Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN TUGAS KHUSUS KERJA PRAKTEK

PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT VI


BALONGAN-INDRAMAYU JAWA BARAT
(Periode 20 Maret - 20 April 2017)

EVALUASI KINERJA HEAT EXCHANGER 15-E-105 PADA UNIT 15 :


RESIDUE CATALYTIC CRACKING UNIT DI PT PERTAMINA
(PERSERO) RU VI BALONGAN

Disusun Oleh :
Bagus Heri Purnomo 121130186

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
YOGYAKARTA
2017
DAFTAR ISI
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang .................................................................................. 1
I.2. Rumusan Masalah ............................................................................ 2
I.3. Tujuan ............................................................................................... 3
I.4. Manfaat.............................................................................................. 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Perpindahan Panas............................................................................. 4
II.2. Alat Penukar Panas............................................................................ 5
II.3. Kegunaan Alat Penukar Panas .......................................................... 7
II.4. Arah Aliran Fluida pada Alat Penukar Panas.................................... 8
II.5. Shell and Tube Heat Exchanger ........................................................ 9
II.6. Heat Exchanger 15-E-105 ................................................................. 13
II.7. Permasalahan pada Heat Exchanger ................................................. 14
II.8. Fouling ............................................................................................. 15
II.9. Analisa Performance Heat Exchanger ............................................. 21
BAB III. METODOLOGI
III.1. Pengumpulan Data ............................................................................ 23
III.2. Pengolahan Data ................................................................................ 25
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil Perhitungan .............................................................................. 34
IV.2. Pembahasan ....................................................................................... 36
BAB V. PENUTUP
V.1. Kesimpulan........................................................................................ 42
V.2. Saran .................................................................................................. 42
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA ii


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

Tabel II.1 Pressure Drop yang Diizinkan untuk Fluida Liquid (per shell) .......22
Tabel III.1 Data Desain Heat Exchanger 15-E-105 .........................................23
Tabel III.2 Data Aktual Kondisi Hot and Cold Fluid ........................................25
Tabel III.3 Data Aktual Heat Exchanger 15-E-105 ...........................................25
Tabel IV.1 Hasil Perhitungan Efisiensi Panas, Fouling Factor (Rd),Ps dan
Pt Pada Heat Exchanger 15-E-105 Berdasarkan Data Desain ......34
Tabel IV.2 Hasil Perhitungan Efisiensi Panas, Fouling Factor (Rd),Ps dan
Pt Pada Heat Exchanger 15-E-105 Berdasarkan Data Aktual
Tanggal 13 Maret 30 April 2017..................................................34

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA iii


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

Daftar Gambar

Gambar II.1 Arah Aliran Co-current/Parallel Flow ............................................ 8


Gambar II.2 Arah Aliran Counter Current Flow .................................................. 8
Gambar II.3 Profil Suhu Arah Aliran Co-Current Flow dan Counter Current
Flow .................................................................................................. 9

Gambar II.4 Shell and Tube Heat Exchanger ..................................................... 10

Gambar II.5 Susunan Tube pada Shell and Tube Heat Exchanger ..................... 11

Gambar II.6 Tubes Layout pada Shell and Tube Heat Exchanger ...................... 11

Gambar II.7 Segmentasi Baffle ........................................................................... 12

Gambar IV.1 Grafik Efisiensi Panas Heat Exchanger 15-E-105 ....................... 38

Gambar IV.2 Grafik Fouling Factor (Rd) Heat Exchanger 15-E-105 ............... 39

Gambar IV.3 Grafik Pressure Drop ( Ps) Shell Heat Exchanger 15-E-105 ....... 40

Gambar IV.4 Grafik Pressure Drop ( Pt) Tube Heat Exchanger 15-E-105 ........ 40

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA iv


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Residue Catalytic Cracking Complex (RCC) dirancang untuk mengolah


Treated Atmospheric Residue yang berasal dari Atmospheric Residue
Hydrodemetallization Unit (AHU) dengan desain 29.500 BPSD (35,5 % vol) dan
Untreated Atmospheric Residue yang berasal dari Crude Distillation Unit (CDU)
dengan desain 53.500 BPSD (64,5 % vol). Kapasitas total yang ada adalah 83.000
BPSD. RCC terdiri dari beberapa unit yang mana salah satunya adalah Residue
Catalytic Cracking Unit (RCU). RCU berfungsi sebagai kilang minyak tingkat
lanjut (Secondary Processing) untuk mendapatkan nilai tambah dari pengolahan
residu dengan cara perengkahan memakai katalis.

Feed yang masuk ke RCU berupa Atmospheric Residue (AR) yang berasal
dari CDU dan Demetallization Atmospheric Residue (DMAR) yang berasal dari
ARHDM. Terdapat dua jenis pada masing masing feed berdasarkan perbedaan
suhu, yakni hot dan cold feed. Adapun proses proses utama yang terjadi pada
unit RCU ini meliputi proses reaksi dan regenerasi, serta proses pemisahan. Pada
tahapan proses reaksi cracking terjadi di bagian riser reaktor. Sebelum masuk
riser reaktor, hot AR, hot DMAR, cold AR, dan cold DMAR dicampur dalam
vessel 15-V-105.

Liquid yang keluar dari vessel tersebut disebut dengan charge stock yang
kemudian dipanaskan terlebih dahulu di heat exchanger 15-E-101 agar umpan
tersebut lebih mudah teratomisasi sehingga kontak antara molekul umpan dan
katalis semakin baik karena berlangsung pada suhu tinggi. Selanjutnya dipanaskan
kembali dengan heat exchanger 15-E-105 sebelum masuk ke furnace. Hal ini
dilakukan agar kerja furnace tidak terlalu berat, sehingga penggunaan bahan bakar
bisa lebih hemat.

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 1


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

Heat exchanger merupakan suatu alat yang menghasilkan perpindahan


panas dari suatu fluida, baik yang digunakan dalam proses pemanasan maupun
proses pendinginan. Kondisi operasi yang tepat dapat menghasilkan produk yang
sesuai dengan apa yang diinginkan pada suatu proses. Kondisi operasi yang
diperhatikan antara lain temperatur dan tekanan proses. Namun alat ini memiliki
jangka waktu tertentu untuk berjalan dan berfungsi dengan baik sesuai dengan
desain awal. Waktu tersebut merupakan variabel, tergantung dari fluida yang
masuk ke heat exchanger dan komposisi fluida tersebut. Apabila fluida banyak
mengandung kotoran (partikel padat atau komponen pengotor), maka semakin
cepat alat tersebut berkerak. Maka dari itu perlu dilakukan pembersihan agar alat
tetap berjalan dengan baik. Jika tidak dilakukan pembersihan pada alat, kotoran
dari fluida yang terbentuk akan menyebabkan terjadinya penurunan efisiensi dan
performa dari heat exchanger tersebut karena tidak meratanya perpindahan panas.

Jika heat exchanger memiliki efisiensi yang tinggi, maka kehilangan panas
dapat ditekan sekecil mungkin yang pada akhirnya akan mengurangi biaya untuk
penyediaan energi suatu pabrik. Oleh karena itu dilakukan evaluasi kinerja dari
heat exchanger 15-E-105 ini untuk mengetahui performa alat tersebut.

I.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari tugas khusus kerja praktik ini antara lain :

1. Bagaimana kinerja heat exchanger 15-E-105 pada kondisi aktual


berdasarkan fouling factor (Rd), efisiensi dan pressure drop ( P) selama 13
Maret hingga 30 April 2017 ?
2. Bagaimana perbandingan kinerja heat exchanger 15-E-105 pada kondisi
aktual dengan data desain berdasarkan fouling factor (Rd), efisiensi dan
pressure drop ( P) selama bulan 13 Maret hingga 30 April 2017?

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 2


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

I.3 Tujuan

Tujuan dari tugas khusus kerja praktik ini antara lain :

1. Mengetahui kinerja heat exchanger 15-E-105 pada kondisi aktual


berdasarkan fouling factor (Rd), efisiensi dan pressure drop ( P) selama 13
Maret hingga 30 April 2017.
2. Membandingkan kinerja heat exchanger 15-E-105 pada kondisi aktual
dengan data desain berdasarkan fouling factor (Rd), efisiensi dan pressure
drop ( P) selama 13 Maret hingga 30 April 2017.

I.4 Manfaat

Manfaat dari tugas khusus kerja praktik ini antara lain :

1. Mengetahui pengaruh fouling factor (Rd) terhadap kinerja heat exchanger


15-E-105 di Residue Catalytic Cracking Unit (RCU).
2. Mengevaluasi kinerja heat exchanger 15-E-105 agar dapat segera
dilakukan tindakan jika performanya sudah menurun.

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 3


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Perpindahan Panas

Panas adalah salah satu bentuk energi yang tidak dapat diciptakan maupun
dimusnahkan, energi ini hanya dapat dipindahkan dari suatu tempat ke tempat
lain. Dalam suatu proses, panas dapat mengakibatkan terjadinya perubahan suhu,
perubahan tekanan, reaksi kimia, dan munculnya energi listrik.

Proses terjadinya perpindahan panas dapat dilakukan secara langsung dan


tidak langsung. Proses perpindahan panas secara langsung yaitu fluida yang panas
akan bercampur secara langsung dengan fluida dingin tanpa adanya pemisah.
Proses perpindahan panas secara tidak langsung yaitu jika di antar fluida panas
dan fluida dingin tidak berhubungan secara langsung tetapi dipisahkan oleh sekat
sekat pemisah.Proses perpindahan panas terbagi menjadi tiga yaitu :

1. Perpindahan panas secara konduksi


Perpindahan panas antara molekul molekul yang saling berdekatan antar
satu dengan yang lain dan tidak diikuti oleh perpindahan molekul molekul
tersebut secara fisik. Molekul molekul benda yang panas bergetar lebih
cepat dibandingkan molekul-molekul benda yang berada dalam keadaan
dingin. Getaran getaran yang cepat ini memiliki tenaga yang dilimpahkan
kepada molekul di sekelilingnya sehingga menyebabkan getaran yang lebih
cepat yang akan memberikan panas.

2. Perpindahan panas secara konveksi


Perpindahan panas yang memiliki proses yang hampir sama dengan
perpindahan panas secara konduksi. Namun perpindahan panas secara
konveksi disertai dengan gerakan partikel atau zat tersebut secara fisik. Media
penghantar panas pada proses ini adalah fluida.

3. Perpindahan panas secara radiasi.

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 4


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

Perpindahan panas tanpa melalui media (tanpa melalui molekul). Suatu energi
dapat dihantarkan dari suatu tempat ke tempat lainnya (dari benda panas ke
benda dingin) dengan pancaran gelombang elektromagnetik di mana tenaga
elektromagnetik akan berubah menjadi panas jika terserap oleh benda lain.

II.2 Alat Penukar Panas

Alat penukar panas atau yang biasa dikenal dengan sebutan heat
exchanger (HE) adalah alat yang digunakan untuk mengakomodasi perpindahan
sejumlah panas dari fluida panas ke fluida dingin dengan adanya perbedaan
temperatur. Tujuan melakukan perpindahan panas pada industri proses antara lain
yaitu :

a. Memanaskan atau mendinginkan suatu fluida hingga mencapai temperatur


yang diinginkan pada proses lain.
b. Mengubah keadaan atau fase suatu fluida.
c. Menghemat energi pada proses selanjutnya.

Pada proses pengolahan minyak, alat penukar panas banyak digunakan


sebagai pemanas atau pendingin fluida proses maupun produk yang akan
disimpan dalam tangki timbun. Pada industri pengolahan minyak heat exchanger
yang banyak digunakan adalah shell and tube heat exchanger. Hal ini disebabkan
karena beberapa keuntungan yakni :

a. Memberikan luas permukaan perpindahan panas yang besar dengan bentuk


atau volume yang kecil.
b. Cukup baik untuk beroperasi bertekanan.
c. Dibuat dengan berbagai jenis material, sesuai dengan jenis fluida yang
mengalir di dalamnya, suhu dan tekanan.
d. Mudah dibersihkan.
e. Konstruksinya sederhana dan pemakaian ruangan yang relatif kecil.
f. Prosedur pengoperasian sangat mudah dimengerti oleh operator.

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 5


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

g. Konstruksinya tidak satu kesatuan yang utuh sehingga pengangkutannya


relatif mudah.

Proses perpindahan panas dalam heat exchanger dapat terjadi karena


adanya perbedaan temperatur antar fluida panas dengan fluida dingin dan karena
panas yang ditukar terjadi dalam sebuah sistem maka kehilangan panas dari suatu
benda akan sama dengan panas yang diterima oleh benda lain.

Kemampuan untuk menerima panas dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu :

1. Koefisien overall perpindahan panas (U)


Koefisien overall perpindahan panas menggambarkan mudah atau tidaknya
panas berpindah dari fluida panas ke fluida dingin dan juga menyatakan aliran
panas menyeluruh sebagai gabungan proses konduksi dan konveksi. Faktor
faktor yang mempengaruhinya adalah proses perpindahan panas, keadaan fisik
fluida (densitas, viskositas, panas jenis, konduktivitas termal, dsb) serta
penyusunan secara fisik.

2. Luas bidang perpindahan panas tegak lurus terhadap arah perpindahan panas.
Luas perpindahan panas ini tidak konstan karena dinding pembatas yang
berupa dinding tube, sehingga dalam praktik dipilih luas perpindahan panas
berdasarkan luas dinding bagian luar.

3. Selisih temperatur rata rata logaritmik (TLMTD).

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 6


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

II.3 Kegunaan Alat Penukar Panas

1. Cooler
Penukar panas jenis ini digunakan untuk mendinginkan fluida panas sehingga
mencapai kondisi relative yang diinginkan dengan mengunakan suatu media
pendingin berupa air atau udara.
2. Condensor
Berfungsi untuk mengambil kalor laten fluida yang berbentuk uap sehingga
terjadi perubahan fasa dari uap menjadi cair. Pada umumnya condensor
bertipe shell and tube.
3. Reboiler
Berfungsi menguapkan liquid pada bagian dasar kolom distilasi sehingga
fraksi fraksi ringan yang terikut dalam hasil bawah dapat diuapkan kembali.
Media pemanas yang digunakan umumnya adalah steam atau fluida panas.
4. Pre heater
Penukar panas tipe pre heater berfungsi mentransfer panas dari produk
produk yang bersuhu tinggi ke umpan sebelum masuk ke furnance, agar kerja
furnance menjadi lebih ringan.
5. Chiller
Chiller digunakan mendinginkan fluida sampai suhu yang cukup rendah
sehingga terbentuk relative, media pendingin yang biasa digunakan adalah
freon, propane, dan ammonia.
6. Evaporator
Evaporator digunakan untuk menaikkan konsentrasi suatu zat dengan pelarut
air. Solvent yang berupa air diuapkan dengan menggunakan steam atau
pemanas lainnya.
7. VaporizerVaporizer digunakan untuk menaikkan konsentrasi suatu zat
dengan pelarut selain air. Solvent diuapkan dengan menggunakan steam atau
pemanas lainnya.

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 7


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

II.4 Arah Aliran Fluida pada Alat Penukar Panas

Arah aliran fluida yang mengalir di dalam heat exchanger terbagi


menjadi tiga tipe yaitu :

1. Aliran searah (co-current / paralel flow)

Gambar II.1 Arah Aliran Co-current/Parallel Flow

Pada tipe aliran ini fluida panas dan fluida dingin masuk pada ujung
penukar panas yang sama dan kedua fluida mengalir searah menuju ujung
penukar panas yang lain.

2. Aliran berlawanan arah (counter current flow)

Gambar II.2 Arah Aliran Counter Current Flow

Pada tipe aliran ini fluida panas dan fluida dingin masuk melalui ujung
penukar panas yang berbeda. Masing-masing fluida mengalir dengan arah
berlawanan menuju ujung penukar panas keluar.

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 8


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

3. Aliran silang (cross flow)


Pada tipe aliran ini fluida panas dan fluida dingin mengalir pada right angle
satu sama lain. Heat exchanger dengan tipe aliran ini banyak digunakan
dalam pemanasan dan pendinginan udara atau gas.

Akibat terjadinya penukaran panas, maka akan terjadi perubahan suhu.


Arah aliran menyebabkan perbedaan profil suhu yang terjadi pada saat
proses penukaran panas. Berikut adalah profil suhu yang terjadi :

Gambar II.3 Profil Suhu Arah Aliran Co-Current Flow dan Counter
Current Flow

II.5 Shell and Tube Heat Exchanger

Jenis umum dari penukar panas, biasanya digunakan dalam kondisi


tekanan relatif tinggi, yang terdiri dari sebuah shell yang di dalamnya disusun
tube dengan rangkaian tertentu (untuk mendapatkan luas permukaan yang
optimal). Fluida mengalir di shell maupun di tube sehingga terjadi perpindahan
panas antara fluida dengan dinding tube sebagai perantara.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut :


PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 9
FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

Gambar II.4 Shell and Tube Heat Exchanger

Komponen penyusun shell and tube heat exchanger adalah :

a) Shell
Merupakan bagian tengah alat penukar panas, merupakan tempat
untuk tube bundle. Antara shell dan tube bundle terdapat fluida yang
menerima atau melepaskan panas. Yang dimaksud dengan lintasan shell
adalah lintasan yang dilakukan oleh fluida yang mengalir ke dalam melalui
saluran masuk (inlet nozzle) melewati bagian dalam shell dan mengelilingi
tube kemudian keluar melalui saluran keluar (outlet nozzle).

b) Tube
Merupakan pipa kecil yang tersusun di dalam shell yang merupakan
tempat fluida yang akan dipanaskan ataupun didinginkan. Tube tersedia
dalam berbagai bahan logam yang memiliki harga konduktivitas panas
besar sehingga hambatan perpindahan panasnya rendah, seperti tembaga-
nikel, aluminium-perunggu, aluminum, dan stainless steel, yang dapat
diperoleh dari berbagai ukuran yang didefinisikan sebagai birmingham wire
gauge (BWG). Aliran fluida dalam tube sering dibuat melintas lebih dari
satu kali dengan tujuan untuk memperbesar koefisien perpindahan panas
lapisan film sisi fluida dalam tube. Pengaturan ini terjadi dengan adanya
pass divider dalam channel yang berfungsi untuk membagi aliran fluida
dalam tube. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 10


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

Gambar II.5 Susunan Tube pada Shell and Tube Heat Exchanger
c) Tube sheet
Komponen ini adalah suatu flat lingkaran yang fungsinya memegang
ujung-ujung tube dan juga sebagai pembatas aliran fluida di sisi shell dan
tube.
d) Tube dise channels and nozzle
Berfungsi untuk mengatur aliran fluida pada sisi tube.
e) Tube pitch
Lubang yang tidak dapat dibor dengan jarak yang sangat dekat, karena
jarak tube yang terlalu dekat akan melemahkan struktur penyangga tube.
Jarak terdekat antara dua tube yang berdekatan disebut clearance. Tube
diletakkan dengan susunan bujur sangkar atau segitiga seperti terlihat pada
gambar berikut.

Gambar II.6 Tubes Layout pada Shell and Tube Heat Exchanger
f) Channel cover
Merupakan bagian penutup paada konstruksi heat exchanger yang dapat
dibuka pada saat pemeriksaan dan pembersihan alat.
g) Pass divider
Komponen ini berupa plat yang dipasang di dalam channels untuk
membagi aliran fluida tube bila diinginkan jumlah tube pass lebih dari
satu.

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 11


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

h) Baffles
Pada umumnya tinggi segmen potongan dari baffle adalah seperempat
diameter dalam shell yang disebut 25% cut segmental baffle. Baffle tersebut
berlubang-lubang agar bisa dilalui oleh tube yang diletakkan pada rod-
baffle. Baffle digunakan untuk mengatur aliran lewat shell sehingga
turbulensi yang lebih tinggi akan diperoleh. Adanya baffle dalam shell
menyebabkan arah aliran fluida dalam shell akan memotong kumpulan
tubes secara tegak lurus, sehingga memungkinkan pengaturan arah aliran
dalam shell maka dapat meningkatkan kecepatan liniernya. Sehingga akan
meningkatkan harga koefisien perpindahan panas lapisan fluida di sisi shell.
Selain itu baffle juga berfungsi untuk menahan tube bundle untuk menhan
getaran pada tube untuk mengontrol serta mengarahkan aliran fluida yang
mengalir di luar tube sehingga turbulensi aliran maka koefisien perpindahan
panas akan meningkat sehingga laju perpindahan panas juga akan
meningkat. Penempatan baffle dan bentuknya dapat dilihat pada gambar
berikut.

Gambar II.7 Segmentasi Baffle

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 12


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Gambar II.7 Segmentasi Baffle
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

Dasar pertimbangan untuk fluida yang mengalir di bagian shell dan


tube pada Shell and Tube Heat Exchanger antara lain :

1. Fluida yang lebih kotor selalu melalui bagian yang mudah dibersihkan, yaitu
tube terutama bila tube bundle bisa diambil, tetapi dapat juga melalui
bagian shell bila kotorannya banyak mengandung coke karena lebih mudah
dibersihkan.
2. Fluida yang lebih cepat memberikan kotoran, tekanan tinggi, dan korosif
selalu ditempatkan di tube karena tahan terhadap tekanan tinggi dan lebih
murah
3. Fluida yang berbentuk campuran non condensable gas melalui tube agar
tidak terjebak.
4. Fluida yang berpotensi menimbulkan korosi ditempatkan pada tube, dengan
tujuan dapat menekan biaya penggantian shell yang lebih mahal dari pada
tube jika terjadi kerusakan akibat korosi.
5. Fluida yang mempunyai volume besar dilewatkan melalui tube karena
adanya cukup ruangan dan fluida yang mempunyai volume kecil
dilewatkan melalui shell karena dapat dipasang baffle untuk menambah
transfer rate tanpa menghasilkan kelebihan pressure drop.
6. Fluida yang lebih viskos atau yang mempunyai low transfer rate
dilewatkan melalui shell karena dapat digunakan baffle.
7. Fluida dengan laju alir rendah dialirkan di dalam tube. Diameter tube yang
kecil menyebabkan kecepatan linier fluida (velocity) masih cukup tinggi,
sehingga menghambat fouling dan mempercepat perpindahan panas.

II.6 Heat Exchanger 15-E-105

Residue catalalytic cracking complex (RCC) memiliki beberapa unit di


mana salah satunya yaitu unit 15 yang berfungsi untuk meng-cracking residu
yang dihasilkan oleh crude distillation unit (CDU) dengan menggunakan
katalis sehingga menjadi berbagai produk yang selanjutnya dapat diolah
menjadi produk yang bernilai tinggi. Pada unit ini terdapat dua feed yaitu

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 13


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

atmospheric residue (AR) dan demetallized atmospheric residue (DMAR). Di


dalam reaktor terjadi reaksi antara feed (cold & hot AR dan cold & hot DMAR)
dengan katalis yang berasal dari regenerator. Hot AR berasal dari crude
distillation unit (CDU) dan cold AR berasal dari tangki yang disediakan untuk
menampung hot AR. Sementara itu, untuk hot DMAR berasal dari atmospheric
residue hydrodemetallization unit (AHU) dan cold DMAR berasal dari tangki
yang disediakan untuk menampung hot DMAR. Sebelum masuk ke dalam
reaktor kedua feed tersebut dipanaskan terlebih dahulu dengan menggunakan
heat exchanger 15-E-101, selanjutnya dipanaskan kembali dengan heat
exchanger 15-E-105. Tujuan dari pemanasan ini adalah untuk mengurangi kerja
reaktor agar tidak terlalu berat. Dengan kata lain, bila feed yang masuk telah
panas, maka kerja reaktor akan sedikit berkurang. Maka dari itu, heat
exchanger ini dinamakan hot net bottoms-raw oil exchanger (15-E-105) yang
berfungsi sebagai pre heater raw oil (AR dan DMAR) sebelum masuk reaktor.
Kondisi feed yang masuk reaktor harus berada pada suhu sekitar 260C.
Sedangkan feed yang berupa campuran AR dan DMAR suhunya baru sekitar
206C. Pemanas yang digunakan yaitu MCBP (Main Column Bottoms Product)
atau DCO (Decant Crude Oil) yang berasal dari main column 15-C-101. Heat
exchanger 15-E-105 termasuk alat penukar panas jenis shell and tube heat
exchanger dengan tipe alirannya counter current. Pada heat exchanger ini
fluida panasnya berupa net bottoms yang dialirkan di dalam tube dan fluida
dingin berupa raw oil (AR dan DMAR) yang dialirkan di dalam shell.

II.7 Permasalahan pada Heat Exchanger

Penggunaan heat exchanger secara terus menerus akan menimbulkan


permasalahan. Permasalahan yang sering timbul pada heat exchanger pada
umumnya adalah sebagai berikut :

1. Masalah yang berkaitan dengan proses


a. Penurunan performance karena pengotoran (fouling) sehingga target
temperatur yang diinginkan tidak tercapai.

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 14


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

b. Perubahan distribusi aliran dalam proses sehingga dapat menyebabkan


terjadinya penyimpangan aliran pada shell atau tube.
c. Perubahan physical properties fluida yang mengalir pada shell atau
tube akibat perubahan komposisi crude atau fluidanya sendiri
terutama yang langsung mempengaruhi koefisien perpindahan
panasnya seperti viskositas thermalconductivity, dan specifications.

2. Masalah yang berkaitan dengan mekanikal


a. Kerusakan pada bagian peralatan heat exchanger.
b. Korosi
c. Gasket bocor
d. Berkurangnya luas area tube karena ada sebagian tube yang
ditutup/diplug
II.8 Fouling

Fouling dapat didefinisikan sebagai pembentukan deposit pada


permukaan alat penukar panas yang dapat menghambat perpindahan panas dan
meningkatkan hambatan aliran fluida pada alat penukar panas tersebut.

Lapisan fouling dapat berasal dari partikel partikel atau senyawa


lainnya yang tersangkut oleh aliran fluida. Pertumbuhan lapisan tersebut dapat
meningkat apabila permukaan deposit yang terbentuk mempunyai sifat adhesif
yang cukup kuat. Gradien temperatur yang cukup besar antara aliran dengan
permukaan dapat juga meningkatkan kecepatan pertumbuhan deposit. Pada
umumnya proses pembentukan lapisan fouling merupakan fenomena yang
sangat kompleks sehingga sukar untuk dianalisa secara analitik. Mekanisme
pembentukan fouling sangat beragam dan metode metode pendekatannya
juga berbeda beda.

Berdasarkan proses terbentuknya endapan atau kotoran, fouling dibagi


menjadi lima jenis yaitu :

1. Precipitation fouling

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 15


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

Pengotoran jenis ini biasanya terjadi pada fluida yang mengandung


garam-garam yang terendapkan pada suhu tinggi seperti garam, kalsium,
sulfat dll. Akibatnya zat padat dalam larutan menjadi mengendap dan
menimbulkan kotoran.

2. Particulate fouling
Pengotoran ini terjadi akibat pengumpulan partikel-partikel padat yang
terbawa oleh fluida di atas permukaan perpindahan panas seperti debu,
pasir dll.

3. Chemical reaction fouling


Pengotoran ini terjadi akibat adanya reaksi kimia di dalam fluida yang
terjadi di atas permukaan perpindahan panas dimana material bahan
permukaan perpindahan panas tidak ikut bereaksi. Contohnya adalah
reaksi polimerisasi.

4. Corrosion fouling
Pengotoran ini terjadi akibat reaksi kimia antara fluida kerja dengan
material bahan permukaan perpindahan panas.

5. Biological fouling
Pengotoran ini berhubungan dengan aktifitas organisme biologis yang
terdapat atau terbawa dalam aliran fluida seperti lumut, jamur dll.

II.8.1 Fouling Factor (Rd)

Fouling factor adalah angka yang menunjukkan hambatan akibat


adanya kotoran yang terbawa oleh fluida yang mengalir di dalam heat
exchanger yang melapisi bagian dalam dan luar tube.

Fouling factor dapat mempengaruhi proses transfer panas karena dapat


menghambat pergerakan panas di dalamnya yang diakibatkan oleh deposit.
Apabila nilai fouling factor hasil perhitungan lebih besar dari nilai fouling
factor desain maka perpindahan panas yang terjadi di dalam alat tidak
memenuhi kebutuhan prosesnya dan harus segera dibersihkan.

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 16


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

Nilai fouling factor dijaga agar tidak melebihi nilai fouling factor desain
sehingga heat exchanger dapat mentransfer panas lebih optimal untuk
kebutuhan proses. Evaluasi fouling factor berguna untuk mengetahui apakah
terdapat kotoran di dalam alat dan kapan harus dilakukan pembersihan. Nilai
fouling factor yang makin besar akan berakibat pada efisiensi perpindahan
panas yang semakin menurun dan nilai pressure drop yang semakin tinggi. Hal
ini akan menyebabkan penurunan kinerja dari heat exchanger.

Fouling terbentuk dari hasil reaksi baik di permukaan maupun di dalam


fluida. Kecepatan pembentukan fouling akan meningkatkan temperature.
Fouling factor ditentukan berdasarkan harga koefisien perpindahan panas
menyeluruh untuk kondisi bersih dan kotor pada alat penukar panas yang
digunakan. Nilai fouling factor dihitung dengan persamaan berikut:

Keterangan :

Rd : Fouling factor
Uc : Clean Overall Coefficient
Ud : Dirt Overall Coefficient

II.8.2 Mekanisme Pembentukan Fouling

Pada umumnya mekanisme terjadinya fouling, pembentukan dan


pertumbuhan deposit ,terdiri dari :

1. Initiation yaitu pada periode kritis di mana tenperatur, konsentrasi, dan


gradien kecepatan dari zona deplesi oksigen dan kristal terbentuk dalam
waktu yang singkat.
2. Transport partikel ke permukaan
Infaction : secara mekanik
Diffusion : secara turbulen
Thermophoresis dan Electrophoresis

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 17


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

3. Adhesi dan kohesi pada permukaan.


4. Migration yaitu perpindahan foulant (bahan atau senyawa penyebab
fouling) menuju ke permukaan dan berbagai mekanisme perpindahan
difusi.
5. Attachment yaitu awal dari terbentuknya lapisan deposit.
6. Transformation or Aging yaitu periode kritis yang mana perubahan fisik
maupun struktur kimia atau kristal dapat meningkatkan kekuatan dan
ketahanan lapisan.
7. Removal or Re-entraiment yaitu perpindahan lapisan fouling dengan cara
pemutusan, erosi, dan spalling.

II.8.3 Penyebab dan Pencegahan Terjadinya Fouling

Penyebab terjadinya fouling pada heat exchanger adalah sebagai berikut


:

1. Adanya pengotor berat (hard deposit) yaitu kerak keras yang berasal dari
hasil korosi atau coke keras.
2. Adanya pengotor berpori (porous deposit) yaitu kerak lunak yang berasal
dari dekomposisi kerak keras.
Kondisi yang mempengaruhi terjadinya fouling :

1. Temperatur yang tinggi.


2. Waktu tinggal yang lama, terutama pada daerah yang temperaturnya tinggi.
3. Flow velocity.
4. Material konstruksi dan permukaan yang halus.
Pencegahan fouling dapat dilakukan dengan tindakan tindakan berikut
:

1. Menggunakan bahan konstruksi yang tahan terhadap korosi.


2. Menekan potensi fouling misalnya dengan melakukan penyaringan.
3. Menginjeksikan anti foulant pada fluida.

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 18


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

4. Menempatkan nozzle (shell side dan tube side) di permukaan


terendah atau tertinggi padaheat exchanger untuk menghindari
terjadinya kantung-kantung gas ataupun kantung volume fluida
diam.

II.8.4 Akibat Terjadinya Fouling

1. c

II.8.5 Cara Mengatasi Fouling

Jika telah terjadi fouling di dalam heat exchanger maka sebaiknya


dilakukan pembersihan (cleaning). Ada 3 tipe cleaning yang mungkin
dilakukan pada heat exchanger ini, yaitu :

1. Chemical/Physical Cleaning
Chemical Cleaning adalah suatu metode pembersihan dengan
mensirkulasikan agent melalui peralatan, biasanya menggunakan HCl 5-
10%.

Keuntungan :

a. Tidak perlu membongkar alat sehingga menghemat waktu dan buruh.


b. Tidak ada kerusakan mekanik pada tube.
Kerugian :

a. Pembersihan beberapa tipe deposit, dalam hal ini coke sukar dilakukan.
b. Tube yang tersumbat penuh disarankan dilakukan mechanical
cleaning terlebih dahulu, karena sirkulasi dari cleaning agent tidak
mungkin dilakukan.
c. Sangat sukar untuk meyakinkan bahwa peralatan benar-benar telah
bersih.
d. Deposit kemungkinan dapat terakumulasi di tempat dimana aliran relatif
lambat.
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 19
FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

2. Mechanical Cleaning
Ada 3 tipe mechanical cleaning yang biasa dilakukan yaitu :

a. Drilling atau Turbining


Pembersihan ini dilakukan dengan mengedrill deposit yang
menempel pada dinding tube. Pembersihan ini paling dianjurkan
untuk tube yang tertutup total.

b. Hydro jeting
Pembersihan ini dilakukan dengan cara menginjeksikan air ke dalam tube
pada tekanan tinggi, untuk jenis deposit yang lunak.

c. Sand blasting
Pembersihan ini dilakukan dengan cara menyemprotkan campuran air
dengan pasir ke dalam tube pada tekanan tinggi.

3. Gabungan dari keduanya


Merupakan gabungan dari chemical cleaning diikuti dengan
mechanical cleaning. Penggunaan metode tersebut pada kondisi tertentu
dapat menigkatkan efektivitas pembersihan.

II.9 Analisa Performance Heat Exchanger

Untuk menganalisa performance suatu heat exchanger, diperlukan


beberapa parameter yang meliputi clean overall koefisien (Uc), dirt overall
coefficient (Ud),

II.9.1 Clean Overall Coefficient (Uc)

Clean overall coefficient adalah koefisien perpindahan panas


menyeluruh pada awal heat exchanger dipakai (masih bersih). Harga Uc
ditentukan oleh besarnya tahanan konveksi ho dan hio, sedangkan tahanan
konduksi diabaikan karena sangat kecil bila dibandingkan dengan tahanan
konveksi.

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 20


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

II.9.2 Design Overall Coefficient (Ud)

Merupakan koefisien perpindahan panas menyeluruh setelah terjadi


pengotoran pada heat exchanger. Besarnya Ud lebih kecil dari Uc.

II.9.3 Heat Balance

Bila panas yang diterima fluida jauh lebih kecil dari pada panas
yang dilepas fluida panas berarti kehilangan panasnya besar dan ini
mengurangi performance suatu heatbexchanger.

Q = M Cph (T1 - T2 ) = m Cpc (t2 - t1 )

II.9.4 Fouling factor (Rd)

Fouling adalah peristiwa terakumulasinya padatan yang tidak


dikehendaki di permukaan heat exchanger yang berkontak dengan fluida kerja,
termasuk permukaan heat transfer. Peristiwa tersebut adalah pengendapan,
pengerakan, korosi, polimerisasi, dan proses biologi. Dengan kata lain, fouling
merupakan angka yang menunjukkan hambatan akibat adanya kotoran yang
terbawa fluida yang mengalir di dalam heat exchanger.

Uc Ud
=
Uc x Ud

II.9.5 Pressure Drop (P)

Untuk mengetahui sejauh mana fluida dapat mempertahankan tekanan


yang dimilikinya selama fluida mengalir. Pressure drop pada suatu heat

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 21


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

exchanger dapat disebabkan oleh dua hal yaitu karena adanya friksi yang
disebabkan oleh aliran dan pembelokan aliran. Pressure drop yang tinggi dapat
disebabkan oleh jarak antar baffle yang terlalu dekat dan tentu tidak diharapkan
karena meningkatnya biaya operasi. Kehilangan tekanan yang besar dapat
menyebabkan aliran fluida secara alamiah terhambat sehingga memerlukan
bantuan pompa. Namun jika pressure drop terlalu rendah dapat mengakibatkan
perpindahan panas tidak sempurna.

Tabel II.1 Pressure Drop yang Diizinkan untuk Fluida Liquid (per shell)

Viskositas (Cp) P shell yang diizinkan P tube (psi)


(psi)
<1 2.5 5
1 sd 5 5 7.5
5 sd 15 7.5 10
15 sd 25 10 15
25 sd 50 15 25
>50 Consult Mechanical Group

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 22


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

BAB III

METODOLOGI

III.1 Pengumpulan Data


Langkah awal dalam penyelesaian permasalahan adalah mengumpulkan
data primer dan data sekunder.

III.1.1 Pengumpulan Data Primer

Pengumpulan data primer digunakan sebagai dasar analisa evaluasi


kinerja heat exchanger 15-E-105 di residue catalytic cracking unit (RCC). Data
ini diperoleh dari thermal data sheet for shell and tube heat exchanger reduced
crude conversion process unit.

Tabel III.1 Data Desain Heat Exchanger 15-E-105

DATA DESAIN

shell tube
parameter
in out in out

Fluida Charge Stock Main Colomn Bottom

Total liquid entering (kg/hr) 505048 471097

Specific Gravity 0.807 0.771 0.801 0.848

Viscosity 2.995 1.425 0.332 0.513

Specific heat (kcal/kgoC) 0.637 0.705 0.665 0.601

Thermal Conductivity (kcal/m.hr.oC) 0.087 0.074 0.064 0.078

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 23


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

Temperature (oC) 213 274 357 288

Operating Pressure (kg/cm2) 12.83 6.25

Pressure (kg/cm2) 25.1 16.7

passes 1 4

Pressure drop allowes (kg/cm2) 0.703/0.703 0.703/0.703

no tube 1490

Inside Diameter (ID) mm 1520 19.863

Outside Diameter (OD) mm 25.4

Total fouling factor (m2hroC/kCal) 0.0007 0.0006

heat exchanged (kCal/hr) 20710000

Pitch of tube (mm) 31.75

Baffle Space (mm) 550

Number of Baffle (BWG) 12

Length of tube (mm) 5000

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 24


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

III.1.2 Pengumpulan Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder digunakan sebagai bahan perhitungan pada


heat exchanger 15-E-105. Data sekunder terdiri dari data aktual dan data
studi literatur. Data aktual didapatkan dari daily report pada tanggal 1 20
Juni 2016 yang berisi keterangan data data temperatur masuk serta
keluar dan laju alir fluida pada shell dan tube yang ada di heat exchanger
15-E-105. Data studi literatur berupa langkah langkah pengerjaan untuk
mengetahui desain heat exchanger 15-E-105, grafik serta tabel yang
diperlukan untuk merancang heat exchanger 15-E-105.

Tabel III.2 Data Aktual Kondisi Hot And Cold Fluid pada Tanggal 27 Juli 2011

result
analysis Unit AR & Dmar DCO
API Gravity at 60oF - 22.6 2.1
Density kg/m3 917.9 1058.4
Sepicific Gravity at 60/60oF - 0.9184 1.095
kinematic viscosity mm2/s 215.6 104.6

Tabel III.3 Data Aktual Heat Exchanger 15-E-105


Flow (ton/hr) Temperature (oC)
tanggal
Shell Tube Shell in Shell out Tube in Tube out
13 Maret 2017 420.06 613.88 150.32 248.86 328.11 238.17
14 Maret 2017 419.09 610.85 156.14 250.12 327.18 240.34
15 Maret 2017 416.04 620.30 157.15 251.36 329.26 243.54
16 Maret 2017 423.48 632.74 155.84 252.65 330.05 243.66
17 Maret 2017 429.07 632.47 159.55 254.71 328.98 243.98
18 Maret 2017 429.32 647.49 162.27 256.58 329.64 246.24
19 Maret 2017 419.07 613.87 157.67 254.46 328.00 242.87
20 Maret 2017 419.21 635.70 156.68 252.59 329.21 241.45
21 Maret 2017 419.11 612.42 156.08 251.96 327.34 242.26
22 Maret 2017 421.04 634.41 151.26 253.38 327.11 238.98
23 Maret 2017 429.90 604.52 155.87 250.95 327.38 237.68
24 Maret 2017 429.98 580.19 154.47 249.65 327.84 235.74
25 Maret 2017 429.54 606.08 155.54 251.31 327.23 237.82
26 Maret 2017 429.94 598.21 156.11 251.41 327.37 237.42
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 25
FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

27 Maret 2017 439.40 638.65 154.34 253.00 326.77 240.61


28 Maret 2017 440.69 625.97 156.85 253.54 327.57 241.32
29 Maret 2017 439.89 628.44 155.60 253.51 328.36 239.91
30 Maret 2017 439.81 613.05 158.50 254.13 327.50 240.88
31 Maret 2017 440.04 635.59 160.22 254.31 329.64 242.75
01 April 2017 439.50 606.17 155.88 249.85 329.43 237.89
02 April 2017 454.58 658.90 152.95 251.83 329.59 241.03
03 April 2017 454.47 661.92 154.35 252.14 326.90 239.80
04 April 2017 454.62 646.71 157.82 253.40 326.22 240.74
05 April 2017 454.47 642.08 162.15 255.38 328.79 242.78
06 April 2017 445.09 645.18 164.81 255.66 328.31 242.17
07 April 2017 444.13 627.90 162.47 255.60 328.67 242.33
08 April 2017 444.43 651.42 148.65 251.52 327.25 239.17
09 April 2017 444.00 641.14 164.72 256.73 328.00 244.90
10 April 2017 444.20 646.68 164.37 257.77 329.39 243.49
11 April 2017 444.76 644.34 163.67 256.42 326.28 243.54
12 April 2017 444.36 640.35 169.47 256.49 327.23 248.40
13 April 2017 444.86 626.01 169.47 256.87 328.52 247.64
14 April 2017 443.39 638.17 170.26 257.36 328.94 246.47
15 April 2017 444.23 645.43 169.40 258.38 325.64 245.63
16 April 2017 444.05 665.99 167.82 257.64 329.54 247.10
17 April 2017 444.65 695.90 163.79 257.90 328.15 244.43
18 April 2017 454.58 697.37 163.67 258.26 329.91 248.79
19 April 2017 454.77 676.50 158.11 254.03 328.94 240.92
20 April 2017 455.64 685.05 161.97 255.00 329.93 244.43
21 April 2017 454.65 700.87 159.46 256.98 328.22 246.69
22 April 2017 444.94 704.59 166.04 257.10 328.80 247.14
23 April 2017 339.60 691.50 134.25 248.33 329.84 236.53
24 April 2017 383.62 540.30 159.90 250.28 326.83 241.04
25 April 2017 383.95 532.56 164.37 251.57 327.75 242.49
26 April 2017 440.61 620.38 165.73 255.07 329.58 244.97
27 April 2017 454.18 656.59 164.98 256.36 328.73 243.34
28 April 2017 454.98 662.20 168.61 257.50 329.91 248.06
29 April 2017 454.82 696.83 156.15 255.62 327.65 244.36
30 April 2017 434.78 656.56 160.00 254.81 325.23 245.27

2 Pengolahan Data
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 26
FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

Dari data yang diperoleh baik primer maupun sekunder dapat dilakukan
pengolahan data dengan metode perhitungan Kern. Berikut ini adalah langkah
langkah perhitungan dengan menggunakan metode Kern :

1. Neraca Energi

Persamaan umum untuk neraca energi :

Q= M x Cp x (T1-T2) = m x Cp x (t2-t1)

Keterangan:

Q : Jumlah Panas Yang di pindahkan (Btu/hr)


M: Laju alir massa fluida (lb/hr)
Cph: Kapasitas Panas dari Fluida Pada Tmean (Btu/lboF)
Cpc: Kapasitas Panas dari Fluida pada Tmean (Btu/lboF)
T1, T2: : Temperatur hot fluid (oF)
t1, t2: : Temperatur cold fluid (oF)
2. Log Mean Temperature Difference (LMTD)
12
LMTD = 1

2

Keterangan:

t1: : T inlet fluida panas T outlet fluida dingin


t2: : T outlet fluida panas T inlet fluida dingin

Koreksi LMTD:
12 21
R= 21 S=11

Mencari Ft pada figure 18 menggunakan R dan S yang telah dihitung.


(Appendiks terlampir). Selanjutnya mencari LMTD correction:

LMTDcorrect = Ft x LMTD

Keterangan :

R : Temperature efficiency
S : Temperature efficiency

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 27


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

T1 : Temperatur inlet hot fluid (oF)


T2 : Temperatur outlet hot fluid (oF)
t1 : Temperatur inlet fluida dingin (oF)
t2 : Temperatur outlet fluida panas (oF)
3 Caloric Temprature

a. Menghitung Caloric Temperature dengan menghitung


terlebih dahulu

b.Menentukan nilai Kc dan fig 17 kern ( Appendix Terlampir)

c.Menentukan n ilia Fc dari fig 17kern berdasarkan nilai Kc dan tc/th yang
diperoleh(Appendix terlampir)

d. Menentukan Tc dan tc

Tc = T2 + (Fc x (T2- T1 )) eq 5.28

tc = t1 + (Fc x ( t1- t2)) eq 5.29

4. Flow Area

as= 144 ; as= 144

Untuk at diperoleh dari tabel 10 kern berdasarkan OD dan BWG yang terdapat
pada data desain alat. (Appendiks terlampir)

Keterangan:

as : Flow area shell (ft2)


at : Flow are tube (ft2)
ID : Inside Diameter Shell (ft)
C : Clearance (in)
B : Baffle space (in)
Pt : Pitch (in)
Nt : Jumlah tube
at : Flow area per tube (ft2)
N : Jumlah passes

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 28


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

5. Mass Velocity Fluid


Gt=

Keterangan :

Gs : Mass Velocity shell


Gt : Mass Velocity tube (lb/jam.ft2)
W : Flow rate fluid di shell atau tube (lb/jam)
as : Flow area shell (ft2)
at : Flow are tube (ft2)
6. Reynold Number

Pada perhitungan Res digunakan pada saat Tc, sedangkan untuk perhitungan
Ret digunakan pada saat tc. Nilai ini diperoleh dari hasil interpolasi pada
data desain. Untuk De diperoleh dari fig 28 Kern . Sementara nilai D diperoleh
dari tabel 10 kern berdasarkan OD tube dan BWG yang terdapat pada data
desain alat.) Appendiks terlampir)

Res : Reynold number shell


Ret : Reynold number tube
De : Diameter ekivalen shell (ft)
D : Diameter ekivalen tube (ft)
: Viskositas pada temperature kalorik (cp)

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 29


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

Gs : Mass velocity shell (lb/jamft2)


Gt : Mass velocity tube (lb/jam ft 2)

7. Fakto perpindahan panas

Setelah mendapatkan Reynold number , menentukan nilai jH dari grafik pada


fig 28 Kern untuk shell dan fig 24 untuk tube . Untuk nilai K dan c temperature
kalorik diperoleh dari interpolasi k dan c yang terdapat di data desain . Bila
Reynold number over range, nilai jH dapat dihitung menggunakan persamaan :


jH= 0,36 (D x ) 0.55 (c x )0.5

Keterangan:

jH : Faktor perpindahan panas


D : Diameter ekivalen tube (ft)
: Viskositas pada temperature kalorik (cp)
Gt : Mass velocity tube (lb/jamft2)
C : Specific heat pada temperature kalorik (Btu/lbOF)
K : Thermal conductivity pada temperature kalorik ( Btu /(hr)(ft2)(lbOF))

8. Koefisien Perpindahan Panas

1
Ho=Jh x ( )3 s

1
Ho=Jh x ( )3 i

Keterangan:

Ho : Koefisien transfer di shell (Btu/ft2.F.hr)


Hi : Koefisien transfer di tube (Btu/ft2.F.hr)
K : Konduktivitas pada temperature kalorik (Btu/ft.F.hr)
C : Specific heat pada temperature kalorik (Btu/ lbOF)
: Viscosity rasio
jH :Faktor perpindahan panas

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 30


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

D : Diameter ekivalen tube (ft)


: Viskositas pada temperature kalorik (cp)

9. Menghitung Tube Wall Temperature



s
= +
+
s i

Keterangan :

Tw : Tube Wall temperature (OF)


: Viscosity rasio
Ho : Koefisien transfer di shell (Btu/ft2.F.hr)
Hi : Koefisien transfer di tube (Btu/ft2.F.hr)
Tc : Temperature kalorik (OF)
10. Mencari nilai

Berdasarkan tw dari fig.14 didapatkan w



Shell: s= )0.14
w

Berdasarkan tw dari fig.14 didapatkan w



Tube: s=w)0.14

11. Menghitung Corrected Coeffisien ho dan hio



Shell: ho= s s


Tube: hio= s s

12. Menghitung Clean Overall Coefficient (Uc)


hio x ho
Uc = hio+ho

13. Desaign Overall Heat Transfer Coefficient

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 31


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN


Ud=

Nilai a diperoleh dari tabel 10 kern

A= Nt x L x a

Keterangan :

Ud: Design overall heat transfer coefficient (Btu.ft2.F.hr)

A: Total surface (ft2)

Nt:Jumlah tube

L: Length (ft)

A: Surface per lin ft (ft2)

14. Dirt Factor



Rd= eq. 6.13( Kern,1965)

Jika Rd diketahui pada data sheet , maka nilai bisa di tentukan Ud dengan
menggunakan persamaan :
1 1
= + eq.6.10 (Kern,1965)

15. Pressure Drop

Nilai f shell diperoleh dari figure 29 Kern dan nilai f tube diperoleh dari
figure 26 Kern. Pencarian kedua nilai f ini berdasarkan nilai Re yang telah
diketahui . Untuk nilai s diperoleh dari densitas pada temperature caloric.
Sedangkan V2/2g diperoleh dari figure 27 kern.

N+1 = 12 L/B

2
=
5,22 1010 i

2 ( + 1)
=
5,22 1010 s

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 32


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

Keterangan :

L :Length (ft)
B : Baffle space (in)
P : Pressure Drop (psi)
Gs : Mass velocity shell (lb/jam ft2)
Ds : Diameter shell (ft)
De :Diameter ekivalen shell (ft)
Gs :Mass velocity tube (lb/jam ft2)
D : Diameter ekivalen tube (ft)
Pr : Return pressure drop (psi)
V2/2g : One velocity head (psi)
F : friction factor
N : Tube pass
: Viscosity rasio
S : Specific gravity pada temperature kalorik
16. Menghitung efisiensi

Efisiensi = 100%

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 33


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

BAB IV

HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Perhitungan


Dari data desain yang diperoleh pada data sheet residue catalytic
cracking unit dan data aktual yang diperoleh dari tanggal 1 20 Juni 2016,
didapatkan hasil perhitungan sebagai berikut :
Tabel IV.1 Hasil Perhitungan Efisiens Panas, Fouling Factor( Rd), Ps, dan Pt pada Heat
Exchanger 15-E-105 Berdasarkan data desain

Variabel Data Desain

Efisiensi Panas (%) 94.28

Fouling Factor (Rd) (Hr.ft2.oF/BTU 0.00652

Pressure Drop Shell (Psi) 23.544

Pressure Drop tube (Psi) 10.334

Tabel IV.2 Hasil Perhitungan Efisiens Panas, Fouling Factor( Rd), Ps, dan Pt pada Heat
Exchanger 15-E-105 Berdasarkan data actual tanggal 13 Maret 30 April 2017
26

Efisiensi Fouling Factor (Rd) P Shell P tube


Tanggal
Panas (%) (Hr.ft2.oF/BTU) (Psi) (Psi)
13 Maret 2017 72.67 0.000723 3,643 4,8948

14 Maret 2017 73.07 0.000711


3,657 4,8425

15 Maret 2017 72.40 0.000875


3,611 4,8719

16 Maret 2017 73.60 0.000610


3,743 5,0740

17 Maret 2017 74.92 0.000506 3,844 5,0604

18 Maret 2017 74.09 0.000518


3,869 5,1579

19 Maret 2017 76.54 0.000424


3,668 4,7612

20 Maret 2017 70.94 0.000566


3,671 5,1095

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 34


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

21 Maret 2017 75.88 0.000529


3,667 4,8728

22 Maret 2017 75.60 0.000101 3,694 5,0751

23 Maret 2017 74.36 0.000255


3,850 4,7340

24 Maret 2017 75.49 0.000363


3,853 4,4751

25 Maret 2017 74.88 0.000202


3,844 4,7583

26 Maret 2017 75.18 0.000178 3,851 4,6342

27 Maret 2017 77.57 0.000011


4,020 5,1439

28 Maret 2017 77.83 0.000097


4,052 4,9431

29 Maret 2017 76.37 0.000069


4,037 4,9816

30 Maret 2017 78.29 0.000102


4,040 4,8742

31 Maret 2017 74.03 0.000327


4,042 5,1081

01 April 2017 73.27 0.000460


4,019 4,7687

02 April 2017 75.52 0.000180


4,296 5,3348

03 April 2017 75.91 0.000014


4,301 5,5243

04 April 2017 77.69 0.000021


4,326 5,2716

05 April 2017 75.98 0.000062


4,306 5,2036

06 April 2017 72.31 0.000171


4,158 5,2471

07 April 2017 75.62 0.000180


4,139 4,9738

08 April 2017 78.01 0.000010


4,111 5,3608

09 April 2017 76.11 0.000167


4,137 5,0412

10 April 2017 74.18 0.000014


4,141 5,1287

11 April 2017 76.88 0.000030


4,154 5,0811

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 35


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

12 April 2017 76.18 0.000287


4,130 5,0296

13 April 2017 76.38 0.000216 4,136 4,8085

14 April 2017 73.10 0.000181


4,112 4,9942

15 April 2017 76.46 0.000025


4,147 5,0959

16 April 2017 72.15 0.000204


4,126 5,4475

17 April 2017 71.31 0.000076 4,156 5,9401

18 April 2017 75.13 0.000026


4,321 5,8154

19 April 2017 72.32 0.000188


4,316 5,6123

20 April 2017 71.50 0.000430


4,336 5,7715

21 April 2017 76.54 0.000125


4,343 5,8699

22 April 2017 69.84 0.000190


4,147 5,9190

23 April 2017 57.86 0.001427


2,392 5,9084

24 April 2017 73.87 0.001200


3,073 3,8913

25 April 2017 73.04 0.001230


3,078 3,7833

26 April 2017 74.33 0.000620


4,074 4,8669

27 April 2017 73.52 0.000186


4,331 5,2853

28 April 2017 74.08 0.000124


4,330 5,3902

29 April 2017 76.74 0.000127


4,321 5,7953

30 April 2017 77.61 0.000443


3,945 5,2884

IV.2 Pembahasan

Residue catalalytic cracking complex terdiri dari beberapa unit operasi


di kilang RU VI Balongan yang berfungsi mengolah residu minyak (crude

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 36


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

residue) menjadi produk-produk minyak bumi yang bernilai tinggi, seperti:


LPG, Gasoline, Light Cycle Oil, Decant Oil,

Propylene, dan Polygasoline. Residue catalalytic cracking complex terdiri dari


dua bagian yaitu Residu Catalytic Cracking Unit (RCU) dan Light End Unit
(LEU). Residue catalalytic cracking complex memiliki beberapa unit. Salah
satunya yaitu unit 15 yang berfungsi untuk meng-cracking residu yang
dihasilkan oleh crude distillation unit dengan menggunakan katalis sehingga
menjadi berbagai produk yang selanjutnya dapat diolah menjadi produk yang
bernilai tinggi.

Pada residue catalytic cracking unit terdapat dua feed yaitu atmospheric
residue (AR) dan demetallized atmospheric residue (DMAR). Di dalam reaktor
terjadi reaksi antara feed (cold& hot AR dan cold & hot DMAR) dengan katalis
yang berasal dari regenerator. Hot AR berasal dari crude distillation unit
sedangkan cold AR berasal dari tangki yang disediakan untuk menampung hot
AR. Sedangkan hot DMAR berasal dari atmospheric residue
hydrodemetallization unit dan cold DMAR berasal dari tangki yang disediakan
untuk menampung hot DMAR.

Sebelum masuk ke dalam reaktor, feed tersebut dipanaskan terlebih


dahulu dengan menggunakan heat exchanger. Tujuan dari pemanasan ini
adalah untuk mengurangi kerja reaktor agar tidak terlalu berat. Dengan kata
lain, bila feed yang masuk telah panas, maka kerja reaktor akan sedikit
berkurang. Feed yang masuk reaktor bersuhu sekitar 260C, sedangkan feed
yang berupa campuran AR dan DMAR suhunya baru sekitar 206C. Maka dari
itu digunakan heat exchanger 15-E-101 dan 15-E-105 agar suhunya mencapai
spesifikasi yang diharapkan.

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 37


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

Heat Exchanger merupakan instrumen atau alat yang berfungsi untuk


memindahkan sejumlah panas dari suatu fluida yang temperaturnya lebih tinggi
ke suatu fluida yang temperaturnya lebih rendah. Hal ini memiliki peranan
yang sangat penting dalam menentukan keekonomisan dan kelangsungan
operasi dalam suatu proses industri. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu
evaluasi terhadap kinerja heat exchanger.

Heat exchanger yang dievaluasi pada tugas khusus ini adalah hot net
bottoms-raw oil exchanger (15-E-105) pada unit 15 - Residue Catalytic
Cracking Unit (RCU). Heat exchanger ini berfungsi sebagai pre heater raw oil
(AR dan DMAR) sebelum masuk ke reaktor, di mana fluida panas yang
digunakan pada heat exchanger 15-E-105 adalah MCBP (Main Column
Bottoms Product) atau DCO (Decant Crude Oil) yang berasal dari main
column 15-C-101. Parameter yang dievaluasi adalah efisiensi panas, fouling
factor (Rd) dan pressure drop baik pada shell maupun tube.

Fouling merupakan peristiwa terakumulasinya padatan yang tidak


dikehendaki di permukaan heat exchanger yang berkontak dengan fluida kerja,
termasuk permukaan heat transfer. Dengan kata lain, fouling factor merupakan
angka yang menunjukkan hambatan akibat adanya kotoran yang terbawa fluida
yang mengalir di dalam heat exchanger. Fouling Factor (Rd) menunjukkan
besarnya faktor pengotor dalam suatu alat penukar panas yang mengakibatkan
terbentuknya lapisan yang memberikan tahanan atau hambatan tambahan
terhadap transfer panas. Lapisan ini berasal dari kotoran yang terbawa di aliran
fluida, menyebabkan heat exchanger tersumbat akibat dari deposit yang
terakumulasi dalam alat. Akibatnya menjadikan efisiensi panas pada heat
exchanger menurun.

Fouling bergantung pada banyak faktor, tetapi dua faktor terpenting


antara lain temperature dan fluid velocity. Fouling dapat dihilangkan dengan

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 38


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

permukaan shear stress yang tinggi akibat adanya fluid velocity yang tinggi.
Selain itu velocity yang tinggi juga meningkatkan koefisien transfer panas.
Tetapi velocity yang tinggi ini juga meningkatkan pressure drop. Karena
eratnya hubungan antara fouling factor dengan efisiensi panas dan pressure
drop, maka perhitungan kinerja heat exchanger pada tugas khusus ini
dilakukan untuk mengetahui dan membandingkan efisiensi panas, nilai Rd
dan pressure drop pada kondisi aktual dengan desain. Sehingga dari
perhitungan dapat diketahui tindakan apa yang perlu dilakukan untuk
mengoptimalkan kinerja heat exchanger 15-E-105. Dari hasil perhitungan
berdasarkan data desain dan data aktual tanggal 13 Maret 30 April 2017
diperoleh beberapa grafik, antara lain :

Efisiensi Panas
100.00%
90.00%
80.00%
Efisiensi (%)

70.00%
60.00% Efisiensi Aktual
50.00% Efisiensi Design
40.00%
30.00%
20.00%

Gambar IV.1 Grafik Efisiensi Panas Heat Exchanger 15-E-105

Dari grafik di atas dapat dilihat terjadinya penurunan efisiensi panas pada heat
exchanger 15-E-105. Hal ini dimungkinkan karena adanya deposit kotoran pada
permukaan transfer panas. Materi yang terdeposit sebagai fouling ini biasanya
mempunyai konduktivitas termal yang rendah, sehingga mengurangi jumlah
perpindahan panas. Sebagaimana yang terdapat dalam literatur Chemical Process
Design and Integration oleh Robin Smith bahwa Q berbanding lurus dengan
konduktivitas termal.
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 39
FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

Fouling Factor
0.007
0.006
0.005
0.004
0.003
0.002
0.001
0
6-Mar 16-Mar 26-Mar 5-Apr 15-Apr 25-Apr 5-May

Gambar IV.2 Grafik Fouling Factor (Rd) Heat Exchanger 15-E-105

Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa nilai Rd aktual selama 49 hari
pada tanggal 13 Maret 30 April 2017 masih berada di bawah nilai Rd desain.
Namun jika dilihat pada grafik tersebut, nilai Rd aktual selama 49 hari
mengalami fluktuasi. Kondisi ini menunjukan bahwa kinerja HE 15-E-105
periode ini memiliki performa yang baik, meringankan biaya perawat HE, dan
mengurangi waktu shut down yang relative lama. Akan tetapi nilai Rd yang kecil
ini tidak dapat dijadikan acuan untuk performa kerjanya,harus dilakukan cleaning
secar rutin. Fouling dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni temperatur fluida dan
viskositas. Semakin tinggi temperatur maka akan semakin kecil nilai
viskositasnya, sehingga fluida akan semakin encer. Raw oil atau charge stock
yang encer itu bisa berfungsi sebagai pembersih, dengan membawa atau
melarutkan kotoran kotoran yang menempel di dinding shell dan menurunkan
nilai Rd secara keseluruhan. Namun jika temperatur fluida rendah maka nilai
viskositas semakin besar. Charge stock yang kental tidak berfungsi sebagai
pembersih, kotoran yang terbawa oleh charge stock akan menempel pada dinding
shell maupun tube.

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 40


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

Pressure Drop Shell


8
7
6
5
4
3
2
1
0
6-Mar 16-Mar 26-Mar 5-Apr 15-Apr 25-Apr 5-May

Gambar IV.3 Grafik Pressure Drop (Ps) Shell Heat Exchanger 15-E-105

Pressure Drop Tube


12

10

6 P Tube Allowable
P Tube Actual
4

0
6-Mar 16-Mar 26-Mar 5-Apr 15-Apr 25-Apr 5-May

Gambar IV.4 Grafik Pressure Drop (Pt) Tube Heat Exchanger 15-E-105

Dari grafik IV.3 terlihat bahwa pressure drop pada shell masih di bawah
pressure drop desain meski ada kecenderungan meningkat pada tanggal 13
Meret 30 April 2017. Hal ini terjadi akibat adanya fouling atau deposit yang
menempel pada dinding shell. Fouling tidak hanya menurunkan overall heat
transfer coefficient secara signifikan tetapi juga mengakibatkan naiknya
pressure drop secara signifikan.

Grafik IV.4 menunjukkan bahwa pressure drop aktual pada tube masih
di bawah pressure drop desain. Sejak tanggal 13 Maret - 30 April 2017

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 41


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

pressure drop pada tube meningkat drastis. Hal ini terjadi karena tube memiliki
diameter yang kecil, sehingga jika terdapat kotoran yang menempel pada
dinding tube akan mempengaruhi aliran fluida. Adanya kotoran atau fouling
mengakibatkan berubahnya pola aliran fluida dan meningkatkan jumlah cross-
flow. Sehingga hal ini berdampak pada meningkatnya pressure drop.

Baik shell dan tube keduanya memiliki nilai pressure drop actual
dibawah pressure drop desain. Nilai pressure drop actual shell dan tube
memiliki kecenderungan naik dari tanggal 13 Maret 30 April 2017. Hal ini
menujukan bahwa HE masih bekerja dengan baik akan tetapi perlu dilakukan
pengamatan secara berkala agar pressure drop tetap terjaga dibawah pressure
drop desain.

Berdasarkan perhitungan dan pengamatan hasil maka dapat disimpulkan


bahwa kinerja heat exchanger 15-E-105 masih baik meskipun terjadi fouling
yang mengakibatkan transfer panas menjadi tidak efisien tetapi masih di bawah
batas fouling desain, sehingga dapat dikatakan bahwa heat exchanger 15-E-105
masih layak jika tetap digunakan. Nilai fouling factor dan pressure drop yang
masih dibawah batas desain disebabkan karena pada bulan Februari 2017 heat
exchanger tersebut telah dilakukan pembersihan. Jika fouling factor (Rd) aktual
sudah melebihi nilai Rd desainnya, maka harus dilakukan turn around atau
cleaning sehingga dapat mengurangi nilai Rd dan menaikkan kembali efisiensi
pertukaran panas. Jika tidak dilakukan proses cleaning setelah pemakaian
dalam waktu yang cukup lama, permukaan perpindahan panas pada heat
exchanger yaitu dinding luar tube dan dinding dalam shell, kemungkinan besar
akan terlapisi oleh kerak kerak yang ditimbulkan oleh akumulasi zat pengotor
yang terbawa oleh fluida yang mengalir di dalam heat exchanger. Kerak
kerak tersebut akan menyerap panas dari fluida panas dan menghambat
perpindahan panas ke fluida dingin dan dapat menyebabkan terjadinya korosi
pada dinding shell atau tube.

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 42


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan data desain serta data


aktual selama

satu bulan dari tanggal 13 Maret 30 April 2017 dapat disimpulkan bahwa :

1. Kinerja heat exchanger 15-E-105 pada kondisi aktual selama 13


Maret hingga 30 April 2017 berdasarkan fouling factor (Rd) yakni
minimum 0.00002 hr.ft2.oF/Btu dan maksimum 0.00123 hr.ft2.oF/Btu.
Sedangkan kondisi aktual berdasarkan efisiensi yakni maksimum 78.29
% dan minimum 57.86 %. Pada pressure drop shell ( Ps) menunjukkan
nilai minimum 2,092 Psi dan maksimum 4,336 Psi. Pressure drop tube
( Pt) menunjukkan nilai minimum 6,335 Psi dan maksimum 9,026 Psi.

2. Data desain heat exchanger 15-E-105 berdasarkan fouling factor


(Rd) yakni sebesar 0,00652 hr.ft2.oF/Btu, berdasarkan efisiensi sebesar
94.28 %, pressure drop shell ( Ps) allowable sebesar 23.544 Psi dan
pressure drop tube ( Ps) allowable sebesar 10.334 Psi.

V.2 Saran

Setelah mengevaluasi kinerja dari heat echanger 15-E-105 pada residue


catalytic cracking unit (RCU) selama 13 Maret hingga 30 April 2017, perlu
dilakukan beberapa hal sebagai berikut :

1. Untuk meningkatkan kembali kinerja dari heat exchanger 15-E-105, perlu


segera dilakukan proses cleaning di bagian shell dan tube agar fouling
yang ada pada heat exchanger bisa dihilangkan sehingga dapat
menurunkan nilai fouling factor (Rd).

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 43


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

2. Untuk mempertahankan kinerja dari heat exchanger 15-E-105 agar tetap


optimal, perlu dilakukan perhitungan kinerja secara berkala sehingga dapat
diketahui kapan proses cleaning pada heat exchanger 15-E-105 harus
dilakukan.

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 44


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA
Laporan Kerja Praktek
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

DAFTAR PUSTAKA

Kern, D., Q. 1965. Process Heat Transfer. International Student Edition. McGraw
Hill Book Co: Tokyo.

PERTAMINA EXOR-1. 1992. Pedoman Operasi Kilang :Unit 15 RCC Unit .


JGC Corporation & Foster Wheeler (Indonesia) Limited.

Hakim, Lukman. 2015. Evaluasi Penurunan Kinerja Heat Exchanger 15-E-101


Pada Unit 15: Residue Catalytic Cracking Unit. Jurusan Teknik Kimia :
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA 45


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN VETERAN YOGYAKARTA

Anda mungkin juga menyukai