Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM OPERASI PERPINDAHAN MASSA

“PENGERINGAN”

Oleh :

Nama Mahasiswa : Muhammad Farhan Ramadhany Latupono


NIM : 181420023
Program Studi : Teknik Pengolahan Migas
Bidang Minat : Refinery
Tingkat : III (TIga)

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


POLITEKNIK ENERGI DAN MINERAL
PEM Akamigas

Cepu, Februari 2021


II. PENGERINGAN

I. TUJUAN
Setelah mengikuti praktikum pengeringan ini diharapkan mahasiswa dapat:
1. Mempelajari bagaimana proses drying.
2. Membuat kurva antara drying time dengan moisture content, drying time dengan drying
rate, dan moisture content dengan drying rate.

II. KESELAMATAN KERJA


Beberapa keselamatan kerja yang harus diperhatikan dalam percobaan ini adalah:

1. Hati - hati saat bekerja dengan larutan kimia.


2. Perhatikan MSDS dari tiap bahan yang digunakan.
3. Limbah cair sisa percobaan dibuang ke dalam wadah buangan limbah cair, tidak
diperkenankan membuang limbah ke dalam wastafel.
4. Limbah padat dikumpulkan dan dibuang ke wadah buangan limbah padat.
5. Peralatan gelas ditangani dengan hati-hati.

III. DASAR TEORI


3.1. Pengertian Pengeringan
Pengeringan merupakan operasi pengurangan kadar air bahan padat sampai batas tertentu
sehingga bahan tersebut bebas terhadap serangan mikroorganisme, enzim, dan insekta yang
merusak. Secara lebih luas, pengeringan merupakan proses yang terjadi secara simultan antara
perpindahan panas dari udara pengeringan ke bahan yang dikeringkan dan terjadi penguapan uap
air dari bahan yang dikeringkan. Pengeringan dapat terjadi karena adanya perbedaan kelembapan
antara udara kering dengan bahan yang dikeringkan (Mujumdar, 2006).
Pengeringan adalah pemisahan air dari bahan yang mengandung air dalam jumlah kecil
dengan mengalirkan udara melalui bahan. Pengeringan adalah mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air dari suatu bahan pangan dengan cara menguapkan sebagian air yang
terkandung dalam bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Penghilangan kadar air
dengan tingkat kadar air yang sangat rendah mendekati kondisi “bone dry” (King, 1971).
Pengeringan merupakan metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air
dari suatu bahan dengan cara menguapkannya hingga kadar air keseimbangan dengan kondisi
udara normal atau kadar air yang setara dengan nilai aktivitas air yang aman dari kerusakan
mikrobiologis, enzimatis dan kimiawi (Treybal, 1981).
Pengeringan (drying) zat padat berarti pemisahan sejumlah kecil air atau zat cair lain dari
bahan padat, sehingga mengurangi kandungan sisa zat cair di dalam zat padat itu sampai suatu
nilai terendah yang dapat diterima. Pengeringan biasanya merupakan alat terakhir dari sederetan
operasi, dan hasil pengeringan biasanya siap untuk dikemas (Mc. Cabe, 1993). Secara umum,
perbedaan pengeringan (drying) dan peguapan (evaporation) adalah jumlah air yang diuapkan
dari material. Pada proses drying hanya mengurangi sejumlah kecil kadar air dari material
sementara evaporation mengurangi kadar air dari material dalam jumlah yang besar. Pada
beberapa kasus, kadar air dalam padatan dikurangi secara mekanik dengan proses pemerasan,
sentrifuging, dan berbagai cara lain (Geankoplis, 1993).
Dalam operasi pengeringan pada sistem udara-air ada beberapa definisi yang lazim
digunakan. Perhitungan teknis biasanya didasarkan pada satuan massa gas bebas uap. Uap yang
dimaksud adalah bentuk gas dari komponen yang juga terdapat dalam fasa cair. Sedangkan gas
adalah komponen yang hanya terdapat dalam bentuk gas saja (Geankolis, 1993).
3.2. Klasifikasi Proses Drying
Menurut pengoprasiannya, drying dibagi menjadi dua proses yaitu kontinyu (sinambung)
dan batch. Operasi drying secara batch dalam kenyataannya merupakan operasi semibatch,
dimana sejumlah bahan yang akan dikeringkan, ditebarkan dalam suatu aliran udara yang
kontinyu sehingga sebagian kandungan air diuapkan. Dalam operasi secara kontinyu, bahan yang
akan dikeringkan dan udara mengalir secara kontinyu melewati suatu peralatan. Untuk
mengurangi suhu pengeringan, beberapa pengering beroperasi dalam vakum (Mc. Cabe, 1993).
Beberapa pengering dapat menangani segala jenis bahan, tetapi ada pula yang sangat
terbatas dalam hal umpan yang ditanganinya. Pokok pengering (dryer) dibagi menjadi dua jenis
yaitu, pengering (dryer) dimana zat yang dikeringkan bersentuhan langsung dengan gas panas
(biasanya udara) disebut pengering adiabatik (adiabatic dryer) atau pengering langsung (direct
dryer) dan pengering (dryer) dimana kalor berpindah dari zat ke medium luar, misalnya uap
yang terkondensasi, biasanya melalui permukaan logam yang bersentuhan disebut pengering non
adiabatik (non adiabatic dryer) atau pengering tak langsung (indirect dryer) (Mc. Cabe, 1993).
3.3. Prinsip-Prinsip Pengeringan
Berbagai jenis bahan yang dikeringkan di dalam peralatan komersial dan banyaknya
macam peralatan yang digunakan orang, maka tidak ada satu teori pun mengenai pengeringan
yang dapat meliputi semua jenis bahan dan peralatan yang ada. Variasi bentuk dan ukuran bahan,
keseimbangan kebasahannya (moisture), mekanisme aliran bahan pembasah tersebut, serta
metode pemberian kalor yang diperlukan dipilih sebagai variabel dalam proses pengeringan.
Menurut Mc. Cabe (1993), prinsip–prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembuatan alat
pengering antara lain:
1. Pola suhu di dalam pengering
2. Perpindahan kalor di dalam pengering
3. Perhitungan beban kalor
4. Satuan perpindahan kalor
5. Perpindahan massa di dalam pengering

3.4. Mekanisme Pengeringan


Mekanisme pengeringan adalah bagian terpenting dalam teknik pengeringan karena
dengan mengetahui mekanisme pengeringan dapat diperkirakan jumlah energi dan waktu proses
optimum untuk tujuan pengawetan dengan pengeringan. Energi yang dibutuhkan dalam
pengeringan terutama adalah berupa energi panas untuk meningkatkan suhu dan menambah
tenaga pemindahan air. Waktu proses erat kaitannya dengan laju pengeringan dan tingkat
kerusakan yang dapat dikendalikan akibat pengeringan (Afrianti, 2008).
Air dalam padatan ada yang terikat baik atau tidak terikat. Metode untuk menghilangkan
kadar air terikat yaitu penguapan. Penguapan terjadi ketika tekanan uap dari kelembaban pada
permukaan padat sama dengan tekanan atmosfer. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan suhu
kelembaban ke titik didih. Fenomena semacam ini terjadi di pengering roller. Jika bahan kering
adalah panas sensitif, maka temperatur dimana penguapan terjadi yaitu, titik didih dapat
diturunkan dengan menurunkan tekanan. Jika tekanan diturunkan di bawah titik tripel, maka
tidak ada fase cair dapat eksis dan kelembaban dalam produk beku. Penambahan panas
menyebabkan sublimasi es langsung ke uap air seperti dalam kasus pengeringan beku
(Mujumdar, 2006).
Dalam penguapan, pengeringan dilakukan dengan konveksi, yaitu dengan melewatkan
udara hangat di atas produk. Udara didinginkan oleh produk, dan kelembaban ditransfer ke udara
dengan produk dan dibawa pergi. Dalam hal ini tekanan uap jenuh uap air di atas padatan kurang
dari tekanan atmosfir. Sebuah kebutuhan awal untuk pemilihan jenis pengering yang cocok
desain dan ukuran adalah penentuan karakteristik pengeringan. Informasi yang juga diperlukan
adalah karakteristik penanganan, keseimbangan kelembaban padat, dan kepekaan bahan terhadap
suhu, bersama dengan batas-batas suhu dicapai dengan sumber panas tertentu. Perlakuan
pengeringan padatan dapat dicirikan dengan mengukur hilangnya kadar air sebagai fungsi dari
waktu. Metode yang digunakan adalah perbedaan kelembaban, berat, dan intermiten berat
(Mujumdar, 2006).
Produk yang mengandung air berperilaku berbeda pada pengeringan sesuai dengan kadar
air mereka. Selama tahap pertama dari pengeringan laju pengeringan konstan permukaan berisi
air bebas. Penguapan berlangsung, dan penyusutan mungkin terjadi sebagai kelembaban
permukaan ditarik kembali kepermukaan padat (Mujumdar, 2006).
Dalam tahap laju pengeringan langkah untuk mengendalikan difusi uap air pada antarmuka udara
kelembaban dan tingkat dimana permukaan untuk difusi akan dihapus. Menjelang akhir periode
laju konstan, air harus diangkut dari bagian dalam solid ke permukaan oleh gaya kapiler dan laju
pengeringan mungkin masih konstan. Bagaimanapun, dihitung terhadap luas permukaan
keseluruhan solid, laju pengeringan jatuh meskipun tarif per satuan luas permukaan basah padat
tetap konstan. Hal ini menimbulkan ke tahap pengeringan kedua atau bagian pertama dari
periode laju jatuh, periode pengeringan permukaan tak jenuh. Bagian dari kurva mungkin hilang
sepenuhnya, atau mungkin merupakan periode tingkat seluruh jatuh (Mujumdar, 2006).
3.5. Mekanisme Proses Zat Padat dalam Pengering
Menurut Mc. Cabe (1993), dalam pengering adiabatik, zat padat bersentuhan dengan gas
menurut salah satu cara berikut:
1. Gas ditiupkan melintasi permukaan hamparan atau lembaran zat padat, atau melintas satu
atau dua sisi lembaran atau film sinambung. Proses ini disebut pengeringan dengan
sirkulasi silang (cross circulation drying).
2. Gas ditiupkan melalui hamparan zat padat butiran kasar yang ditempatkan di atas ayakan
pendukung. Cara ini disebut pengeringan sirkulasi silang. Di sini kecepatan gas harus
rendah untuk mencegah terjadinya halangan aliran terhadap partikel zat padat.
3. Zat padat disiramkan ke bawah melalui suatu arus gas yang bergerak perlahan-lahan ke
atas. Terkadang pada proses ini terjadi pengahalangan aliran partikel halus oleh gas yang
tidak dikehendaki.
4. Gas dialirkan melalui zat padat dengan kecepatan yang cukup untuk memfluidisasikan
hamparan.
5. Zat padat seluruhnya dibawa ikut dengan arus gas kecepatan tinggi dan diangkut secara
pneumatik dari piranti pencampuran ke pemisahan mekanik.
Dalam pengering non-adiabatik, satu-satunya gas yang harus dikeluarkan adalah uap air
ataupun pelarut. Pengering non-adiabatik dibedakan terutama menurut caranya zat padat itu
berkontak dengan permukaan panas atau sumber kalor lainnya, seperti berikut:
1. Zat padat dihamparkan di atas suatu permukaan horizontal yang stasioner atau bergerak
lambat dan dipanaskan hingga kering. Pemanasan permukaan itu dapat dilakukan dengan
listrik atau dengan fluida perpindahan kalor seperti uap atau air panas. Atau, pemberian
kalor itu dapat pula dilakukan dengan pemanas radiasi yang ditempatkan di atas zat padat
itu.
2. Zat padat itu bergerak di atas permukaan panas, yang biasanya berbentuk silinder, dengan
bantuan pengaduk atau screw conveyor ataupun paddle conveyor.
Zat padat penggelincir dengan gaya gravitasi di atas permukaan panas yang miring atau
dibawa naik bersama permukaan itu selama suatu waktu tertentu dan kemudian dihancurkan lagi
(Mc. Cabe, 1993).
3.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengeringan
1. Luas Permukaan
Menurut King (1971), makin luas permukaan bahan makin cepat bahan menjadi kering.
Air menguap melalui permukaan bahan, sedangkan air yang ada di bagian tengah akan
merembes ke bagian permukaan dan kemudian menguap. Untuk mempercepat pengeringan
umumnya bahan pangan yang akan dikeringkan dipotong-potong atau di iris-iris terlebih dulu.
Hal ini terjadi karena:
a. Pemotongan atau pengirisan tersebut akan memperluas permukaan bahan dan permukaan
yang luas dapat berhubungan dengan medium pemanasan sehingga air mudah keluar.
b. Potongan-potongan kecil atau lapisan yang tipis mengurangi jarak dimana panas harus
bergerak sampai ke pusat bahan pangan. Potongan kecil juga akan mengurangi jarak
melalui massa air dari pusat bahan yang harus keluar ke permukaan bahan dan kemudian
keluar dari bahan tersebut.

2. Perbedaan Suhu dan Udara Sekitarnya


Semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan bahan pangan makin
cepat pemindahan panas ke dalam bahan dan makin cepat pula penghilangan air dari bahan. Air
yang keluar dari bahan yang dikeringkan akan menjenuhkan udara sehingga kemampuannya
untuk menyingkirkan air berkurang. Jadi dengan semakin tinggi suhu pengeringan maka proses
pengeringan akan semakin cepat. Akan tetapi bila tidak sesuai dengan bahan yang dikeringkan,
akibatnya akan terjadi suatu peristiwa yang disebut "Case Hardening", yaitu suatu keadaan
dimana bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya masih basah (Perry dan
Green, 1984).
3. Kecepatan Aliran Udara
Makin tinggi kecepatan udara, makin banyak penghilangan uap air dari permukaan bahan
sehinngga dapat mencegah terjadinya udara jenuh di permukaan bahan. Udara yang bergerak dan
mempunyai gerakan yang tinggi selain dapat mengambil uap air juga akan menghilangkan uap
air tersebut dari permukaan bahan pangan, sehingga akan mencegah terjadinya atmosfer jenuh
yang akan memperlambat penghilangan air. Apabila aliran udara disekitar tempat pengeringan
berjalan dengan baik, proses pengeringan akan semakin cepat, yaitu semakin mudah dan semakin
cepat uap air terbawa dan teruapkan (Fadilah, 2010).
4. Tekanan Udara
Semakin kecil tekanan udara akan semakin besar kemampuan udara untuk mengangkut
air selama pengeringan, karena dengan semakin kecilnya tekanan berarti kerapatan udara makin
berkurang sehingga uap air dapat lebih banyak tertampung dan disingkirkan dari bahan pangan.
Sebaliknya jika tekanan udara semakin besar maka udara disekitar pengeringan akan lembab,
sehingga kemampuan menampung uap air terbatas dan menghambat proses atau laju
pengeringan (King, 1971).
5. Kelembapan Udara
Semakin lembab udara maka semakin lama pengeeringan sedangkan semakin kering
udara maka makin cepat pengeringan. Karena udara kering dapat mengabsorbsi dan menahan
uap air. Setiap bahan mempunyai keseimbangan kelembaban dengan nisbi masing-masing.
Kelembaban pada suhu tertentu dimana bahan tidak akan kehilangan air (pindah) ke atmosfer
atau tidak akan mengambil uap air dari atmosfer. Menurut Treybal (1981), mekanisme keluarnya
air dari dalam bahan selama pengeringan adalah sebagai berikut:
a. Air bergerak melalui tekanan kapiler.
b. Penarikan air disebabkan oleh perbedaan konsentrasi larutan disetiap bagian bahan.
c. Penarikan air ke permukaan bahan disebabkan oleh absorpsi dari lapisan-lapisan
permukaan komponen padatan dari bahan.
d. Perpindahan air dari bahan ke udara disebabkan oleh perbedaan tekanan uap.

IV. BAHAN DAN PERALATAN


Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Pisau
2. Mistar
3. Talenan Kayu
4. Oven
5. Timbangan digital
6. Cawan Porselen 5 buah
7. Oven Mitts

Adapun bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Wortel segar

V. LANGKAH KERJA
a. Variasi dimensi wortel, waktu tetap
1. Potong wortel sehingga diperoleh 5 buah wortel dengan ukuran sebagai berikut (panjang x lebar x tebal):

2. Letakkan wortel pada kaca arloji, lalu timbang massa masing – masing wortel. Catat massanya.

3. Masukkan wortel pada kaca arloji ke dalam oven. Set oven pada suhu 75 0C. Tunggu hingga 30 menit.

4. Keluarkan wortel dari oven, timbang massa wortel. Catat massanya.

Panjang Lebar Tebal


0,5 cm 1 cm 0,5 cm
1 cm 1 cm 0,5 cm
0,5 cm 1,5 cm 0,5 cm
1 cm 1,5 cm 0,5 cm
1,5 cm 1,5 cm 0,5 cm

b. Variasi waktu pengeringan, massa wortel tetap

1. Potong wortel dengan dimensi 2 cm x 2 cm x 0,5 cm sebanyak 5 buah.

2. Letakkan wortel pada kaca arloji, lalu timbang massa masing – masing wortel. Catat massanya.

3. Masukkan wortel pada kaca arloji ke dalam oven. Set oven pada suhu 75 0C.

4. Setelah 10 menit, keluarkan 1 sampel wortel dari oven, timbang massa wortel. Catat massanya.

5. Lakukan langkah 4 untuk waktu 20 menit, 30 menit, 40 menit dan 50 menit.


VI. HASIL PRAKTIKUM
a. Variasi dimensi wortel, waktu tetap

Waktu pengeringan: 30 menit


Massa Awal Massa Akhir
Dimensi (cm)
(gram) (gram)
0,5 x 1 x 0,5  0,3421 0,1870
1 x 1 x 0,5  0,4678  0,2266
0,5 x 1,5 x 0,5  0,2994  0,1458
1 x 1,5 x 0,5  0,8237  0,5920
1,5 x 1,5 x 0,5  1,5167  1,2216

b. Variasi waktu pengeringan, massa wortel tetap

Dimensi wortel (2 cm x 2 cm x 0,5 cm)


Waktu Massa Awal Massa Akhir
pengeringan (gram) (gram)
10 menit 1,4443   1,3091
20 menit  2,2283  1,9439
30 menit  1,8200  1,4460
40 menit  1,4196  1,0041
50 menit  2,2225 1,6150 
VII. TUGAS
1. Buat grafik yang menunjukkan hubungan dari data yang telah diamati dan diolah!
2. Hitung laju pengeringan untuk masing – masing variasi sampel yang diamati!
3. Hal – hal apa saja yang mempengaruhi laju pengeringan berdasarkan percobaan yang
dilakukan?
4. Kesalahan-kesalahan apakah yang mungkin anda perbuat selama melakukan percobaan
ini? Bagaimanakah cara mengeliminasi kesalahan tersebut?
Jawaban Tugas
1. Grafik percobaan pertama dengan waktu pengeringan: 30 menit

LPwortel vs, Drying rate


0.35

0.3

0.25

0.2
R (g/s.m2)

0.15

0.1

0.05

0
2 3 4 5 6 7 8
LPwortel (cm2)
a.

LPwortel vs. Moisture content


1.6

1.4

1.2

1
Axis Title

0.8

0.6

0.4

0.2

0
2 3 4 5 6 7 8
Axis Title
b.
Moisture content vs. Drying rate
0.3500

0.3000

0.2500

0.2000
R (g/s.m2)

0.1500

0.1000

0.0500

0.0000
0.0000 0.2000 0.4000 0.6000 0.8000 1.0000 1.2000 1.4000 1.6000
Xt (%)
c.

Grafik percobaan kedua dengan dimensi wortel (2 cm x 2 cm x 0,5 cm)

Drying Time vs. Moisture content


0.6000

0.5000

0.4000

0.3000
Xt

0.2000

0.1000

0.0000
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
t (s)
a.
Drying Time vs. Drying rate
0.2500

0.2000

0.1500
R (g/s.m2)

0.1000

0.0500

0.0000
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
t (s)
b.

Moisture content vs. Drying rate


0.2500

0.2000

0.1500
R (g/s.m2)

0.1000

0.0500

0.0000
0.000 0 0.1000 0. 2000 0.3000 0.4000 0.5 000 0. 6000
Xt
c.
2. Rumus moisture content:
W o −W t
Xt=
Wt
- Xt = moisture / water content wortel pada waktu tertentu
- Wo = massa wortel mula-mula (g)
- Wt = massa wortel setelah dipanaskan (g)

Rumus drying rate:

W t Xt
R= ×
A t
- R = laju pengeringan wortel (g/s m2)
- A = luas permukaan wortel (m2)
- t = waktu pengeringan (s)

Data pengamatan:

Waktu pengeringan: 30 menit

Dimensi (cm) Massa Awal Massa Akhir


(gram) (gram)
0,5 x 1 x 0,5  0,3421 0,1870
1 x 1 x 0,5  0,4678  0,2266
0,5 x 1,5 x 0,5  0,2994  0,1458
1 x 1,5 x 0,5  0,8237  0,5920
1,5 x 1,5 x 0,5  1,5167  1,2216

Dimensi wortel (2 cm x 2 cm x 0,5 cm)


Waktu Massa Awal Massa Akhir
pengeringan (gram) (gram)
10 menit 1,4443   1,3091
20 menit  2,2283  1,9439
30 menit  1,8200  1,4460
40 menit  1,4196  1,0041
50 menit  2,2225 1,6150 

Dari data pengamatan di atas kita dapat menghitung laju pengeringan (R) tiap variasi
wortel

c. Waktu pengeringan 30 menit dengan dimensi wortel ( p ×l ×t ¿


1) 0,5 x 1 x 0,5
W o −W t
Xt=
Wt

0,3421−0,1870
Xt=
0,1870

X t =0,83
W t Xt
R= ×
A t

0,1870 0,83
R= ×
A 1800

A=2 ( p ×l+ p ×t +l × t )

A=2(0,5 ×1+0,5 × 0,5+ 1× 0,5)

A=2,25 m2

0,1870 0,83
R= ×
2,5 1800

R=3,44667× 10−5

Dengan menggunakan Microsoft Excel maka didapatkan hasil sebagai berikut:XWaktu


Pengeringan 30 menit
Massa Massa Selisih
Lpwortel Lpwortel R
t (s) Dimensi (cm) 2 2 Awal Akhir (w0 - Xt
(cm ) (m ) (g/s.m2)
(w0) (wt) wt)
1800 0.5 x 1 x 0.5 2,5 0,00025 0,2421 0,1008 0,1413 1,4018 0,3140
1800 0.5 x 1.5 x 0.5 3,5 0,00035 0,304 0,153 0,151 0,9869 0,2397
1800 1 x 1 x 0.5 4 0,0004 0,4578 0,289 0,1688 0,5841 0,2344
1800 1 x 1.5 x 0.5 5,5 0,00055 0,8237 0,592 0,2317 0,3914 0,2340
1800 1.5 x 1.5 x 0.5 7,5 0,00075 1,5167 1,2216 0,2951 0,2416 0,2186

d. Untuk ukuran wortel yang sama (2 cm x 2 cm x 0,5 cm) dengan waktu


yang berbedaXLuas Permukaan (2 x 2 x 0.5) cm
f. g. h. i. j. k. l.
M
q. r. t.
o.
s.
m. n.
p.
1,

y. z.
bb.
w.
aa.
u. v.
x.
2,

gg. hh. jj.


ee.
ii.
cc. dd.
ff.
1,

oo. pp. rr.


mm.
qq.
kk. ll.
nn.
1,

xx. zz.
uu.
ww. yy.
ss. tt.
vv. 1,6
2,

aaa.

3. Faktor yang mempengaruhi laju pengeringan berdasarkan hasil praktikum adalah


a) Suhu pemanas
Semakin besar suhu pemanas maka semakin cepat laju pengeringan
b) Kadar air dalam wortel
Semakin besar kadar air yang terkandung di dalam wortel maka semakin lambat laju
pengeringannya
c) Luas permukaan wortel
Semakin luas permukaan wortel maka semakin cepat wortel menjadi kering
Penjelasan yang lebih lengkap telah dijelaskan pada bagian pembahasan
d) Waktu
Semakin lama waktu pengeringan maka semakin tinggi laju pengeringan yang
diperoleh

4. Kesalahan yang dapat terjadi dalam praktikum ini adalah


1) Pemotongan wortel yang tidak akurat dengan ukuran yang diminta
2) Kesalahan dalam mengidentifikasi masing-masing wortel pada ukuran yang sama
setelah ditimbang atau dikeringkan sehingga dapat menyebabkan kesalahan saat
pendataan
3) Human error. Seperti kesalahan dalam mencatat data saat penimbangan massa wortel

Adapun cara mengeliminasi kesalahan di atas adalah

1) Menggunakan penggaris atau alat ukur saat memotong dan memberi tanda pada
wortel sesuai dengan ukuran yang telah ditetapkan
2) Memberi tanda yang berbeda pada setiap wortel yang sama ukurannya agar tidak
terjadi kesalahan dalam mengidentifikasi masing-masing wortel
3) Fokus dan teliti dalam melaksanakan praktikum serta kerjasama yang baik
diperlukan dalam tim agar praktikum dapat berjalan dengan lancar

VIII. PEMBAHASAN
Pengeringan merupakan proses pemakaian panas dan pemindahan air dari bahan yang
dikeringkan yang berlangsung secara serentak bersamaan. Pada praktikum ini bahan yang
digunakan berupa wortel dengan ukuran tertentu dimana wortel tersebut akan dipanaskan di
dalam pemanas dengan suhu 75 oC. Karena suhu pada pemanas tidak diubah maka ia menjadi
variabel tetap sedangkan variabel bebas berbeda pada tiap percobaan. Pada percobaan pertama
variabel yang diubah adalah ukuran atau dimensi wortel dengan suhu dan waktu yang tetap yaitu
30 menit. Percobaan selanjutnya menggunakan waktu sebagai variabel bebasnya dengan dimensi
wortel serta suhu yang konstan.

Pada percobaan pertama dengan waktu dan suhu yang konstan dengan luas permukaan
wortel yang berbeda maka didapatkan hasil yaitu semakin besar luas permukaan wortel maka
laju pengeringan akan semakin kecil dan jumlah air yang teruapkan semakin sedikit. Hal ini
dapat terjadi karena kurangnya waktu yang diberikan yaitu hanya 30 menit. Jadi air yang
teruapkan.pada luas permukaan yang besar belum maksimal sehingga moisture content atau air
yang teruapkan hanya sedikit. Dan didalam rumus yang digunakan, massa akhir wortel setelah
dikeringkan yang menjadi faktor pembagi. Jadi semakin besar massa akhir yang diperoleh maka
nilai dari moisture content semakin kecil. Dan semakin kecil moisture content maka semakin
kecil pula drying ratenya.

Jadi pada percobaan pertama yang mempengaruhi laju pengringan adalah luas permukaan
wortel dan moisture content atau jumlah air yang teruapkan. Yaitu makin besar luas permukaan
maka drying rate yang diperoleh semakin kecil. Dan semakin besar moisture content maka
semakin besar pula drying ratenya. Selain itu semakin besar luas permukaan wortel maka waktu
yang diperlukan untuk menguapkan air didalam wortel juga semakin besar. Dalam hal ini karena
waktu yang diberikan konstan maka makin besar luas permukaan maka makin kecil air yang
teruapkan (moisture content) sehingga kembali lagi makin kecil moisture content maka makin
kecil drying ratenya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik dibwah ini.

LPwortel vs. Drying rate


0.35

0.3

0.25
R (g/s.m2)

0.2

0.15

0.1

0.05

0
2 3 4 5 6 7 8
LPwortel (cm2)
Moisture content vs. Drying rate
0.3500

0.3000

0.2500
R (g/s.m2)

0.2000

0.1500

0.1000

0.0500

0.0000
0.0000 0.2000 0.4000 0.6000 0.8000 1.0000 1.2000 1.4000 1.6000
Xt (%)

LPwortel vs. Moisture content


1.6
1.4
1.2
1
0.8
Xt

0.6
0.4
0.2
0
2 3 4 5 6 7 8
Lpwortel (cm2)

Kemudian pada percobaan selanjutnya yaitu luas permukaan wortel dan suhu yang sama
dengan waktu yang berbeda mendapatkan hasil yaitu semakin lama waktu pengeringan maka
semakin tinggi laju pengeringan yang diperoleh. Hal ini terjadi karena semakin lama wortel
berada di dalam oven maka jumlah air yang teruapkan juga semakin banyak dan itu berpengaruh
pada drying ratenya. Karena drying rate didapat dari moisture content dikali dengan massa
wortel setelah dikeringkan, dan dibagi dengan waktu pengeringan dikali dengan luas permukaan.
dalam percobaan ini ukuran wortel sama sehingga nilai moisture content atau jumlah air yang
teruapkan menentukan nilai pembilangnya sedangkan waktu pengering yang berpengaruh untuk
nilai penyebut atau pembaginya (karena luas permukaan konstan).
Jadi pada percobaan kedua yang menjadi faktor penentu laju pengeringannya adalah
moisture content dan lama waktu pengeringan. Makin besar moisture content maka makin besar
pula drying ratenya. Dan makin lama waktu pengeringan maka makin besar pula darying
ratenya. Hal tersebut dibuktikan dengan grafik dibawah ini

Moisture content vs. Drying rate


0.2500

0.2000

0.1500
R (g/s.m2)

0.1000

0.0500

0.0000
0 . 0 0 00 0 . 1 0 00 0.2000 0 . 3 0 00 0 . 4 0 00 0.5000 0 . 6 0 00
Xt

Drying Time vs. Drying rate


0.2500

0.2000

0.1500
R (g/s.m2)

0.1000

0.0500

0.0000
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
t (s)

Adapunn secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada dua golongan
yaitu faktor yang berhubungan dengan udara pengering dan faktor yang berhubungan dengan
sifat bahan yang dikeringkan.
Faktor-faktor yang termasuk golongan pertama adalah suhu, kecepatan volumetrik aliran
udara pengering dan kelembaban udara. Faktor-faktor yang termasuk golongan kedua adalah
ukuran bahan, kadar air awal dan tekanan parsial di dalam bahan.

Kelembaban udara berpengaruh terhadap proses pemindahan uap air. Apabila


kelembaban udara tinggi, maka perbedaan tekanan uap air di dalam dan di luar bahan menjadi
kecil sehingga menghambat pemindahan uap air dari dalam bahan ke luar. Suhu pengeringan
akan mempengaruhi kelembaban udara di dalam alat pengering dan laju pengeringan untuk
bahan tersebut. Pada kelembaban udara yang tinggi, laju penguapan air bahan akan lebih lambat
dibandingkan dengan pengeringan pada kelembaban yang rendah.

Selain itu penguapan air bahan dalam pengeringan sangat ditentukan oleh kenaikan suhu.
Semakin besar perbedaan antara suhu media pemanas dengan bahan yang dikeringkan, semakin
besar pula kecepatan pindah panas ke dalam bahan pangan, sehingga penguapan air dari bahan
akan lebih banyak dan cepat

Laju penguapan air bahan dalam pengeringan sangat ditentukan oleh kenaikan suhu.
Semakin besar perbedaan antara suhu media pemanas dengan bahan yang dikeringkan, semakin
besar pula kecepatan pindah panas ke dalam bahan pangan, sehingga penguapan air dari bahan
akan lebih banyak dan cepat.

Makin tinggi suhu udara pengering makin besar energi panas yang dibawa udara
sehingga makin banyak jumlah massa cairan yang diuapkan dari permukaan bahan yang
dikeringkan. Jika kecepatan aliran udara pengering makin tinggi maka makin cepat pula massa
uap air yang dipindahkan daribahan ke atmosfir.
IX. PENUTUP
a. Simpulan

Setelah melakukan praktikum dapat disimpulkan:

1. Pada percobaan pertama dengan waktu dan suhu yang konstan dan luas permukaan wortel
yang berbeda:
a) Semakin besar luas permukaan wortel maka semakin kecil moisture contentnya
b) Dan semakin kecil moisture content maka semakin kecil pula laju pengeringan yang
diperoleh
c) Jadi semakin besar luas permukaan wortel maka drying rate akan semakin kecil
2. Pada percobaan kedua dengan luas permukaan wortel dan suhu yang sama dan waktu
yang berbeda:
a) Makin lama waktu pengeringan maka makin besar moisture contentnya
b) Dan semakin besar moisture contentnya maka makin besar drying rate (laju
pengeringan) yang diperoleh
c) Jadi makin lama waktu pengeringan maka makin besar pula nilai drying ratenya
b. Saran
Adapun saran dari praktikan setelah melaksanakan praktikum ini adalah
1. Usahakan wortel dipotong dengan akurat sesuai ukuran yang diinginkan sehingga data
yang diperoleh lebih akurat
2. Memberi tanda pada masing-masing wortel yang sama ukurannya agar tidak terjadi
kesalahan data saat mengidentifikasinya
3. Lakukan tiap langkah dengan teliti sehinga data yang diperoleh semakin akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Afrianti, Leni H. 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Alfabeta. Bandung.
Fadilah, dkk. 2010. Pengaruh Metode Pengeringan Terhadap Kecepatan Pengeringan Dan Kualitas
Karagenan Dari Rumput Laut Eucheuma Cottonii. Program Studi Teknik Kimia FT Universitas
Sebelas Maret. Surakarta.
Geankoplis, Christie J. 1993. Transport Process and Unit Operations, third edition. Allyn and
Bacon Inc. Boston.
King, C. J. 1971. Freeze Drying of Foods. Chemical Rubber Co., Inc. Boca Raton, Fla.
Mc. Cabe, W.L. 1993. Unit Operation of Chemical Engineering, 3rd ed. McGraw-Hill Book Co.
New York.
Mujumdar, A. Handbook of Industrial Drying, 3rd ed. CRC Press. Singapura.
Perry, R. H., and Green, D. (1984). Perry’s Chemical Engineer’s Handbook, 6th ed. McGraw-
Hill Book Company. New York.
Treybal, R.E. 1981. Mass Transfer Operations, Chapter: Humidification and Drying. McGraw-
Hill.
LAMPIRAN
1. Laporan sementara
2. Grafik percobaan pertama

LPwortel vs, Drying rate


0.35

0.3

0.25
R (g/s.m2)

0.2

0.15

0.1

0.05

0
2 3 4 5 6 7 8
LPwortel (cm2)
a.

LPwortel vs. Moisture content


1.6
1.4
1.2
1
Axis Title

0.8
0.6
0.4
0.2
0
2 3 4 5 6 7 8
Axis Title
b.
Moisture content vs. Drying rate
0.3500

0.3000

0.2500
R (g/s.m2)

0.2000

0.1500

0.1000

0.0500

0.0000
0.0000 0.2000 0.4000 0.6000 0.8000 1.0000 1.2000 1.4000 1.6000
Xt (%)
c.

3. Grafik percobaan kedua

Drying Time vs. Moisture content


0.6000

0.5000

0.4000

0.3000
Xt

0.2000

0.1000

0.0000
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
t (s)
a.
Drying Time vs. Drying rate
0.2500

0.2000

0.1500
R (g/s.m2)

0.1000

0.0500

0.0000
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
t (s)
b.

Moisture content vs. Drying rate


0.2500

0.2000

0.1500
R (g/s.m2)

0.1000

0.0500

0.0000
0 . 0 0 00 0 . 1 0 00 0.2000 0 . 3 0 00 0 . 4 0 00 0.5000 0 . 6 0 00
Xt
c.
4. Gambar wortel yang telah dipotong pada percobaan pertama

Anda mungkin juga menyukai