DISUSUN OLEH :
NABILA RETNO UNTARI 05151027
AKHMAD FADILLAH 05161003
AUDI SABRINA 05161010
DWI AGUS PRASETYO 05161019
HAVIER SAMUEL H.S.R. 05161030
i
DAFTAR ISI
ABSTRAK...................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL........................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... iv
DAFTAR NOTASI......................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Tujuan Percobaan................................................................................ 1
1.2 Dasar Teori.......................................................................................... 1
BAB 2 METODOLOGI PERCOBAAN......................................................... 9
2.1 Alat dan Bahan.................................................................................... 9
2.2 Prosedur Percobaan............................................................................. 10
2.3 Diagram Alir........................................................................................ 12
2.4 Variabel Percobaan.............................................................................. 14
BAB 3 HASIL DATA DAN PEMBAHASAN............................................... 15
3.1 Hasil Perhitungan................................................................................ 15
3.2 Pembahasan......................................................................................... 17
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 22
4.1 Kesimpulan.......................................................................................... 22
4.2 Saran.................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 23
APPENDIKS................................................................................................... 24
PEMBAGIAN TUGAS................................................................................... 28
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR NOTASI
v
BAB 1
PENDAHULUAN
1
flow, liquid tercampur atau teraduk dengan baik sehingga menghasilkan
konsentrasi yang seragam di seluruh bagian reaktor (Levenspiel, 1999).
2
A. Metode Differensial
Ketika suatu reaksi bersifat irreversible, dalam banyak kasus dimungkinkan
untuk menentukan orde reaksi A dan konstanta laju spesifik dengan membedakan
secara numerik konsentrasi terhadap data waktu. Metode ini berlaku ketika
kondisi reaksi sedemikian rupa sehingga laju dasarnya merupakan fungsi dari
konsentrasi hanya satu reaktan : misalnya untuk reaksi dekomposisi
A → produk
𝛽
-rA = kA𝐶𝐴𝛼 𝐶𝐵 ………………………………(1.9)
(Fogler, 1999)
dimana α dan β keduanya tidak diketahui. Untuk menguraikan prosedur yang
digunakan dalam metode analisis diferensial, kami mempertimbangkan reaksi
yang dilakukan secara isothermal dalam reaktor batch volume konstan dan
konsentrasi dicatat sebagai fungsi waktu. Dimana pada reaksi secara isothermal
tidak terjadi perubahan suhu baik pada saat masuk, di dalam, dan keluar reaktor.
Dengan menggabungkan neraca mol dengan laju hukum yang diberikan maka
didapatkan :
𝑑𝐶𝐴
̶ = kA 𝐶𝐴𝛼 ………......………………….(1.10)
𝑑𝑡
(Fogler, 1999)
Pada metode differensial menggunakan metode numerik dimana persamaan
yang digunakan ketika data variabel independent berjarak sama. Gunakan tiga
persamaan differensial sebagai berikut.
𝑑𝐶 −3𝐶𝐴0 +4𝐶𝐴1 −𝐶𝐴2
[ 𝑑𝑡𝐴 ] = ...............................(1.11)
2∆𝑡
(Fogler,1999)
3
𝑑𝐶 1
[ 𝑑𝑡𝐴 ] = [(𝐶𝐴 (𝑖 + 1) − 𝐶𝐴 (𝑖 − 1))]....................(1.12)
2∆𝑡
(Fogler,1999)
𝑑𝐶 1
[ 𝑑𝑡𝐴 ] = [𝐶𝐴3 − 4𝐶𝐴4 + 3𝐶𝐴5 ]........................(1.13)
2∆𝑡
(Fogler,1999)
B. Metode Integral
Untuk menentukan orde reaksi dengan metode integral, dengan menebak
orde reaksi dan mengintegrasikan persamaan diferensial yang digunakan untuk
memodelkan sistem batch. Jika urutan yang diasumsikan benar, plot yang sesuai
(ditentukan dari integrasi ini) dari data konsentrasi waktu harus linier. Metode
integral paling sering digunakan ketikan orde reaksi diketahui dan diinginkan
untuk mengevaluasi konstantan laju reaksi spesifik pada suhu yang berbeda
untuk menentukan energi aktivasi.
Dalam metode integral dari analisis laju data fungsi konsentrasi yang tepat
dicari sesuai dengan hukum laju tertentu yang linier dengan waktu dan harus
terbiasa dengan metode untuk mendapatkan plot linier untuk reaksi nol, orde
pertama dan kedua.
A + produk
Dilakukan pada reaktor batch volume konstan, neraca mol adalah
𝑑𝐶𝐴
= rA ……..………………………….(1.14)
𝑑𝑡
Untuk reaksi orde nol, rA = - k, dan hukum laju gabungan dan neraca mol adalah
𝑑𝐶𝐴
= ̶ k……….……………………….(1.15)
𝑑𝑡
CA = CA0 – kt…....…....……………………(1.16)
(Fogler, 1999)
1.2.3 Katalis
Katalis merupakan salah satu substansi yang mempengaruhi laju dari suatu
reaksi dan muncul dari proses tanpa merubah bentuk dan komposisi dari zat
4
tersebut. Katalis biasanya mengubah laju reaksi dengan mengembangkan
mekanisme atau jalur yang berbeda dari suatu reaksi. Pengembangan katalis dan
penggunaannya menjadi salah satu hal yang penting dalam mencari jalur baru
untuk meningkatkan yield dan selektivitas produk dalam suatu reaksi kimia.
Karena katalis memungkinkan produk akhir dengan jalur atau mekanisme yang
berbeda, ini dapat mempengaruhi yield dan selektivitasnya (Fogler, 1999).
5
……………….….………....(6)
untuk mengkonfirmasi formulir yang diusulkan. Salah satunya bentuk umum yang
paling umum dari ketergantungan ini adalah produk dari konsentrasi dari individu
bereaksi spesies, yang masing-masing ditingkatkan dengan pangkat, contoh :
-rA = kA CAα CBβ
Nilai pangkat dari persamaan ini, mengarah ke konsep orde reaksi. Orde
reaksi adalah nilai diimplikasikan sebagai nilai yang mengarah pada konsentrasi
dari suatu reaktan dalam hukum kinetika reaksi (Fogler, 1999).
6
1.2.7 Gliserol
Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas 3 atom karbon.
Jadi tiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Satu molekul gliserol dapat
mengikat satu, dua, tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut
monogliserida, digliserida dan trigliserida. Sifat fisik dari gliserol yaitu,
merupakan cairan tidak berwarna, tidak berbau, cairan kental dengan rasa yang
manis, densitas 1,261, titik lebur 18,2°C, titik didih 290 °C. Gliserol juga
digunakan sebagai penghalus pada krim cukur, sabun, dalam obat batuk dan syrup
atau untuk pelembab (Hart, 1983).
Gliserol yang diperoleh dari hasil penyabunan lemak atau minyak adalah
suatu zat cair yang tidak berwarna dan mempunyai rasa yang agak manis. Gliserol
larut baik dalam air dan tidak larut dalam eter. Gliserol digunakan dalam industri
farmasi dan kosmetika sebagai bahan dalam preparat yang dihasilkan. Gliserol
yang diperoleh dari hasil penyabunan lemak atau minyak adalah suatu zat cair
yang tidak berwarna dan mempunyai rasa yang agak manis, larut dalam air dan
tidak larut dalam eter (Poedjiadi, 2006).
1.2.8 Transesterifikasi
Transesterifikasi adalah tahap konversi dari trigliserida (minyak nabati)
menjadi alkil ester, melalui reaksi dengan alkohol dan menghasilkan produk
samping yaitu gliserol, melalui reaksi dengan alkohol dan menghasilkan produk
samping yaitu gliserol. Di antara alkohol-alkohol monohidrik yang menjadi
kandidat sumber/pemasok gugus alkil, methanol adalah yang paling umum
digunakan, karena harganya murah danreaktifitasnya paling tinggi (sehingga
reaksi disebut metanolisis). Jadi, di sebagian besar dunia ini, biodiesel praktis
identik dengan ester metil asam lemak (Fatty Acids Metil Ester, FAME).
(Mittelbatch, 2004)
Ketika ester dipanaskan dengan alkohol, asam, ataupun dengan ester yang
lain, alkohol dan kelompok dari asam kurang lebih bertukar secara sempurna.
Proses ini yang biasa disebut dengan tranesterifikasi. Ada 3 tipe dari
transesterifikasi yang telah diketahui :
7
1. Pertukaran dari kelompok alkohol (alkoholisis)
8
BAB 2
METODOLOGI PERCOBAAN
9
Alat eksperimen Batch Chemical Reactor dapat dilihat pada gambar 2.2
Foto larutan dalam corong pemisah dapat dilihat pada gambar 2.3
b. Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan batch chemical reactor yaitu
1. Etanol 96 % 3. Minyak goreng
2. Katalis Basa KOH 4. Aquadest
10
variabel pada hotplate stirrer. Ketiga pengadukan dilakukan selama minimal 15
menit dengan kecepatan pengadukan level menengah. Katalis dipastikan telah
terlarut sempurna. Pelarutan katalis dapat dipercepat dengan dipanaskan pada
level menengah. Keempat minyak dipanaskan didalam labu reaktor dengan
stirring heating mantle pada level pemanasan menengah. Kemudian magnetic
stirrer bar dimasukan ke dalam labu tersebut. Selanjutnya air pendingin dialirkan
ke dalam kondensor. Lalu larutan katalis dimasukan ke dalam reactor dan reaksi
berlangsung sesuai dengan variabel waktu reaksi. Setelah waktu reaksi tercapai,
reaksi dihentikan dengan penambahan aquadest. Kemudian Pemanasan dan
pengadukan dihentikan. Selanjutnya Larutan di dalam labu dikeluarkan dan
dimasukkan ke dalam corong pemisah. Kemudian campuran tersebut didiamkan
selama minimal 12 jam. Lalu lapisan ester diambil. Selanjutnya lapisan ester
dicuci dengan aquadest dan dipisahkan dengan menggunakan corong pemisah
selama 12 jam dan ester ster yang telah terbentuk diambil lalu dilakukan
pengujian densitas dan viskositas. Terakhir, seluruh alat eksperimen dirapikan dan
dibersihkan.
11
2.3 Diagram Alir
Adapun diagram alir dari praktikum batch chemical reactor adalah sebagai
berikut
Mulai
12
B
13
C
Selesai
14
BAB 3
HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Perhitungan
Berikut merupakan hasil data eksperimen batch chemical reactor :
Tabel 3.1 Data Produk Gliserol
Variabel Waktu Reaksi Waktu pada Viskometer ρ µ
(min) (s) (gr/cm3) (cSt)
15 58,49 0,960 2,144
30 59,90 0,965 2,208
45 64,00 0,975 2,383
60 66,00 0,980 2,470
15
Tabel 3.4 Data x1 dan x2 Biodiesel (40oC)
Variabel
ln µmix ln µ1 ln µ2
Waktu
(cSt) (cSt) (cSt) x1 x2
Reaksi
(min)
15 1,479 0,955 0,045
30 1,478 0,956 0,044
1,376 3,714
45 1,470 0,959 0,041
60 1,453 0,967 0,033
Tabel 3.5 Data Mol Biodiesel (40oC)
Massa Mol
Variabel Berat
RBD RBD Massa Mol
Waktu Molekul
Olein Olein Biodiesel Biodiesel
Reaksi Biodiesel
Awal Awal (gram) (mol)
(min) (gram/mol)
(gram) (gram)
15 23,0 82,324 0,279
30 24,5 82,161 0,298
31,468 0,112
45 25,5 81,479 0,313
60 26,5 79,888 0,332
Tabel 3.6 Data Mol FAEE dan Mol RBD Olein dalam Biodiesel
Mol FAEE dalam Mol RBD Olein
Variabel Waktu Reaksi
Biodiesel dalam Biodiesel
(min)
(mol) (mol)
15 0,2670 0,0130
30 0,2850 0,0129
45 0,3010 0,0126
60 0,3210 0,0108
16
Tabel 3.7 Data % Konversi dan % Yield Biodiesel
Variabel Waktu Reaksi
% Konversi % Yield
(min)
15 88,35 73,08
30 88,37 77,85
45 88,71 81,03
60 90,29 84.21
3.2 Pembahasan
Pada praktikum ini minyak kelapa sawit (RBD Olein) direaksikan dengan
etanol menghasilkan FAEE (Fatty Acid Ethyl Ester) dan gliserol sebagai produk.
Dimana produk yang diinginkan adalah FAEE atau biodiesel yang terbentuk oleh
senyawa trigliserida yang bereaksi dengan etanol. Reaksi antara keduanya dibantu
dengan penggunaan katalis basa heterogen yang bertujuan untuk menurunkan
energi aktivasi reaksi dan mempercepat terjadinya reaksi transesterifikasi. Dalam
percobaan ini, katalis yang digunakan adalah kalium hidroksida. Katalis yang
digunakan bersifat homogen, Hal ini dikarenakan kalium hidroksida yang
digunakan dilarutkan terlebih dahulu dengan etanol kemudian dicampurkan
dengan minyak.
17
katalis basa jika dibandingkan dengan katalis asam adalah suhu reaksi yang
dibutuhkan lebih kecil dan waktu reaksi yang relatif lebih sebentar (Sisca, 2018).
Kemudian, saat reaksi pada variabel waktu tertentu selesai maka campuran
ditambahkan aquades untuk mengehentikan reaksi dan membentuk layer antara
biodiesel dan gliserol. Proses terbentuknya layer antara biodiesel dan gliserol ini
dipengaruhi oleh polaritas dan densitas yang dapat dilihat pada Gambar 3.1. Hal
ini dikarenakan biodiesel bersifat non-polar sedangkan biodiesel bersifat polar.
Selain itu, densitas juga berpengaruh terhadap pembentukan layer tersebut dimana
senyawa yang memiliki densitas lebih besar dalam hal ini biodiesel akan berada
dilapisan atas dan gliserol akan berada dibawah dikarenakan densitas yang lebih
kecil (Indah, 2011).
18
5
4
µ (Viskositas)
3
Biodiesel
2
Gliserol
1
0
0 20 40 60
t (Waktu)
90 90
% Konversi
%Yield
80 80
70 70 konversi
yeild
60 60
0 20 40 60 80
t (waktu)
Gambar 3.3 Grafik Perbandingan Konversi dan Yield terhadap Waktu
19
Berdasarkan grafik diatas, dapat terlihat bahwa semakin lama waktu
operasi maka konversi dan yield yang dihasilkan juga semakin besar. Dapat
dilihat pada gambar 3.3 untuk variabel waktu 15 menit didapatkan konversi
88.35%, variabel waktu 30 menit didapatkan konversi sebesar 88.37%, variabel
waktu 45 menit didapatkan konversi sebesar 88.71%, dan variabel waktu 60 menit
didapatkan konversi sebesar 90.29%. Sementara, untuk yield pada variabel waktu
15, 30, 45, dan 60 menit didapatkan nilai yield secara berturut-turut sebesar
73.08%, 77.85%, 81.03%, dan 84.21%.
Hal ini disebabkan oleh, waktu reaksi yang semakin lama akan membuat
molekul- molekul minyak yang bereaksi dengan etanol akan bertumbukan lebih
lama yang menyebabkan naiknya konversi. Selain itu, suhu operasi juga
mempengaruhi terjadinya peningkatan konversi yang dihasilkan. Dengan
tingginya suhu operasi akan membuat kecepatan tumbukan antara molekul
minyak dan etanol menjadi lebih cepat sehingga laju reaksi yang dihasilkan
menjadi lebih cepat. Namun, suhu operasi yang lebih tinggi mendekati titik didih
etanol juga dapat membuat terjadinya penurunan konversi. Hal ini dikarenakan,
etanol akan semakin cepat menguap dan membuat konsentrasi etanol sebagai
reaktan akan menurun. Selain itu, semakin besar jumlah katalis dan rasio etanol
akan mengakibatkan semakin besarnya nilai konversi yang dihasilkan. Namun,
dalam percobaan ini dapat terlihat jika reaksi masih belum mencapai titik
kesetimbangan. Hal ini terlihat dari konversi yang dihasilkan untuk setiap variabel
waktu terus mengalami kenaikan. Titik kesetimbangan reaksi sendiri dapat terjadi
apabila terdapat penurunan konversi pada waktu tertentu. Penurunan jumlah
konversi dapat terjadi apabila terjadi degradasi yang cukup kuat dalam reaksi
sehingga akan membentuk produk samping yang mengakibatkan konversi yang
dihasilkan menurun.
Selain itu, yield juga akan semakin meningkat seiring bertambahnya waktu
operasi. Hal ini dikarenakan volume biodiesel yang diperoleh semakin besar
untuk setiap variabel waktu. Dengan naiknya volume biodiesel yang dihasilkan
akan membuat massa biodiesel akan semakin besar untuk setiap variabel waktu
(Indah, 2011). Selain itu, semakin lama reaksi reaksi maka memungkinkan kontak
antara partikel semakin lama sehingga tumbukan antara molekul reaktan semakin
20
besar dan dapat meningkatkan yield produk (Hidayanti, 2016). Lalu, pengaruh
terhadap yield dapat dipengaruhi juga oleh katalis, ketika konsentrasi katalis
dalam larutan semakin besar, maka energi aktivasi akan kecil sehingga produk
yang dihasilkan akan semakin banyak terbentuk (Indah, 2011).
0.003
y = 0.00001x + 0.0019
R² = 0.8482
1/CA
0.002
0.001
10 20 30 40 50 60 70
t (waktu)
21
BAB 4
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan perhitungan hasil data percobaan batch chemical reactor dapat
ditarik kesimpulan yang menjawab tujuan dari percobaan ini, yaitu:
𝑚𝑜𝑙
2. Kinetika reaksi pada saat 15 menit diperoleh -rA = 20,4𝑚𝑖𝑛.𝑚3 , pada saat 30
𝑚𝑜𝑙
menit diperoleh -rA = 18,92𝑚𝑖𝑛.𝑚3 , pada saat 45 menit diperoleh -rA =
𝑚𝑜𝑙 𝑚𝑜𝑙
17,23 dan pada saat 60 menit diperoleh -rA = 12,3 .
𝑚𝑖𝑛.𝑚3 𝑚𝑖𝑛.𝑚3
4.2 Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
23
APPENDIKS
BM ρ Μ
Komponen Murni
(gr/mol) (gr/ml) (cSt)
Air (40°C) 18,02 0,992 0,65
Etanol 46,07 0,790 1,20
Fatty Acid Ethyl Ester
73,07 0,845 3,96
(FAEE)
Gliserol 92,09 1,260 1500
24
𝑚 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙
𝜌=
𝑣 𝑔𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑢𝑘𝑢𝑟
23 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝜌=
27,6 𝑚𝑙
𝜌 = 0,833 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑚𝑙
𝑡. 𝜌
ɳ = ɳ𝑜
𝑡𝑜. 𝜌𝑜
138 𝑥 0,833
ɳ = 0,656 𝑥
17,35 𝑥 0,99
ɳ = 4,392 𝑐𝑆𝑡
ln 𝜇𝑚𝑖𝑥 = 𝑥1 ln 𝜇1 + 𝑥2 ln 𝜇2
ln 𝜇𝑚𝑖𝑥 = 𝑥1 ln 𝜇1 + (1 − 𝑥1 ) ln 𝜇2
ln 𝜇𝑚𝑖𝑥 = 𝑥1 ln 𝜇1 + ln 𝜇2 − 𝑥1 ln 𝜇2
ln 𝜇𝑚𝑖𝑥 = 𝑥1 (ln 𝜇1 − ln 𝜇2 ) + ln 𝜇2
ln(4,556) = 𝑥1 ((ln(3,96) − ln(41,025)) + ln(41,025)
𝑥1 = 0,940
𝑥2 = 1 − 𝑥1
𝑥2 = 0,059
25
g) Menghitung nilai konversi
𝑀𝑜𝑙 𝑅𝐵𝐷 𝑂𝑙𝑒𝑖𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝐵𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙
%𝐾𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖 = 1 − × 100%
𝑀𝑜𝑙 𝐴𝑤𝑎𝑙 𝑅𝐵𝐷 𝑂𝑙𝑒𝑖𝑛
0,01646
%𝐾𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖 = 1 − × 100%
0,11159
%𝐾𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖 = 85,243%
23,520
%𝑌𝑖𝑒𝑙𝑑 = × 100%
31,468
%𝑌𝑖𝑒𝑙𝑑 = 74,741%
waktu
Initial
−3𝐶𝐴𝑖 + 4𝐶𝐴𝑖+1 − 𝐶𝐴𝑖+2
2∆𝑡
1
𝐶𝐴2 − 𝐶𝐴𝑜
2∆𝑡
2
𝐶𝐴3 − 𝐶𝐴1
2∆𝑡
Final
26
3𝐶𝐴𝑓 − 4𝐶𝐴𝑓−1 − 𝐶𝐴𝑓−2
2∆𝑡
berikut:
𝑦 = 𝑛 log 𝐶𝐴 + log 𝑘
𝑦 = 1,848𝑥 − 4,036
Maka akan didapatkan nilai
k = konstanta kesetimbangan = 9,195 x 10-5
n = orde = 1,8482
27
PEMBAGIAN TUGAS
Berikut ini adalah pembagian tugas beserta nama-nama penanggung jawab
dalam pelaksanaan praktikum batch chemical reactor kelompok A-1.
Tugas Penanggung
Jawab
Alat dan bahan disiapkan. Semua
Peralatan eksperimen disusun sesuai dengan skema alat. Havier dan Agus
Padatan Kristal katalis ditimbang dengan variabel 3-4% w/w Audi
minyak.
Kristal katalis dimasukkan ke dalam alkohol. Fadil
Larutan alkohol diaduk minimal 15 menit dengan kecepatan Nabila
menengah dan dipanaskan dengan pemanas pada level
menengah.
Minyak dipanaskan dalam labu reaktor dengan stirring Fadil
heating mantle pada level menengah.
Magnetic stirrer dimasukkan ke dalam labu tersebut. Audi
Air pendingin dialirkan ke dalam kondensor. Havier
Larutan katalis dimasukkan ke dalam labu reaktor. Agus
Ditambahkan aquadest sebanyak 30 ml. Nabila
Larutan dalam labu dikeluarkan dan dimasukan ke dalam Havier
corong pemisah. Dan didiamkan selama 12 jam.
Ester yang telah terbentuk diambil. Larutan ester dicuci Agus
dengan aquadest dan dipisahkan dengan corong pemisah
selama 12 jam.
Ester yang telah terbentuk diambil. Havier
Dilakukan pengujian densitas dengan piknometer dan dicatat Agus dan Nabila
hasilnya.
Dilakukan pengujian viscositas dengan viskometer dan dicatat Audi dan Fadil
hasilnya.
Alat eksperimen dirapikan dan dibersikan Semua
28