kelembaban.
Prinsip dari metode kenaikan kelembaban ini adalah bahwa suhu downstream akan selalu
lebih tinggi dari suhu upstream. Hal ini dapat terjadi karena udara kering yang melewati tray
akan menyerap air yang berasal dari pasir sehingga suhu udara yang mengalir ke downstream
akan mengalami peningkatan akibat dari air yang ada pada pasir basah teruapkan oleh udara
kering. Selain menyebabkan suhu udara menjadi lebih panas air tersebut menyebabkan
humidity pada daerah downstream akan lebih besar daripada upstream karena udara yang
melair ke downstream sudah menyerap air dari pasir tersebut. Setelah dilakukan perhitungan
di pengolahan data maka didapat hasil sebagai berikut :
Percobaan ini dilakukan dengan variasi laju alir udara pemanas dimana diambil data-
data yaitu massa padatan sebelum dan sesudah proses pengeringan saat selang waktu tertentu,
kelembaban, suhu dry bulb dan wet bulb selama selang waktu tertentu, dan juga laju alir
udara keluar. Setelah itu dilakukan perhitungan dengan metode pengukuran berat dan didapat
hasil seperti berikut:
Grafik Kandungan Air terhadap Waktu
Dapat dilihat bahwa kandungan air di pasir tersebut berkurang seiring dengan
bertambahnya waktu. Hal ini disebabkan karena udara yang berada di dalam tray yang
sebelumnya kering akan meningkat kandungan airnya disebabkan perpindahan massa air dari
pasir ke udara dikarnakan perbedaan konsentrasi yang lama kelamaan akan menurun laju
penguapannya dikarnakan sistem semakin setimbang, kemudian udara yang telah meningkat
kandungan airnya tersebut bergerak karena memiliki laju alir dan digantikan dengan udara
baru yang masih kering sehingga dapat memberikan laju pengeringan yang kembali optimal.
Selain itu seriring dengan penambahan laju alir maka aliran akan berubah dari laminar ke
turbulen dimana pada aliran turbulen memiliki boundary layer yang tipis sehingga pertukaran
panas dapat terjadi lebih baik.
Selanjutnya dihitung juga laju pengeringan dengan menggunakan 2 cara yaitu Laju
Pengeringan dengan metode penurunan berat dan laju pengeringan dengan metode kenaikan
kelembaban. Dengan menggunakan metode penurunan berat untuk menghitung laju
pengeringan didapat hasil sebagai berikut:
Grafik Laju Pengeringan terhadap Waktu
Dapat dilihat pada grafik tersebut terjadi pengurangan kandungan air pada setiap
peningkatan laju pengeringan. Grafik yang terbentuk terlihat seperti ada 2 puncak dimana
terjadi penurunan laju penguapan, hal ini dikarenakan pengurangan kandungan air yang
sedikit dan tidak bisa ditangkap oleh alat yang ada sehingga menghasilkan berat yang
konstan. Seharusnya saat laju pengeringan mencapai puncak maka akan masuk ke dalam
daerah constant rate dimana akan terjadi laju paneringan yang konstan yang terbentang di
antara kedua puncak.
Selanjutnya kita mencari laju pengeringan dengan metode kenaikan kelembaban.
Prinsip dari metode kenaikan kelembaban ini adalah bahwa suhu downstream akan selalu
lebih tinggi dari suhu upstream. Hal ini dapat terjadi karena udara kering yang melewati tray
akan menyerap air yang berasal dari pasir sehingga suhu udara yang mengalir ke downstream
akan mengalami peningkatan akibat dari air yang ada pada pasir basah teruapkan oleh udara
kering. Selain menyebabkan suhu udara menjadi lebih panas air tersebut menyebabkan
humidity pada daerah downstream akan lebih besar daripada upstream karena udara yang
melair ke downstream sudah menyerap air dari pasir tersebut. Setelah dilakukan perhitungan
di pengolahan data maka didapat hasil sebagai berikut:
Grafik Laju Pengeringan terhadap Kandungan Air
Dari grafik diatas kita dapat melihat adanya penurunan dan mendapatkan bahwa laju
pengeringan pada skala laju 7 lebih tinggi dibandingkan dengan skala laju 1.
Temperatur Skala 1
Temperatur Skala 4
Temperatur Skala 1
Temperatur Skala 4
Dapat dilihat pada grafik tersebut terjadi pengurangan kandungan air pada setiap
peningkatan laju pengeringan. Dari kedua grafik tersebut dapat dilihat bahwa percobaan
dengan skala suhu 4 memberikan laju pengeringan yang lebih besar dibandingkan skala suhu
1, hal tersebut sesuai dengan teori yang ada. Pada percobaan dengan skala suhu 1 dapat
dilihat bahwa grafik yang terbentuk terlihat seperti ada dua puncak dimana terjadi penurunan
laju penguapan hingga 0, hal ini dikarnakan pengurangan kandungan air yang sedikit dan
tidak bisa ditangkap oleh alat yang ada sehingga menghasilkan berat yang konstan maka
menyebabkan laju pengeringan menjadi 0. Seharusnya saat laju pengeringan mencapai
puncak maka akan masuk ke dalam daerah constant rate dimana akan terjadi laju paneringan
yang konstan yang terbentang di antara kedua puncak. Sedangkan pada percobaan dengan
skala suhu 4 dapat dikatakan laju pengeringan terus naik hal ini berarti dalam waktu 7 menit,
proses pengeringan tersebut masih dalam tahap warming up.
Selanjutnya kita mencari laju pengeringan dengan metode kenaikan kelembaban. Setelah
dilakukan perhitungan di pengolahan data maka didapat hasil sebagai berikut :
Dari grafik diatas kita dapat melihat adanya penurunan dan mendapatkan bahwa laju
pengeringan pada skala suhu 4 lebih tinggi dibandingkan dengan skala laju 1. Hal ini sesuai
dengan teori yang ada dimana penambahan suhu akan membuat air pada pasir lebih cepat
menguap.
5.3 Analisis Kesalahan
Dalam percobaan ini, telah terjadi beberapa kesalahan dalam percobaan yang
menyebabkan adanya penyimpangan terhadap hasil percobaan. Berikut ini adalah beberapa
kesalahan yang terjadi :
- Untuk mengukur dry bulb temperature dan wet bulb temperature, digunakan alat
aspirating psychrometer yang terdiri atas 2 buat termometer. Satu termometer
digunakan untuk mengukur dry bulb temperature, sedangkan termometer yang
lainnya dibungkus dengan kapas basah untuk mengukur wet bulb temperature.
Secara teoritis, suhu wet bulb selalu lebih rendah dibanding suhu dry bulb.
Namun, faktanya ada beberapa hasil pengukuran yang memberikan nilai suhu wet
bulb lebih tinggi dibanding suhu dry bulb. Penyimpangan ini mungkin disebabkan
karena alat termometer yang digunakan sudah tua dan usang, sehingga tingkat
sensitivitas termometernya untuk mengukur suhu menjadi menurun. Di samping
itu, nilai skala terkecil termometer yang digunakan hanyalah 0,5 OC. Nilai skala
yang besar ini menyebabkan kurangnya ketelitian termometer untuk mengukur
suhu, sehingga perubahan suhu yang kecil akan sulit terbaca oleh mata dan
terkesan suhu tidak berubah. Hal ini tentunya akan mempengarahi adanya
kesalahan pembacaan suhu pada termometer.
- Kesalahan juga terjadi pada saat penimbangan dengan neraca massa digital.
Neraca massa digital ini hanya menghasilkan angka berupa bilangan bulat dan tak
bisa menambilkan bilangan desimal. Hal ini menyebabkan, nilai besarnya massa
pasir yang diberoleh setiap waktunya menjadi kurang akurat. Hal ini
menyebabkan, hasil perhitungan berat air yang teruapkan nantinya menjadi kurang
akurat dalam merepresentasikan kondisi yang sesungguhnya.
- Saat meletakkan pasir ke dalam tray, pasir tidak benar-benar merata di semua
bagian. Hal ini menyebabkan ada beberapa bagian tray yang menjadi tergenang
dengan air saat pasir dibasahi. Hal ini tentunya akan mengganggu hasil
pengukuran massa yang diperoleh dimana penguapan yang terjadi pada air di
dalam tray menjadi kurang merata.
BAB V
KESIMPULAN
1. Tray berfungsi sebagai tempat terjadinya proses pengeringan dimana padatan yang
memiliki kandungan air tinggi dikontakan dengan udara kering sehingga terjadi
perpindahan massa air dengan proses difusi dari padatan ke udara.
2. Dilakukan variasi ukuran partikel, temperatur, dan laju alir udara untuk mengetahui
pengaruh dari masing-masing variasi tersebut terhadap laju pengeringan, kandungan air
dan laju penguapan air.
3. Dari kedua grafik pengaruh suhu udara pemanas dapat dilihat bahwa terdapat daerah
warming up, constant rate, dan falling rate pada kedua grafik dan keduanya memiliki
grafik yang hampir serupa.
4. Grafik pengaruh laju alir udara skala laju 7 memberikan laju pengeringan yang lebih
besar dibandingkan dengan skala laju 1.
5. Grafik pengaruh diameter pasir di mana pada diameter partikel 0.3 mm memberikan laju
pengeringan yang lebih besar dibandingkan dengan diameter partikel 0.8 mm.
6. Kesalahan pada percobaan ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya adalah
ketidaksensitifan dari alat ukur temperatur, distribusi pasir yang kurang merata pada tray,
juga kemungkinan kesalahan pengukuran massa saat penimbangan tray, pasir, dan air
dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA