Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KHUSUS

PT. PERTAMINA (PERSERO) Refinery Unit II


DUMAI – RIAU

“ Evaluasi Performa Heater 212 H-2 (Debutanizer Reboiler) dan H-3


(Fractionator Feed Heater) pada Unit Hydrocracking Complex Kilang PT.
PERTAMINA RU II Dumai ”

Oleh :
Satrio Ariebowo Yulianto
(142015078)

Pebimbing :
Dr.rer, Nat. Riny Yolandha Parapat, S.T., M.T., M.Sc

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
2018
LEMBAR PENGESAHAN

“Evaluasi Performa Heater 212 H-2 (Debutanizer Reboilers) dan 212 H-3
(Fractionator Feed Heater) pada Unit Hydrocracking Complex”

DI PT. PERTAMINA (PERSERO) RU II DUMAI


02 Juli – 15 Agustus 2018

Disusun Oleh :
Nama : Satrio Ariebowo Yulianto
NIM : 14-2015-078

Mengetahui, Menyetujui,
Pjs. Section Head ECLC Pembimbing Kerja Praktik

Riduan Febianta Parma Mustika

Menyetujui,
HC Unit Manager RU II

Deni Saputra

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
2018

i
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
DAFTAR PUSTAKA

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... i


DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 2
1.4 Ruang Lingkup .............................................................................................. 2
BAB II DESKRIPSI MASALAH ............................................................................. 3
BAB III METEDOLOGI PELAKSANAAN TUGAS KHUSUS ............................ 12
3.1 Pengumpulan Data ......................................................................................... 12
3.2 Pengolahan Data ........................................................................................... 13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 15
4.1 Penentuan Beban Panas pada heater 212 H-2 dan H-3 ................................. 15
4.2 Penentuan Efisiensi heater 212 H-2 dan H-3 .......................................... 16
4.3 Mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi efisiensi heater 212
H-2 dan H-3 .............................................................................................. 15
BAB V KESIMPULAN ........................................................................................... 18
5.1 Kesimpulan .................................................................................................... 21
5.2 Saran .............................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 23
LAMPIRAN A PENGOLAHAN DATA ............................................................... A-1
LAMPIRAN B DATA LITERATUR ...................................................................... B-1
LAMPIRAN C DATA ANTARA ............................................................................. C-2
LAMPIRAN D DATA POKOK ........................................................................... D-1
LAMPIRAN E DATA SPESIFIKASI DESAIN ...................................................... E-1

ii
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam dunia industri, peralatan proses menjadi suatu bagian terpenting dalam
menunjang proses pengolahan suatu bahan baku menjadi produk yang diharapkan.
Spesifikasi alat pada berbagai proses pun memegang peranan penting demi
berlangsungnya proses di dalam alat bekerja dengan baik dan mencapai kondisi operasi
yang diinginkan. Beberapa alat proses yang mampu menunjang proses tersebut diantara
nya yaitu menara destilasi, heater, heat exchanger dan sebagainya.

Heater merupakan salah satu alat proses yang umumya ada di dunia industri khususnya
industri pengolahan minyak bumi yang membantu proses pemanasan bahan baku
sebelum masuk ke proses berikutnya. Dalam sistem pengolahan tersebut, heater mampu
memperoleh kondisi temperatur yang diinginkan sehingga mampu mencapai kondisi
yang diharapkan dalam mencapai alat proses lainnya. Dengan adanya hal itu, diperlukan
suatu upaya dalam mengevaluasi kinerja heater setiap saat agar proses pemanasan
mampu beroperasi optimal. Salah satu industri yang menerapkan alat penunjang berupa
heater yaitu PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit II Dumai.

PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit II Dumai merupakan salah satu industri
pengolahan minyak bumi yang menghasilkan beberapa produk diantara nya yaitu
Pertalite, Avtur, Low Sulphur Wax Residue , LPG, premium, unconverted oil, dan green
coke. Dalam proses utama pengolahan tersebut, PT. Pertamina (Persero) RU II Dumai
dibagi menjadi beberapa kompleks utama yaitu Hydroskimming Complex (HSC),
Hydrocracking Complex (HCC), dan Heavy Oil Complex (HOC). Pada kompleks HCC,
Unit Hydrocracking Unibon ( HCU) menjadi salah satu unit yang mengolah umpan
berupa campuran dari High Vaccum Destilating Unit (HVU) yaitu HVGO dan Delayed
Coker Unit ( DCU) yaitu HCGO. Dalam proses pengolahannya, diperlukan proses
pemanasan fluida terlebih dahulu untuk mencapai temperatur reaksi yang diinginkan.
Alat proses yang digunakan dalam proses pemanasan tersebut yaitu heater 212 H-2 dan
H-3.

Pada pengoperasiannya dibutuhkan bahan bakar berupa fuel oil dan fuel gas untuk
menghasilkan energi yang besar. Unit HCU – 212 di PT. Pertamina (Persero) RU II
Dumai memerlukan energi yang besar pada pengoperasian heater ( 212 H-2 & 212 H-3 )
sehingga perlu dilakukan evaluasi kinerja alat heater secara berkala agar kinerja heater
tersebut terjaga.

Evaluasi kinerja heater pada kompleks HCC bertujuan untuk mengatahui parameter-
parameter yang mempengaruhi kinerja heater. Hasil evaluasi dapat digunakan PT.
Pertamina (Persero) sebagai acuan dalam melakukan optimasi kinerja heater.
1
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
1.2 Rumusan Masalah

Heater yang digunakan memerlukan supply oksigen untuk dapat melangsungkan


pembakaran, akan tetapi tidak semua panas yang disuplai oleh bahan bakar dapat
diterima oleh umpan. Perbandingan antara panas yang di suplai bahan bakar dengan
panas yang diterima umpan disebut dengan efisiensi heater. Efisiensi dapat dihitung
dengan menggunakan dua metode yaitu metode absorb (direct) dan metode heat loss (in-
direct). Pada laporan studi kasus ini akan dilakukan evaluasi kinerja dari heater 212 H-2
dan H-3 pada Hydrocracker Unibon (HCU) - 212 untuk dilihat kelayakan dari
penggunaan heater tersebut dengan menentukan efisiensi heater secara aktual.

1.3 Tujuan

Tujuan hendak yang dicapai dari evaluasi kinerja heater di unit Hydrocracker Unibon
(HCU) 212 di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit II Dumai, adalah :
1. Menentukan heat absorb dan heat release heater 212 H-2 dan 212 H-3
2. Menentukan efisiensi dari heater 212 H-2 dan 212 H-3
3. Menentukan faktor – faktor yang mempengaruhi performa heater

1.4 Ruang Lingkup

Pengerjaan tugas khusus dilakukan di Main Office PT. Pertamina (Persero) RU II Dumai,
pada bagian Energy Conservation & Loss Control (ECLC) – Eng.Dev. Evaluasi kinerja
heater dilakukan pada unit 212 H-2 dan H-3. Data kondisi operasi yang berupa
temperatur, tekanan, dan laju alir diperoleh dari DCS (Distributed Control System), dan
berupa sifat fisik diperoleh dari laboratorium, serta data lainnya diperoleh dari
pengambilan data di plant. Data yang digunakan merupakan data pada tanggal 01 Juli
2018 hingga 29 Juli 2018. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Software
Aspen Hysys dan Microsoft Excel.

2
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
BAB II
DESKRIPSI MASALAH

2.1 Pengertian Heater (Furnace)


Heater merupakan alat yang berfungsi sebagai transfer panas melalui proses
pembakaran bahan bakar (Flownex, 2016). Alat ini merupakan salah satu peralatan
pendukung terpenting untuk menunjang penyediaan panas yang dibutuhkan untuk proses
selanjutnya dan untuk mengurangi beban pemanasan pada proses selanjutnya. Panas
yang dihasilkan didapatkan dari proses pembakaran bahan bakar (fuel).

Heater berupa bangunan yang terbuat dari logam dan dilapisi dengan batu tahan api
(fire brick). Batu tahan api ini berfungsi untuk melindungi logam dari temperatur operasi
yang tinggi, sebagai isolator yang mencegah panas keluar dari dinding tube serta sebagai
support dapur untuk memantulkan panas radiasi ke tube – tube di dalam fire box. Fire
box merupakan ruang yang berfungsi sebagai tempat berlangsungnya pembakaran bahan
bakar (Flownex, 2016).

Heater (furnace) memilki fungsi diantaranya yaitu :


1. Menaikkan temperatur minyak untuk dipisahkan di kolom destilasi
2. Menaikkan temperatur minyak untuk mencapai reaksi termal
3. Menaikkan temperatur minyak untuk mencapai reaksi katalitik
4. Media pemanas hot oil
5. Sebagai dapur

2.1.1 Jenis – jenis Heater (furnace)


Heater (furnace) pun dapat diklasifikan menjadi beberapa tipe , diantaranya yaitu :
1. Tipe Heater (furnace) berdasarkan bentuk konstruksi dan susunan tube
2. Tipe Heater (furnace) berdasarkan supply udara pembakaran (Draft)

a) Tipe Heater (furnace) berdasarkan bentuk konstruksi dan susunan tube


Pada umumnya terdapat 4 macam heater yang digunakan dalam pengolahan minyak
bumi, yaitu :
1. Tipe Box
Tipe heater ini memilki struktur kontruksi kotak atau box dimana sering
diaplikasikan pada instalasi – instalasi tua yang ber unit proses berkapasitas
besar dengan beban kalor mencapai 60 – 80 MmBtu/hr serta berbahan bakar
fuel oil. Heater jenis ini memiliki kelebihan dimana kalor akan terdistribusi
merata serta ekonomis untuk beban melebihi kapasitas nya yaitu diatas 80
MmBtu/hr. (Overview PT. Pertamina, 2017). Pada kapasitas yang besar
biasanya memakai fired double radiant section dan single convection section.
Tube dipasang pada roof, floor atau disisi bridge wall. Burner pada heater ini
dipasang horizontal dan firingnya searah atau tegak lurus pada tubes.

3
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
Tipe jenis ini ada yang berbentuk :
 Single wing box
Furnace ini mempunyai stack disamping, jadi berbeda dengan
berbentuk kabin dan silinder yang mempunyai stack di atas.
 Visbreaker
Furnace ini hanya mempunyai radiant section. Process Line disusun
mendatar pada radiant section. Antar tube dihubungkan dengan return
bend yang terpasang screw plug (penyumbat yang berputar) dan dapat
dibuka apabila furnace dihentikan untuk pemeriksaan tube bagian
dalam.
 Furnace untuk tekanan tinggi
Furnace ini dipakai pada proses cracking yang bertekanan tinggi
seperti pada platforming unit. Tube dipasang vertical dan digantung
pada tube hanger dilangit – langit furnace.

2. Tipe Silindris atau Vertical


Tipe heater ini tersusun atas tube-tube yang disusun vertical dengan jarak
yang sama serta mampu mendistribusikan panas secara merata. Pada bagian
heater ini dilengkapi air preheater guna untuk memberikan efisiensi termal
yang baik karena permukaan konveksi yang kecil (Kern, 1965). Heater ini
menghasilkan beban kalor sebesar 10 GJ/hr sampai 200 GJ/hr dan digunakan
sebagai pemanas feed reaktor serta memilki konstruksi yang lebih sederhana
namun area permukaannya yang relatif kecil.

3. Tipe Kabin
Tipe jenis ini merupakan heater yang memiliki efisiensi termal tinggi dengan
beban panas yang dihasilkan yaitu 20 sampai 300 MmBtu/hr dan lebih
fleksibel. (Overview PT. Pertamina, 2017) Tipe ini tidak memiliki bridge wall
yang berfungsi sebagai pemisah antara convection section dan radiant section.
Tube pada daerah radiant pada umumnya terletak horizontal pada wall tetapi
ada juga memakai tube vertical. Burner nya terletak dibagian bawah, dengan
nyala api tegak lurus sejajar dengan tube.

4. Tipe Temperatur Tinggi atau Reaktor


Heater ini beroperasi pada temperatur dan tekanan yang tinggi dan biasanya
digunakan di proses pengolahan seperti Reforming dan Hidrocracking unit.
Tipe ini memiliki temperatur kabin diatas 1000 oC dan biasanya tube – tube
didalamnya berisi katalis untuk membantu proses tersebut.

b) Tipe Heater berdasarkan supply udara pembakaran (draft)

1. Natural Draft
Perbedaan tekanan inlet dan outlet air register yang disebabkan oleh perbedaan
4
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
berat antar flue gas panas dalam stack dan bagian luar stack dengan ketinggian
yang sama pada temperatur udara luar sehingga dengan adanya hal tersebut
udara dari luar akan masuk melalu draft dan gas hasil pembakaran keluar
dapur melalui stack secara tarikan alam juga dimana tekanan di dalam stack
lebih besar daripada tekanan atmosfer.
Natural Draft biasanya dipakai pada heater yang mempunyai tahanan kecil
terhadap aliran flue gas, mempunyai stack

2. Forced Draft
Pada jenis ini digunakan suatu bantuan berupa blower guna memasukkan
udara ke ruang pembakaran agar draft menjadi besar sehingga tekanan dalam
kabin menjadi positif. Forced draft mempunyai air preheater serta memiliki
resistensi yang kecil terhadap aliran flue gas.

3. Induced Draft
Pada dapur jenis ini digunakan blower untuk membantu mengeluarkan gas
hasil pembakaran dari stack. Stack yang digunakan pada dapur ini tidak terlalu
tinggi dan diperlukan bantuan blower untuk menghisap gas hasil pembakaran
yang akan dibuang melalui stack. Volume gas yang dihasilkan pada dapur ini
relatif besar sehingga biaya serta kapasitas blower yang digunakan pun mahal.

4. Balanced Draft
Pada jenis ini digunakan dua draft sekaligus yang masing – masing bekerja
sebagai forced draft dan induced draft serta menggunakan blower dalam
prosesnya. Aliran udara (draft) dan gas buangan hasil pembakaran (flue gas)
dapat diatur pada jenis balanced draft ini.

2.1.2 Bagian – bagian Heater (Furnace)

Gambar 2.1 Skema Heater (Furnace) dan bagiannya


5
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
Adapun bagian – bagian pada heater (furnace) yang umumnya ada di industri
pengolahan minyak bumi, diantaranya yaitu :

a) Radian Section
Radian Section merupakan bagian dimana tubes yang terdapat pada heater
menerima sebagian besar panas hasil pembakaran fuel. Panas yang akan
diterima oleh tubes tersebut secara radiasi.

b) Convection Section
Convection Section merupakan bagian yang terletak diatas radiant section. Pada
bagian ini, terjadi perpindahan panas secara konveksi yang dilengkapi dengan
fin guna meningkatkan transfer panas.

c) Burner
Burner memiliki fungsi sebagai tempat terjadinya pembakaran bahan bakar (fuel).
Burner dipasangkan pada muffle block yang dibuat dari batu tahan api dan
dipasang pada lantai atau dinding heater yang dimana muffle block ini dilapisi atau
di isolasi dengan fired brick untuk meningkatkan ketahanan terhadap temperatur
yang sangat tinggi. Burner pun dibagi menjadi 3 jenis yaitu burner fuel gas, burner
fuel oil dan burner kombinasi.
Fungsi fuel gas burner adalah mencampur volume tertentu gas per satuan waktu.
Pencampuran gas hidrokarbon dan udara dalam perbandingan tertentu, sehingga
dapat menghasilkan nyala api.
Fungsi fuel oil burner adalah merubah cairan bahan bakar menjadi uap yang
kemudian setelah cairan teruapkan dicampur dengan udara secara merata agar
proses pembakaran sempurna.
Fungsi burner kombinasi adalah alat pembakaran bahan bakar minyak dan gas
yang dapat di operasikan secara terpisah maupun bersamaan.

d) Dinding dapur
Dinding dapur umumnya terdiri dari refractory, batu bahan api dan isolasi serta
plat baja. Fungsi refractory adalah sebagai lapisan di dalam fire box untuk
memantulkan gelombang panas kembali ke ruang bakar, sehingga panas dapat
terarah pada dinding tube, disamping itu dapat berfungsi isolasi panas.

e) Stack atau Cerobong


Stack atau cerobong merupakan salah satu bagian dari furnace yang berfungsi
sebagai saluran gas buang (flue gas) yang terbentuk selama proses pemanasan
berlangsung. Flue gas yang terbuang melalui cerobong masih mengandung gas
yang masih dapat di manfaatkan guna mengkonversi energi. Pada cerobong asap
dapat dipasang beberapa peralatan tambahan seperti :
 Steam Generator
6
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
 Fuel Preheater
 Air Preheater (APH)
Steam generator dan APH digunakan untuk memanfaatkan panas dari
stack. Untuk heater dengan heat duty yang tinggi maka temperatur flue
gas yang masih tinggi tersebut dimanfaatkan untuk memanaskan steam
boiler. Damper digunakan untuk mengatur jumlah udara yang harus
dibuang agar excess air tidak terlalu berlebihan.
Untuk menjaga kondisi stack, maka pada stack section dipasang :
 Termocouple, dipasang dibawah damper untuk mengukur temperatur
flue gas keluar stack.
 Sample tap, dipasang di stack untuk mengambil gas hasil pembakaran.
Flue gas ini dianalisa dalam orsat yang akan mengukur berapa
kandungan gas CO2, O2 dan CO dalam flue gas. Dari analisa ini dapat
dipakai untuk menentukan efisiensi dari heater yang menunjukkan
pembakaran fuel di dalam heater baik atau tidak.
 Draft gauge, dipasang dibawah damper untuk mengukur tekanan di
dalam heater. Tekanan di dalam stack harus ditahan selalu negatif agar
udara yang diperlukan untuk pembakaran dapat masuk dalam heater.
f) Tube Heater
Tube heater adalah instalasi perpipaan tempat mengalirnya fluida proses yang
perlu dinaikkan temperaturnya yang berada di dalam suatu heater maupun
furnace.Di dalam tube heater, dibagi menajdi 2 bagian berdasarkan proses
perpindahan panas diantaranya yaitu :
 Radiant tubes, yang menerima panas secara radiasi
 Convection tubes, yang menerima panas secara konveksi dari gas panas
yang akan keluar melalui cerobong asap.
2.1.3 Pembakaran
Pembakaran merupakan suatu reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen yang
menghasilkan berbagai produk hasil pembakaran salah satunya gas buang. Proses
pembakaran ini menghasilkan suatu panas sehingga sering disebut reaksi eksotermik.
Untuk terjadinya pembakaran harus tersedia unsur-unsur yang dibtuhkan antara lain
bahan bakar, udara serta api.
Pada umumnya mekanisme pembakaran ialah :

Bahan bakar + Oksigen → Gas buang + Cahaya + Panas ∆ H = (-)

Namun tidak semua proses pembakaran dapat berjalan sempurna, adapun mekanisme
pembakaran sempurna, lengkap tapi tak sempurna serta pembakaran tak sempurna.

1) Pembakaran Lengkap dan Sempurna


Jika semua atom C yang dibakar membentuk Carbon Dioxide serta gas hidrogen
menjadi air (H2O)

7
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
CH4 + 2 O2 → CO2 + 2 H2O .............................................................. (2.1)

2) Pembakaran Tak Lengkap dan Sempurna


Hasil pembakaran masih ada udara yang tersisa atau tidak semua oksigen
bereaksi.

CH4 + 3 O2 → CO2 + 2 H2O + O2 ........................................................ (2.2)

3) Pembakaran tak sempurna


Udara tidak cukup untuk proses pembakaran sehingga beberapa atom karbon
(C) membentuk Carbon Monoxide (CO)

CH4 + 2 O2 → CO2 + 2 CO + 6H2O ............................................................. (2.3)

2.1.4 Nilai Bakar (Heating Value)


Nilai bakar adalah panas yang dihasilkan oleh pembakaran sempurna 1 kilogram atau
satu satuan berat bahan bakar padat atau cair atau 1 m3 atau 1 satuan bahan bakar gas
pada keadaan standar. Panas pembakaran suatu bahan bakar biasanya dinyatakan
sebagai Higher Heating Value atau Gross Heating Value dan Lower Heating Value
atau Net Heating Value.
 Nilai bakar atas atau Higher Heating Value (HHV) merupakan panas
yang dihasilkan oleh pembakaran sempurna satu satuan berat bahan
bakar padat atau cair, atau satuan volume bahan bakar gas, pada
tekanan tetap, suhu 25oC .
 Nilai bakar bawah atau Lower Heating Value (LHV) merupakan panas
yang besarnya sama dengan panas atas dikurangi panas yang
diperlukan air yang terkandung dalam bahan bakar dan air yang
terbentuk dari pembakaran.

2.1.5 Efisiensi Heater (furnace)


Efisiensi thermal merupakan persentasi energi panas yang dapat dimanfaatkan
terhadap energi panas maksimum yang bisa diberikan oleh pembakaran bahan bakar.
Perhitungan efisiensi furnace pun pada umumnya dibagi menjadi dua metode yaitu
metode heat absorb (direct) dan metode heat loss (in-direct)

a) Metode Heat Absorb (direct method)


Metode Heat Absorb merupakan metode yang memperhitungkan seberapa
besar panas yang terserap oleh fluida yang mengalir dalam tubes oleh proses
pembakaran bahan bakar dalam heater.

𝑄𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏
η= 𝑥100% ........................................................................... (2.4)
𝑄𝑟𝑒𝑙𝑒𝑎𝑠𝑒
8
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
b) Metode Heat Loss (in-direct method)
Metode Heat Loss merupakan metode yang memperhitungkan efisiensi
heater dengan cara menghitung total panas yang hilang selama proses
pemanasan berlangsung.

𝑄𝑟𝑒𝑙𝑒𝑎𝑠𝑒−(𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠𝑓+𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠𝑤)
η= 𝑥100% ................................... (2.5)
𝑄𝑟𝑒𝑙𝑒𝑎𝑠𝑒

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi adanya panas yang hilang yaitu :
1) Panas yang masuk ke dalam furnace, diantaranya yaitu :
 Panas pembakaran dan sensible fuel gas
 Panas pembakaran dan sensible fuel oil
 Panas sensible atomizing steam
 Panas sensible udara pembakaran
 Panas yang dibawa oleh minyak mentah
2) Panas yang keluar dapur
 Panas yang dibawa oleh gas buangan (flue gas)
 Panas yang hilang lewat dinding
 Panas yang dibawa minyak mentah keluar dapur

Dengan mengacu pada persamaan 2.5, dapat dibahas lebih lanjut mengenai uraian persamaan
tersebut. Langkah perhitungannya akan dijelaskan berikut.

1) Menghitung panas input atau heat release (Qrelease)

Qrelease = ṁ x LHV ........................................................... ...................(2.6)

Untuk fuel oil : LHV = 12400-(2100 x (sg)2) –(54% x H) ....................................... ...................(2.7)

Keterangan :

Qrelease = Panas input/ heat release (Kcal/hr)


ṁ = Laju alir massa fluida (kg/hr)
LHV = Lower Heating Value (Kcal/kg)
% H = persen berat unsur H yang terkandung dalam fuel oil
Untuk fuel gas : LHV = 72326 x (155 + 1425 x Sgfuel gas)/ Sgfuel gas .................. ..................(2.8)
Keterangan :
Sg = Spesific gravity fuel gas

2) Panas yang hilang melalui fuel gas


Qloss fuel gas = ∑ HA x ṁ .............................................. ..................(2.9)
Keterangan :
HA = panas yang didapatkan tiap Kg fuel oil pada temperatur fuel gas yang keluar stack
(Kcal/Kg)
9
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
Qabsorb = ṁ x Cp x ∆T ..................................... ..............(2.10)

Keterangan :

ṁi = massa masing – masing komponen flue gas yang keluar (Nm3/Kg)

Cpi = Spesific Heat tiap komponen (Kcal/Nm3.oC)

∆T = Beda temperatur flue gas yang keluar dan udara luar (oC)

Panas yang menghilang secara radiasi dari permukaan jika asumsi temperatur permukaan dan
temperatur sekeliling diketahui, maka dapat dihitung melalui persamaan Stefan-Boztman :

Hr = 17,4 x 10-10 x ἐ x (T4si – T4ἀ) ................................ .............(2.11)

Keterangan :

Hr = panas yang hilang secara radiasi

ἐ = emisivitas dari furnace, biasanya kira – kira 0,95 untuk permukaan dinding dari batu
bata/semen ataupun baja kasar

Tsi = Temperatur permukaan dinding luar (oR)

Tἀ = Tenperatur sekeliling (oR)

Kemudian panas yang hilang secara konveksi, ditunjukkan dengan persamaan berikut :

Htc = 1 + 0,255 x v .............................................. ..............(2.12)

Keterangan :

Htc = transmisi panas secara konveksi (btu/hr.ft2.oF)

v = kecepatan udara atau angin (ft/s)

dari kedua persamaan diatas dapat digabung menjadi satu persamaan yaitu sebagai berikut :

h = hr + htc = 17,4 x 10-10 x ἐ x (T4si – T4ἀ) + 1 + 0,255 x v x (Tsi – Tἀ) .................. ..............(2.13)

dimana h = panas yang hilang secara radiasi dan konveksi (btu/hr.ft2),

sehingga panas yang hilang melalui selubung dinding atau permukaan dinding luar dapat
dihitung dengan persamaan :

Qloss = ∑𝑛𝑖=1 ℎ𝑖 𝑥 𝑠𝑖 .............................................................................................. ..............(2.14)

Keterangan :

10
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
dimana h = panas yang hilang secara radiasi dan konveksi tiap luas permukaan dinding
komponen i (btu/hr.ft2),

si = luas permukaan dinding untuk komponen i (m2)

Beberapa parameter yang perlu diukur dalam metode heat loss diantaranya yaitu :

 Komposisi fuel oil dan fuel gas

 Flow rate dari fuel oil dan fuel gas

 Temperatur untuk tiap – tiap permukaan dinding

 Temperatur ambient (udara sekeliling)

 Kecepatan angin

 Kandungan oksigen didalam flue gas

 Temperatur flue gas yang keluar stack

11
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
BAB III
METODOLOGI PELAKSANAAN TUGAS KHUSUS

Metode pelaksanaan tugas khusus mengenai “ Evaluasi Performa Heater 212 H-2
(Debutanizer Reboiler) dan 212 H-3 (Fractionator Feed Heater) pada Hydrocracker Unibon
Unit ” secara umum dibagi mencapai dua tahapan utama, yaitu pengumpulan data dan
pengolahan data.

3.1 Pengumpulan Data


Dalam mengevaluasi kinerja masing – masing heater dengan menggunakan metode heat
absorb (direct method) dibutuhkan beberapa parameter atau data diantaranya yaitu
temperatur, laju alir, tekanan, spesific gravity, kompsosisi feed pada unit Hydrocracker
Unibon (HCU) dan nilai kalor bahan bakar berupa fuel oil dan fuel gas yang digunakan.
Berikut data yang diperoleh dari Distributed Control System (DCS) yang ditunjukkan
pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Data dan Kode Indikator dari Distributed Control System (DCS)
Tag name
Unit Jenis Data Keterangan aliran
indikator
Temperatur Masuk umpan TI-310
FC-313A
FC-313B
F. feed
212 H-2 FC-313C
Laju alir
FC-313D
F. fuel oil FY-322
F. fuel gas FC-327A
TI-354A
TI-354B
TI-354C
TI-354D
Temperatur Masuk umpan
TI-354E
TI-354F
TI-354G
TI-354H
FC-309A
212 H-3
FC-309B
FC-309C
FC-309D
F. feed
FC-309E
Laju alir
FC-309F
FC-309G
FC-309H
F. fuel oil FY-363
F. fuel gas FC-368A

Data efisiensi maupun beban panas berdasarkan data desain dari masing – masing
heater juga dibutuhkan serta analisis komposisi dari feed yang dipanaskan pada heater
12
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
212 H-2 dan H-3.
3.2 Pengolahan Data
Pengolahan data dalam menentukan efisiensi kinerja masing – masing heater pada unit
HCU ini menggunakan metode direct atau metode absorb. Persamaan yang berlaku pada
pengolahan data diantaranya yaitu :

a) Menentukan Efisiensi Heater dengan metode Heat Absorb (direct method)

𝑄𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏
η = 𝑄𝑟𝑒𝑙𝑒𝑎𝑠𝑒 𝑥100% ....................................................................(3.1)
Keterangan :
η = Efisiensi heater
Qabsorb = Panas yang diserap fluida yang dipanaskan (Kcal/hr)
Qrelease = Panas input/ heat release (Kcal/hr)

b) Menentukan panas yang diserap (Qabsorb)

Qabsorb = ṁ x Cp x ∆T...........................................................(3.2)
∆T = Toutlet – Tinlet.................................................................(3.3)
Keterangan :
Qabsorb = Panas yang diserap fluida yang dipanaskan (Kcal/hr)
ṁ = Laju alir massa fluida (kg/hr)
Cp = Mass Heat Capacity (Kcal/kgoC)
∆T = Perbedaan temperatur fluida (oC)

c) Menentukan heat release (Qrelease)

Qrelease = ṁ x LHV...............................................................(3.4)
Keterangan :
Qrelease = Panas input/ heat release (Kcal/hr)
ṁ = Laju alir massa fluida (kg/hr)
LHV = Lower Heating Value (Kcal/kg)

d) Menentukan LHV pada bahan bakar fuel oil dan fuel gas
 LHV untuk fuel oil
1−𝑊𝐶 𝑆𝐶 𝐴𝐶
LHV = (11088- ((2100 x SGfuel oil ) + (757 x SGfuel oil )) x (( ) + (100 ) + ( 100
100
𝑆𝐶 𝑊𝐶
)) + ( 2450 x 100 ) – ( 585 x 100 )......................................................................(3.5)

Keterangan :
LHV = Lower Heating Value (Kcal/kg)
SGfuel oil = Spesific Gravity fuel oil
WC = Water Content (%v)
SC = Sulfur Content (%wt)
13
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
AC = Ash Content (%wt)
 LHV untuk fuel gas

( 155 𝑥 ( 1425 𝑥 𝑆𝐺 𝑓𝑢𝑒𝑙 𝑔𝑎𝑠)


LHV = 7.2336 x ..........................(3.6)
𝑆𝐺 𝑓𝑢𝑒𝑙 𝑔𝑎𝑠

Keterangan :
LHV = Lower Heating Value (Kcal/kg)
SGfuel gas = Spesific Gravity fuel gas

e) Menentukan Mass rate fuel oil dan fuel gas


 Fuel oil
Mass rate fuel oil = SGfuel oil x ṁfuel oil ................................(3.7)
Keterangan :
SGfuel oil = Spesific Gravity fuel oil
ṁfuel oil = mass flow fuel oil (m3/hr)

 Fuel gas
Mass rate fuel gas = SGfuel gas x ṁfuel gas x 0.00295............(3.8)
Keterangan :
SGfuel gas = Spesific Gravity fuel gas
ṁfuel gas = mass flow fuel gas (Nm3/hr)

14
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Efisiensi heater merupakan persentasi energi panas yang dapat dimanfaatkan terhadap energi
panas maksimum yang bisa diberikan oleh pembakaran bahan bakar. Beban panas yang
diserap oleh fluida yang dipanaskan pada proses pembakaran dalam heater dapat
menunjukkan seberapa baik kinerja heater berlangsung. Adapun beberapa parameter lainnya
yang mampu menunjukkan pengaruhnya terhadap efisiensi kinerja heater khusus nya pada
heater 212 H-2 dan H-3 di unit Hydrocracker Unibon. Hasil yang diperoleh dalam
menentukan efisiensi yaitu menggunakan metode direct (heat absorb).

4.1 Penentuan Heat Absorb (Qabsorb) pada heater 212 H-2 dan H-3
Heat absorb masing – masing heater dapat dihitung melalui persamaan 3.2 setiap
harinya dengan memasukkan data berupa laju alir umpan dan temperatur inlet dan outlet
dengan umpan yang keluar yaitu produk reaktor .Gambar 4.1 menunjukkan beban panas
selama bulan juli 2018 pada heater 212 H-2

Gambar 4.1 Grafik Heat absorb Desain dan Aktual Heater 212 H-2

Berdasarkan pada Gambar 4.1 menunjukkan grafik bahwa selama bulan juli 2018 heat
absorb aktual lebih rendah dibandingkan dengan heat absorb desain, rata – rata persentase
heat absorb sebesar 80,8% on design. Secara teori, hal tersebut menunjukkan heater masih
mampu mengolah feed yang lebih tinggi dari kondisi aktual saat ini. Heat absorb pada heater
212 H-3 ditunjukkan pada Gambar 4.2

15
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
Gambar 4.2 Grafik Heat Absorb Desain dan Aktual Heater 212 H-3

Pada Gambar 4.2 menunjukkan grafik bahwa selama bulan juli 2018 heat absorb aktual lebih
rendah dibandingkan dengan heat absorb desain, rata – rata persentase heat absorb sebesar
67,3% on design. Secara teori, hal tersebut menunjukkan heater masih mampu mengolah feed
yang lebih tinggi dari kondisi aktual saat ini.

4.2 Penentuan Efisiensi heater 212 H-2 dan H-3

Dalam menentukan kinerja suatu heater dapat diperhitungkan atau pun dievaluasi
melalui efisiensi dari masing – masing heater. Menghitung efisiensi heater diperlukan
beberapa data diantaranya yaitu nilai kalor bahan bakar dari fuel oil dan fuel gas serta
laju alir fuel oil dan fuel gas. Perhitungan efisiensi heater dilakukan dengan
menggunakan metode Heat Absorb (direct method) seperti pada persamaan 3.1. Gambar
4.3 menunjukkan efisiensi dari heater 212 H-2

95

90

85

80
EFISIENSI ( % )

75

70

65

60

Efisien Desain 212 H-2 & H-3


55
Efisiensi Aktual 212 H-2
Efisiensi Aktual 212 H-3
50
23/07/18
01/07/18

03/07/18

05/07/18

07/07/18

09/07/18

11/07/18

13/07/18

15/07/18

17/07/18

19/07/18

21/07/18

25/07/18

27/07/18

29/07/18

Tanggal Operasi

Gambar 4.3 Efisiensi Heater 212 H-2 dan H-3

Berdasarkan grafik diatas menunjukkan bahwa efisiensi aktual dari heater 212 H-2 dan H-3
lebih kecil dibandingkan dengan efisiensi desainnya. Nilai rata – rata efisiensi aktual 212 H-2
yaitu 79% vs desain 90% dan 212 H-3 yaitu 63% vs desain 90%. Hal ini dapat disebabkan
oleh adanya beberapa faktor, salah satunya yaitu heat loss dalam proses pembakaran.
16
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
4.3 Mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi efisiensi heater
Dalam mengevaluasi performa heater ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai
efisiensi heater yaitu sebagaia berikut :
1 O2 excess
O2 excess merupakan komponen dalam combustion air dan merupakan salah
satu parameter penting dalam peristiwa pembakaran dalam heater. Nilai O2
excess dikontrol dengan mengatur bukaan air register ke burner. Berikut tabel
4.1 O2 excess pada heater 212 H-2 dan H-3

Tabel 4.1 O2 Excess pada heater

Heater Unit Design Min Ave Max


212 H-2 % vol 2-5 3,1 4,0 7,9
212 H-3 % vol 2-5 3,0 3,8 8,4

Berdasarkan tabel 4.1 nilai ekses O2 average selama bulan juli pada heater 212
H-2 dan H-3 menunjukkan O2 yang tersuplai cukup berada pada nilai interval
desainnya. Namun pada waktu tertentu, nilai O2 excess menunjukkan nilai
diatas nilai interval nya yaitu 7,9 dan 8,4 % vol. Nilai O2 excess yang lebih
tinggi dari desain akan menyebabkan heat loss pada temperatur flue gas
karena panas yang seharusnya panas yang terserap pada fluida dalam tube
sebagian akan diserap oleh komponen gas dalam combustion air akibat suplai
yang berlebih sehingga untuk mendapatkan target temperatur yang sama
membutuhkan konsumsi fule yang lebih tinggi.

4.3.1 Temperatur flue gas outlet convection


Temperatur flue gas outlet convection merupakan parameter untuk mengetahui
performa heater di area convection. Nilai temperatur flue gas outlet convection
selama beroperasi pada bulan Juli 2018 ditunjukkan pada tabel 4.2

Tabel 4.2 Temperatur flue gas outlet convection

Heater Unit Design Min Ave Max


o
212 H-2 C 377 440,2 460,8 478,2
o
212 H-3 C 379 372,2 384,4 399,0

Berdasarkan tabel 4.2 Temperatur flue gas outlet convection heater 212 H-2
dan 212 H-3 diatas temperatur desain. Hal tersebut menunjukkan adanya
indikasi peristiwa fouling di external tube heater area convection sehingga
menyebabkan penurunan heat transfer. Fouling dapat terjadi akibat akumulasi
jelaga – jelaga pada saat pembakaran tidak sempurna.

4.3.2 Temperatur flue gas outlet radiant


Temperatur flue gas outlet radiant merupakan parameter untuk mengetahui
performa heater di area radiant. Kondisi aktual saat ini tidak terdapat
temperatur indikator flue gas outlet radiant. Nilai temperatur flue gas radiant
17
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
desain dapat dilihat pada tabel 4.3

Tabel 4.3 Temperatur flue gas outlet radiant


Heater Unit Temperatur
o
212 H-2 C 831
o
212 H-3 C 857

Refer efisiensi heater 212 H-2 dan 212 H-3 dapat diindikasikan temperatur
flue gas outlet radiant aktual saat ini sudah melebihi batasan desain yang
menandakan berkurangnya heat transfer di area radiant. Namun, perlu
dipastikan kembali menimbang tidak adanya temperatur indikator.

4.3.3 Temperatur Combustion Air


Temperatur Combustion Air merupakan parameter penting yang
mempengaruhi efisiensi heater, semakin tinggi temperatur combustion air
semakin rendah konsumsi fuel yang dibutuhan untuk mencapai target
temperatur yang sama. Pada tabel 4.4 ditunjukkan temperatur combustion air
aktual selama beroperasi pada bulan Juli 2018.

Tabel 4.4 Temperatur Combustion Air

Heater Unit Min Ave Max


o
212 H-2 & 212 H-3 C 317,5 328,7 347,3

Berdasarkan tabel 4.4 temperatur combustion air aktual saat ini masih bagus,
aktual 328,7 C vs normally 300 C.Hal ini menunjukkan performa APH (Air
preheater) masih dalam kondisi bagus, dimana transfer panas antara flue gas
outlet convection dan combustion air dapat berlangsung maksimal.

BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

18
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
Berdasarkan hasil studi dan pembahasan mengenai evaluasi performa heater 212 H-2
dan H-3 pada unit Hydrocracking Complex kilang PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit
II Dumai dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Efisiensi heater 212 H-2 dan H-3 dari hasil pengolahan data selama bulan juli 2018
diperoleh nilai rata – rata efisiensi heater yaitu sebesar 79 % dan 63 %. Kedua heater
ini memiliki efisiensi yang lebih rendah dibandingkan dengan efisiensi desainya yaitu
sebesar 90 %. Hal itu disebabkan oleh adanya loss energy yang terjadi selama proses
pembakaran.
2. Faktor – faktor yang mampu mempengaruhi performa heater diantaranya yaitu :
- O2 excess
- temperatur flue gas outlet radiant
- temperatur flue gas outlet convection
- temperatur combustion air

5.2 Saran

Berdasarkan hasil pengolahan dan studi literatur, berikut merupakan saran yang dapat
diberikan sebagai rekomendasi untuk meningkatkan performa dari heater 212 H-2 dan
H-3 diantaranya :

1. Perhitungan efisiensi furnace tersebut dapat digunakan sebagai data awal evaluasi
yang lebih rinci lagi, yaitu dengan metode indirect (heat loss method).
2. Melakukan cleaning secara menyeluruh pada tube heater area radiant dan
convection pada saat turn around.
3. Memasang indikator temperatur outlet radiant untuk mengetahui performa heat
transfer diarea radiant.
4. Melakukan kalibrasi indikator (fuel oil, fuel gas, flow feed, temperatur) sebelum
melakukan perhitungan dengan metode direct.
5. Melakukan perhitungan menggunakan metode indirect untuk mengetahui sumber
– sumber heat loss yang mempengaruhi performa heater.

DAFTAR PUSTAKA

Kardjono, S.A., Furnace dan Boiler, Diktat Akamigas prodi Refinery Diploma III,
Akamigas, Cepu, 2005
19
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
HR, Y,. “ Evaluasi Kinerja Furnace-3 Ppt Migas Cepu.”, (2011), 1-6.
Daniel, dkk. 2015. “Laporan Umum PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit II Dumai”.
Riau
Salma, dkk. 2018. “ Evaluasi Kinerja Heater 110 H-1 A dan H-1 B pada High Vaccum
Unit – 110 ”.Dumai
ECLC UP- VI Balongan.”ppt Efisiensi Pembakaran”.Balongan
2017.ppt Overview HCC unit.PT. Pertamina (Persero) RU II Dumai.Riau
Kern, D.Q., 2015. Process Heat Transfer.Mc. Graw-Hill International Book
Company.Japan
2010.Buku Saku HCC PT.Pertamina RU II Dumai.HCC Section Team.Riau.
ECLC UP- VI Balongan.”ppt Pengantar Teknik Pembakaran”.Balongan
ECLC UP- VI Balongan.”ppt Intro Furnace Final”.Balongan
Bureau of Energy Efficiancy. Energy Performance Assessment of Furnace, Japan
Industrial Furnace Association
Lieberman, P.N, dkk.2008. “ A Working Guide to Process Equipment Third
Edition”.Mc.Graw Hill.New York

20
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG

Anda mungkin juga menyukai