Anda di halaman 1dari 70

OPTIMASI PROSES PENGERINGAN, DESAIN

LABORATORIUM DAN PERBANDINGAN


SPESIFIKASI SEMEN DI INDONESIA

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

Oleh :
Nama Mahasiswa : Eklesia A C Lapian (181420027)
Giri Fadli Krismondika (181420007)
Muhammad Farhan R Latupono (181420023)
Rivano Carlos Tetrapoik (181420030)
Program Studi : Teknik Pengolahan Migas
Bidang Minat : Refinery
Tingkat : III (Tiga)
Diploma : IV (Empat)

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


POLITEKNIK ENERGI DAN MINERAL
PEM Akamigas
Jakarta, Maret 2021
LEMBAR PENGESAHAN
PEMBIMBING PRAKTIK KERJA LAPANGAN
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

PT. KARUNIA BUANA CHEMICAL INDONESIA


Periode : 1 Maret 2021 – 30 Mei 2021

Disusun Oleh:
Eklesia A C Lapian (181420027)
Giri Fadli Krismondika (181420007)
Muhammad Farhan R Latupono (181420023)
Rivano Carlos Tetrapoik (181420030)

Laporan ini telah diperiksa dan disetujui pada Maret 2021

Mengetahui, Mengetahui
Direktur Utama Pembimbing Lapangan

Ir. Soleman Matippanna, M.H. Christian Matippanna, M.Si.


KATA PENGANTAR
‫هَّٰلل‬
ِ ‫س ِم ٱ ِ ٱل َّر ْح ٰ َم ِن ٱل َّر ِح‬
‫يم‬ ْ ِ‫ب‬

Segala puji hanya milik Alloh Subhanahu Wa Ta’ala, Rabb Semesta Alam
yang dengan kenikmatan dari-Nya segala kebaikan menjadi sempurna, sehingga
penulis dapat menyelesaikan praktik kerja lapangan dalam program Diploma IV
Politeknik Energi dan Mineral (PEM) Akamigas Cepu. Pelaksanaan Praktik Kerja
Lapangan dimulai dari tanggal 1 Maret 2021 sampai 30 Mei 2021.
Penyusunan laporan ini sebagai sarana untuk mengetahui tingkat
kemampuan dan penguasaan mahasiswa mengenai situasi yang di dapatkan di
lapangan dan dikembangkan dalam sebuah tulisan
Laporan ini dapat diselesaikan juga berkat dorongan, saran, serta bantuan
pemikiran dari berbagai pihak. Maka dari itu, kami mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian laporan ini.
Laporan ini semoga bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca
pada umumnya. Penulis menyadari bahwa Laporan ini masih perlu diberi kritik
dan saran untuk kesempurnaan. Semoga bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, Maret 2021


Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii
I. PENDAHULUAN...............................................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2. Tujuan.......................................................................................................................3
1.3. Manfaat.....................................................................................................................3
1.4. Batasan Masalah.......................................................................................................3
II. ORIENTASI UMUM...........................................................................................................4
2.1. Observasi Pabrik.......................................................................................................6
2.2. Identifikasi masalah..................................................................................................7
III. LANDASAN TEORI...........................................................................................................9
A. Optimasi proses pengeringan...............................................................................................9
3.1. Pengertian Pengeringan............................................................................................9
3.2. Klasifikasi Proses Drying.......................................................................................10
3.3. Prinsip-Prinsip Pengeringan...................................................................................11
3.4. Mekanisme Pengeringan.........................................................................................12
3.5. Sistem pengeringan.................................................................................................14
3.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengeringan...................................................15
B. Desain Laboratorium..........................................................................................................18
3.7. Pengertian Kondisi Lingkungan Laboratorium......................................................19
3.8. Persyaratan Standard Kondisi Akomodasi Dan Kondisi Lingkungan
Laboratorium..........................................................................................................20
C. Perbandingan spesifikasi semen.........................................................................................25
3.9. Jenis-Jenis Semen...................................................................................................26
3.10. Sifat Fisika Dan Kimia Semen...............................................................................28
IV. METODOLOGI.................................................................................................................33
4.1. Tempat dan waktu...................................................................................................33
4.2. Solusi permasalahan...............................................................................................33
V. HASIL DAN PEMBAHASAN..........................................................................................40
5.1. Optimasi Proses Pengeringan.................................................................................40
5.2. Desain Laboratorium..............................................................................................42

ii
5.3. Perbandingan spesifikasi semen.............................................................................44
VI. PENUTUP..........................................................................................................................55
6.1. Simpulan.................................................................................................................55
6.2. Saran.......................................................................................................................56
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................57
LAMPIRAN..............................................................................................................................59

iii
I.

iv
II. PENDAHULUAN

II.1. Latar Belakang

1. Optimasi Proses Pengeringan Pasir

Setiap perusahaan memerlukan peningkatan atau yang biasa disebut juga

optimasi. Baik dari segi proses, ekonomi maupun safety. PT. Karunia Buana

Chemical bergerak di bidang chemical construction dengan memproduksi material

yang sehubungan dengan konstruksi, selain itu perusahaan ini termasuk perusahaan

yang baru didirikan. Oleh karena itu masih ada beberapa hal yang dapat

ditingkatkan.

Salah satu proses proses yang ada pada perusahaan ini adalah proses

pengeringan. Yaitu proses dimana pasir dikeringkan sebelum diayak. Pada proses

proses pengeringan yang dilakukan sekarang masih manual dan mengandalkan

energi alam yaitu matahari. Sehingga jika terjadi hujan maka proses pengeringan

akan mengalami keterlambatan. Walaupun ada tempat alternatif yang disediakan

untuk mengeringkan pasir tapi tempat tersebut belum cukup efektif untuk

mengatasi masalah ini.

Karena itu penulis ingin melakukan optimasi pada proses pengeringan di

PT Karunia Buana Chemical dengan menggunakan alat pengering pasir dengan

mekanisme pengeringan pasir seperti disangrai dengan dibakar menggunakan api

dari kompor gas.

1
2. Desain Laboratorium

Keberadaan lab pengujian dalam suatu pabrik sangatlah penting,

penggunaan lab pengujian selain untuk menguji produk yang diproduksi, juga

sebagai tempat untuk menguji sampel, dan mengembangkan produk yang

diproduksi. Adanya hasil dari lab pengujian dapat menjadi bukti dari produk yang

baik dan layak untuk digunakan. Hasil dari lab juga dapat membuat konsumen

menjadi percaya akan produk yang diproduksi dari suatu perusahan sehingga

dapat menjadi daya tarik tersendiri dalam sistem penjualan nantinya.

Kondisi dalam bab pengujian akan memberi pengaruh terhadap hasil

pengujian lab. Selain itu kelengkapan alat dan standar alat yang digunakan juga

bisa berpengaruh. Selain itu desain tataletak dalam lab juga memberi pengaruh

terhadap ruang gerak dalam lab sehingga pengujian di lab dapat berjalan dengan

semestinya. Lab pengujian diharapkan memiliki alat pengujian yang standar dan

mempunyai ruang gerak yang cukup luas dan juga suhu yang harus ruangan yang

harus diperhatikan.

3. Perbandingan Spesifikasi Semen

Latar belakang penulis melakukan perbandingan ini adalah agar dapat

memberikan informasi kepada perusahaan mengenai spesifikasi semen-semen di

Indonesia lalu membandingkannya dan memilih mana yang paling baik untuk

digunakan sebagai raw material dalam proses produksi nanti.

2
II.2. Tujuan

Adapun tujuan dari penyusunan laporan ini adalah :

1. Mengoptimalkan proses pengeringan pada PT. Karunia Buana Chemical

Industry

2. Mendesian laboratorium PT. Karunia Buana Chemical Industry

3. Membuat perbandingan spesifikasi semen-semen di Indonesia lalu

memilih yang paling baik untuk digunakan dari segi kualitas dan ekonomi

II.3. Manfaat

Adapun manfaat dari laporan ini adalah :

1. Menghemat waktu proses produksi pada perusahaan

2. Dapat menjadi acuan untuk tata letak laboratorium kedepannya

3. Dapat menjadi ilmu yang bermanfaat secara umum bagi pembaca

II.4. Batasan Masalah

Agar ruang lingkup penelitian tidak terlalu luas dan konsisten pada

masalah yang diteliti, maka ruang lingkup permasalahan dibatasi pada penelitian

yaitu pengoptimalan proses pengeringan, mendesain laboratorium pada PT.

Karunia Buana Chemical Industry (KBCI) dan membandingkan spesifikasi

semen-semen di Indonesia.

3
III. ORIENTASI UMUM

PT. Karunia Buana Chemical Industry (KBCI) merupakan anak

perusahaan dari PT. Rande Buana Teknik yang didirikan pada tahun 2019. PT.

Karunia Buana Chemical Industry bergerak di bidang chemical construction

dengan memproduksi material yang sehubungan dengan konstruksi dengan brand

“Fairmate Indonesia” dimana Fairmate merupakan brand pertama di Indonesia

yang bekerja sama dengan Fairmate Construction Chemicals Vadodara India.

Berikut merupakan produk yang dihasilkan oleh PT. Karunia Buana

Chemical Industry :

1. Fairfix Mortar

Terdiri dari semen Portland dengan agregat beragredasi, polimer,

pengubah reologi dan aditif. Digunakan untuk pemasangan ubin keramik, ubin

glasir, batu alam, dll. Diaplikasikan secara eksternal dan internal pada dinding dan

lantai. Fairfix mortal memberikan ikatan yang sangat baik pada ikatan semen

seperti: beton, plester, dll. Fairfix mortal memiliki sifat “pegangan” ubin yang

sangat baik ke substrat. Dapat diaplikasikan untuk granit dan mosaic pada

permukaan internal atau eksternal. Perekat yang sangat fleksibel dengan

kemampuan tahan air yang sangat baik.

2. Fairfix TA STD

4
Adalah perekat untuk pemasangan permanen ubin keramik dalam kondisi

lembab maupun basah. Fairfix TA STD dapat digunakan untuk memasang ubin

pada ubin. Fairfix TA STD adalah perekat ubin dengan ikatan yang sangat baik

pada beton, plester, bahkan pada permukaan ubin keramik dan mosaic dengan

kemasan 25 kg dan akan menutupi 5 hingga 8 m dengan ketebalan yang di

rekomendasikan 3 hingga 4 mm sesuai dengan instruksi fairmate.

3. Fairfix TA Ultra

Adalah perekat ubin yang kaya akan polimer untuk pemasangan ubin

keramik yang tipis atau tebal baik dibagian interior maupun eksterior dan

memastikan ikatan yang sangat baik pada beton dan plester yang sesuai dengan

BS 5980 TYPE 1 CLASS AA, BS 5385 PART 1 & IS: 15477:2004.

4. Waterguard A

Adalah pelapis waterproofing berbasis semen dengan modifikasi akrilik

untuk beton dan tembok yang dapat diterapkan untuk memberikan lapisan kedap

air tahan lama yang sangat tangguh.

5. Readyplast M (Super)

Jointing mortar terbuat dari kombinasi unik semen kelas khusus, pasir

bergradasi dan polimer selektif dan aditif. Kombinasi kimia yang unik

memungkinkan mortar ini menjadi lebih kompak, lebih tipis, dan lebih serbaguna.

Mortar ini dirancang khusus untuk memberikan ikatan yang lebih kuat jauh lebih

lama antara balok dan kekuatan perekat yang unggul. Parameter teknis sesuai

dengan ASTM C 1660-09.

5
III.1. Observasi Pabrik

a. Peralatan

Peralatan yang dibutuhkan untuk proses produksi antara lain :

1) Mixer

2) Timbangan analitik

3) Pompa

4) Mesin jahit karung

5) Karung kemasan 40 kg

6) Glass Beaker

7) Spatula.

b. Proses Prosedural

Adapun prosedur atau langkah – langkah dalam proses produksi antara lain

1) Safety Briefing, diwajibkan untuk semua bagian mulai dari engineer,

karyawan, qc, admin, bertujuan agar diciptakan pekerjaan yang aman ;

2) Mengambil Batch Sheet (Kertas berisi Request pembeli yang meliputi

Jumlah, jenis produk, jeniss material dan komposisi material) ;

3) Melakukan persiapan dan pengecekan material yang akan digunakan

berdasarkan request dari pembeli ;

4) Timbang material dengan komposisi berdasarkan data pada Batc Sheet ;

5) Peralatan (Mixer) dinyalakan ;

6
6) Selanjutnya lakukan pencampuran pada Mixer melalui dua jalur yaitu

melalui atas mixer dan bawah yang bertujuan untuk mendapatkan hasil

campuran yang maksimsal ;

7) Lakukan pencampuran secara satu demi satu selama 15 menit ;

8) Setelah 15 menit pencampuran, ambil sedikit sample material untuk diuji

di QC ;

9) Persiapan untuk packing ;

10) Packing pada kemasan 40 kg.

III.2. Identifikasi masalah

Berikut identifkasi masalah yang ada setelah dilakukan observasi dan

orientasi umum pada PT. Karunia Buana Chemical Industry (KBCI):

1. Perlunya pengoptimalan pada proses pengeringan pasir

Proses pengeringan adalah satu proses di perusahaaan PT. Karunia Buana

Chemical Indonesia (KBCI). Yaitu dimana pasir akan dikeringkan dengan

diterik matahari di lapangan yang telah disediakan setelah didatangkan

dengan mobil trek. Tapi hal ini tentu saja sangat bergantung pada cuaca

yang ada. Apabila terjadi hujan maka proses pengeringan akan

dipindahkan ke ruangan yang telah disediakan sebagai alternatif. Akan

tetapi tentu saja hal itu tidak sama dibandingkan dengan dijemur di terik

matahari. Bahkan bisa memakan waktu beriminggu-minggu.

7
2. Perlunya desain laboratorium yang sesuai standar (ISO 17025)

Dalam pengujian di lab diperlukan alat standar yang memadai juga ruang

gerak yang cukup. Di lab pengujian belum terdapat peralatan yang cukup

memadai untuk penyimpanan alat- alat pengujian serta di ruangan lab juga

dipakai untuk menyimpan produk yang digunakan sehingga membuat daya

gerak terbatas. Serta sirkulasi udara yang belum memadai membuat lab

yang belum ideal. Penggabungan penyimpan dan lab pengujian itu

sebenarnya tidak boleh. Karena penyimpanan membutuhkan ruangan yang

cukup luas juga membuat ruang gerak dalam lab pengujian yang menjadi

sedikit. Selain itu sirkulasi udara yang belum memadai juga akan

berpengaruh pada proses pengujian di lab dan penyimpanan produk.

Dalam pemgujian di lab di sarankan suhu ruangan sekitar 20 oC dan untuk

penyimpanan produk biasanya antara 25 – 20 oC. Sehingga kondisi produk

dan kualitasnya tetap terjaga.

3. Perlunya informasi mengenai semen-semen di Indonesia sehingga dapat

memilih semen yang paling effisien dalam segi kualitas dan ekonomi.

8
IV. LANDASAN TEORI

A. Optimasi proses pengeringan

IV.1. Pengertian Pengeringan

Pengeringan merupakan operasi pengurangan kadar air bahan padat

sampai batas tertentu sehingga bahan tersebut bebas terhadap serangan

mikroorganisme, enzim, dan insekta yang merusak. Secara lebih luas, pengeringan

merupakan proses yang terjadi secara simultan antara perpindahan panas dari

udara pengeringan ke bahan yang dikeringkan dan terjadi penguapan uap air dari

bahan yang dikeringkan. Pengeringan dapat terjadi karena adanya perbedaan

kelembapan antara udara kering dengan bahan yang dikeringkan (Mujumdar,

2006).

Pengeringan adalah pemisahan air dari bahan yang mengandung air dalam

jumlah kecil dengan mengalirkan udara melalui bahan. Pengeringan adalah

mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan pangan dengan

cara menguapkan sebagian air yang terkandung dalam bahan pangan dengan

menggunakan energi panas. Penghilangan kadar air dengan tingkat kadar air yang

sangat rendah mendekati kondisi “bone dry” (King, 1971).

Pengeringan merupakan metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan

sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkannya hingga kadar air

keseimbangan dengan kondisi udara normal atau kadar air yang setara dengan

9
nilai aktivitas air yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis dan kimiawi

(Treybal, 1981).

Pengeringan (drying) zat padat berarti pemisahan sejumlah kecil air atau

zat cair lain dari bahan padat, sehingga mengurangi kandungan sisa zat cair di

dalam zat padat itu sampai suatu nilai terendah yang dapat diterima. Pengeringan

biasanya merupakan alat terakhir dari sederetan operasi, dan hasil pengeringan

biasanya siap untuk dikemas (Mc. Cabe, 1993). Secara umum, perbedaan

pengeringan (drying) dan peguapan (evaporation) adalah jumlah air yang

diuapkan dari material. Pada proses drying hanya mengurangi sejumlah kecil

kadar air dari material sementara evaporation mengurangi kadar air dari material

dalam jumlah yang besar. Pada beberapa kasus, kadar air dalam padatan dikurangi

secara mekanik dengan proses pemerasan, sentrifuging, dan berbagai cara lain

(Geankoplis, 1993).

Perhitungan teknis biasanya didasarkan pada satuan massa gas bebas uap.

Uap yang dimaksud adalah bentuk gas dari komponen yang juga terdapat dalam

fasa cair. Sedangkan gas adalah komponen yang hanya terdapat dalam bentuk gas

saja (Geankolis, 1993).

IV.2. Klasifikasi Proses Drying

Menurut pengoprasiannya, drying dibagi menjadi dua proses yaitu

kontinyu (sinambung) dan batch. Operasi drying secara batch dalam kenyataannya

merupakan operasi semibatch, dimana sejumlah bahan yang akan dikeringkan,

ditebarkan dalam suatu aliran udara yang kontinyu sehingga sebagian kandungan

air diuapkan. Dalam operasi secara kontinyu, bahan yang akan dikeringkan dan

10
udara mengalir secara kontinyu melewati suatu peralatan. Untuk mengurangi suhu

pengeringan, beberapa pengering beroperasi dalam vakum (Mc. Cabe, 1993).

Pembagian pokok pengering (dryer) :

1. Pengering (dryer) dimana zat yang dikeringkan bersentuhan langsung

dengan gas panas (biasanya udara) disebut pengering adiabatik (adiabatic

dryer) atau pengering langsung (direct dryer).

2. Pengering (dryer) dimana kalor berpindah dari zat ke medium luar,

misalnya uap yang terkondensasi, biasanya melalui permukaan logam

yang bersentuhan disebut pengering non adiabatik (non adiabatic dryer)

atau pengering tak langsung (indirect dryer). (Mc. Cabe, 2002)

IV.3. Prinsip-Prinsip Pengeringan

Berbagai jenis bahan yang dikeringkan di dalam peralatan komersial dan

banyaknya macam peralatan yang digunakan orang, maka tidak ada satu teori pun

mengenai pengeringan yang dapat meliputi semua jenis bahan dan peralatan yang

ada. Variasi bentuk dan ukuran bahan, keseimbangan kebasahannya (moisture),

mekanisme aliran bahan pembasah tersebut, serta metode pemberian kalor yang

diperlukan dipilih sebagai variabel dalam proses pengeringan. Menurut Mc. Cabe

(1993), prinsip–prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembuatan alat pengering

antara lain:

1. Pola suhu di dalam pengering

2. Perpindahan kalor di dalam pengering

3. Perhitungan beban kalor

4. Satuan perpindahan kalor

11
5. Perpindahan massa di dalam pengering

IV.4. Mekanisme Pengeringan

Mekanisme pengeringan adalah bagian terpenting dalam teknik

pengeringan karena dengan mengetahui mekanisme pengeringan dapat

diperkirakan jumlah energi dan waktu proses optimum untuk tujuan pengawetan

dengan pengeringan. Energi yang dibutuhkan dalam pengeringan terutama adalah

berupa energi panas untuk meningkatkan suhu dan menambah tenaga pemindahan

air. Waktu proses erat kaitannya dengan laju pengeringan dan tingkat kerusakan

yang dapat dikendalikan akibat pengeringan (Afrianti, 2008).

Air dalam padatan ada yang terikat baik atau tidak terikat. Metode untuk

menghilangkan kadar air terikat yaitu penguapan. Penguapan terjadi ketika

tekanan uap dari kelembaban pada permukaan padat sama dengan tekanan

atmosfer. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan suhu kelembaban ke titik didih.

Fenomena semacam ini terjadi di pengering roller. Jika bahan kering adalah panas

sensitif, maka temperatur dimana penguapan terjadi yaitu, titik didih dapat

diturunkan dengan menurunkan tekanan. Jika tekanan diturunkan di bawah titik

tripel, maka tidak ada fase cair dapat eksis dan kelembaban dalam produk beku.

Penambahan panas menyebabkan sublimasi es langsung ke uap air seperti dalam

kasus pengeringan beku (Mujumdar, 2006).

Dalam penguapan, pengeringan dilakukan dengan konveksi, yaitu dengan

melewatkan udara hangat di atas produk. Udara didinginkan oleh produk, dan

kelembaban ditransfer ke udara dengan produk dan dibawa pergi. Dalam hal ini

tekanan uap jenuh uap air di atas padatan kurang dari tekanan atmosfir. Sebuah

12
kebutuhan awal untuk pemilihan jenis pengering yang cocok desain dan ukuran

adalah penentuan karakteristik pengeringan. Informasi yang juga diperlukan

adalah karakteristik penanganan, keseimbangan kelembaban padat, dan kepekaan

bahan terhadap suhu, bersama dengan batas-batas suhu dicapai dengan sumber

panas tertentu. Perlakuan pengeringan padatan dapat dicirikan dengan mengukur

hilangnya kadar air sebagai fungsi dari waktu. Metode yang digunakan adalah

perbedaan kelembaban, berat, dan intermiten berat (Mujumdar, 2006).

Produk yang mengandung air berperilaku berbeda pada pengeringan sesuai

dengan kadar air mereka. Selama tahap pertama dari pengeringan laju

pengeringan konstan permukaan berisi air bebas. Penguapan berlangsung, dan

penyusutan mungkin terjadi sebagai kelembaban permukaan ditarik kembali

kepermukaan padat (Mujumdar, 2006).

Dalam tahap laju pengeringan langkah untuk mengendalikan difusi uap air

pada antarmuka udara kelembaban dan tingkat dimana permukaan untuk difusi

akan dihapus. Menjelang akhir periode laju konstan, air harus diangkut dari

bagian dalam solid ke permukaan oleh gaya kapiler dan laju pengeringan mungkin

masih konstan. Bagaimanapun, dihitung terhadap luas permukaan keseluruhan

solid, laju pengeringan jatuh meskipun tarif per satuan luas permukaan basah

padat tetap konstan. Hal ini menimbulkan ke tahap pengeringan kedua atau bagian

pertama dari periode laju jatuh, periode pengeringan permukaan tak jenuh. Bagian

dari kurva mungkin hilang sepenuhnya, atau mungkin merupakan periode tingkat

seluruh jatuh (Mujumdar, 2006).

13
Mekanisme pengeringan dapat dibagi dua (Gustof dan Cohen, 2016):

1. Periode laju pengeringan konstan (constant drying rate period)

Umumnya mekanisme ini digunakan pada bahan yang mengandung

banyak air atau air di permukaan bahan yang dapat diuapkan dengan

mudah. Pengeringan kadar air ini terjadi dengan peningkatan laju yang

konstan. Laju pengeringan konstan berhenti ketika air bebas dipermukaan

telah habis menguap.

2. Periode laju pengeringan semakin menurun (falling rate period)

Umumnya terjadi pada bahan pertanian. Proses ini terdiri dari proses

pergerakan uap air dari dalam bahan ke permukaan bahan.

Dalam percobaan ini penulis menggunakan mekanisme pengeringan yang

pertama yaitu dengan drying rate yang konstant. Karena memakai kompor dengan

suhu yang konstan sehingga drying ratenya juga konstan. Namun pada simulasi

menggunakan wajan dengan suhu api yang tidak konstan maka memakai

mekanisme dengan falling rate period.

IV.5. Sistem pengeringan

Sistem pengeringan di bagi tiga, yaitu :

1. Sistem Pengeringan Konduksi/Adiabatik/Tidak Langsung

Kontak langsung antara produk dengan permukaan panas atau partikel

panas.

14
2. Sistem Pengeringan Konveksi

Udara dipanaskan sampai level tertentu dan kemudian udara sebagai media

mengalirkan panas pada produk.

3. Sistem radiasi

Produk menjadi kering karena menyerap energi dari suatu sumber yang

memancarkan (mengemisikan) radiasi elektromagnetik. Energi yang

diserap kemiudian dikonversi menjadi panas untuk menguapkan air dari

dalam sel produk tersebut.

Pada percobaan ini penulis menggunakan sistem pengeringan yang

pertama yaitu konduksi karena bahan langsung kontak dengan wajan atau pelat

yang dipanaskan dengan api

IV.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengeringan

Ada beberapa faktor yang memperngaruhi pengeringan yaitu:

1. Luas Permukaan

Menurut King (1971), makin luas permukaan bahan makin cepat bahan

menjadi kering. Air menguap melalui permukaan bahan, sedangkan air

yang ada di bagian tengah akan merembes ke bagian permukaan dan

kemudian menguap. Untuk mempercepat pengeringan umumnya bahan

pangan yang akan dikeringkan dipotong-potong atau di iris-iris terlebih

dulu. Hal ini terjadi karena:

15
a) Pemotongan atau pengirisan tersebut akan memperluas permukaan

bahan dan permukaan yang luas dapat berhubungan dengan medium

pemanasan sehingga air mudah keluar.

b) Potongan-potongan kecil atau lapisan yang tipis mengurangi jarak

dimana panas harus bergerak sampai ke pusat bahan pangan. Potongan

kecil juga akan mengurangi jarak melalui massa air dari pusat bahan

yang harus keluar ke permukaan bahan dan kemudian keluar dari

bahan tersebut.

2. Perbedaan Suhu dan Udara Sekitarnya

Semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan bahan

pangan makin cepat pemindahan panas ke dalam bahan dan makin cepat

pula penghilangan air dari bahan. Air yang keluar dari bahan yang

dikeringkan akan menjenuhkan udara sehingga kemampuannya untuk

menyingkirkan air berkurang. Jadi dengan semakin tinggi suhu

pengeringan maka proses pengeringan akan semakin cepat. Akan tetapi

bila tidak sesuai dengan bahan yang dikeringkan, akibatnya akan terjadi

suatu peristiwa yang disebut "Case Hardening", yaitu suatu keadaan

dimana bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya masih

basah (Perry dan Green, 1984).

3. Kecepatan Aliran Udara

Makin tinggi kecepatan udara, makin banyak penghilangan uap air dari

permukaan bahan sehinngga dapat mencegah terjadinya udara jenuh di

permukaan bahan. Udara yang bergerak dan mempunyai gerakan yang

16
tinggi selain dapat mengambil uap air juga akan menghilangkan uap air

tersebut dari permukaan bahan pangan, sehingga akan mencegah

terjadinya atmosfer jenuh yang akan memperlambat penghilangan air.

Apabila aliran udara disekitar tempat pengeringan berjalan dengan baik,

proses pengeringan akan semakin cepat, yaitu semakin mudah dan

semakin cepat uap air terbawa dan teruapkan (Fadilah, 2010).

4. Tekanan Udara

Semakin kecil tekanan udara akan semakin besar kemampuan udara untuk

mengangkut air selama pengeringan, karena dengan semakin kecilnya

tekanan berarti kerapatan udara makin berkurang sehingga uap air dapat

lebih banyak tertampung dan disingkirkan dari bahan pangan. Sebaliknya

jika tekanan udara semakin besar maka udara disekitar pengeringan akan

lembab, sehingga kemampuan menampung uap air terbatas dan

menghambat proses atau laju pengeringan (King, 1971).

5. Kelembapan Udara

Semakin lembab udara maka semakin lama pengeeringan sedangkan

semakin kering udara maka makin cepat pengeringan. Karena udara kering

dapat mengabsorbsi dan menahan uap air. Setiap bahan mempunyai

keseimbangan kelembaban dengan nisbi masing-masing. Kelembaban

pada suhu tertentu dimana bahan tidak akan kehilangan air (pindah) ke

atmosfer atau tidak akan mengambil uap air dari atmosfer. Menurut

Treybal (1981), mekanisme keluarnya air dari dalam bahan selama

pengeringan adalah sebagai berikut:

17
a) Air bergerak melalui tekanan kapiler.

b) Penarikan air disebabkan oleh perbedaan konsentrasi larutan disetiap

bagian bahan.

c) Penarikan air ke permukaan bahan disebabkan oleh absorpsi dari

lapisan-lapisan permukaan komponen padatan dari bahan.

d) Perpindahan air dari bahan ke udara disebabkan oleh perbedaan

tekanan uap.

B. Desain Laboratorium

Laboratorium merupakan tempat atau ruangan dimana para ilmuwan

bekerja dengan peralatan untuk penyelidikan dan pengujian terhadap suatu bahan

atau benda.  Sedangkan menurut ISO/IEC Guide 2 1986, laboratorium adalah

instansi /lembaga yang melaksanakan kalibrasi dan atau pengujian. (Kemenag,

Persyaratan Standar Laboratorium)

Dalam rangka menjalankan operasional kegiatannya, laboratorium

dilengkapi dengan fasilitas (prasarana dan sarana) baik untuk kegiatan

administrasi, pengujian, keamanan yang diupayakan maksimal sesuai dengan

standard.  Pemenuhan standar dimaksudkan untuk menjaga keamanan dan

keselamatan, yang utamanya adalah pekerja laboratorium yang bekerja di dalam

laboratorium terutama yang bekerja dengan mikroorganisme atau agen patologik

atau bahan kimia berbahaya.  Laboratorium juga harus menjaga keamanan dan

keselamatan objek yang ditangani terutama mikroorganisme atau agen patologik

atau bahan kimia berbahaya itu sendiri agar tidak mencemari atau

18
mengkontaminasi lingkungan, lingkungan internal maupun eksternal.  Hal ini

berarti laboratorium harus memberikan lingkungan kerja yang aman, menjamin

keselamatan dan memberikan fasilitas yang nyaman bagi personel bekerja di

dalamnya baik yang menangani administrasi, teknis administrasi maupun teknis

pengujian/penelitian. (Kemenag, Persyaratan Standar Laboratorium)

Untuk itu perlu ada standardisasi sarana/prasarana atau fasilitas yang harus

dipenuhi laboratorium agar dapat dilakukan evaluasi kesesuaiannya.

Dengan semakin aktifnya laboratorium karantina dimana hasil diagnose

atau hasil pemeriksaan laboratoriumnya menjadi peneguh atas keputusan dalam

pelaksanaan tindakan karantina, dan semakin sadarnya institusi karantina akan

pentingnya status akreditasi laboratorium sebagai jaminan atas validitas dari hasil

pengujian yang dilakukan maka penting untuk memperhatikan kesesuaian

pemenuhan sarana / prasarana atau fasilitas laboratorium atas

standardnya (Kemenag, Persyaratan Standar Laboratorium)

IV.7. Pengertian Kondisi Lingkungan Laboratorium

Laboratorium yang mengikuti sistim manajemen mutu antara lain SNI ISO

IEC 17025:2008, SNI ISO 9001:2015, CWA 15793:2008 pasti harus memenuhi

persyaratan baik persyaratan manajemen maupun persyaratan teknis.  Persyaratan

teknis terkait dengan bahasan ini diantaranya adalah persyaratan terkait dengan

fasilitas sarana/prasarana baik secara fisik, proses dan jasa pendukung serta

lingkungan kerja, dapat dijelaskan sebagai berikut:

19
1. Kondisi Akomodasi merupakan kondisi dari fasilitas yang bersifat fisik

yang ada dalam suatu organisasi yang diperlukan untuk berjalannya proses

yang merupakan tugas utama dari organisasi tersebut.

a) Fasilitas sarana /prasarana yang bersifat fisik yaitu gedung/bangunan,

ruang pengujian/ruang kerja dan sarana penting terkait lainnya (misalnya

furniture)

b) Fasilitas bersifat proses baik perangkat keras maupun perangkat lunak

yaitu peralatan pengujian atau peralatan produksi, bahan uji atau bahan

untuk proses produksi, sistim drainase, alur /mekanisme keluar masuk

pekerja, agen biologic dll.

c) Fasilitas jasa pendukung yaitu sarana angkutan, informasi, komunikasi

2. Kondisi Lingkungan merupakan suatu kondisi yang diperlukan dalam

pengujian atau proses produksi untuk mencapai suatu kesesuaian

hasil/tujuan produksi sesuai metode /mutu yang dipersyaratkan yang dapat

mempengaruhi hasil yang akan dicapai, misalnya debu, ventilasi,

kebisingan /tingkat bunyi dan getaran, daya elektromagnetik, radiasi,

kelembaban, daya listrik, suhu, pencahayaan atau cuaca dll (Mahendra dan

Rendi, 2016).

IV.8. Persyaratan Standard Kondisi Akomodasi Dan Kondisi Lingkungan

Laboratorium

Terkait dengan persyaratan standard sistim mutu laboratorium, beberapa

diantaranya saling terkait satu dengan yang lain (sesuai dengan kebutuhan

standard mutu yang akan diacu) yaitu :

20
Tabel III.1. Sistim Manajemen Mutu terkait Laboratorium.

ISO / IEC 17025 Persyaratan umum untuk kompetensi dari laboratorium


pengujian dan laboratorium kalibrasi

ISO 15189 Diperuntukkan bagi laboratorium medik – persyaratan


khusus untuk mutu dan kompetensinya.

ISO/IEC 17043 Penilaian kesesuaian – persyaratan umum untuk


penyelenggara uji profisiensi

ISO 13528 Metode statistik yang digunakan dalam penyelenggaraan


uji profisiensi dengan memperbandingkan hasil uji
profisiensi antar laboratorium

OECD GLP Prinsip-prinsip OECD yang ada dalam pelaksanaan


pekerjaan di laboratorium yang dilakukan dengan baik
sesuai standard

ISO Guide 34 è Persyaratan umum untuk kompetensi dari laboratorium


sudah direvisi yang menghasilkan bahan rujukan (reference material)
menjadi ISO
34:2016

ISO 8402 Perbendaharaan kata – untuk Manajemen mutu dan


jaminan mutu

ISO 19011 Pedoman mengaudit sistim manajemen/ pengelolaan


lingkungan dan/atau mutu

ISO 9001 Sistim manajemen mutu – persyaratan

Sumber: (Laboratoriy Quality Standards and their Implementation – WHO, 2011, hal. 3)

Dalam menerapkan sistim manajemen mutu banyak elemen yang

dilakukan atau disiapkan sebagaimana yang dipersyaratkan dalam jenis sistim

manajemen mutu yang diacu, dalam tulisan ini hanya membahas terkait dengan

persyaratan kondisi akomodasi dan kondisi lingkungan menyangkut spesifikasi,

metode dan prosedur yang relevan, yang dapat mempengaruhi keabsahan dan

mutu dari hasil uji laboratorium (Mahendra dan Rendi, 2016).

21
Terkait dengan yang disebutkan dalam bagian 2 di atas, maka persyaratan

elemen kondisi akomodasi dan kondisi lingkungan dapat dijabarkan sebagai

berikut:

1. Persyaratan Kondisi Akomodasi

Dalam memenuhi persyaratan kondisi akomodasi, perlu laboratorium

(Mahendra dan Rendi, 2016) :

a) Menetapkan tujuan dari laboratorium yang akan dibangun atau

dikembangkan atau diperbaiki /disempurnakan. Tujuan laboratorium

tersebut dapat sebagai laboratorium diagnostik, pengujian, penelitian, atau

sebagai laboratorium pendidikan

b) Menginventarisasi data lokasi, keadaan bangunan dan lingkungannya,

agen penyakit dan jenis sampel yang ditangani, jumlah dan kompetensi

dari manajemen dan staf (administrasi, teknis dan peneliti /pekerja di

laboratorium).

 Data lokasi dimaksudkan untuk mengetahui kondisi kontur tanah

(datar/landai, bertingkat /berbukit), kondisi struktur tanah, jenis tanah

(tanah merah, berpasir, padat berbatu, tanah berbatu dll)

 Untuk rencana pengembangan atau perbaikan / penyesuaian /

penyempurnaan, data keadaan bangunan labratorium yang sudah ada

diperlukan untuk mengetahui beban bangunan yang akan diterima atas

perubahan laboratorium terkait dengan penambahan ruang lingkup

pengujian yang kemungkinan berarti penambahan beban atas penambahan

22
jumlah alat, orang; perubahan tipe laboratorium yang mungkin juga berarti

adanya perubahan besaran tekanan ruang dll

 Keadaan lingkungan menyangkut atas keadaan epidemiologi dari lokasi

laboratorium dengan memperhatikan data kelembaban udara, drainage

lokasi, jarak laboratorium dari jalan umum, keadaan lalu lintas alat ternak,

orang dan ternak/ hewan dll.

2. Persyaratan Kondisi Lingkungan

Terkait dengan kondisi lingkungan, laboratorium dapat dibagi menjadi dua

tipe yaitu laboratorium kering dan laboratorium basah. Laboratorium kering

merupakan ruang laboratorium tempat bekerja atau penyimpanan bahan, barang

atau peralatan elektronik dan atau peralatan besar yang hanya memiliki sedikit

pipa untuk melaksanakan pengujian.  Yang termasuk ke dalam definisi ini adalah

laboratorium analitik, dimana jenis laboratorium ini memerlukan akurasi dalam

kondisi suhu ruang, pengendalian kelembaban, debu dan kebersihan ruang. 

Sedangkan yang dimasukkan ke dalam definisi laboratorium basah adalah

laboratorium yang melakukan pengujian serta analisa atas bahan kimiawi, obat-

obatan atau bahan lain atau bahan biologi.  Laboratorium basah membutuhkan air,

ventilasi langsung dan perlengkapan pipa yang khusus pada peralatan

laboratorium yang digunakan untuk pengujian.

Laboratorium harus diperlengkapi dengan alat pengendali iklim dan

ventilasi.  Suhu dan kelembaban dalam laboratorium harus tetap dijaga sesuai

dengan batas nilai yang diperlukan oleh setiap alat untuk melakukan uji dan

23
spesifikasi operasional alat yang disebutkan oleh pabrikan.  Namun lingkungan

pekerjaan yang nyaman umumnya ada pada suhu 20-25 ºC dan kelembaban

relative 35-50% (tergantung atas wilayah geografisnya).  Secara umum, area

tempat bekerja harus bebas dari suhu ekstrim yang berbahaya terhadap kesehatan

atau yang mempengaruhi operasional yang aman.

Area tempat bekerja, area persediaan bahan dan area tempat berisitirahat

harus bebas dari bau-bauan yang berbahaya.  Harus ada prosedur untuk

pengendalian debu dan partikel asing lainnya.

Ventilasi exhaust dinyalakan selama 24 jam penuh terutama untuk ruang

yang dipergunakan untuk menguji bahan-bahan kimiawi atau ruang persediaan

bahan kimia.  Namun lubang pasokan udara untuk alir udara tidak boleh lebih dari

50 feet per menit (FPM).  Dan tidak boleh ada daur ulang udara di dalam

laboratorium.

Laboratorium tetap menjaga pencahayaan yang cukup untuk melakukan

pekerjaan dalam laboratorium dan disarankan pencahayaan ada pada tingkat 80-

100 intensitas foot candle kecuali metode ujinya memang memerlukan

pencahayaan yang lebih dari itu. Atau apabila diperlukan pencahayaan khusus di

area tertentu berupa pencahayaan matahari secara langsung perlu diperhatikan

pengaruh cahaya matahari yang dapat menyebabkan rusaknya sampel, reagen dan

media atau dapat mempengaruhi peralatan atau analisa (Mahendra dan Rendi,

2016).

24
C. Perbandingan spesifikasi semen

Semen merupakan salah satu bahan dasar utama konstruksi bangunan,

sehingga menjadikan semen sebagai komoditi yang strategis. Saat ini total

kapasitas produksi semen nasional mencapai 68,7 juta ton dengan kemampuan

produksi 59,9 juta ton. Pada 2014, jumlah ekspor semen asal Indonesia hanya

220.000 ton sementara impor sebanyak 2,4 juta ton. Total kebutuhan semen

nasional diperkirakan mencapai 62,4 juta ton (Kemenperin, 2016).

Di Indonesia terdapat tujuh produsen semen yang beroperasi, yaitu Semen

Gresik Group (SGG) yang menguasai sekitar 45%, Indocement 30%, Holcim

Indonesia (15%), dan lainnya sebesar 10% dibagi kepada Semen Andalas, Semen

Baturaja, Semen Bosowa, dan Semen Kupang (Sunarsip, 2007)

Gambar III.1. Peta Pabrik Semen di Indonesia

25
IV.9. Jenis-Jenis Semen

Beberapa jenis semen menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) antara

lain:

a. Portland Cement

Merupakan tipe yang sangat universal dari semen dalam pemakaian

universal di segala dunia sebab ialah bahan dasar beton, serta plesteran semen.

b. Super Masonry Cement

Semen ini lebih pas digunakan buat konstruksi perumahan gedung, jalur

serta irigasi yang struktur betonnya optimal K225. Bisa pula digunakan buat

bahan baku pembuatan genteng beton, hollow brick, paving block, tegel serta

bahan bangunan yang lain.

c. Oil Well Cement

Ialah semen spesial yang lebih pas digunakan buat pembuatan sumur

minyak bumi serta gas alam dengan konstruksi sumur minyak dasar permukaan

laut serta bumi. Buat dikala ini tipe OWC yang sudah dibuat merupakan class

Gram, HSR (High Sulfat Resistance) diucap pula bagaikan” BASIC OWC”.

Bahan additive/ bonus bisa ditambahkan/ dicampurkan sampai menciptakan

campuran produk OWC buat konsumsi pada bermacam kedalaman serta

temperatur.

26
d. Portland Pozzolan Cement

Merupakan semen hidrolis yang terbuat dengan menggiling clinker,

gypsum serta bahan pozzolan. Produk ini lebih pas digunakan buat bangunan

universal serta bangunan yang membutuhkan ketahanan sulfat serta panas ion

tetap dikelilingi dengan molekul lagi, semacam: jembatan, jalur raya, perumahan,

dermaga, beton massa, bendungan, bangunan irigasi serta fondasi pelat penuh.

e. Semen Putih

Digunakan buat pekerjaan penyelesaian (finishing), bagaikan filler ataupun

pengisi. Semen tipe ini terbuat dari bahan utama kalsit (calcite) limestone murni.

f. Portland Composite Cement

Digunakan buat bangunan- bangunan pada biasanya, sama dengan

pemakaian OPC dengan kokoh tekan yang sama. PCC memiliki panas ion tetap

dikelilingi dengan molekul yang lebih rendah sepanjang proses pendinginan

dibanding dengan OPC, sehingga pengerjaannya hendak lebih gampang serta

menciptakan permukaan beton/ plester yang lebih rapat serta lebih halus.

Komposisi bahan baku PCC adalah clinker, gypsum, dan zat tambahan

lainnya (additive). Bahan aditif yang digunakan yaitu batu kapur (limestone), abu

terbang (fly ash), dan trass. Trass merupakan hasil pelapukan endapan vulkanik,

sebagian besar mengandung silika, besi, dan alumina dengan ikatan gugus oksida.

Tidak seperti tipe OPC yang tidak menggunakan aditif fly ash dan trass, tipe PCC

menggunakan tambahan zat aditif fly ash dan trass dengan senyawa SiO2 yang

27
dapat meningkatkan kuat tekan. Bahan-bahan ini umumnya mengandung

komponen silika amorf reaktif, yang pada reaksinya dengan air dan Ca(OH)2 akan

membentuk senyawa kalsium silikat hidrat, disingkat CSH (Hariawan, 2007).

Selain adanya zat aditif fly ash dan trass, ditambahkan pula limestone yang

berfungsi meningkatkan kuat tekan pada semen. Hal ini terjadi karena limestone

mempunyai bentuk fisik yang mudah halus, sehingga dengan nilai kehalusan

tersebut, limestone dapat menutup rongga-rongga yang terdapat di dalam semen

sehingga bisa meningkatkan kuat tekan (Hariawan, 2007).

Kehalusan semen akan mempengaruhi konsistensi normal dan waktu

pengikatan. Semakin halus suatu semen maka semakin besar luas permukaannya,

sehingga air yang diperlukan untuk mencapai konsistensi normal semakin tinggi.

Reaksi hidrasi dan waktu pengikatan semakin cepat, serta panas hidrasi dan kuat

tekan semakin tinggi, bila semen terlalu kasar maka kuat tekan, plastisitas, dan

kestabilannya akan rendah (Vera dkk., 2000).

IV.10. Sifat Fisika Dan Kimia Semen

1. Sifat Fisika Semen

Antara lain adalah Pengaruh Penambahan (Prasetyadi, 2018)

a) Kehalusan Butir (Fineness / Blaine)

Kehalusan butir semen akan mempengaruhi proses hidrasi. Semakin halus

butiran semen maka luas permukaan butir untuk suatu jumlah berat semen

tertentu menjadi lebih besar sehingga jumlah air yang dibutuhkan juga

banyak. Semakin halus butiran semen maka proses hidrasinya semakin

28
cepat sehingga semen mempunyai kekuatan awal tinggi. Selain itu butiran

semen yang halus akan mengurangi bleeding, tetapi semen cenderung

terjadi penyusutan yang besar dan mempermudah terjadinya retak susut

pada beton. Tingkat kehalusan semen diuji dengan alat blaine.

b) Berat jenis dan berat isi

Berat jenis semen berkisar antara 3,10 – 3,30 gram/cm dengan berat jenis

rata-rata sebesar 3,15 gram/cm. BJ semen penting untuk diketahui karena

dengan mengetahui BJ semen akan dapat dilihat kualitas semen itu. Semen

yang mempunyai BJ < 3,0 biasanya pembakarannya kurang sempurna atau

tercampur dengan bahan lain atau sebagian semen telah mengeras, ini

berarti kualitas semen turun. Berat isi gembur semen kurang lebih 1.1

kg/liter, sedang berat isi padat semen sebesar 1,5 kg/liter. Di dalam

praktek biasanya digunakan berat isi rata-rata sebesar 1,25 kg/liter.

c) Waktu pengikatan

Waktu ikat adalah waktu yang dibutuhkan semen untuk mengeras mulai

semen bereaksi dengan air sampai pasta semen mengeras dan cukup kaku

untuk menahan tekanan. Waktu ikat semen ada dua, yaitu waktu ikat awal

(initial setting time), adalah waktu dari pencampuran semen dengan air

sampai pasta semen hilang sifat keplastisannya, dan waktu ikat akhir final

setting time) yaitu waktu antara terbentuknya pasta semen sampai beton

mengeras. Waktu ikat awal semen berkisar antara 1-2 jam tetapi tidak

boleh kurang dari 1 jam atau lebih dari 8 jam. Waktu ikat awal semen

sangat penting diketahui untuk mengontrol pekerjaan beton Untuk tujuan-

29
tujuan tertentu kadang-kadang dibutuhkan waktu initial setting time lebih

dari 2 jam. Biasanya waktu yang lebih lama ini digunakan untuk

pengangkutan beton (transportasi), penuangan, pemadatan dan finishing

Waktu ikatan semen akan lebih pendek apabila temperaturnya lebih dari

30. Waktu ikat ini sangat dipengaruhi oleh jumlah air dan lingkungan

sekitarnya.

d) Kekekalan bentuk

Kekekalan bentuk adalah sifat dari pasta semen yang telah mengeras,

dimana bila pasta tersebut dibuat bentuk tertentu bentuk itu tidak berubah.

Ketidakkekalan semen disebabkan oleh jumlah kapur bebas yang

berlebihan dan magnesia yang terdapat pada semen. Kapur bebas yang

terdapat di dalam adukan akan mengikat air dan menimbulkan gaya yang

bersifat ekpansif. Alat yang digunakan untuk menguji sifat kekekalan

semen adalah "Autoclave Expansion of Portland Cement" (ASTM C-151).

e) Kekuatan semen

Kuat tekan semen sangat penting karena akan sangat berpengaruh terhadap

kekuatan beton. Kuat tekan semen ini merupakan gambaran kemampuan

semen dalam melakukan pengikatan (daya rekatnya) sebagai bahan

pengikat. Kuat tekan semen diuji dengan cara membuat benda uji terdiri

dari semen dan pasir standar ottawa dengan perbandingan tertentu dan

dibuat kubus 5 x 5 x 5 cm. Benda uji tersebut kemudian dilakukan

perawatan (curing) dengan cara direndam dalam air. Setelah berumur 3, 7

dan 28 hari benda uji diuji kuat tekannya.

30
31
f) Pengikatan semu (false setting)

Yaitu pengikatan awal semen yang terjadi kurang dari 60 menit, dimana

setelah semen dicampur dengan air segera nampak adonan menjadi kaku.

Setelah pengikatan awal palsu ini berakhir, adonan dapat diaduk kembali.

Pengikatan ini sifatnya hanya mengacau saja dan tidak mempengaruhi sifat

semen yang lain. Pengikatan semu terjadi karena pengaruh gips yang

terdapat pada semen tidak bekerja sebagaimana mestinya. Seharusnya

fungsi gips pada semen adalah memperlambat pengikatan, tetapi karena

gips yang terdapat dalam semen terurai maka gips ini justru mempercepat

pengikatan awalnya

2. Sifat Kimia Semen

Semen portland dibuat dari serbuk mineral kristalin yang komposisi

utamanya disebut mayor oksida, terdiri dari kalsium atau batu kapur

(CaCO3), aluminium oksida (AlO3), pasir silikat (SiO2), dan bijih besi

(FeO3) serta senyawa-senyawa lain yang jumlahnya hanya beberapa persen

dari jumlah semen yaitu minor oksida yang terdiri dari : MgO, SO, K 2O

dan Na2O.

Empat unsur yang paling penting dalam semen adalah (Prasetyadi, 2018):

1) Trikalsium Silikat (C3S) atau 3CaO.SiO3

Berpengaruh besar terhadap pengerasan awal semen terutama sebelum

mencapai 15 hari.

32
2) Dikalsium silikat (C2S) atau 2CaO.SiO2

Berpengaruh besar terhadap pengerasan semen setelah mencapai umur

sekitar 14-28 hari. Unsur C2S ini juga membuat semen tahan terhadap

serangan kimia (chemical attack) dan juga mengurangi besar susutan

pengeringan.

3) Trikalsium Aluminat (C3A) atau 3CaO.Al2O3

Berpengaruh besar terhadap pengerasan semen sesudah 24 jam.

4) Tetrakalsium aluminoferit (C4AF) atau 4CAO.Al2O3.FeO3

Kurang begitu besar pengaruhnya terhadap kekerasan semen atau beton.

33
V. METODOLOGI

V.1. Tempat dan waktu

V.2. Waktu = 1 Maret – 30 Mei 2020


Tempat = PT. Karunia Buana Chemical Industry (KBCI)
Alamat = Komp. Ruko Kranggan Permai, Blok 10-03. JL. Raya

Kranggan. Cibubur 17620, Indonesia

Solusi permasalahan

a. Optimasi proses pengeringan

Solusi yang penulis tawarkan adalah dengan menggunakan alat pengering

yang dibuat dengan mekanisme seperti kompor gas dengan teknik manyangrai.

Prinsip kerjanya yaitu pasir akan disangrai di atas plat besi yang dipanaskan

dengan api dari kompor gas, sehingga akan menghilangkan kandungan air yang

terkandung di dalam pasir.

Untuk desain alat pengeringan pasir sebagai berikut:

a. Pelat besi

Pelat yang digunakan adalah pelat besi datar dengan ukuran panjang 1,5

meter, lebar 1 meter dan tebal 2 mm

34
b. Ukuran kompor mawar

Ukuran mawar yang digunakan adalah 768

c. Kayu/isolator

Dengan tebal 1 cm dan tinggi 10,8 cm yang mengelilingi pelat

d. LPG 3kg/5 kg

e. Dudukan kompor

Dengan tinggi 70 cm

Gambarannya seperti berikut:

a. Tampak samping

35
b. Tampak atas

c. Tampak depan

b. Desain laboratorium

Solusi yang ditawarkan penulis untuk masalah ini adalah dengan

menambahkan beberapa alat untuk melengkapi lab pengujian dan mendesain

tataletak dalam lab sehingga dapat mengoptimalisasikan ruang lab agar dapat

memasukan alat dan melengkapi tempat penyimpanan.

36
Untuk alat yang ditambahkan sebagai berikut:

1. Lemari penyimpanan bahan kimia single set

Lemari pentimpanan ini bertujuan untuk menyimpan alat dan bahan atau

sampel pengujian dalam lab. Dimensi dari lemari ini adalah 450 x 550 x

1800 mm dengan 2 pintu, 4 sekat dan 5 ruang

2. Rak siku besi serba guna

Penambahan rak besi ini berujuan untuk sebagai tempat untuk

penyimpanan produk liquid yang sudah di produksi. Rak ini berdimensi

1000 x 500 x 2000 mm

37
3. Air conditioner (AC)

Penambahan AC di lab agar suhu dalam lab menjadi lebih dingin dan

membuat penguji dalam lab menjadi lebih nyaman. Yang disarankan AC

dengan kekuatan 1 pk agar menadapatkan pendingin yang bagus tapi

dengan penggunaan energi yang sedikit juga

38
4. Simbol K3

Penambahan simbol K3 dalam lab untuk kepeperluan keselamatan dalam

dalam lab dan juga untuk penguji dalam lab

5. APAR (Alat Pemadam Api Ringan)

Penambahan apar dimaksudkan juga untuk K3 dalam Lab dan untuk

mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan misalkan

kebakaran.

39
c. Perbandingan spesifikasi semen

Solusi yang diberikan adalah dengan melakukan study literature tentang

semen-semen yang ada di Indonesia lalu dibandingkan. Setelah itu akan

didapatkan informasi yang diperlukan yaitu semen mana yang paling baik untuk

untuk digunakan baik dari segi kualitas dan ekonomi.

40
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI.1. Optimasi Proses Pengeringan

Setelah melakukan simulasi dengan menggunakan wajan yang dipanaskan,

kami mendapat hasil sebagai berikut :

Tabel V.1. Data Hasil Simulasi PengeringanPengeringan Pasir


Luas Massa Massa
Selisih
t (min.) t (s) Permukaan Awal Akhir Xt (%) R (g/s.m2)
2 (w0 - wt)
(m ) (w0) (wt)
1398,
23,31 0,039564 215 27% 3,8855
6 1000 785

Rumus yang digunakan adalah:

( w 0−wt )
 Water Content → X t ( % )=
wt


2 W t∗X t
Drying Rate → R ( g/s .m )=
A∗t

Dimana:

- Wo = Massa awal pasir (g)

- Wt = Massa pasir setelah dikeringkan (g)

- A = Luas permukaan wajan (m2)

- t = Waktu pengeringan (s)

41
Dalam percobaan ini kami menggunakan wajan dengan ukuran diameter

23,5 cm tapi karena pasir tidak memenuhi wajan dengan penuh maka digunakan

diameter 21 cm dengan jari-jari 10,5 cm. Sehingga untuk mencari luas

permukaannya maka digunakan rumus luas elips yang dibagi dengan 2 karena

bentuk wajan yaitu ½ elips, maka digunakan rumus sebagai berikut:

Luas Permukaan Wajan


a = 6 cm jari-jari minor (kedalaman pasir pada wajan)  
b = 10,5 cm jari-jari mayor (diameter pasir yang terpenuhi wajan/2)

4
×a × b × π
2

 Luas PermukaanWajan=2× a ×b × π

¿ 2 ×6 ×10,5 ×3,14

¿ 395,64 cm2

¿ 0,039564 m2

Dari data percobaan di atas kita dapat menghitung jika menggunakan luas

penampang 3,01 m2 dengan dimensi (1 m × 1,5 m × 0,002 m) maka waktu yang

diperlukan dapat dicari yaitu dengan melakukan perbandingan luas permukaan

dengan waktunya.

3,01 23,31
 =
0,039 x

3,01 x=23,31× 0,039

42
x=¿ 0,3 menit

Jadi jika kita menggunakan alat pengeringan yang telah didisain maka

untuk pasir dengan berat 1 kg hanya membutuhkan waktu sekitar 0,3 menit. Hal

ini dipengaruhi beberapa faktor:

1. Suhu

Api yang digunakann dinyalakan secara manual dengan menggunakan

kayu bakar dan bukan menggunakan kompor sehingga suhunya tidak

konstan. Sehingga ini juga berpengaruh dengan waktu yang diperoleh. Jika

suhunya konstan maka waktu yang diperlukan dapat lebih singkat

2. Wadah yang digunakan

Pada simulasi percobaan, wadah yang digunakan adalah wajan yang

berbentuk setengah elips yang memiliki kedalaman kurang lebih 5 cm.

Dan pasir yang dipanaskan saling bertumpuk, sehingga mempengaruhi

kecepatan pengeringan. Jika wadah yang digunakan adalah pelat yang

datar maka pasir akan lebih tersebar di permukaan pelat sehingga proses

pengeringan akan lebih singkat.

43
VI.2. Desain Laboratorium

Desain yang dibuat untuk lab pengujian sepserti gambar di atas. Dasar

penyususan interior lab seperti gambar di atas adalah diperlukan ruangan yang

cukup luas untuk ruang gerak penguji dan sebagai tempat penyimpanan produk

liquid di dalam wadah yang lebih besar. Jika sesuai ketentuan dasar pembentukan

lab, ruangan lab dan ruang penyimpanan tidak boleh digabung. Tetapi karena

kekurangan lahan dan belum diperlukan ruang penyimpanan yang besar serta

produksi yang belum terlalu banyak.

Untuk desainnya sendiri juga dengan memperhatikan tataletak sumber

listrik dan alat-alat yang memerlukan listrik untuk beroperasi. Penempatan meja

berbentuk L sebagai merja percobaan dan pengujian. Di atasnya akan terdapat alat

pengujian seperti timbangan dan ruang untuk pengujian dan juga ada oven yang

dekat dengan sumber listrik agar oven dapat beroperasi. Selain itu juga ada meja

dan kursi tepisah di sebelah kanan pintu masuk sebagai meja kerja penguji dan

diletakan dalam posisi tersebut agar ruang gerak praktikan menjadi lebih luas.

44
Penambahan alat yang disebutkan sebelumnya juga sebagai upaya untuk

memenuhi standar laboratoruim yang layak. Ada tempat penyimpana bahan dan

sampel juga ada kontroling suhu ruangan, selain itu juga ada penambahan simbol-

simbol dan alat keamanan K3 sesuai dangan standar K3 lab pada umumnya.

45
VI.3. Perbandingan spesifikasi semen

1. Semen Serang

Semen Serang Tipe PCC atau Portland Composite Cement adalah salah

satu tipe semen yang diproduksi oleh semen Jakarta. Semen PCC adalah tipe

semen yang termasuk dalam kategori semen campur. Semen campur ini dibuat

karena dibutuhkan sifat-sifat tertentu yang tidak dimiliki oleh semen tipe I.

Adapun campuran-campuran yang dibutuhkan untuk mendapatkan sifat-sifat

tersebut adalah seperti bahan aditif pozzolan, silica fume, dan fly ash.

Sifat-sifat yang dimiliki oleh semen tipe PCC adalah: mempunyai panas

hindrasi yang rendah sampai sedang,tahan terhadap serangan sulfat, dan kekuatan

tekan awal kurang, namun kekuatan akhir lebih tinggi

Semen Serang adalah pemain baru di bidang industri semen yang

menawarkan kualitas semen PCC yang bisa disamakan dengan merk-merk semen

terkenal lainnya namun dijual dengan harga yang ekonomis. Semen Jakarta telah

memenuhi standar sertifikasi ISO 14001 : 2004, OHSAS 18001 : 2007, ISO

9001 : 2008, SNI 15-7064-2004, dan SNI 15-2049-2004.

46
2. Semen Merah Putih

Semen Merah Putih memiliki tiga keunggulan utama yang terletak pada

kekuatan, daya tahan dan kemudahan pengerjaan. Keunggulan Semen Merah

Putih sebagai semen berkualitas telah terbukti secara nasional maupun

internasional melalui pengujian standar mutu Indonesia SNI 15-7064-2004 dan

SNI 15–2049–2004, serta standar mutu Eropa CEM II/A-M 42.5N dan EN 197-

1:2000.

47
3. Semen Padang

Semen Padang merupakan salah satu merek semen portland komposit

yang ada di Indonesia. Semen Padang merupakan produk berkualitas yang

memenuhi persyaratan standar SNI 15-7064-2004. Seperti produk semen pada

umumnya, Semen Padang dapat digunakan pada pekerjaan pasangan batu kali,

pekerjaan struktur beton, pekerjaan pasangan dinding, pekerjaan plester aci, dan

lain-lain.

Untuk komposisi campuran penggunaan sebagai adukan beton ataupun

plester dapat dilihat pada gambar petunjuk penggunaan di atas.

48
Kelebihan menggunakan semen padang antara lain adalah lebih mudah

dalam pengerjaannya, menghasilkan beton dengan suhu lebih rendah sehingga

tidak mudah retak, lebih tahan terhadap serangan sulfat, dan lebih kedap air.

Tabel V.2. Perbandingan Syarat Kimia

Kandungan Semen Semen Semen SNI


dalam semen Padang Merah Putih Serang 15-7064-2004
Insoluble
6,37 % - 3% Maks 3 %
Residue (IR)
SO3 2,18 % 2,1 % 3,5 % Maks 4 %
MgO 0,55 % - 2% Maks 6 %
SiO2 23,25 % - -
Al2O3 5,71 % - -
Fe2O3 3,48 % - -
CaO 60,12 % - -

49
 Pembahasan syarat kimia:

1. Insoluble Residue (IR)

Adalah bahan non-cementing yang terdapat dalam semen Portland.

Material residu ini mempengaruhi sifat-sifat semen, terutama kuat

tekannya. Semakin tinggi IR maka semakin banyak bahan kimia yang

tercampur dalam semen semakin tinggi. Jika nilai IR tinggi maka senyawa

kimia yang tidak diinginkan dalam semen dan bersifat sebagai pengotor

akan semakin banyak. Seperti besi dan MgO. Artinya kandungan ini

harus dibatasi karena semakin tinggi nilainya maka semakin tidak

baik.

Untuk kandungan dari Insoluble Residue (IR) di dalam aturan SNI

maksimal sebesar 3 %. Pada Semen Padang yang menjadi tolak ukur

didapatkan nilai sebesar 6,37 %, di karenakan banyaknya bahan kimia

yang tercampur dalam semen, alhasil melebihi dari aturan SNI. Sedangkan

pada Semen Merah Putih tidak dicantumkan berapa kandungan yang

didapat di IRnya. Dan pada Semen Serang didapat 3 %, sehingga masih

sesuai aturan SNI yang maksimalnya 3 %

2. SO3

Kandungan SO3 dalam semen berguna untuk mengatur atau memperbaiki

sifat pengikatan dari mortar dan juga kuat tekan. Kandungan SO 3 yang

berlebih juga akan menimbulkan kerugian pada sifat ekspansif semen dan

dapat menurunkan kekuatan tekan. Karena itu syarat kimia kandungan SO3

50
pada semen portland pozolan menurut SNI 15-0302-2004 dipersyaratkan

maksimum 4,00% (BSN, 2004)

SO3 dari Semen Padang sebesar 2,18 %, sedangkan Merah putih sebesar

2,1 % dan Serang sebesar 3,5 %. Karena yang menjadi patokan adalah

nilai maksimal maka kandungan SO3 dari Semen Merah Putih lebih

unggul dibandingkan Semen Serang karena pada Semen Serang nilainya

hampir mencapai nilai maksimal yang ditetapkan SNI yaitu 4%

3. MgO dan Fe2O3

Pada umumnya senyawa MgO didalam semen tidak diinginkan atau

setidaknya dibatasi sampai 1-2% (Nofrita, 2011). Karena senyawa MgO

dan FeO3 berperan sebagai pengotor dalam semen. Pada SNI 15-0302-

2004 syarat kimia kandungan MgO pada semen portland pozolan

maksimum 6% (BSN, 2004). Bila kandungan MgO didalam semen kurang

dari 2% akan berikatan dengan klinker, tetapi apabila lebih dari 2% maka

akan terbentuk MgO bebas (periclase) yang akan berikatan dengan air

membentuk Mg (OH)2 di dalam pembuatan beton. Karena reaksi MgO

dengan air ini relatif lebih lambat dibandingkan dengan pengerasan massa

semen, dimana volume Mg (OH)2 lebih besar dari volume MgO sehingga

terjadi ekspansi volume yang dikenal sebagai “Magnesium Expansion”

yang dapat mengakibatkan keretakan pada beton (Nofrita, 2011). Artinya

semakin sedikit kandungan MgO dan Fe 2O3 di dalam semen maka

semakin baik.

51
Kandungan MgO dari Semen Padang sebesar 0,55 % sedangkan dari

semen Merah Putih tidak tertera dan pada Semen Serang didapat 2 %

Kandungan Fe2O3 pada Semen Padang sebesar 3,48 % sedangkan pada

semen Serang serta Merah Putih tidak tertera berapa kandungannya

4. Al2O3

Besarnya kadar Al2O3 akan sangat mempengaruhi nilai Alumina Modulus

(AM). Jika kadar Al2O3 rendah maka nilai AM yang dihasilkan pun rendah.

Begitu pula sebaliknya, jika kadar Al2O3 tinggi maka nilai AM yang

dihasilkan juga tinggi. Nilai alumunia modulus yang rendah akan

mempengaruhi kuat tekan dari semen pada umur 3-7 hari. (Irfan

Purnawan dan Andi Prabowo, 2017). Disini hanya Semen Padang yang

memiliki data Al2O3 yaitu 5,71%

5. CaO dan SiO2

Kandungan terbesar dalam semen adalah kandungan CaO yang memiliki

fungsi dalam proses perekatan/ pengikatan, sedangkan SiO2 berfungsi

sebagai bahan pengisi (filler), dimana kedua bahan ini memiliki

peranan dalam menentukan kekuatan semen. (Wiryasa dan Sudarsana,

2009)

Pada Semen Padang kandungan SiO2 dalam didapatkan sebesar 23,25 %

dan kadnungan CaO sebesar 60,12 %. Sedangkan pada Semen Serang dan

Semen Merah Putih tidak tertera berapa persen kandungan dari CaO dan

SiO2

52
Tabel V.3. Perbandingan Syarat Fisika

Syarat Semen Semen Semen SNI


Fisika Padang Merah Putih Serang 15-7064-2004
Kehalusan 355 m2/Kg 345 m2/Kg 260 m2/Kg 280 min
Pemuaian 0,02 % - 0,80 % 0,80 % maks
Penyusutan 0,00 % 0,20 % - 0,20 % maks
Kuat tekan 3 hari 188 Kg/cm2 207 Kg/cm2 210 Kg/cm2 125 min
Kuat tekan 7 hari 260 Kg/cm2 346 Kg/cm2 260 Kg/cm2 200 min
Kuat tekan 28 hari 345 Kg/cm2 451 Kg/cm2 400 Kg/cm2 250 min
Pengikatan awal 142 Menit 126 menit 60 menit 45 min
Pengikatan akhir 210 Menit 210 menit 300 menit 375 maks
Pengikatan semu 73,63 % 90,5 % 60 % 50 min
Kandungan udara 5,65 % 6,95 % 12 % 12 maks

 Pembahasan syarat fisika:

Disini yang dibandingkan penulis adalah Semen Merah Putih dan Semen

Serang dengan Semen padang sebagai patokan :

1. Kehalusan

Pada aturan SNI nilai kehalusan minimal adalah 280 m2/Kg. Artinya

semakin besar nilai kehalusan maka semakin baik. Dari Semen Padang

didapatkan nilai sebesar 355 m2/Kg. Adapun kehalusan pada Semen Merah

Putih dan Serang berturut turut adalah 345 m 2/Kg; 260 m2/Kg. Sehingga

pada sisi kehalusan Semen Merah putih lebih unggul dari pada Semen

Serang

2. Pemuaian

SNI membatasi nilai maksimal pemuaian sebesar 0,80 %. Artinya

semakin kecil nilai pemuaian maka semakin baik. Nilai pemuaian pada

Semen Padang sebesar 0,02 dan pada semen Serang Sebesar 0,80 %.

Sedangkan pada Merah Putih tidak tercantum datanya

53
3. Penyusutan

Aturan SNI membatasi nilai penyusutan maksimal sebesar 0,20 %.

Artinya semakin kecil nilai penyusutan maka makin baik. Nilai

penyusutan dari Semen Padang sebesar 0,00 % dan pada semen Merah

putih sebesar 0,20 %. Sedangkan Semen Serang tidak tercantum datanya

4. Kuat tekan 3 hari, 7 hari dan 28 hari

Dalam aturan SNI, kuat tekan dibatasi dibatasi dengan nilai minimal. Yaitu

berturut turut pada 3 hari, 7 hari dan 28 hari sebesar 125 Kg/cm 2 ; 200

Kg/cm2 ; 250 Kg/cm2. Semkain besar nilai kuat tekan maka makin

baik. Didapatkan nilai kuat tekan 3 hari pada Semen Padang sebesar 188

Kg/cm2, semen Merah putih sebesar 207 Kg/cm2 dan pada Serang sebesar

210 Kg/cm2. Sehingga pada kuat tekan 3 hari Semen Serang lebih

unggul dari Semen Merah Putih

Untuk kuat tekan 7 hari didapatkan pada Semen Padang sebesar 260

Kg/cm2, pada Merah Putih sebesar 346 Kg/cm2 dan pada Semen Serang

sebesar 260 Kg/cm2. Jadi pada kuat tekan 7 hari Semen Merah Putih

lebih unggul dari Semen Serang

Untuk kuat tekan 28 hari semen padang di dapat sebesar 345 Kg/cm 2,

sedangkan pada Semen Merah Putih sebesar 451 Kg/cm2 dan Semen

Serang sebesar 400 Kg/cm2. Sehingga untuk kuat tekan 28 hari Semen

Merah Putih lebih unggul dari Semen Serang

5. Pengikatan awal dan akhir

54
Waktu pengikatan pada pasta semen ada 2 (dua) macam, yaitu waktu ikat

awal (setting time) dan waktu ikat akhir (final setting). Waktu ikat awal

adalah waktu yang dibutuhkan sejak semen bercampur dengan air dari

kondisi plastis menjadi tidak plastis, sedangkan waktu ikat akhir adalah

waktu yang dibutuhkan sejak semen bercampur dengan air dari kondisi

plastis menjadi “keras”. Yang dimaksud dengan keras pada waktu ikat

akhir adalah hanya bentuknya saja yang sudah kaku, tetapi pasta semen

tersebut belum boleh dibebani, baik oleh berat sendiri maupun beban dari

luar. Waktu ikat awal menurut standar SNI minimum adalah 45 menit,

sedangkan waktu ikat akhir maksimum 375 menit. Jadi semakin tinggi

nilai pengikatan awal maka semakin baik dan semakin rendah waktu

ikat akhir makak semakin baik. Didapatkan nilai pengikatan awal pada

Semen Padang sebesar 142 menit. Sedangkan pada Semen Merah Putih

sebesar 126 menit dan Semen Serang sebesar 60 menit. Jadi pada

pengikatan awal Semen Merah Putih lebih unggul dari Semen Serang

Untuk nilai pnegikatan akhir pada Semen Padang didapat 210 menit,

sedangkan Semen Merah putih 210 menit dan Semen Serang sebesar 300

menit. Jadi untuk pengikatan akhir Semen Merah Putih lebih unggul

dari Semen Serang

55
6. Kandungan udara

SNI membatasi kandungan udara dengan nilai maksimal 12 %. Semakin

tinggi nilai kandungan udara pada semen maka nilai kuat tekan

relatif akan menurun. Nilai kandungan udara pada Semen Padang,

Merah Putih dan Serang secara berturut turut adalah 5,65 %; 6,95 %; 12

%. Dari nilai kandungan udara Semen Merah Putih lebih unggul dari

pada Semen Serang.

 Harga Semen Serang, Merah Putih dan Semen Padang (50 Kg)

1. Semen Serang Rp. 46.500/sak

2. Semen Merah Putih Rp. 48.500/sak

3. Semen Padang Rp. 61.000/sak

56
VII. PENUTUP

VII.1. Simpulan

1. Optimasi proses pengeringan

Setelah melakukan percobaan penulis dapat menyimpulkan:

1) Semakin besar suhu pengeringan maka semakin besar laju pengeringan

dan semakin singkat waktu yang diperlukan untuk mengeringkan pasir

2) Semakin besar luas permukaan bahan maka semakin cepat laju

pengeringan yang diperoleh

2. Desain laboratorium

Dari desain ini maka lab ini diperlukan penambahan alat peralatan sebagai

upaya untuk membuat lab pengujiannya menjadi lebih baik dan nyaman dalm

melakukan pengujian.

3. Perbandingan spesifikasi semen

Berdasarkan tabel perbandingan pada syarat kimia dan syarat fisika antara

Semen Merah Putih, Semen Serang dan Semen Padang, maka dapat disimpulkan

bahwa

1) Semen Merah Putih unggul dari Semen Serang dalam sifat kimia yaitu

pada kandungan SO3

2) Untuk sifat fisika Semen Merah Putih lebih unggul dari Semen Serang

pada kehalusan, kuat tekan 7 hari dan 28 hari, pengikatan awal dan

57
pengikatan akhir dan kandungan udara. Sementara Semenn Serang hanya

unggul pada kuat tekan 3 hari

3) Dari sifat fisika dan kimia, Semen Merah Putih lebih unggul 7 poin dari

Semen Serang sedangkan Semen Serang hanya unggul pada sifat fisika

(kuat tekan 3 hari)

VII.2. Saran

1. Optimasi proses pengeringan

Saran yang diberikan adalah:


a) Alat pengeringan dapat direalisasikan agar dapat mengatasi masalah yang

ada

b) Tetap menjaga safety saat melakukan pengeringan pasir

2. Desain laboratorium

Dengan dibuatnya desain ini diharapkan agar menjadi pertimbangan dalam

membuat lab menjadi lebih baik lagi dan diharapkan dapat diwujidkan  

3. Perbandingan spesifikasi semen

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka penulis lebih

merekomendasikan Semen Merah Putih dillihat dari beberapa keunggulan

yang dimiliki oleh Semen Merah Putih dari pada Semen Serang dan juga dilihat

dari harganya hanya selisih Rp.2000 dari Semen Serang. Namun Semen Padang

tetap lebih unggul dari segi kualitas dari Semen Serang Maupun Merah Putih.

58
DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, Leni H. 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Alfabeta. Bandung.


Antoni dan Nugraha, P, 2007. Teknologi Beton, C.V Andi Offset, Yogyakarta.
BSN. (2004). SNI15-0302-2004. Semen Portland Pozolan. Badan Standardisasi
Nasional.
Gutoff, B.E dan Edward D. Cohen. 2016. Multilayer Flexible Packaging (Second
Edition)
Hariawan, J.B., 2007, Pengaruh Perbedaan Karakteristik Type Semen Ordinary
Portland Cement (OPC) dan Portland Composite Cement (PCC) terhadap
Kuat Tekan Mortar, Universitas Gunadarma, Depok.
Fadilah, dkk. 2010. Pengaruh Metode Pengeringan Terhadap Kecepatan
Pengeringan Dan Kualitas Karagenan Dari Rumput Laut Eucheuma
Cottonii. Program Studi Teknik Kimia FT Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.
Geankoplis, Christie J. 1993. Transport Process and Unit Operations, third
edition. Allyn and Bacon Inc. Boston.
Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian No. 384a/kpts /PD.670.030
/L/10/2007 tentang Pedoman Penetapan dan Pengelolaan Laboratorium
Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian No. 3694a/Kpts /OT.160
/L.1/03/2014 tentang Pedoman Pengembangan Sarana Prasarana
Laboratorium
Keputusan Kepala Badan Pengembangan Dan Pemberdayaan Sumber Daya
Manusia Kesehatan Kementerian Kesehatan Nomor
Hk.02.03/I.2/011522/2016 02.03/I.2/011522/2016 tentang Standar
LABORATORIUM DIPLOMA III JAMU
Kemenag. PERSYARATAN DAN STANDAR LABORATORIUM. (Diakses pada
27, Meret 2021)
https://jatim.kemenag.go.id/file/file/PERSYARATAN%20DAN
%20STANDAR%20LABORATORIUM.doc/PERSYARATAN%20DAN
%20STANDAR%20LABORATORIUM.doc
King, C. J. 1971. Freeze Drying of Foods. Chemical Rubber Co., Inc. Boca Raton,
Fla.
Mc. Cabe, W.L. 1993. Unit Operation of Chemical Engineering, 3rd ed. McGraw-
Hill Book Co. New York.
Mahendra, Rendi. 2016. SO/IEC 17025, Standar Kompetensi Laboratorium.
(Diakses pada 27, Maret, 2021)
https://isoindonesiacenter.com/isoiec-17025-standar-kompetensi-laboratorium/
Mujumdar, A. Handbook of Industrial Drying, 3rd ed. CRC Press. Singapura.
Nofrita, R. (2011). Efek Penambahan MgO Terhadap Warna dan Kualitas Semen
Portland Pozolan, Jur. Kimia FMIPA, Universitas Andalas Padang.
Perry, R. H., and Green, D. (1984). Perry’s Chemical Engineer’s Handbook, 6th
ed. McGraw-Hill Book Company. New York.
Prasetyadi, W.P. 2018. Pengaruh Penambahan Pozzolan Pada Ordinary Portland
Cement Terhadap Kualitas Pozzolan Portland Cement

59
Pratomo, Nurhadi. 2018. Asosiasi Semen Indonesia: Konsumsi Semen Tumbuh
Hingga 17% Januari 2018. (Diakses pada 27, Maret, 2021)
https://ekonomi.bisnis.com/read/20180215/12/739174/asosiasi-semen-
indonesia-konsumsi-semen-tumbuh-hingga-17-januari-2018
Treybal, R.E. 1981. Mass Transfer Operations, Chapter: Humidification and
Drying. McGraw-Hill.
Vera, Roosyanto, dan Erry, 2000, Semen Portland Bahan Baku Sifat-Sifat dan
Pengujian. Industrial Relation Division Training and Development
Departement, Citeureup.
WHO. 2011. Laboratory Quality Standards and their Implementation. Hal. 3

60
LAMPIRAN

1. Proses penimbangan pasir

61
2. Berat pasir sebelum ditimbang

62
3. Simulasi pengeringan pasir

63
4. Berat pasir setelah dikeringkan

5. Perbedaan pasir sebelum dan sesudah dikeringkan

64

Anda mungkin juga menyukai