Anda di halaman 1dari 116

EVALUASI KINERJA EVAPORATOR V-1 PADA

PROSES PENGUAPAN CRUDE OIL DENGAN


METODE HEAT LOSS DI KILANG PPSDM
MIGAS CEPU

KERTAS KERJA WAJIB

Oleh :

Nama Mahasiswa : Muhammad Farhan Ramadhany Latupono


NIM : 181420023
Program Studi : Teknik Pengolahan Migas
Bidang Minat : Refinery
Tingkat : II (Dua)

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


POLITEKNIK ENERGI DAN MINERAL
PEM Akamigas

Cepu, Agustus 2020


LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Evaluasi Kinerja Evaporator V-1 pada Proses


Penguapan Crude oil Dengan Metode Heat Loss
di Kilang PPSDM Migas Cepu
Nama Mahasiswa : Muhammad Farhan Ramadhany Latupono
NIM : 181420023
Program Studi : Teknik Pengolahan Migas
Bidang Minat : Refinery
Tingkat : II

Cepu, Agustus 2020


Menyetujui,
Pembimbing Kertas Kerja Wajib,

Prof. Dr. R. Y. Perry Burhan, M.Sc.


NIP. 19590215 198701 1 001

Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknik Pengolahan Migas,

Arif Nurrahman, S.T., M.T.


NIP. 19860725 201503 1 002
KATA PENGANTAR
‫يم‬ ٰ ‫ٱلر ْح هم ِن‬
ِ ِ‫ٱلرح‬ ِ ٰ ‫س ِم ه‬
ٰ ‫ٱَّلل‬ ْ ‫ِب‬

Segala puji hanya milik Alloh Subhanahu Wa Ta’ala, Rabb Semesta Alam
yang dengan kenikmatan dari-Nya segala kebaikan menjadi sempurna, sehingga
penulis dapat menyelesaikan praktik kerja lapangan dalam program Diploma IV
Politeknik Energi dan Mineral (PEM) Akamigas Cepu di Pusat Pengembangan
Sumber Daya Manusia Minyak dan Gas Bumi (PPSDM) Migas Cepu pada tanggal
20 Juli - 30 Juli 2020, serta menyelesaikan penulisan dan penyusunan Kertas Kerja
Wajib yang kami beri judul “Evaluasi Kinerja Evaporator V-1 Pada Proses
Penguapan Crude Oil Dengan Metode Heat Loss Di Kilang PPSDM“.
Sholawat dan Salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga, para shahabat, serta umat beliau yang
senantiasa mengikuti petunjuk beliau dengan lurus.
Kertas Kerja Wajib ini diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan Program
Diploma IV Tingkat II pada program studi Teknik Pengolahan Migas PEM
Akamigas Cepu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian Kertas Kerja Wajib ini
tidak terlepas atas dukungan semua pihak. Oleh karena itu, perkenankan pada
kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terimakasih yang tidak terhingga kepada:
1. Allah Azza wa Jalla
2. Kedua orang tua penulis (Said Latupono dan Bokihadji Latuamury), kakak
kami tercinta (Fadhilah Sophia Latupono) dan dua adik kami (Ghina Nabila
Latupono dan Kian Siripati Latupono) serta segenap keluarga besar yang
senantiasa memberikan dukungan dan motivasi selama ini
3. Bapak Prof. Dr. R.Y. Perry Burhan, M.Sc. selaku Direktur PEM Akamigas
Cepu
4. Tim Dosen Pembimbing: Bapak Prof. Dr. R.Y. Perry Burhan, M.Sc. selaku
Direktur PEM Akamigas Cepu sekaligus Dosen Pembimbing I, Arif
Nurrahman, S.T., M.T. selaku Ketua Program Studi Teknik Pengolahan
Minyak dan Gas dan Bapak Sahadad, S.S.T. selaku Dosen Pembimbing II atas
segala saran, bimbingan, masukan, dan pengetahuan selama penelitian
berlangsung dan selama penulisan Kertas Kerja Wajib ini
5. Mas Herro Gama dan Mas Adam Muhammad yang telah meminjamkan
laptopnya kepada penulis untuk mengerjakan Kertas Kerja Wajib ini
6. Shahabat-shahabat kami: Adam Muhammad, Herro Gama, Syahbakhtiar
Hanif, Mas Aldo Praditya, Muh Akbar, Tubagus Shaufa, Dede Arpendo, Mas
Aldy Praditya, Mas Huda dll serta teman-teman Teknik Pengolahan Migas
angkatan 2018
7. Serta semua pihak yang penulis tidak bisa sebutkan satu per satu. Semoga Allah
Subhanahu wa Ta’ala memberikan balasan yang berlipat ganda.

i
"Tidak ada gading yang tak retak”. Penulis menyadari atas keterbatasan
pengetahuan dan pemikiran penulis, sehingga kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penulisan dan
penyusunan laporan Kertas Kerja Wajib ini. Semoga Kertas Kerja Wajib ini
bermanfaat dan memenuhi harapan berbagai pihak.

Cepu, Agustus 2020


Penulis,

Muhammad Farhan R Latupono


NIM. 181420023

ii
LEMBAR PENCATATAN KEGIATAN PEMBIMBINGAN KKW

Nama Mahasiswa : Muhammad Farhan Ramadhany Latupono


NIM : 181420023
Program Studi : Teknik Pengolahan Minyak dan Gas
Bidang Minat : Refinery
Tingkat : II ( dua )
Dosen Pembimbing : Prof. Dr. R. Y. Perry Burhan, M.Sc.
Judul : Evaluasi Kinerja Evaporator V-1 pada Proses Penguapan
Crude oil Dengan Metode Heat Loss di Kilang PPSDM
Migas Cepu

Ringkasan Materi Selesai Perbaikan


No Tanggal Paraf
Bimbingan KKW
Tanggal Paraf
1 25/08/2020 KKW Lengkap 25/08/2020
2 1/09/2020 Presentasi KKW 1/09/2020

Cepu, Agustus 2020


Ketua Program Studi
Teknik Pengolahan Minyak dan
Gas

Arif Nurrahman, S.T., M.T,


NIP. 19860725 201503 1 002

iii
ABSTRAK

EVALUASI KINERJA EVAPORATOR V-1 PADA PROSES PENGUAPAN


CRUDE OIL DENGAN METODE HEAT LOSS DI KILANG PPSDM
MIGAS CEPU

oleh:
Muhammad Farhan Ramadhany Latupono
NIM : 181420023
(Program Studi Diploma-IV Teknik Pengolahan Minyak dan Gas Bumi)

Evaporator merupakan alat untuk mengevaporasi larutan dengan prinsip


kerja yaitu menambahkan kalor atau panas yang bertujuan untuk memekatkan suatu
larutan yang terdiri dari zat pelarut yang memiliki titik didih yang rendah dan
pelarut yang memiliki titik didih yang tinggi. Sehingga, pelarut yang memiliki titik
didih rendah akan menguap dan menjadi produk atas (top product) dan hanya
menyisakan larutan yang lebih pekat dan memiliki konsentrasi yang lebih tinggi
dan menjadi produk bawah (bottom product).
Pada distilasi atmosferik Unit Kilang Cepu terdapat suatu Evaporator yang
di dalamnya terdapat proses penguapan crude oil yaitu proses pemisahan antara uap
dan cairan yaitu pemisahan fraksi berat (residu) yang merupakan produk bawah dan
fraksi ringan yang merupakan produk atas. Produk atas yang dihasilkan berupa
Pertasol CA. Pertasol CB, Pertasol CC dan Solar. Sedangkan produk bawah yang
dihasilkan adalah Residu.
Metode yang digunakan untuk menghitung efisiensi evaporator adalah
metode heat loss. Kelebihan metode ini adalah secara tidak langsung bisa membuat
neraca panas antara panas masuk dan keluar pada alat evaporator.
Dari pengamatan yang dilakukan selama lima hari, didapatkan jumlah rata-
rata massa total yang masuk dan keluar adalah 27561,6132 lb/h. Sedangkan panas
total yang masuk adalah 12581892,3 Btu/h dan panas yang keluar sebesar
9856457,656 Btu/h sehingga terdapat heat loss sebanyak 2725434,62 Btu/h dengan
persen heat loss 21.6615638 %. Jadi efisiensi pada Evaporator V-1 sebesar
78,3384362 %. Nilai efisiensi tersebut menunjukan bahwa Evaporator masih dapat
beroperasi dengan hasil yang cukup optimal.

Kata Kunci : Evaporator, Heat loss, Efisiensi, Neraca Massa, Neraca Panas

iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
ABSTRAK ............................................................................................................. iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... x
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
1.3. Hipotesis ................................................................................................... 4
1.4. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5
1.5. Batasan Masalah ....................................................................................... 5
1.6. Manfaat Penelitian .................................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 7
2.1. Pendahuluan Minyak Bumi....................................................................... 7
2.2. Komposisi Senyawa Hidrokarbon ............................................................ 8
2.3. Fraksi Minyak Bumi ............................................................................... 14
2.4. Produk Kilang PPSDM Migas Cepu....................................................... 17
2.5. Pendahuluan Evaporator ........................................................................ 21
2.6. Klasifikasi Evaporator ............................................................................ 24
2.7. Fungsi Pada Evaporator ......................................................................... 38
2.8. Proses Pada Evaporator .......................................................................... 39
2.9. Kondisi Operasi Evaporator ................................................................... 39
2.10. Rumus Dasar Perhitungan..................................................................... 42
III. METODE PENELITIAN............................................................................... 46
3.1. Tempat dan Waktu .................................................................................. 46
3.2. Alat dan Bahan ........................................................................................ 46
3.3. Subjek Penelitian .................................................................................... 47
3.4. Variabel Penelitian .................................................................................. 50
3.5. Metode Kerja .......................................................................................... 51
3.6. Metode Analisis ...................................................................................... 53
IV. PEMBAHASAN ............................................................................................ 54

v
4.1. Process Flow Diagram Crude Destilation Unit (CDU) ......................... 54
4.2. Process Flow Diagram Evaporator V-1 ................................................. 70
4.3. Data Perhitungan Evaluasi Evaporator V-1 ........................................... 72
4.4. Perhitungan Neraca Massa pada Kolom Evaporator V-1 ...................... 74
4.5. Perhitungan Neraca Panas pada Kolom Evapoator V-1 ......................... 78
4.6. Hasil Penelitian ....................................................................................... 85
4.7. Analisis Hasil .......................................................................................... 86
V. PENUTUP...................................................................................................... 90
5.1. Kesimpulan ............................................................................................. 90
5.2. Saran ....................................................................................................... 91
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 92
LAMPIRAN .......................................................................................................... 93

vi
DAFTAR TABEL

Tabel IV. 1 Data Rata-Rata Temperatur dan Tekanan Evaporator V-1


Tanggal 20,23,24,27,28 Juli 2020 ............................................ 72
Tabel IV. 2 Data Rata-Rata Densitas, Spesific Grafity dan Massa Tanggal
21,23,24,27,28 Juli 2020 .......................................................... 72
Tabel IV. 3 Data Flow Rate Tanggal 20 Juli 2020 ...................................... 72
Tabel IV. 4 Data Rata-rata Distilasi ASTM Komponen Feed dan Produk
Tanggal 21,23,24,27,28 Maret 2020 ........................................ 73
Tabel IV. 5 Konversi Suhu Destilasi ASTM ke Suhu EFV......................... 75
Tabel IV. 6 Suhu ASTM dan EFV pada P 1 atm dan P 1,37 atm ................ 76
Tabel IV. 7 Hasil Perhitungan TDRV, Slope Destilasi, Faktor Koreksi,
TDRM dan K ............................................................................ 80
Tabel IV. 8 Tabel Hasil Perhitungan oAPI dan Heat Content Terkoreksi82
Tabel IV. 9 Tabel perhitungan massa flow rate dan heat ............................ 84
Tabel II.1. Spesifikasi Produk Pertasol CA (Spec. Produk Kilang PPSDM
Migas,0020XXCVV2012)........................................................ 17
Tabel II.2. Spesifikasi Produk Pertasol CB (Spec. Produk Kilang PPSDM
Migas, 2012) ............................................................................. 18
Tabel II.3. Spesifikasi Produk Pertasol CC (Spec. Produk Kilang PPSDM
Migas, 2012) ............................................................................. 19
Tabel II.4. Spesifikasi Produk Pertasol CC ................................................ 20
Tabel II.5. Spesifikasi Minyak Bakar Cepu (MBC) atau Residu (Spec.
Produk Kilang PPSDM Migas, 2012) ...................................... 21
Tabel III.1. Spesifikasi Alat Evaporator: ..................................................... 47
Tabel III.2. Kondisi Operasi Alat: ............................................................... 47
Tabel III.3. Kapasitas dan Lokasi Alat: ....................................................... 48
Tabel IV.1. Data Rata-rata Temperatur dan Tekanan Evaporator V-1
Tanggal 20,23,24,27,28 Juli 2020 ............................................ 72
Tabel IV.2. Data Rata - Rata Distilasi ASTM Komponen Feed dan Produk
Tanggal 21,23,24,27,28 Maret 2020 ........................................ 72

vii
Tabel IV.3. Data Flow Rate Tanggal 20 Juli 2020 ...................................... 72
Tabel IV.4. Data Rata - Rata Densitas, Spesific Grafity dan Massa Tanggal
21,23,24,27,28 Juli 2020 .......................................................... 72
Tabel IV.5. Hasil perhitungan TDRV, slope destilasi, factor koreksi,
TDRM dan K ............................................................................ 80
Tabel IV.6. Tabel Hasil Perhitungan oAPI dan Heat Content Terkoreksi .. 82
Tabel IV.7. Tabel perhitungan massa flow rate dan heat ............................ 84

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar I.1. Alur proses upstream dan downstream pada kegiatan usaha hulu
minyak dan gas (SKK Migas, 2015) ........................................ 2
Gambar II.1. Skema Evaporator Pipa Pendek (Heldman et al., 1992) .......... 26
Gambar II.2. Skema Evaporator Pipa Panjang (Heldman et al., 1992) ......... 27
Gambar II.3. Skema Evaporator Pipa Panjang Vertikal (Heldman et al.,
1992) ......................................................................................... 29
Gambar II.4. Skema Evaporator Pipa Aliran Bertenaga (Heldman et al.,
1992) ......................................................................................... 30
Gambar II.5. Skema Evaporator Lapisan Tipis Teraduk Lapisan Tersapu
(Heldman et al., 1992) .............................................................. 31
Gambar II.6. Skema Evaporator Pelat Datar (Heldman Et al., 1992) ............ 32
Gambar II.7. Diagram Skematis Dari Single-Effect Evaporator (Toledo,
1991) ......................................................................................... 34
Gambar II.8. Neraca Massa pada Kolom Evaporator .................................... 42
Gambar III.1. Evaporator Plant ....................................................................... 48
Gambar III.2. Desain Evaporator .................................................................... 49
Gambar IV.1. Alur proses flow diagram Crude Destilation Cnit (Distributed
Control System, 2020).............................................................. 54
Gambar IV.2. Alur proses Evaporator V-1 pada Unit Destilasi di Kilang
PPSDM Migas (Distributed Control System, 2020) ................ 70

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran.1. Grafik EFV Vaporization Correlation For Petroleum Fractions


(Edmister, Aplplied Hydrocarbon Thermodynamics pg. 122) . 93
Lampiran.2. Grafik Hubungan Antara T ASTM vs. T EFV dalam
(Edmister, Applied Hydrocarbon Thermodynamics pg. 123) .. 94
Lampiran.3. Grafik Hubungan Antara molal, volumetrik, danTitik Didih
Rata-Rata untuk Slope ASTM (W.L Nelson, Petroleum
Refinery Engineering - 4th Edition pg. 172) ............................ 95
Lampiran.4. Grafik Heat Content dari Fraksi-Fraksi Minyak Bumi (W.L
Nelson, Petroleum Refinery - 4th Edition) ............................... 96
Lampiran.5. Grafik Penentuan Temperatur dan Tekanan Uap Hidrokarbob
(Maxwell, Data Handbook on Hydrocarbon pg. 4) .................. 97
Lampiran.6. Struktur Organisasi PPSDM Migas Cepu ................................ 98
Lampiran.7. Diagram Alir Proses Pengolahan Air PPSDM Migas Cepu ..... 99
Lampiran.8. Diagram Alir Proses Pengolahan Air di CPI PPSDM Migas
Cepu .......................................................................................... 100
Lampiran.9. Diragram Proses Pengolahan Air di Area Bak YAP ................ 101
Lampiran.10. Flow Diagram Wax Plant Unit PPSDM Migas Cepu .............. 102
Lampiran.11. Flow Diagram Crude Destilation Unit PPSDM Migas Cepu ... 103

x
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kondisi perminyakan di Indonesia sangat bergantung pada cara

pengelolaannya, baik pengelolaan yang dilakukan oleh pemerintah dengan berbagai

kebijakannya, maupun pengelolaan dari pihak perusahaan asing yang menyangkut

aspek produkasi dan distribusi. Berdasarkan standar dunia, daerah minyak

Indonesia merupakan daerah yang produktif dan menguntungkan (Basundoro P,

2017)

Minyak bumi yang berasal dari ladang minyak berupa minyak mentah.

Minyak mentah ini kemudian disalurkan melalui pipa-pipa minyak menuju tempat

pengolahan yang dinamakan kilang minyak atau unit pengolahan minyak. Dalam

unit pengolahan ini, dilakukan pemecahan atau pemisahan minyak dengan cara

pemanasan sehingga menjadi beberapa fraksi atau beberapa jenis bemtukan.

Selanjutnya, tiap fraksi hasil pemisahan diperlakulan khusus sesuai dengan sifat-

sifat fisika dan sifat kimianya (Haryata Y, 2019)

Pengolahan adalah kegiatan utama dalam kegiatan usaha industri hilir

minyak dan gas bumi, pengolahan bertujuan untuk memurnikan minyak mentah

(crude oil) menjadi produk-produk Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Non Bahan

Bakar Minyak (Non BBM) bernilai tinggi yang sangat dibutuhkan masyarakat.

Pengolahan Minyak Bumi yang dilakukan di kilang-kilang baik yang di operasikan

oleh Pertamina, Pemerintah dan swasta yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia

1
bertujuan untuk memenuhi pasokan BBM Nasional. Hampir 99% kebutuhan BBM

Nasional yang diolah di dalam negeri diolah di kilang (Refinery Unit) yang

dioperasikan oleh PT Pertamina (Persero) sementara sisanya di kilang Pemerintah

dan Swasta (Risdiyanta, 2015). Adapun alur proses upstream dan dowmstream pada

kegiatan hulu minyak dan gas dapat dilihat pada Gambar I.1.

Gambar I. 1 Alur proses upstream dan downstream pada kegiatan


usaha hulu minyak dan gas (SKK Migas, 2015)

Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Minyak dan Gas Bumi

(PPSDM Migas) adalah instansi pemerintah di bawah Kementerian Energi dan

Sumber Daya Mineral. Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya

Mineral nomor 13 Tahun 2016, PPSDM Migas mempunyai tugas melaksanakan

pengembangan sumber daya manusia di bidang minyak dan gas bumi (Yoeswono,

et al, 2016).

Untuk menunjang kegiatan pengembangan SDM diperlukan sarana

prasarana yang mendukung kegiatan tersebut. Kilang PPSDM Migas merupakan

2
salah satu sarana pendukung dalam kegiatan pengembangan SDM sub-sektor

minyak dan gas bumi sekaligus sebagai pelayanan jasa pengolahan minyak mentah

bekerja sama dengan PT Pertamina (Persero). Kilang PPSDM Migas mengolah

minyak mentah yang dikirim dari PT Pertamina EP Asset 4 Field Cepu dan

menghasilkan produk - produk Pertasol CA, Pertasol CB, Pertasol CC, solar, dan,

Residu/Minyak Bakar Cepu (MBC) (Yoeswono, et al, 2016)

Pengolahan minyak bumi terdiri dari beberapa tahapan, untuk memperoleh

atau mendapatkan produk-produk minyak bumi maka dibutuhkan serangkaian alat

proses dan alat pendukung proses. Alat operasi atau alat proses utama yang

digunakan adalah heat exchanger, furnace, Evaporator, stripper, separator,

condenser, dan cooler.

Pada distilasi atmosferik Unit Kilang Cepu terdapat suatu Evaporator yang

di dalamnya terdapat proses penguapan crude oil yaitu proses pemisahan antara uap

dan cairan yaitu pemisahan fraksi berat (residu) yang merupakan produk bawah dan

fraksi ringan yang merupakan produk atas.

Dalam proses destilasi, kemurnian produk merupakan salah satu parameter

utamanya. Dan kemurnian produk sangat bergantung pada proses pemisahan fraksi-

fraksi hidrokarbon yang kemudian akan menjadi produk yang diinginkan. Salah

satu alat yang berperan dalam proses pemisahan tersebut adalah evaporator.

Sehingga efisiensi dan kinerja dari evaporator perlu dijaga dan perhatikan.

3
1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah di dalam penelitian Kertas Kerja Wajib (KKW) ini

adalah:

1. Bagaimana cara menghitung jumlah produk atas dan produk bawah pada

Evaporator V-1 ?

2. Bagaimana cara menghitung heat loss yang terjadi pada proses penguapan

crude oil di kolom Evaporator V-1 di Kilang PPSDM Migas Cepu ?

3. Bagaimana cara menghitung efisiensi Evaporator V-1 pada proses penguapan

crude oil di Kilang PPSDM Migas Cepu ?.

1.3. Hipotesis

Beberapa hipotesis yang dapat di ambil dari rumusan masalah diatas adalah:

1. Cara menghitung produk atas dan produk bawah adalah dengan menghitung

mass balacnce dari feed yang masuk dan hasil produk keluar dari Evaporator

V-1

2. Cara menghitug heat loss yang terjadi pada proses penguapan crude oil di

Evaporator V-1 adalah dengan menghitung selisih dari panas yang masuk dan

panas yang keluar dari alat tersebut

3. Cara menghitung efisiensi Evaporator V-1 adalah dengan meghitung neraca

panas serta neraca masa dari Evaporator tersebut dan menghitung losses yang

ada.

4
1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian Kertas Kerja Wajib (KKW) ini adalah:

1. Menghitung produk atas dan produk bawah pada kolom Evaporator V-1 di

Kilang PPSDM Migas Cepu

2. Menghitung heat loss yang ada pada kolom Evaporator V-1 di Kilang

PPSDM Migas Cepu

3. Menghitung efisiensi pada kolom Evaporator V-1 di Kilang PPSDM Migas

Cepu.

1.5. Batasan Masalah

Pada Kertas Kerja Wajib ini hanya dibatasi pada perhitungan neraca massa

dan neraca panas serta losses pada kolom Evaporator V-1 di Kilang PPSDM Migas

Cepu sehingga dapat mengetahui efisiensinya.

1.6. Manfaat Penelitian

Manfaat Bagi Mahasiswa:

1. Mengenal dan mempelajari peralatan yang ada di PPSDM Migas Cepu

2. Mempelajari tentang proses-proses yang ada di PPSDM Migas Cepu yang erat

hubungannya dengan refinery process dan teknik kimia (sesuai dengan

Chemical Engineering Tools)

3. Diikutsertakan dalam semua kegiatan yang dapat menambah pengetahuan

mahasiswa, seperti diikutsertakan dalam proyek atau sejenisnya yang terdapat

di PPSDM Migas Cepu

5
4. Melatih pemahaman dalam menganalisa dan melakukan optimalisasi pada

Evaporator V-1 yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi di lapangan.

Bagi Program Studi:

1. Terjalin hubungan kerja sama dengan perusahaan atau industri yang ditempati

untuk kerja praktek

2. Dapat mengetahui korelasi antara ilmu yang diberikan di bangku kuliah dengan

kondisi nyata di industri

3. Sebagai bahan evaluasi di bidang akademik untuk perbaikkan kurikulum.

Bagi Perusahaan dan Industri:

1. Terjalin kerja sama dengan dunia pendidikan

2. Dapat membantu menyiapkan sumber daya manusia yang potensial untuk

perusahaan atau industri

3. Tidak tertutup kemungkinan adanya saran dari mahasiswa pelaksanaan kerja

praktek yang bersifat membangun dan menyempurnakan system yang telah ada

4. Dapat mengevaluasi unjuk kerja dari Evaporator V-1, sehingga dapat

mengetahui apakah Evaporator tersebut perlu dilakukan maintenance atau

tidak agar kinerjanya lebih efisien.

6
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendahuluan Minyak Bumi

Minyak bumi adalah suatu campuran yang kompleks yang terdiri dari

senyawa-senyawa hidrokarbon, yaitu senyawa-senyawa organik yang setiap

molekulnya hanya memiliki unsur karbon dan hidrogen saja. Selain itu di dalam

minyak bumi juga mengandung unsur unsur belerang, nitrogen, oksigen, logam-

logam khusus vianadium, nikel, besi dan tembaga. Unsur-unsur tersebut terdapat

dalam jumlah yang relatif sedikit dan terikat sebagai senyawa-senyawa organic

(Maxwell, 1950).

Komponen minyak bumi terdiri dari 84-87% karbon, 11-14% hidrogen, 0-

3% sulfur, 0-2% oksigen, 0-0.6% nirogen dan kadar logam mulia 0-100 ppm.

Bahan-bahan bukan hidrokarbon ini biasanya dianggap sebagai pengotor

(impurities) karena pada umumnya akan memberikan gangguan pada proses

pengolahan minyak bumi dalam kilang minyak dan akan memperngaruhi mutu

produk (J.H dan Handwerk G.E, 2005).

Dalam proses pengolahan minyak bumi terdapat beberapa tahap yaitu

penguapan, fraksinasi dan pendinginan. Proses pengolahan tersebut berdasarkan

pada sifat-sifat hidrokarbon karena merupakan penyusun senyawa terbesar minyak

bumi. Senyawa-senyawa hidrokarbon banyak ditemukan dalam fraksi minyak

mentah, fraksi-fraksi minyak mentah tersebut diperoleh berdasarkan proses

cracking dan hidrogenasi. Klasifikasi minyak bumi yang paling banyak ditemui

adalah parafin, olefin, diolefin, napthan, aromatik, dan asetilena (Nelson, 1968).

7
2.2. Komposisi Senyawa Hidrokarbon

Minyak bumi merupakan senyawa organik yang terdiri dari karbon dan

hidrogen sehingga disebut sebagal hidrokarbon. Perbandingan unsur-unsur yang

terdapat dalam minyak bumi sangat bervariasi. Berdasarkan atas hasil analisa,

diperoleh data sebagai berikut (Mahfud M dan Sabara, 2018):

• Karbon : 83,0-87,0%

• Hidrogen : 10,0-140 %

• Nitrogen : 0,1-20 %

• Oksigen : 0,05-15 %

• Sulfat : 0,05-60 %

Berdasarkan strukturnya secara umum, maka senyawa hidrokarbon dibagi

atas empat kategori yaitu (Mahfud M dan Sabara, 2018):

1. Parafinik

2. Olefinik

3. Naphthenik

4. Aromatik

Sedangkan golongan olefinik umumnya tidak ditemukan dalam crude oil

demikian juga hidrokarbon asetilen sangat jarang (Mahfud M dan Sabara, 2018).

1. Senyawa Golongan Parafin

Parafin dikarakterisasi oleh kestabilannya yang besar. Senyawa hidrokarbon

golongan parafin ini adalah senyawa hidrokarbon berupa rantai lurus ataupun rantai

bercabang tanpa ikatan rangkap. Rumus empiris dari senyawa hidrokarbon

golongan parafin ini adalah CnH2n+2. Komponen paling sederhana dari hidrokarbon

8
golongan ini ialah metana (CH4). Metana sampai butana (C4H10) berwujud gas pada

tekanan atmosfer. Senyawa parafin yang berwujud cair pada kondisi atmosfer ialah

pentana (C5H12) dan fraksi yang lebih berat dari pentana. Semakin panjang rantai

parafin maka semakin tinggi titik didih dan titik leburnya. Semua minyak bumi

mengandung senyawa parafin ringan sedangkan parafin berat dijumpai pada

minyak bumi yang mengandung lilin. Lilin dapat terdiri dari hidrokarbon parafin

rantai lurus maupun bercabang (Mahfud M dan Sabara, 2018).

Senyawa hidrokarbon parafin adalah senyawaa hidrokarbon jenuh dengan

rantai atom C terbuka. Contoh rumus molekul dari senyawa hidrokarbon paraffin

(Mahfud M dan Sabara, 2018):

CH4 = metana C9H20 = nonana

C2H6 = etana C10H22 = dekana

C3H8 = propana C11H24 = undekana

C4H10 = butana C16H34 = heksadekana

C5H12 = pentana C20H42 = eikosana

C6H14 = heksana C31H64 = hentriakontana

C7H16 = heptana C60H122 = heksakontana

C8H18 = oktana C61H124 = doheksakontana

2. Senyawa Golongan Olefin

Olefin merupakan senyawa hidrokarbon yang memiliki rantai rangkap atau

disebut juga senyawa alkena (C2H2n). Kereaktifan senyawa golongan ini

bergantung pada ikatan rangkap yang dimilikinya. Olefin terdiri atas hidrokarbon

tidak jenuh serta jarang terdapat pada minyak mentah karena berasal dari

9
dekomposisi hidrokarbon tipe lain. Hidrokarbon seri ini dapat bereaksi langsung

dengan klor, brom, asam klorida, dan asam sulfat tanpa menggantikan hidrogen.

Olefin pada konsentrasi tinggi dapat diperoleh pada produk Thermal dan Catalytic

Cracking Unit. Hidrokarbon tak jenuh ini larut dalam asam sulfat. Olefin dengan

titik didih rendah tidak ditemukan dalam minyak mentah. Contoh rumus molekul

dari senyawa hidrokarbon olefin dapat adalah (Mahfud M dan Sabara, 2018):

C2H4 = Etilena

C3H6 = Propilena

C4H8 = Etilen

3. Senyawa Golongan Naften

Naften adalah senyawa hidrokarbon siklis yang lebih kompleks

dibandingkan parafin. Senyawa hidrokarbon ini mempunyai rumus empiris CnH2n.

Ikatan karbon dalam naften adalah ikatan tunggal seperti parafin sehingga naften

merupakan senyawa hidrokarbon jenuh. Senyawa naften merupakan senyawa

dengan jumlah kedua terbanyak setelah parafin pada minyak bumi mentah.

Sebelumnya, naften disebut sebagai metilen namun sekarang dikenal dengan

sebutan sikloalkana. Naften hampir dijumpai dalam semua minyak mentah. Naften

tidak larut dalam asam sulfat. Contoh senyawa naften adalah sikloheksana,

siklopentana, dan siklobutana. Pada Catalytic Reforming Unit, senyawa naften akan

kehilangan atom hidrogennya dan terkonversi menjadi senyawa aromatik. Contoh

rumus molekul dari senyawa hidrokarbon naften adalah (Mahfud M dan Sabara,

2018):

10
C3H6 = siklo propana

C4H8 = siklo butana

C5H10 = siklo pentana

C6H12 = siklo heksana

4. Senyawa Golongan Aromatik

Hidrokarbon bergolongan aromatik sering disebut dengan benzena (C6H6).

Senyawa golongan aromatik merupakan senyawa dengan jumlah ketiga terbanyak

pada minyak bumi mentah. Senyawa ini adalah senyawa hidrokarbon tak jenuh

karena memiliki ikatan rangkap pada rantainya. Senyawa hidrokarbon ini bersifat

aktif dan dapat membentuk asam organik bila teroksidasi. Senyawa ini sengaja

dibentuk melalui proses reformasi katalitik untuk meningkatkan kualitas knocking

pada gasolin. Senyawa aromatik biasanya tidak reaktif, memiliki bau yang khas,

pelarut yang baik, dan memiliki bilangan oktan yang tinggi. Ciri khas dari senyawa

ini adalah rantai 6 karbon yang memiliki 3 ikatan rangkap atau disebut nuclear.

Dalam minyak bumi juga terdapat senyawa aromatik berukuran besar

(polynuclear), misalnya pyrene dan chrysene.

Contoh rumus molekul dari senyawa hidrokarbon aromatik adalah (Mahfud

M dan Sabara, 2018):

C6H6 = benzena

C8H10 = naftalena

C6H5CH3 = metil benzena

C6H5CH2CH3 = etil benzena

5. Senyawa Non Hidrokarbon

11
Selain senyawa hidrokarbon yang telah disebutkan di atas, terdapat juga

berbagai senyawa non-hidrokarbon dalam minyak mentah dan di dalam aliran

sebagai hasil pengilangan. Beberapa senyawa non-hidrokarbon yang terkandung

dalam minyak bumi adalah garam, senyawa sulfur, senyawa nitrogen, senyawa

oksigen, senyawa logam, pasir, mineral dan air (Mahfud M dan Sabara, 2018).

6. Garam

Unsur ini berbentuk senyawa klorida yang selalu menimbulkan kesulitan

pada kolom fraksinasi. Garam dapat terurai secara kimiawi menjadi asam yang

menyebabkan korosi terutama pada dinding atas kolom. Garam ini juga sering

menimbulkan terjadinya penyumbatan pada tray fraksionator dan alat penukar

panas (heat exchanger) (Mahfud M dan Sabara, 2018).

7. Sulfur

Senyawa sulfur ini merupakan komponen pengotor terbesar dalam minyak

bumi. Konsentrasi senyawa sulfur bervariasi antar jenis minyak bumi. Minyak

mentah tergolong asam jika mengandung sulfur lebih dari 0,05 cu.ft. per seratus

galon minyak. Minyak bumi dengan densitas lebih tinggi mengandung belerang

semakin tinggi. Senyawa sulfur dalam minyak biasanya tidak stabil terhadap panas.

Senyawa sulfur dalam senyawa yang tidak bersifat asam dapat dihilangkan dengan

proses hydrotreating. Kehadiran senyawa sulfur pada minyak bumi dapat

menimbulkan masalah berupa korosi pada kilang. Jumlah dan tipe senyawa sulfur

yang terdapat dalam minyak bumi sangat beragam. Senyawa sulfur yang paling

ringan ialah hidrogen sulfida yang berwujud gas dan bersifat sangat korosif. Contoh

senyawa sulfur yang lain adalah mercaptan (R-SH). Senyawa sulfur dapat

12
menurunkan kinerja TEL untuk meningkatkan bilangan oktan pada gasolin dan

menurunkan aktivitas kerja katalis (Mahfud M dan Sabara, 2018).

8. Senyawa Nitrogen

Kandungan nitrogen dalam hampir semua minyak mentah biasanya kurang

dari 0,1% berat. Ada beberapa tipe utama senyawa hidrokarbon-nitrogen dan

mempunyai struktur lebih kompleks dibandingkan dengan senyawa hidrokarbon-

sulfur. Senyawa nitrogen stabil terhadap panas sehingga kandungan nitrogen dalam

fraksi ringan sangat rendah. Senyawa nitrogen yang terkandung pada minyak bumi

dapat diklasifikasi menurut sifat basa atau tidak. Senyawa nitrogen yang terkandung

dalam minyak bumi dapat menjadi racun katalis pada proses katalitik. Oleh karena

itu, sebelum memasuki proses katalitik dilakukan proses hydrotreating untuk

menurunkan kandungan nitrogen pada umpan proses katalitik (Mahfud M dan

Sabara, 2018).

9. Senyawa Oksigen

Senyawa oksigen dalam minyak mentah biasanya berupa asam karboksilat,

fenol, amida, keton, dan benzofuran. Senyawa oksigen akan mudah terpisah dari

minyak mentah karena sifatnya yang asam. Kandungan oksigen pada minyak

mentah sangat bervariasi dari 0.03% (Irak dan Mesir) sampai 3% (California).

Asam naftenat yang memberikan keasaman dalam minyak mentah adalah senyawa

yang penting untuk produksi petrokimia. Senyawa oksigen tidak menyebabkan

masalah serius seperti halnya senyawa sulfur dan nitrogen pada proses katalitik

(Mahfud M dan Sabara, 2018).

13
10. Logam-logam

Logam-logam yang umum terdapat dalam minyak bumi adalah logam

arsenik, timbal, nikel, dan besi. Sebagian logam logam ini akan mengendap sebagai

produk bawah pada kolom distilasi vakum. Arsenik dan timbal merupakan "racun”

bagi katalis pada catalytic reforming sedangkan vanadium, nikel dan besi

merupakan racun bagi katalis yang digunakan dalam proses perengkahan katalitik

(catalytic cracking) (Mahfud M dan Sabara, 2018).

11. Pasir Mineral Lain dan Air

Senyawa-senyawa ini tersuspensi dalam minyak mentah. Pasir mineral

merupakan bahan bawaan minyak tapi juga bisa berasal dari proses pengeboran

minyak mentah. Air yang terkandung dalam minyak juga terbawa oleh minyak

bumi tapi pada kasus minyak mentah berat (heavy crude oil) air sengaja

diemulsikan dengan minyak agar minyak dapat dialirkan. Material-material ini

dapat dihilangkan pada desalter (Mahfud M dan Sabara, 2018).

2.3. Fraksi Minyak Bumi

Minyak bumi dapat diolah menjadi produk dengan cara destilasi bertingkat

(atmosferik) berdasarkan titik didihnya. Berikut merupakan hasil olahan minyak

bumi yang terbagi berdasarkan sifat atau wujudnya (Hardjono, 2001):

1. Gas

Gas merupakan fraksi dalam minyak bumi terdiri atas senyawa hidrokarbon

C1 sampai dengan C4. Fraksi-fraksi dalam minyak bumi yang berbentuk gas antara

lain sebagai berikut (Hardjono, 2001):

14
a. Liquid Natural Gas (LNG)

LNG atau gas alam cair komponen utamanya terdiri atas gas metana dan

etana. LNG dapat digunakan sebagai bahan baku produksi gas hydrogen

b. Liquid Petroleum Gas (LPG)

LPG atau gas petroleum cair komponen utamanya adalah gas propana, butana,

serta sedikit etana dan pentana. LPG digunakan sebagai bahan bakar rumah

tangga untuk mengurangi laju pemakaian minyak mentah.

2. Cair

a. Naphtha

Naphtha merupakan fraksi minyak bumi berbentuk cair yang mudah menguap.

mempunyai titik didih antara 40°C - 150°C Komponen naphtha mempunyai

nomor atom karbon C9 – C12. Naphtha dapat diolah menjadi bahan bakar

kendaraan bermotor (seperti premium) dan penerbangan (aviation gasoil)

b. Kerosene

Kerosene adalah cairan hidrokarbon yang tak berwarna dan mudah terbakar

yang diperoleh dengan cara destilasi fraksionasi. Kerosene mempunyai titik

didih 150°C - 275°C. Kerosene mempunyai komponen pada atom karbon C9-

C14. Minyak tanah (kerosene atau parafin) merupakan fraksi dari minyak bumi

yang paling banyak digunakan dalam keperluan rumah tangga

Minyak tanah yang di destilasi langsung dari minyak mentah membutuhkan

perawatan khusus, dalam sebuah unit merox atau hydrotreater untuk

mengurangi kadar belerang dan pengaratannya. Minyak tanah dapat juga

15
diproduksi oleh hydrocracker yang digunakan untuk memperbaiki kualitas

bagian dari minyak mentah yang akan bagus untuk bahan bakar minyak.

3. Gasoil

Gasoil dapat digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel. Gasoil

mempunyai titik didih antara 250 °C – 350 'C. Gasoiil mempunyai atom karbon

C15-C20

4. Long Residu

Long residu merupakan hasil akhir dari proses distilasi atmosferik, tetapi

masih dapat diolah lagi dengan distilasi vakum menjadi LVGO (light vacuum gas

oil) dalam proses lebih lanjut dapat diolah menjadi solar, HVGO (high vacuum gas

oil) merupakan fraksi dengan rantai atom panjang dapat dipecah dengan

penambahan gas hidrogen menjadi fraksi: naphtha, kerosene, atau avtur dan gasoil

serta POD (paraffin oil distillate) merupakan bahan baku lilin serta short residu

dapat digunakan sebagai penambah fraksi ringan.

16
2.4. Produk Kilang PPSDM Migas Cepu

Produk utama dari pengolahan minyak mentah di PPSM Migas Cepu adalah

pertasol CA, CB, CC, solar, dan residu.

Pertasol ini merupakan campuran hidrokarbon cair yang mempunyai trayek

didih 45 sampai 250 °C. Pertasol / gasoline / bensin merupakan produk yang

terpenting karena digunakan sebagai bahan bakar motor, pelarut (solvent),

pembersih dan lain-lain.

Berdasarkan hasil rekapitulasi pengolahan kilang PPSDM Migas Cepu

tahun 2017 diperoleh data sebagai berikut:

a. Pertasol CA

Pertasol CA merupakan campuran hidrokarbon cair yang mempunyai trayek

didih 45 sampai 150 °C dan produk yang dihasilkan 10,15% yield. Spesifikasi

dan kapasitas produksi dari pertasol CA dapat dilihat pada Tabel II.1.

Tabel II. 1 Spesifikasi Produk Pertasol CA (Spec. Produk Kilang PPSDM


Migas, 2012)
Metode Spek. Pertasol CA
No Parameter Uji Satuan
ASTTM Min Max
1 Density at 15 oC Kg/m3 D-1298 720 735
Destilasi:
o
2 IBP C D-86 45 -
o
End Point C - 150
3 Color Saybolt - D-156 +25 -
Copper Strip Corotion
4 - D-130 No.1
2 hrs/100oC
5 Dostor Test - D-4952 Negative
6 Aromatic Content % Volume D-1319 20

17
b. Pertasol CB

Pertasol CB merupakan campuran hidrokarbon cair yang mempunyai trayek

didih 100 sampai 200°C dan produk yang dihasilkan 5,53% yield. Spesifikasi

dan kapasitas produksi dari pertasol CB dapat dilihat pada Tabel II.2.

Tabel II. 2 Spesifikasi Produk Pertasol CB (Spec. Produk Kilang PPSDM


Migas, 2012)
Metode Spek. Pertasol CB
No Parameter Uji Satuan
ASTTM Min Max
o 3
1 Density at 1 5 C Kg/m D-1298 765 780
Destilasi:
o
2 IBP C D-86 100 -
o
End Point C - 200
3 Color Saybolt - D-156 +18
Copper Strip Corotion
4 - D-130 No.1
2 hrs/100 oC
5 Dostor Test - D-4952 Negative
6 Aromatic Content % Volume D-1319 20

18
c. Pertasol CC

Pertasol CC merupakan campuran hidrokarbon cair yang mempunyai trayek

didih 124 sampai 250 °C dan produk yang dihasilkan 2,06 % yield. Spesifikasi

dan kapasitas produksi dari pertasol CC dapat dilihat pada Tabel II.3.

Tabel II. 3 Spesifikasi Produk Pertasol CC (Spec. Produk Kilang PPSDM


Migas, 2012)
Metode Spek. Pertasol CC
No Parameter Uji Satuan
ASTTM Min Max
o 3
1 Density at 15 C Kg/m D-1298 782 796
Destilasi:
o
2 IBP C D-86 124
o
End Point C 250
3 Color Saybolt - D-156 +16
Copper Strip Corotion
4 - D-130 No.1
2 hrs/100 oC
5 Dostor Test - D-4952 Negative
6 Aromatic Content % Volume D-1319 2

19
d. Solar / Gasoil

Solar / gas oil memiliki trayek titik didih 250-350°C. Kapasitas produksi yang

dihasilkan adalah 54,84 % yield. Spesifikasi bahan bakar Minyak. Jenis

Minyak Solar 48 dapat dilihat pada tabel II.4.

Tabel II. 4 Spesifikasi Produk Pertasol Solar (Spec. Produk Kilang PPSDM
Migas, 2012)
Metode Spek. Solar 48
No Karakteristik Satuan
ASTTM Min Max
Cetane Number - D 615-95 48 -
1
Cetane Index - D 4737-96a 45 -
Berat Jenis D 1298 atau
2 o Kg/m3 825 860
(pada suhu 15 C) D 4052-96
Viscosity (pada suhu
3 mm2/s D 445-97 2,0 4,5
40oC)

4 Sulfur Content % m/m D 266-98 0,35 -


o
5 Destilation T 95 C D 86-96a - 370
o
6 Flash Point C D 93-99c 52 -
o
7 Pour Point C D 97 - `18
8 Carbon Residu % m/m D 4530-93 - 0,1
9 Water Content mg/Kg D 1744-92 - 500
10 Biological Growth *) - - - -
11 Kandungan FAME *) % v/v - - -
Kandugnan Metanol Tidak
12 % v/v D 4815 -
dan Etanol *) Terdeteksi
13 Copper Strip Corotion Ment D 130-94 - Kelas 1
14 Ash contain % m/m D 482-95 - 0,01
15 Kandungan Sedimen % m/m D 473 - 0,01
mg
16 Bilangan Asam Kuat D 664 - 0
KOH/g
Mg
17 Bilangan Asam Total D 664 - 0,6
KOH/g
18 Partikulat Mg/l - - D 2276-99
Jernih dan
19 Penampilan Visual - - -
Terang
No.
20 Warna D 1500 - 3,0
ASTM
21 Lubercity Micron D 6079 - 460

20
e. Residu

Residu merupakan fraksi berat dari minyak bumi yang mempunyai titik didih

paling tinggi yaitu 350 °C dan merupakan hasil bawah dari residu stripper (C-

5). Residu biasanya digunakan sebagai bahan bakar dalam pabrik karena

mempunyai heating value yang tinggi. Kapasitas produksi yang dihasilkan

21,77% yield. Spesifikasi Minyak Bakar Cepu (MBC) atau Residu dapat dilihat

pada tabel II.5.

Tabel II. 5 Spesifikasi Minyak Bakar Cepu (MBC) atau Residu (Spec.
Produk Kilang PPSDM Migas, 2012)
Spek. Solar 48
No Karakteristik Satuan Metode ASTTM
Min Max
1 Nilai Kalori MJ/Kg D 240 41,87 -
Viskositas Kinematik
2 mm2/s D 445 - 180
(pada suhu 50 oC)
3 Ash Content % m/m D 482 - 0,10

4 Sulfur Content % m/m D 1552/2622 - 3,5

5 Density at 15oC Kg/m3 D 1298 - 991


o
6 Flash Point C D 93 60 -
o
7 Pour Point C D 97 - `48
8 Carbon Residu % m/m D 189/4530 - 16
9 Water Content % v/v D 95 - 0,75
10 Aluminum + silicon mg/Kg D 5184/AAS - 80
11 Vanadium mg/Kg D AAS - 200
12 Total Sediment % m/m D 473 - 0,1

2.5. Pendahuluan Evaporator

Menurut Nelson (1968) Evaporator merupakan alat untuk mengevaporasi

larutan dengan prinsip kerja yakni menambahkan kalor atau panas yang bertujuan

untuk memekatkan suatu larutan yang terdiri dari zat pelarut yang memiliki titik

didih yang rendah dengan pelarut yang memiliki titik didih tinggi sehingga pelarut

21
yang memiliki titik didih rendah akan menguap dan hanya menyisahkan larutan

yang lebih pekat dan memiliki konsentrasi yang lebih tinggi. Proses evaporasi

memiliki ketentuan, yaitu:

1) Pemekatan larutan didasarkan pada perbedaan titik didih antar zat-zatnya.

2) Titik didih cairan dipengaruhi oleh tekanan.

3) Dijalankan pada suhu yang lebih rendah dari titik didih normal.

4) Titik didih cairan yang mengandung zat yang tidak menguap akan tergantung

tekanan dan kadar zat tersebut,

5) Beda titik didih larutan dengan titik didih cairan murni disebut kenaikan titik

didih (boiling range).

1. Pengertian Evaporasi

Evaporasi adalah suatu proses dimana molekul yang berada dalam fasa cair

berubah menjadi fasa gas secara spontan. Tujuan utama dari proses evaporasi

adalah meningkatkan konsentrasi suatu zat dalam larutan tertentu. Proses evaporasi

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu (Christie J. Geankoplis, 1993):

a. Konsentrasi zat terlarut dalam larutan

Pada umumnya, larutan yang masuk ke dalam Evaporator berkonsentrasi

rendah, memiliki viskositas yang rendah hampir sama dengan air dan memiliki

nilai koefisien pindah panas yang cukup tinggi. Setelah mengalami proses

evaporasi, konsentrasi dan viskositas larutan akan meningkat. Hal ini

menyebabkan nilai koefisien pindah panas turun drastis.

22
b. Kelarutan

Ketika larutan dipanaskan dan konsentrasi zat terlarut meningkat, batas nilai

kelarutan suatu zat akan tercapai sebelum terbentuk kristal/padatan. Kondisi ini

adalah batas maksimum konsentrasi zat terlarut dalam larutan yang bisa dicapai

melalui proses evaporasi. Pada batas kelarutan ini, jika larutan panas

didinginkan kembali ke suhu ruang maka akan terbentuk kristal.

c. Temperatur sensitif dari suatu zat

Banyak produk, terutama produk pangan dan produk biologi lainnya sangat

sensitif terhadap temperatur dan mudah terdegradasi pada suhu tinggi.

d. Foaming

Beberapa zat yang membentuk larutan kaustik, larutan pangan seperti susu

skim, dan beberapa larutan asam lemak akan membentuk busa (foam) selama

proses pemanasan. Busa akan mengikuti uap keluar dari Evaporator sehingga

menyebabkan ada massa yang hilang.

e. Tekanan dan Temperatur

Titik didih suatu larutan bergantung pada tekanan dari sistem. Semakin tinggi

tekanan dalam sistem, maka titik didih suatu larutan akan semakin tinggi.

Dalam proses evaporasi, semakin tinggi konsentrasi larutan maka temperatur

akan semakin tinggi pula. Oleh karena itu, jika ingin menjaga agar suhu tidak

terlalu tinggi digunakan tekanan di bawah atm (keadaan vakum).

23
2.6. Klasifikasi Evaporator

Dalam perancangan Evaporator factor yang paling penting ialah

perpindahan panas, maka luas permukaan panas sangat menentukan harga

Evaporator. Oleh karena itu dipilih bahan yang mempunyai koefisien perpindahan

panas paling tinggi. Evaporator pada umumnya diklasifikasikan menjadi 4 macam

(Kern, D. Q, 1950):

1. Evaporator yang langsung dipanaskan dengan sumber panas, misalnya sinar

matahari, api, dan lain-lain.

2. Evaporator dengan sumber panas jacket, coil, double wall, flat plate dan lain-

lain.

3. Evaporator yang memakai air sebagai pemanas berbentuk pipa (tubular

heating surface), ada 2 bentuk:

a. Dengan pipa-pipa horizontal (horizontal tubes Evaporator)

b. Dengan pipa-pipa vertical (vertical tubes Evaporator)

4. Evaporator dengan pemanas kontak langsung dengan cairan diuapkan.

Evaporator yang biasa digunakan dalam industri diklasifikasikan

berdasarkan pada beberapa hal, yaitu berdasarkan tekanan operasinya (vakum atau

atmosfer), jumlah efek yang dipakai (tunggal atau jamak), jenis aliran konveksi

(alami atau buatan) atau berdasarkan kontinuitas operasi (curah atau sinambung)

(Heldman et al. 1992).

Heldman et al. (1992), mengklasifikasikan evaporator menjadi evaporator

pipa pendek atau kalandria (short-tube or calandria evaporator), evaporator pipa

panjang vertikal dengan lapisan naik (long-tube vertical, rising film evaporator),

24
evaporator pipa panjang dengan lapisan turun (long-rube, falling film evaporator),

evaporator aliran bertenaga (forced circulation evaporator), evaporator lapisan

tipis teraduk atau aliran tersapu (wiped film/agitated thin-film evaporator),

evaporator pelat datar (plate evaporator), evaporator sentrifugal atau kerucut

(centrifugal conical evaporator) dan evaporator suhu rendah (low temperature

evaporator).

a. Evaporator pipa pendek (short-tube or calandria evaporator)

Evaporator pipa pendek merupakan evaporator yang paling tua. Menurut

Heldman et al. (1992), uap air panas sebagai sumber panas berada di dalam

rumah penukar panas yang dilengkapi dengan pipa-pipa pendek disusun paralel

vertikal. Bagian ini secara keseluruhan disebut kalandria. Kalandria direndam

oleh fluida yang kemudian mendidih dan uap naik untuk selanjutnya

dipisahkan. Evaporator tipe ini dapat dioperasikan dengan aliran konveksi

alami atau menggunakan pengaduk. Aliran konveksi alami terjadi karena

adanya perbedaan bobot Jenis antara fluida panas yang bergerak ke atas dengan

fluida yang lebih dingin bergerak ke bawah. Skema evaporator pipa pendek

seperti yang disajikan pada Gambar II.1

25
Gambar II. 1 Skema Evaporator Pipa Pendek (Heldman et al., 1992)

b. Evaporator pipa panjang vertikal, dengan lapisan naik (long-tube vertical,

rising film evaporator)

Menurut Heldman et al. (1992) pada evaporator tipe ini umpan dimasukkan

dari bawah pada bagian penukar panas dan fluida menguap di dalam pipa-pipa

pemanas. Fluida naik dalam bentuk lapisan sepanjang pipa karena adanya

gerakan mengapung (buoyancy action) gelembung uap yang terbentuk dalam

pipa. Evaporator tipe ini mempunyai kelebihan waktu kontak bahan dan

pemanas singkat dengan laju pindah panas yang cepat melalui lapisan tipis

pada perbedaan suhu yang tinggi. Evaporator ini juga relatif ekonomis.

Kerugian dari evaporator tipe ini adalah jika perbedaan suhu rendah, pindah

26
panas juga rendah. Evaporator tipe ini sangat baik digunakan untuk bahan yang

encer dan sensitif terhadap panas, seperti sari buah dan susu. Skema dari

evaporator jenis ini disajikan seperti pada Gambar II.2

Gambar II. 2 Skema Evaporator Pipa Panjang (Heldman et al., 1992)

c. Evaporator pipa panjang vertikal, dengan lapisan turun (long-rube, falling film

evaporator)

Menurut Heldman et al. (1992), evaporator tipe ini merupakan salah satu

evaporator yang paling dikenal untuk menguapkan makanan yang sensitif

terhadap panas. Pada evaporator tipe ini, fluida dipompakan ke bagian atas

penukar panas hingga menyebar diantara pipa-pipa pemanas yang

mengakibatkan aliran lapisan tipis yang seragam turun melalui pipa pipa

pemanas. Uap air kemduian dikumpulkan pada bagian bawah pemisah uap.

Evaporator jenis ini sangat dikenal umum dalam industri pangan karena

adanya kombinasi antara waktu kontak antara bahan dengan pipa-pipa pemanas

27
yang singkat dengan laju pindah panas yang tinggi dan nilai ekonomis yang

tinggi. Evaporator tipe ini juga dapat menangani fluida yang lebih kental dari

pada evaporator tipe pipa panjang vertikal lapisan naik dan dapat beroperasi

efisien pada perbedaan suhu rendah. Evaporator tipe ini sangat baik jika

dioperasikan pada tekanan vakum. sehingga dapat digunakan untuk pangan

yang sensitif terhadap anas seperti produk susu dan sari buah. Untuk menjamin

operasi penguapan yang optimal, maka pipa-pipa pemanas harus selalu dijaga

berada dalam keadaan basah untuk menjaga laju distribusi ke tabung evaporasi.

d. Evaporator aliran bertenaga (forced circulation evaporator)

Menurut Heldman et al. (1992) pada evaporator tipe ini fluida disirkulasikan

di dalam evaporator dengan cara dipompakan dan dipanaskan baik pemanas

dalam atau pemanas luar. Penguapan biasanya tidak diperbolehkan

berlangsung pada bagian penukar panas tetapi pada bagian pemisahan. Pada

evaporator tipe ini, aliran fluida berulang beberapa kali. Sehingga koefisien

pindah panasnya secara umum menjadi lebih tinggi. Fluida kental atau

berpartikel dapat dengan mudah ditangani dengan cara ini. sehingga jenis

evaporator ini banyak digunakan dalam yang lama akibat sirkulasi berulang

dan industri pengolahan produk tomat dan pemurnian gula. Kerugian dari

evaporator tipe ini adalah waktu kontak antara bahan dengan alat pemanas

biaya tinggi akibat penggunaan pompa sirkulasi. Skema dari evaporator jenis

ini disajikan seperti pada Gambar II. 4.

28
Gambar II. 3 Skema Evaporator Pipa Panjang Vertikal (Heldman et al., 1992)

29
Gambar II. 4 Skema Evaporator Pipa Aliran Bertenaga (Heldman et al., 1992)

e. Evaporator lapisan tipis teraduk/lapisan tersapu (wiped /agitated thin- film

evaporator)

Menurut Heldman et al. (1992), evaporator tipe ini digunakan untuk

memekatkan fluida yang sangat kental. Pada evaporator tipe ini, pindah panas

dapat ditingkatkan dengan cara melakukan penyapuan sinambung pada lapisan

sekeliling permukaan pindah panas. Pengadukan juga dapat berfungsi

mengurangi lengket/menempel bahan pada permukaan penukar panas. Untuk

memekatkan fluida dengan evaporator tipe ini, fludida dimasukkan pada

bagian atas pada permukaan pindah panas, kemudian fluida turun secara

gravitasi dan diaduk dengan blade yang berputar terus menerus. Produk yang

30
telah dipanaskan dimasukkan ke dalam ruangan penguapan dan dalam ruangan

ini uap aimya dipisahkan dengan konsentratnya. Evaporator tipe ini digunakan

untuk fluida yang sangat kental dan sangat sensitif terhadap panas atau fluida

yang cenderung menempel/lengket pada permukaan pemanas. Salah satu

contoh produk yang cocok diuapkan dengan evaporator tipe ini adalah pasta

tomat dan gelatin. Keuntungan evaporator tipe ini adalah waktu kontak dapat

dibuat sangat pendek dan kebanyakan digunakan pada operasi efek tunggal

dengan perbedaan suhu yang tinggi untuk memaksimalkan efisiensi

penguapan. Skema evaporator tipe ini disajikan seperti pada Gambar II. 5.

Gambar II. 5 Skema Evaporator Lapisan Tipis Teraduk Lapisan Tersapu


(Heldman et al., 1992)

f. Evaporator pelat datar (plate evaporator)

Menurut Heldman et al. (1992), evaporator tipe ini sangat mirip dengan

penukar panas pelat datar. Pada evaporator tipe ini, fluida yang akan

dipekatkan dilewatkan pada salah satu sisi dari pelat datar, sementara media

31
pemanas melewati sisi yang lainnya. Penguapan dapat terjadi pada bagian pelat

datar atau pada ruangan pemisah yang letaknya di bagian luar. Evaporator tipe

ini memiliki beberapa keuntungan diantaranya operasinya mudah dan fleksibel,

laju pindah panas yang baik, waktu kontak sangat singkat untuk produk yang

sensitif terhadap panas dan produk yang menempel. Evaporator tipe pelat datar

dapat digunakan untuk memekatkan bahan seperti larutan gula dan jagung,

fluida yang pekat seperti pure buah. pekatan kopi. gelatin, dan pekatan sirup

buah. Skema evaporator tipe ini disajikan seperti pada Gambar II. 6.

Gambar II. 6 Skema Evaporator Pelat Datar (Heldman Et al., 1992)

g. Evaporator sentrifugal/kerucut (centrifugal/conical evaporator)

Menurut Heldman et al. (1992), pada evaporator tipe ini adanya gaya

sentrifugal di dalam kerucut yang berputar menghasilkan lapisan tipis produk.

Pada sisi lainnya terdapat uap air panas atau air panas. Operasi penguapan

terjadi pada lapisan tipis selama melewati bagian tirus, dan selanjutnya uap air

32
dipisahkan dengan pekatannya pada bagian tinus tersebut. Evaporator ini dapat

digunakan untuk memekatkan fluida pekat dan sangat sensitif terhadap panas

(karena waktu kontak pemanasan yang sangat singkat) seperti pure dan pasta

tomat, kopi, susu dan gula Evaporator tipe ini mudah dioperasikan dan ruangan

yang diperlukan relatif kecil. Kekurangan dari evaporator tipe ini yaitu

kapasitasnya kecil dengan biaya investasi yang tinggi

h. Evaporator suhu rendah (low temperature evaporator)

Menurut Heldman et al. (1992), untuk produk yang sangat sensitif terhadap

panas, proses evaporasi suhu rendah dapat menggunakan siklus refrigerator

mekanik yang standar. Dimana di dalam siklus refrigerator amonia. kompresor

dapat digunakan untuk mengembalikan amoniak menjadi gas tekanan tinggi.

Gas amonia tekanan tinggi ini kemudian dimampatkan di dalam bagian

pemindahan kalor pada evaporator dengan lapisan naik, yang akan

memberikan panasnya kepada produk yang sedang disiapkan. Untuk itu

diperlukan kondisi ruang evaporasi vakum yang tinggi untuk penguapan air

dari produk pada temperatur rendah seperti ini. Operasi bisa dilakukan para

temperatur 15 C - 16 "C. Sampai saat ini. evaporator suhu rendah belum

dimanfaatkan secara komersial karena sangat mahalnya biaya operasi

i. Evaporator Efek Tunggal (Single Effect Evaporator)

Single-effect-evaporator atau evaporator efek tunggal merupakan salah satu

jenis alat evaporator dimana di dalam prosesnya hanya dilakukan satu kali

proses evaporasi. Menurut Toledo (1991) evaporator efek tunggal terdiri

beberapa komponen yaitu: mang penguapan (vapor chamber) yang merupakan

33
tempat pemisahan air (pelarut) dari larutan, heat exchanger sebagai penyedia

panas untuk penguapan, kondenser untuk menarik keluar uap dari ruang

penguapan dan steam jet ejector untuk mengeluarkan gas yang tidak

terkondensasi dari sistem. Gambar 7 memperlihatkan diagram skematis dari

evaporator efek tunggal. Setiap vapor chamber dianggap sebagai satu efek.

Artinya, pada evaporator efek tunggal hanya terdapat satu ruang penguapan.

Apabila dalam sebuah evaporator terdiri dari beberapa nang penguapan yang

tersusun seri, maka evaporator ini disebut sebagai multi-effect evaporator atau

evaporator efek jamak.

Gambar II. 7 Diagram Skematis Dari Single-Effect Evaporator (Toledo, 1991)

34
Penjelasan dari Gambar II.7 di atas sebagai berikut:

1. Ruang Penguapan

Ruang penguapan atau vapor chamber umumnya merupakan bagian yang

paling besar dan paling terlihat dari sebuah alat evaporator. Di dalam ruang ini

air yang merupakan pelarut dari larutan diuapkan. Ruang penguapan ini juga

berfungsi sebagai sebuah reservoir bagi produk Bahan yang masuk ke dalam

ruangan ini pertama kali akan mendapatkan energi panas dari pemanas untuk

menaikkan suhunya sampai pada titik, didihnya, lalu energi panas digunakan

untuk menguapkan pelarutnya Karena larutan yang dievaporasi di ruangan ini

merupakan campuran antara pelarut (air) dengan bahan organik, maka akan

terjadi kenaikkan titik didih larutan dibandingkan dengan titik didih air pada

kondisi mumi Menurut Toledo (1991). pada sebagian besar produk makanan.

padatan terlarut merupakan komponen organik. Suhu penguapan merupakan

suhu uap jenuh pada tekanan absolut di dalam ruang penguapan tersebut.

Ketika uatu cairan merupakan larutan yang mengandung air, maka uap dan

cairan memiliki suhu yang sama. Akan tetapi, larutan yang telah dipekatkan

akan menunjukkan kenaikan titik didihnya, hasilnya titik didih larutan akan

lebih besar dibandingkan dengan titik didih air murni.

Pada kondisi vakum. terutama untuk proses evaporasi pangan cair yang sensitif

terhadap panas yang tinggi, tekanan absolut di dalam ruangan ini dengan

otomatis akan mengalami penurunan di bawah tekanan atmosfer. Pentuman

tekanan absolut ini berakibat pada memanya titik didih larutan yang ada di

35
dalamnya. Hal ini mengakibatkan pada suhu rendah pelarut dari larutan pangan

cair bisa diuapkan.

2. Kondensor

Kondensor merupakan bagian dari alat evaporator yang berfungsi untuk

menangkap uap panas hasil evaporasi di ruang penguapan. Uap panas di dalam

kondensor akan berubah bentuk menjadi fase cair setelah melewati titik

embunnya. Menurut Toledo (1991), ada dua jenis kondensor yang umum

digunakan. Tipe pertama, kondenser yang permukaan kondensernya digunakan

ketika uap menginginkan untuk digunakan kembali. Tipe kondensor ini

sebenarnya merupakan heat exchanger dingin dari sebuah refrigerant atau

pendingin air. Tipe yang kedua adalah konser dimana pendingin aimya

dihubungkan secara langsung dengan kondensat Kondensor tipe ini merupakan

sebuah kondenser bertekanan dimana uap memasuki sebuah penguapan dalam

bentuk lapisan air di bagian atas kondensor Pada kondensor terjadi kondensasi

uap dengan melepaskan kalor latennya kepada air pendingin. Air pendingin

yang sering digunakan pada kondensasi biasanya bersasal dari air sungai atau

sumur. Baik dengan ada pendingin tambahan maupun tidak. Heat Exchanger

(HE)

Pada alat evaporator, heat exchanger merupakan unit penyedia panas bagi

proses evaporasi. Alat ini merupakan suatu peralatan dimana terjadi

perpindahan panas dari suatu fluida yang temperaturnya lebih tinggi kepada

fluida lain yang temperaturnya lebih rendah. Proses perpindahan panas tersebut

dapat dilakukan secara langsung maupun tidak. Proses perpindahan panas

36
secara langsung terjadi ketika fluida yang panas bercampur secara langsung

dengan fluida yang lebih rendah temperaturnya tanpa adanya pemisah dalam

sebuah bejana atau ruangan seperti pada jet condensor, pesawat desuperheater

pada ketel (water injection desuperheater), dan pesawat deaerator (yaitu antara

air dan ketel dengan uap yang diinjeksikan). Sedangkan proses perpindahan

panas tidak langsung terjadi ketika fluida panas tidak berhubungan secara

langsung (indirect contact) dengan fluida dingin. Jadi, proses perpindahan

panasnya mempunyai media perantara, seperti pipa. plat atau perantara yang

lainnya, seperti kondensor pada turbin uap. pesawat pemanas uap lanjut pada

ketel (antara uap basah dengan gas asap panas pembakaran), pemanas air

pendahuluan pada ketel (ekonomiser) dan pemanas udara pembakaran

(atrpreheater) (Sitompul, 1993).

Saat ini ada banyak jenis Heat Exchanger (HE) yang dikembangkan pada

industri-industri. Beberapa jenis HE tersebut diantaranya: shell and tube heat

exchanger. plate heat exchanger. regenerative heat exchanger, adiabatic

wheel heat exchanger, plate heat exchanger, regenerative heat exchanger,

adiabatic wheel heat exchanger. fluid heat exchangers, dan dynamic Scraped

surface heat exchanger. Dari beberapa jenis HE di atas, tipe shell and tube

lebih banyak digunakan. Menurut Sitompul (1993), keuntungan dari

pemanfaatan HE jenis shell and tube adalah:

37
1. Konfigurasi yang dibuat, akan memberikan luas permukaan yang besar dengan

bentuk atau volume yang kecil.

2. Mempunyai layout mekanik yang baik. bentuknya cukup baik untuk operasi

bertekanan.

3. Menggunakan teknik fabrikasi yang sudah mapan.

4. Dapat dibuat dengan berbagai jenis material sesuai dengan temperatur dan

tekanan operasinya Mudah membersihkannya.

5. Prosedur perencanaannya sudah mapan

6. Konstruksinya sederhana, pemakaian ruangan relatif kecil.

7. Prosedur pengoperasiannya tidak berbelit-belit, sangat mudah dimengerti.

8. Konstruksinya dapat dipisah-pisah satu sama lain, sehingga pengangkutannya

relatif gambang.

2.7. Fungsi Pada Evaporator

Adapun fungsi dari Evaporator adalah (Nelson, 1958):

1. Untuk memisahkan antara fase uap dan fase cair crude oil setelah mengalami

pemanasan di furnace dan untuk menguapkan fraksi ringan yang terdapat pada

fase cair. Fase uap keluar lewat puncak menara Evaporator (top produk) yang

berupa pertasol, kerosin, solar, dan PH solar fase uap. Sedangkan fase cair

keluar dari dasar menara Evaporator (bottom produk) yang berupa residu dan

PH solar fase cair.

2. Membantu beban kolom fraksinasi menjadi lebih ringan karena di dalam

Evaporator fraksi residu sudah dipisahkan.

38
2.8. Proses Pada Evaporator

Proses yang trerjadi adalah secara fisis. Crude oil yang telah dipanaskan

pada furnace masuk Evaporator pada suhu sekitar (300-330) ˚C untuk dipisahkan

antara fase uap dan fase cairnya. Fase uap akan keluar lewat puncak menara

Evaporator (top produk), sedangkan fase cair keluar lewat dasar menara (bottom

produk). Untuk membantu penguapan fraksi-fraksi ringan yang masih terbawa oleh

residu digunakan steam stripping. Steam diinjeksikan dari bagian bawah

Evaporator dengan tekanan 1 atm hingga 1,5 atm. Dengan injeksi steam maka

tekanan parsial akan turun, sehingga titik didih akan turun dan fraksi ringan yang

masih terikut residu akan naik dan keluar dari puncak menara Evaporator.

Keuntungan penggunaan steam sebagai stripping:

1. Mudah mendapatkannya

2. Mudah dipisahkan kembali

3. Mempunyai titik didih lebih rendah sehingga tidak terjadi pengembunan

selama proses berlangsung.

4. Biaya pembuatan steam relative murah.

2.9. Kondisi Operasi Evaporator

Agar proses pemisahan pada Evaporator berjalan dengan baik maka perlu

diperhatikan (Edminister, 1961):

39
1. Tekanan Evaporator

Tekanan pada Evaporator dijaga tidak terlalu tinggi yaitu berkisar pada

tekanan atmosferis sekitar 0,3 kg/cm2 absolut. Tekanan yang terlalu tinggi

menghambat proses penguapan. Akibatnya fraksi residu banyak mengandung fraksi

ringan sedangkan tekanan terlalu rendah menyebabkan terikutnya fraksi residu naik

ke atas, dan merusak produk PH solar.

2. Temperatur Evaporator

Temperatur crude oil di Evaporator dikendalikan oleh pemanas dari

furnace. Diharapkan temperature tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah (330˚C).

Temperatur yang terlalu rendah menyebabkan proses pemisahan tidak sempurna

karena fraksi yang seharusnya berupa uap masih berupa cairan, akibatnya residu

masih mengandung fraksi ringan. Temperatur yang terlalu tinggi menyebabkan

pemisahan tidak sempurna karena terikutnya residu dan merusak mutu produk.

3. Level (Tinggi Permukaan Cairan)

Tinggi permukaan cairan pada Evaporator dijaga jangan sampai terlalu

tinggi karena akan mengurangi ruang penguapan linier yang telah mengalami

pemanasan pada furnace, sehingga proses tidak sempurna. Pengaturan tinggi

permukaan cairan juga dimaksudkan untuk mengoptimalkan fungsi steam stripping

kurang efektif sedangkan jika terlalu rendah maka waktu penguapan minyak lebih

singkat dan menyebabkan banyak fraksi ringan terikat residu.

40
4. Peralatan

Evaporator yang terdapat pada unit pengolahan PUSDIKLAT MIGAS

Cepu terdiri atas bagian-bagian:

a. Dinding (shell) dan head

Shell dan head terbuat dari Carbon steel. Tebal shell 10 mm dan 10mm

b. Nozzle

Berfungsi untuk menyambung pipa antara lain inlet umpan , inlet steam, outlet

vapor, dan outlet residu.

c. Screener

Berfungsi untuk menahan partikel-partikel liquid agar tidak terikut ke fase uap.

d. Manhole

Berfungsi untuk lubang masuk orang pada saat membersihkan atau perbaikan.

e. Drain

Berfungsi untuk membersihkan sisa-sisa minyak pada saat stop produksi.

f. Isolasi

Isolasi yang digunakan adalah Calsium Silikat yang dilapisi dengan

Alumunium sheet. Tujuan penggunaan isolasi:

1) Untuk mempertahankan temperatur yang dikehendaki.

2) Menjamin bekerja dengan aman pada kondisi permukaan uap panas..

5. Alat Instrumentasi

Antara lain Temperature Indicator, Pressure Indicator, Level Indikator,

Controller, Level Control Valve yang semuanya untuk mengetahui dan mengatur

kondisi operasi (Nelson, 1958).

41
2.10. Rumus Dasar Perhitungan

Rumus-rumus yang digunakan dalam perhitungan adalah:

1. Perhitungan neraca massa pada kolom evaporator

Neraca massa untuk kolom evaporator secara sederhana dapat digambarkan

sebagai berikut:

Massa Masuk = Massa Keluar

Feed = Vapor (V) + Bottom (B)

Top Product (V)

Crude oi / Feed (F) Evaporator


V-1

Bottom Product (B)

Gambar II. 8 Neraca Massa pada Kolom Evaporator

Untuk menentukan crude oil yang menguap (vapor) dilakukan dengan

menggunakan data destilasi ASTM crude oil.

42
a. Konversi Temperature American Society for Testing and Material (T ASTM)

menjadi Temperature Equilibrium Flash Vaporization (T EFV).

1) Penentuan koreksi suhu (A°F) diperoleh dari grafik ASTM 50%

Temperature vs. EFV 50% Temperature. Edmister (1961: 122). Sehingga:

T EFV 50% = T ASTM 50% + ∆°F .................................................. (2.1)

2) Penentuan beda suhu (AT EFV) dilakukan dengan menggunakan grafik

hubungan antara ∆T ASTM dan ∆T EFV. Edmister (1961: 123). Sehingga:

T ASTM n% = T EFV n% - (∆T EFV) ..................................................... (2.2)

b. Penentuan jumlah crude oil yang menguap (V) pada evaporator

1) Penentuan tekanan absolut pada kolom vaporizer

Pabs = Patm = Pgauge ............................................................................... (2.3)

2) Penentuan T EFV pada tekanan operasi (absolut) dilakukan dengan

menggunakan grafik Vapor Pressure of Hydrocarbon, High Pressure

Range 0.1 – 100 Atmosphere. Maxwell (1950:41).

3) Jumlah crude oil yang menguap (v) ditentukan dengan plotting suhu

umpan (F) vaporizer pada kurva %V crude oil yang menguap vs. T EFV

pada tekanan operasi yang telah dibuat. Sehingga:

V = %V × F ........................................................................................ (2.4)

2. Perhitungan neraca panas pada kolom evaporator

a. Penentuan faktor karakterisasi

1) Penentuan nilai titik didih rata-rata volumetrik (TDRV)


TIBP+T10%+T50%+T90%+T100%
TDRV = ............................................. (2.5)
5

2) Penentuan slope distilasi

43
T90%−T10%
Slope distilasi = ................................................................ (2.6)
90−10

3) Penentuan nilai titik didih rata-rata molar (TDRM)

TDRM = TDRV - Faktor koreksi ...................................................... (2.7)

Faktor koreksi diperoleh dari figure 5.4 W.L Nelson (1968:172)

4) Penentuan faktor karakterisasi (K)


3
√𝑇𝐷𝑅𝑀
K= 60 .......................................................................................... (2.8)
𝑆𝐺 𝑜𝐹
60

b. Penentuan heat content

Dengan menggunakan figure 5.3 W.L Nelson (1968)

1) Penentuan API

Metode W.L Nelson (1968:21)

o 141,5
API = 60 − 131,5 ...................................................................... (2.9)
𝑆𝐺 𝑜𝐹
60

2) Penentuan heat content koreksi

Heat content koreksi = heat content - koreksi fase uap / cair - koreksi

tekanan ............................................................................................. (2.10)

c. Penentuan Heat loss

Heat loss = heat inlet - heat outlet.

ℎ𝑒𝑎𝑡 loss
% heat loss =  100% .............................................................. (2.11)
ℎ𝑒𝑎𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

d. Efisiensi Evaporator

Efisiensi = 100 % - % heat loss .............................................................. (2.12)

44
Keterangan:

• F = Feed / Umpan

• B = Bottom Product / Produk Bawah

• V = Top Product / Produk Atas

• ΔoF = Faktor Koreksi Suhu

• %V = Persentase Jumlah Crude oil yang Menguap

• P = Tekanan

• T = Suhu

• ASTM = American Society for Testing and Material

• EFV = Equilibrium Flash Vaporization

• TDRV = Titik Didih Rata-Rata Volumetrik

• TDRM = Titik Didih Rata-Rata Molar

• K = Faktor karakterisasi

• o
API = American Petroleum Institute

• SG 60/60°F = specific gravity pada 60/60°F

45
III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Waktu = 20-30 Juli 2020

Tempat = Kilang Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Minyak

dan Gas Bumi (PPSDM Migas) Cepu

Alamat = Jalan Sorogo Nomor 1 Cepu, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa

Tengah.

3.2. Alat dan Bahan

A. Alat

1. Evaporator V-1

2. CCR (Center Control Room)

3. Unit QC (Quality Control)

4. Safety helmet

5. Safety shoes

6. Coverall

B. Bahan

1. Data hasil analisa produk di laboratorium

2. Data log sheet (total crude oil dan produk di kilang minyak PPSDM Migas)

3. Data kondisi operasi Evaporator V-1 di CCR

4. Data spesifikasi alat yang digunakan (Evaporator V-1) .

46
3.3. Subjek Penelitian

Dalam penilitian ini terdapat beberapa subjek penilitian, yaitu:

Tabel III. 1 Spesifikasi Alat Evaporator

Tipe : Silinder Tegak

Jumlah : 1 buah

Volume : 184.756 m3

OD (Outlet Diameter) : 2027 mm

ID (Inlet Diameter) : 2010 mm

Material : Carbon steel

Tinggi :6m

Tebal Steel : ¾ inchi

Jenis Head : ellips

Tebal Head : ¾ inchi

Tahun Pembuatan : 1913

Tabel III. 2 Kondisi Operasi Alat:

Tekanan normal : 1,3 Kg/cm2

Temperatur design : 400 oC

Temperatur atas operasi : 330 oC

Temperatur bawah operasi : 335 oC

47
Tabel III. 3 Kapasitas dan Lokasi Alat:

Kapasitas : 184.756 m3

Lokasi : Unit CDU (Crude Ditillation Unit)

Gambar III. 1 Evaporator Plant

48
H

E
A

B G

C C
A
F

Gambar III. 2 Desain Evaporator

Keterangan :

A. Lempeng penahan pipa

B. Saluran turun

C. Kondensat uap air keluar

D. Udara dan gas keluar

E. Larutan umpan masuk

F. Larutan pekat keluar

G. Uap air masuk

H. Uap (dari larutan) keluar

49
3.4. Variabel Penelitian

Pada Penulisan KKW (Kertas Kerja Wajib) ini menggunakan dua variabel,

variabel bebas (independent variabel) dan variabel terikat (dependent variabel)

dimana:

A. Variabel Bebas

1. Tekanan

2. Temperatur

B. Variable Terikat

1. Jumlah top product yang teruapkan

2. Jumlah residu pada bottom product

50
3.5. Metode Kerja

Tahap persiapan ini adalah kegiatan sebelum memulai mengumpulkan data

dan pengolahannya. Pada tahap persiapan ini menyusun rangkaian kegiatan yang

akan dilakukan dengan tujuan agar waktu dan pekerjaan yang akan dilakukan bisa

efektif. Adapun susunan dari tahapan yang dilakukan meliputi:

51
1. Tahapan Persiapan

Yaitu mengumpulkan data-data di kilang seperti melakukan observasi

lapangan, studi literatur serta pengambilan data-data yang diperlukan di kilang

PPSDM Migas.

2. Tahapan Pelaksanaan

Setelah data-data yang diperlukan sudah terkumpul maka dilakukan evaluasi

dan perhitungan agar dapat menganalisa kinerja alat yang diteliti.

3. Tahapan Penyelesaian

Yaitu menganalisa hasil data yang telah dievaluasi serta menentukan

kesimpulan dan saran yang didapatkan dari penelitian.

52
3.6. Metode Analisis

Analisis hasil perhitungan pada penelitian ini menggunakan metode indirect

/ heat loss untuk mengevaluasi kinerja Evaporator V-1. Metode heat loss adalah

metode menghitung efisiensi dengan menghitung panas-panas yang hilang (heat

loss) selain dari panas yang diserap oleh crude oil. Nilai heat loss didapatkan dari

selisih antara total panas masuk dikurangi total panas yang keluar. Metode ini

merupakan penyempurna dari metode perhitungan secara direct / langsung karena

dengan metode ini kita bisa membuat neraca heat balance dan mass balance

sehingga perhitungan menjadi semakin detail.

Dengan metode ini kita dapat mengetahui nilai panas yang hilang selama

proses penguapan crude oil berlangsung. Setelah mengetahui panas yang hilang kita

dapat mengetahui efisiensi dari alat Evaporator V-1. Sehingga kita dapat

menyimpulkan apakah alat yang diteliti masih bagus dan layak untuk digunakan

atau perlu dilakukan maintenance.

53
IV. PEMBAHASAN

4.1. Process Flow Diagram Crude Destilation Unit (CDU)

Gambar IV. 1 Alur proses flow diagram Crude Destilation Cnit (Distributed
Control System, 2020)

A. Unit Distilasi

PPSDM Migas Cepu memiliki unit pengolahan yaitu unit kilang atau Crude

oil Distilling Unit (CDU). Unit distilasi atmosferis dirancang mengolah minyak

mentah 600 KI / hari dengan berbagai macam produk yaitu:

1. Pertasol CA

2. Pertasol CB

3. Pertasol CC

4. Kerosin (Sudah tidak di produksi)

54
5. Solar

6. Paraffin oil distilat (Sudah tidak di produksi)

7. Residu

Catatan: untuk sekarang kilang hanya beroperasi dengan kapasitas sekitar 2.000 bph

atau 320 kl/hari. Dengan hasil produksi berupa, Pertasol CA, Pertasol CB, Pertasol

CC, Solar, dan Minyak Bakar Cepu (MBC). Karena kondisi peralatan yang sudah

tua dan produksi minyak yang menurun.

B. Detail Proses

Proses pengolahan minyak mentah di unit kilang meliputi beberapa tahapan,

yaitu:

1. Persiapan bahan baku

Minyak mentah yang baru saja ditambang, pada dasarnya masih

mengandung kotoran sehingga perlu dilakukan penghilangan kotoran (lumpur)

dengan sedimentasi atau pengendapan. Minyak mentah dimasukkan ketangki

sedimentasi penampungan sementara dan didiamkan selama 24 jam. Perbedaan

berat jenis antara minyak dan air menyebabkan terjadinya pemisahan dari kedua

bahan tersebut. Air akan turun ke bagian bawah tangki secara gravitasi dan terpisah

dari minyak, selanjutnya dikeluarkan melalui saluran pembuangan yang ada pada

tiap tiap tangki Minyak yang sudah terpisah dengan air dialirkan ke Pusat

Penampungan Minyak (PPM) Menggung. Di PPM Menggung, minyak mentah

didiamkan beberapa hari agar proses pemisahannya lebih sempurna

Umpan minyak mentah yang dijadikan feed berasal dari campuran crude oil

di beberapa tempat yaitu: Ledok, Kawengan, Lobo, Semanggi, Tapen dan KOD

55
(Wonocolo) yang memiliki SG 0,830 (termasuk minyak medium ringan /

intermediate naphtenic). Minyak dari Wonocolo yang dikelola oleh masyarakat

setempat dikirim menggunakan mobil tangki, selain itu minyak yang Kawengan,

Ledok, Lobok dikirim menggunakan pipa. Kemudian minyak itu dikumpulkan di

P3 (Pusat Pengumpul Produksi Pertamina EP) yang akan dipisahkan dari impurities

yang tidak diinginkan seperti air, dan kotoran lainnya. Setelah dari P3 minyak

dikirim ke T.101 atau T.102 dengan menggunakan pompa umpan P.100-03, P.100-

04 dan P.100-05. Di dalam tangki juga dilakukan pembersihan lagi dari air dengan

cara dipanasi dengan harapan air tersebut akan turun ke bawah.

2. Proses distilasi atmosferik

Proses distilasi atmosferik bertujuan untuk memisahkan fraksi-fraksi yang

terkandung dalam minyak mentah menjadi produk-produk yang diinginkan

berdasarkan trayek didihnya pada tekanan atmosfer. Proses distilasi atmosferik ini

meliputi:

a. Pemanasan awal pada heat exchanger (HE-1,2,3,4 dan 5)

Setelah minyak bersih dari impurities, minyak kemudian di pompakan menuju

alat penukar panas dengan aliran counter current (Heat Exchanger). Ada lima

buah heat exchanger yaitu HE-1, HE-2, HE-3, HE-4 dan HE-5. Minyak mentah

(crude oil) dari tangki penampungan T-101 dan T-102 di pompa dengan pompa

sentrifugal P-103, P-104 dan P-105 menuju HE yang dipasang secara seri yaitu

HE-1, HE-2, HE-3, HE-4 dan HE-5 untuk mendapatkan pemanasan awal (pre

heater). HE-1 dan HE2 dipasang secara horizontal dan HE 3, HE-4, dan HE-5

dipasang secara vertikal. Crude oil masuk HE melalui bagian tube sedangkan

56
media pemanas masuk melalui bagian shell dengan arah aliran berlawanan

(counter current).

Hasil produk yang bertemperatur tinggi akan digunakan sebagai fluida

pemanas di HE sebagai pemanasan awal dan agar panas dari produk tidak

terbuang sia-sia. Minyak mentah akan dialirkan pada tube nya HE-1 dari bawah

ke atas yang mendapat pemanasan dari media pemanas produk nafta yang

diproduksi dari bottom C2. Akan tetapi kondisi sekarang H-1, HE-2 dan HE-5

tidak digunakan karena bocor sehingga crude oil langsung masuk ke HE-3 dan

HE-2 yang dipanaskan dengan produk solar. Minyak masuk ke HE dengan

temperatur kamar (38-40) oC dan keluar dengan suhu sekitar (105-122) oC

sedangkan solar masuk dengan suhu 229 oC dan keluar dengan suhu 62 oC.

Sedangkan pemanasan pada HE-4 dan HE-5 menggunakan media pemanas

pruduk residu yang diproduksi dari bottom C5. Saat H-1 masih digunakan,

media pemanasnya adalah nafta (hasil bawah kolom C-2) yang masuk pada

suhu (210-240) °C dan keluar dari HE-1 pada suhu (80-100) °C. Sedangkan

pada pemanas HE-2 dan HE-3 adalah solar (produk bawah kolom C-4), masuk

melalui HE-3 pada suhu 180 230°C dan keluar HE-3 pada suhu 100 - 130°C

kemudian masuk ke HE-2 dan keluar dengan suhu (80-100) °C. Fluida

pemanas pada HE-4 dan HE-5 adalah residu (produk bawah kolom C-5),

masuk melalui HE-5 pada suhu 250 - 275°C dan keluar HE-5 pada suhu 150

170°C kemudian masuk ke HE-4 dan keluar dengan suhu (80 – 95) °C.

Tujuan pemanasan pada HE adalah:

1) Meringankan beban furnace pada proses pemanasan.

57
2) Menghindari pemanasan secara tiba-tiba pada furnace.

3) Menghemat bahan bakar.

b. Pemanasan pada furnace

Dari alat penukar panas ini minyak mentah di alirkan menuju ke furnace

(dapur) untuk di panaskan lebih lanjut sehingga suhunya mencapai sekitar

(300-330) °C. disana ada 6 buah (4 tipe box fired dan 2 tipe cylindrical) dapur

pemenas tetapi yang operasi hanya dua buah yaitu F-2 dan F-3 (tipe box fired)

dengan bahan bakar berupa fuel oil (residu + solar) dan fuel gas (gas alam).

Furnace berfungsi sebagai pemanas lanjut dari minyak mentah yang

sebelumnya mendapat pemanasan awal pada HE. Crude oil dari HE dialirkan

menuju furnace melalui stabilizer yang berfungsi sebagai kontrol aliran dan

tekanan. Bila minyak mentah yang mengalir mempunyai tekanan dan aliran

yang melebihi batas, maka valve pada stabilizer akan bekerja untuk

mengurangi tekanan dan aliran tersebut. Pada furnace, crude oil mengalami

pemanasan maksimal hingga suhu (300 – 330) °C. Hal ini bertujuan untuk

mencapai suhu optimum Evaporator sehingga fase cair dan fase uap terpisah

dengan baik. Perpindahan panas pada furnace terjadi secara tidak langsung

dengan media perantara berupa tube-tube yang didalamnya mengalir minyak

mentah.

Bahan bakar yang digunakan dalam furnace adalah solar pada pemanasan awal

dan selanjutnya digunakan bahan bakar tersendiri dari fuel oil (residu) dan fuel

gas yang dibantu oleh steam. Residu yang berasal dari tangki penyimpanan

sebelum digunakan sebagai bahan bakar furnace dialirkan terlebih dahulu

58
untuk dipanaskan sampai mencapai suhu sekitar 90 °C. Pemanasan dilakukan

agar pengabutan dari residu berjalan lebih mudah.

Crude oil keluar furnace pada suhu (300–330) °C berupa campuran cairan dan

uap. Suhu pemanasan tidak boleh diatas 350 °C karena dapat menyebabkan

cracking pada crude oil.

c. Penguapan dalam Evaporator

Selanjutnya dari furnace di alirkan ke Evaporator V-I disini minyak tersebut

mengalami pemisahan yaitu fraksi uap yang menuju ke puncak dan fraksi cair

yang menuju ke bawah. Selain itu, agar penguapan berjalan baik maka dari

bawah Evaporator diinjeksikan steam (steam stripping) pada suhu 120 °C dan

tekanan 2 Kg/cm. Steam ini berfungsi untuk menurunkan tekanan parsial uap

hidrokarbon. Jika tekanan parsial uap hidrokarbon turun maka penguapan

hidrokarbon menjadi lebih besar sehingga pemisahan uap hidrokarbon dari

liquid menjadi lebih sempurna sehingga titik didihnya menjadi turun dan fraksi

ringan akan lebih mudah menguap.

Steam kering digunakan untuk menghindari tekanan total yang besar pada

Evaporator. Bila steam yang masuk mengandung air, sedangkan suhu

Evaporator lebih tinggi dari suhu steam maka air yang masuk akan menguap

dalam Evaporator sehingga akan memperbesar tekanan total. Untuk

memperoleh steam kering, terlebih dahulu steam dilewatkan pada accumulator

atau steam trap sehingga steam yang masih mengandung air akan dipisahkan

menjadi steam kering dan kondensat. Oleh karena itu fraksi ringan akan keluar

59
sebagai hasil atas kolom pemisah sedangkan fraksi berat akan keluar sebagai

hasil.

Akan tetapi kondisi operasi saat penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan di

PPSDM Migas Cepu, kilang dijalankan tanpa menggunakan steam. Hal ini

dikarenakan tipe dari crude oil yang termasuk crude oil medium ringan karena

sudah dicampur dengan kondensat sehingga pemanasan di dalam furnace

sudah cukup untuk terjadinya pemisahan pada kolom Evaporator V-1. Akan

tetapi pemisahan pada Evaporator belum sempurna sehingga perlu pengolahan

lebih lanjut. Proses ini bertujuan untuk mendapatkan fraksi uap yang lebih

banyak mak crude oil yang berasal dari furnace dialirkan menuju Evaporator

V-1. Proses yang terjadi merupakan proses secara fisika yaitu proses

pemisahan uap minyak dengan cairannya atau fraksi berat dengan fraksi

ringannya, yang mana fraksi berat (residu) merupakan produk bawah (bottom

product) dan fraksi ringan berupa uap hidrokarbon yang merupakan produk

atas (top product). Evaporator juga berfungsi untuk meringankan kerja kolom

fraksinasi dalam melaksanakan proses pemisahan selanjutnya

Minyak mentah masuk pada bagian tengah kolom pemisah V-1 pada suhu

(300-330) °C, untuk meningkatkan efisiensi penguapan maka aliran feed dibuat

tidak langsung ke tengah kolom tetapi dibuat serong mendekati dinding bagian

dalam kolom.

60
d. Fraksinasi dan pelucutan (stripping)

Proses ini bertujuan untuk memisahkan fraksi minyak mentah keluaran kolom

Evaporator V-1 menjadi produk yang dikehendaki. Tahapan fraksinasi dan

pelucutan (stripping) meliputi proses pemisahan pada residu stripper (C-5),

kolom fraksinasi 1 (C-1A), solar stripper (C-4), dan kolom fraksinasi 2 (C-2).

e. Proses pemisahan pada kolom residu stripper (C-5)

Dari bottom Evaporator fraksi cair tersebut di umpankan pada residu stripper

(CS), letaknya vertikal dan bagian dalamnya memiliki plate-plate berupa

bubble cup tray berjumlah 6 buah. Fungsi dari alat ini adalah mengambil

kembali fraksi ringan yang terbawa oleh aliran dengan bantuan steam striping

(kondisi sekarang tidak menggunakan steam). Di dalam kolom, cairan berupa

fraksi berat akan turun ke bawah melewati tray-tray. Sedangkan fraksi ringan

akan naik ke atas kolom dan keluar dengan suhu sekitar 142,3 oC. Dari bagian

bawah kolom akan keluar minyak residu yang suhunya masih cukup tinggi

berkisar 270 oC residu ini dimanfaatkan sebagai bahan pemanas pada HE-4 dan

HE-5 dari sini minyak didinginkan pada box cooler yang selanjutnya di

tampung pada Tangki-122, Tangki-123 dan Tangki-104 sebagai produk yang

disebut residu.

Residu yang merupakan hasil bawah kolom Evaporator V-1 secara gravitasi

masuk ke kolom residu stripper (C-5) pada tray ke-4 dengan suhu 270 - 300°C.

Cairan (fraksi berat) akan turun ke bawah melewati tray-tray di dalam kolom.

Weir pada setiap tray menyebabkan cairan yang turun akan mengisi tray

61
dengan ketinggian tertentu sedangkan cairan yang melebihi weir akan turun

melalui down comer ke tray dibawahnya.

Peningkatan efisiensi pemisahan dilakukan dengan menginjeksikan steam

secara langsung dari bawah kolom dengan suhu 120°C dengan tekanan 2 kg/cm

Steam akan naik ke atas melalui riser yang ada pada tray, kemudian oleh cup

dibelokkan melalui slot slot dan menembus cairan, maka akan terjadi kontak

langsung antara uap dan cairan kontak ini akan menyebabkan perpindahan

panas dari cairan ke steam. Suhu cairan yang turun menyebabkan penurunan

tekanan parsial hidrokarbon sehingga titik didih cairan akan turun dan

hidrokarbon yang mempunyai titik didih rendah (fraksi ringan) akan menguap

dan terpisah dari fraksi beratnya. Proses ini berlangsung pada setiap tray.

Fraksi ringan akan naik ke atas kolom residu stripper, kemudian keluar sebagai

hasil atas pada suhu (250-280) °C dan tekanan 1,02 atm sedangkan hasil bawah

kolom residu stripper berupa residu keluar pada suhu (260–290) °C, Panas

residu dimanfaatkan sebagai pemanas pada HE-4 dan HE-S yang sekaligus

sebagai pemanasan pendahuluan sebelum minyak mentah dipanaskan di dalam

furnace.

f. Proses pemisahan pada kolom fraksinasi 1 (CIA)

Kolom fraksinasi C-1 berfungsi untuk memisahkan fraksi-fraksi minyak bumi

berdasarkan trayek didihnya. Pada alat C-1 ini di tempatkan alat kontak berupa

bubble cup tray dengan jumlah 21 buah.

Bagi fraksi uap yang keluar dari top Evaporator dan top kolom C-5 (residu

stripper) diproses pada kolom fraksinasi (C-IA). Selain itu kolom fraksinasi C-

62
1 juga mendapat umpan dari top kolom stripper C-4 dan refluks berupa pertasol

CB yang merupakan hasil bawah dari kolom fraksinasi C-2. Fraksi-fraksi

minyak yang masuk ke kolom fraksinasi 1 (C-1A) sebagai umpan terdiri dari:

1) Hasil atas kolom pemisah V-1. Berupa uap pada suhu (280–320) °C dan

tekanan 1,05 atm masuk pada plate I.

2) Hasil atas residu stripper (C-5). Berupa uap pada suhu (250–280) °C dan

tekanan 1,02 atm masuk pada plate 1.

3) Hasil atas residu solar stripper (C-4). Berupa uap pada suhu (160-180) °C dan

tekanan 1,02 atm masuk pada plate 14.

Fraksi-fraksi keluaran kolom fraksinasi 1 (C-IA) adalah:

a) Top product, berupa uap pertasol CA, pertasol CB, dan yang keluar pada suhu

(120–140) "C dan tekanan 1,0 atm yang masuk pada kolom fraksinasi C-2

b) Hasil samping (side product) adalah:

• Side stream no. 1 - 7 berupa solar, dialirkan ke solar stripper (C-4),

• Side stream no. 8 bagian atas berupa pertasol CC.

c) Bottom product berupa solar yang keluar pada 260-280°C yang selanjutnya

masuk ke solar stripper (C-4).

g. Proses pemisahan pada kolom solar stripper (C-4).

Kolom solar stripper (C-4) berfungsi untuk memisahkan fraksi ringan yang

masih terikut dalam solar. Hasil samping kolom fraksinasi 1 (C-1A) berupa

solar dan fraksi ringan yang terikut keluar dari tray ke-4, 9, 8, dan 10, kemudian

masuk ke kolom solar stripper (C-4) pada tray ke-4 dengan suhu (215-260) oC.

63
Peningkatan efisiensi pemisahan dilakukan dengan menginjeksikan steam pada

suhu 120 °C dan tekanan 2 kg/cm dari bawah kolom. Steam akan naik ke atas

melalui riset yang ada pada tray, kemudian oleh cap dibelokkan melewati slot

slot menembus cairan, maka akan terjadi kontak langsung antara uap dan

cairan. Kontak ini menyebabkan perpindahan panas dari cairan ke steam. Suhu

cairan yang turun menyebabkan penurunan tekanan parsial hidrokarbon,

sehingga titik didih cairan akan turun. Hidrokarbon yang mempunyai titik didih

rendah (fraksi ringan) akan menguap dan terpisah dari solar.

Fraksi ringan dalam bentuk uap akan keluar sebagai hasil atas pada suhu (160

– 180) °C dan tekanan 1,02 atm. Sedangkan hasil bawah yang berupa solar

keluar pada suhu (110 – 220) °C, kemudian dimanfaatkan panasnya dengan

melewatkan pada HE-2 dan HE-3 yang berfungsi sebagai pemanasan

pendahuluan sebelum crude oil dipanaskan dalam furnace.

h. Proses pemisahan pada kolom fraksinasi 2 (C-2)

Kolom ini berfungsi untuk memisahkan fraksi-fraksi pertasol CA dan pertasol

CB berdasarkan rentang titik didihnya. Fraksi- fraksi minyak yang masuk ke

kolom fraksinasi 2 sebagai umpan terdiri dari:

1) Hasil atas kolom fraksinasi 1 (C-1), berupa uap pertasol CA, pertasol CB dan

nafta pada suhu (120 – 140) °C dan tekanan 1,0 atm masuk pada plate 1.

2) Refluks pertasol CA masuk pada plate 16 dengan suhu 30 - 35°C.

Adapun produk yang dihasilkan kolom fraksinasi 2 (C-2) meliputi:

a) Hasil atas kolom berupa uap pertasol CA yang keluar pada suhu (85 – 90) °C

dan tekanan 1,01 atm.

64
b) Hasil sampingan kolom berupa pertasol CB yang keluar dari tray S- 12 pada

suhu (110 – 115) °C

3) Hasil bawah kolom berupa nafta yang keluar pada suhu (100 – 125) °C.

Top product dari kolom fraksinasi C-1 dan C-2 diinjeksikan amoniak yang

bertujuan untuk mengikat asam klorida yang berasal dari garam-garam tanah

sehingga dapat mengurangi kadar asam dalam gasoline dan pH dapat

diusahakan netral.

3. Pengembunan dan pendinginan

Proses ini bertujuan untuk mengubah fase uap menjadi fase cair yang

dilanjutkan dengan pendinginan untuk menurunkan temperatur produk. Hasil

pemisahan kolom fraksinasi yang berupa uap dimasukkan ke dalam kondensor,

sedangkan yang berupa cairan ke dalam cooler. Kondensor berfungsi untuk

mengembunkan uap hidrokarbon schingga berubah fase menjadi cairan. Sedangkan

cooler digunakan untuk mendinginkan produk-produk sebelum masuk ke tangki

penampungan. Keduanya menggunakan air sebagai media pendingin vang berasal

dari cooling tower.

Di dalam kondensor dan cooler terjadi kontak tidak langsung antara kedua

fluida yang mempunyai perbedaan temperatur. Maka terjadi perpindahan panas

secara konduksi antara kedua fluida. Kondensor dan cooler yang digunakan di

kilang minyak PPSDM Migas Cepu adalah tipe shell and tube dengan arah aliran

berlawanan arah

Proses pengembunan dan pendinginan dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Pertasol CA dari hasil atas kolom fraksinasi C-2

65
Pertasol CA merupakan hasil dari kolom C-2 yang ditampung di dalam tangki

T-115 kemudian dialirkan ke kondensor CN 1-4 pada suhu 75°C. Di dalam

kondensor terjadi kontak tidak langsung dengan air pendingin bersuhu 26°C

yang berasal dari cooling tower. Pertasol CA mengalami pengurangan panas

karena memberikan panasnya pada air sehingga suhu air meningkat Pertasol

CA keluar dalam bentuk cairan pada dengan suhu 65°C kemudian dialirkan ke

bar cooler (BC) 3-6, sedangkan air keluar dari kondensor pada suhu 32°C. Uap

yang belum terkondensasi akan dikondensasikan dalam kondensor CN 5-12

pada suhu 44°C. Setelah melewati kondensor, uap pertasol CA berubah

menjadi cair dan didinginkan dalam cooler CL-3 dan CL-4. Pertasol CA keluar

dari cooler pada suhu 36°C, walaupun sudah beberapa kali dikondensasikan

masih ada uap dalam jumlah relatif kecil yang tidak dapat berubah menjadi cair

dan uap ini dibuang ke udara sebagai gas flare.

b. Pertasol CB sebagai side steam kolom fraksinasi C-2

Hasil pemisahan kolom fraksinasi C-2 dari side stream ditampung sebagai

pertasol CB dalam tangki penampung T-110 yang sebelumnya didinginkkan

dalam cooler CL-5 dan CL-9 yang keluar menuju separator S-4.

c. Pertasol CC sebagai side stream no.8 kolom fraksinasi C-IA

Hasil pemisahan pada side stream kolom C-1 ditampung sebagai pertasol CC

dalam tangki penampungan T-112 yang sebelumnya didinginkan dalam cooler

CL-1 dan CL-2 yang keluar menuju separator S-8.

d. Solar dari hasil bawah solar stripper (C-4)

66
Solar merupakan hasil bawah dari kolom stripper C-4 pada suhu 205°C

dialirkan ke HE-2 dan HE-3 dengan suhu 205°C dan keluar dengan suhu 120°C

menuju cooler CL-6, CL-10, dan CL-11. Solar keluar dari cooler pada suhu

40°C untuk selanjutnya masuk ke separator S-6 dan ditampung dalam tangki

T-111, T-120, T-124, T-125, T-126, dan T-127.

e. Residu dari hasil bawah residu stripper (C-5)

Residu keluar dari bawah kolom stripper C-5 pada suhu 250 °C dan melewati

HE-4 dan HE-5 sekitar 88°C. Residu didinginkan dalam bor cooler BC-1 dan

ditampung dalam tangki penampung T-123.

4. Pemisahan (separasi)

Hasil yang telah didinginkan dimasukkan ke dalam separator dengan tujuan

untuk memisahkan air, minyak, dan gas. Prinsip pemisahan didasarkan pada

perbedaan berat jenis antara air dengan produk. Air yang berat jenisnya lebih besar

berada di lapisan bawah sehingga dapat dipisahkan melalui lubang dibagian bawah

separator. Sedangkan produknya ditampung di dalam tangki-tangki penampung

produk

5. Proses treating

Pada umumnya minyak mentah dan produk masih mengandung kotoran

kotoran atau impurities berupa hydrogen sulfide (H2S), merkaptan (RSH), MgCl,

NaCl dan lain-lain dalam jumlah tertentu. Kotoran-kotoran tersebut tidak

diinginkan dalam pengolahan karena dapat menimbulkan korosi yang merusak

peralatan proses dan juga dapat menurunkan mutu produk, bau yang tidak enak saat

pembakaran, dan penurunan stabilitas pada penyimpanan. Untuk mencegah hal

67
tersebut, maka pada unit pengolahan PPSDM Migas Cepu melakukan proses

treating yang bertujuan mengurangi atau menghilangkan impurities yang terdapat

dalam produk. Proses treating dilakukan hanya pada produk pertasol CA dan CB

yaitu dengan cara dilakukan injeksi NH, pada puncak kolom fraksinasi C-2 serta

pencucian menggunakan soda NaOH atau soda treating.

a. Injeksi amoniak

Injeksi amoniak bertujuan untuk mencegah dan mengurangi korosi karena

adanya kotoran-kotoran dalam minyak bumi. Garam-garam yang terbentuk

mengendap dalam air dan dapat dipisahkan dalam separator

b. Soda treating

Produk pertasol yang keluar dari separator dan ditampung dalam tangki

produk masih mengandung kotoran kotoran belerang, antara lain H2S dan

RSH. Dari senyawa ini meskipun sudah diinjeksikan amoniak pada saat keluar

kolom fraksinasi tetapi kandungan sulfur masih ada, karena tidak semua

amoniak bereaksi. Sehingga untuk memperolch produk dengan kandungan

sulfur sekecil mungkin maka dilakukan pencucian dengan larutan NaOH

dengan kadar 15 -25%

Variabel-variabel yang mempengaruhi proses ini yaitu:

1. Konsentrasi soda

2. Kualitas feed

3. Temperatur

4. Perbandingan parasol dan soda kaustik

5. Mixing

68
6. Settling time

Proses treating pada unit kilang PPSDM Migas Cepu adalah sebagai berikut:

Larutan NaOH dipompa menuju pipa pencampur demikian juga pertasol dari

kilang. Di dalam pipa diatur turbulensinya dengan static mixer schingga

didapatkan pencampuran yang baik. Setelah itu masuk ke tangki pemisah

(settler) yang akan memisahkan larutan NaOH yang telah mengikat sulfur.

Pemisahan dilakukan berdasarkan perbedaan berat jenis, dimana fraksi berat

yaitu NaOH akan turun sedangkan fraksi ringan yaitu pertasol berada di

atasnya. Pertasol bebas sulfur dipompa masuk ke dalam tangki penampungan

pertasol, sedangkan larutan NaOH yang telah mengikat sulfur apabila

konsentrasinya masih memenuhi syarat dimasukkan ke tangki penampungan

soda untuk digunakan kembali

69
4.2. Process Flow Diagram Evaporator V-1

Gambar IV. 2 Alur proses Evaporator V-1 pada Unit Destikasi di Kilang
PPSDM Migas (Distributed Control System, 2020)
A. Evaporator

Seebelum masuk ke kolom evaporator V-1 crude oil dipanaskan di furnace

dengan suhu inlet (105-122) oC dan tekanan (0,3-0,4) Kg/cm2 dan keluar dengan

suhu outlet (300-330) oC dan tekanan (0,4-0,5) Kg/cm2. Setelah itu crude oil akan

masuk ke dalam evaporator untuk dipisahkan antara fraksi ringan (vapor) dan

fraksi berat yang berupa cairan. Crude oil tidak masuk melalui bagian tengah, akan

tetapi masuk aliran masuk dibuat serong mendekati dinding bagian bawah

evaporator dengan tujuan saat aliran masuk ke dalam evaporator, aliran tersebut

akan mengitari bagian dalam evaporator dan akan menjadi turbulen. Hal ini akan

membantu proses pemisahan antara uap dan cairan. Kondisi di lapangan saat ini

tidak menggunakan bantuan uap steam dari boiler, sehingga untuk proses

70
pemisahannya hanya mengharapkan pemanasan dari furnace. Walaupun tanpa

steam, hasil produk yang dihasilkan masih onspec. Salah satu faktor penyebabnya

adalah curde oil yang diolah termasuk crude oil medium ringan karena telah

dicampur dengan kondensat dari kilang gas pertamina di bawengan. Sehingga tidak

memerlukan pemanasan tambahan dari steam.

Pemisahan yang terjadi tentu belum benar-benar murni, sehingga harus

dilakukan pemisahan lebih lanjut di kolom fraksinasi dan kolom stripper. Produk

bawah dari evaporator adalah residu yang akan di lanjutkan ke kolom C-5 (residu

stripper) dan produk atas akan dipisahkan lebih lanjut di kolom C-1 dan C-2.

Penjelasan lebih lanjut telah dibahas pada detail proses bagian sebelumnya.

71
4.3. Data Perhitungan Evaluasi Evaporator V-1

Tabel IV. 1 Data Rata-Rata Temperatur dan Tekanan Evaporator V-1


Tanggal 20,23,24,27,28 Juli 2020
T inlet = 324,6 oC = 616,28 oF
T top = 341,6 oC = 646,88 oF
T bottom = 309 oC = 588,2 oF
P inlet = 0,3834 Kg/cm2 = 0,371 atm
2
P top = 0,4396 Kg/cm = 0,424 atm

Tabel IV. 2 Data Rata-Rata Densitas, Spesific Grafity dan Massa Tanggal
21,23,24,27,28 Juli 2020
Jenis Produk Densitas (Kg/l) SG 60/60 Massa (Kg/h)

Crude oil 0.8472 0.8476 12346.41

Pertasol CA 0.7100 0.7102 872.8266

Pertasol CB 0.7528 0.7523 667.6282

Pertasol CC 0,77284 0,77314 758.92888

Solar 0.8462 0.8498 6251.535

Residu 0.9282 0.9287 3360.049

Tabel IV. 3 Data Flow Rate Tanggal 20 Juli 2020


Nama Produk Flowrate (l/d) Flowrate (l/h) Flowrate (lb/day)

Crude oil 343819 14325.79167 756401.8

Pertasol CA 26805 1116.875 58971

Pertasol CB 24758 886.86 54467.6

Pertasol CC 23568 982 51849.6

Solar 185241 7718.375 407530.2

Residu 82411 3433,.79167 181304.2

Total Produk 342783 14282.625 754122.6

Losses 1076 44.83 2367.2

72
Tabel IV. 4 Data Rata-rata Distilasi ASTM Komponen Feed dan Produk
Tanggal 21,23,24,27,28 Maret 2020
%V Crude oil Pertasol CA
o o o o
C F C F
IBP 67 152.6 43.2 109.76
10 139 282.2 65.2 149.36
20 176 348.8 70 158
30 215 419 74 165.2
40 249 480.2 78 172.4
50 276 528.8 82.2 179.96
60 300 572 86.6 187.88
70 324 615.2 92 197.6
80 357 674.6 98.8 209.84
90 419 786.2 112 233.6
100 449 840.2 128.8 263.84

%V Pertasol CB Pertasol CC
o o o o
C F C F
IBP 76.4 169.52 106.8 224.24
10 97 206.6 119 246.2
20 103 217.4 123.6 254.48
30 108 226.4 128.6 263.48
40 112.8 235.04 133 271.4
50 117.8 244.04 137.2 278.96
60 123.2 253.76 141.8 287.24
70 124.2 255.56 146.8 296.24
80 135.4 275.72 153.2 307.76
90 146.6 295.88 160.8 321.44
100 166.8 332.24 226.6 439.88

%V Solar
o o
C F
IBP 153..6 308.48
10 195 383
20 214.8 418.64
30 232.4 450.32
40 248.4 479.12
50 265.4 509.72
60 284 543.2
70 306.2 583.16
80 329.8 625.64
90 365 689
100 371 699.8

73
4.4. Perhitungan Neraca Massa pada Kolom Evaporator V-1

Rumus neraca massa pada kolom evaporator V-1 adalah:

Feed (F) = Vapor (V) + Bottom (B)

Untuk menentukan banyaknya crude oil yang menguap (Vapor), dihitung

dengan menggunakan data distilasi ASTM Crude oil:

1. Mengkonversi data Temperature American Society for Testing and Material (T

ASTM) menjadi Temperature Equilibrium Flash Vaporization (T EFV)

a. Penentuan T ASTM ke T EFV

T ASTM 50% = 528,8 oF

T ASTM 30% - 10% = (419-282,2) oF

= 136,8oF

Dari grafik EFV Vaporization Correlation For Petroleum Fractions

(Demister, Applied Hydrocarbon Thermodynamics pg. 122) (Lampiran. 1)

didapatkan oF = -20oF sehingga:

T EFV 50% = T ASTM 50% + oF

= 528,8oF + (-20oF)

= 508,8oF

74
b. Penentuan T EFV (oF)

T EFV ditentukan dengan menggunakan grafik hubungan antara T ASTM vs.

T EFV dalam (Edmister, Applied Hydrocarbon Thermodynamics pg. 123)

(Lampiran. 2)

Tabel IV. 5 Konversi Suhu Destilasi ASTM ke Suhu EFV


ASTM EFV
%V Interval
T(oF) T(oF) T(oF) T(oF)
IBP 152,6 269
129,6 10 - 0 60
10 282,2 329
136,8 30 – 10 104
30 419 433
109,8 50 – 30 75
50 528,8 508,8
86,4 70 – 50 52
70 615,2 560,8
171 90 – 70 116
90 786,2 676,8
54 100 – 90 20
100 840,2 696,8

75
2. Penentuan jumlah crude oil yang menguap (V) pada Evaporator V-1

a. Penentuan tekanan absolut pada kolom Evaporator V-1

Pabs = Patm = Pgauge

Pabs = 1 atm + P inlet

= 1 atm + = 0,371 atm

= 1,371 atm

Berdasarkan tekanan operasi tersebut (Pabs = 1,37 atm) dengan menggunakan

grafik Penentuan Temperatur dan Tekanan Uap Hidrokarbon (Maxwell, Data

Handbook on Hydrocarbon pg. 4) (Lampiran. 5) diperoleh T pada tekanan

operasi sebagai berikut:

Tabel IV. 6 Suhu ASTM dan EFV pada P 1 atm dan P 1,37 atm

P = 1 atm T Boiling Point (oF) pada


%V
T ASTM (oF T EFV (oF) P (1,37 atm)

IBP 152.6 269 249


10 282.2 329 309
30 419 433 410
50 528.8 508.8 480
70 615.2 560.8 533
90 786.2 676.8 650
100 840.2 696.8 663

76
Gambar IV. 3 Garfik Destilasi ASTM dan EFV pada P 1 atm dan P 1,37 atm

900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
IBP 10 30 50 70 90 100
1,37 EVF ASTM

Dari grafik distilasi EFV 1,3 atm, di plot suhu crude oil masuk Evaporator V-

1 (616,28 °F) untuk memperoleh persen crude oil yang menguap pada

Evaporator V-1, dari grafik tersebut didapatkan %V pada suhu 616,28 °F = 83

Jadi, persen crude oil yang menguap (%V) = 83 %

3. Neraca massa (tanpa steam)

F=V+B

mass 𝑓𝑙𝑜𝑤 𝑟𝑎𝑡𝑒 𝑐𝑟𝑢𝑑𝑒 𝑜𝑖𝑙


Feed (F) = 𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑐𝑟𝑢𝑑𝑒 𝑜𝑖𝑙

14325,79167 Kg/h
= 0,8472 Kg/𝑙

= 16909,5747 l/h

0,264172 𝑔𝑎𝑙
= 16909,5747 l/h  1𝑙

6,17 𝑙𝑏
= 4467,03617 gal/h  1 𝑔𝑎𝑙

= 27561,6132 lb/h

77
a. Total crude oil yang menguap (V)

Vapor (V) = %V  F

= 83 %  16909,5747 l/h

0,264172 𝑔𝑎𝑙
= 14034,947 l/h  1𝑙

6,17 𝑙𝑏
= 3707.64002 gal/h  1 𝑔𝑎𝑙

= 22876,1389 lb/h

b. Total crude oil yang tidak menguap (B)

Bottom (B) =F-V

= 16909,5747 l/h – 14034,947 l/h

0,264172 𝑔𝑎𝑙
= 2874,6277 l/h  1𝑙

6,17 𝑙𝑏
= 758,396149 gal/h  1 𝑔𝑎𝑙

= 4679,30424 lb/h

4.5. Perhitungan Neraca Panas pada Kolom Evapoator V-1

1. Penentuan faktor karakterisasi

a. Penentuan nilai titik didih rata- rata volumetrik (TDRV)


TIBP+T10%+T50%+T90%+T100%
TDRV = 5

Untuk TDRV crude oil


TIBP+T10%+T50%+T90%+T100%
TDRV crude oil = 5

152,6+282,2+528,8+786,2+840,2
TDRV crude oil = 5

= 518 oF

78
b. Penentuan nilai slope distilasi
T90%−T10%
Slope distilasi = 90−10

Untuk slope distilasi crude oil


786,2−282,2
Slope distilasi crude oil = 90−10

= 6,3

c. Penentuan nilai titik didih rata-rata molar (TDRM)

TDRM = TDRV – Faktor koreksi

Faktor koreksi diperoleh dari figure 5.4 W.L Nelson (1968) (Lampiran. 3)

Untuk TDRM crude oil

TDRM crude oil = TDRV crude oil – Faktor koreksi crude oil

= 518 oF + (-57)

= 461 oF

= 461 oF + 460 oR

= 921 oR

d. Penentuan factor karakterisasi (K)


3
√𝑇𝐷𝑅𝑀
K= 60
𝑆𝐺 𝑜𝐹
60

Untuk faktor karekterisasi


3
√𝑇𝐷𝑅𝑀 𝑐𝑟𝑢𝑑𝑒 𝑜𝑖𝑙
K crude oil = 60
𝑆𝐺 𝑜𝐹 𝑐𝑟𝑢𝑑𝑒 𝑜𝑖𝑙
60

3
√924
= 0,8472

= 11,49665

79
Tabel IV. 7 Hasil Perhitungan TDRV, Slope Destilasi, Faktor Koreksi,
TDRM dan K
Pertasol Pertasol
Keterangan Crude oil Pertasol CB Solar
CA CC
TDRV oF 518 187.304 249.656 302.144 518
Slope
6.3 1.053 1.116 0.9405 3.825
destilasi
Faktor
-57 -7 -6 -5.5 -25
koreksi
TDRM oF 464 180.304 243.656 297.94 493
TDRM oR 921 639.974 703.326 756.67 952.67
SG 60/60 0,8472 0.7102 0.7523 0,77314 0.9287
K 11.49665176 12.13407781 11.82118904 11.7863 10.59510791

2. Penentuan heat content

Dengan menggunakan figure 5.3 W.L. Nelson (1968) (Lampiran. 4)

a. Penentuan oAPI

Metode W.L. Nelson (1968)

o 141,5
API = 60 − 131,5
𝑆𝐺 𝑜𝐹
60

141,5
Untuk oAPI crude oil = 60 − 131,5
𝑆𝐺 𝑜𝐹 𝑐𝑟𝑢𝑑𝑒 𝑜𝑖𝑙
60

141,5
= − 131,5
0,8472

= 35,52077

b. Penentuan heat content koreksi

Heat content koreksi = heat content – koreksi fase uap/cair – koreksi tekanan

Heat content dan factor koreksi diperoleh dari figure 5.3 W.L Nelson (1968)

(Lampiran. 4)

80
c. Untuk crude oil fase uap

T crude oil fase uap = 616,28 oF

Heat content crude oil fase uap = 450 Btu/lb

Koreksi crude oil fase uap =7

Koreksi tekanan crude oil fase uap = -29

Heat content koreksi crude oil fase uap = heat content – koreksi fase

uap + koreksi tekanan

= 450 Btu/lb – 7 + (-29)

= 412 Btu/lb

d. Untuk crude oil fase cair

T crude oil fase cair = 646,88 oF

Heat content crude oil fase cair = 368 Btu/lb

Koreksi crude oil fase cair = 0,85

Koreksi tekanan crude oil fase cair = -22

Heat content koreksi crude oil fase cair = heat content – koreksi fase

cair + koreksi tekanan

= 368 Btu/lb –0,85 + (-22)

= 332,15 Btu/lb

81
Tabel IV. 8 Tabel Hasil Perhitungan oAPI dan Heat Content Terkoreksi
Pertasol Pertasol Pertasol
Keterangan Crude oil Solar Residu
CA CB CC
11.496651 12.134077 11.821189 10.5951
K 11.7863 -
76 81 04 0791

o 35.520774 67.795774 56.464930 35.7181 20.945


API 51.51989
32 65 92 5174 59362

Fase Uap/Cair Uap Uap Uap Uap Cair

616.28/64
T (oF) 646.88 646.88 646.88 646.88 588.2
6.88
Heat content
450 500 490 485 470 -
fase uap
Heat content
368 - - - - 340
fase cair
Koreksi fase
7 -13 2 4 25 -
uap
Koreksi fase
0,85 - - - - -
cair
Koreksi
tekanan fase -29 -15 -20 -19 -14 -
uap
Koreksi
tekanan fase -22 - - - - -
cair
Heat content
terkoreksi 412 498 468 462 358 -
fase uap
Heat content
terkoreksi 332,15 - - - - -
fase cair

82
3. Penentuan Heat Loss

Heat loss = heat inlet – heat outlet


ℎ𝑒𝑎𝑡 𝑙𝑜𝑠𝑠
% Heat loss = ℎ𝑒𝑎𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙  100 %

a. Penentuan Mass Flow Rate (lb/h)

Untuk crude oil fasa uap

3,785 l 2,205 𝑙𝑏
Mass Flow Rate (lb/h) = massa (gal/h)  densitas (kg/l)  
1 𝑔𝑎𝑙 1 kg

3,785 l 2,205 𝑙𝑏
= 3707.64002 gal/h  0.8472  
1 𝑔𝑎𝑙 1 kg

= 26215.49038 lb/h

b. Penentuan Heat (Btu/h)

Untuk crude oil fase uap

Heat (Btu/h) = mass flow rate (lb/h)  heat content (Btu/h)

= 26215.49038 lb/h  409 Btu/lb

= 10722135,6 Btu/h

83
Tabel IV. 9 Tabel perhitungan massa flow rate dan heat
Heat (Btu/h)
Massa Heat
Massa flow
Komponen flow rate content Outlet
rate (gal/h)
(lb/h) (Btu/lb) Inlet
Top Bottom

Crude oil Top 3707.64002 26215.49 412 10800782


Crude oil
758,396,149 5362.367 332.15 1781110.24
Bottom
Pertasol CA 294.855 1747.195 498 870102.999

Pertasol CB 234.13104 1471.001 468 688428.649

Pertasol CC 259.348 1672.811 462 772838.855

Solar 2037.651 14390.55 357 5137425.26

Residu 906.521 7022.535 340 2387661.89

Total 12581892.3 7468795.76 2387661.89

Heat loss = heat inlet – heat outlet

= 12,581,892.3 Btu/h – (7,468,795.76 + 2,387,661.89) Btu/h

= 12,581,892.3 Btu/h – 9,856,457.65 Btu/h

= 2,725,434.62 Btu/h

ℎ𝑒𝑎𝑡 loss
% Heat loss =  100%
ℎ𝑒𝑎𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

2,725,434.62
=  100%
12,581,892.3

= 21.66 %

Efisiensi Evaporator V-1 = 100 % - 21.66 %

= 78.33 %

84
4.6. Hasil Penelitian

Berdasarkan perhitungan neraca massa dan neraca panas didapatkan hasil


seperti dibawah ini:

Vapor (V) = 22876,1389 lb/h

Crude oil (F) = 27561,6132 lb/h


Evaporator
V-1

T = 616,28 oF
P = 0,371 atm

Bottom = 4679,30424 lb/h

% Heat loss Evaporator V-1 = 21.6615638 %

% Efisiensi Evaporator V-1 = 78,3384362 %

85
4.7. Analisis Hasil

Pada proses pengolahan minyak bumi di unit kilang distilasi PPSDM Migas

Cepu, keberadaan kolom Evaporator V-1 sangatlah penting mengingat fungsinya

sebagai proses penguapan yakni kolom pemisah antara fraksi berat dan fraksi ringan

serta dapat meringankan beban kolom fraksinasi.

Proses pengolahan crude oil di unit kilang distilasi atmosferik. Umpan

minyak mentah yang dijadikan feed berasal dari campuran crude oil di beberapa

tempat yaitu: Ledok, Kawengan, Lobo, Semanggi, Tapen dan KOD (Wonocolo)

yang memiliki SG 0,830 (termasuk minyak medium ringan / intermediate

naphtenic). Minyak dari Wonocolo yang dikelola oleh masyarakat setempat dikirim

menggunakan mobil tangki, selain itu minyak yang Kawengan, Ledok, Lobok

dikirim menggunakan pipa. Kemudian minyak itu dikumpulkan di P3 (Pusat

Pengumpul Produksi Pertamina EP) yang akan dipisahkan dari impurities yang

tidak diinginkan seperti air, dan kotoran lainnya. Setelah dari P3 minyak dikirim ke

T.101 atau T.102 dengan menggunakan pompa umpan P.100-03, P.100-04 dan

P.100-05. Di dalam tangki juga dilakukan pembersihan lagi dari air dengan cara

dipanasi dengan harapan air tersebut akan turun ke bawah.

Setelah minyak bersih dari impurities, minyak kemudian di pompakan

menuju alat penukar panas (Heat Exchanger) dengan aliran counter current. Ada

lima buah heat exchanger yaitu HE-1, HE-2, HE-3, HE-4 dan HE-5. Hasil produk

yang bertemperatur tinggi akan digunakan sebagai fulida pemanas di HE sebagai

pemanasan awal dan agar panas dari produk tidak terbuang sia-sia. Minyak mentah

akan dialirkan pada tube nya HE-1 dari bawah ke atas yang mendapat pemanasan

86
dari media pemanas produk nafta yang diproduksi dari bottom C2. Akan tetapi

kondisi sekarang H-1, HE-2 dan HE-5 tidak digunakan karena bocor sehingga

crude oil langsung masuk ke HE-3 dan HE-2 yang dipanaskan dengan produk solar.

Minyak masuk ke HE dengan temperatur kamar (38-40oC) dan keluar dengan suhu

sekitar (105-122)oC sedangkan solar masuk dengan suhu 229oC dan keluar dengan

suhu 62oC. Sedang pemanasan pada HE-4 dan HE-5 menggunakan media pemanas

pruduk residu yang diproduksi dari bottom C5. Akan tetapi karena kondisi lapangan

sekerang yang digunakan hanya HE-3 dan HE-2 maka HE-1, 4 dan 5 maka crude

oil yang masuk hanya sebatas lewat saja. Semua media pemanas ini mengalir pada

HE dibagian shellnya.

Dari alat penukar panas ini minyak mentah di alirkan menuju ke furnace

(dapur) untuk di panaskan lebih lanjut sehingga suhunya mencapai sekitar (300-

330) °C. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan suhu optimum Evaporator V-1

sehingga fase cair dan fase uap dapat terpisah dengan baik. Disana ada 6 buah (4

tipe box fired dan 2 tipe cylindrical) dapur pemenas tetapi yang operasi hanya dua

buah yaitu F-2 dan F-3 (tipe box fired) dengan bahan bakar berupa fuel oil (residu

+ solar) dan fuel gas (gas alam). Crude oil yang keluar dari furnace pada suhu (300-

330) °C berupa campuran cairan dan uap, untuk dapat memisahkan campuran

tersebut maka selanjutnya crude oil di lewatkan pada kolom Evaporator V-1. Disini

minyak tersebut mengalami pemisahan yaitu fraksi uap yang menuju ke puncak dan

fraksi cair yang menuju ke bawah pada alat ini dilengkapi dengan steam striping

yang berfungsi untuk mempermudah penaikan fraksi ringan atau menurunkan

tekanan parsial. Akan tetapi kondisi operasi saat penulis melakukan Praktek Kerja

87
Lapangan di PPSDM Migas Cepu, kilangnya dijalankan tanpa menggunakan steam.

Ini dikarenakan tipe dari crude oil yang termasuk crude oil medium ringan karena

sudah dicampur dengan kondensat sehingga pemanasan di dalam furnace sudah

cukup untuk terjadinya pemisahan pada kolom Evaporator V-1. Pemisahan pada

Evaporator belum sempurna sehingga perlu pengolahan lebih lanjut.

Proses yang terjadi pada kolom Evaporator V-1 adalah proses fisika yaitu

proses pemisahan crude oil fase uap (fraksi ringan dan crude oil fase cair (fraksi

berat), yang mana fraksi berat (residu) merupakan produk bawah (bottom product)

dan fraksi ringan berupa uap hidrokarbon yang merupakan produk atas (top

product). Selain itu Evaporator V-1 juga berfungsi untuk meringankan kerja kolom

fraksinasi dalam melaksanakan proses pemisahan selanjutnya.

Crude oil masuk pada bagian tengah kolom Evaporator V-1 pada suhu 300-

330°C, untuk meningkatkan efisiensi penguapan maka aliran feed dibuat tidak

langsung ke tengah kolom tetapi dibuat serong mendekati dinding bagian bawah

kolom.

Metode yang digunakan dalam pengolahan data evaluasi kinerja Evaporator

V-1 adalah perhitungan neraca massa dan neraca panas untuk mengetahui jumlah

fraksi ringan (vapor) dan fraksi berat (bottom) yang keluar serta heatloss dari

Evaporator V-1.

Data operasi yang diambil pada tanggal 21,23,24,27 dan 28 Juli 2020 yakni

crude oil dari furnace dialirkan menuju Evaporator V-1 dengan suhu inlet 324,6 oC

(616,28 oF) untuk dipisahkan menjadi fraksi berat (residu) dengan suhu bottom 309
o
C (588,2 oF) dan fraksi ringan uap hidrokarbon yang merupakan produk atas (top

88
product) dengan suhu top 341,6 oC (646,88 oF) % uap crude oil yang didapatkan

memperoleh persen crude oil yang menguap pada Evaporator V-1, dari grafik

tersebut didapatkan %V pada suhu 616,28 oF = 83%

Berdasarkan grafik hubungan antara %V crude oil Vs Temperature (°F) di

dapatkan persen crude oil yang menguap pada tekanan operasi 1,37 atm dan

temperatur 616,28 oF yakni 83%. persen crude oil ini kemudian digunakan untuk

menghitung nilai bottom product tanpa steam.

Berdasarkan hasil perhitungan neraca massa didapatkan nilai crude oil yang

menguap atau produk atas (vapor) sebesar 22876,1389 lb/h dan nilai crude oil yang

tidak menguap atau produk bawah (residu) sebesar 4679,30424 lb/h. Dimana top

product ini berupa Pertasol CA, Pertasol CB, Pertasol CC dan Solar sedangkan

bottom product berupa Residu. Dari hasil perhitungan neraca panas diperoleh nilai

efisiensi untuk Evaporator V-1 di Unit Kilang Distilasi Atmosferik PPSDM Migas

Cepu sebesar 78,3384362 %. Nilai efisiensi tersebut menunjukan bahwa

Evaporator V-1 masih dapat beroperasi dengan hasil yang cukup optimal.

89
V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil evaluasi terhadap Evaporator V-I di unit kilang Pusat

Pengembangan dan Pelatihan Sumber Daya Manusia Minyak dan Gas Bumi

(PPSDM Migas) Cepu, dapat disimpulkan beberapa hasil perhitungan sebagai

berikut :

1. Umpan masuk Crude oil (F) sebesar 27561,6132 lb/h, dengan total produk atas

Vapor (V) sebesar 22876,1389 lb/h dan produk bawah bottom (B) sebesar

4679,30424 lb/h. Sedangkan jumlah total produk yang dihasilkan fsebesar

754122,6 lb/day.

2. Panas yang masuk sebesar 12581892,3 Btu/h dan panas yang keluar sebesar

9856457,65 Btu/h. Sehingga panas yang hilang (head loss) pada proses

penguapan sebesar 2725434,62 Btu/h dengan persen heat loss sebesar

21.6615638 %.

3. Efisiensi pada proses penguapan sebesar 78,3384362 %, nilai efisiensi ini

menunjukan bahwa Evaporator V-1 beroperasi dengan hasil yang cukup

optimal.

90
5.2. Saran

Adapun saran yang dapat kami sampaikan setelah melakukan penelitian ini

sebagai berikut:

1. Perlunya memasang alat flowmeter pada setiap aliran masuk dan keluar di

kolom Evaporator V-I, sehingga dapat terlihat jelas jumlah minyak yang

masuk dan keluar serta lossessnya

2. Perlunya memasang alat kontrol temperatur pada bagian bottom Evaporator V

1, sehingga temperatur bottom Evaporator V-1 dapat selalu di kontrol melalui

Central Control Room.

91
DAFTAR PUSTAKA

Basundoro, Purnawan. 2017. Minyak Bumi dalam Dinamika dan Ekonomi


Indonesia 1950-1960an. Airlangga University Press. Surabaya.
Christie J. Geankoplis, 1993. Transport processes and unit operations. Prentice
Hall PTR. Third Edition.
Edmister, W.C. 1961. Applied Hydrocarbon Thermodynamics. Vol 1. Gulf
Publishing Company. Houston Texas.
Gary, J.H., Handwerk, G.E. dan Kaiser, MJ. 2007. Petroleum Refining: Technology
and Economics, Sth Edition. CRC Press/Taylor & Francis Group, Boca
Raton, FL.
Hardjono, A. 2001. Teknologi Minyak Bumi, Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Heldman, Dennis R. 1992. Handbook of Food Engineering. Marcel Dekker, Inc.
New York.
Haryata, Yullanus. 2019. Minyak Bumi Membuat Dunia Terkesima”. Penerbit
Duta. Depok.
Kern, D.Q. 1950. Process Heat Transfer. Mcgraw Hill Book Company. New York.
Mahfud M. dan Sabara. 2018. Industri Kimia Indonesia. Deepublish. Yogyakarta.
Maxwell, J.B. 1950. Petroleum Refinery Hydrocarbon. D. Van Nostrand. New
York.
Nelson, WL. 1969. Petroleum Refinery Engineering. Fourth Edition, McGraw Hill
Book Company, Singapore.
Risdryanta. 2015. Mengenal Kilang Pengolahan Minyak Bumi (Refinery) di
Indonesia. Vol. V No. 4.
Toledo, R. T. 1991. Fundamentals of Food Process Engineering (Second Edition).
Chapman Hall, New York.
Yoeswono, et al. 2016. Perekahan Katalitik Residu Kilang PPSDM Migas Dengan
Katalis Zeolit Alam. Pusdiklat Migas. Cepu.

92
LAMPIRAN

Lampiran. 1 Grafik EFV Vaporization Correlation For Petroleum Fractions


(Edmister, Aplplied Hydrocarbon Thermodynamics pg. 122)

93
Lampiran. 2 Grafik Hubungan Antara T ASTM vs. T EFV dalam
(Edmister, Applied Hydrocarbon Thermodynamics pg. 123)

94
Lampiran. 3 Grafik Hubungan Antara molal, volumetrik, danTitik Didih
Rata-Rata untuk Slope ASTM (W.L Nelson, Petroleum Refinery Engineering
- 4th Edition pg. 172)

95
Lampiran. 4. Grafik Heat Content dari Fraksi-Fraksi Minyak Bumi (W.L
Nelson, Petroleum Refinery - 4th Edition)

96
Lampiran. 5 Grafik Penentuan Temperatur dan Tekanan Uap Hidrokarbon
(Maxwell, Data Handbook on Hydrocarbon pg. 4)

97
Lampiran. 6 Struktur Organisasi PPSDM Migas Cepu

98
Lampiran. 7 Diagram Alir Proses Pengolahan Air PPSDM Migas Cepu

99
Lampiran. 8 Diagram Alir Proses Pengolahan Air di CPI PPSDM Migas
Cepu

100
Lampiran. 9 Diragram Proses Pengolahan Air di Area Bak YAP

101
Lampiran. 10 Flow Diagram Wax Plant Unit PPSDM Migas Cepu

102
Lampiran. 11 Flow Diagram Crude Destilation Unit PPSDM Migas Cepu

103

Anda mungkin juga menyukai