Laporan Kerja Praktek dengan judul “Evaluasi Kinerja Reboiler E-2 Pada Unit
Sour Water Stripper 840-V2 – Hydrocracking Complex (HCC)” di
PT.PERTAMINA (persero) RU II Dumai – Riau oleh Mohd Fajri Amrullah
dengan Nomor Induk Mahasiswa 1207113638, Program Studi S1 Teknik Fakultas
Universitas Riau, telah diperiksa dan disetujui oleh Dosen Pembimbing.
Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Riau
Disusun Oleh
Nama : Mohd Fajri Amrullah
NIM : 1207113638
Mengetahui, Menyetujui,
Lead of Process & Pembimbing
Engineering Kerja Praktek
Menyetujui,
Senior Officer BP Refinery /
Unit HR RU II
Ismal Gamar Mona Silvia
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat yang
telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja
Lapangan di PT. Pertamina (Persero) RU II Dumai. Judul tugas khusus adalah
“Evaluasi Kinerja Reboiler E-2 Pada Unit Sour Water Stripper 840-V2 –
Hydrocracking Complex (HCC)”. Dalam pelaksanaan praktek kerja lapangan dan
penyusunan laporan, penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat kepada penulis, salah satunya nikmat
sehat sehingga penulis bisa menyelesaikan laporan ini.
2. Kedua orangtua dan keluarga yang selalu memberikan motivasi dan dukungan
kepada penulis.
3. Bapak Drs, Syamsu Herman, MT. Selaku Dosen Pembimbing Kerja Praktek di
Universitas Riau.
4. Bapak Drs. Irdoni, HS, MS. Selaku Kordinator Kerja Praktek di JurusanTeknik
Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau.
5. Ibu Esti Budi Utami, selaku Senior Officer BP Refinery / Unit HR RU II Dumai.
6. Bapak Ismal Gamar, selaku Lead of Process & Engineering RU II Dumai.
7. Kakak Mona Silvia, selaku Pembimbing Kerja Praktek penulis di Pertamina RU
II Dumai.
8. Pak Asri yang telah memberikan pengarahan dan semangat kepada penulis selama
di diklat.
9. Seluruh pegawai dan mitra kerja Pertamina atas keramah tamahannya kepada
penulis.
10. Seluruh karyawan yang berada di bagian Process & Engineering atas
keramahtamahannya, bimbingannya, dan dukungan moril kepada penulis.
11. Rekan-rekan Kerja Praktek yang berada di bagian Process & Engineering yang
banyak membantu dan memberi kontribusi yang signifikan kepada penulis yaitu
Febiran Adhitya, Fadlillahi Hafiz, Peter, Genardus Oktavri, M. Wahyu Nugraha,
Wahyu Mey R, Subkhan Maulana dari Universitas Riau (UNRI), Edo Ivanda,
Yuda Lubose dari Universitas Pembangunan “veteran” Nasional Yogyakarta
(UPN), Riska, Ajeng, Yessie dari Universitas Negeri Semarang (UNNES), Idun,
Didit, Farouk dari Universitas Diponegoro (UNDIP).
Mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam penulisan Laporan ini. Semoga dapat
menambah pengetahuan pembaca mengenai proses kilang minyak bumi dan gas di
PT. Pertamina RU II Dumai.
2.1.5.2 Bensin
A. Octane Number (ON)
Octane Number atau bilangan oktan adalah tolak ukur kualitas
antiknocking bensin. Knocking atau peletupan prematur adalah peledakan
campuran uap bensin dan udara dalam silinder mesin Otto sebelum busi
menyala, dimana peristiwa ini mengurangi daya mesin tersebut. Bensin
premium mempunyai spesifikasi bilangan oktan minimum 88, Pertalite 90
minimum dan Pertamax plus minimum 95.
B. Engine Deposit
Deposit yang terbentuk dalam ruang pembakaran dipengaruhi oleh
angka oktan bensin, sehingga tedensi pembentukan deposit merupakan faktor
yang sangat penting.
2.1.5.3 Kerosene
A. Smoke Point (Titik Asap)
Tolak ukur pembakaran kualitas kerosene adalah kemampuan untuk
terbakar tanpa menghasilkan asap. Smoke Point adalah tinggi nyala maksimal
yang dapat dihasilkan oleh pembakaran kerosene tanpa membangkitkan asap
hitam. Tolak ukur ini berhubungan dengan kadar senyawa aromatik, makin
tinggi kadar senyawa aromatik, makin rendah titik asapnya. Kerosene yang
baik memiliki titik asap minimal 17 mm.
B. Flash Point
Flash point adalah temperatur terendah yang membuat uap diatas minyak
mulai berkilat saat disodori api kecil.
2.1.5.4 Jet Fuel (Bahan Bakar Pesawat Jet)
A. Smoke Point, nilai minimum yang diperbolehkan 25 mm.
B. Flash Point, nilai minimum yang diperbolehkan 38°C
C. Rentang Pendidihan/Distilasi
D. Titik Beku (Freezing Point)
Berdasarkan jenis bahan baku serta proses yang terjadi di dalamnya, proses
pengolahan umpan berupa minyak mentah yang masuk ke kilang PT. PERTAMINA
(Persero) RU-II Dumai terbagi ke dalam tiga area proses. Ketiga area proses tersebut
adalah :
1. Proses I : HSC (Hydro Skimming Complex)
2. Proses II : HCC (Hydro Cracking Complex)
3. Proses III : HOC (Heavy Oil Complex)
Crude oil yang akan diolah di CDU dipompakan oleh pompa 100-P-1 A/B/C
dari tangki penyimpanan. Crude oil dialirkan ke dalam serangkaian heat exchanger
(100-E-1 s.d 7) untuk dipanaskan oleh aliran produk. Fungsi preheater ini adalah,
Meringankan beban heater 100-H-1 dalam memanaskan crude sampai ke
temperatur pemisahan yang diinginkan.
Mengurangi kebutuhan utilities untuk mendinginkan produk ke tangki.
Untuk pengaturan pemanasan, bisa dilakukan dengan mengatur laju alir media
pemanas dari panel dengan mengatur laju alir media pemanas kerosin, LGO, dan
HGO produk. Jika terjadi kenaikan aliran crude oil, maka jumlah media pemanas
yang digunakan bisa ditambah untuk mencapai temperatur outlet exchanger ke 100-
H-1 yang sama. Temperatur outlet exchanger dimonitor untuk mengetahui tingkat
kinerja exchanger. Jika temperatur yang dapat dicapai menurun, maka ada indikasi
HE mulai kotor oleh fouling, dan harus dilakukan cleaning.
Indikator lain yang selalu di monitor adalah tekanan outlet exchanger. Indikator
ini berfungsi sebagai pengaman exchanger dan heater 100-H-1 dari overpressure
akibat tingginya kandungan air dalam crude oil. Selama pemanasan di exchanger, air
yang terkandung dalam crude akan menguap dan berekspansi sehingga menaikkan
tekanan. Nilai tekanan diharapkan tidak lebih dari 17 kg/cm2. Di lapangan, untuk
melindungi HE dari overpressure, line outletcrude oil pada HE dilengkapi dengan
Pressure Savety Valve (PSV).
Kandungan air di tiap tangki crude berbeda. Oleh karena itu, panel selalu
memonitor crude oil yang digunakan dari tangki mana (tarik full atau tarik gandeng
dari dua tangki) dan kandungan airnya. Jika kandungan air dari crude oil yang
digunakan terlalu tinggi (diharapkan kurang dari 0,5%-vol), maka tindakan yang
diambil adalah dengan mengurangi jumlah intake feed agar tekanan di exchanger
tidak melonjak dan beban dapur tidak meningkat. Namun, dengan turunnya intake
crude, maka akan mengurangi produk dan feed untuk unit lain. Oleh karena itu,
tindakan ini perlu dikoordinasikan dengan unit lain.
Di 100-H-1, crude oil dari exchanger masuk dalam 8 pass yang alirannya
dikontrol oleh FC-102 s.d FC-109. Saat ini, posisi kontrol aliran crude inlet 100-H-1
dibuat manual dengan bukaan yang disesuaikan agar flow (laju alir) balance.Crude
dinaikkan temperaturnya sampai 330oC agar pemisahan di 100-T-1 berlangsung
dengan baik.
Control fuel yang digunakan pada 100-H-1 saat ini adalah control fuel oil.
Jumlah fuel oil dikendalikan dari tekanannya, sehingga jika bukaan control valve
terlalu besar dapat menyebabkan tekanan fuel oil turun dan dapat mempengaruhi
bentuk flame pada burner. Diharapkan, tekanan fuel oil memiliki nilai antara 2-
4kg/cm2 agar bentuk flame bagus dan tidak menyentuh tube. Oleh karena itu, untuk
pengaturan fuel oil biasanya dikombinasikan dengan pengaturan bukaan valve fuel oil
di lapangan.Kenaikan fuel oil juga diiringi dengan penambahan atomizing steam.
Trip sistem di 100-H-1 menerima sinyal dari Pass 1 (FC-102), Pass3 (FC-104),
Pass 5 (FC-106), dan Pass 7 (FC-108). Jika keempat Pass ini terindikasi too low flow,
maka selenoid akan jatuh dan heater akan trip untuk mencegah terjadinya kerusakan
pada tube. Jika hanya satu atau dua yang terindikasi low flow, alarm akan berbunyi
dan segera dilakukan tindakan untuk mengatur bukaan control valve crude inlet. Jika
aliran belum tercapai, dapat dibantu dengan bukaan valve bypass.
Kemudian, crude yang telah dipanaskan masuk ke 100-T-1 untuk difraksinasi
menjadi beberapa fraksi berdasarkan perbedaan rentang titik didihnya. Proses
fraksinasi dilakukan pada tekanan atmosferik dan temperatur sekitar 330 oC.Fraksi
Crude oil yang diperoleh antara lain Overhead gas yang nanti dipisahkan menjadi
Offgas dan naphtha, kerosene, Light Gas Oil (LGO), Heavy Gas Oil (HGO), dan
Residu sebagai produk bottom. Pemisahan di 100-T-1 juga dibantu dengan
menggunakan stripping steam untuk menurunkan tekanan parsial fraksi ringan
sehingga lebih mudah menguap. Kolom 100-T-1 juga dilengkapi dengan
pumparoundreflux untuk menjaga temperatur pemisahan di side draw.
Aliran overhead gas didinginkan oleh kondesor 100-E-8 dengan media sea
water sehingga menjadi aliran dua fasa dan kemudian ditampung di 100-D-1. Fasa
cair adalah naphtha yang dipompakan oleh 100-P-2 A/B sebagian ke tangki dan
sebagian lagi kembali ke kolom sebagai refluks yang berfungsi untuk menjaga
temperatur top kolom 100-T-1. Fasa gas dialirkan ke suction JoyCompressor 100-C-1
A/B untuk kemudian dialirkan ke Fuel Gas System dan sejumlah kecil dibuang ke
flare untuk menjaga tekanan kolom 100-T-1.
Fraksi kerosene, LGO, dan HGO dari 100-T-1 masuk ke Stripper 100-T-2
A/B/C untuk dimurnikan dari fraksi-fraksi ringan yang terikut. Kemudian, dialirkan
ke preheater untuk didinginkan dan dialirkan ke tangki penyimpanan. Residu sebagai
produk bottom sebagian dialirkan ke 100-H-2 oleh 100-P-9 untuk direboil dan
dikembalikan ke kolom 100-T-1 untuk menjaga temperatur pemisahan di flash zone
dan memperbanyak kontak uap-cair agar pemisahan lebih tajam. Sisa residu
dipompakan oleh 100-P-6 A/B untuk diolah di Heavy Vacuum Unit dan sebagian
disimpan di tangki.
FLARE A M IN E L P G A M IN E L P G
C -1
V -8 V -9 V -1 0
V -2 7 V -2 8 V -2 9
To
V -1 V -2 V -3 D e b u t C o lu m n
a t F r a c t.S e c tio n
H -1
E -4
PO W ER
R EC YC LE
T U R B IN
P -3
E -3
E -1
C A T A L Y S T : D H C -8
C o M o & T u n g s te n o n
C -2 C -2 C -2 S i li c a A l u m i n a B a s e
E -1 E -2
F la r e
Pada unit DCU ini, short residu yang panas ditampung sementara di V-5 untuk
kemudian diumpankan ke V-2 (fraksinator). BottomV-2 dipanaskan ke 140-H-1 dan
terjadi reaksi thermal cracking di 140-V-1. Thermal cracking mengakibatkan
perengkahan hidrokarbon rantai panjang menjadi molekul-molekul yang lebih kecil.
Fraksi-fraksi didinginkan di E-8, produk atas V-2 ditampung di V-6 untuk dipisahkan
dari air. Dalam fraksinator tersebut, dihasilkan produk atas berupa gas, LPG, cracked
naphtha. Dari aliran samping, setelah melalui stripper V-3 & V- 4 diperoleh LCGO &
HCGO.
Dari V-6 campuran cairan dan gas dengan bantuan kompressor dialirkan ke HP
seperator V-16 untuk memisahkan cairan hidrokarbon dari fasa gas. Fasa gas dari V-
16 digunakan sebagai absorber LCGO di V-17. Fasa cair dari V-16 dimasukkan ke
kolom debutanizer V-18 sehingga diperoleh produk bawah berupa cracked naphtha
dan produk atas berupa gas-gas fraksi ringan (C 1 – C6) yang selanjutnya dipisahkan di
LPG splitter V-20 menghasilkan unsaturated LPG. Produk terakhir V-1 adalah coke
yang dikeluarkan 2 kali dalam 1 hari ( DCU beroperasi 2 train AB/CD).Produk yang
dihasilkan berupa :
1. Gas sebagai fuel gas
2. LPG
3. Naphtha sebagai umpan NHDT
4. Light Coker Gas Oil (LCGO) sebagai umpan DHDT
5. Heavy Coker Gas Oil (HCGO) sebagai umpan HC Unibon
6. Green Coke.
LIGHT & HEAVY COMP. SURGE DRUM FRACT. OH GAS COMP. INTERSTAGE DEBUT. OH GAS TO FLARE
COKER OIL RECEIVER RECEIVER
STRIPPERS FRACT. OH GAS TO FLARE,
RECEIVER FUEL GAS
FRACTIONATOR SYSTEM
V15 V23
V19 LPG SPLITTER
FEED SURGE DRUM V6 1st 2nd V21
OH RECEIVER
C1
SWS
SWS
V4 HP SEPARATOR ABSORBER
V5 V2 SWS V20
DEBUTHANIZER LPG SPLITTER
CRACK E19
SLOP HCGO UNSATURATED
EX T-4 QUENCH LPG
LCGO
CIRCULATION
NAPHTHA TO TANK,
CHARGE NHDT
FEED V1
FROM ABCD
BLOWDOWN
HVU H1 CONDENSOR
ABCD LCGO TO TANK, DHDT
V7
V13
HCGO TO TANK, HCU 211/212
SWS BOC SEPARATOR
HEATER GAS TO FLARE
V14 V12 BOC KO DRUM
4.1 Utilitas
Di dalam suatu pabrik terutama kilang minyak, utilitas merupakan suatu
bagian yang penting guna menunjang operasi karena sebagian besar jalannya operasi
ditentukan oleh adanya utilitas ini. Utilitas yang terdapat pada PT. PERTAMINA RU-
II Dumai adalah:
1. Plant Water, yang berfungsi sebagai :
a. Air Pendingin Pompa
b. Air umpan Boiler
c. Air minum
d. Water Hydrant
e. Air bersih untuk perumahan
2. Steam, yang berfungsi sebagai :
a. Penggerak Turbin
b. Pemanas
c. Atomizing steam (steam pembakaran)
3. Udara bertekanan (Pressed Air), yang berfungsi sebagai :
a. Instrumen Air, untuk menjalankan instrumen pengontrol
b. Plant Air, untuk pembersihan alat-alat
4. Sea Water, yang berfungsi sebagai :
a. Air Pendingin pada cooler dan condensor
b. Pendingin mesin-mesin di power plant
c. Fire safety
Unit-unit proses yang merupakan bagian dari Unit Utilitas adalah :
4.1.1Unit Penjernihan Air (Water Treatment Plant)
Sumber air tawar diperoleh dari sungai Rokan. Pengolahan air
inibertujuanuntukmemperoleh air yang memenuhisyaratsebagai air minum, air
pendingin, dan air umpan boiler (Boiler Feed Water/BFW). Untuk memperoleh BFW
harus dilakukan demineralisasi. Air sungai Rokan diolah untuk menghilangkan
kekeruhan, COD, padatan terlarut, danwarna. Penambahan larutan NaOH dilakukan
untuk menghindari korosi yang disebabkan oleh pH air yang rendah. Penambahan
desinfektan seperti Cl2 dan Ca(OCl)2 dilakukan untuk mensterilkan air minum.
Air sungai Rokan dipompa menuju WTP (Water Treatment Plant) Bukit Datuk
yang berjarak 45 Km, kemudian ditampung dalam raw water pond. Di dalam raw
water pond terjadi pengendapan lumpur, pasir, dan partikulat. Kemudian air ini
dipompa menuju clearator dan diinjeksikan Aluminium Sulfat (Al2(SO4)3.18H2O),
Soda Kaustik (NaOH) dan Coagulant Aid. Di dalam clearator ini, air dan bahan
kimia diaduk dengan rapid mixer hingga terjadi koagulasi antara bahan kimia dengan
kotoran kemudian terbentuk flok. Reraksi yang terjadi adalah:
Al2(SO4)3.18H2O + 3Na2CO33 Na2 SO4 + 2Al(OH)3 + 18H2O
Al2(SO4)3.18H2O + Ca(HCO3)2 3CaSO4 + 2Al(OH)3 + 6CO2 + 18H2O
Flok-flok yang terbentuk diendapkan dan dibuang secara periodik. Air jernih
yang mengalami over flow ditampung dalam intermediate pond. Intermediate pond
hanya berfungsi sebagai bak penampung air jernih. Air jernih lalu dialirkan ke sand
filter yang berfungsi untuk memisahkan carry over flok dari clearator. Air jernih dari
sand filter secara gravitasi dialirkan menuju treated water pond. Dari treated water
pond air didistribusikan dengan pompa melalui sistem manifold. Manifold untuk
kilang diinjeksikan corrosion inhibitor, sedangkan air untuk perumahan dan dok
diinjeksikan Cl2 atau Ca(OCl)2 untuk desinfektan.
Refinery water (raw water) dari WTP Bukit Datuk dikirim ke new plant dan
dikirim kesand filter. Outlet sand filter ditampung pada filtered water tank. Dari
tangki tersebut sementara sebelum didistribusikan dengan pompa menuju :
1. Portable WaterTank
2. Plant Water Calciner
3. Demineralizer
4. Make Up Cooling Water
5. Plant Water and House Station
Tabel 4.1 Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Pengilangan Minyak Bumi
Kadar Maks. Beban Pencemaran
No. Parameter
(mg/L) Maks. (gr/m3)
1 BOD5 80 80
2 COD 160 160
3 Minyak dan lemak 20 20
4 Sulfida terlarut 0,5 0,5
5 Ammonia terlarut 8 8
6 Phenol total 0,8 0,8
7 Temperatur 45oC 45oC
8 PH 6,0-9,0 6,0-9,0
9 Debit limbah 1000 m /m3 bahan baku
3
1000 m /m3 bahan baku
3
6.4.2 Reboiler
Reboiler adalah heat exchanger atau alat perpindahan panas yang biasa
digunakan pada kolom destilasi. Reboiler digunakan untuk menguapkan cairan yang
masuk sehingga uap yang dihasilkan masuk kembali dan naik ke column, dan cairan
sisanya akan tertinggal di bagian bawah column sebagai residu. Tangki reboiler
vertical dan horizontal bekerja dengan sirkulasi natural, dimana aliran yang mengalir
ke reboiler disebabkan oleh ketidakseimbangan tekanan hidrostatik antara cairan di
dalam tower dan campuran di dalam tube reboiler.
Prinsip kerja reboiler pada dasarnya sama dengan Heat Exchanger secara
umum, namun reboiler sebagai suatu sistem memerlukan peralatan tambahan lebih
daripada sekedar Heat Exchanger sebagai instrumen, sehingga reboiler tidak dapat
berdiri sendiri. Reboiler terdiri atas beberapa sistem yang berhubungan, misalnya
sistem heat exchanger dan sistem kolom (destilasi, evaporasi, dan yang sejenisnya).
Kedua sistem itu terhubung menjadi sebuah sistem reboiler dengan adanya
pengembalian fluida (panas) ke dalam kolom dari reboiler.
Nilai flooding, pressure drop, tempereature, dan vapor rate tiap tray kolom
Sour Water Stipper 840-V2 yang didapat dari simulasi Hysys dapat diihat pada tabel
6.3.
Tabel 6.3 Kondisi tiap tray kolom Sour Water Stipper 840-V2
Temperature Vapor Rate
Flooding (%) Delta P (bar)
(C) (kg/h)
No
Befor Afte Before After Befor Afte Before After
e TA r TA TA TA e TA r TA TA TA
69,3 0,00571 0,0112 81,9 4056,7 9009,8
Tray 1 36,70 9 8 2 83,23 8 1 4
69,9 0,00572 0,0113 82,3 9171,6
Tray 2 36,69 5 4 6 83,5 5 4079,7 9
70,0 0,00572 82,7 4096,9 9249,4
Tray 3 36,63 6 2 0,0114 83,77 1 5 4
70,1 0,0114 83,0 4113,6
Tray 4 36,57 5 0,00572 4 84,02 7 3 9325,6
70,2 0,00571 0,0114 83,4 4129,9 9402,0
Tray 5 36,50 4 7 8 84,27 3 3 4
47,0 0,00452 0,0076 83,7 4145,9 9475,8
Tray 6 31,96 6 8 5 84,52 8 8 5
75,7 0,00761 0,0138 84,7 5043,0
Tray 7 50,21 9 9 7 85,03 6 789,79 9
76,6 0,00786 0,0141 85,1 5140,3
Tray 8 51,75 1 8 2 85,27 7 833,49 7
76,7 0,00797 0,0141 85,5 5178,3
Tray 9 52,36 0 7 8 85,5 4 854,18 1
76,7 0,00808 0,0142 85,8 5212,6
Tray 10 52,93 5 3 2 85,73 7 874,22 2
76,7 0,00818 0,0142 86,1 5244,2
Tray 11 53,49 7 9 5 85,96 7 894,08 8
76,7 0,00829 0,0142 86,4 5273,9
Tray 12 54,05 7 5 8 86,19 5 913,79 2
76,7 0,00840 86,7 5302,0
Tray 13 54,59 5 2 0,0143 86,42 2 933,37 1
76,7 0,00850 0,0143 86,9 5328,9
Tray 14 55,12 1 8 2 86,64 7 952,83 2
76,6 0,00861 0,0143 87,2 5354,9
Tray 15 55,64 7 5 3 86,86 2 972,17 1
76,6 0,00872 0,0143 87,4
Tray 16 56,15 3 2 5 87,08 5 991,38 5380,2
76,5 0,00882 0,0143 87,6 1010,4 5404,9
Tray 17 56,66 7 8 6 87,3 9 7 4
76,5 0,00893 0,0143 87,9 1029,4 5429,2
Tray 18 57,15 2 5 7 87,52 1 5 7
76,4 0,00904 0,0143 88,1
Tray 19 57,64 6 2 8 87,74 4 1048,3 5453,3
76,4 0,00914 0,0143 88,3 5476,9
Tray 20 58,11 0 9 8 87,95 6 1067 5
76,3 0,00925 0,0143 88,5 5500,1
Tray 21 58,58 4 5 9 88,16 8 1085,6 1
76,2 0,00936 88,7 1104,2 5522,9
Tray 22 59,05 8 3 0,0144 88,38 9 7 1
76,2 0,00946 89,0
Tray 23 59,49 2 7 0,0144 88,59 1 1122,4 5546
76,1 0,00957 0,0144 89,2 1131,1 5569,5
Tray 24 59,95 6 7 1 88,81 2 6 7
76,1 0,00968 0,0144 89,4 1159,9 5592,3
Tray 25 60,41 0 8 2 89,06 3 8 3
76,3 0,00984 0,0144 89,4 5615,4
Tray 26 61,15 6 5 9 89,16 3 1180,2 5
Tabel 6.4 Nilai Uc, Ud, dan Rd hasil perhitungan pada reboiler E-2
Keterangan Sebelum TA Sesudah TA
(Minggu ke-3 Desember (Minggu ke- 4 Maret
2015) 2016)
Uc (Btu/hr(ft2)oF) 153,05 269,71
Ud (Btu/hr(ft2)oF) 61,21 262,52
Rd (hr(ft2)oF/Btu) 0,009801 0,0001016
6.5.3 Pembahasan
Faktor pengotor (Fouling) merupakan besarnya terbentuk fouling
(Pembentukan kerak) pada dinding heat exchanger yang berkontak dengan fluida.
Pengotoran ini merupakan pengendapan dari fluida yang mengalir, juga disebabkan
oleh korosi pada komponen dari heat exchanger akibat pengaruh dari jenis fluida
yang dialirinya. Ini sangat mempengaruhi perpindahan panas pada heat exchanger.
Selama heat exchanger ini dioperasikan faktor pengotoran akan terjadi. Terjadinya
pengotoran tersebut, dapat mempengaruhi temperatur fluida yang mengalir serta
menurunkan koefisien perpindahan panas menyeluruh dari fluida tersebut.
Nilai Rd (Fouling Factor) dipengaruhi oleh Uc (heat transfer clean coeffisient)
dan Ud (heat transfer design coeffisient). Dari hasil perhitungan didapatkan nilai Rd
sebelum TA sebesar 0,009801 hr(ft2)oF/Btu dan nila Rd sesudah TA sebesar
0,0001016 hr(ft2)oF/Btu. Nilai Rd sesudah TA lebih kecil dari nilai Rd sebelum TA.
Fouling pada reboiler akan menyebabkan perpindahan panas menjadi tidak efektif
dan akan mempengaruhi nilai Q (heat flow) pada reboiler. Dari simulasi
menggunakan Hysys didapatkan nilai Q reboiler sebelum TA yaitu 653.200 kcal/h,
sedangkan nilai Q reboiler sesudah TA yaitu 3.092.000 kcal/h. Hal ini menunjukkan
bahwa pembersihan peralatan selama Turn Around membuat proses perpindahan
panas pada reboiler E-2 menjadi lebih efektif.
Q (heat flow) pada reboiler memiliki peranan yang penting terhadap
pemisahan di kolom Sour Water Stipper 840-V2. Faktor-faktor yang mempengaruhi
lainnya adalah pressure drop, temperature dan flooding pada tiap tray.
Perbandingan nilai pressure drop tiap tray di kolom Sour Water Stipper 840-
V2 sebelum dan sesudah TA dapat dilihat pada gambar 6.2.
0.02
0.02
0.02
0.01
0.01
0.01
∆P (bar) 0.01
Sebelum TA
0.01
Sesudah TA
0
0
0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26
Tray
Dari grafik dapat dilihat bahwa nilai pressure drop tiap tray sesudah TA lebih
besar dari sebelum TA. Nilai pressure drop maksimum sesudah TA adalah 0,01449
bar, sedangkan nilai pressure drop maksimum sebelum TA 0,009845 bar. Nilai
pressure drop sebelum dan sesudah TA pada tiap tray ini sangat kecil (mendekati 0)
sehingga tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap pemisahan pada kolom
Sour Water Stipper 840-V2.
Perbandingan nilai temperature tiap tray di kolom Sour Water Stipper 840-V2
sebelum dan sesudah TA dapat dilihat pada gambar 6.3.
92
90
88
86
Teperature (C) 84
Sebelum TA
82 Sesudah TA
80
78
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26
Tray
0
Tempereture maksimum sebelum TA adalah 89,16 C sedangkan nilai
temperature maksimun sesudah TA adalah 89,43 0C. Jika dilihat dari grafik nilai
temperature tiap tray sebelum dan sesudah TA tidak memiliki perbedaan yang cukup
signifikan.
Nilai Flooding adalah besaran yang menyatakan banyaknya liquid yang
tertahan pada tray sehingga dapat menahan vapor yang akan menuju ke top stage.
Nilai flooding maksimum yang diizinkan adalah 80% dengan nilai range best practice
berkisar antara 60-80% (Ludwig, 1994).
Perbandingan nilai flooding tiap tray di kolom Sour Water Stipper 840-V2
sebelum dan sesudah TA dapat dilihat pada gambar 6.4.
90.00
80.00
70.00
60.00 Sebelum TA
Flooding (%)
Sesudah TA
50.00
Minimum
40.00 Maksimum
30.00
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26
Tray
Tray
Dari grafik dapat dilihat bahwa nilai laju vapor tiap tray sesudah TA lebih
besar dari nilai sebelum TA. Perbedaan laju vapor tiap tray ini cukup besar meskipun
nilai feed yang masuk ke dalam kolom tidak jauh berbeda. Feed yang yang masuk ke
kolom sebelum TA adalah 47,42 m3/h, sedangkan nilai feed yang masuk ke kolom
sesudah TA adalah 57,66 m3/h. Besarnya nilai laju vapor akan membuat impuritis
yang diuapkan menjadi lebih banyak sehingga kualitas produk yang dihasilkan akan
menjadi lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari nilai impuritis (amonia dan sulfida)
pada produk yang dihasilkan. Sebelum TA konsentrasi ammonia dan sulfida pada
produk adalah 101,1 ppm dan 4,4 ppm, sedangkan sesudah TA konsentrasi ammonia
dan sulfida pada produk lebih rendah yaitu 61,65 ppm dan 2,95 ppm
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Pada laporan ini terdapat beberapa kesimpulan mengenai PT. Pertamina
(Persero) RU II Dumai yang didapatkan selama Kerja Praktek berlangsung, yaitu :
1. PT. Pertamina (Persero) RU II Dumai merupakan salah satu direktorat (kilang) dari
PT. Pertamina (Persero) yang melaksanakan proses pemurnian dan pengolahan
minyak dan gas bumi termasuk usaha petrokimia yang memiliki tugas dalam
memenuhi kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) maupun Non Bahan Bakar
Minyak (NBBM) dalam negeri.
2. Proses pengolahan minyak dan gas bumi di PT. Pertamina (Persero) RU II Dumai
dilaksanakan dalam tiga unit utama, yaitu Hydroskimming Complex (HSC),
Hydrocracking Complex (HCC), dan Heavy Oil Complex (HOC).
3. Produk yang dihasilkan oleh PT. Pertamina (Persero) RU II Dumai adalah produk
BBM (Premium, Kerosene, Automotive Diesel Oil (ADO), Aviation Turbin
(Avtur) dan produk non-BBM (LPG, Lube Base Oil (LBO), dan Green Coke).
Green coke merupakan produk akhir dari proses pengilangan minyak bumi di PT.
Pertamina (Persero) RU II Dumai.
4. Dari hasil evaluasi dengan menghitung nilai fouling factor dan simulasi
menggunakan Hysys, dapat diketahui bahwa kinerja reboiler E-2 sesudah TA lebih
baik dari sebelum TA. Nilai fouling factor sebelum dan sesudah TA adalah
0,009801 hr(ft2)oF/Btu dan 0,0001016 hr(ft2)oF/Btu, sedangkan nilai Q reboiler
sebelum dan sesudah TA adalah 653.200 kcal/h dan 3.092.000 kcal/h.
7.2 Saran
Untuk meningkatkan dan menjaga kinerja reboiler disarankan untuk melakukan
maintenance secara berkala dan tidak menjalankan reboiler melebihi batas designya.
DAFTAR PUSTAKA