Anda di halaman 1dari 22

RINGKASAN

Reaktor adalah suatu alat tempat terjadinya suatu reaksi kimia untuk
mengubah suatu bahan menjadi bahan lain yang mempunyai nilai ekonomis lebih
tinggi. Dalam perancangan reaktor, salah satu faktor yang mempengaruhi adalah
hidrodinamika reaktor. Hidrodinamika reaktor mempelajari perubahan dinamika
cairan dalam reaktor sebagai akibat laju alir yang masuk reaktor dan karakterisik
cairannya yang meliputi hold up gas dan laju sirkulasi cairan. Kegunaan
hidrodinamika reaktor diantaranya adalah absorpsi polutan, bioreaktor, produksi
laktase, glukan, water treatment air minum, dan pengolahan limbah biologis.
Tujuan dari praktikum ini adalah mengetahui pengaruh tinggi cairan dalam
reaktor terhadap hold up gas (𝜀), laju sirkulasi (VL), koefisien transfer massa gas-
cair (KLa), dan pengaruh waktu tinggal Na2SO3 terhadap KLa.
Pada praktikum ini, bahan yang digunakan meliputi Na2S2O3.5H2O, KI,
Na2SO3,larutan amilum, zat warna, dan aquadest. Sedangkan alat yang digunakan
antara lain buret, statif, klem, gelas arloji, beaker glass, rotameter, erlenmeyer,
inverted manometer, gelas ukur, sparger, pipet tetes, tangki cairan, kompresor.
reaktor, sendok reagen, dan piknometer. Variabel tetap pada praktikum ini adalah
laju alir 4 L/s dan konsentrasi Na2SO3 yaitu 0,04 N.Sedangkan untuk variabel
berubahnya adalah tinggi cairan dalam reaktor, yaitu 90 cm, 92 cm, dan 93 cm.
Praktikum ini terdiri dari tiga tahapan. Tahap pertama yaitu menentukan hold up
pada riser dan downcomer. Penentuan hold-up gas dilakukan dnegan cara melihat
perbedaan tinggi pada inverted manometer. Tahap kedua yaitu menentukan
konstanta perpindahan massa gas-cair. Penentuan konstanta perpindahan massa
gas-cair dilakukan dengan menitrasi sampel dari reaktor dengan menambahkan KI
dan amilum dan dititrasi menggunakan Na2S2O3.5H2O 0,1 N hingga berwarna
putih keruh. Tahap terakhir dari praktikum ini yaitu menentukan kecepatan
sirkulasi. Penentuan laju sirkulasi dilakukan menggunakan bantuan indicator
warna dengan mengukur waktu yang dibutuhkan indicator warna tersebut untuk
mencapai lintasan yang telah ditentukan.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh bahwa nilai hold
up gas berbanding terbalik dengan tinggi cairan dalam reaktor karena
penambahan tinggi cairan dapat meningkatkan volume cairan yang menyebabkan
perbandingan antara gas dan ciar kecil sehingga zat cair sulit ditembus. Hubungan
laju sirkulasi dengan tinggi cairan dalam reactor juga berbanding terbalik karena
laju sirkulasi sebanding dengan hold-up gas. Sedangkan semakin tinggi cairan
maka nilai KLa semakin besar karena tumbuhakn antar partikel Na2SO3 dengan
oksigen akan semakin banyak. Nilai KLa akan semakin menurun seiring lamanya
waktu tinggal karena dipengaruhi banyaknya O2 yang masuk ke reaktor dimana
semakin lama waktu tinggal maka jumlah O2 yang bereaksi dengan reaktan
semakin banyak, sehingga reaktan berkurang dan cairan menjadi semakin jenuh.
Saran untuk praktikum hidrodinamika reaktor antara lain penentuan panjang
lintasan tidak terlalu dekat agar memudahkan perhitunhan waktu, pembuatan
amilum dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan dan disimpan
pada tempat yang gelap serta dapat memperhatikan laju alir gas selama proses
berlangsung.

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii
RINGKASAN................................................................................................. iii
PRAKATA .................................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ......................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah .......................................................................... 1
1.3 Tujuan Praktikum ............................................................................. 2
1.3 Manfaat Praktikum ........................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 3
2.1 Reaktor Kolom Gelembung dan Alir Lift ........................................... 3
2.2 Hidrodinamika Reaktor ..................................................................... 4
2.3 Perpindahan Massa ............................................................................ 6
2.4 Kegunaan Hidrodinamika Reaktor dalam Industri.............................. 8
BAB III METODE PRAKTIKUM .............................................................. 10
3.1 Rancangan Praktikum........................................................................ 10
3.1.1 Rancangan Praktikum ............................................................... 10
3.1.2 Penetapan Variabel ................................................................... 11
3.2 Bahan dan Alat yang Digunakan ...................................................... 11
3.2.1 Bahan ....................................................................................... 11
3.2.2 Alat .......................................................................................... 11
3.3 Gambar Rangkaian Alat ................................................................... 11
3.4 Prosedur Praktikum .......................................................................... 12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 14
4.1 Pengaruh Tinggi Cairan dalam Reaktor Terhadap Hold-Up Gas ........ 14
4.2 Pengaruh Tinggi Cairan dalam Reaktor Terhadap Laju Sirkulasi ....... 16
4.3 Pengaruh Tinggi Cairan dalam Reaktor Terhadap Nilai KLa............... 18
4.4 Hubungan Waktu Tinggal Na2SO3 Terhadap Nilai KLa ...................... 21
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 24
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 24
5.2 Saran ................................................................................................. 24

v
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 25
LAMPIRAN

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Pengaruh tinggi cairan dalam reaktor terhadap hold-up gas ........... 14
Tabel 4.2 Pengaruh tinggi cairan dalam reaktor terhadap laju sirkulasi .......... 16
Tabel 4.3 Pengaruh tinggi cairan dalam reaktor terhadap KLa ........................ 18
Tabel 4.4 Hubungan waktu tinggal Na2SO3 terhadap nilai KLa ....................... 21
Tabel E-1 Identifikasi bahaya dan analisa resiko .............................................. E-1

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tipe reaktor alir lift ....................................................................... 3


Gambar 3.3 Skema rancangan praktikum ......................................................... 10
Gambar 3.4 Rangkaian alat hidrodinamika reaktor ............................................ 11
Gambar 4.5 Pengaruh tinggi cairan dalam reaktor terhadap hold-up gas ........... 14
Gambar 4.6 Pengaruh tinggi cairan dalam reaktor terhadap laju sirkulasi ......... 17
Gambar 4.3 Pengaruh tinggi cairan dalam reaktor terhadap KLa ....................... 19
Gambar 4.4 Hubungan waktu tinggal Na2SO3 terhadap nilai KLa ...................... 22

viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Reaktor merupakan alat utama pada industri yang digunakan untuk
proses kimia yaitu untuk mengubah bahan baku menjadi produk. Reaktor
dapat diklasifikasikan atas dasar cara operasi, geometrinya, dan fase
reaksinya. Berdasarkan cara operasinya dikenal reaktor batch, semi batch,
dan kontinyu. Jika ditinjau dari geometrinya dibedakan menjadi reaktor
tangki berpengaduk, reaktor kolom, dan reaktor fluidisasi. Sedangkan bila
ditinjau berdasarkan fase reaksi yang terjadi di dalamnya, reaktor
diklasifikasikan menjadi reaktor homogen dan reaktor heterogen.
Reaktor heterogen adalah reaktor yang digunakan untuk mereaksikan
komponen yang terdiri dari minimal 2 fase, seperti fase gas-cair. Reaktor
yang digunakan untuk kontak fase gas-cair, diantaranya dikenal reaktor
kolom gelembung (bubble column reactor) dan reaktor air-lift. Reaktor jenis
ini banyak digunakan pada proses industri kimia dengan reaksi yang sangat
lambat, proses produksi yang menggunakan mikroba (bioreaktor) dan juga
pada unit pengolahan limbah secara biologis menggunakan lumpur aktif.
Pada perancangan reaktor pengetahuan kinetika reaksi harus dipelajari
secara komprehensif dengan peristiwa-peristiwa perpindahan massa, panas
dan momentum untuk mengoptimalkan kinerja reaktor. Fenomena
hidrodinamika yang meliputi hold up gas dan cairan, laju sirkulasi merupakan
faktor yang penting yang berkaitan dengan laju perpindahan massa. Pada
percobaan ini akan mempelajari hidrodinamika pada reaktor air-lift, terutama
berkaitan dengan pengaruh laju alir udara, viskositas, dan densitas terhadap
hold up, laju sirkulasi dan koefisien perpindahan massa gas-cair pada sistem
sequantial batch.

1.2 Perumusan Masalah


Reaktor merupakan alat utama pada industri yang digunakan pada
proses kimia dalam mengubah bahan baku menjadi produk. Pada
perancangan reaktor, pengaruh kinetika reaksi seperti peristiwa perpindahan
massa perlu dipelajari untuk mengoptimalkan kinerja reaktor. Faktor yang
sangat penting berkaitan dengan peristiwa perpindahan massa adalah
hidrodinamika reaktor. Hidrodinamika reaktor mempelajari kelakuan
dinamik cairan dalam reaktor sebagai akibat dari laju alir gas masuk reaktor

1
dan karakteristik cairannya. Hidrodinamika reaktor meliputi hold-up gas
(rasio volume gas terhadap volume gas cairan dalam reaktor) dan laju sirkulai
cairan disperse pada fase tersebut. Oleh karena itu, sebagai mahasiswa Teknik
Kimia penting untuk mempelajari hidrodinamika reaktor karena berperan
dalam perancangan bioreaktor. Pada percobaan hidrodinamika reaktor ini
akan dipelajari mengenai pengaruh perbedaan tinggi cairan dalam reaktor
terhadap hold-up gas, laju sirkulasi, dan koefisien perpindahan massa gas-
cair serta pengaruh waktu tinggal Na2SO3 terhadap KLa.

1.3 Tujuan Percobaan


Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menentukan pengaruh tinggi cairan dalam reaktor terhadap hold-up gas
(ε).
2. Menentukan pengaruh tinggi cairan dalam reaktor terhadap laju sirkulasi
(VL).
3. Menentukan pengaruh tinggi cairan dalam reaktor terhadap koefisien
transfer massa gas-cair (KLa).
4. Menentukan pengaruh waktu tinggal Na2SO3 terhadap KLa.

1.4 Manfaat Percobaan


1. Mahasiswa dapat menentukan pengaruh tinggi cairan dalam reaktor
terhadap hold-up gas (ε).
2. Mahasiswa dapat menentukan pengaruh tinggi cairan dalam reaktor
terhadap laju sirkulasi (VL).
3. Mahasiswa dapat menentukan pengaruh tinggi cairan dalam reaktor
terhadap koefisien transfer massa gas-cair (KLa).
4. Mahasiswa dapat menentukan pengaruh waktu tinggal Na2SO3 terhadap
KLa.

2
diperoleh dengan mengalirkan oksigen melalui cairan atau menghentikan
aliran udara, dalam hal ini kebutuhan oksigen dalam fermentasi.
3. Metode Serapan Kimia
Metode ini berdasarkan reaksi kimia dari absorbsi gas (O 2, CO2)
dengan penambahan bahan kimia pada fase cair (Na2SO3, KOH). Reaksi
ini sering digunakan pada reaksi bagian dimana konsentrasi bulk cairan
dalam komponen gas = 0 dan absorpsi dapat mempertinggi perpindahan
kimia.
4. Metode Kimia OTR-C0 i
Metode ini pada dasarnya sama dengan metode OTR-Cd. Namun,
seperti diketahui beberapa sulfit secara terus-menerus ditambahkan pada
cairan selama kondisi reaksi tetap dijaga pada daerah dimana nilai C 0 i
dapat diketahui. C0i dapat diukur dari penambahan sulfit. Juga reaksi
konsumsi oksigen yang lain dapat digunakan.
5. Metode Sulfit
Metode ini berdasarkan pada reaksi reduksi natrium sulfit.
Mekanisme reaksi yang terjadi :
Reaksi dalam reaktor :
Na2SO3 + 0,5O2 → Na2SO4 + Na2SO3
Reaksi saat analisa :
Na2SO3 (sisa) + KI + KIO3 → Na2SO4 +2KIO2 + I2 (sisa)
I2 (sisa) + 2Na2S2O3 → Na2S4O6 + 2NaI
Mol Na2SO3 mula-mula (a)
N Na2 SO3
a = × V reaktor (2.12)
eq

Mol I2 excess (b)


N KI
b = × V KI (2.13)
eq

Mol Na2SO3 sisa (c)


1 N Na2 S₂O3
c = b −2( × V Na2 S₂O3 ) (2.14)
eq

Mol O2 yang bereaksi (d)


1
d = 2 × (a − c) (2.15)
O2 yang masuk reaktor (e)
d×BM O2
e = (2.16)
t×60

Koefisien transfer massa gas-cair (KLa)


e
K La = 0,008 (2.17)

8
Nilai 0,008 diperoleh dari persamaan koefisien perpindahan O2
volumetrik sebagai berikut:
n O2
K La = (2.18)
∆C

Dimana:
nO2 = fluks perpindahan massa O2
∆C = konsnetrasi driving force kedua fase
0,5 O2 + SO32- → SO42-
(Maier et al., 2001)
Massa Na2SO3 yang dibutuhkan untuk 1gram O2:
1 mol O2 1 mol Na2 S2 O3 126 g Na2 S2 O3 g Na2 S2O3
× × = 7,875
32 g O2 32 g O2 mol Na2 S2 O3 g O2
7,875 g Na2 S2 O3 g Na2 S2 O3 g Na2 S2 O3
∆C = = 0,0078 = 0,008
L L g O2
𝐧 𝐎𝟐 𝐞
Sehingga, apabila disubsitusi akan diperoleh nilai 𝐊 𝐋𝐚 = = 𝟎,𝟎𝟎𝟖
∆𝐂

2.4 Kegunaan Hidrodinamika Reaktor dalam Industri


Berikut ini beberapa proses yang dasar dalam perancangan dan
operasinya menggunakan prinsip hidrodinamika reaktor :
1. Bubble Column Reaktor
Contoh aplikasi bubble column reaktor antara lain :
a. Absorpsi polutan dengan zat tertentu (missal CO2 dengan KOH)
b. Untuk bioreaktor
2. Air-lift Reaktor
Contoh aplikasi air-lift reaktor antara lain :
a. Proses produksi laktase (enzim lignin analitik yang dapat
mendegradasi lignin) dengan mikroba
b. Proses produksi glukan (polisakarida yang tersusun dari monomer
glukosa dengan ikatan 1,3 yang digunakan sebagai bahan baku obat
kanker dan tumor) menggunakan mikroba
c. Water treatment pada pengolahan air minum
d. Pengolahan limbah biologis

9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengaruh Tinggi Cairan dalam Reaktor Terhadap Hold-Up Gas


Berdasarkan praktikum hidrodinamika reaktor, didapatkan data
pengaruh tinggi cairan pengaruh tinggi cairan terhadap hold up gas sebagai
berikut.
Tabel 4.1 Pengaruh tinggi cairan dalam reaktor terhadap hold-up gas
Variabel h (cm) ρ larutan ε riser ε downcomer ε campuran
1 90 1.097 0.0125 0.0063 0.0100
2 92 1.097 0.0147 0.0085 0.0122
3 93 1.097 0.0169 0.0084 0.0135

0.0200

0.0160
Hold-up Gas

0.0120

0.0080

0.0040

0.0000
89 90 91 92 93 94
Tinggi Cairan (cm)
ε εr εd

Gambar 4.1 Pengaruh tinggi cairan dalam reaktor terhadap hold-up gas
Berdasarkan Gambar 4.1 diatas, dapat diketahui hubungan antara
tinggi cairan pada variabel 1, 2, dan 3 terhadap hold up gas. Ketinggian cairan
dalam reaktor pada variabel 1, 2, dan 3 berturut-turut adalah 90 cm, 92 cm,
dan 93 cm. Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat bahwa nilai hold up gas
riser, downcomer, dan total mengalami kenaikan seiring bertambahnya cairan
dalam reaktor. Pada variabel 1, 2, dan 3, nilai hold up gas campurannya secara
berurutan adalah 0,01; 0,0122; dan 0,0135.
Hold up gas merupakan parameter karakteristik fenomena transport
gelembung dalam sistem reaktor. Hold up gas dinyatakan sebagai fraksi
volume fasa gas yang ditempati oleh gelembung gas. Hold up gas dapat
dinyatakan dengan persamaan berikut:
Hg
ε=H (4.1)
g −Hl

14
dimana : ε = hold up gas
Hi = ketinggian cairan awal (cm)
Hf = ketinggian cairan akhir (cm)
Penambahan tinggi cairan dalam reaktor akan menambahkan pula volume
cairan. Hal ini menyebabkan perbandingan gas dan cairan kecil, sehingga zat
cair akan kekurangan fraksi udara atau sulit ditembus. Akibatnya, hold up gas
menurun (Haryani dan Widayat, 2011).
Berdasarkan data yang diperoleh, percobaan telah sesuai dengan teori
dimana hold up gas di downcomer mengalami penurunan. Namun terdapat
penyimpangan pada hold up gas riser dan hold up gas campuran dimana
nilainya mengalami kenaikan. Hal tersebut terjadi karena semakin tinggi
kolom gelembung maka konsentrasi partikel-partikel padatan yang berada di
dalam reaktor akan berkurang. Hal ini dikarenakan adanya proses sedimentasi
pada partikel padat, sehingga konsentrasi padatan yang tinggi hanya berada
di bagian bawah reaktor (Rama et al., 2014). Konsentrasi yang tinggi pada
riser menyebabkan densitas cairan semakin besar sehingga hold up gas akan
meningkat. Hal ini juga sesuai dengan persamaan berikut.
ρL ∆hr
εr = ρ x (4.2)
L −ρg z

ρL ∆hd
εd = ρ x (4.3)
L −ρg z

Dimana : ε = hold up gas


εr = hold up gas riser
εd = hold up gas downcomer
ρL = densitas cairan (gr/cc)
ρg = densitas gas (gr/cc)
hr = perbedaan ringgi manometer riser (cm)
hd = perbedaan ringgi manometer downcomer (cm)
z = perbedaan tekanan
Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh dan dihibungkan dengan
persamaan diatas terlihat bahwa hold-up gas downcomer dan riser berbanding
lurus dengan ∆hr dan ∆hd. Dari data praktikum didapatkan semakin tinggi
cairan, nilai ∆hr dan ∆hd juga meningkat yaitu untuk ∆hr 1 cm; 1,2 cm; dan
1,4 cm dan untuk ∆hd 0,5 cm; 0,7 cm; dan 0,7 cm. Nilai ∆hr dan ∆hd yang
semakin besar akan membuat nilai hold-up gas downcomer dan riser akan
semakin besar pula sehingga hold-up gas total juga semakin besar. Namun,
pada downcomer di ketinggian 92 cm ke 93 cm tidak terjadi kenaikan hold up

15
gas karena nilai ∆hd konstan dari ketinggian 92 cm ke 93 cm. Hold-up gas
yang besar juga dipengaruhi oleh konsentrasi yang tinggi menyebabkan
densitas cairan semakin besar sehingga hold-up gas akan meningkat. Hal ini
dikarenakan adanya proses sedimentasi pada partikel padat, sehingga
konsentrasi padatan yang tinggi hanya berada di bagian bawah reaktor (Rama
et al., 2014).
Dari persamaan di atas dapat dilihat hold up gas dipengaruhi oleh
perubahan ketinggian inverted manometer yang terjadi karena masuknya gas
ke dalam reaktor. Berdasarkan percobaan, nilai ∆hr yang didapat lebih besar
daripada nilai ∆hd yang ditunjukkan oleh nilai εr yang lebih besar dari εd. Hal
ini dikarenakan pada bagian riser terdapat sparger yang berfungsi
menghasilkan gas yang berasal dari kompresor sehingga pada riser akan
terjadi perbedaan tekanan yang mengakibatkan perbedaan ketinggian inverted
manometer dan kontak terlebih dahulu dengan gas yang dihasilkan oleh
sparger kemudian bergeser dan turun pada area downcomer. Oleh karena itu
εd lebih rendah daripada εr dan ε campuran. Untuk ε campuran berada di antara
εr dan εd dikarenakan nilai εr diasumsikan sebagai batas atas dan εd
diasumsikan sebagai bawah. Maksud dari batas atas yaitu keadaan di mana
gas masuk ke dalam reaktor dalam jumlah maksimal, sedangkan batas bawah
yaitu keadaan dimana gas yang berasal dari kompresor ada dalam reaktor
dengan jumlah minimal. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa nilai ε
campuran berada diantara εr dan εd, dengan ε campuran lebih kecil dari εr
tetapi lebih besar dari εd karena ε campuran dipengaruhi oleh εr dan εd
(Haryani dan Widayat, 2011).

4.2. Pengaruh Tinggi Cairan dalam Reaktor Terhadap Laju Sirkulasi


Berdasarkan praktikum hidrodinamika reaktor, didapatkan data
pengaruh tinggi cairan terhadap laju sirkulasi sebagai berikut:
Tabel 4.2 Pengaruh tinggi cairan dalam reaktor terhadap laju sirkulasi
Variabel ke h (cm) Uld (cm/s) Ulr (cm/s)
1 90 13.3333 8.8889
2 92 16.6667 11.1111
3 93 20 13.3333

16
25

Laju Sirkulasi (cm/s)


20

15

10

0
89 90 91 92 93 94
Tinggi Cairan (cm)
ULd ULr

Gambar 4.2 Pengaruh tinggi cairan dalam reaktor terhadap laju sirkulasi
Berdasarkan Gambar 4.1, dapat diketahui hubungan antara tinggi
cairan dengan nilai Uld (laju sirkulasi downcomer) dan Ulr (laju sirkulasi
riser). Pada grafik dan tabel menyatakan bahwa semakin tinggi cairan, maka
laju sirkulasi akan mengalami penurunan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai
laju alir downcomer dan riser yang diperoleh pada tinggi cairan 90 cm sebesar
13,333 cm/s dan 8,8889 cm/s, pada tinggi cairan 92 cm diperoleh nilai laju
alir downcomer dan riser sebesar 16,6667 cm/s dan 11,1111 cm/s, dan pada
tinggi cairan 93 cm nilai laju alir downcomer dan riser yang diperoleh adalah
20 cm/s dan 13,3333 cm/s . Berdasarkan data diatas diperoleh bahwa tinggi
cairan reaktor akan berbanding lurus dengan nilai laju sirkulasi downcomer
dan riser.
Selain itu, dapat diketahui bahwa hubungan antara tc dan Lc
ditunjukkan pada persamaan sebagai berikut.
Lc (4.4)
tc =
ULd
(Blenke, 1979 dalam Suwignjo et al., 2014)
ULr × Ar = ULd × Ad (4.5)
(Coulson dan Richardson, 1997 dalam Suwignjo et al., 2014)
Dengan:
Lc = Panjang lintasan dalam reaktor
ULd = Laju sirkulasi pada downcomer
ULr = Laju sirkulasi pada riser
Ar = Luas daerah riser
Ad = Luas daerah downcomer
tc = Waktu sirkulasi

17
Hasil percobaan yang disesuaikan dengan persamaan diatas, dapat
Lc
dilihat bahwa tc = dapat diketahui bahwa hubungan antara tc dan ULd
ULd

berbanding terbaik di mana semakin sedikit waktu sirkulasi maka semakin


tinggi laju sirkulasi (Blenke, 1979 dalam Suwignjo et al., 2014 ). Menimbang
bahwa nilai Lc pada percobaan ini konstan, yaitu 20 cm, sehingga apabila tc
yang diperoleh semakin kecil, nilai ULd yang diperoleh semakin tinggi.
Selain itu, pada persamaan ULr × Ar = ULd × Ad, dapat dibuktikan hubungan
antara laju sirkulasi pada downcomer dan riser. Pada percobaan ini, luas
daerah riser yang digunakan sebesar 120 cm2 dan luas daerah downcomer
sebesar 80 cm2 .Sehingga dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa ULd
akan selalu lebih besar dari ULr.
Berdasarkan data dari percobaan didapatkan ketidaksesuaian antara
teori dan data. Dari Gambar 4.2 semakin naik tinggi cairan maka laju sirkulasi
akan semakin meningkat dimana hal tersebut tidak sesuai dengan teori. Hal
tersebut dapat terjadi karena adanya pengaruh volume dan kontaminan cairan
yang dapat menyebabkan kecenderungan dari ukuran bubble pada riser yang
masuk ke aliran downcomer menghasilkan kenaikan hold up gas (ε) pada area
tersebut (Pallapothu & Taweel, 2012).

4.3. Pengaruh Tinggi Cairan dalam Reaktor Terhadap Nilai KLa


Pada praktikum hidrodinamika reaktor didapatkan data pengaruh
tinggi cairan dalam reaktor terhadap nilai KLa sebagai berikut.
Tabel 4.3 Pengaruh tinggi cairan dalam reaktor terhadap nilai KLa
Tinggi Cairan (cm) KLa rata-rata (gr/s)
90 888.0825
92 907.7976
93 917.6692

18
920
915

KLa rata-rata(gr/s)
910
905
900
895
890
885
89.5 90 90.5 91 91.5 92 92.5 93 93.5
Tinggi Cairan (cm)

Gambar 4.3 Pengaruh tinggi cairan dalam reaktor terhadap KLa


Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui hubungan antara tinggi
cairan dengan koefisien perpindahan massa gas-cair (KLa). Pada tinggi cairan
90 cm, nilai KLa rata-rata yang didapatkan adalah 888.0825 gr/s. Pada tinggi
cairan 92 cm, nilai KLa rata-rata yang didapatkan adalah 907.7976 gr/s.
Sedangkan pada tinggi cairan 93 cm nilai KLa rata-rata yang didapatkan adalah
917.6692 gr/s. Dimana semakin tinggi cairan yang digunakan dalam
percobaan, didapatkan KLa yang semakin besar.
Tahapan perhitungan untuk mendapatkan nilai pengaruh tinggi reaktor
terhadap KLa menggunakan metode sulfit. Metode ini berdasarkan pada reaksi
reduksi natrium sulfit. Mekanisme reaksi yang terjadi:
Na2SO3 + 0,5 O2 → Na2SO4 + Na2SO3 (sisa)
Dari reaksi ini digunakan persamaan untuk menghitung jumlah mol
Na2SO3mula-mula, mol O2 yang bereaksi, dan O2 yang masuk reaktor:
N Na2 SO3
Mol Na2SO3 mula-mula (a) = × V reaktor (4.6)
eq
1
Mol O2 yang bereaksi (d) = 2 (a − c) (4.7)
d x BM O2 (4.8)
Mol O2 yang masuk reaktor (e) = t x 60

Natrium sulfit bereaksi dengan oksigen membentuk natrium sulfat. Tidak


semua natrium sulfit bereaksi sehingga natrium sulfit yang sisa dianalisa
dengan titrasi iodometri untuk mengetahui konsentrasi natrium sulfit sisa,
reaksinya sebagai berikut:
Na2SO3 (sisa) + KI + KIO3 → Na2SO4 + 2KIO2 + I2 (sisa)
Dari reaksi ini, digunakan persamaan untuk menghitung jumlah mol Na2SO3
sisa:
1 N Na2 S₂O3
Mol Na2SO3 (sisa) (c) =b − 2 ( × V Na2 S₂O3 ) (4.9)
eq

19
Natrium sulfit sisa dibentuk menjadi natrium sulfat dan iodide dengan
cara direaksikan dengan kalium iodida yang berlebih. Untuk mengetahui
kadar natrium sulfit sisa, harus menganalisa kadar iodide terlebih dahulu
dengan cara dititrasi dengan natrium tiosulfit, titik akhir titrasi ditandai
dengan berubahnya warna kuning kecoklatan menjadi kuning terang. Reaksi
antara natrium tiosulfat dengan iodida dinyatakan sebagai berikut:
I2 (sisa) + 2 Na2SO3→ Na2S4O6 + 2NaI
Dari reaksi ini, digunakan persamaan untuk menghitung:
N Na2 SO3
Mol Na2SO3 mula-mula (a) = × V reaktor (4.10)
eq
N KI
Mol I2 excess (b) = × V KI (4.11)
eq

1 N Na2 S₂O3
Mol Na2SO3 sisa (c) = b − ( × V Na2 S₂O3 ) (4.12)
2 eq
1
Mol O2 yang bereaksi (d) = 2 × (a − c) (4.13)
d×BM O2
O2 yang masuk reaktor (e) = (4.14)
t×60
e
Koefisien transfer massa gas-cair (KLa) = 0,008 (4.15)

Nilai 0,008 diperoleh dari persamaan koefisien perpindahan O2 volumetrik


sebagai berikut:
n O2
K La = (4.16)
∆C

Dimana:
nO2 = fluks perpindahan massa O2
∆C = konsnetrasi driving force kedua fase
0,5 O2 + SO32- → SO42-
(Maier et al., 2001)
Massa Na2SO3 yang dibutuhkan untuk 1gram O2:
1 mol O2 1 mol Na2 S2 O3 126 g Na2 S2 O3 g Na2 S2O3
× × = 7,875 (4.17)
32 g O2 32 g O2 mol Na2 S2 O3 g O2
7,875 g Na2 S2 O3 g Na2 S2 O3 g Na2 S2 O3
∆C = = 0,0078 = 0,008 (4.18)
L L g O2
𝐧 𝐎𝟐 𝐞
Sehingga, apabila disubsitusi akan diperoleh nilai 𝐊 𝐋𝐚 = = 𝟎,𝟎𝟎𝟖
∆𝐂

Pada airlift reactor, koefisien transfer massa dapat dipengaruhi oleh


laju sirkulasi cairan, laju alir gas, dan perbandingan luas area riser dan
downcomer. Diketahui bahwa meningkatnya laju sirkulasi cairan
menyebabkan meningkatnya nilai KLa dan laju sirkulasi semakin meningkat
seiring bertambahnya tinggi cairan dispersi. Meningkatnya laju sirkulasi
cairan menyebabkan meningkatnya luas area kontak efektif antara gas-cair
pada sistem dispersi sehingga transer massa semakin besar (Widayat et al.,

20
2011). Ketinggian pada dispersi gas-cair dapat meningkatkan nilai koefisien
transfer massa, hal ini disebabkan karena ketinggian menyebabkan
bertambahnya besaran transfer oksigen saat aerasi. Peningkatan tinggi reaktor
akan menyebabkan peningkatan turbulensi pada sistem aerasi, turbulensi
meningkatkan laju transfer massa karena terjadi percepatan laju pergantian
permukaan bidang kontak, yang berakibat pada defisit gas (driving force)
tetap terjaga konstan, sehingga akan meningkatkan nilai koefisien transfer
massa (Benefield, 1980 dalam Abuzar et al., 2012). Semakin tinggi cairan
maka tumbukan antarpartikel gas dan cair lebih banyak akibat perbedaan
tinggi cairan yang lebih besar sehingga cairan bereaksi lebih banyak dengan
gas oksigen dan transfer massa oksigen ke dalam cairan lebih besar.
Dengan demikian, percobaan yang dilakukan telah sesuai dengan teori
yang ada. Semakin tinggi cairan dispersi maka nilai koefisien transfer massa
gas-cair (KLa) semakin besar. Hal ini dikarenakan, semakin tinggi cairan
mengakibatkan densitas semakin kecil dengan konsentrasi larutan yang sama,
sehingga tumbukan antarpartikel Na2SO3 dengan oksigen akan semakin
banyak dan laju perpindahan oksigen dari fase gas ke fase cair akan semakin
besar.

4.4. Hubungan Waktu Tinggal Na2SO3 Terhadap Nilai KLa


Berdasarkan analisa percobaan waktu tinggal Na 2SO3 terhadap KLa
saat percobaan, diperoleh data dan hasil praktikum sebagai berikut.
Tabel 4.4 Hubungan waktu tinggal Na2SO3 terhadap nilai KLa
KLa (L/s)
t (menit) Variabel 1 Variabel 2 Variabel 3
(h = 90 cm) (h = 92 cm) (h = 93 cm)
5 2397,55 2450,7833 2477,433
10 1198,7917 1225,3833 1238,7167
15 799,2056 816,933 825,8222
20 599,3958 612,7083 619,3667
25 479,52 490,1733 495,5
30 399,6 408,4778 412,9167
35 342,5143 350,1238 353,9286

21
3000

2500

KLa (gr/s)
2000

1500

1000

0500

0000
0 10 20 30 40
Waktu (menit)
Variabel 1 (h=90 cm) Variabel 2 (h=92 cm)
Variabel 3 (h=93 cm)

Gambar 4.4 Hubungan waktu tinggal Na2SO3 terhadap nilai KLa


Berdasarkan data-data di atas, dapat dilihat bahwa semakin lama
waktu tinggal Na2SO3 maka semakin menurun atau semakin kecilnya nilai
KLa. Pada ketinggian 90 cm nilai KLa (L/s) bertutut-turut mulai waktu 5, 10,
15, 20, 25, 30, 35 menit adalah 2397,55; 1198,79; 799,206; 599,396; 479,52;
399,6; 342,51. Kemudian pada ketinggian 92 cm nilai KLa (L/s) berturut turut
mulai waktu 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35 menit adalah 2450,78; 1225,38; 816,933;
612,708; 490.17; 408,4778; 350,124. Kemudian pada ketinggian 93 cm nilai
KLa (L/s) berturut turut mulai waktu 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35 menit adalah
2477,433; 1238,716; 825,82; 619,367; 495,5; 412,9167; 353,9286.
Pada reaksi ini digunakan metode sulfit dimana berdasarkan pada
reaksi reduksi natrium sulfit. Sehingga sesuai teori pada bab 2, reaksi yang
terjadi yaitu:
Na2SO3 + 0.5 O2 → Na2SO4 + Na2SO3 (sisa)
Na2SO3 (sisa) + KI + KIO3 → Na2SO4 + 2 KIO2 + I2 (sisa)
I2 (sisa) + 2 Na2S2O3 → Na2S4O6 + 2 NaI
Dari reaksi tersebut dapat dilihat bahwa semakin lama waktu bereaksi, maka
jumlah Na2SO3 yang bereaksi dengan O2 akan semakin berkurang karena
reaktan yang digunakan akan semakin jenuh oleh gas. KLa sangat dipengaruhi
oleh oksigen yang masuk ke dalam reaktor, sesuai dengan:
N Na2 SO3 (4.19)
Mol Na2SO3 mula-mula (a) = × V reaktor
eq
N KI
Mol I2 excess (b) = × V KI (4.20)
eq

1 N Na2 S₂O3
Mol Na2SO3 sisa (c) = b − 2 ( × V Na2 S₂O3 ) (4.21)
eq
1
Mol O2 yang bereaksi (d) = 2 × (a − c) (4.22)

22
d×BM O2
O2 yang masuk reaktor (e) = (4.23)
t×60
e
Koefisien transfer massa gas-cair (KLa) = 0,008 (4.24)

Dari persamaan-persamaan di atas, dapat diketahui bahwa nilai KLa


dipengaruhi oleh banyaknya Na2SO3 yang kemudian mempengaruhi
banyaknya O2 yang masuk ke dalam reaktor. Dari persamaan (e) dapat dilihat
bahwa waktu berbanding terbalik dengan mol O2 yang bereaksi. Oleh
karenanya, semakin lama waktu reaksi berlangsung, maka jumlah O 2 yang
masuk ke dalam reaktor semakin kecil. Sehingga semakin kecil pula nilai KLa.
Hal tersebut sesuai dengan teori dari Harfadli et al. (2019) yang menyatakan
bahwa KLa dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen yang digunakan. Selain itu,
grafik nilai KLa yang semakin turun menunjukkan bahwa oksigen dalam
cairan semakin mendekati kondisi jenuh.
Dari data yang telah didapatkan, dapat dilihat bahwa pada kondisi
waktu yang sama nilai KLa dipengaruhi oleh tinggi cairan di dalma reaktor.
Semakin tinggi cairan di dalam reaktor, maka nilai KLa semakin besar. Hal
tersebut dikarenakan semakin tinggi cairan akan mempengaruhi besarnya
transfer oksigen akibat terjadinya turbulensi. Turbulensi akan meningkatkan
laju perpindahan masa oksigen karena terjadi percepatan laju pergantian
permukaan bidang kontak dan berakibat pada defisit oksigen (driving-force)
tetap terjaga konstan sehingga nilai konstanta perpindahan massa gas-cair
(KLa) akan meningkat (Benefield, 1980 dalam Abuzar et al., 2012).
Dari teori di atas dapat disimpulkan bahwa percobaan yang telah
dilakukan sesuai dengan teori dimana semakin lama waktu tinggal, maka nilai
KLa akan semakin menurun. Hal tersebut dikarenakan nilai KLa dipengaruhi
oleh banyaknya O2 yang masuk ke reaktor. Semakin lama waktu, jumlah O2
yang bereaksi dengan reaktan semakin banyak, sehingga reaktan berkurang
dan cairan menjadi semakin jenuh. Hal tersebut menyebabkan O 2 tidak dapat
bereaksi lagi karena tidak tersedianya media. Pada waktu yang sama, nilai KLa
dipengaruhi oleh tinggi cairan di dalam reaktor. Semakin tinggi cairan akan
meningkatkan transfer oksigen yang terjadi karena turbulensi.

23
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
1. Semakin tinggi cairan maka nilai hold up gas yang dihasilkan akan
semakin menurun karena penambahan tinggi cairan akan meningkatkan
volume cairan yang menyebabkan perbandingan gas dan cairan kecil,
sehingga zat cair akan kekurangan fraksi udara atau sulit ditembus.
2. Semakin meningkatnya tinggi cairan maka laju sirkulasi akan semakin
turun karena laju sirkulasi sebanding dengan nilai hold up gas yang
dihasilkan.
3. Semakin tinggi cairan maka nilai KLa semakin besar karena semakin tinggi
cairan mengakibatkan densitas semakin kecil sehingga tumbukan antar
partikel Na2SO3 dengan oksigen akan semakin banyak.
4. Semakin lama waktu tinggal Na2SO3 maka nilai KLa semakin menurun
karena KLa dipengaruhi banyaknya O2 yang masuk ke reaktor dimana
semakin lama waktu tinggal maka jumlah O2 yang bereaksi dengan
reaktan semakin banyak, sehingga reaktan berkurang dan cairan menjadi
semakin jenuh.

5.2. Saran
1. Sebaiknya panjang lintasan (Lc) dibuat tidak terlalu dekat agar
memudahkan dalam perhitungan waktu.
2. Sebaiknya pembuatan amilum dilakukan sesuai dengan prosedur yang
telah ditentukan dan disimpan pada tempat yang gelap.
3. Laju alir gas selalu diperhatikan selama proses agar tidak berubah-ubah.

24
DAFTAR PUSTAKA

Abuzar, S. S., Putra, Y. D., & Emargi, R. E. (2012). Koefisien Transfer Gas (KLa)
pada Proses Aerasi Menggunakan Tray Aerator Bertingkat 5 (Lima). Jurnal
Dampak, 9(2), 132-140.
Christi, M. Y. (1989). Air-lift Bioreactor. El Sevier Applied Science.
Christi, Y., Fu, W. & Young, M.M. (1994). Relationship Between Riser and
Downcomer Gas Hold-Up In Internal-Loop Airlift Reactors Without Gas-
Liquid Separator. The Chemical Engineering Journal, 57(1995), B7-B13.
https://doi.org/10.1016/0923-0467(94)06083-5.
Harfadli, M. M, Nur Ibnu L. S., dan Chairun, I. N. (2019). Estimasi Koefisien
Transfer Oksigen (KLa) pada Metode Aerasi Fine Bubble Diffuser : Studi
Kasus Pengolahan Air Lindi TPA Manggar Kota Balikpapan. Jurnal Sains
Terapan, 5(2) : 107-112. Doi: 10.32487/jst.v5i2.662.
Haryani & Widayat. (2011). Pengaruh Viskositas dan Laju Alir terhadap
Hidrodinamika dan Perpindahan Massa dalam Proses Produksi Asam Sitrat
dengan Bioreaktor Air-Lift dan Kapang Aspergillus Niger. Reaktor, 13(3),
194 - 200. http://dx.doi.org/10.14710/reaktor.13.3.194-200.
Maier, B., Dietrich, C., & Büchs, J. (2001). Correct Application of the Sulphite
Oxidation Methodology of Measuring the Volumetric Mass Transfer
Coefficient KLa Under Non-Pressurized and Pressurized Conditions. Food
and Bioproducts Processing: Transactions of the Institution of Chemical
Engineers, Part C, 79(2), 107–113. Doi: 10.1205/096030801750286267.
Pallapothu, S., & Taweel, M. (2012). Effect of Contaminants on the Gas Holdup
and Mixing in Internal AirLift Reactors Equipped with Microbubble
Generator. International Journal of Chemical Engineering, 1-10.
https://doi.org/10.1155/2012/569463.
Popovic, M.K. & Robinson, C.W. (1989). Mass Transfer Study of External Loop
Airlift and a Bubble Column. AICheJ, 35(3), 393-405.
https://doi.org/10.1002/aic.690350307.
Prasad, K., & Ramanujam, T. (1993). Liquid Circulation Velocity and Overall Gas
Holdup in a Modified Jet Loop Bioreactor with Low Density Particles.
Bioprocess Engineering Indian Institute of Technology, 131-137.
https://doi.org/10.1007/BF00369469.
Rama, C. T.,Tigor, C., Molina, S., dan Abidin, Z. (2014). Makalah Teknik Reaksi
Kimia Reaktor Gelembung Tiga Fasa dalam Industri Kimia. Depok: Teknik
Kimia Fakultas Teknik Universitas Indoensia.

25
Suwignjo, B. B., Wahyuningtyas, I., & Sayekti, I. A. (2014). Pengaruh Konsentrasi
Na2SO3 Terhadap Hold Up Gas (ε), Laju Sirkulasi (vL), dan Koefisien
Transfer Massa Gas-Cair (kLa) pada Hidrodinamika Reaktor. Jurnal
Hidrodinamika Reaktor, 1-6.
Widayat, Abdullah, Soetrisnanto, D., dan Hadi, M. (2011). Perpindahan Massa
Gas-Cair dalam Proses Fermentasi Asam Sitrat dengan Bioreaktor
Bergelembung. Momentum, 2(2), 14-17.
Widayat. (2004). Pengaruh Laju Alir dan Viskositas Terhadap Perpindahan Massa
GasCair Fluida Non Newtonian Dalam Reaktor Air Lift Rectangular.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses, 21-22 Juli 2004,
Semarang, ISSN : 1411-4216, I-9-1 s.d. I-9-4
William, J. A. (2002). Keys To Bioreactor Selections. Chem. Eng.

26

Anda mungkin juga menyukai