Oleh :
TIM PENGAJAR PENGENDALIAN PROSES
Modul ajar ini disusun pertama kali dengan menggunakan Dana DIPA
Politeknik Negeri Malang Nomor: 0622/023.04.2.01/15/2012 tanggal 9 Desember
2011, dan terus dilakukan perbaikan dalam setiap tahun akademik. Modul ajar ini
digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan mata kuliah Praktikum Pengendalian
Proses, yang diselenggarakan pada Semester 4. Modul ajar ini disusun untuk
membantu mahasiswa dalam proses pembelajaran mata kuliah teresbut.
Penyusunan modul ajar ini tidak terlepas dari peran banyak pihak yang
tidak dapat penulis sebutkan satu demi satu. Secara khusus penghargaan dan
ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak berikut ini.
1. Ir. Tundung Subali Padma, MT, selaku Direktur Politeknik Negeri Malang,
2. Ir. Hardjono, MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Malang,
3. Pihak – pihak lain yang telah membantu penulisan modul ajar ini.
Semoga tulisan ini dapat membawa manfaat yang besar bagi semua pihak
yang membutuhkannya.
Penulis
KATA PENGANTAR......................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................................iv
DAFTAR TABEL.............................................................................................................vi
TATA TERTIB LABORATORIUM...................................................................................1
BAB I. PENENTUAN VARIABEL DAN LOGIKA PROSES BERPENGENDALI .. 4
I.1 Capaian Pembelajaran...................................................................................... 4
I.2 Teori Percobaan................................................................................................ 4
I.3 Peralatan percobaan.......................................................................................... 9
I.4 Prosedur Percobaan.......................................................................................... 9
I.5 Hasil Percobaan.............................................................................................. 10
BAB II. KORELASI ANTARA BESARAN-BESARAN PADA PENGENDALI........12
II.1 Capaian Pembelajaran.................................................................................... 12
II.2 Teori Percobaan.............................................................................................. 12
II.3 PERCOBAAN 1 : Korelasi antara Besaran – Besaran pada Pengendali Aras
(Level) Cairan................................................................................................ 16
II.4 PERCOBAAN 2 : Korelasi antara Besaran – Besaran pada Pengendali
Tekanan.......................................................................................................... 21
II.5 PERCOBAAN 3 : Korelasi antara Besaran – Besaran pada Pengendali pH . 25
II.6 PERCOBAAN 4 : Korelasi antara Besaran – Besaran pada Pengendali
Temperatur..................................................................................................... 30
BAB III. PENENTUAN FUNGSI HANTAR SISTEM PENGENDALI.......................34
III. 1. Capaian Pembelajaran.................................................................................... 34
III. 2. Teori Percobaan.............................................................................................. 34
III. 3. PERCOBAAN 1 : Penentuan fungsi hantar (transfer function) Sistem
Pengendali Aras (level) Cairan....................................................................... 40
III. 4. PERCOBAAN 2 : Penentuan fungsi hantar (transfer function) Sistem
Pengendali Tekanan....................................................................................... 42
III. 5. PERCOBAAN 3 : Penentuan fungsi hantar (transfer function) Sistem
Pengendali pH................................................................................................ 46
III. 6. PERCOBAAN 4 : Penentuan fungsi hantar (transfer function) Sistem
Pengendali Temperatur.................................................................................. 51
BAB IV. KARAKTERISTIK PENGENDALI.............................................................. 55
IV. 1. Capaian Pembelajaran.................................................................................... 55
IV. 2. Teori Percobaan.............................................................................................. 55
IV. 3. PERCOBAAN 1 : Karakteristik Pengendali Aras (Level) Cairan...................65
ii
IV. 4. PERCOBAAN 2 : KARAKTERISTIK PENGENDALI TEKANAN............70
IV. 5. PERCOBAAN 3 : KARAKTERISTIK PENGENDALI pH..........................73
IV. 6. PERCOBAAN 4 : KARAKTERISTIK PENGENDALI TEMPERATUR.....76
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 80
iii
DAFTAR GAMBAR
Tabel II. 1. Hasil Pengamatan Korelasi antara Besaran – Besaran pada Pengendali Aras 19
Tabel II. 2. Hasil Pengamatan Linearitas dan Histerisis pada Pengendali Aras..................20
Tabel II. 3. Hasil pengamatan korelasi besaran dalam pengendali tekanan........................24
Tabel II. 4. Hasil pengamatan korelasi besaran dalam pengendali pH............................... 29
Tabel II. 5. Hasil pengamatan korelasi %PO dengan laju alir air panas dalam pengendali
suhu................................................................................................................ 32
Tabel IV. 1. Data percobaan karakteristik pengendali P untuk sistem pengendali aras........68
Tabel IV. 2. Data percobaan karakteristik pengendali PI untuk sistem pengendali aras......68
Tabel IV. 3. Data percobaan karakteristik pengendali PD untuk sistem pengendali aras.....69
Tabel IV. 4. Data percobaan karakteristik pengendali PID untuk sistem pengendali aras .. 69
I. 2. 3. Konfigurasi Pengendalian
Jenis konfigurasi sistem pengendalian proses yang banyak dikenal meliputi:
1. Feedback Control Configuration
Konfigurasi ini mengukur secara langsung variabel yang dikendalikan untuk
mengatur harga variabel yang dimanipulasi. Tujuan pengendalian ini adalah
mempertahankan variabel yang dikendalikan pada level yang diinginkan (set
point). Sebagian instrumentasi pada proses pembuatan formaldehid dan hidrogen
peroksida berbahan baku metanol dengan reaksi enzimatik ini menggunakan
konfigurasi pengendalian feedback, mulai dari pengendalian temperatur,
pengendalian ketinggian, pengendalian perbedaan tekanan, dan pengendalian
tekanan.
disturbance
measurement
Gambar P&ID
Penjelasan
Proses
Variabel
Pengendali
Analogi proses
dalam blok
diagram
Direct/Reverse
Proses
SP Final Control MV CV
Controller Process
Element (FCE)
Sensor
Masing - masing komponen dari blok diagram mempunyai masukan dan keluaran
dengan satuan yang bisa saja berbeda. Sebagai contoh pada blok diagram final
control element (FCE) yang menjadi masukan adalah % PO sedangkan
keluarannya adalah laju alir air masuk tangki, seperti terlihat pada gambar 2.
% PO FCE Laju
Gambar II. 2. Masukan dan keluaran dari blok final control element
(FCE)
Suatu elemen dikatakan linear apabila kurva input vs output membentuk garis
lurus seperti yang ada pada Gambar II.3. Sayangnya, bentuk linear yang ideal
seperti pada gambar itu nyaris tidak pernah dapat ditemukan. Biasanya, bentuk
kurva tidak lurus, mungkin sedikit melengkung atau berkelok-kelok. Tetapi,
ketidaklurusan ini masih ada di dalam batas-batas yang bias dianggap linear.
Penyimpangan dari garis linear ideal itulah yang disebut linearitas atau linearity.
Jadi yang menentukan linear atau tidaknya suatu kurva adalah lurus atau tidaknya
bentuk kurva hubungan input-output tadi. Kalau garis kurvanya tidak lurus, unit
elemennya dikatakan tidak linear. Sedangkan kalau garis kurvanya lurus, unit
elemennya dikatakan linear.
Karena sulitnya menemukan semua yang linear ideal di dalam praktek, syarat
suatu elemen dikatakan linear kemudian menjadi sedikit diperlunak. Titik awal
linear tidak perlu lagi dimulai dari 0% dan berakhir di 100%, namun bisa saja
dimulai di 10% dan diakhiri di 80%. Jadi, sebuah control valve yang linear di
daerah 40% sampai 75%, kalau garis hubungan antara sinyal input dengan flow
yang melalui control valve digambarkan, kurva itu hanya lurus di daerah 40%
sampai 75%.
Gejala hysterisis sebenarnya juga salah satu dari jenis error (kesalahan baca).
Hanya saja error disini tidak konstan besarnya, dan tergantung ke arah mana input
berubah.
Namun, gejala hysterisis seperti halnya linearitas, tidak dapat diungkapkan dalam
bentuk transfer function. Kalau gejala ini harus diungkapkan perlu banyak transfer
function untuk satu elemen. Mengapa demikian, karena gain elemen tidak linear
sangat tergantung pada daerah dimana elemen beroperasi.
Rangkaian alat
control regulation level (CRL)
II.3. 5. Pembahasan
1. Buat grafik yang menunjukkan korelasi / hubungan dari masing – masing
besaran yang ada!
2. Beri penjelasan tentang linearitas dan hysterisis berdasarkan grafik / kurva
yang ada!
Keterangan gambar :
V1, V2 = Pressure regulator valve V7 = Relief valve
V3, V4, V5, V6 = Selector valve P1, P2, P3, P4 = Pressure gauge
Indicator
2. 10 10
3. 20 20
4. 30 30
5. 40 40
6. 50 50
7. 60 60
8. 70 70
9. 80 80
10. 90 90
II.5. 5. Pembahasan
1. Buat grafik yang menunjukkan korelasi / hubungan dari masing – masing
besaran yang ada!
2. Beri penjelasan tentang linearitas dan hysterisis berdasarkan grafik /
kurva yang ada!
Gambar II. 11. Skema rangkaian alat pengendali temperatur (PCT – 13)
Keterangan gambar :
V1, V2 = Flow regulator valve V3 = Drain valve
F1, F2 = Flow indicator TC1 , TC2, TC3, TC4 = Thermocouple
2. 10 90
3. 20 80
4. 30 70
5. 40 60
6. 50 50
7. 60 40
8. 70 30
9. 80 20
10. 90 10
11. 100 0
input output
Transfer function (G) mempunyai dua unsur gain, yaitu steady state gain yang
sifatnya statik dan dynamic gain yang sifatnya dinamik. Steady state gain adalah
besarnya gain dari elemen yang tidak memiliki unsur kelambatan sama sekali
(lag), sedangkan dynamic gain adalah gain sebuah elemen yang besarnya
tergantung pada frekuensi sinusoida input atau gain pada saat ada osilasi-osilasi
kecil. Unsur dynamic gain muncul karena elemen proses mengandung unsur
kelambatan (lag). Oleh karena itu, bentuk transfer function elemen proses hampir
Fungsi transfer masing-masing elemen pengendalian proses dapat dicari pada saat
kondisi manual. Fungsi transfer yang diperoleh dapat menunjukkan apakah
karakteristiknya berupa respon orde satu, orde satu plus dead time, orde dua
ataukah proses inverse dengan memberikan masukan berupa fungsi step.
(1)
III. 2. 2. Metode Penentuan Gain (Kp), Time Konstan (τ) dan Dead Time (θ)
Penentuan Nilai Gain
Gain suatu proses didefinisikan sebagai bilangan yang menyatakan perbandingan
antara perubahan output (process variable) yang terjadi atas suatu perubahan input
(manipulated variable). Gain bisa dikatakan sebagai faktor pengali dari inputan,
misalnya Kp= 2 berarti inputan akan terbaca pada responnya dua kali Kp. Pada
dasarnya gain selalu dimaksudkan steady state gain karena unsur inilah yang
menjadi kunci stabil atau tidaknya sistem.
(2)
Dead Time
Dead time adalah tenggang waktu yang dibutuhkan proses untuk mengeluarkan
perubahan output setelah terjadi perubahan input. Selama tenggang waktu itu,
output tidak bereaksi sama sekali seolah-olah mati.
Dead time jelas merupakan unsur waktu, sehingga besarnya juga dinyatakan
dalam satuan waktu, detik atau menit. Perubahan output besarnya akan selalu
Terdapat tiga metode dalam menentukan gain (Kp), dead time (τD) atau t0 dan time
constant (τ) dimana ketiganya menghasilkan nilai yang berbeda pula. Ketiga
metode tersebut adalah sebagai berikut :
a. Metode 1
Metode ini menggunakan garis dimana tangen kurva reaksi proses pada titik
perubahan kecepatan atau kecepatan maksimum. Berikut adalah gambar kurva
reaksi prosesnya
b. Metode 2
Pada metode ini, t0 ditentukan sama seperti metode 1, tetapi nilai τ menunjukkan
grafik yang terjadi hampir bersamaan dengan respon aktual pada t = t0 + τ.
(3)
Pada metode 2 ini respon yang ditunjukkan lebih mendekati respon aktualnya
dibandingkan dengan metode 1. Nilai dari time constant (τ) yang didapat pada
metode 2 biasanya kurang dari hasil yang didapat pada metode 1, tetapi nilai dead
time (t0) biasanya sama, seperti tampak pada gambar berikut
Metode 3 ini merupakan metode yang paling presisi daripada dua metode
sebelumnya. Dalam metode 3 ini nilai t0 dan τ ditentukan berdasarkan dua titik
pada daerah yang mengalami perubahan kecepatan secara signifikan dalam respon
model dan respon aktualnya. Kedua titik tersebut adalah t1 ditunjukkan oleh (t0 +
τ/3) dan t2 ditunjukkan oleh (t0 + τ). Untuk titik kedua (t2) sama dengan metode 2
sedangkan titik pertama (t1) ditentukan berdasarkan persamaan berikut
(4)
(5)
(6)
Disederhanakan menjadi
(7)
(8)
1 3 2 5
Gambar III. 9. Panel pengendali pada supply and conditioning unit CRL
Keterangan gambar:
1. Main switch
2. Tombol pengatur kondisi pengendali – PC control (manual / otomatis)
3. Tombol pengatur kecepatan pompa air masuk
4. Display persen ketinggian air dalam tangki penampung
5. Tombol pengatur gangguan (disturbance)
III. 3. 4. Perhitungan
1. Hitung parameter – parameter (process gain – Kp, time constant – dan dead
time – ) fungsi hantar proses pengendali aras (level) berdasarkan data
pengamatan yang ada!
Keterangan gambar :
V1, V2 = Pressure regulator valve V7 = Relief valve
V3, V4, V5, V6 = Selector valve P1 , P2, P3, P4 = Pressuregauge Indicator
2
1
C. Mematikan
III. 4. 4. Perhitungan
1. Hitung parameter – parameter (process gain – Kp, time constant – dan dead
time – ) fungsi hantar proses pengendali aras (level) berdasarkan data
pengamatan yang ada!
Keterangan gambar :
1
. Mixing tank 0,4 lt 10. Collection Tank
2
. Containers with 2 l 11. Signal Transmiter pH
correction 12. Feed tank drain valve
3
. Solution 13. Collection tank drain
4
. Solution feed tank 10 lt valve
5
. Peristaltic Pump 14. Sample taking tank 0,15 l
6
. Agitator 15. Flow meters
7
. Stirrer 16. Personal Computer
8A / 8B . Solenoid valve 17. Electric apparatus
9A / 9B . Regulation Tank 18. Printers
19. Main switch
III. 5. 4. Perhitungan
1. Hitung parameter – parameter (process gain – Kp, time constant – dan dead
time – ) fungsi hantar proses pengendali aras (level) berdasarkan data
pengamatan yang ada!
2
1
III. 6. 4. Perhitungan
1. Hitung parameter – parameter (process gain – Kp, time constant – dan
dead time – ) fungsi hantar proses pengendali temperatur berdasarkan data
pengamatan yang ada!
Secara garis besar karakteristik pengendali dibagi menjadi dua macam, yaitu: (1)
Discontinue Controller contoh : On-Off Controller, dan (2) Continue Controller,
yang terdiri dari : Proportional Controller (P), Proportional-Integral (PI),
Proportional-Integral-Derivatif (PID), dan Proportional-Derivatif (PD).
Dari pernyataan matematis di atas dapat disimpulkan bahwa jenis pengendali on-
off hanya dapat mengeluarkan keluaran 0 dan 100 %. Pemakaian jenis pengendali
on-off jarang dijumpai pada industri karena pengendalian dengan menggunakan
jenis pengendali ini menghasilkan penyimpangan-penyimpangan yang cukup
besar. Pada industri kimia peubah yang dikendalikan, pada umumnya tidak boleh
memiliki error yang terlalu besar. Pada jenis pengendali on-off untuk memberikan
batas rentang maksimum dan minimum saat pengendali bekerja dibatasi daerah
netral.
P = output pengendali
Ps = output pengendali pada E = 0
Kc = gain pengendali
E = error
Pada Proportional Controller terdapat dua parameter yaitu Proportional Band dan
Konstanta Proporsional (Kp). Proportional Band adalah rentang maksimum
sebagai input pengendali yang dapat menyebabkan pengendali memberikan output
pada rentang maksimumnya dan sering kali disebut gain pengendali. Harga PB
berkisar antara 0 - 500. Sedangkan konstanta proporsional (K p) menunjukkan nilai
faktor penguatan terhadap sinyal kesalahan (error). Persamaan 3 menunjukkan
hubungan antara PB dengan Kp.
(3)
()
(4)
(6)
( )
* +
( )
Gambar IV. 2. Respon sistem sebagai akibat perubahan disturbance (PI control)
(Sumber: Coughanowr, Donald R.1991. Process Systems Analysis and Control,
2th edition.Singapore :McGraw-Hill, hal: 156)
()
()
[ ] (8)
Karakteristik dari Proportional Derivative controller dengan penambahan
derivative time menyebabkan respon lebih cepat stabil dari Proportional
controller. Semakin besar nilai τD, respon akan semakin cepat untuk stabil. Namun
tetap ada offset walau kecil.
* + (10)
( ) (11)
√
Semakin besar ζ maka overshoot semakin rendah sehingga semakin lambat dalam
mencapai waktu responnya. Hal ini dapat dilihat dari gambar IV.6 di bawah ini.
b. Decay ratio
Decay ratio adalah pebandingan antara dua puncak gelombang diatas harga akhir
selama satu periode dan ditunjukkan sebagai perbandingan antara C dan A.
*
√
+ (12)
d. Response Time
Respon time adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai respon pada rentang
±5% dari harga akhir.
Di mana
√
(13)
(14)
(15)
1 3 2 5
No. Perubahan
SP/disturbance Perubahan
Perubahan SP
Disturbance
Parameter Pengendali
1 PB =
2 PB =
IV. 3. 4. 2. Percobaan 2
Tabel IV. 2. Data percobaan karakteristik pengendali PI untuk sistem pengendali aras
No. Perubahan
SP/disturbance Perubahan
Perubahan SP
Disturbance
Parameter Pengendali
1 PB = I =
2 PB = I =
3 PB = I =
4 PB = I =
IV. 3. 4. 4. Percobaan 4
Tabel IV. 4. Data percobaan karakteristik pengendali PID untuk sistem pengendali aras
Perubahan SP/disturbance
Perubahan
No. Perubahan SP
Disturbance
Parameter Pengendali
1 PB = A I = B D = C
2 PB = A I = B1 D = C
3 PB = A I = B D = C1
4 PB = A I = B1 D = CI
Catatan : A, B dan C disesuaikan dengan nilai parameter yang dipilih
pada waktu praktikum
IV. 3. 5. Pembahasan
1. Gambarkan kurva respon dari masing – masing hasil percobaan disertai
dengan identitas masing – masing!
2. Analisa masing – masing kurva respon yang ada dan sajikan dalam satu
tabel!
3. Beri penjelasan dan bahas hasil yang diperoleh!
Gambar IV. 10. Rangkaian modul alat pengendali tekanan (PCT – 14)
Keterangan gambar :
1. masukan untuk udara proses dan udara 8. pressure transducer box
tekan penggerak pneumatic valve 9. diffused outlet ke tangki
2. box penghubung arus untuk I/P 10. diffused outlet ke udara terbuka
controller 11. tangki udara
3. I/P converter 12. kerangka penahan PCT-14
4. Pneumatic valve 13. orifice meter
5. electrical connection untuk square root 14. stem plug valve
extractor 15. stem indicator
6. square root extractor
7. differential pressure transducer box
Keterangan gambar :
V1, V2 = Pressure regulator valve V7 = Relief valve
V3, V4, V5, V6 = Selector valve P1 , P2, P3, P4 =Pressuregauge Indicator
2
1
Gambar IV. 15. Skema rangkaian alat pengendali temperatur (PCT – 13)
Keterangan gambar :
V1, V2 = Flow regulator valve V3 = Drain valve
F1, F2 = Flow indicator TC1 , TC2, TC3, TC4 = Thermocouple
V. 1. Capaian Pembelajaran
Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa dapat (1) menunjukkan
hubungan antara komposisi larutan, komposisi uap dengan suhu pada kondisi
kesetimbangan uap – cair sistem biner, (2) mempraktekkan percobaan distilasi
sederhana, dan (3) menghitung komposisi larutan berdasarkan indeks bias.
V. 2. Teori Percobaan
Tuning adalah proses untuk menentukan parameter pengontrol untuk
menghasilkan output yang diinginkan. Tuning dapat mengoptimalisasikan sistem
proses dan meminimalisasi error antara variabel proses dan set point. Pada uraian
berikut akan disajikan beberapa metoda tuning untuk pengendali dengan respon
cepat, antara lain (1) Metode Ziegler Nichols (2) Metoda Kurva Reaksi, (3)
Metoda Auto Tune, (4) Metoda Auto Relay Tuning (5) Metoda Good Gain, (6)
Metoda Skogasted’s , (7) Metoda SIMC, dan (8) Metode IMC.
Bila suatu sistem proses (GP dan GD) dihubungkan dengan sistem
pengendali, maka akan terjadi sistem pengendali umpan balik (feedback), dan
dapat digambarkan dalam bentuk blok diagram proses, yaitu
GL(s) GD(s)
Hsp(s) H2(s)
GC(s) GV(s) (Gc)P
Hm(s)
GM(s)
Pc
P 2 PBc - -
GL
c(s) = A/s (GD)
Hsp(s) H2(s)
(Gc)p
(GC) (GV)
Hm(s)
(GM)
Persamaan diatas terdapat 3 parameter, yaitu KP (Static Gain), td (dead time) dan
(time constant). Hasil perkiraan yang diperoleh adalah sebagai berikut:
K = output(steady state) = B
P
input (steady state) A
= B/S S = Slope (kemiringan)
td = waktu mati sampai output terespon
Penjelasan diatas untuk kurva reaksi dapat dipresentasikan pada gambar V. 4,
yaitu
Kcu = (2.4-1)
(1) Proses diawali dengan start up untuk membawa respon pada nilai yang
diinginkan (SP=PV) dengan mengatur pengendali pada kondisi manual.
(2) Model pengendali yang digunakan adalah pengendali P dengan Kc=0 (τi=
~dan τd=0). Nilai Kc dinaikkan perlahan hingga respon sistem pengendali
close loop membentuk kondisi acceptable stability ketika sistem pengendali
diberi perubahan step pada set point atau disturbance, seperti terlihat pada
gambar V. 8. Trial Kc =1. Nilai Kc yang menghasilkan respon dengan
acceptable stability disebut KpGG.
Nilai Kc disarankan untuk dikurangi menjadi 80% dari nilai Kp GG. Hal ini
terjadi karena respon pengendali PI seringkali berkurang kestabilannya jika
dbandingkan dengan respon pengendali P.
6. Metoda Skogestad’s
Internal Model control (IMC) adalah metoda yang didasarkan pada asumsi
model proses dan fungsi transfer lup tertutup yang diinginkan. Metoda IMC
adalah metoda yang didasarkan pada blok diagram sederhana yang ditunjukkan
dalam Gambar V. 10 model proses (Ğ) dan keluaran pengendali (P) digunakan
untuk model dari respon, (Ŷ), selisih dari actual respon Y dan model Ŷ respon,
(Y-Ŷ) digunakan sebagai sinyal masukan ke pengendali IMC, Gc*.
(Seborg.dkk,2004)
(4)
(5)
Berikut persamaan yang menunjukkan bahwa output Y pada Gambar V. 10
(a) sama dengan output Y pada Gambar V. 10 (b). Persamaan 5
menunjukkan persamaan output Y Gambar V. 10 (b), untuk kasus khusus
dari model yang sempurna Ğ = G, ( 5) dikurangi menjadi
(6)
Untuk model proses yang sempurna (Ğ = G) akan menghasilkan
persamaan close loop (persamaan 7)
(7)
Tuning dengan metoda Internal Model Control (IMC) dilakukan dalam
dua tahap yaitu :
(9)
f adalah low pass filter dengan gain steady state pada salah satu bentuk
(Rivera etal,1986)
(10)
(11)
3. τc = Ѳ (Skogestad,2003)
A -
E -
F 2τc +τ
G Τ -
J 2τ –τ3
N 2τc + Ѳ
8. Metoda SIMC
Dalam pengendalian proses, proses orde satu dengan time delay fungsi
transfernya sebagai berikut :
(12)
(13)
(14)
Dimana (τc) merupakan close loop time constant. Pada metoda tuning IMC selalu
menggunakan τi=τ, tetapi metoda SIMC memberikan kontribusi peningkatan nilai
integral untuk proses integral close loop (dengan τ besar) untuk mencegah kinerja
yang buruk (slow settling).
Percobaan lup tertutup dengan respon step seperti ditunjukan pada gambar
V. 11 dimana proses pengendali di pertahankan penuh, meliputi perubahan
variabel keluaran.
2. Buat perubahan set point dengan memberikan overshoot antara (10%) dan
(60%). 30% merupakan nilai yang bagus. Dari percobaan buat grafik
dengan Kco (controller gain). Untuk mendapatkan overshoot yang cukup
besar gain perlu ditingkatkan
3. Jika overshoot kecil (kurang dari 0.1/10%) tidak dianggap, karena sulit dalam
praktek untuk memperoleh data dan peak time yang akurat dari pecobaan
jika overshoot terlalu kecil. Jadi overshoot yang besar (lebih dari 0,6/60
4. Dari percobaan close loop dengan perubahan set point, memperoleh nilai
berikut (lihat gambar V. 11):
Fractionl overshoot,
stady state,
∆yp : perubahan saat keluaran mencapai titik puncak (pada saat tp)
Untuk menemukan ∆y∞ kita perlu menunggu respon hingga settling, yang
mungkin memakan waktu jika overshootnya terlalu besar (khususnya 0,6 atau
lebih).
2
A= [1.152(overshoot) -1.607 (overshoot)+1.0] (17)
Dengan F adalah parameter faktor tuning F=1, dan Kco merupakan konstanta gain
hasil percobaan.
(18)
(19)
Sedangkan untuk proses dengan time delay yang kecil persamaan waktu
integralnya :
(20)
V. 3. 3. Prosedur Percobaan
V. 3. 3.1. Metode Tuning Skogestad’s
Persiapan alat
1. Menutup V6, V4
2. Membuka V2, V3, V5 mengatur P1=22 psig dengan mengubah V1 dan
mengatur P4= + 8,5-9.5 psig (atau display PV menunjukkan 100%)
dengan mengubah V2.
3. Menghidupkan recorder dan mengatur kecepatan kertas recorder.
V. 4. 3. Prosedur Percobaan
1. Rangkai pengendali suhu dengan sistem 2 tangki
V. 5. 2. Gambar Alat
16
15
V. 5. 3. Prosedur Percobaan
V. 5. 3.1. Metode Online- Ziegler Nichols
A. Persiapan
a. Persiapan dilakukan seperti prosedur kerja sebelumnya
b. Tekanan pada barometer diatur sebesar 15 psi
c. Kran keluaran air (no.11) dan kran flowrate air masuk (no.16) dibuka
penuh
B. Pengoperasian
a. Pengendali PID dipilih
b. Dilakukan start up dengan cara mengatur bukaan hingga kondisi
tercapai kondisi stabil (PV = SP)
c. Tombol PC Control (CRL) diarahkan pada tulisan “PC”
d. Dilakukan trial PB dengan τi= 0, τd= 0 sampai sistem berosilasi
kontinyu dan kritis
e. Respon yang terjadi diamati hingga respon stabil
f. Setelah selesai file disimpan pada sub direktori c:\crl\.........
C. Mematikan
a. Cara mematikan seperti prosedur kerja sebelumnya
5. 3.4.Metode Skogestad
V.
A. Persiapan
a. Persiapan dilakukan seperti prosedur kerja sebelumnya
b. Tekanan pada barometer diatur sebesar 15 psi
c. Kran keluaran air (no.11) dan kran flowrate air masuk (no.16) dibuka penuh
B. Pengoperasian
a. Jenis pengendali PID dipilih
b. Tombol PC Control (CRL) diarahkan pada tulisan “PC”
c. Start up dilakukan dengan cara mengatur bukaan hingga kondisi tercapai
kondisi stabil (PV = SP)