Anda di halaman 1dari 116

LAPORAN

PRAKTIK KERJA LAPANGAN

DI PT. PERTAMINA RU IV CILACAP

EVALUASI JACKET WATER COOLER 054 E-102 A/B

DI AREA UTILITIES II

Disusun oleh:

1. Sri Yuliana Nur Azizah 5213416007 Teknik Kimia


2. Kuat Noviana 5213416031 Teknik Kimia

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

TAHUN 2019

i
ii
ABSTRAK

PT Pertamina (Persero) merupakan penggabungan dari PN Permina dan PN Pertamin


pada tahun 1968. PT Pertamina (Persero) merupakan satu-satunya perusahaan minyak
nasional yang berwenang mengelola semua bentuk kegiatan industri perminyakan di
Indonesia. Sampai saat ini, PT Pertamina (Persero) memiliki enam kilang yang masih aktif
beroperasi di seluruh Indonesia, salah satunya adalah kilang RU IV yang berada di daerah
Cilacap, Jawa Tengah. PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap memiliki visi yang bersinergis
dengan Pertamina Pusat yaitu “Menjadi Kilang Minyak dan Petrokimia yang Unggul di Asia
pada Tahun 2020”. PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap merupakan unit pengolahan
terbesar dan terlengkap yang dikelola Pertamina dengan kapasitas 348.000 BPSD dan
menjadi penyuplai kebutuhan bahan bakar minyak terbesar di Jawa.

Unit-unit proses di Pertamina Refinery Unit IV Cilacap terdiri dari Fuel Oil Complex
I (FOC I) yang berfungsi untuk mengolah minyak mentah jenis Arabian Light Crude (ALC)
produknya berupa bahan bakar minyak dan non bahan bakar minyak, Lube Oil Complex I
(LOC I) yang berfungsi untuk mengolah long residue dari FOC I dengan produk berupa
bahan baku oli (lube base). Fuel Oil Complex II (FOC II) yang berfungsi untuk mengolah
bermacam-macam minyak mentah dalam negeri atau domestic crude produknya berupa
bahan bakar minyak dan non bahan bakar minyak, Lube Oil Complex II/III (LOC II/III) untuk
mengolah long residue dari FOC I dengan produk berupa bahan baku oli (lube base). Kilang
paraxylene yang berfungsi mengolah heavy naphtha dengan produk berupa LPG, benzene,
paraxylene, dan heavy aromat. Kilang LPG dan Sulphur Recovery Unit berfungsi mengolah
gas buangan menjadi LPG dan Sulfur. Kilang RFCC yang mengkonversi law value product
menjadi high value product dengan tujuan meningkatkan produksi gasoline, LPG, dan
prophylene. Selain itu terdapat sistem utilitas yang ada di kilang RU IV Cilacap berfungsi
untuk menunjang operasi kilang dalam memasok kebutuhan-kebutuhan seperti air pressure,
listrik, steam, cooling water, dan fuel gas system. Selain itu terdapat laboratorium sebagai
tempat monitoring raw material, intermediet, dan final product.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis
dapat melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap dan
dapat menyelesaikan laporan Praktik Kerja Lapangan ini.

Praktik Kerja Lapangan ini merupakan salah satu persyaratan yang wajib ditempuh
untuk menyelesaikan program Strata I di Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Negeri Semarang. Praktik Kerja Lapangan dilaksanakan pada periode Januari-Februari 2019
di bagian Process Engineering PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap. Pada kesempatan ini,
penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa atas kesempatan dan kemudahan yang telah diberikan.

2. Keluarga dan teman-teman yang telah memberikan doa dan dukungannya.

3. Ibu Radenrara Dewi Artanti Putri, S.T.,M.T. selaku dosen pembimbing Praktik Kerja
Lapangan.

4. Bapak Hermawan Yudhistiro selaku Kepala Bagian Process Engineering.

5. Mas Hanif Nur Fauzi selaku pembimbing lapangan Praktik Kerja Lapangan.

6. Seluruh staf Process Engineering PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap.

Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan, besar harapan penulis akan saran dan kritikan yang membangun. Semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Cilacap, 8 Februari 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman Judul …………………………...……...……………… i

Halaman Pengesahan ………………………………………………… ii

Surat Keterangan KP ………………………………………………… iii

Abstrak ………………………………………………….. v

Kata Pengantar …………………………………………………... vi

Daftar Isi ………………………………………………...... vii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Sejarah PT Pertamina ………………………………………….. 1

1.2. Sejarah Pertamina RU IV Cilacap …………………………... 8

1.2.1 Kilang Minyak I ………………………….... 11

1.2.2 Kilang Minyak II …………………………… 14

1.2.3 Kilang Paraxylene ……………………………. 15

1.2.4 Kilang LPG dan Sulphur Recovery Unit …………..... 17

1.2.5 Resid Fluid Catalytic Cracking (RFCC) ……………. 16

1.2.6 Proyek Debottlenecking …………………………… 17

1.3. Lokasi dan Tata Letak ……………………………. 22

1.3.1 Lokasi Pabrik …………………………… 22

1.3.2 Tata Letak Kilang …………………………… 23

1.4 Bahan Baku dan Produk Pertamina RU IV Cilacap ……………. 31

1.5 Produksi Kilang Pertamina RU IV Cilacap ……………. 33

BAB II SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN


2.1. Struktur Organisasi dan Kepegawaian PT. PERTAMINA …… 36

2.1.1. Struktur Organisasi PT. PERTAMINA ……………. 36

2.1.2. Struktur Organisasi PT. PERTAMINA RU IV Cilacap ….... 37

2.1.3. Sistem Kepegawaian RU IV Cilacap ……………. 39

2.2. Visi dan Misi Perusahaan ………............……………. 40

2.2.1. Visi, Misi, dan Motto PT PERTAMINA PERSERO …….. 41

2.2.1.1. Visi PT. Pertamina (Persero) …………..... 41

2.2.1.2. Misi PT Pertamina (Persero) …………..... 41

2.2.1.3. Motto PT Pertamina (Persero) …………….. 41

2.2.2. Visi dan Misi PT Pertamina RU IV Cilacap …………….. 41

2.2.2.1. Visi PT Pertamina RU IV Cilacap ……………. 41

2.2.2.2. Misi Pertamina RU IV Cilacap ……………. 41

2.2.2.3. Motto Pertamina RU IV Cilacap ……………. 42

2.3. Fasilitas Kesejahteraan ……………………………………. 42

BAB III ORIENTASI UMUM

3.1 Organisasi dan Job Descripsion ……. 44

3.1.1 Proses Engineering (PE) ……. 44

3.1.2 Health Safety Security Environment (HSSE) ……. 45

3.2 Unit-Unit Proses …………………………………….. 47

3.2.1 Fuel Oil Complex I (FOC I) …………………….. 47

3.2.2 Fuel Oil Complex II (FOC II) …………………….. 51

3.2.3 Lube Oil Complex I (LOC I) ……………………. 55

3.2.4 Lube Oil Complex II/III (LOC II/III) ……………………...... 57


3.2.5 Kilang Aromatik (Aromatic Complex) …………...... 60

3.2.6 Kilang LPG dan Sulfur Recovery Complex …………….. 63

3.2.7 Kilang Recid Fluid Catalityc Cracking (RFCC) .................. 65

3.2.8 Proyek Debottlenecking ...................... 67

3. 3 Sarana Penunjang …………………………………….. 68

3.3.1 Utilitas …………………………...... 68

3.3.2 Oil Movement ………………………………... 75

3.3.3 Laboratorium ……………………….......... 76

3.3 Penangan Limbah ...............................................78

BAB IV ORIENTASI KHUSUS

4.1 Proses Lube Oil Complex I (LOC I) ……………………. 82

4.2 HVU I (High Vacuum Unit I) ................................. 83

4.3 PDU I (Prophane Deasphalting Unit I) . ................................. 88

4.4 FEU I (Furfural Extaction Unit I) .................................. 93

4.5 MDU I (MEK Dewaxing Unit I) ................................. 99

4.6 Hot Oil System (Unit 25) ................................. 103

DAFTAR PUSTAKA ……………………………….…… 105


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Sejarah PT. Pertamina

Minyak bumi adalah salah satu sumber energi utama yang banyak
digunakan di berbagai negara di dunia pada saat ini, sehingga minyak bumi
memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Minyak bumi dan gas alam di
Indonesia telah dikelola sejak masa penjajahan Belanda dan digunakan dalam
rangka pemenuhan komsumsi energi dan pembangkit tenaga listrik dalam negeri
baik dalam sektor rumah tangga maupun sektor industri. Bagi Indonesia, minyak
bumi merupakan sumber daya alam yang sangat penting karena disamping untuk
keperluan dalam negeri, juga untuk menambah devisa negara melalui ekspor
migas. Seiring dengan perkembangan industri dan pembangunan di Indonesia
maka kebutuhan energi khususnya minyak bumi terus berkembang dan semakin
meningkat dari waktu ke waktu. Konsumsi minyak bumi ini terus meningkat
terutama untuk keperluan dalam negeri diantaranya mencapai 34 % sebagai bahan
bakar minyak (BBM) untuk kebutuhan pulau Jawa.

Upaya pencarian (eksplorasi) sumber minyak bumi di Indonesia pertama


kali dilakukan oleh Jhon Reenik (Belanda) pada tahun 1871 di kaki Gunung
Ceremai, sedangkan pengambilan (ekploitasi) minyak bumi pertama kali
dilakukan di Telaga Tunggal pada tahun 1885, sumur ini merupakan sumur
pertama dikawasan Hindia-Belanda yang berproduksi secara komersial. Seiring
dengan semakin banyaknya sumber minyak mentah yang sudah ditentukan, pada
akhir abad ke-18 mulai didirikan beberapa perusahaan-perusahaan minyak asing,
seperti: Shell, Stanvac, Royal Dutch Company, dll yang melakukan pengeboran
minyak di Indonesia, baru setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, usaha
untuk mengambil alih kekuasaan sektor industri minyak dan gas bumi mulai
dilakukan.

Berdasarkan Undang – Undang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi,


Pemerintah Indonesia mengeluarkan UU No. 19 Tahun 1960 Tentang Perusahaan
Negara dan UU No. 44 Tahun 1960 Tentang Pertambangan Minyak dan Gas
Bumi. Atas dasar kedua Undang-Undang tersebut, maka pada tahun 1961 dibentuk
perusahaan negara sektor Minyak dan Gas Bumi, yaitu PN PERTAMIN
(perusahan pertambangan minyak) dan PN PERMINA (perusahaan minyak
nasional). UU No.44/1961 dibentuk tiga perusahaan Negara disektor minyak dan
gas bumi, yaitu:

1. PN PERTAMIN (Perusahaan Negara Pertambangan Minyak Indonesia)


berdasarkan PP No. 3/1961

2. PN PERMINA (Perusahaan Negara Pertambangan Minyak Nasional)


berdasarkan PP No.198/1961

3. PN PERMIGAN (Perusahaan Negara Pertambangan Minyak dan Gas Nasional)


berdasarkan PP No.199/1961

Pada tahun 1961 PN PERMIGAN dibubarkan, semua proses produksinya


diserahkan kepada PN PERMINA dan fasilitas pemasarannya diserahkan kepada PN
PERTAMIN. Pada tahun 1968 didirikan PN PERTAMINA yang merupakan
gabungan dari PN PERMINA dan PN PERTAMIN berubah menjadi PT.
PERTAMINA (PERSERO). Berdasarkan UU No.8 tahun 1971, PT. PERTAMINA
memiliki tugas utama sebagai berikut:
1. Melaksanakan pengusahaan migas dalam arti seluas-luasnya, guna
memperoleh hasil sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dan negara.

2. Menyediakan dan melayani kebutuhan bahan-bahan minyak dan gas bumi


dalam negeri yang pelaksanaannya diatur dengan aturan pemerintah
(KEPPRES No. 11 Tahun 1990).

Dalam melaksanakan tugas tersebut PT. PERTAMINA memiliki empat


kegiatan utama, yaitu:

1. Eksplorasi dan Produksi

Kegiatan ini meliputi pencarian lokasi yang memilki potensi ketersediaan


minyak an gas bumi, kemungkinan penambangannya, serta proses
produksi menjadi bahan baku unit pengolahan.

2. Pengolahan

Kegiatan ini meliputi proses distilasi, pemurnian dan reaksi kimia tertentu
untuk mengolah crude menjadi produk yang diinginkan seperti premium,
solar, kerosin,atur dll.

3. Pembekalan dan Pendistribusian

Kegiatan pembekalan meliputi impor crude sebagai bahan baku unit


pengolahan melalui sistem perpipaan sedangkan kegiatan pendistribusian
melalui perkapalan.

4. Penunjang

Menyediakan fasilitas penunjang, contohnya: rumah sakit dan perumahan.


PT.Pertamina (Persero) memiliki unit-unit operasi yang tersebar diseluruh
Indonesia yang meliputi beberapa operasi dan produksi, 7 unit Pengolahan,
8 unit Pemasaran dan unit Penunjang lainnya.
PT PERTAMINA (Persero) Refinery unit (RU) adalah salah satu unit
usaha yang berada dibawah Direktorat Pengolahan Pertamina. Berlakunya UU
Migas No.22 Tahun 2001 telah merubah posisi Pertamina yang semula merupakan
penguasa tunggal perminyakan baik hulu maupun hilir menjadi perusahaan yang
berorientasi pada pencarian keuntungan sebanyak banyaknya, mengingat adanya
beberapa kendala sosial-politik dan kemasyarakatan serta belum siapnya sarana
prasarana, perubahan ke sektor bisnis masih dalam masa transisi terutama untuk
sektor hilir. PT. PERTAMINA memiliki unit-unit refinery yang tersebar di seluruh
Indonesia yang meliputi beberapa operasi eksplorasi dan produksi. Ada 7 Refinery
Unit, yaitu:

Refinery Unit Pertamina di Indonesia

Refinery Unit Provinsi Kapasitas Persentase


(barel/hari) (%)

RU I Pangkalan Brandan* Sumatera Utara 5.000 0,5

RU II Dumai Riau 170.000 16,3

RU III Plaju Palembang 135.000 12,7

RU IV Cilacap Jawa Tengah 348.000 33,3

RU V Balikpapan Kalimantan Timur 270.000 24,3

RU VI Balongan Jawa Barat 125.000 12,0

RU VII Kasim, Sorong Papua Barat 10.000 1,0


Tabel 1.1
Gambar 1.1 Lokasi Unit Pengolahan PT. Pertamina (Persero) Seluruh Indonesia

PT. Pertamina juga mengalami beberapa kali pergantian logo perusahaan.


Rencana perubahan logo sudah dipikirkan sejak 1967 saat setelah terjadinya krisis
pada Pertamina. Namun, program tersebut tidak dapat dilaksanakan karena
terjadinya adanya perubahan kebijakan (pergantian dewan direksi). Pertimbangan
mendasar diperlukannya pergantian logo ini adalah agar dapat menumbuhkan
semangat baru bagi seluruh karyawan, adanya perubahan corporate culture pada
seluruh pekerja, menimbulkan image yang lebih baik di antara global oil dan gas
companies, serta mendorong daya saing perusahaan dalam menghadapi
perubahan-perubahan yang terjadi, antara lain:

1. Perubahan peran dan status hukum perusahaan menjadi Perseroan

2. Perubahan strategi perusahan dalam menghadapi persaingan pasca PSO serta


semakin banyak terbentuknya entitas bisnis baru.
Gambar 1.2 Logo Pertamin dan Permina Tahun 1961-1968
(Sumber: Wikipedia)

Gambar 1.3 Logo PT. Pertamina Tahun 1968 – 2005


(Sumber: Wikipedia)
Gambar 1.4 Logo PT. Pertamina (Persero) Tahun 2005 – sekarang

(Sumber: Wikipedia)

Elemen logo merupakan representasi huruf Pertamina yang membentuk


anak panah dengan arah ke kanan. Hal ini berarti PT Pertamina (Persero) bergerak
melesat maju dan progresif. Secara keseluruhan, logo Pertamina menggunakan
warna – warna yang berani. Hal ini menunjukkan langkah besar kedepan yang
diambil PERTAMINA dan aspirasi perusahaan akan masa depan yang lebih
positif dan dinamis. Warna-warna tersebut yaitu :

1. BIRU
Mencerminkan Handal, dapat Dipercaya, dan Bertanggung Jawab.
2. HIJAU
Mencerminkan Sumber Daya Energi Yang Berwawasan Lingkungan.
3. MERAH
Keuletan, Ketegasan Dan Keberanian Menghadapi Berbagai Macam Keadaan
1.2 Sejarah Pertamina RU IV Cilacap
Seiring dengan berkembangnya negara Indonesia, kebutuhan BBM (Bahan
Bakar Minyak) juga meningkat sedangkan pada tahun 1960an, sebagian besar
suplai BBM di Indonesia masih dipasok dari luar negeri. Dalam rangka memenuhi
kebutuhan BBM dalam negeri sekaligus mengurangi ketergantungan suplai BBM
dari luar negeri, dibangunlah Pertamina RU IV Cilacap pada tahun 1974.
PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap merupakan kilang pengolahan
terbesar dan terlengkap yang memiliki kapasitas 348.000 barrel/hari dengan luas
area kilang dan perkantoran 226,39 Ha. Kilang ini bernilai strategis karena
memasok 34% kebutuhan BBM (Bahan Bakar Minyak) nasional dan 60%
kebutuhan BBM di pulau jawa. Selain itu, kilang ini merupakan satu – satunya
kilang di tanah air yang saat ini memproduksi aspal dan base oil untuk kebutuhan
pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Tujuan pembangunan kilang minyak di Cilacap adalah untuk memenuhi
kebutuhan BBM bagi masyarakat pulau jawa. Secara geografis posisi kilang
Cilacap terletak di sentral Pulau Jawa. Disamping itu juga untuk mengurangi
ketergantungan impor BBM dari luar negeri dan sebagai langkah efisiensi karena
memudahkan untuk memenuhi dan didistribusi kebutuhan BBM.
Sejak dibangun pada tahun 1974 dan beroperasi tahun 1976 Refinery Unit
IV Cilacap mengalami beberapakali penambahan kapasitas dan kompleksitas.
Pembangunan kilang minyak di Cilacap dilaksanakan dalam beberapa tahap yaitu
Kilang Minyak I, Kilang Minyak II, Kilang Paraxylene, Debottlenecking Project,
Kilang SRU, dan Kilang RFCC.
Seiring dengan meningkatnya laju pembangunan di Indonesia, kebutuhan
akan BBM, minyak pelumas, dan aspal juga meningkat. Sebagai upaya untuk
memenuhinya, PT. PERTAMINA melakukan beberapa kali pembangunan upaya
peningkatan produksi. Berikut informasi sejarah pembangunan dan peningkatan
kapasitas pabrik RU IV cilacap.
Tabel 1.2 Sejarah Pembangunan dan Peningkatan Kapasitas dan
Kompleksitas RU IV Cilacap
Tahun Proyek Tujuan

1974-1976 Middle East Crude Memenuhi kebutuhan

FOC I = 100 MBSD BBM dan Lube Base Oil

LOC I = 80.000 ton/th dalam negeri.

Asphalt = 245.000 ton/th

Utilities dan Offsite


1981-1983 Domestic Crude Memenuhi pertumbuhan

FOC II = 200 MBSD kebutuhan BBM, LPG,

LOC II = 175.000 ton/th Lube Base, dan Asphalt

Asphalt = 550.000 ton/th dalam negeri.

Utilities dam Offsite


1988-1990 Napthan dari FOC II Memenuhi kebutuhan

Paraxylene = 270.000 ton/th Paxylene dan Benzene

Benzene = 120.000 ton/th dalam dan luar negeri.


1996-1998 Debottlenecking Memenuhi pertumbuhan

Memenuhi kapasitas plan kebutuhan BBM, LPG,

FOC I = 118 MBSD Lube Base, dan asphalt

FOC II = 230 MBSD dalam negeri.

LOC I/II/III = 480.000 ton/th


2001-2005 Sulphur recovery unit Recovery dan memenuhi

LPG = 400 ton/d baku mutu limbah dari

Sulfur cair = 70 ton/d udara SOx.


2011-2015 Instalasi Pengolahan Air LImbah Meningkatkan baku mutu

(IPAL) limbah cair.

RFCC = 62 MBSD

LPG Sweetening = 1.500 PSD

PRU = 430 TPD


Gasoline Hydrotreating = 38 MBSD

Utilities dan Offsite


2016- Proyek Langit Biru Cilacap (PLBC) Meningkatkan yield
sekarang
valuable product dan

complexity index
(Sumber: Brosur PT. PERTAMINA, 2019)

Garis besar proses pengolahan minyak bumi yang dilakukan di Pertamina RU IV


Cilacap dapat ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 1.5 Diagram Blok Proses Pertamina RU IV

1.2.1 Kilang Minyak I


Pembangunan kilang minyak I Cilacap dimulai pada tahun 1974 dan mulai
beroperasi pada 24 Agustus 1976 setelah diresmikan oleh Presiden Soeharto.
Kilang ini dirancang oleh Shell International Petroleum Maatschappij (SIPM),
sedangkan kontraktornya adalah Fluor Eastern Inc. yang dibantu oleh beberapa
sub kontraktor dari perusahaan nasional Indonesia dan asing. Selaku pengawas
dalam pelaksanaan proyek ini adalah Pertamina.
Kilang minyak I ini dirancang dengan kapasitas semula 100.000
barrel/hari. Sejalan dengan peningkatan kebutuhan konsumen, maka ditingkatkan
kapasitasnya melalui Cilacap Debottlenecking Project pada tahun 1998/1999
sehingga kapasitasnya menjadi 118.000 barrel/hari. Kilang ini dirancang untuk
mengolah minyak mentah (crude oil) dari Timur Tengah yaitu Arabian Light
Crude (ALC). Selain menghasilkan BBM, kilang ini juga merupakan satu –
satunya kilang penghasil pelumas (lube oil) dan aspal.
Dalam perkembangan selanjutnya, kilang ini tidak hanya mengolah
Arabian Light Crude (ALC) tetapi juga Iranian Light Crude (ILC) dan Basrah
Light Crude (BLC). Kilang minyak I Pertamina Refinery Unit IV Cilacap
meliputi:
a. Fuel Oil Complex I (FOC I), untuk memproduksi BBM (Premium,
Kerosene, ADI/IDO, dan IFO).
b. Lube Oil Complex I (LOC I), untuk memproduksi bahan baku minyak
pelumas (lube base oil) antara lain : LPG, Base Oil, Minarex, Slack Wax,
Parafinic, dan aspal.
c. Utilities Complex I (UTL I), menyediakan semua kebutuhan utilities dari
unit-unit proses seperti : steam, listrik, angin instrumen, air pendingin,
serta fuel system.
d. Offsite Facilities, yaitu sebagai fasilitas penunjang yang terdiri dari
tangki-tangki penyimpanan, flare-system, utilitas, dan environment
system.
Gambar 1.6 Diagram Blok FOC 1

Gambar 1. 7 Diagram Blok LOC 1


1.2.2 Kilang Minyak II
Kilang minyak II dibangun pada tahun 1981 untuk memenuhi kebutuhan
BBM dalam negeri yang terus meningkat. Setelah diresmikan oleh Presiden
Soeharto pada tanggal 4 Agustus 1983 dan memulai operasinya. Kompleks BBM
(Fuel Oil Complex II) di kilang ini dirancang oleh Universal Oil Product (UOP),
sedangkan Kompleks Bahan Dasar Minyak Pelumas (Lube Oil Complex II dan III)
dirancang oleh Shell International Petroleum Maatschappij (SIPM), dan offsite
facilities oleh Fluor Eastern Inc. kontraktor utama untuk pembangunan kilang ini
adalah Fluor Eastern Inc. dan dibantu oleh kontraktor-kontraktor nasional.
Kilang II dirancang terutama untuk mengolah minyak mentah dalam negeri
karena sebelumnya minyak mentah dalam negeri diolah di kilang minyak luar
negeri kemudian baru masuk kembali ke Indonesia dalam bentuk BBM dan cara
seperti ini sangatlah tidak efisien. Kilang ini mengolah minyak mentah dalam
negeri yang kadar sulfurnya lebih rendah daripada minyak Timur Tengah.
Awalnya, minyak mentah domestik yang diolah merupakan campuran dari 80%
Arjuna Crude (kadar sulfurnya 0,1%). Dalam perkembangannya, bahan baku yang
diolah adalah minyak cocktail yang merupakan campuran dari minyak mentah
dalam dan luar negeri.
Sebelum diadakan Debottlenecking Project pada tahun 1997/1998,
kapasitas Kilang Minyak II hanya 200.000 barrel/hari tetapi setelah diadakan
proyek tersebut, kapasitasnya meningkat menjadi 230.000 barrel/hari. Area Kilang
Minyak II meliputi :
a. Fuel Oil Complex II (FOC II) yang memproduksi BBM.

b. Lube Oil Complex II (LOC II) yang memproduksi bahan bakar minyak
pelumas dan aspal.
c. Lube Oil Complex III (LOC III) yang juga memproduksi bahan dasar

minyak pelumas dan aspal.

d. Utilitites Complex II (UTL II) yang fungsinya sama dengan UTL I.


Gambar 1. 8 Diagram Blok FOC II

1.2.3 Kilang Paraxylene Cilacap (KPC)


Berdasarkan pertimbangan adanya bahan baku Naphta dan sarana
pendukung seperti tangki, dermaga, dan utilitas maka pada tahun 1988
dibangunlah Kilang Paraxylene Cilacap (KPC) guna memenuhi kebutuhan bahan
baku Kilang Purified Terephtalic Acid (PTA) di Plaju, sekaligus sebagai usaha
meningkatkan nilai tambah produk kilang BBM.
Kilang paraxylene dibangun pada tahun 1988 dan sebagai kontraktor
pelaksanaanya adalah Japan Gasoline Corportaion (JGC). Kilang ini mulai
beroperasi setelah diresmikan oleh Presiden RI pada tanggal 20 Desember 1990.
Pembangunan kilang ini didasarkan pada pertimbangan adanya bahan baku
Naphta dan sarana pendukung yang tersedia, seperti tangki, dermaga, dan utilitas.
Pertamina RU IV semakin penting peranannya dengan adanya Kilang
Paraxylene, karena dengan mengolah 590.000 ton/tahun Naphta menjadi produk
utama paraxylene, benzene, dan produk samping lainnya, otomatis RU IV menjadi
satu-satunya unti pengolahan minyak bumi di Indonesia yang berintegrasi dengan
industri petrokimia.
Jenis produk Kilang Paraxylene yaitu: paraxylene, benzene, LPG, raffinate,
heavy aromate, dan fuel gass/excess. Paraxylene yang dihasilkan menjadi bahan
baku pabrik Purified Terepthalic Acid (PTA) pada pusat aromatik di Plaju, Sumatra
Selatan. Hal ini merupakan suatu bentuk usaha penghematan devisa sekaligus
sebagai usaha peningkatan nilai tambah produksi kilang BBM. Seluruh produk
benzen diekspor, sedangkan produk-produk lainnya untuk memenuhi kebutuhan
dalam negeri dan kilang sendiri.

Gambar 1.9 Diagram Blok Paraxylene

1.2.4 Kilang LPG dan Sulphur Recovery Unit


Pemerintah bertujuan mengurangi kadar emisi SOx pada buangan. Untuk
mendukung komitmen terhadap lingkungan pada tanggal 27 Februari 2002 RU IV
membangun kilang SRU dengan luas area proyek 24.200 m2 yang terdiri dari unit
proses dan unit penunjang. Proyek ini dapat mengurangi emisi gas dari kilang RU
IV, khususnya SO2 sehingga emisi yang dibuang ke udara akan lebih ramah
terhadap lingkungan. Kilang ini mengolah off gas dari berbagai unit di RUIV
menjadi produk berupa sulfur cair, LPG, dan condensate.
Kilang SRU ini memiliki beberapa unit antara lain, Gas Treating Unit,
LPG Recovery Unit, Sulphur Recovery Unit, Tail Gas Unit, dan Refrigeration.
Umpan pada Gas Treating Unit terdiri dari 9 stream sour gas yang sebelumnya
kesembilan stream gas ini hanya dikirim ke fuel gas system sebagai bahan bakar
kilang atau dibakar di flare. Dengan adanya unit LPG Recovery pada kilang SRU
ini akan menambah aspek komersial dengan pengambilan produk LPG yang
memiliki nilai ekonomi tinggi dari stream treated gas.
Dengan melakukan treatment terhadap 9 stream sour gas dengan jumlah total
sebesar 600 metric ton/hari dapat diperoleh produk sulfur cair sebanyak 59-68
metric ton/hari, produk LPG sebanyak 324-407 metric ton/hari dan produk
condensate (C5+) sebanyak 28-103 metric ton/hari.
Sedangkan hasil atas yang berupa gas dengan kandungan H2S sangat
rendah dari Unit LPG Recovery akan dikirimkan keluar sebagai fuel sistem.

Gambar 1.10 Diagram Blok LPG dan Sulfur Recovery

1.2.5 Kilang Resid Fluid Catalytic Cracking (RFCC)


Pembangunan RFCC Project Cilacap adalah untuk meningkatkan produksi
HOMC 1,13 juta barel/bulan, meningkatkan produksi LPG 350.000 ton/tahun,
menghasilkan produk baru Prolypene 140.000 ton/tahun, dan meningkatkan
margin kilang dan daya saing RU IV. Dengan adanya RFCC proyek ini
diharapkan ketergantungan Indonesia terhadap impor BBM dan produk petrokimia
dapat berkurang, serta terjadi peningkatan Complexity Index kilang Pertamina RU
IV Cilacap sehingga menambah economic value yang diperkirakan sebesar 154,82
juta dolar AS per tahun.
Feed kilang RFCC didesain berasal dari low sulphur wax residue (LSWR)
ex-CDU II 011 (58 MBSD) dan vacuum gas oil ex-HVU 21/021 LOC I/II (4
MBSD) dengan kapasitas 62 MBSD. Sebagai basis desain dan guarantee,
digunakan feed-1. Adapun feed-2 sebagai basis future crude. Feed hot LSWR
berasal langsung dari CDU II FOC II, sedangkan cold LSWR disimpan di 37T-
103/104 & cold VGO di 35T-4.
Gambar 1.11 Diagram Block RFCC

1.2.6 Proyek Debottlenecking


Seiring dengan meningkatnya laju pembangunan di Indonesia, kebutuhan
akan BBM, minyak pelumas, dan aspal juga meningkat. Sebagai upaya untuk
memenuhinya, Pertamina merealisasikan Proyek Debottlenecking RU IV Cilacap
yang dibangun pada awal tahun 1996 dan mulai beroperasi pada awal Oktober
1998. Sebenarnya kegiatan perencanaan proyek ini sudah dimulai sejak tanggal 16
Desember 1995 dan yang bertindak sebagai pelaksana EPC (Engineering,
Procurement, and Construction) pemegang kontrak adalah Fluor Daniel.
Sementara perancang dan pemilik lisensi untuk Lube Oil Complex adalah SIPM
(Shell International Petroleum Maatschppij).
Pendanaan Proyek Debottlenecking Cilacap (DPC) berasal dari pinjaman
dari 29 bank dunia yang dikoordinir oleh CITICORP dengan penjamin US Exim
Bank. Dana yang dipinjam sebesar US$ 633 juta dengan pola “Tyrustee
Borrowing Scheme”. Sedangkan sistem penyediaan dananya adalah “Non
Recourse Financing” artinya pengembalian pinjaman berasal dari hasil penjualan
produk yang dihasilkan oleh proyek sehingga dana pinjaman tersebut tidak
membebani anggaran Pemerintah maupun cash flow Pertamina.
Tenaga kerja tambahan untuk proyek Debottlenecking Cilacap (DPC)
sebagian besar diambil dari tenaga lokal, dimana pada puncak penyelesaian
proyek mencapai sekitar 3000 orang yang terdiri dari tenaga kerja lokal, nasional
dan asing. Tujuan dari proyek ini adalah untuk:
1. Meningkatkan kapasitas produksi Kilang Minyak I dan II dalam rangka
memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri.
2. Meningkatkan kapasitas produksi Lube Oil Plant dalam rangka memenuhi
kebutuhan Lube Base Oil dan Asphalt, dan

3. Menghemat / menambah devisa negara.

Debottlenecking Project Cilacap (DPC) dilaksanakan dengan modernisasi


instrumen kilang yang meliputi unit pada FOC I, FOC II, Utilities I, Utilities II,
LOC I, dan LOC II. Modernisasi instrumen tersebut juga ditambah beroperasinya
Utilities IIA yang dihubungkan dengan Utilities I dan II serta beroperasinya LOC
III juga secara otomatis akan meningkatkan kinerja operasional RU IV yang
berdampak pada efisiensi dan kehandalan.
Tabel 1.3 Proyek Debottlenecking
Lokasi Unit Jenis Pekerjaan
FOC I CDU Penambahan Crude Desalter, Preflash Drum,

Modifikasi atau penambahan tray pada Crude

Splitter, Product Side Stripper, Naphta

Stabilizer, dan Gasoline Splitter.


NHT Modifikasi atau penambahan peralatan.
Kerosene Modifikasi peralatan.

Merox

Treating
SWS Modifikasi atau penambahan peralatan.
Lain-lain Modifikasi atau penambahan pumping dan

piping system.

Modifikasi atau penambahan Heat Exchange

System.
FOC II CDU Penambahan Crude Desalter. Modifikasi atau

penambahan tray pada Crude Splitter, Product

Splitter, Naphtha Stabilizer, dan Gasoline

Splitter.
AH Unibon Modifikasi atau penambahan peralatan.
LPG Recovery Modifikasi atau penambahan

peralatan.
SWS Modifikasi atau penambahan peralatan.
Stream Line Modifikasi atau penambahan pumping dan

piping system.

Modifikasi atau penambahan Heat Exchange

System.
LOC I HVU I Modifikasi atau penambahan peralatan.
Lain-lain Rekonfugasi atau penambahan Heat

Exchange, pumping tankfarm, dan piping

system.
LOC II HVU II Modifikasi atau penambahan peralatan.
PDU II Modifikasi atau penambahan peralatan.
FEU II Modifikasi atau penambahan peralatan.
HOS II Modifikasi atau penambahan peralatan.
Lain-lain Rekonfugasi atau penambahan Heat

Exchange, pumping tankfarm, dan piping

system.
LOC III Penambahan PDU III.

Pembangunan MDU III.

Pembangunan HTU atau RDU.

Pembangunan new tankage, pumping, dan

piping system.
Utulities Pembangunan Power Generation 8 MW dan

atau Offsite Distribution System.

Pembangunan boiler 60 ton/hari beserta BFW

dan Steam Distribution System.

Modifikasi atau penambahan peralatan pada

Flare System.

Pembangunan Instrumen Air.

Pembangunan tangki penimbun Asphalt dan

Lube Oil.

Modifikasi atau penambahan kolam

pengolahan limbah.

Modifikasi atau penambahan Cooling Water

System.
(Sumber : Operating Manual Refinery Debottlenecking Project)

Dengan selesainya proyek ini, kapasitas pengolahan Kilang Minyak I


meningkat menjadi 118.000 barrel/hari, dan Kilang Minyak II meningkat menjadi
230.000 barrel/hari. Total kapasitas keseluruhan menjadi 348.000 barrel/hari.
Sementara kapasitas produk minyak dasar pelumas (Lube Base Oil) meningkat
menjadi 428.000 ton/tahun.
Produksi aspal juga mengalami peningkatan dari 512.000 ton/tahun
menjadi 720.000 ton/tahun. Perbandingan kapasitas produksi tiap kilang sebelum
dan sesudah Proyek Debottlenecking dapat dilihat pada Tabel dibawah ini:

Tabel 1.4 Kapasitas Produksi Sebelum dan Sesudah Proyek


Debottlenecking pada FOC I (dalam barrel/hari)

Unit Hasil Produksi Sebelum Sesudah Kenaikan

CDU Fraksi minyak 100.000 118.000 18.000


(18 %)
NHT Naphtha dan 20.000 25.600 5.600
gasoline (28 %)
Kerosene- Avtur/kerosen 15.708 17.300 1.592
Menorex e (10.13 %)
(Sumber: Operating Manual PT. Pertamina, 2015)
Tabel 1.5 Kapasitas Produksi Sebelum dan Sesudah Proyek
Debottlenecking pada FOC II (dalam barrel/hari)

Unit Hasil Produksi Sebelum Sesudah Kenaikan

CDU Fraksi minyak 200.000 230.000 30.000


(15 %)
AH Unibon Avtur 20.000 23.000 3.000
(15 %)
LPG Recovery Gas 7.321 7.740 419
Propane/Butane (5.72 %)
(Sumber: Operating Manual PT. Pertamina, 2015)

1.3 Lokasi dan Tata Letak

1.3.1 Lokasi Pabrik


Lokasi perusahaan adalah hal penting yang akan menentukan kelancaran
perusahaan dalam menjalankan operasinya. Demikian halnya dalam menentukan
lokasi kilang. Hal-hal yang menjadi pertimbangan meliputi biaya produksi, biaya
operasi, dampak sosial, kebutuhan bahan bakar minyak, sarana, studi lingkungan
dan letak geografis.
Pertamina RU IV Cilacap terletak di desa Lomanis, Kecamatan Cilacap
Tengah, Kabupaten Cilacap, Jawa tengah. Beberapa pertimbangan dipilihnya
Cilacap sebagai lokasi kilang adalah :
1. Studi kebutuhan BBM menunjukkan bahwa konsumsi terbesar adalah
penduduk Pulau Jawa.
2. Tersedianya sarana pelabuhan alami yang sangat ideal karena lautnya cukup
dalam dan tenang karena terlindung pulau Nusakambangan.
3. Terdapatnya jaringan pipa Maos - Yogyakarta dan Cilacap - Padalarang
sehingga penyaluran produksi bahan bakar minyak menjadi lebih mudah.
4. Daerah Cilacap dan sekitarnya telah direncanakan oleh pemerintah sebagai
pusat pengembangan produksi untuk wilayah Jawa bagian selatan.
Dari hasil pertimbangan tersebut, maka dengan adanya areal tanah
yangtersedia dan memenuhi persyaratan untuk pembangunan Kilang minyak, maka
Refinery Unit IV dibangun di Cilacap dengan luas area total yang digunakan adalah
526,71 ha. Letak PT. PERTAMINA RU IV Cilacap dapat dilihat pada gambar
dibawah ini
Gambar 1.12 Lokasi Pabrik PT. PERTAMINA RU IV Cilacap
(Sumber : PT. Pertamina RU IV, 2010)

1.3.2 Tata Letak Kilang


Tabel 1.7 Luas Area Pabrik Kilang Minyak
No Nama Area Luas
1 Area Kilang Minyak dan kantor 203,19 Ha
2 Area Terminal dan Pelabuhan 50,97 Ha
3 Area Pipa Track dan Jalur Jalan 120,77 Ha
4 Area Perumahan dan Sarananya 100,80 Ha
5 Area Rumah Sakit dan Lingkungannya 10,27 Ha
6 Area Lapangan Terbang 70,00 Ha
7 Area Kilang Paraxylene 90,00 Ha
8 Sarana Olah Raga dan Rekreasi 69,71 Ha

Total 526,71 Ha

Dalam kegiatan pengoperasiannya, Kilang Minyak Cilacap terdiri atas unit-unit


proses dan sarana penunjang yang terbagi atas beberapa area, yaitu :
a. Area 10
Tabel 1.8 Fuel Oil Complex I

No. Unit Nama Unit

11 Crude Distillation Unit (CDU) I

12 Naphtha Hydrotreater Unit (NHT) I

13 Hydro Desulfurizer Unit (HDS)

14 Platformer Unit

15 Propane Manufacturer Unit (PMF)

16 Meroxtreater Unit

17 Sour Water Stripper Unit (SWS)

18 Nitrogen Plant

19 CRP Unit / Hg Removal

b. Area 01

Tabel. 1.9 Fuel Oil Complex (FOC) II


No. Unit Nama Unit

008 Caustic and Storage Unit

009 Nitrogen Plant

011 Crude Distillation Unit (CDU) II

012 Naphtha Hydrotreater Unit (NHT) II

013 Aromatic Hydrogenation (AH) Unibon Unit

014 Continuous Catalytic Regeneration (CCR) Platformer Unit

015 Liquified Petroleum Gas (LPG) Recovery Unit

016 Minimize Alkalinity Merchaptan Oxidation (Minalk Merox)


Treater Unit
017 Sour Water Stripper Unit (SWS) II

018 Thermal Distillate Hydrotreater Unit


019 Visbreaker Thermal Cracking Unit

c. Area 20

Tabel 1.10 Lube Oil Complex I

No. Unit Nama Unit


21 High Vacuum Unit (HVU) I
22 Propane Deasphalting Unit (PDU) I
23 Fultural Extraction Unit (FEU) I
24 Methyl Ethyl Keton (MEK) Dewaxing Unit (MDU) I
25 Hot Oil System I

d. Area 02

Tabel 1.11 Lube Oil Complex II


No. Unit Nama Unit
021 High Vacuum Unit (HVU) II
022 Propane Deasphalting Unit (PDU) II
023 Fultural Extraction Unit (FEU) II
024 Methyl Ethyl Keton (MEK) Dewaxing Unit (MDU) II
025 Hot Oil System II

e. Area 30

Tabel 1.12 Tangki-tangki BBM

No. Unit Nama Unit

31 Tangki-tangki gasoline dan vessel penambahan TEL FOC I dan


Platformer Feed Tank
32 Tangki-tangki kerosene dan AH Unibon Feed Tank

33 Tangki-tangki automative Diessel Oil (ADO)

34 Tangki-tangki Industrial Fuel Oil (IFO)


35 Tangki-tangki komponen IFO dan HVU Feed

36 Tangki-tangki mogas, Heavy Naphtha, dan penambahan TEL


FOC II
37 Tangki-tangki LSWR dan IFO

38 Tangki-tangki ALC, BLC, dan ILC sebagai Feed FOC I

39 Tangki-tangki paraxylene dan benzene.

f. Area 40
Tabel 1.13 Tangki-tangki non-BBM

No. Unit Nama Unit

41 Tangki-tangki Lube Oil

42 Tangki-tangki Bitumen

43 Tangki-tangki Long Residue

44 Gasoline station, benghkel, gudang, dan pool alat berat.

45 Tangki-tangki Feed FOC II

46 Tangki-tangki Feed Mixed LPG

47 Flare System

48 Drum Plant untuk pengisian asphalt

g. Area 50
Tabel 1.14 Utilities Complex I

No. Unit Nama Unit

51 Pembangkit Tenaga Listrik


52 Steam Generator Unit
53 Cooling Water System
54 Treated Water Unit
55 Fire Water System Unit
56 Unit system udara instrument
57 Unit system pengadaan bahan bakar gas dan minyak

h. Area 05
Tabel 1.15 Utilities Complex II
No. Unit Nama Unit

051 Pembangkit Tenaga Listrik


052 Steam Generator Unit
053 Cooling Water System
054 Treated Water Unit
055 Fire Water System Unit
056 Unit system udara instrument
057 Unit system pengadaan bahan bakar gas dan minyak

i. Area 60

Tabel 1.16 Jaringan Oil Movement dan Perpipaan


No. Unit Nama Unit

61 Jaringan pipa dari dan ke Unit Terminal MInyak Area 70


62 Cross Country Pipe Line
63 Stasiun Pompa Air Sungai
64 Dermaga Pengapalan Bitumen, Lube Oil, LPG, dan Paraxylene
66 Tangki-tangki Balas dan Bunker
67 Dermaga pengapalan LPG

j. Area 70

Tabel 1.17 Terminal Minyak Mentah dan Produk

No. Unit Nama Unit

71 Tangki – tangki minyak mentah feed FOC II dan Bunker


72 Crude Island Berth, di sebelah utara pantai Pulau
Nusakambangan
73 Dermaga pengapalan minyak putih dan minyak hitam, serta

fasilitas penerimaan Crude Oil

k. Area 80

Tabel 1.18 Kilang Paraxylene

No. Unit Nama Unit

81 Nitrogen Plant Unit

82 Naphtha Hydrotreater Unit

84 CCR Platformer Unit

85 Sulfolane Unit

86 Tatoray Unit

87 Xylene Fractionation Unit

88 Parex Unit

89 Isomar unit

l. Area 90

Tabel 1.19 LPG Recovery & Sulphur Recovery Unit


No. Unit Nama Unit
90 Utility
91 Gas Treating Unit
92 LPG Recovery
93 Sulphur Recovery
94 Tail Gas Unit
95 Refrigerant

m. Area 200

Tabel 1.20 Lube Oil Complex III


No. Unit Nama Unit

220 Propane Deasphalting Unit III


240 Metyhl Etyhl Ketone Dewaxing Unit III
260 Hydrotreating Unit/Redistilling Unit III
041 Pump Station and Storage Tank

n. Area 500

Tabel 1.21 Utilities IIA

No. Unit Nama Unit

510 Pembangkit Tenaga Listrik


520 Steam Generator Unit
530 Cooling Water system
560 Unit Sistem Udara Tekan

Gambar 1.13 Tata Letak Area Pertamina RU IV


1.4 Bahan Baku dan Produk Pertamina RU IV Cilacap

Produk yang dihasilkan PT Pertamina (Persero) RU IV ada bermacam-


macam. Selain BBM, dihasilkan juga lube base oil (bahan dasar minyak
pelumas) dan aspal. Bahan baku dan produk yang dihasilkan oleh PT
Pertamina RU IV Cilacap adalah :
a. Fuel Oil Complex I (FOC I)
Bahan Baku : Arabian Light Crude (ALC), Basrah Light Crude
(BLC), Iranian.
Produk :
 Refinery Fuel Gas
 Industrial Fuel Oil
 Industrial Diesel Oil
 Solar/ADO (Automotive Diesel Oil)
 Gasoline/Premium
 Kerosene/Avtur
b. Fuel Oil Complex II (FOC II)
Bahan Baku : Mixed Crude (Ardjuna Crude, Attaka Crude, imported
crude)
Produk :
 LPG
 Refinery Fuel Gas
 Propane
 IFO
 Gasoline/Premium
 Kerosene
 HDO/LDO
 Naphtha
c. Lube Oil Complex I (LOC I)
Bahan Baku : Residu FOC I
Produk :
 HVI 60
 Slack wax
 Propane Asphalt
 Minarex A dan B
 HVI 95
d. Lube Oil Complex II (LOC II)
Bahan Baku : Residu FOC II
Produk :
 HVI 650
 Slack wax
 Propane Asphalt
 Minarex H 38
e. Lube Oil Complex III (LOC III)
Bahan Baku : Distilat LOC I dan LOC II
Produk:
 HVI 95
 Minarex
 HVI 160S
 Slack Wax
 HVI 650
 Propane Asphalt
f. Kilang Paraxylene
Bahan Baku: Naphta
Produk:
 Paraxylene
 Raffinate
 Benzene
 Heavy Aromate
 LPG
 Tolluene
g. LPG dan Sulphur Recovery Unit (SRU)
Bahan Baku : Off Gas dari Unit FOC I, FOC II, dan LOC III
Produk :
 LPG (C3 dan C4)
 Kondensat C5
 Sulphur
h. Kilang RFCC
Bahan Baku : LSWR (Low Sulphur Wax Residue)
Produk :
 Propylene
 Light Cycle Oil
 Mixed LPG
 Decanted Oil
 RFCC Gasoline

1.5 Produksi Kilang Pertamina RU IV Cilacap

Berikut ini adalah kapasitas produksi Pertamina RU IV Cilacap dari tiap unit:
Tabel 1.22 Produksi FOC I Pertamina RU IV Cilacap
Kapasitas Design
Unit
TPSD BPSD

CDU I 16.126 118.000


NHT I 2.805 25.600
Hydrosulphurizer 2.300 17.000
Platformer I 1.650 14.900
Propane Manufacturing 43,5 -
Menox Treater 2.116 15.700
Sour Water Stripper 780 -

Tabel 1.23 Produksi FOC II Pertamina RU IV Cilacap


Kapasitas Design
Unit
TPSD BPSD

CDU II 30.680 230.000


NHT II 2.441 20.000
UH Unibon 3.084 23.000
Platformer II 2.441 20.000
LPG Rec 636 -
Naphta Merox Treater 1.311 11.100
SWS 2.410 -
THDT 1.802 13.200
Visbreaker 8.390 55.600

Tabel 1.24 Poduksi LOC I, II, III Pertamina RU IV Cilacap


Kapasitas Design (dalam TPSD)
Unit
LOC I LOC II LOC III
HVU 2.574 3.883 -

PDU 538 784 784

FEU I 478-573 1.786-2.270

MDU I 226-337 501-841 501-841

Hydrotreating Unit 1.700

Tabel 1.25 Produksi Kilang Paraxylene Pertamina RU IV Cilacap


Unit Kapasitas Design (dalam TPSD)

NHT 1.791

CCR Platformer 1.791

Sulfolane 1.100

Totaray 1.730

Xylene Fractionator 4.985

Parex 4.440

Isomar 3.590
BAB II

SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN

2.1. Struktur Organisasi dan Kepegawaian PT. PERTAMINA

2.1.1. Struktur Organisasi PT. PERTAMINA

PT. PERTAMINA (Persero) mempunyai struktur organisasi, yang

menerangkan hubungan kerja antara bagian yang satu dengan yang lainnya dan

juga mengatur hak dan kewajiban masing-masing bagian. Tujuan dibuatnya

struktur organisasi adalah untuk memperjelas dan mempertegas kedudukan suatu

bagian dalam menjalankan tugas.

PT. PERTAMINA dikelola oleh suatu Dewan Direksi perusahaan dan

diawasi oleh suatu Dewan Komisaris atau Pemerintah Repulik Indonesia.

Pelaksanaan kegiatan PERTAMINA diawasi oleh seperangkat pengawas yaitu

lembaga negara, pemerintah maupun dari unsur intern PERTAMINA sendiri.

Dewan Direksi PERTAMINA terdiri dari Direktur Utama dan 7 Direktur, yaitu :

1. Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Resiko

2. Direktur Hulu

3. Direktur Pengolahan

4. Direktur Pemasaran dan Niaga

5. Direktur Umum

6. Direktur SDM

7. Direktur Keuangan
Selain ketujuh direktur tersebut, Direktur Utama masih dibantu oleh lima pejabat

lainnya yaitu :

1. Head Integrated Supply Chain

2. Head of Corporate Legal

3. Head of Internal Audit

4. Head of LNG Bussiness

5. Sekretaris Perseroan

2.1.2. Struktur Organisasi PT. PERTAMINA RU IV Cilacap

PT PERTAMINA (Persero) RU IV Cilacap Berdasarkan struktur Refinery

Unit IV Cilacap dipimpin oleh seorang General Manager yang membawahi

manager bagian, yang tersusun sebagai berikut :

1. Engineering & Development Manager

2. Legal & General Affairs Manager

3. Health, Safety Environment Manager

4. Procurement Manager

5. Reliability Manager

6. OPI Coordinator

7. Refinery Internal Audit Cilacap Manager

8. Marine Region IV Manager

9. Refinery Finance Offsite Support Region III Manager

10. Human Resources Area Manager

11. IT Area Manager

12. Director of Pertamina Hospital Cilacap


13. Senior Manager Operating and Manufacturing

Sedangkan Senior Manager Operational and Manufacturing membawahi 6

Manager yaitu :

1. Manager Production I.
2. Manager Production II.
3. Manager Production III.
4. Manager Refinery Planning and Optimization.
5. Manager Maintenance Planning and Support.
6. Manager Maintenance Execution.
7. Manager Turn Around.
Sedangkan untuk fungsi berikut tidak berada dibawah GM, langsung di bawah
kantor pusat :
1. Manager Refinery internal audit Cilacap
2. Manager Marine region IV
3. Manager Refinery Finance Offsite Support Region III
4. Manager Human Resources Area
Dalam menjalankan tugasnya kepala bidang dibantu oleh kepala sub bidang,
kepala seksi dan seluruh perangkat operasi di bawahnya. Sedangkan untuk
struktur organisasi PT. PERTAMINA adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1 Diagram Struktur Organisasi Pertamina RU IV Cilacap

2.1.3. Sistem Kepegawaian RU IV Cilacap

Dalam kegiatan sehari-hari, PERTAMINA mempunyai pekerja-pekerja di

lingkungannya.

Dengan pembagian jam kerja sebagai berikut :

1. Pekerja harian :

Untuk pekerja harian bekerja selama 40 jam kerja setiap minggu dengan

perincian sebagai berikut:


Hari Senin – Kamis : 07.00 – 16.00

Istirahat Senin – Kamis : 12.00 – 13.00

Hari Jumat : 07.00 – 16.30

Istirahat Jumat : 11.30 – 13.30

2. Pekerja shift:

Untuk pekerja Shift bekerja dengan sistem 3:1, artinya 3 hari kerja dan 1 hari

libur. Periode tersebut berjalan secara bergantian dari Shift pagi, sore dan malam

dengan jam kerja sebagai berikut :

a. Untuk pekerja operasi:

Shift pagi : 08.00 - 16.00

Shift sore : 16.00 - 24.00

Shift malam : 00.00 - 08.00

b. Untuk pekerja security:

Shift pagi : 06.00 – 14.00

Shift sore : 14.00 – 22.00

Shift malam : 22.00 – 06.00

2.2. Visi dan Misi Perusahaan


Dengan berdirinya PT PERTAMINA memiliki visi dan misi yang
bersinergis dengan unit-unit pabriknya untuk menjamin pencapai ke arah tujuan
kemajuan, semangat dan ketahanan suatu perusahaan.
2.2.1. Visi, Misi, dan Motto PT PERTAMINA PERSERO

2.2.1.1. Visi PT. Pertamina (Persero)

“Menjadi Perusahan Energi Nasional Kelas Dunia Pada Tahun 2025”

2.2.1.2. Misi PT Pertamina (Persero)

“ Melakukan usaha dalam bidang energi dan petrokimia, merupakan


entitas bisnis yang dikelola secara professional, kompetitif dan
berdasarkan tata nilai unggulan, memberikan nilai lebih bagi pemegang
saham, pelanggan, pekerja dan masyarakat serta mendukung
pertumbuhan ekonomi nasional”
2.2.1.3. Motto PT Pertamina (Persero)

“ Sikap jujur, tegakkan disiplin, sadar biaya dan puaskan pelanggan ”

2.2.2. Visi dan Misi PT Pertamina RU IV Cilacap

Pada tahun 2013 RU IV Cilacapa telah mensinergiskan visi dengan PT


PERTAMINA agar sejalan dan setujuan untuk hasil perkembangan perusahaan
yang lebih baik dan terarah dengan merubah visi RU IV menjadi:
2.2.2.1. Visi PT Pertamina RU IV Cilacap

“ Menjadi Kilang Minyak dan Petrokimia yang Unggul di Asia pada

Tahun 2020”

2.2.2.2. Misi Pertamina RU IV Cilacap

“ Mengolah minyak bumi menjadi produk BBM dan NBM untuk


memenuhi kebutuhan pasar dengan tujuan memuaskan konsumen,
meningkatkan kesejahteraan pekerja dengan meningkatkan kinerja
kilang yang berwawasan lingkungan dan berstandar internasional yang
dikelola secara professional ”.
2.2.2.3. Motto Pertamina RU IV Cilacap

“ Bekerja dalam kebersamaan untuk keunggulan bersama ”


2.3. Fasilitas Kesejahteraan

Fasilitas kesejahteraan yang tersedia di PT. PERTAMINA (Persero) Refinery


Unit IV Cilacap adalah :
a. Perumahan
Pertamina RU IV Cilacap memiliki 3 lokasi komplek perumahan yang
disediakan bagi pekerja sesuai jabatan/fungsinya yang berlaku. Ketiga lokasi
tersebut adalah :
 Perumahan Gunung Simping

 Perumahan Lomanis dan Donan

 Perumahan Tegal Katilayu

 Untuk tami disediakan di Griya Patra pada Mess 39 dan Mess 40

b. Sarana Kesehatan, meliputi :

 Klinik Darurat, terletak di kilang sebagai sarana pertolongan

pertama pada kecelakaan kerja.

 Rumah Sakit Pertamina Cilacap Swadana (RSPCS), terletak di

komplek Tegal Katilayu yang juga melayani kesehatan bagi

masyarakat umum.

c. Sarana Pendidikan
Untuk meningkatkan kemampuan dan karir, Pertamina juga
memberikan kesempatan bagi pekerjanya untuk mengikuti pendidikan
ataupun pelatihan. Selain itu bagi anak-anak pekerjanya, disediakan TK
dan SD, dan terbuka juga untuk umum.
d. Sarana Rekreasi dan Olahraga
Terdapat 2 gedung pertemuan dan rekreasi yang dimiliki Pertamina

RU IV Cilacap,yaitu :

 Patra Graha

 Patra Ria

Selain itu tersedia juga sarana olahrag, diantaranya :


 Lapangan sepak bola

 Lapangan bola volley

 Lapangan bulu tangkis

 Lapangan golf

 Lapangan basket

 Kolam renang

e. Sarana Perhubungan dan Telekomunikasi

Komplek perumahan, kantor, dan lokasi kilang Pertamina RU IV


Cilacap dilengkapi dengan pesawat telepon sebagai alat komunikasi.
Mobil dinas disediakan sebagai alat transportasi karyawan yang dapat
digunakan bagi kegiatan operasional. Serta disediakan beberapa bus
sebagai sarana bagi para pekerja, tamu, maupun alat transportasi bagi para
anak pekerja ke sekolah
f. Perlengkapan Kerja
Untuk perangkat kerja dan keselamatan kerja bagi setiap bekeja,
pihak Pertamina menyediakan pakaian seragam, sedangkan para pekerja
yang terkait langsung dengan operasi diberikan safety shoes, ear plug,
gloves, masker, jas hujan, dan APD lain yang dibutuhkan. Bagi para tamu
juga disediakan pinjaman topi keselamatan dan APD lain.
g. Keuangan dan Cuti
Finansial yang diberikan pada setiap perangkat pekerja terdiri dari :
 Gaji setiap bulan sesuai dengan pangkat dan golongan
 Jasa produksi dan uang cuti tahunan
 Premi shift bagi pekerja shift

Untuk pekerja yang sudah pensiun, menerima uang pensiun setiap

bulannya. Untuk keperluan cuti, bagi pekerja mendapat kesempatan cuti

selama 12 hari kerja setiap tahunnya dan setiap 3 tahun mendapata cuti

besar selama 26 hari kerja.


BAB III

ORIENTASI UMUM

3.1 Organisasi dan Job Descripsion


Dalam struktur organisasi PERTAMINA RU IV Cilacap, Pimpinan Unit
Pengolahan membawahi beberapa manajer bidang yang berhubungan dengan
pengoperasian kilang. Bidang–bidang ini masih dibagi dalam beberapa sub
bidang. Struktur dan tugas beberapa bidang dan sub bidang akan dijelaskan secara
singkat sebagai berikut.

3.1.1 Proses Engineering (PE)


Proses Engineering ini merupakan salah satu bagian dari bidang enginering
yang mempunyai tugas antara lain:
1. Memberikan saran ke kilang yang berkaitan dengan trouble shooting, baik
diminta maupun tidak (daily monitoring kilang).
2. Menganalisa dan mengadakan perhitungan performance peralatan operasi
secara periodik.
3. Studi Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL).
4. Percobaan bahan kimia yang baru.
5. Studi perencanaan dan pengembangan kilang.
6. Memberikan sumbangan pikiran kepada bagian operasi untuk mengadakan
pengembangan proses maupun peralatan proses agar tercipta keadaan yang
lebih baik, secara keseluruhan meliputi:
a. Merencanakan kemungkinan pengembangan pabrik, optimasi
pabrik, dan lain-lain.
b. Memberikan saran atau nasehat kepada bagian lain yang ada
kaitannya dengan operasi untuk peningkatan operasi dan efisiensi.
Dalam melaksanakan tugasnya tersebut, bagian sub PE dibagi menjadi

empat seksi dan 4 staff ahli yaitu :

1. Seksi Bahan Bakar Minyak (BBM)


2. Seksi Non Bahan Bakar Minyak (NBBM)
3. Seksi RFCC
4. Seksi Petrokimia (Petrokimia)
5. Seksi Sistem dan Kontrol
6. Ahli Bahan Bakar Minyak
7. Ahli Non Bahan Bakar Minyak
8. Ahli Petrokimia
9. Ahli LL/KK
Di bawah Kepala Seksi adalah para engineer yang dibagi berdasarkan
profesi, jenis unit, dan beban kerja. Kepala seksi bertanggung jawab untuk
membimbing para engineer tersebut.

3.1.2 Health Safety Security Environment (HSSE)


Di Pertamina RU IV Cilacap terdapat bagian yang menangani keselamatan
kerja, yaitu bagian Health Safety Security Enviromental (HSSE) yang mempunyai
tugas antara lain:
1. Sebagai advisor body dalam usaha pencegahan kecelakaan kerja,
kebakaran / peledakan, dan pencemaran lingkungan.
2. Melaksanakan penanggulangan kecelakaan kerja, kebakaran / peledakan,
dan pencemaran lingkungan.
3. Melakukan pembinaan aspek HSSE kepada pekerja maupun mitra kerja
(pihak III) untuk meningkatkan safety awareness, melalui pelatihan, safety
talk, operation talk, dsb.
4. Kesiapsiagaan sarana dan prasarana serta personil untuk menunjang
pelaksanaan, pencegahan, dan penanggulangan kecelakaan kerja,
kebakaran/peledakan, dan pencemaran lingkungan.
Dalam melaksanakan tugasnya, HSSE dibagi menjadi 4 bagian dengan
fungsi masing- masing termasuk juga dalam usaha penanganan limbah

1. Safety Section
Fungsi Safety atau Keselamatan Kerja (KK) adalah Merencanakan,
mengatur, menganalisa dan mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan
pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja guna tercapai kondisi
kerja yang aman, untuk menghindarkan kerugian perusahaan.
Tanggungjawab bidang tugasnya ialah :
a. Penyelenggaraan kegiatan pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja guna mencapai kondisi operasi yang aman sesuai norma-
norma keselamatan.
b. Penyelenggaraan kegiatan penanggulangan kecelakaan dan yang
mengakibatkan kerusakan peralatan guna meminimalkan kerugian
perusahaan.
2. Fire and Insurance Section
Bagian ini mempunyai tugas antara lain:
a. Meningkatkan kesiapsiagaan petugas dan peralatan pemadam kebakaran
dalam menghadapi setiap potensi terjadinya kebakaran.
b. Meningkatkan kehandalan sarana untuk penanggulangan kebakaran.
c. Mencegah dan menanggulangi kebakaran/ledakan, serta bekerja sama
dengan bagian yang bersangkutan
d. Mengadakan penyelidikan (fire investigation) terhadap setiap kasus
terjadinya kebakaran.
e. Pelaksanaan risk survey dan kegiatan pemantauan terhadap
rekomendasi asuransi.
f. Melakukan fire inspection secara rutin dan berkala terhadap sumber
bahaya yang berpotensi terhadap resiko kebakaran.
3. Enviromental Section
Bagian ini mempunyai tugas antara lain:
a. Mencegah dan menanggulangi pencemaran di dalam dan di sekitar
daerah operasi PT Pertamina RU IV Cilacap.
b. Pengelolaan dan pemantauan kualitas lingkungan sesuai dengan standar
dan ketentuan perundangan yang berlaku.
c. Pengelolaan house keeping dan penghijauan di dalam dan sekitar area
kilang.
4. Occupational Health Section
Fungsi dari Occupational Health adalah menangani hal-hal yang
berkaitan dengan kesehatan kerja dan penyakit akibat kerja. Adapun
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh unit ini meliputi:
a. Mengukur, memantau, merekomendasi pengendalian bahaya
lingkungan kerja industri mulai dari faktor kimia (gas, debu), fisika
(bising, getaran, radiasi, iluminasi), biologi (serangga, tikus, binatang
buas), dan ergonomi.
b. Melakukan penyuluhan dan bimbingan tentang health talk.

3.2 Unit-Unit Proses


3.2.1 Fuel Oil Complex I (FOC I)
Fuel oil complex I (FOC I) dibangun pada tahun 1974 dan selesai pada
tahun 1976. Kilang ini dirancang oleh Shell International Petroleum
Maatschappij (SIPM), sedangkan kontraktornya adalah Fluor Eastern Inc,
dibantu oleh beberapa sub kontraktor Indonesia dan asing. Pada awalnya FOC I
dirancang unrtuk mengolah minyak mentah jenis Arabian Light Crude (ALC)
dengan kapasitas pengolahan 100.000 barrel per hari.
Setelah Debottlenecking Project, FOC I memiliki kapasitas pengolahan
118.000 barrel per-hari atau 16094 TPSD dan juga digunakan mengolah minyak
mentah jenis Basrah Light Crude (BLC) dan Iranian Light Crude (ILC).
Fuel Oil Complex I (FOC I) yang terletak di area 10 terdiri dari unit–unit
proses sebagai berikut:
1. Unit 11 : Crude Distiling Unit (CDU)
CDU dirancang untuk mengolah 16.094 ton/hari atau 118.000 BPSD ALC,
atau BLC atau ILC. Karakteristik umpan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.1 Karakteristik Umpan CDU I
Yield Berat
Jenis Crude Kandungan Titik Didih
(%)
Light Tops <150 16,8

Kerosene 250-221 13,2


Light Gas Oil (LGO) 221-271 8,4
Heavy Gas Oil (HGO) 271-364 17,6
ALC
Long Residue >364 44
Wax 3
Sulfur 1,88

Garam (NaCl) 30 mg/L

Chemical injection yang digunakan dalam unit ini adalah soda kaustik
(NaOH), amonia (NH3), dan demulsifier. Crude dipompa dari tangki menuju
kolom distilasi, melalui jaringan penukar panas (digunakan untuk mengurangi
beban furnace) dengan memanaskan crude dengan arus panas dari produk kolom.
Jaringan penukar panas ini dilengkapi dengan desalter untuk mengurangi kadar
garam dalam crude. Kemudian crude dipompa dari tangki menuju preflash
column, sehingga uap fraksi ringan terpisah dengan fraksi beratnya.
Di dalam kolom, crude terpisah menjadi lima fraksi, yaitu produk atas
(yang terdiri dari naphtha dan light tops), kerosene, LGO, HGO, dan Long
Residue sebagai produk bawah. Cairan yang bergerak ke bawah dilucuti dengan
steam untuk mengambil produk atas yang terbawa arus itu. Sebagian fraksi
naphtha, kerosene, dan LGO dikembalikan lagi ke kolom sebagai refluks.
Produk naphtha dari CDU ini digunakan sebagai umpan unit Naphtha
Hydrotreater(NHT) yang selanjutnya digunakan sebagai umpan Platformer.
Produk kerosene diumpankan ke MeroxUnit, sedangkan LGO diumpankan ke
Hydro DesulphurizerUnit(HDS).Long Residue dikirim ke storage untuk diolah
kembali di Lube Oil Complex(LOC).
2. Unit 12 : Naphtha Hydrotreating Unit (NHT)
Unit ini berfungsi mengolah hasil puncak crude distiller (Unit 11) dengan
kapasitas 25.600 BPSD atau 2.805 ton/hari. Produk dari unit ini digunakan sebagai
umpan Platformer (fraksi 60-1500C). Proses yang digunakan adalah proses “Shell
Vapour Phase Hydrotreating”. Katalis yang digunakan adalah Cobalt
Molebdenum dengan jenis Alumina “Extrude”.Dalam unit ini terjadi penghilangan
sulfur, oksigen, dan nitrogen yang bisa meracuni katalis pada unit Platformer.
Sulfur yang terdapat pada naphtha(umumnya berbentuk thioles, mercaptan, dan
sulfida) direaksikan dengan hidrogen secara katalitik sehingga menjadi hidrogen
disulfida yang mudah dipisahkan dengan hidrokarbon.
3. Unit 13 : Hydrodesulfurizer Unit (HDS)
Unit ini berfungsi untuk menghilangkan mercaptan pada LGO dan HGO,
dengan mereaksikan mercaptan dengan hidrogen secara katalitik sehingga
menjadi hidrogen disulfida yang mudah dipisahkan dengan hidrokarbon. Proses
yang digunakan adalah “Shell-Trickle Hydrodesulphurization Process”. H2S yang
terbentuk dipisahkan dengan separator, sedangkan cairannya dilucuti dengan
steam, lalu dikeringkan secara vakum dengan ejector.
4. Unit 14 : Platforming Unit
Unit ini berfungsi untuk menaikkan bilangan oktan naphtha dari Naphtha
Hydrotreater Unit (Unit 1200) dengan pengolahan 14.300 BPSD atau 1.650
ton/hari. Sebelum masuk unit Platformer, naphtha dikurangi kandungan sulfurnya
hingga 0,5 wt ppm di unit Naphtha Hydrotreater.
Dalam unit ini naphtha dikonversikan dengan bantuan katalis. Reaksi yang
terjadi antara lain:
 Dehydrogenation, pengambilan hidrogen dari naphtha untuk membentuk
senyawa aromatis.
 Hydrocracking, pemecahan molekul parafin rantai panjang menjadi parafin
pendek.
 Isomerisasi, reaksi pembentukan molekul dengan jumlah atom C yang sama
tetapi dengan struktur molekul yang berbeda.
 Siklisasi, perubahan senyawa hidrokarbon parafinik menjadi senyawa
hidrokarbon naftenik.
 Desulfurisasi, reaksi senyawa yang mengandung sulfur dengan hidrogen
menghasilkan H2S.
5. Unit 15 : Propane Manufacture Facility Unit
Unit ini berfungsi memisahkan LPG dari PlatformerUnit menjadi propane
dan fuel gas, jadi tidak memproduksi LPG untuk dipasarkan. Kapasitas unit ini
sebesar 7 ton/hari, dengan dua kali produksi dapat mencukupi kebutuhan bahan
bakar Lube Oil Complex dalam satu bulan.
6. Unit 16 : Marcaptan Oxidation Treating Unit
Merox Treater Unit berfungsi untuk mengolah kerosene sehingga
didapatkan kerosene dengan smoke point dengan spesifikasi tertentu. Salah satu
cara adalah dengan menginjeksikan Anti Static Additive (ASA) selama pengaliran
ke penimbunan. Kapasitas pengolahan unit ini sebesar 16.900 BPSD atau 2.119
ton/hari.
Pada unit ini terjadi proses pemisahan mercaptan yang korosif dan
kerosene dengan cara mengubah mercaptan menjadi disulfida yang tidak korosif
dengan cara oksidasi katalitik, yaitu dengan menginjeksikan udara ke dalam
reaktor. Proses ini menggunakan katalis “Iron Group Metal Chelate” dalam
suasana basa. Proses ini bertujuan untuk menghasilkan kerosene yang memenuhi
spesifikasi aviation turbine fuel (avtur).
7. Unit 17 : Sour Water Stripping Unit
Unit ini berfungsi mengolah 733 ton/hari sour water dengan kandungan H2S
sebesar 0.7 ton/hari dan kandungan NH3 sebesar 0,16 ton/hari. Bahan pendukung
yang digunakan adalah packing berupa Ceramics Intallox Sadle 2.
8. Unit 18 : N2 Plant Unit
Produk dari unit ini adalah nitrogen dengan kemurnian tinggi yang didapat
dari hasil pemisahan nitrogen dengan udara. Produk nitrogen ini selanjutnya dapat
digunakan untuk proses purging dan blanketing. Kapasitas produksi nitrogen gas
adalah 100 Nm3/jam sedangkan kapasitas produksi nitrogen cair 65 Nm3/jam.
Kandungan O2 pada nitrogen produk dibatasi sampai <10 ppm.
9. Unit 19 : Contaminant Removal Process Unit
Unit ini berfungsi untuk menghilangkan kontaminan berupa Hg dan Arsen.
Kandungan Hg dalam hidrokarbon terbentuk sebagai elemental sulfur dalam
senyawa organik dan anorganik maupun sebagai padatan, umumnya mudah
menguap sehingga bila gas alam atau crude oil difraksinasi, kandungan Hg sering
terkonsentrasi pada fraksi-fraksi ringan terutama naphtha dan fraksi-fraksi yang
lebih ringan lainnya.
Proses pengambilan Hg dan Arsen terdiri dari dua seksi:
 Seksi Reaktor
Terdiri dari sebuah reaktor, pemanas umpan dan penukar panas produk dengan
umpan. Umpan berupa kondensat gas alam, untreated naphtha atau campuran
dari kondensat dan naphtha. Dalam reaktor, senyawa ionik dan anorganik Hg
dikonversikan menjadi elemen Hg.
 Seksi Absorber
Untuk menghilangkan elemental Hg yang berasal dari seksi reaktor dan
senyawa arsenik ringan yang terkandung dalam umpan absorber.

3.2.2 Fuel Oil Complex II (FOC II)


Fuel Oil Complex II merupakan perluasan dari kilang dan dirancang untuk
mengolah minyak mentah (80% Arjuna dan 20% Attaka) dari dalam negeri
dengan kadar sulfur yang rendah. Unit ini terletak pada area 01. Adapun
kapasitasnya adalah 230.000 barrel/hari. Saat ini terjadi perkembangan sehingga
FOC II dapat mengolah bermacam-macam crude seperti Katapa Crude, Sumatra
Light Crude, Arimbi Crude, Arun Condensate, Duri Crude dan lain-lain di mana
komposisi crude tersebut diatur agar mendekati komposisi crude design pasca
debottlenecking project. Kilang ini dirancang oleh Universal Oil Product(UOP)
dan distilasinya berukuran tinggi 80 m, diameter 10 m dengan jumlah tray 53
buah. Berikut komposisi dari crude oil di FOC II
Tabel 3.2 Komposisi Crude Oil di FOC II

Jenis Crude % Volume BPSD

Arjuna 55,6 127.000

Attaka 13,9 31.970

Arun Condensate 12,2 28.060

Minas 18,3 42.000

Unit-unit yang ada pada FOC II adalah sebagai berikut :


1. Unit 011 : Crude Distilling Unit
Unit ini berperan sebagai pemisah awal untuk minyak mentah, sehingga
diperoleh fraksi-fraksi minyak untuk dioleh lebih lanjut. Pada unit ini dilengkapi
dengan desalter yang berfungsi untuk menghilangkan kadar garam. Unit ini
dirancang untuk mengolah 230.000 barel/hari minyak mentah domestik.
Produk Crude Distilling Unit adalah :
b. Refinery gas dengan boiling range< 30 oC yang dominan mengandung C1
dan C2 untuk dipakai sebagai bahan bakar dapur pabrik-pabrik yang ada di
kilang PERTAMINA RU IV Cilacap, dengan jumlah 0,02% crude feed.
Liquid Petroelum Gas dengan boiling range< 30 ºC yang fraksinya sebagian
besar terdiri dari C3 dan C4 langsung dikirim ke tangki penampungan
dengan jumlah sekitar 2,53% dari crude feed.
c. Light Naphtha dengan boiling range 44 – 80 0C. Produk ini setelah keluar
dari pengolahan tingkat I (CDU II) tidak membutuhkan lagi pengolahan
tingkat II karena sudah memenuhi persyaratan sebagai komponen mogas
dan komponen naphtha ekspor. Jumlahnya sekitar 6,73 % crude oil.
d. Heavy Naphtha dengan boiling range 99 – 152 0C . Berbeda dengan light
naphtha maka heavy naphtha sebagai komponen mogas, untuk menaikan
angka oktannya harus melalui proses kedua. Pertama, proses dilakukan di
Naphtha HydrotreaterUnit untuk dibuang komponen sulfurnya,
kemudianbaru masuk PlatformingUnit untuk dinaikan angka oktannya dari
60 sampai 94. Jumlah yang dihasilkan dari produk ini mencapai sekitar
16,39% dari crude oil.
e. Kerosene dengan boiling range 171 - 241oC. Kerosene sebagai komponen
blending dapat langsung dikirim ke tangki penyimpanan dan sebagian lagi
diolah di AH Unibon untuk diperbaiki smoke point-nya dari sekitar 15 mm
menjadi 24 mm. Jumlahnya sekitar 21% dari crude oil.
f. Light Diesel Oil(LDO) dan Heavy Diesel Oil(HDO) dengan boiling range
masing-masing 252 - 273oC dan 233 - 339oC. Kedua produk ini juga dipakai
sebagai komponen Automotif Diesel Oil(ADO) dan tidak perlu lagi
dimasukkan pada proses kedua. Jumlah produk yang dihasilkan masing-
masing mencapai sekitar 11,62% dan 11,21% dari crude feed.
g. Reduced Crude dengan boiling range> 350 oC. Produk berat dari minyak
mentah ini mempunyai tiga fungsi utama yaitu sebagai Refinery Fuel
Oil(RFO), bahan baku Industrial Fuel Oil(IFO) dan Low Sulphur Waxy
Residu(LSWR). Agar menjadi komponen IFO maka produk ini diproses pada
Unit Visbreaker dimana pour point-nya diperbaiki.
← Unit 012 : Naptha Hydrotreating Unit
Unit ini berfungsi untuk menghilangkan sulfur, logam berat dan komponen
nitrogen serta senyawa oksigen. Proses ini akan menghasilkan heavy naphtha
yang memenuhi syarat sebagai umpan platforming. Kapasitasnya sebesar 2.440
ton/hari. Katalis yang digunakan adalah nikel dan molebdenum dengan pembawa
alumina.
3. Unit 013 : AH Unibon Unit
Unit ini bertujuan untuk memperbaiki smoke point pada kerosene, agar
tercapai smoke point minimal 17 mm. Kapasitasnya sebesar 2.440 ton/hari.
Unit ini terdiri dari 2 bagian, yaitu :
a. Hydrotreating process, untuk mereduksi sulfur, nitrogen, dan heavy
metal.
b. Aromatic hydrogenation, untuk menaikkan smoke point.
4. Unit 014 : Platforming dan CCR Unit
Unit ini mengolah lebih lanjut naphta dari Unit 012, untuk menaikan angka oktan
menjadi lebih tinggi, untuk campuran blending gasoline atau premium. Unit ini
dilengkapi dengan sistem Continuous Catalytic(CCR) sehingga katalis yang
digunakan selalu dalam kondisi optimal. Katalis yang digunakan adalah UOP R-
134 yang berupa platina dengan alumina sebagai carrier. Kapasitasnya adalah
sebesar 2.440 ton/hari. Reaktor pada unit ini berupa reaktor susun sehingga
memungkinkan regenerasi katalis secara terus menerus.
5. Unit 015 : LPG Recovery Unit
Tujuan dari unit ini adalah memisahkan LPG propane dan LPG butane yang
berasal dari stabilizer column (CDU II) dan debutanizer dari unit Platforming.
Kapasitasnya mencapai 730 ton/hari. Umpan yang diolah adalah 93,2% volume
berasal dari overhead naphtha stabilizer unit 011 dan 6,8% volume berasal dari
overhead debutanizer unit 014.
6. Unit 016 : Cracked Naphta Minalk Merox Treater
Dalam unit ini thermal cracked naphtha dari unit 019 mengalami proses
sweetening, yaitu proses oksidasi mercaptan menjadi disulfida sehingga memenuhi
persyaratan spesifikasi sebagai komponen mogas untuk produksi gasoline. Thermal
cracked naphtha dicampur dengan platformate yang memiliki angka oktan tinggi dan
kadar sulfur rendah. Hal tersebut berimbas pada mogas yang cukup baik dan
memenuhi persyaratan pemasaran. Unit ini mempunyai kapasitas 11.150 barel/hari
dan katalis yang digunakan adalah Merox Reagent no.1.
7. Unit 017 : Sour Water Stripper Unit
Unit ini dirancang untuk kapasitas 1.830 ton per hari. Dalam unit ini kadar
H2S dalam sour water dikurangi dari 8.100 ppm wt menjadi kurang dari 20 ppm wt
dan menurunkan kadar NH3 dari air menggunakan stripping pada Stripper Column.
Kapasitas pengolahan dari unit ini dapat mencapai sekitar 1.800 ton/hari.
Kontaminan utama yang terdapat dalam sour water adalah H2S dan NH3 yang
terdapat dalam bentuk NH4HS. Garam ini merupakan garam dari basa lemah dan
asam lemah yang dalam larutan mudah terhidrolisis menjadi H2S dan NH3 .
8. Unit 018 : Thermal Distillate Hydrotreating Unit
Unit ini mengolah LGO dan HGO yang keluar dari Visbreaker. LGO dan
HGOmemiliki tipikal produk thermal cracking yaitu kandungan sulfurnya tinggi
sehingga perlu mengalami proses hydrotreating agar diperoleh diesel oil dengan
cetan indeks sekitar 45 dan flash point tidak kurang dari 154 0F. Kapasitas unit ini
adalah 1.800 ton/hari.
9. Unit 019 : Visbreaker Thermal Cracker
Unit ini mengolah reduced crude dari kolom distilasi untuk memberikan
nilai tambah pada residu. Proses yang dilakukan adalah mengubah minyak fraksi
berat menjadi minyak fraksi ringan dengan cara cracking mengunakan media
pemanas. Proses dari cracking ini dibatasi oleh stabilitas dari visbreaking residu
yang digunakan sebagai fuel oil. Produk dari unit ini adalah sebagai berikut :
a. Cracked gas, dikirim ke refinery fuel gas system.
b. Thermal Cracked Naphtha, dikirim ke unit 016 untuk mengalami proses
sweetening.
c. Light Gas Oil, sebagian dikirim ke unit 018 untuk diolah lebih lanjut dan
sebagian lagi dikirim ke fuel oil storege untuk komponen blending fuel oil.
d. Heavy Gas Oil, diperlukan sama seperti Light Gas Oil.
e. Slop Wax, dikirim ke fuel oil storage untuk komponen blending fuel oil.
f. Vacuum Bottom, untuk komponen blending fuel oil dan dikirim ke fuel
oilstorage.
Dengan adanya proses visbreaking ini, kilang minyak PERTAMINA RU IV
Cilacap ditekan untuk memproduksi Diesel Oil dengan memperbaiki pour point dan
masih memenuhi viskositas yang diinginkan. Proses visbreaking ini disertai dengan
proses thermal cracking, yaitu pemecahan rantai hidrokarbon yang panjang menjadi
rantai hidrokarbon yang lebih pendek, yang terjadi karena pengaruh panas.
Kapasitasnya adalah sebesar 8.387 ton/hari.

Produk-produk yang dihasilkan dari FOC II yaitu :


1. Hydrogen Rich Gas, dipakai sendiri di unit 012, 013 dan 018.
2. Mixed LPG, untuk bahan bakar konsumen masyarakat.
3. Heavy Naphtha, untuk komponen blending premium dan bahan baku kilang
paraxylene.
4. Platforming (HOMC), digunakan sebagai blending premium.
5. HSD dan IDO, untuk bahan bakar diesel kecepatan tinggi.
6. IDF dan IDO, untuk bahan bakar diesel kecepatan rendah.
7. Kerosene, untuk bahan bakar konsumen masyarakat.
8. IFO, untuk bahan bakar furnace dan komponen blending premi

3.2.3 Lube Oil Complex I (LOC I)


LOC I pada awalnya menghasilkan produk utama lube baseoildan hasil
samping aspal dan Minarex-B dengan kapasitas total 80.000 ton/tahun untuk 4 grade
lube oil base. Dengan selesainya Debottlenecking Project maka pada operasinya,
LOC I mengalami perubahan khususnya untuk HVU I kapasitasnya menjadi 2.574
ton/hari (115%).
Unit-unit yang terdapat di LOC I adalah :
1. Unit 21 : High Vacuum Unit (HVU)
Unit ini mengolah long residue dari CDU I, untuk menghasilkan distilat
yang akan diproses lebih lanjut menjadi bahan dasar minyak pelumas. Hasil-hasil
dari unit 21 ini adalah :
a. Spindle Oil (SPO)
b. Light Machine Oil(LMO)
c. Medium Machine Oil (MMO)
d. Short Residue
e. Hasil lainnya, yaitu VacuumGas Oil(VGO),Light Medium Machine Oil
(LMMO), dan black oil yang semuanya digunakan untuk blending fuel oil.
Proses yang dipakai adalah vakum distilasi dengan kapasitas pengolahan adalah
2.574 ton/hari. Hasil SPO dengan viskositas 13-14 cst dan LMO dengan
viskositas 59-92 cst dikirim ke LOC II sebagai umpan FEU II.
2. Unit 22 : Propane Deasphalting Unit (PDU)
Unit ini berfungsi untuk menghilangkan asphalt dari short residue sebelum
diolah lebih lanjut menjadi bahan minyak pelumas. Prosesnya adalah ekstraksi
dengan pelarut propane. Kapasitasnya 538 ton/hari short residue dari bottom
product HVU (Unit 21), sedangkan hasil dari unit ini adalah deasphalted oil dan
asphalt. Hasil DAOnya digunakan sebagai umpan di FEU II.
3. Unit 23 : Furfural Extraction Unit (FEU)
Unit ini pada awalnya berfungsi untuk menghilangkan senyawa-senyawa
aromatik dari distilat hasil proses HVU dan PDU, sehingga diperoleh hasilwaxy
raffinate dengan viskositas yang tinggi. Prosesnya adalah ekstraksi dengan
menggunakan pelarut furfural yang mempunyai daya larut terhadap senyawa
aromat, rafinatnya diolah di MDU menjadi bahan minyak pelumas sedangkan
ekstraknya digunakan sebagai fuel oil component. Kapasitas FEU tergantung jenis
umpan yang diolah.
Tabel 3.3 Kapasitas Umpan yang Diolah pada FEU
Stream SPO LMO MMO DAO
Feed Intake (ton/hari) 555 515 573 478
Solvent Ratio 2,2 4,2 3,5 4,5
Raffinate Output (%) 60 60 45 58
Extract Output (%) 40 40 55 42

Dengan selesainya Debottlenecking Project, saat ini pengolahan yang


dilakukan di FEU I hanya ada dua grade umpan, yaitu SPO distilat dan LMO
distilat.
4. Unit 24 : Methyl Ethyl Ketone Dewaxing Unit (MDU)
Unit ini berfungsi menghilangkan wax (lilin) dari rafinat hasil FEU, dengan
cara pendinginan rafinat sampai wax mengkristal dan dapat dipisahkan dengan
penyaringan. Tujuan menghilangkan wax adalah agar minyak pelumas yang
terbentuk mempunyai titik tuang (pour point) yang memenuhi syarat (rendah).
Sebelum pendinginan, terlebih dahulu umpan ditambahkan solvent agar pendinginan
dan penyaringan dapat lebih mudah. Pelarut yang digunakan adalah campuran antara
Methyl ethyl ketone dengan toluene dengan perbandingan 52:48.
Tabel 3.4 Kapasitas Umpan MEK Dewaxing Unit
Stream HVI 60 HVI 95 HVI 60 HVI 650
Dewaxung Oil (ton/hari) 264 298 283 213
Feed Intake (ton/hari) 339 372 377 266
Slack Oil 339-264 372-298 377-283 266-213

5. Unit 25 : Hot Oil System Unit


Unit ini berfungsi sebagai penghasil panas untuk disalurkan pada unit-unit
tersebut di atas, yaitu untuk menguapkan solvent pada seksi recovery. Sistem ini
beroperasi secara kontinyu dalam suatu sirkulasi tertutup dengan penambahan (make
up) yang secara kontinyu pula, sistem ini menggunakan SPO hasil HVU

3.2.4 Lube Oil Complex II/III (LOC II/III)


Kilang LOC II &III ini pada dasarnya mempunyai tugas yang sama pada
kilang LOC I, yaitu menghasilkan komponen minyak pelumas dan sebagai hasil
samping adalah aspal dan minyak bakar. Kilang Lube Oil Complex II ini
mempunyai fungsi untuk membuat bahan baku pelumas dari long residue hasil
Crude Distilling Unit(CDU I). Kapasitasproduksi dari LOC II ini adalah 175.400
ton/tahun produk Lube Base Oil dan 550.000 ton/tahun produk asphalt. Unit-unit
produksi di LOC II :

 High Vacuum Unit (HVU II) Unit 02

 Propane Deaspalthing Unit (PDU II) Unit 022

 Furfural Extraction Unit (FEU II) Unit 023

 MEK Dewaxing Unit (MDU II) Unit 024

 Hot Oil System (HOS II) Unit 025


LOC III tediri atas tiga unit yang terintegrasi secara geografis, yaitu :
Propane Deaspalthing Unit(PDU III) Unit 220

 MEK Dewaxing Unit (MDU III) Unit 240

 Hydrotreating/Redistilation Unit (HTU/RDU) Unit 260

1. High Viscosity Index 95 (HVI 95)


2. High Viscosity Index 160S (HVI 160S)
3. High Viscosity Index 650 (HVI 650)
4. Asphalt
5. Fuel Oil
6. Slack wax
7. Minarex (PERTAMINA Extraks)

1. Unit 021 : High Vacuum Unit (HVU)


Unit ini mengolah long residue dari CDU I untuk menghasilkan hasil
distilasi dengan distilasi vacuum yang akan diproses lebih lanjut untuk membuat
bahan pelumas. Long residue terdiri dari fraksi-fraksi dengan titik didih tinggi,
sehingga bila dilakukan distilasi atmosferik akan terjadi perengkahan karena
temperaturnya sangat tinggi.
Hasil-hasil dari unit 021 ini yaitu:
a. Vacuum Gas Oil (VGO)
b. Spindle Oil (SPO)
c. Light Machine Oil (LMO)
d. Medium Machine Oil (MMO)
e. Short Residue
Dari HVU ini kemudian produk-produk tersebut diolah pada unit-unit lain
untuk menghasilkan Lube Base Oil.

2. Unit 022 : Propane Deasphalting Unit (PDU)


Unit ini bekerja untuk menghilangkan asphalt dari short residue sebelum
diolah lebih lanjut menjadi bahan minyak pelumas. Prosesnya adalah ekstraksi
dengan pelarut propane, sedangkan kapasitasnya 784 ton/hari short residue. Pada
proses selanjutnya maka Deasphalting Oil (DAO) akan digunakan sebagai bahan
baku minyak pelumas berat.
3. Unit 023 : Furfural Extraction Unit (FEU)
Unit ini berfungsi untuk menghilangkan senyawa-senyawa aromat dari
destilat hasil HVU dan PDU. Prosesnya adalah ekstraksi dengan menggunakan
pelarut furfural yang mempunyai daya larut terhadap senyawa aromat. Rafinatnya
diolah menjadi bahan minyak pelumas sedangkan ekstrak keluar sebagai fuel oil.
Kapasitas FEU tergantung jenis umpan yaitu :
 LMO distillate : 2.180 ton/hari

 MMO distillate : 2.270 ton/hari

 DAO distillate : 91.786 ton/hari

Rafinat FEU selanjutnya diolah di MEK Dewaxing Unit (MDU). Setelah


Debottlenecking FEU II hanya memproses LMO, MMO, dan DAO, rafinatnya
diolah di HTU LOC II.

4. Unit 024 : Methyl Ethyl Ketone Dewaxing Unit (MDU)


Pada awalnya unit ini berfungsi menghilangkan wax (lilin) dari rafinat
hasil FEU, tetapi setelah debottlenecking, unit ini memproses rafinat dari HTU.
Prosesnya adalah mendinginkan rafinat sehingga wax akan mengkristal dan dapat
dipisahkan dengan penyaringan. Tujuan penghilangan wax adalah agar minyak
pelumas yang terbentuk mempunyai titik tuang (pour point) yang memenuhi
syarat. Rafinat yang masuk sebagai umpan didinginkan kemudian disaring, untuk
lebih mudahnya maka ditambahkan pelarut. Pelarut yang digunakan adalah
campuran antara methyl ethyl keton dengan toluene dengan perbandingan 52 : 48.

5. Unit 025 : Hot Oil System Unit


Walaupun tidak langsung dengan proses, unit ini sangat penting
keberadaannya, karena merupakan sumber panas bagi unit-unit lain, antara lain untuk
menguapkan pelarut pada pelarut recovery. Prinsip operasinya adalah dengan
sirkulasi minyak panas dari vessel, dimana minyak yang digunakan adalah spindle
oil(SPO).
6. Unit 260 : Hydrotreating / Redistillation Unit (HTU/RDU)
Unit ini terdiri atas 2 unit proses, yaitu HTU (Hydrotreating Unit) dan
RDU (Redistillation Unit). Tujuan dari proses pada unit ini adalah untuk
menghilangkan komponen-komponen aromatis yang tidak diinginkan pada lube
oil dengan charging campuran feed dan gas kaya hidrogen ke reaktor dengan
menggunakan katalis Ni-Mo (Nikel-molybdenum).

3.2.5 Kilang Aromatik (Aromatic Complex)


Kilang Paraxylene Cilacap dibangun tahun 1988 dan beroperasi setelah
diresmikan oleh Presiden RI tanggal 20 Desember 1990. Tujuan dari
pembangunan kilang Paraxylene ini adalah sebagai berikut :
 Memenuhi kebutuhan bahan baku paraxylene untuk pabrik Purified
TerepthalicAcid (PTA) di Plaju, Sumatra Selatan.
 Menghemat devisa, karena selama ini bahan baku untuk paraxylene masih di
impor.
 Meningkatkan nilai proses yang ada pada kilang paraxylene.

Kilang ini digunakan untuk mengolah 11.916,9 ton/hari naphta dengan


produk utamanya adalah :
 Paraxylene : 270.000 ton/tahun

 Benzene : 118.000 ton/tahun

Produk sampingnya adalah :

 LPG : 52 ton/hari

 Raffinate : 280 ton/hari

 Heavy Aromate : 43 ton/hari

 Fuel Gas : 249 ton/hari


1. Unit 82 : Naphtha Hydrotreater
Fungsi utama unit ini adalah mempersiapkan heavy naphtha yang terbebas
dari kontaminasi berbagai impurities seperti sulfur, oksigen, nitrogen, logam-
logam organik dan sebagainya, oleh karena senyawa tersebut dapat meracuni
katalis pada Unit Platforming. Pemurnian ini dilakukan dengan menginjeksikan
gas hidrogen dalam suatu rektor katalis yaitu Ni-Mo Alumina.
2. Unit 84 : CCR Platforming Unit
Unit ini mengolah senyawa parafinik dan naphtenik yang terdapat pada
Treated Naphtha menjadi senyawa aromatik untuk dijadikan paraxylene dan
benzene pada unit berikutnya. Untuk CCR platforming catalyst, umpan naphtha
harus kurang dari 0,5 weight ppm, untuk mengoptimalkan selektivitas dan
stabilitas karakteristik katalis. Untuk tipikal kandungan sulfur dalam umpan
padadeaktivasi, suhu reaktor perlu dinaikkan untuk mencapai tingkat removal
yang sama. H2S yang dihasilkan kemudian dipisahkan pada stripper column, dan
dikeluarkan sebagai overhead off gas.
Hasil utama dari unit ini kemudian akan dipisahkan antara light
platformate dan heavy platformate. Light platformate banyak mengandung
benzene dan toluene yang kemudian dikirim ke SulfolaneUnit, sedangkan heavy
platformate banyak mengandung xylene yang kemudian dikirim ke Xylene
Fractionation Unit. Hasil berupa gas adalah LPG dan hidrogen.
3. Unit 85 : Sulfolane Unit
Umpan untuk unit ini adalah light platformate. Unit ini berfungsi untuk
memisahkan gugus aromat dari gugus non aromat secara ekstraksi dengan
menggunakan pelarut sulfolane. Rafinat mengandung komponen-komponen non
aromat (parafin, olefin dan naphta) yang disebut mogas dan ekstrak mengandung
komponen aromat. Selanjutnya senyawa-senyawa tersebut dipisahkan di Sulfonate
Benzene Column(SBC). Hasil atas berupa benzene dan produk bawahnya adalah
toluene dan C8+. Produk bawah ini kemudian dipisahkan pada Sulfolane Toluene
Column(STC). Produk toluene kemudian diumpankan ke TatorayUnit dan produk
bawah ke Xylene Fractionation Unit.
4. Unit 86 : Tatoray Process Unit

Proses tatoray adalah suatu proses katalitik untuk trans-alkilasi aromat.


Dalam bentuk sederhananya, toluene dikonversi menjadi benzene dan campuran
xylene. Toluene dan campuran C9 aromatik dikonversi menjadi C6, dan C8 aromat.
Katalis yang digunakan adalah TA-4 dengan basis silika alumina. Benzene
yang dihasilkan direcycle ke unit sulfolane, sedangkan xylene dan toluene ke
toluene column untuk memisahkan toluene dan xylene.
5. Unit 87 : Xylene Fractionation Unit
Suatu aspek unik dari unit ini adalah pada desain splitter column. Dengan
mengoperasikan splitter column pada tekanan yang tinggi, suhu uap overhead
menjadi begitu tinggi, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pemanas untuk
reboiler di beberapa kolom pada ParexUnit dan IsomarUnit. Hal ini merupakan
suatu penghematan biaya operasi dan biaya pokok yang tidak kecil.
Unit ini berfungsi untuk memisahkan campuran antara xylene dengan C9
aromat dan lainnya. Produk atas berupa xylene yang diumpankan ke Parex Unit
dan hasil bawah dipisahkan dalam Heavy Aromatic Column. Produk atasnya
berupa C9 aromat diumpankan ke Tatoray Unit dan hasil bawah adalah heavy
aromat.
6. Unit 88 : Paraxylene Extraction (Parex) Process Unit
Proses Parex adalah suatu proses pemisahan yang kontinyu untuk adsorbsi
selektif paraxylene dari campuran isomernya (ortho dan meta xylene), ethyl
benzene dan hidrocarbon non aromatik. Unit ini menggunakan solid adsorbent
(zeolit), desorbent, Para Diethyl Benzene(PDB) dan suatu flow directing device
yang disebut rotary valve.
Produk rafinat menjadi umpan IsomarUnit sedangkan ekstrak berupa
campuran paraxylene dan desorbent dipisahkan lagi. Produk paraxylene yang
dihasilkan mempunyai kemurnian yang tinggi yaitu sebesar 99,65%.
7. Unit 89 : Isomar Process Unit
Isomar yaitu proses isomerisasi katalis yang mengubah C8 aromat menjadi
campuran yang seimbang dengan menggunakan noble metal catalyst dwifungsi.
Umpan rafinat dari parex dicampur dengan recycled gas yang kaya hidrogen,
diuapkan dan dialirkan melalui fixed bed radial flow reactor. Effluentnya
dikondensasikan untuk memisahkan liquid dan gasnya.
Hasil atas berupa komponen hasil cracking yang diumpankan ke Unit 84 untuk
memisahkan LPG sedangkan hasil bawah berupa campuran ortho, meta,
paraxylene sebagai umpan Xylene FractionationUnit.
8. Unit Nitrogen Plant
Nitrogen pada kilang ini diperlukan untuk CCR sistem dan tangki tailing.
Kapasitas Nitrogen plant ini adalah :
- N2 gas : 800 Nm3/jam
- N2 liquid : 130 Nm3/jam
Udara dilewatkan melalui suction filter untuk menghilangkan debu-debu,
selanjutnya ditekan dan dimasukkan ke dalam absorber, kemudian didinginkan
sampai kira-kira 5°C pada chiller unit.

3.2.6 Kilang LPG dan Sulfur Recovery Complex


1. Unit 90 (umum)
Unit 90 terdiri dari sistem utilitas header yang didesain untuk mendukung
fasilitas pada proses unit lainya. Secara umum semua utilitas diambil dari refinery
untuk menyediakan unit baru.
Sistem distribusi utilitas pada unit 90 yang terdiri dari :
 High Pressure Steam
 Medium Pressure Steam
 Low Pressure Steam
 Low Pressure Condensate
 Boiler Blow Down
 Medium Pressure Boiler Feed Water
 Service Air
 Service Water
 Drinking Water
 Jacket Water
 Open Sewer
 Sour Flare Header
 Fuel Gas
 Hydrogen
 Cold Flare
 Nitrogen
 Instrumen Air
2. Unit 91 : Gas Treating Unit
Gas treating unit dirancang terutama untuk mengurangi kadar hydrogen
sulfide (H2S) di dalam gas buang (sebagai umpan) hingga maksimum 10 ppmv
sebelum dikirim ke LPG recovery unit dan PSA unit yang telah ada. Dalam
metode operasi normal, laju alir gas total diolah dan larutan amin disirkulasikan
untuk menyerap H2S pada suhu mendekati suhu kamar dan tekanan yang
dinaikan. Gas asam (acid gas) menghasilkan produk belerang cair.
3. Unit 92 : LPG Recovery Unit
Recovery LPG yang diharapkan sebanyak 99,9% dari propane dan butane
yang terdapat dalam feed LPG Recovery Unit dibandingkan terhadap oleh propane
dan butane yang terkandung dalam aliran bawah deethanizer.Spesifikasi produk
LPG ditunjukkan pada Tabel 3.5, sedangkan untuk spesifikasi produk condensate
ditunjukkan pada Tabel 3.6.
Tabel 3.5 Spesifikasi Produk LPG
Spesifikasi Unit Nilai

Ethane LV% Max 0,2%

C3+C4 LV% Min 97,5%

C5+ LV% Max 2%

Reid Vapor Pressure Psi 120

Weathering Test 36°F 95% volume

Tabel 3.6 Spesifikasi Produk Condensate


Spesifikasi Unit Nilai

C4 dan lighter LV% Max 2%


4. Unit 93 : Sulphur Recovery Unit
Sulphur Recovery Unit (SRU) didirikan untuk memisahkan acid gas dari
amine regeneration di Gas Treating Unit (GTU), dirubah menjadi H2S dalam bentuk
gas menjadi sulfur cair dan dalam bentuk gas sulfur untuk bisa dikirim melalui
eksport.
5. Unit 94 : Tail Gas Unit
Tail Gas Unit(TGU) dirancang untuk mengolah acid gas dari Sulphur
Recovery Unit(SRU). Semua komponen sulfur diubah menjadi H2S untuk
dihilangkan di unit TGU absorber, arus recycle kembali ke unit SRU dan sebagian
dibakar menjadi jenis sulfur yang terdiri dari SOx kemudian dibuang ke atmosfer.
6. Unit 95 : Refrigeration
RefrigerationUnit dilengkapi dengan pendinginan yang diperlukan untuk
LPG Recovery Unit dan juga dilengkapi dengan Trim Amine Chilling di bagian Tail
Gas Unit untuk memaksimalkan pengambilan sulfur secara umum. System
Refrigeration terdiri dari dua tahap Loop Propane Refrigeration. Komposisi design
refrigeration ditunjukkan pada Tabel 3.7

Tabel 3.7 Komposisi Design Refrigeration

Komponen Mol, %

Ethane 2,07

Propane 94,54

i-butane 3,79

Total 100

3.2.7 Kilang Recid Fluid Catalityc Cracking (RFCC)


Resid Fluid Catalytic Cracking (RFCC)dibangun mulai dibangun pada 30
September 2011dan beroperasi setelah diresmikan oleh Wakil Presiden RI Jusuf
Kallatanggal 26November2015.RFCC yang memiliki 21 unit equipment telah
beroperasi dan meneteskan produk perdananya pada 30 September 2015. Pada saat
diresmikan, menurut Dwi Soetjipto, RFCC telah beroperasi 100% dan
dapatmemproduksi produk "High Octane Mogas Component" (HOMC) sekitar
37.000 barel per hari, LPG 1.066 ton per hari, dan Propylene 430 ton per hari.
Dari produksi HOMC tersebut, sebagian besarnya diproses lebih lanjut
untuk diproduksikan menjadi Premium.Saat ini, produksi Premium dari kilang
Cilacap sebanyak 61.000 barel per hari. Dengan beroperasinya RFCC, produksi
Premium dari Kilang Cilacap akan menjadi 91.000 barel per hari sehingga impor
Premium dapat ditekan. Feed kilang RFCC didesain berasal dari low sulphur wax
residue(LSWR)bottomCDU II 011 dan vacuum gas oil ex-HVU 21/021 LOC I/II
dengan kapasitas 62 MBSD menghasilkan produk Mixed LPG, propylene, RFCC
Naphtha, Light Cycle Oil (LCO), dan Decant Oil (DCO). Unit-unit yang ada di
RFCC adalah:
1. Unit 101 : Resid Fluid Catalytic Cracking
Resid Fluid Catalytic Cracking dirancang untuk mengolah produk bottom
CDU II berupa LSWR dan vacuum gas oil (VGO)dari HVU 21/021 yang di-cracking
menggunakan katalis terfluidisasi menjadi produk lebih ringan yang bernilai berupa
LPG, propylene, gasoline, dan LCO.Feed dikabutkan (atomized) dengan MP steam
kemudian dinaikkan menuju temperature reaksi >510 oC melalui kontak dengan
katalis dari regenerator ~700 oC.Campuran katalis dan hasil cracking dipisahkan
o
dengan VSS dan cyclone.Vapor produk reaktor dengan temperature>510 C
mengalir menuju main column untuk pemisahan produk menjadi fraksi-fraksi.Produk
wet gas dan naphtha masih dialirkan menuju unit downstream untuk treating dan
pemisahan lebih lanjut.Adapun produk LCO dan DCO, dialirkan menuju tangki
produk.
2. Unit 102 : Gas Concentration
Tujuan dari unit ini adalah untuk memaksimalkan recovery fraksi komponen
C3 dan C4 sebagai produk LPG, mengontrol kandungan H2S dan C2- di LPG, dan
mengontrol RVP steam produk gasoline.Unit 102 Gas Concentration secara umum
dapat dibagi menjadi dua area, yaitu seksi recovery dan seksi fraksinasi. Pada seksi
recovery, etana, komponen ringan dan hidrogen sulfida dipisahkan dari aliran
umpan. Pada seksi fraksinasi utamanya adalah debutanizer (102-C-504) untuk
memisahkan produk unstabilized (C3+) menjadi produk petroleum gas (LPG cair)
dan stabilized gasoline.Produk untreated LPG dihasilkan sebagai overhead product
Debutanizer (102-C-504) sedangkan produk untreated Gasoline/stabilizednaphtha
dihasillkan sebagai bottom product.
3. Unit 103 : LPG Merox
Unit ini berfungsi untuk mengurangi kandungan H2S dan COS dalam LPG
dengan cara absorbsi menggunakan amine dan mengurangi kandungan mercaptan
(RSH) dengan cara ekstraksi menggunakan caustic. Senyawa amine yang
digunakan adalah MDEA.Selanjutnya produk LPG dialirkan ke C3/C4 splitter
104C-501.
4. Unit 104 : Propylene Recovery
Propylene Recovery berfungsi untukmemisahkan dan mengolah stream
mixed C3/C4 yang berasal unit LPG Merox 103 untuk menghasilkan propylene
grade polymer (minimum purity 99.6 %-wt) dan mixed LPG. Mixed C3/C4 dialirkan
menuju C3/C4 splitter (104-C-501) untuk dipisahkan butane/butylene (C4) dan
propane/propylene (C3) menggunakan sistem kolom distilasi konvensional.
Propylene dipisahkan dari propane di C3 Splitter (104-C-502) menggunakan
modified distilation system.

3.2.8 Proyek Debottlenecking


Debottlenecking Project Cilacap (DPC) digagas untuk meningkatkan
kapasitas operasional PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap dengan
modernisasi instrumentasi kilang yang meliputi unit pada FOC I, FOC II,
Utilities I, Utilities II, LOC I, dan LOC II. Modernisasi ini termasuk
pengoperasian Utilities IIA yang dihubungkan dengan Utilities I dan Utilities
II serta beroperasinya LOCIII.
Proyek peningkatan kapasitas kilang minyak secara keseluruhan
termasuk Kilang Paraxylene Complex dan pembuatan sarana pengolahan
pelumas baru (LOC III) yang selesai pada Maret 1999. Proyek ini bertujuan
untuk mengingkatkan kapasitas pengolahan FOC I dari 100.000 BPSD
menjadi 118.000 BPSD, FOC II dari 200.000 BPSD menjadi 230.000 BPSD,
LOC I dan LOC II dari 225.000 TPSD menjadi 286.800 TPSD, serta unit baru
LOC III dapat memproduksi 141.200 TPSD lube base untuk semua grade.
Proyek ini membuat total kapasitas kilang BBM naik dari 300.000 BPSD
menjadi 348.000 BPSD, produksi bahan baku minyak pelumas (lube base oil)
naik dari 255.000 TPSD menjadi 428.000 TPSD atau sebesar 69%, sedangkan
produksi aspal naik dari 512.000 TPSD menjadi 720.000 TPSD atau sebesar
40,63%. Dengan TPSD adalah ton per streamday.
Pendanaan Debottlenecking Project Cilacap (DPC) berasal dari
pinjaman dari 29 bank dunia yang dikoordinir oleh CITICORP dengan
penjamin US Exim Bank. Dana yang dipinjam sebesar US$ 633 juta.
Sedangkan sistem penyediaan dananya adalah Non Recourse Financing, di
mana pengembalian pinjaman berasal dari hasil penjualan produk yang
dihasilkan oleh proyek sehingga dana pinjaman tersebut tidak membebani
anggaran Pemerintah maupun cash flow PT Pertamina (Persero) RU-IV
Cilacap.

3. 3 Sarana Penunjang
3.3.1 Utilitas
Utilitas PT Pertamina RU IV Cilacap adalah semua bahan/sarana media
yang dibutuhkan untuk menunjang operasi pengolahan kilang seperti tenaga
listrik, tenaga uap, air pendingin, air bersih, bahan bakar cair/gas, angin instrumen,
dan lain-lain sehingga kilang dapat memproduksi BBM dan NBM. Pengadaan
sistem utilitas dalam industri, khususnya untuk operasional kilang BBM dan
petrokimia di Pertamina selama ini selalu diusahakan sendiri, mengingat
kebutuhan yang diperlukan belum dapat diperoleh dari sumber lain. Dalam
pengoperasiannya, utilitas harus handal agar tidak menyebabkan kehilangan
produksi kilang berupa BBM, NBM, maupun petrokimia serta mengakibatkan
kerusakan seperti pada katalis, peralatan operasi, dan keselamatan. Diagram alir
sederhana Unit Utilities pada PT Pertamina RU IV dapat dilihat pada

Gambar 3.8 Diagram Alir Unit Utilities PT Pertamina RU IV Cilacap


Utilitas bersifat operasional sehingga semua pelaksanaan berdasarkan
standar operasional, prosedur, system, dan tata kerja individu. Di PT Pertamina
RU IV Cilacap, kompleks utilitas terbagi menjadi:
a. Utilitas I (area 50) yang dibangun pada tahun 1973 dan mulai beroperasi pada
tahun 1976 untuk menunjang pengoperasian FOC I, LOC I, dan ITP/Off site
area 30, 40, 60, dan 70 dengan kapasitas pengolahan 100.000 barrel/hari.
b. Utilitas II (area 05) yang dibangun pada tahun 1980 dan mulai beroperasi pada
tahun 1983 untuk menunjang pengoperasian FOC II, LOC II, ITP/Off site area
30, 40, 60, dan 70 dengan kapasitas 200.000 barrel/hari.
c. Utilitas KPC/Paraxylene yang sebagian besar unitnya terletak di utilitas I/area
50, yang mulai beroperasi pada tahun 1990 khusus untuk menunjang area
kilang Paraxylene dengan kapasitas produksi Petrokimia sebanyak 270.000
barrel/hari
d. Utilitas IIA (area 500) yang beroperasi pada tahun 1998 dengan sarana
terbatas, khusus dirancang untuk menunjang pengoperasian Debottlenecking
kilang Cilacap, sehingga total kapasitas pengolahan Kilang Cilacap dapat
dinaikkan
dari 300.000 barrel/hari menjadi 348.000 barrel/hari.

Dalam memenuhi kebutuhan kilang Cilacap, maka PT Pertamina RU IV secara


operasional memiliki unit utilitas yaitu:
1. Unit Pembangkit Tenaga Listrik
Unit ini memiliki 8 buah turbine generator pembangkit tenaga listrik yang
digerakkan oleh tenaga uap yang beroperasi dengan sistem extractive
condensing turbine dengan high pressure steam (P= 60 kg/cm2, T= 460°C)
menghasilkan mediuim pressure steam (P= 18 kg/cm2, T= 330°C) dan
kondensat recovery sebagai air penambah pada tangki desuperheater dan tangki
BFW.
Sistem pembangkit terdiri dari:
Tabel 3.8 Daftar Generator
Area Jumlah Generator Power Total Power

Generator (MW) (MW)

Utilitas I 3 51 G 1/2/3 8 24

Utilitas II 3 051 G 20 60

101/102/103

Utilitas 3 51 G 201 20 20

Paraxylene

Utilitas IIA 3 510 G 301 8 8

Total 112

2. Unit Pembangkit Tenaga Uap


Uap bertekanan yang ada pada unit ini sebagian besar adalah untuk
menggerakkan unit turbin generator sebagai unit pembangkit listrik yang
menggunakan tenaga uap sebagai tenaga penggeraknya. Unit ini memilki 9
buah boiler yang memiliki tekanan kerja 60 kg/cm2 dan temperatur 460°C yang
biasa disebut High Pressure Steam (HP Steam) dengan total kapasitas terpasang
saat ini 790 ton/jam. Keseluruhan boiler dan steam yang dihasilkan adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.9 Daftar Boiler

Area Jumlah Steam Total Steam

Boiler Capacity/boiler Capacity

(ton/jam) (ton/jam)

Utilitas I 3 60 180

Utilitas II 4 110 440

Paraxylene 1 110 110

Utilitas IIA 2 85 170

Total 10 990
Sistem distribusi tenaga uap di Pertamina RU IV Cilacap terbagi atas:
a. High Pressure Steam dengan tekanan 60 kg/cm2 dan temperature 460°C yang
dihasilkan dari semua boiler di Utilitas dan Waste Heat Boiler Unit 014/FOC
II digunakan sebagai penggerak turbin generator.
b. Medium Pressure Steam dengan tekanan 18 kg/cm 2 dan temperatur 330°C
yang dihasilkan dari ekstraksi turbin generator dan Waste Heat Boiler Unit
014/FOC II serta letdown station HP/MP digunakan sebagai penggerak
turbin pompa dan kompresor, pemanas heat exchanger, dan penarik sistem
vakum pada ejector di semua proses area.
c. Low Pressure Steam dengan tekanan 3,5 kg/cm2 dan temperature 220°C
yang dihasilkan dari back pressure turbine dan let down station MP/LP
digunakan sebagai pemanas, dan stripping steam. Pada unit ini terdapat juga
sistem kondensat yang bertugas dalam menampung seluruh condensate
recovery dari seluruh area kilang ke tangki observasi untuk selanjutnya
dimanfaatkan kembali sebagai boiler feed water untuk mengurangi water
losses. Ada tiga jenis kondensat yaitu HP condensate, LP condensate, dan
clean condensate.

3. Unit Air Pendingin


Raw water untuk unit ini diambil dari Muara Bengawan Donan yang
bersifat payau dengan senyawa klor yang tidak terlalu tinggi. Distribusi air
pendingin dilakukan dengan dua cara yaitu sistem bertekanan (pressurized)
dan sistem gravitasi. Untuk sistem bertekanan, air pendingin didistribusikan
dengan pompa yang memiliki kapasitas sebagai berikut:
Tabel 3.10 Daftar Pompa Cooling Water

Area Jumlah Pompa Kapasitas Kapasitas

Pompa Pompa Total

(m3/jam) (m3/jam)

Utilitas I 3 53 P 1 A/B/C 2000 6000

Utilitas II 3 053 P 101 5900 17700

A/B/C

Paraxylene 3 053 P 201 2300 6900

A/B/C

Utilitas IIA 2 530 P 301 A/B 4000 8000

Total 38600

Untuk mencegah timbulnya mikroorganisme, pada sistem air pendingin


diinijeksikan sodium hypochloride yang dihasilkan dari unit sodium hypochloride
generator.
4. Unit Pengadaan Air Bersih
Unit Pengadaan air bersih dilakukan di unit Sea Water Desalination
(SWD) dimana prinsip operasi unit ini adalah mengolah air laut menjadi air tawar
dengan spesifikasi tertentu dengan cara distilasi pada tekanan rendah (vacuum).
Ada dua sistem pembuatan air bersih di SWD yaitu dengan Multi
Stage Flash (MSF) through dan Multi Stage Flash Brine Recirculation. Utilitas
Pertamina Refinery Unit IV Cilacap memiliki 8 buah unit SWD yaitu:
a. UTL I : 54 WS 1/2/3 (3 unit) kapasitas @45 ton/jam (TypeMSF once
through), dan 54 WS 201 (1 unit) kapasitas 45 ton/jam (Type MSF brine
recirculation).
b. UTL II : 054 WS 101/102/103/105 (4 unit) kapasitas @ 90 ton/jam
(TypeMSF once through)
a. Sebagian besar sebagai umpan boiler
b. Sebagai jacket water untuk pendingin sistem minyak pelumas pada
rotating equipment
c. Sebagai media pencampur bahan kimia untuk keperluan proses
d. Sebagai air minum di area kilang

5. Unit Udara Tekan


Fungsi unit ini untuk menggerakkan sistem instrumentasi di seluruh area kilang.
Instrumentasi angin dihasilkan oleh beberapa kompresor angin yang bekerja secara
paralel yang sebelum didistribusikan dilewatkan ke dalam suatu pengering (dryer)
untuk menghilangkan kandungan air yang ada. Tekanan angin instrumen dihasilkan
dari:

Tabel 3.12 Daftar Dryer


Area Jumlah Kapasitas Dryer Kapasitas Total

Dryer (Nm2/min) (Nm2/min)

Utilitas I 2 30.00 60.00

Utilitas II 1 46.00 46.00

Paraxylene 1 21.67 21.67

Utilitas IIA 1 11.50 11.50

Total 139.17

6. Unit Distribusi Bahan Bakar Cair dan Gas


Sistem bahan bakar cair terdiri dari sistem HFO dan HGO. Sistem HFO
digunakan sebagai bahan bakar pada boiler dan furnace saat normal operasi,
sedangkan HGO digunakan pada start up dan shut down unit serta flushing oil
dan sealing system. Untuk mengatur viskositas dipakai sarana heat exchanger
dengan media pemanas MP steam. HFO didistribusikan dengan dua sistem
yaitu dengan tekanan tinggi 35 kg/cm2 untuk keperluan sistem High Vacuum
Unit dan tekanan medium 18 kg/cm2 untuk keperluan burner. HFO terdiri dari
slack wax, slop wax, heavy aromate dan IFO yang diperoleh dari proses area
Sedangkan untuk sistem bahan bakar gas dipakai dan dimaksimalkan untuk
pembakaran di boiler dan furnace. Bahan baku diperoleh dari unit proses dan
ditampung di mix drum 57V-2 dan 057V-102 selanjutnya didistribusikan
melalui pipa induk ke semua proses area dengan tekanan diatur 3,5 kg/cm2.
Apabila tekanan lebih dari 4 kg/cm2 akan dibuang ke flare dan apabila kurang
dari 2,5 kg/cm2 akan disuplai dari LPG vaporizer sistem dengan media
pemanas LP steam. LPG vaporizer berfungsi untuk menampung dan
memproses propana dan butana off spec. Pada sistem bahan bakar gas terdapat
waste gas kompresor yang berfungsi untuk memperkecil gas yang hilang ke
flare.

7. Unit Pengadaan Air Baku


Air baku diperoleh dari kali Donan dengan menggunakan pompa jenis
submersible tang terdiri dari:
1. UTL I : pompa 63 P1 A/B/C dengan kapasitas masing-masing 3800
m3/jam
2. UTL II : pompa 063P101 A/B/C dengan kapasitas masing- masing 7900
m3/jam
3. UTL KPC : pompa 063 P 201 dengan kapasitas masing-masing 7900
m3/jam
4. UTL IIA : pompa 063 P 301 dengan kapasitas masing-masing 7900 m3/jam

Dari kali Donan air sungai dipompakan ke Jetty Donan (area 60).
Ruangan pengambilan air baku dilengkapi dengan fixed bae screen, retractable
strainer dan floating gate yang berfungsi untuk menyaring kotoran seperti
sampah, serta suction screen, dari unit 63 dan 053 air baku tersebut kemudian
dialirkan melalui pipa ke dalam 3 buah tangki. Untuk mencegah terjadinya
lumut dan menghindari hidupnya kerang dan mikroorganisme lainnya, pada
saluran hisap semua pompa air baku diinjeksikan sodium hipokloride hasil dari
sodium hipokloride generator. Air baku ditampung dalam tangki selanjutnya
digunakan sebagai media system air pendingan bertekanan, sistem gravitasi
untuk surface condensor turbo generator dan air umpan sea water desalination
3.3.2 Oil Movement

Oil Movements pada awalnya bernama terminal dan merupakan bagian dari

proses pengilangan minyak yang ada di RU IV Cilacap. Bagian ini bertanggung

jawab dalam menangani pergerakan minyak baik kedalam maupun keluar kilang

terlebih dengan kondisi kilang yang memiliki kapasitas pengolahan 348.000

barrel/hari crude oil. Tugas dan tanggung jawab bagian ini antara lain:

 Menerima crude oil dan menyalurkannya ke unit FOC I dan FOC II.

 Menerima stream dari unit FOC I dan FOC II.

 Menyiapkan feed untuk secondary processing.

 Menerima stream dari secondary/tertiaery processing.

 Menyalurkan produksi dari kilang ke tangki penampungan.

 Melaksanakan blending produk menjadi finish product.

 Loading/transfer minyak ke kapal, Perbekalan Dalam Negeri (PDN), dan Own

Use.

Untuk menunjang pelaksanaan tugas dan tanggung jawab tersebut, tersedia

fasilitas dan peralatan operasi antara lain :

 Pipa-pipa, untuk penyaluran pergerakan minyak.

 Tangki-tangki, untuk penampungan crude, produk dan slops.

 Dermaga, untuk bongkar/muat crude oil, BBM dan NBM.

 Pompa-pompa, untuk pemompaan feed ke kilang, blending, dan lain-lain.

 Oil Catcher (CPI), untuk menampung minyak yang tercecer dari bocoran pipa-

pipa, drain tangki, dari parit dan holding basin.

 Holding basin yang berhubungan dengan CPI berfungsi untuk mengembalikan


atau memperbaiki kualitas air buangan, terutama mengembalikan kandungan
oksigen.
 Silencer untuk mengurangi kebisingan.
 Groyne sebagai sarana pelindung pantai dari kikisan gelombang laut.
3.3.3 Laboratorium
Bagian laboratorium memegang peranan penting di kilang, karena dari
laboratorium ini data-data tentang raw material dan produk akan diperoleh. Dengan
data-data yang diberikan maka proses produksi akan selalu dapat dikontrol dan dijaga
standar mutu sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan.
Bagian laboratorium berada di bawah Senior Manager Operation and
Manufacturing yang mempunyai tugas pokok :
 Sebagai pengontrol kualitas bahan baku, apakah sudah memenuhi persyaratan
yang diperkenankan atau tidak.
 Sebagai pengontrol kualitas produk, apakah sudah memenuhi standar yang berlaku
atau belum.

• Crude Oil
• Stream product : FOC I/II, LOC I/II/IV, dan paraxylene
• Utilities : water, steam, fuel oil, fuel gas, chemical agent, dan katalis
• Intermediate product dan finishing product.

Dalam pelaksanaan tugas, bagian laboratorium dibagi menjadi


Laboratorium Pengamatan, Laboratorium Analitik dan Gas, Laboratorium Litbang,
dan Ren. ADM/ Gudang/ Statistik.

Program Kerja Laboratorium


a. Laboratorium Pengamatan
Bagian ini mengadakan pemeriksaan terhadap sifat-sifat fisis bahan baku,
intermediate product, dan finishing product. Sifat-sifat yang diamati antara lain:
1. Distilasi ASTM
2. Spesific gravity
3. Reid vapour pressure
4. Flash point dan smoke point
5. Convadson carbon residu
6. Warna
7. Cooper strip dan silver strip
8. Viscositas kinematic
9. Kandungan air
b. Laboratorium Analitik dan Gas
Bagian ini mengadakan pemeriksaan terhadap raw material mengenai sifat-
sifat kimianya, termasuk didalamnya tentang kerak dan finishing product. Alat-
alat yang digunakan untuk analisa antara lain :
1. N2 analyzer, untuk menganalisa sulfur, Cl2, H2S
2. Atomic Absorption Spectrophotometer(AAS), untuk menganalisa semua metal
yang ada dalam sampel air maupun zat organik.
3. Polychromator, untuk menganalisa semua metal yang ada dalam sampel air
maupun zat organik.
4. Nuclear Magnitute Resonance(NMR), untuk menganalisa kandungan H2
dalam sampel avtur.
5. Portable Oxygen Tester(POT), untuk menganalisa kandungan oksigen
dalam gas pada cerobong asap.
6. Infra red Spectrophotometer(IRS), untuk menganalisa kandungan oil dalam
sampel air, juga menganalisa aromat dan minyak berat.
7. Spectro Fluorophotometer, untuk menganalisa kandungan oil dalam water
slop, menganalisa bahan baku, stream product, dan finishing product untuk
pabrik paraxylne.
c. Laboratorium Penelitian dan Pengembangan
Bagian ini bertujuan untuk mengadakan penelitian, misalnya :
1. Blending fuel oil.
2. Lindungan lingkungan (pembersihan air buangan).
3. Evaluasi crude.
4. Di samping mengadakan penelitian rutin, laboratorium ini juga mengadakan
penelitian yang sifatnya non-rutin, misalnya penelitian terhadap produk
kilang di unit tertentu yang tidak biasanya dilakukan penelitian, guna
mendapatkan alternatif lain tentang penggunaan bahan baku.
d. Ren. ADM/Gudang/Statistik
Bagian ini bertugas untuk mengatur administrasi laboratorium,
pergudangan, dan statistik.
e. Laboratorium Paraxylene
Laboratorium ini khusus menangani unit paraxylene yang mempunyai
kerja dan tugas menganalisa terhadap bahan baku, produk yang dihasilkan dan
bahan penunjang lainnya.
3.3 Penangan Limbah
Di dalam eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi negara, Pertamina
RU IV Cilacap tidak lepas dari penanganan limbah yang dihasilkan. Limbah yang
dihasilkan dalam pengolahannya dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: bahan
buangan cair, bahan buangan gas.
1. Pengolahan Buangan Cair
Pada dasarnya prinsip dari pengolahan air limbah adalah menghilangkan
unsur-unsur yang tidak diinginkan dalam air limbah secara fisik, kimia maupun
biologi. Pertamina RU IV Cilacap dalam mengolah limbah cairnya tidak
digunakan pada tiap-tiap unit, namun limbah dari beberapa unit digabung menjadi
satu baru kemudian diolah. Pengolahan limbah cair dilakukan secara bertahap
sebagai berikut:
a. Sour Water Stripper (SWS)
Unit ini dirancang untuk mengolah sour water dari Visbreaking Unit,
Naphta Hydrotrating Unit, High Vacuum Unit, Crude Distillation Unit, AH
Unibon, Distillate Hydrotreating Unit yang mengandung H2S, NH3, fenol,
CO2, mercaptan, cyanida, dan pada hydrocracking sour water terdapat
fluoride.
Unit ini dirancang untuk dapatt membersihkan 97% dari H2S yang
kemudian dibakar di flare, sedangkan air bersih yang tersisa dapat digunakan
kembali. Dalam sour water H2S dan NH3 terdapat dalam bentuk NH4HS yang
merupakan garam dari basa lemah dan asam lemah. Di dalam larutan ini,
garam terhidrolisa menjadi H2S dan NH3.
Reaksi: NH4 + H2S → NH3 + H2S
H2S dan NH3 bebas sangat mudah menguap ke dalam fasa cair. Gas
H2S dan NH3 dapat dipisahkan dengan menggunakan steam sebagai stripping
medium atau steam yang terjadi dari pemanasan sour water itu sendiri
(dalam reboiler). Hidrolisa akan naiknya suhu. Kelarutan H2S pada unit 052
terdapat empat boiler dengan kapasitas masing-masing 110 ton/jam HP
steam. Jenis boiler yang digunakan adalah water tube boiler yang mampu
menghasilkan HP steam pada tekanan 60 kg/cm2 dan temperatur 460°C.
Penghasil HP steam lainnya adalah Water Heat Boiler yang terdapat di unit
014 dan 019 menghasilkan MP steam dengan kapasitas masing-masing 30
ton/jam. MP steam digunakan untuk pengabut bahan bakar minyak (steam
atomizing), vacuum ejector, soot blowing dan lain-lain. LP steam digunakan
untuk pemanas pipa, dan stripping steam pada distilasi.
b. Corrugated Plate Interceptor (CPI)
Corrugated Plate Interceptor (CPI) adalah jenis alat atau bangunan
penangkap minyak yang berfungsi untuk memisahkan air dan minyak dengan
menggunakan plate sejajar, dibuat dari fyber glass yang bergelombang yang
dipasang dengan kemiringan tertentu bekerja secara gravitasi. CPI memiliki
kemampuan memisahkan lebih besar dibanding dengan alat pemisah lain,
mampu memisahkan partikel minyak sampai dibawah 150 mikron dengan
menggunakan permukaan pemisah tambahan berupa plat sejajar maka
didapatkan proses pemisahan dalam kondisi laminer dan stabil. Kecepatan
aliran dari plat yang bergelombang dan perbedaan spesific gravity antara
minyak dan air menyebabkan akan naik ke atas, sedangkan air akan turun ke
bawah yang kemudian masuk ke parit dan akhirnya ke Holding Basin untuk
diolah lebih lanjut sebelum dibuang ke badan penerima.
c. Holding Basin
Holding basin adalah kolom untuk menahan genangan minyak bekas
buangan pabrik supaya tidak lolos ke badan air penerima, dengan perantaraan
skimmer (penghisap genangan minyak di permukaan), floating skimmer
(penghisap minyak di bagian tengah), dan baffle (untuk menahan agar
minyaknya tidak terbawa ke badan air penerima). Selanjutnya genangan
minyak ditampung pada sump pit kemudian dipompakan ke tangki slops
untuk direcovery. Holding basin dibuat dengan tujuan mencegah pencemaran
lingkungan, khususnya bila oil water sampai lolos ke badan air penerima.
Genangan minyak berasal dari bocoran- bocoran peralatan pabrik atau
lainnya. Holding basin yang terdapat di Pertamina RU IV Cilacap ada dua
yaitu Exciting Holding Basin unit 49 dan New Holding Basin unit 66.

2. Pengolahan Buangan Gas


Untuk menghindari pencemaran udara dari bahan-bahan buangan gas,
maka dilakukan penanganan terhadap bahan buangan tersebut dengan cara:
a. Dibuat stack/cerobong asap dengan ketinggian tertentu sebagai alat untuk
pembuangan asap.
b. Gas-gas hasil proses yang tidak dapat dimanfaatkan dibakar dengan
menggunakan flare
Salah satu sumber emisi polutan adalah dari kegiatan pembakaran gas -
gas sisa operasi dari keseluruhan proses dalam kilang dilakukan dalam flare.

Pada dasarnya gas-gas yang dibakar dalam flare terutama mengandung


sulfur tereduksi yang dalam pembakaran dioksidasi menjadi gas yang relative
tidak berbau, diantaranya adalah SO2, namun flare memberikan kemungkinan
timbulnya asap hitam (smoke) dan gas – gas lain, seperti CO, SO 2, dan NOx.
Smoke diakibatkan oleh pembakaran yang menghasilkan asap hitam, maka
pembakaran yang dilakukan harus dilakukan pada kondisi sebagai berikut:
a. Nilai panas yang memadai untuk mencapai suhu pembakaran teoritis
minimum
b. Udara pembakaran yang cukup (excess air).
c. Percampuran yang memakai antara udara dan bahan bakar.
Sesuai dengan standar dari American Petroleum Institute (API), maka
flare yang ideal adalah suatu peralatan pembakar yang membakar gas-gas sisa
secara sempurna dan tidak menimbulkan asap hitam (smokeless). Oleh karena itu,
dalam sistem pembakaran flare PT Pertamina RU IV Cilacap dilengkapi dengan
sistem injeksi gas inert pada zona pembakaran untuk menghasilkan turbulensi dan
penambahan udara. Dalam hal ini, gas inert yang digunakan adalah uap air
(steam). Injeksi dengan steam ini memberikan keuntungan sebagai berikut :
a. Relatif murah dalam hal penyediaan energi untuk menghasilkan turbulensi
dan tambahan udara dalam flame/nyala api.
b. Steam bereaksi dengan bahan bakar membentuk senyawa yang teroksidasi
dan terbakar pada temperatur relatif rendah.
c. Reaksi antara gas dengan air dan juga terbakar pada temperatur rendah.
d. Steam dapat mereduksi tekanan parsial bahan bakar dan menghindari
terjadinya polimerisasi.
Tipe flare yang digunakan di Pertamina RU IV Cilacap adalah elevated
flares yang terdiri atas pembakar/burner, stack, seal, liquid trap, control pilot
burner, dan steam pembakaran. Seluruh gas-gas dari proses operasi dalam kilang
yang akan dibakar dikumpulkan dalam flare header menuju flare knock out-drum
(KO-drum). Sedangkan untuk pengontrolan laju aliran (flow) dan tekanan, fasa
gas dibawa ke flare water seal drum. Selanjutnya gas tersebut dialirkan dalam
stack untuk dibakar. Pada zona pembakaran diinjeksikan steam untuk
menghindari adanya pembakaran yang tidak sempurna yang dapat menimbulkan
asap hitam/smoke. Jumlah steam yang diinjeksikan sebanding dengan tekanan gas
yang dibakar dan komposisi kimianya. Pada flare tersebut juga dilengkapi dengan
molecular seal untuk mencegah terjadinya nyala balik (flashback) ke dalam flare
stack.
Pada keadaan emergency, emisi gas yang melalui flare stack akan
meningkat karena adanya buangan gas kilang untuk mencapai keseimbangan
proses. Pada kondisi demikian pembakaran harus diatur dengan memperkecil
aliran steam sehingga terjadi pembakaran gas H2S dan akan menurunkan emisi
bau. Sedangkan untuk menurunkan kadar NOx di udara akibat pembakaran dapat
dilakukan dengan cara pengaturan kondisi operasi seperti excess air dalam
pembakaran. Resirkulasi gas buang, pembakaran bertahap, dan kombinasi dari
cara-cara tersebut. salah satu cara yang dilakukan adalah dengan cara pengaturan
kondisi operasi pembakaran melalui excess air. Bila kandungan oksigen tinggi,
maka emisi gas CO akan menurun, karena terjadi pembakaran sempurna.
Sebaliknya jika terjadinya kenaikan gas NOx, langkah terbaik adalah dengan “low
excess air” dimana boiler dioperasikan pada 10-20% excess air.

3. Pengolahan Buangan Sludge


Sludge merupakan salah satu limbah yang dihasilkan dalam industri
minyak yang tidak dapat dibuang begitu saja ke alam bebas karena mencemari
lingkungan. Pada sludge selain mengandung lumpur/pasir dan air juga masih
mengandung hidrokarbon fraksi berat yang tidak dapat direcovery ke dalam proses
maupun bila dibuang ke lingkungan tidak akan terurai secara alamiah dalam
waktu singkat. Perlu dilakukan pemusnahan hidorkarbon tersebut untuk
menghindari pencemaran lingkungan. Dalam usaha tersebut di Pertamina RU IV
Cilacap, sludge dibakar dalam suatu ruang pembakaran (incinerator) pada
temperatur tertentu sehingga lumpur pasir yang tidak terbakar dapat digunakan
untuk landfill atau dibuang di suatu area tanpa mencemari lingkungan sekitar yang
dapat berdampak buruk pada kesehatan masyarakat.
BAB IV

ORIENTASI KHUSUS

4.1 Proses Lube Oil Complex I (LOC I)


Lube Oil Complex I dibangun pada tahun 1976 untuk membuat bahan
minyak pelumas (Lube base) jenis High Viscosity Index (HVI) dengan bahan baku
long residu seperti Arabian light Crude (ALC). Lube base dari kilang Cilacap
digunakan sebagai menjadi bahan baku untuk lube oil blending plant di Cilacap,
Tanjung Priok dan Tanjung Perak. Unit-unit dari Lube Oil Complex I :
HVU : High Vacuum Unit (Unit 21) kapasitas 2574 T/D
PDU : Propane Deasphalting Unit (Unit 22) kapasitas 538 T/D
FEU : Furfural Extaction Unit (Unit 23) kapasitas 555 T/D untuk grade
SPO/LMO
MDU : MEK Dewaxing Unit (Unit 24) kapasitas 339 T/D grade SPO dan
372 T/D untuk grade LMO
HOS : Hot Oil System Unit (Unit 25) kapasitas 13200 T/D
Masing-masing kompleks dilengkapi dengan intermediate finish tank,
blending facilities untuk HVI 200- SN dan HVI- 160 B, dan fasilitas loading. Umpan
long residu yang merupakan bottom product dari Crude Distilating Unit di FOC I
pertama-tama diproses di Unit 21 High Vacuum Unit. Di HVU I dihasilkan beberapa
intermediate lube base stock yang dibedakan berdasarkan viskositasnya yang diolah
lebih lanjut di Furfural Extraction Unit (FEU) dan MEK Dewaxing Unit (MDU)
secara bergantian. Dan sebagai hasil bawahnya berupa short residu yang diolah lebih
lanjut di Prophane Deasphalting Unit (PDU).
Menurut desain Lube Oil Complex Cilacap dapat memproduksi base oil
sebagai berikut:
HV1 60 : 23660 Ton/ tahun
HV1 95 : 41570 Ton/ tahun
HVI 160S : 61675 Ton/ tahun
HVI 650 : 48050 Ton/ tahun
Tabel 4.1 Spesifikasi Lube Base Oil
Parameter HVI 60 HVI 95 HVI 160S HVI 650

Apperance C&B C&B C&B C&B

Ash content Max, %-wt 0.01 0.01 0.01 0.01

Cloud Test Min. Hrs 7 7 7 3

Colour ASTM Max 1.5 2 3 4

Max Colour Stability 1 1 1 1

Increase 48 hrs at 100°C

Flash Point Min., PMCC, °C 204 210 228 267

Total Acidity Max., mg 0.05 0.05 0.05 0.05

KOH/g

Pour Point Min., °C -15 -9 -9 -9

SG at 60/60 °F Reported Reported Reported Reported

Kin. Visc. at 100°C, cSt 4.4-4.9 6.7-7.4 10.7-11.8 30.5-33.5

VI Min. 95 95 95 95

Jenis HVI-200 SN dihasilkan dengan blending antara HVI-60 dan HVI-95.


Jenis HVI 160B merupakan hasil blending antara HVI- 95, HVI-160S dan HVI-
650.

4.2 HVU I (High Vacuum Unit I)


Unit HVU I beroperasi dalam dua mode yaitu lube oil mode dan bitumen
mode. High Vacuum Unit I (HVU I) memproduksi tiga jenis produk waxy distilate
utama dan short residu dengan menggunakan distilasi vakum untuk mengolah feed
long residu yang merupakan bottom product dari Unit CDU I. Ketiga macam produk
waxy distilate tersebut adalah Spindle Oil (SPO), Light Machine Oil (LMO), dan
Medium Machine Oil (MMO). Di samping ketiga macam distilate utama tersebut,
juga terdapat produk lainnya yaitu light oil, vacuum gas oil, intermediate distillate
(IDIS), LMMO, HMMO dan black oil (kondisi normal tidak ada). Semua jenis
produk tersebut harus diolah lebih lanjut sehingga memperoleh produk akhir yaitu
HVI lube base oil. Desain dan pengoperasian lube oil HVU I sangat berpengaruh
terhadap kualitas intermediate maupun final product yang juga berpengaruh terhadap
unit-unit selanjutnya yaitu PDU I, FEU I, dan MDU I. HVU I untuk lube oil complex
mempunyai ciri-ciri antara lain:
1. Distilate terfraksinasi dengan baik
2. Degradasi termal seminimum mungkin
3. Viskositas distilat konsta

Tabel 4.2 Desain Feed dan Yield Produk HVU I


Lube Oil Mode Bitumen Mode
Stream Quantity Quantity Yield Quantity Quantity Yield

KTA T/SD %-wt KTA T/SD %-wt

Feed 437 2574 100 437 2574 100

ALC Long Residu

Output

Waste gas fuel 2 7 0.3 2 5 0..4

Slop 3 18 0.8 2 13 0.5

Gas Oil 46 273 10.6 45 267 10.3

SPO distillate 48 280 10.9 48 280 11

Intermediate 37 216 8.4 38 226 8.7

LMO distillate 46 273 10.6 40 234 9.2

MMO distillate 53 310 12.0 39 229 8.9

Black Oil 0 0 0 0 0 0

Short residu 203 1196 46.4 223 1314 51.0


Proses yang terjadi dalam unit ini adalah distilasi vakum sebab bila
dilakukan distilasi atmosferik akan terjadi cracking/perengkahan karena
temperatur sangat tinggi.

Gambar 4.1 Blok Diagram Unit HVU I

1. Kondisi operasi:
Tabel 4.3 Kondisi Desain Unit HVU I
Stream Kondisi
Long residu feed
a. Preheat exchanger inlet 950C
Furnace F-1
a. Inlet temperature 3080C
b. Outlet temperature 3880C
c. Over cross steam 78 T/D
Kolom 21 C-1
a. Flash zone temperature 3800C, 112,5 mmHg
b. Flash zone pressure 900C, 95 mmHg A
c. Draw-off temp. VGO tray 13 1480C
d. Draw-off temp. SPO tray 12 2750C
e. Draw-off temp. BCR tray 11 3050C
f. Draw-off temp. LMO tray 10 3370C
g. Intermediet residue 3600C
h. Stripping steam to tray 1 45 T/D
Furnace 21 F-2
a. Inlet temperature 3600C
b. Outlet temperature 3950C
c. Over cross steam 81 T/D
d. Inlet transfer line 156 T/D

Stream Kondisi

Kolom 21 C-2
a. Flash zone temperature 3800C, 101,2 mmHg
b. Flash zone pressure 1500C, 88 mmHg
c. TCR draw-off temp. tray 9 1500C
d. BCR draw-off temp. tray 8 3550C
e. Black Oil draw-off temp. tray 7 3500C
f. Short residue 3500C
g. Stripping steam 72 T/D

 Proses Diagram Alir (Terlampir)

 Deskripsi Proses

Umpan long residu dari 43T1 dipompa dengan 43P-1A/B melalui preheat
exchanger. Umpan dipanaskan dari 95 oC sampai 308 oC secara bertahap dengan
menggunakan serangkaian alat preheat exchanger yaitu 21E-1A/B, 21E-2A/B,
21E-3A/B, 21E-4C/D, 21E-4A/B, dan 21E-14 yang diambil dari berbagai macam
sirkulasi produk. Pemanasan ini ditujukan untuk menghindari pemanasan
mendadak. Kemudian long residu dipanaskan lebih lanjut di dalam furnace 21F-1
sehingga suhunya menjadi 388oC, di dalam furnace aliran umpan melewati tube
yang dibagi menjadi 2 pass, di shell diinjeksikan medium pressure steam agar
kecepatan umpan bertambah dengan tujuan agar tidak terjadi cracking ketika di
dalam furnace. Long residu yang sebagian sudah menjadi uap masuk ke dalam
kolom 21C-1. Dari dasar kolom diinjeksikan superheated steam dengan tekanan
rendah untuk membantu proses pemisahan fraksi distilat. Vacuum Gas Oil (VGO)
yang merupakan draw off coloum 21C-1 masuk ke vessel 21V-2. Dengan
menggunakan pompa 21P-6A/B VGO sebagian dikembalikan sebagai reflux
panas dan sebagian didinginkan dengan 21E-10 dan digunakan sebagai reflux
dingin dan lainnya sebagai produk Vacuum Gas Oil.
Light Oil dari 21 C-1 sebagian dari sini mengalir ke 21V-1, sisanya mengalir
ke SPO stripper 21C-4. Di sini fraksi ringan dikembalikan ke 21C-1. SPO dari
21C-4 dipompa dengan 21P-4 lewat pendingin 21E-7A/B ke intermediate storage
21T-16 Liquid dari total draw off dikumpulkan di 21V-1 dan
dengan pompa 21P-5 dari 21V-1 sebagian liquid dikembalikan sebagai reflux dan
sebagian lewat 21E-3 dikembalikan ke kolom 21C-1.
Semua liquid yang tertampung mengalir ke degassing pot 21MM2,
sebagian dikembalikan sebagai reflux, sebagian lagi mengalir ke LMO stripper
21C-3, fraksi ringan distrip dengan LPS dan dikembalikan ke 21C-1. LMO dari
dasar kolom 21C-3 dipompa dengan 21P-3A/B melalui tempered water cooler
21E-8A/B ke intermediate storage 41T-15. Suatu alat “Schoepentoeter” dipasang
pada feed inlet dalam kolom 21C-1 untuk memisahkan uap dan liquid. Uap ter-
flash ke atas sedangkan liquid turun ke bawah dan distrip dengan steam. Liquid
yang keluar dari bawah ini disebut intermediate residu.
Intermediate residu dari kolom 21C-1 dipompa dengan pompa 21P-17 ke
21F-2, aliran ini dibagi menjadi 4 tube passes. Superheated steam diinjeksikan
dalam tiap passes pada inlet furnace untuk menaikkan kecepatan dalam tube.
Dalam furnace 21F-2 temperatur naik menjadi 395oC. Keluar dari furnace, passes
digabung menjadi satu, residu panas masuk ke kolom 21C-2, lewat
”schoepentoeter” uap naik ke atas dan liquid turun ke bawah dan distrip dengan
LPS. Kemudian keluar sebagai short residu dan dipompakan dengan pompa 21P-
7A/B lewat 21E-4A/B dan 21E-1A/B ke storage. Produk dari kolom 21C-2 adalah
Light Oil, LMMO, HMMO, Black Oil, dan Short residu.
Total draw off mengalir ke LMMO vessel 21V-4 dan ditarik dengan
pompa 21P-10A/B untuk didinginkan dengan 21E-11A/B. Total draw off (MMO)
mengalir ke 21V-3 dan dipompa dengan 21P-9A/B untuk digunakan sebagai
pemanas pada 21E-2A/B. Black oil dari total draw off mengalir menuju 21V-5
dikembalikan sebagi reflux dengan 21P-8 dan sisanya didinginkan dengan 21E-9.
Short residu dari 21C-2 ditarik dengan pompa 21P-7A/B masuk ke 21E-4A/B
untuk memanaskan feed long residu, kemudian panas yang tersisa dimanfaatkan
lagi untuk pemanasan awal long residu.
Overhead vapor dari 21C-1 dan 21C-2 masing-masing mengalir ke 21E-20
dan 21E-21. Disini sebagian besar uap hidrokarbon dan semua sistem
dikondensasikan dan mengalir ke kondensat vessel 21V-6. Di dalam 21V-6
terjadi pemisahan minyak dan air, dimana air sebagai sour water dipompakan ke
sour water stripper unit 017 dan light oil dipompakan ke wet slops tank. Non
condensable vapor dari top condensate dihisap MP steam yang kemudian
dikondensasikan ke dalam ejector condenser
.
Non condensable gas dari 21V-6 melalui three way valve dikembalikan ke
dapur 21F-1 untuk dibakar. Tekanan dalam flash zone column 21C-1 diatur
dengan PIC yang mengatur non condensable vapor dari top condenser 21E-20.
Tekanan di vapor line ke ejector pertama dan tekanan kolom 21C-2 diatur dengan
pressure control di mana non condensable gas dari ejector kedua disirkulasikan
kembali ke suction ejector pertama.

4.3 PDU I (Prophane Deasphalting Unit I)


Unit ini bertujuan untuk memisahkan lighter hidrokarbon (titik didih
rendah) dari aspalnya. Umpan untuk PDU adalah short residu yang merupakan
hasil dari HVU, sedangkan produknya adalah minyak ( DAO/Deasphalted Oil )
dan prophane asphalt. Spesifikasi umpan dan produknya adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4 Spesifikasi feed dan produk PDU I


Stream Short Residue DAO Propane asphalt
Color ASTM - - -
Flash Point Oc - 280 330 mm
Cond. Carbon residue - 3.2 max -
%wt
Penetrasi 250C, 0,1 mm - - 11 max
Refractive index at 700C - 1.4950-1.5003 -
Softening point R&B, 0C - - 65 min
Specific gravity at 700C 0.985-0.998 0.870-0.9910 1,03-1.07
Viscosity at 1000C, (*) - 43-46 -
Viscosity at 1000C, (**) 830-1500 42-46 -
Proses dalam PDU tidak dapat dilakukan dengan cara distilasi meskipun
dengan distilasi vakum. Pemisahan dengan cara distilasi akan menyebabkan
proses cracking yang tidak diinginkan. Untuk pemisahan tersebut dilakukan
dengan bantuan solvent yang dalam hal ini dipakai propane cair. Propan
mempunyai sifat mudah melarutkan hidrokarbon yang mempunyai titik didih
rendah, tetapi solvent power-nya terbatas terhadap hidrokarbon dengan titik didih
tinggi, khususnya komponen aromatik (komponen asphalt).

Gambar 4.2 Blok Diagram Unit PDU I


1. Kondisi Operasi
Total propane/short residue ratio 3.9 wt/wt

Predilution solvent/short residue 0.3-0.6 wt/wt

Solvent/asphalt ratio RDC bottom 0.3 wt/wt

Solvent DAO ratio RDC top 10 wt/wt


RDC :
1. Normal working pressure 31.5 kg/cm2G

2. Normal working design temperature


a. Top 70 0C/-42 0C
b. Feed 65 0C / -42 0C
c. Bottom 38 0C/-42 0C
3. Inlet temp. DAO stripper 230 230– 260 0C

4. Inlet temp. Asphalt Flash tower 2600C

5. Dosage of anti foam 1– 10 ppm wt on asphalt

Solvent Properties:

1. Sp Gr 15/4 0C 0,585
2. Boiling Point -42 0C
3. Vapor pressure at 40 0C 14.05 kg/cm2 A
4. Vapour pressure at 80 0C 32.03 kg/cm2 A
5. Critical temperature 96.8 0C
6. Critical pressure 43.4 kg/cm2 A
7. Speck propane
a. Ethane % wt 2 max
b. Propane % wt 94
c. i-butane % wt 4 max
Battery Limit Condition
1. Short residue feed 125 0C
2. DAO rundown 80 0C
3. Propane bitumen 190 0C

Tabel 4.5 Kondisi Desain Operasi PDU I


2. Proses Diagram Alir (Terlampir)
3. Deskripsi Proses
 Sistem Umpan
Arabian light short residu dari HVU I pada suhu 125oC sebagai umpan
dikontakkan dengan cairan propana dengan batasan suhu campuran tidak boleh lebih
dari 98oC (pengenceran rendah) atau 83oC (pengenceran tinggi), penambahan
propana tersebut diperlukan karena short residu mempunyai viskositas sangat tinggi
pada temperatur rendah sehingga penambahan propane juga dapat meningkatkan
transfer panas dan viskositas campuran dapat menurun.
Propana mudah melarutkan hydrocarbon dengan titik didih rendah, tetapi
solvent powernya terbatas terhadap hydrocarbon dengan titik didih tinggi, khususnya
komponen aromatic (asphaltic compound). Short residu yang telah dikontakkan
dengan propana tadi dipompa dengan pompa 42 P-4 melalui pendingin 22 E-3.
Propana yang telah didininkan masuk ke bottom extractor dan short residunya
masuk ke top extractor.
 Sistem Ekstraksi
Ekstraksi short residu dilakukan dalam Deasphaltin Rotating Disc
Contactor (RDC) C-1 yaitu merupakan silinder tegak dengan poros yang
dilengkapi dengan 31 piringan yang berputar. Di dinding silinder ini dipasang 26
cincin diam yang masing-masing dipasang diantara piringan yang berputar. Pada
bagian atas RDC dipasang steam coil untuk mengatur suhu pada RDC agar tidak
mengalami fluktuasi. Ekstraksi ini dilakukan dengan kondisi operasi dengan tekanan
31,5 kg/cm2gauge, suhu pada top extractor 70oC, dan suhu pada bottom extractor
38oC.
Propana yang masuk ke bottom RDC tadi mengalir ke atas dan short residu
yang masuk ke top RDC mengalir ke bawah sehingga membentuk fase dispersi.
Propane yang mengalir ke atas akan mengekstrak fraksi oil (DAO) dan aspal yang
tidak terlarut dengan fraksi minyak berat akan mengalir ke bagian bottom
extractor dan keluar sebagai bottom produk propane aspal.
 Seksi Recovery DAO
DAO yang masih mengandung propana keluar dari top RDC kemudian
dipisahkan pada evaporator 22 E-6 dan 22 E-7. Disini propana dipisahkan dengan
proses flasing dalam dua tahap. pada temperatur dan menggunakan medium pemanas
yang berbeda, namun sebelum masuk ke evaporator tersebut campuran DAO
tersebut dipanaskan di 22 E-5. Pada evaporator 22 E-6 95% propana diuapkan
menggunakan LP steam pada suhu 84oC, kemudian DAO propane sisanya diuapkan
pada evaporator 22 E-7 mengunakan hot oil pada suhu 260oC. DAO yang terpisah
masih mengandung sedikit propana dialirkan ke DAO stripper coloumn C-2, dimana
uap yang tertinggal diuapkan menggunakan low pressure steam yang dialirkan
melalui bawah coloumn. DAO yang sudah tidak mengandung propana di pompa
menggunakan pompa 22 P-2AB masuk ke tangki penyimpanan. Sedangkan sisa
propana yang keluar melalui puncak stripper diolah lebih lanjut di seksi sirkulasi
propana.
 Seksi Recovery Aspal
Aspal yang masih mengandung 23 % propana keluar dari bottom RDC
untuk di pisahkan. Campuran aspal tersebut dipanaskan di 22 E-9A/B pada suhu
260oC yang sebelumnya diinjeksikan dengan dimethyl poly siloaxane (antifoam)
untuk mencegah pembuihan.
Foaming sekalipun dapat terjadi baik pada sistem DAO maupun asphalt
recovery, namun demikian foaming pada sistem asphalt recovery akan
menimbulkan dampak yang sangar berpengaruh kepada kinerja unit. Proses
foaming terjadi jika temperatur berada di bawah 180oC. Jika terjadi foaming pada
sistem asphalt recovery maka asphalt akan terbawa ke overhead C-104 yang
dapat menimbulkan buntuan pada V-107 sehingga air (condensate) tidak dapat
keluar. Air ini kemudian akan terbawa ke suction KO Drum compressor V-101
mengakibatkan high level dan trip kompressor K-101. Untuk itu pada outlet
asphalt mix heater dilengkapi dengan low temperature alarm pada 220oC. Sebagai
antisipasi terjadinya entrainment asphalt maka pada vessel tersebut dilengkapi
dengan steam coil untuk melelehkan asphalt. Asphalt maupun DAO yang terbawa
ke sistem sirkulasi solvent juga akan menimbulkan buntuan pada propane
condenser E-112 maupun propane circulation cooler E-102.
Kemudian dialirkan ke aspal flash tower 22 C-3, dimana 99 % propana
terpisah. Propana tersebut dipisahkan dengan double effect evaporation yaitu
proses flashing pada tekanan tinggi di flash coloumn.
Kemudian sisa propane 1 % tadi dialirkan ke asphalt stripper coloumn 22
C-4 dan di stripping menggunakan LPS melalui bottom coloumn sehingga propana
sisa dapat menguap.
 Seksi Sirkulasi Propana
Uap propana yang bertekanan tinggi dari 22 E-6, 22 E-7, dan C-4
dikondensasikan di E-22 12 A/B. kondensatnya di tambung di V-3, sedangkan uap
yan bertekanan rendah di C2 dan C-4 yang masih mengandung uap propana dialirkan
ke kondensor C-5. Uap ini dikondensasikan dengan mengontakkan langsung dengan
air pendingin. Kondensat air keluar dari bottom coloumn untuk dibuang dan uap
propana keluar dari puncak coloumn dan dialirkan ke drum V-1.
Air hasil pencucian keluar dari bawah drum untuk dibuang dan uap
propana keluar dari puncak drum dialirkan ke compressor K-1 untuk
dikompresikan. Selanjutnya uap propana di kondensasikan di 22 E-12 AB dan
kondensatnya dikumpulkan pada propana akumulator V-3 dan disirkulasikan ke
bottom RDC sebagai feed.

4.4 FEU I (Furfural Extaction Unit I)


Furfural Extraction Unit I berfungsi untuk memperbaiki viskositas indeks
distilat yang dihasilkan oleh High Vacuum Unit (HVU) dengan mengambil
komponen aromatis yang mempunyai viskositas indeks rendah. Furfural
dikontakkan dengan feed dalam RDC sehingga komponen aromatis terambil dan
yang tertinggal waxy raffinate. Campuran yang banyak mengandung senyawa
aromatis dari minyak merupakan ekstraknya dan selanjutnya dijadikan komponen
fuel atau minarex.
Dengan kenaikan titik didih dan viskositas dari umpan, berat molekul dan
ukuran komponen akan bertambah pula, dengan kandungan senyawa hidrokarbon
yang terdiri atas paraffin, naphta, monoaromatis, diaromatis dan senyawa
poliaromatis. Struktur senyawa hidrokarbon dengan satu atau lebih senyawa
belerang, nitrogen, atau oksigen juga berada dalam feed tersebut. Persenyawaan
ini akan berpengaruh pada warna juga ketahanan oksidasi minyak pelumas.
Komponen non aromatis sekalipun memiliki parameter viscosity index
yang relatif tinggi namun mempunyai kecenderungan mudah teroksidasi dan
membentuk asam. Adanya sejumlah kecil komponen aromatis, akan mengurangi
kecenderungan tersebut dan mengurangi laju terbentuknya asam.
Pembentukan sludge di mesin disebabkan adanya senyawa sulphur dan
nitrogen yang relatif tinggi. Namun demikian terdapat senyawa sulphur yang
dapat memperlambat proses oksidasi yaitu komponen sulphide, sehingga dengan
adanya komponen sulfur dan aromatis (dalam hal ini komponen monoaromatis)
dalam jumlah tertentu akan bermanfaat untuk menghambat laju oksidasi dan
pembentukan asam. Dengan demikian penentuan komposisi komponen dalam
lube base oil yang optimum sangat diperlukan sehingga diperoleh kualitas lube
base oil yang memenuhi seluruh parameter spesifikasi.
Viskositas indeks untuk fraksi lube oil tergantung dari komposisi jenis
molekulnya, berturut-turut dari yang memiliki viskositas indeks tinggi sampai
yang rendah adalah: saturated (paraffin dan naphthene) , monoaromatis,
diaromatis, polyaromatis, dan aromatis (seperti senyawa sulfur, nitrogen dan
oksigen). Oleh karena sifat-sifat fisis lube oil, viskositas indeks, colour, colour
stability dan stabilitas oksidasi dipengaruhi komposisinya, maka sifat-sifat fisis
tersebut dapat diperbaiki dengan jalan mengatur komposisi berbagai tipe molekul
yang terdapat dalam lube oil. Hal ini dapat dilakukan dalam Furfural Extraction
Unit I (FEU I).
Proses yang terjadi adalah ekstraksi dengan menggunakan solvent furfural.
Furfural cenderung melarutkan hampir semua polyaromatis dan aromatis seperti
senyawa belerang, nitrogen, tetapi tidak melarutkan paraffin. Untuk saat ini, feed
FEU I adalah SPO dari Unit HVU I. Sedangkan produk utamanya adalah SPO
rafinat sebagai umpan unit selanjutnya, sedangkan produk sampingnya berupa
extract yang dipasarkan dalam bentuk Minarex A.

Recovery Rafinat
Feed EKSTRAKSI
Recovery Ekstrak

Gambar 4.3 Blok Diagram FEU I


1. Spesifikasi Feed dan Produk FEU I

Tabel 4.6 Spesifikasi Feed dan Produk FEU I


Feed Distillate SPO Dist. Solvex
Refractive index at 700C 1.488-1.492
0
Spesific grafity at 70 C 0.872-0.879
Viscosity at 1000C, cSt -
0
Viscosity at 60 C, cSt 12.5-15.0

Raffinate SPO Dist. Solvex


Color ASTM 1 max
Refractive index at 700C 1.4520-1.4540
Spesific grafity at 700C 0.8200-0.8235
Flash Point, PMCC 0C 215 min
Viscosity at 1000C, cSt -
Viscosity at 600C, cSt 10-11
Furfural content, ppm 100 max

Extract Minarex-A
Aniline Point, 0C 35.4-36.2
Refractive index at 700C 1.5730-1.5755
Spesific grafity at 700C 0.9725-0.9745
Spesific grafity at 60/600C -
Viscosity at 2100C, cSt 7.322-7.480
Furfural content, ppm 100 max

Extract Minarex-A
Water Ex 23V-3
pH 6-8
Furfural content, ppm -
2. Kondisi Operasi

Tabel 4.7 Kondisi Desain Operasi FEU I


Extraction Section HVI I
Feed intake, t/d 1.580
Raffinate output, t/d 948
Extract output, t/d 632
Raffinate yield, % 60
Furfural/feed ratio, wt/wt 2,5
Furfural content of raffinate mix, % wt 20
Pseudo-raffinate, % wt on feed 20
Furfural content of pseudo-raffinate, % wt 15
Top temperature of RDC, oC 100
Settler temperature, oC 60

Alat yang digunakan adalah berupa Rotating Disc Contactor (RDC) yang
merupakan kolom vertikal yang dibagi dalam beberapa kompartemen, disangga
oleh rotating shaft. Adanya rotor yang berputar menyebabkan terjadinya dispersi
antara kedua cairan. Kecepatan rotor akan mengontrol derajat dispersi.
Larutan ekstrak yang meninggalkan RDC 23C-2 didinginkan melalui 23-
E-4 yang akhirnya ditampung di 23-V-1 yang mana dalam vessel ini akan terjadi
pemisahan extract mix di bagian bawah dan pseudo raffinate di bagian atas.
Pseudo raffinate dikembalikan lagi ke RDC dengan menggunakan pompa 23-P-3
untuk diekstraksi lebih lanjut. Raffinate keluar dari atas RDC setelah melewati
calming grid dan raffinate ini masih sedikit mengandung solvent.
Perbandingan antara feed dan solvent berkisar antara 2-3,8 % wt, hal ini
tergantung dari jenis feed. Semakin berat fraksi dari feed semakin berat pemakaian
solvent. Tekanan RDC berkisar 5 kg/cm2, tekanan ini berfungsi untuk mengalirkan
extract mix ke settler, dan tidak mempengaruhi proses ekstraksi. Dalam unit FEU
digunakan steam stripping pada seksi extract recovery dan raffinate recovery. Bila
air larut dalam furfural maka akan menurunkan solvent power furfural terhadap
hidrokarbon, oleh karena itu air harus dihilangkan sebelum solvent digunakan dalam
ekstraktor. Pemisahan antara furfural dengan air tidak bisa hanya dengan distilasi
biasa karena air dan furfural membentuk campuran azeotrop pada temperatur rendah.
Untuk memisahkan furfural dan air secara sempurna maka diperlukan dua kolom
pemisah.
3. Proses Diagram Alir (Terlampir)
4. Deskripsi Proses

 Seksi Ektraksi
Feed dialirkan ke RDC C-2 menggunakan pompa 41 P-3AB. Di dalam RDO
C-2 terjadi proses ekstraksi dan feed dikontakkan dengan furfural. Furfural sebagai
solvent masuk ke atas RDC yang dialirkan ke bawah sedangkan minyak masuk dari
bawah RDC dan mengalir ke atas sehingga terjadi fase dispersi dan minyak tersebut
mengekstrak furfural menjadi extract mix. Extract mix meninggalkan bottom RDC
yang kemudian dialirkan dengan air pada cooler 23 E-4 dan mengalir ke contractor
setting drum V-1. Temperatur pada V-1 ini diatur berdasarkan banyaknya aliran by
pass pada cooler 23 E-4. Di dalam V-1 akan terjadi proses pemisahan secara
gravitasi berdasarkan perbedaan berat jenis sehingga extract mix terpisah menjadi 2
layer yaitu:
1. Layer pseudo raffinate pada bagian atas,yang sebagian besar komponen
mengandung paraffin dan extract disamping furfural.
2. Layer extract mix dibagian bawah.
Pseudo raffinate dipompa dengan pompa 23 P-3 dialirkan kembali ke bottom
RDC.

 Seksi Raffinate Recovery


Raffinate mix dari top RDC dialirkan ke raffinate mix heater 23 E-15
dipanaskan pada suhu 84oC mengunakan hot oil sebagai pemanas, kemudian
dialirkan ke exchanger untuk dipanaskan lagi menggunakan waxy raffinate
bottom
product dari raffinate vacuum coloumn C-7 pada suhu 158oC-170oC . Raffinate
mix yang telah dipanaskan masuk ke top raffinate vacuum coloumn pada suhu
202oC sehingga akan terjadi flash untuk meminimalisir terjadinya entrainment
minyak pada furfural overhead maka dialirkan refluks wax furfural dari decanter
V-3 dengan menggunakan pompa 23 P-7AB.
Pada bottom section 23 C-7, raffinate mix di stripping menggunakan LPS
untuk mengurangi furfural. Bottom produk wax raffinate yang telah bebas dari
furfural di pompa menggunakan pompa 23 P-10AB melalui finish extract cooler
untuk didinginkan sampai suhunya mencapa 75oC dan dialirkan menuju tanki
waxy raffinate.
Vapor wax furfural dari top raffinate vacuum coloumn 23 C-7 dan vapor dari
extract vacuum coloumn dikondensasikan menggunakan wet furfural condenser 23
E-9AB dan liquid kondensatnya dikumpulkan pada decanter V-3.

 Seksi Extract Recovery


Extract mix dari contractor settling drum 23 V-1 dialirkan ke exchanger 23
E-7 untuk dipanaskan dengan LP flash vapor. Kemudian dialirkan ke exchanger 23
E-6 untuk dipanaskan kembali menggunakan HP flash vapor dari extract coloumn
23 C-3A.
Extract mix yang telah dipanaskan dialirkan ke extract coloumn C-3AB,
sektar 40% furfural air terflash dan sebagian dikondensasikan pada 23 E-7. Vapor
yang tidak terkondensasi dengan by pass dari 23 E-7 digunakan sebagai feed
furufural fractionator C-4 pada temperature 166oC.
Bottom product dari C-3 B dipompa menggunakan pompa 23 P-4 dialirkan
menuju exchanger 23 E-5AB untuk dipanaskan menggunakan hot oil sampai suhu
225oC yaitu temperature maksimum yang diperbolehkan untuk furfural agar tidak
terbentuk coke. Extract mix yang telah dipanaskan masuk ke C-3A yang beroperasi
sekitar 2 kg/cm2gauge, disini sekitar 90% furfural terpisah. Untuk mencegah
entrainment dan super heating, refluks furfural pada furfural fractionator C-4 di
pompa menggunakan pompa 23 P-5AB ke extract coloumn C-3A.
Overhead vapor dari C-3B dikondensasikan di 23 E-6 dan diumpankan
sebagai feed C-4. Bottom produk dari C-3A dialirkan melalui extract vacuum tower
hot oil 23 E-11 menuju ke extract vacuum coloumn C-6, dimana performance C-6
adalah sama dengan C-7 pada raffinate recovery section yaitu vapor dari top
coloumn yang mengandung furfural dan air dikondensaskan pada wet furfural
condenser 23 E-9AB kemudian kondensatnya di tamping pada decanter V-3,
sedangkan bottom produk merukan extract yang telah terbebas dari furfural yang
kemudian di pompa menggunakan pompa 23 P-9 melalui finish extract cooler 23 E-
12 untuk menuju ke tanki extract.

 Furfural Drying dan Pembebasan Air


Furfural yang jenuh dengan air dari decanter V-3 pada suhu 60 oC digunakan
sebagai feed furfural fractionator C-4 dipompa menggunakan pompa 23 P-7AB yang
masuk melalui atas.
Uap yang keluar dari bagian atas dikondensasikan pada kondensor 23 E-8
bersamaan dengan vapor dari furfural stripper 23-C5 dialirkan menuju decanter
V-3. Dry furfural yang terkumpul pada bottom 23-C4 disirkulasikan kembali
menuju RDC dan sebagian digunakan sebagai refluks untuk extract coloumn 23
C-3AB.
Aliran overhead dari vacuum coloumn 23 C-6 dan C-7 adalah campuran
furfural dan air yang kemudian dikondensasikan pada kondensor 23 E-9 dan
kondensatnya di tampung pada decanter V-3. Air dan furfural hanya sebagian
yang terpisahkan pada temperature decanter, terbentuk 2 layer furfural jenuh dan
air.
Pada temperature 60oC layer atas akan mengandung furfural 11%wt dan
layer bawah mengandung 91%wt, tergantung dari banyaknya air dan furfural yang
ada. Top layer mengalir menuju furfural stripper 23 C-5 dengan menggunakan
pompa 23 P-8. Furfural stripper dioperasikan pada tekanan 0,1 kg/cm2gauge,
didalam 23 C-5 tersebut dilakukan stripping menggunakan LP steam. Overhead
produk merupakan campuran furfural dan air dengan komposisi 70% air yang
kemudian dikondensasikan pada 23 E-8 dan kondensatnya dikumpulkan pada
decanter V-3. Di bottom stipper hamper 100% air yang mengandung furfural
maksimum 100 ppm. Furfural dari bottom decanter V-3 dipompa menggunakan
pompa 23 P-AB menuju furfural fractionator 23 C-4. Untuk menjaga degradasi
furfural akibat oksdasi maka pada decanter diblanketing denga inert gas.

4.5 MDU I (MEK Dewaxing Unit I)


MDU I dirancang untuk menghilangkan fraksi paraffin yang mempunyai pour
point yang tinggi. Dewaxing dilakukan dengan bantuan solvent MEK (Methyl Ethyl
Keton) dan toluene dengan perbandingan 52 % volume MEK dan 48 % volume
toluene, melalui proses pendinginan dan penyaringan atau filtrasi.
MDU I mengolah waxy raffinat yang terdiri dari SPO dan LMO raffinate
dari FEU I. Sedangkan Produknya adalah Dewaxed Oil dan Slack Wax. Spesifikasi
feed dan produk dari MDU I.
Tabel 4.8 Spesifikasi Feed dan Produk MDU I
Feed SPO Raff. Solvex
Specific gravity at 70 oC 0.8200 - 0.8235
Viscosity at 100 oC, cSt -
Viscosity at 60 oC, cSt 10 – 11
Refractive index, at 70 °C 1.4520 - 1.4540

Proses yang terjadi pada unit ini adalah chilling (pendinginan) dan filtrasi.
Untuk melakukan proses diperlukan pelarut berupa campuran methyl ethyl ketone
dan toluene dengan perbandingan tergantung umpan. Dengan penambahan pelarut
ini mutu waxy lebih tinggi dibandingkan tanpa menggunakan pelarut.
Prosedur penambahan pelarut dua kali yaitu pada saat umpan belum masuk
chilling (primary dilution) dengan jumlah pelarut tergantung jenis umpan dan pada
saat proses filtrasi (secondary dilution). MEK berfungsi sebagai penyerap wax,
sedang toluen sebagai pelarut minyak untuk mencegah terjadinya dua lapisan, antara
pelarut dan minyak. Selain itu juga sebagai pencegah slack wax dengan kadar
minyak tinggi dan yield dewaxed menurun.

Dewaxed Oil
Feed
Chilling Filtrasi
Slak
wax
Warm/moist
Dry Solvent
Solvent

Gambar 4.4 Blok Diagram MDU I


1. Kondisi Operasi :

Tabel 4.9 Kondisi Desain Operasi MDU I

Spesifikasi Pelarut MEK 52 % vol Toluene 48%

Rumus Molekul CH3COC2H5 C7H8

BM 72.1 92.1

S.G., 200C 0.805 0.8866

Boiling Point0C 80.1 111

Flash Point0C -5.5 15

Panas Spesifik kkal/kg0C 0.55 0.221

Panas penguapan kkal/kg0C 106 86.4

Kelarutan pada 30 0C

MEKdidalam air %wt 19 -

Air dalam MEK % wt 10.2 -

Toluene dalam air 100C 500 ppm -

Komposisi pendingin (Propane)

Etane % wt 2 max.

Propane % wt 94 min.

Iso butane % wt 4 max.

2. Proses Diagram Alir (Terlampir)

3. Deskripsi Proses
 Chilling Section
Waxy raffinate dipompa menggunakan pompa 41 P-4AB yang
kemudian diinjeksikan dengan moist/warm solvent yang mempunyai suhu
50oC. feed yang telah diinjeksikan dengan solvent tadi dipanaskan di
heater 24 E-3 menggunakan LPS sampai suhu 75oC dengan tujun untuk
melarutkan semua kristal waxy kembali dengan baik pada waktu proses
pendinginan.
Kemudian dialirkan ke cooler 24 E-4 untuk didinginkan, suhu di cooler harus
selalu diatas cloud point dari campuran feed solvent untuk mencegah terjadinya
kebuntuan dan kristalisasi campuran feed solvent, kemudian masuk ke double pipe
exchanger 24 E-1AB dimana feed didinginkan dengan cold dewaxing oil filtrate.
Kemudian campuran feed masuk ke double pipe chiller 24 E-2AB untuk
didinginkan dengan propane pada suhu -21oC– (-28oC).
 Filtration Section
Feed mix dingin yang mengandung kristal kristal wax keluar dari chiller dan
ditampung pada filter feed vessel 24 V-1 lalu dialirkan ke rotary drum vacuum filter
24 S-1ABC. Pada rotary drum ini campuran oil, waxy, dan solvent dihisap
menggunakan filter cloth pada drum yang berputar dan masuk ke filtrate receiver 24
V-2. Wax coke pada filter cloth dicuci dengan cold dry solvent, dikeringkan dan
dilepas dari filter cloth dengan bantuan blow back inert gas dengan suhu 50oC
dengan merecycle slack wax. Dari rotary drum ini menghasilkan dewaxed oil dan
slack wax yang ditambung pada filtrate receiver 24 V-2 yang nantinya akan diproses
lebih lanjut.
 Dewaxed Oil Recovery Section
Dewaxed Oil mix dari V-2 dialirkan ke heater 24 E-15 untuk dipanaskan
menggunakan LP vapour, masuk ke exchanger untuk dipanaskan menggunkan
DO 24-E-13AB produk dan dialirkan ke exchanger 24 E-11 untuk dipanaskan lahi
menggunakan HP vapour. DO mix yang telah dipanaskan tadi masuk ke 24 C-1B
flash coloumn, disini lebih dari 50% solvent akan terflash. Bottom produk C-1B
dipompa menggunakan pompa 24 P-9AB menuju ke heater 24 E-27 untuk
dipanaskan menggunakan hot oil sampai suhu 204oC dan dialirkan ke 24 C-1A
sehinga terjadi flashing kedua dan sisa solvent akan menguap ke atas. Dari bottom
C-1A mengalir ke DO stripper coloumn C-2 untuk menghilangkan sisa-sisa
solvent yang ada. Uap solvent dan steam didinginkan pada 24 E-25 dan ditampung
pada stripper overhead receiver 24 V-11. Bottom DO stripper dikeringakan dari
sisa solvent/air di drier coloumn 24-C6 yang dipompa menggunakan pompa 24 P-
10.
Pada drier coloumn 24 C-6 beroperasi pada tekanan 0,014 kg/cm 2gauge.
Uap dan sisa solvent keluar melalui atas coloumn sedangkan produk DO yang
sudah terbebas dari solvent dipompa menggunakan pompa 24 P-17
dan didinginkan pada 24 E-13 sampai suhu 70oC dan dialirkan ke storage tank.

 Slack Wax Mix Recovery Section


Slack Wax Mix dipompa dari vessel 24 V-17 ke LP flash coloumn yang
sebelumnya telah dipanaskan exchanger 24 E-22 menggunakan LP flash Vapour,
exchanger E-20 finished slack wax, exchanger E-18 menggunakan HP flash vapour
menjadi 103oC yang kemudian masuk ke flash coloumn 24 C-3B yang beroperasi
pada tekanan 0,2 kg/cm2gauge.
Bottom produk dari LP flash coloumn C-3B dipompakan menggunakan
pompa 24 P-11 melalui heater E-17 yang dipanaskan menggunakan hot oil ke HP
flash coloumn C-3A pada suhu 204oC, dimana sebagian solvent akan menguap.
Solvent yang menguap ini setelah dikondensasikan pada cooler 24 E-19 dan cooler
24 E-23 kemudian ditampung dalam moist solvent receiver V-16.
Tekanan HP flash coloumn pada 23 C-3A diertahankan 2,2 kg/cm2gauge.
Dari bottom HP flash coloumn 24 C-3A produk mengalir ke stripper C-4 dimana
sisa-sisa solvent dipisahkan. Slack wax produk dipompakan dari bottom stripper
sebagai komponen fuel oil ke IFO system.

 Solvent Stripping Section


Uap solvent dari top stripper DO 24 C-2 dan slack wax stripper 24 C-4
dikondensaskan dalam fin fan cooler 24 E-25 dan ditampung dalam solvent decanter
V-11 pada suhu 55oC. Dalam decanter terbentuk 2 lapisan, lapisan atas adalah wet
solvent (16% air) dan bagian bawah adalah water layer. Top layer dipompakan ke
moist solvent receiver V-16. Water layer dipompakan ke solvent stripper coloumn C-
5 untuk dilepas airnya dan solvent azeotrop kembali lagi ke decanter V-11. Karena
air dan solvent membentuk campuran azeotrop, maka suhu
di V-11 dijaga 70-80oC, karena pada suhu tersebut kelarutan MEK dalam air
minimum dan suhu puncak C-5 idealnya 78-90oC untuk menjaga agar penguapan air
minimum.

4.6 Hot Oil System (Unit 25)


Hot Oil System dibuat untuk menyuplai kebutuhan pemanas di PDU I, FEU I,
MDU I, dan Fuel Oil System serta beberapa tangki aspal. Hot oil biasanya berasal
dari waxy spindle yang disuplai dari HVU I dengan laju alir550 ton/jam
dan sirkulasinya menggunakan hot oil pump dengan penggerak steam
(pompa listrik digunakan sebagai cadangan apabila terjadi kegagalan steam).

1. Deskripsi Proses
Hot oil dipompa oleh hot oil pump 25P-01 ke furnace 25F-01, di dalam
furnace alirannya dipisah menjadi beberapa pass, setiap aliran dilengkapi dengan
sebuah globe valve dan FI di inlet sehingga aliran di tiap pass tetap balance. Hot oil
masuk ke 25F-01 pada suhu 240 oC dan dipanaskan sampai suhu 310 oC, keluar dari
furnace alirannya digabung kembali menjadi satu menuju ke hot oil supply dan
mengalir melewati heat exchanger yang menggunakan hot oil. Setelah digunakan,
hot oil mengalir kembali ke drum penampung 25V-01 untuk di-make up dan
digunakan kembali sebagai pemanas. Hot Oil digunakan pada:
22E-06 : 1st DAO/propane mix evaporator
22E-07 : 2nd DAO/propane mix evaporator
22E-09 : Propane asphalt/prophane mix evaporator
23E-05 : Extract/furfural mix heater
23E-11 : Raffinate/furfural mix heater
23E-15 : Extract/furfural mix heater
24E-17 : Slack Wax/solvent mix heater
24E-27 : Dewaxed oil/solvent mix heater
57E-01/2 : H gas oil/propane asphalt heater
5 coil : tangki-tangki aspal (D3A, D3B, H8, H9, H18)
DAFTAR PUSTAKA

Cilacap Refinery Pertamina. 2018. PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV


Cilacap Leaflet. Cilacap: PT. Pertamina (persero) UP-IV Cilacap

Aprilia, Dewi. 2011. “Evaluasi Performance Heat Exchanger 23E-15 Furfural


Extraction Unit Lube Oil Complex (LOC I)”. Jurusan Teknik Kimia,
Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Kern. D. Q. 1950. Process Heat Transfer. Mc. Graw Hill Book Company, inc.
New York: Princeton.

Anda mungkin juga menyukai