Modul Teknologi WtE Termal Non-insinerasi (Gasifikasi) ini terdiri atas tiga materi
pokok. Materi pokok pertama membahas konsep dasar WtE termal non-
insinerasi khususnya gasifikasi, meliputi definisi dan proses konversi energi
sampah menjadi listrik menggunakan WtE termal non-insinerasi, prinsip kerja
dan fitur WtE termal non-insinerasi, jenis-jenis dan aplikasi WtE termal non-
insinerasi di dunia. Materi pokok kedua menjelaskan konsep WtE termal berbasis
gasifikasi yang meliputi analisis kondisi sampah masuk WtE, analisis efisiensi
konversi energi WtE gasifikasi dan analisis berbagai teknologi gasifikasi yang ada
di dunia.
Modul ini utamanya dibuat dengan tujuan agar peserta pelatihan mampu
memahami prinsip kerja dan kelebihan serta kekurangan WtE termal berbasis
gasifikasi. Peserta pelatihan mempelajari keseluruhan modul ini dengan cara
yang berurutan. Pemahaman setiap materi pada modul ini sangat diperlukan
karena materi ini menjadi dasar pemilihan teknologi WtE yang akan diaplikasikan
di lapangan, sesuai dengan kondisi sampah yang akan digunakan.
i
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.Karakteristik feedstock sampah kota ........................................................ 8
Tabel 2. Karakteristik syngas ................................................................................. 9
Tabel 3. Perbandingan prinsip pengolahan sampah antara gasifikasi dan
pirolisis ................................................................................................................. 13
Tabel 4. Perbandingan sampah antar negara ...................................................... 20
Tabel 5. Contoh parameter operasi dan performansi pada proses gasifikasi
sampah kota......................................................................................................... 23
v
vi | Modul 08 - Teknologi Termal WtE Berbasis Gasifikasi
POSISI MODUL DALAM KURIKULUM PELATIHAN
vii
viii | Modul 08 - Teknologi Termal WtE Berbasis Gasifikasi
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL
A Deskripsi
Modul Teknologi WtE Termal Gasifikasi ini terdiri atas tiga materi pokok. Materi
pokok pertama membahas konsep dasar WtE termal non-insinerasi khususnya
gasifikasi, meliputi definisi dan proses konversi energi sampah menjadi listrik
menggunakan WtE termal gasifikasi, prinsip kerja dan fitur WtE termal gasifikasi,
jenis-jenis dan aplikasi WtE termal gasifikasi di dunia. Materi pokok kedua
menjelaskan konsep WtE termal berbasis gasifikasi yang meliputi analisis kondisi
sampah masuk WtE gasifikasi, analisis efisiensi konversi energi dan analisis
berbagai teknologi gasifikasi yang ada di dunia.
Modul ini dibuat dengan tujuan agar peserta pelatihan mampu memahami
prinsip kerja dan kelebihan serta kekurangan WtE termal gasifikasi. Peserta
pelatihan mempelajari modul ini dengan cara yang berurutan. Pemahaman
materi pada modul ini sangat diperlukan karena materi ini menjadi dasar
pemilihan teknologi WtE yang akan diaplikasikan, sesuai dengan kondisi sampah
yang digunakan.
B Persyaratan
Dalam mempelajari buku ini peserta pelatihan diharapkan telah memahami
modul sebelumnya terkait dengan Modul Pelatihan 3 Penyiapan Bahan Baku
untuk WtE dan Modul Pelatihan 6 Pengantar Konversi Energi Termal Teknologi
WtE.
ix
C Metode
Dalam pelaksanaan pembelajaran modul ini, metode yang dipergunakan adalah
metode pemaparan di dalam kelas, yang diberikan oleh narasumber yang akan
menjadi bahan bagi diskusi interaktif yang harus terbangun di antara Peserta
Pelatihan. Paparan yang diberikan juga dilengkapi dengan beberapa film singkat
mengenai WtE termal berbasis gasifikasi.
D Alat Bantu/Media
Untuk menunjang tercapainya tujuan pembelajaran ini, diperlukan alat
bantu/media pembelajaran tertentu, yaitu:
1. LCD/projector
2. Laptop
3. Papan tulis atau whiteboard dengan penghapusnya
4. Bahan tayang
5. Modul dan/atau Bahan Ajar
6. Video
7. Laser Pointer
1
PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Modul ini utamanya dibuat dengan tujuan agar peserta pelatihan mampu
memahami prinsip kerja dan kelebihan serta kekurangan WtE termal berbasis
gasifikasi, sebagai jenis pengolah sampah menggunakan prinsip termal yang
dapat menghasilkan bahan bakar gas, bahan bakar padat dan listrik sekaligus.
B Tujuan
Mata pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman lebih mendalam
tentang konsep gasifikasi sebagai bagian dari metode non-insinerasi, keunggulan
dan kelemahan berbagai jenis WtE termal gasifikasi, serta cara memilih
rancangan WtE termal gasifikasi kepada peserta melalui ceramah interaktif,
diskusi dan latihan soal.
C Kompetensi Dasar
Secara umum, setelah mengikuti mata pelatihan ini peserta pelatihan
diharapkan:
1. Mengidentifikasi dan memahami prinsip konversi sampah menjadi bahan
bakar gas dan cair menggunakan metode non-insinerasi (gasifikasi)
2. Memahami keunggulan dan kelemahan berbagai jenis WTE termal
gasifikasi.
3. Memahami perhitungan yang dibutuhkan saat memilih dan merancang
WTE termal yang menggunakan metoda non-insinerasi.
Penjelasan mengenai isi materi pokok modul pelatihan ini terdapat di diagram
alir di bawah ini.
F Estimasi Waktu
Untuk mempelajari mata pelatihan Teknologi WtE Termal Non-insinerasi
Gasifikasi ini, dialokasikan waktu sebanyak 2 (dua) jam pelajaran.
3
4 | Modul 08 - Teknologi Termal WtE Berbasis Gasifikasi
BAB 2
PENGENALAN WtE TERMAL
GASIFIKASI
5
PENGENALAN WTE TERMAL GASIFIKASI
A Indikator Keberhasilan
Dengan mengikuti pembelajaran ini, peserta pelatihan diharapkan dapat
mengidentifikasi dan menjelaskan cara kerja WtE termal dengan prinsip gasifikasi.
B Tujuan
Tujuan materi ajar pengenalan WtE termal insinerasi ini adalah agar peserta
pelatihan dapat mengidentifikasi dan memahami prinsip gasifikasi serta WtE
termal berbasis gasifikasi.
Pada proses gasifikasi, bahan baku (feedstock) akan dioksidasi dengan kondisi
terbatas oksigen sehingga terjadi pembakaran tidak sempurna. Hasil dari
pembakaran tersebut berupa sisa padatan (abu, slag, heavy metal, dll) dan juga
flue gas yang disebut dengan synthetic gas atau syn-gas. Syn-gas merupakan
kumpulan gas hasil pembakaran yang didominasi oleh karbondioksida (CO2),
karbonmonoksida (CO), metana (CH4), dan Hidrogen (H2). Gas yang diperoleh
dapat digunakan sebagai pemanas ruang atau pembangkit listrik. Selain itu,
syngas yang dihasilkan juga dapat dipergunakan secara co-firing dengan gas alam
pada pembangkit listrik turbin gas, sehingga dapat mengurangi penggunaan
bahan bakar fosil.
Pada penggunaan Syn-gas sebagai bahan bakar, maka harus digunakan utilitas
termal dengan bahan bakar gas seperti gas-engine, boiler bahan bakar gas, atau
turbin gas. Evaluasi nilai bahan bakar gas yang biasa digunakan adalah ekivalensi
MJ/m3 .
7
Gambar 2. Jalur pemrosesan sampah secara termal
Metode lainnya juga dapat dilakukan dalam proses gasifikasi adalah dengan
memberikan panas dari luar seperti panas dari plasma. Produk gasifikasi dengan
menggunakan panas dari luar, tidak lagi menghasilkan syngas dalam bentuk gas
buang, namun dalam bentuk bahan bakar gas yang belum teroksidasi
sepenuhnya
Komposisi dan jumlah syn-gas akan beragam bergantung dari karakter feedstock
(fisik dan kimia), temperatur proses, waktu tinggal, dan ratio udara terhadap
bahan baku. Tabel 1 menerangkan hubungan karakter dari feedstock dan
komposisi syn-gas yang dihasilkan pada temperatur dan waktu yang spesifik.
9
rangka bakar, dimana oksigen bertemu dengan feedstock. Gas panas
kemudian mengalir ke atas, memberikan energy panas untuk reaksi
endotermik gasifikasi.
11
3. Entrained Flow Gasifier
Reaktor ini menggunakan tekanan tinggi (25 MPa) selama proses
sehingga proses menjadi lebih murah dan mempunyai energi yang cukup
tinggi untuk mengasifikan material mentah. Air digunakan sebagai
medium transportasi dan temperatur serta sebagai reaktan. Campuran
air dan padatan kemudian disalurkan ke reaktor bersamaan dengan
oksigen ataupun udara bertekanan. Sebagian bahan bakar dibakar pada
bagian atas reaktor untuk memberikan panas pada temperatur sekitar
1200-1500 C (di atas temperatur leleh abu) untuk menghasilkan kualitas
syngas yang baik.
6. Plasma Gasifiers
Pada reaktor ini material mentah (sampah) dipanaskan dengan
mengkontakan sampah dengan plasma yang bertekanan atmosfer dan
bertemperatur antara 1500-5000 C untuk menggasifikan material
mentah. Serupa dengan reaktor lain, material organik diproses menjadi
syngas sedangkan material inorganik diproses menjadi inert slag. Plasma
umumnya digenerasikan dengan menggunkan plasma torch dan
membutuhkan energi listrik dalam jumlah yang besar (1500-2500
MJ/tsampah).
13
pencacahan. Jika system gasifikasi yang dipilih adalah entrained flow, maka
pencacahan feedstock merupakan suatu keharusan. Pada sistem gasifikasi
fluidized bed, perlakuan pre-treatment tidak perlu dilakukan karena karakteristik
heating rate yang tinggi. Dengan kata lain, perlakuan pre-treatment feedstock
sampah kota bertujuan untuk meningkatkan kualitas feedstock agar produk yang
dihasilkan juga lebih berkualitas dan merata.
F Latihan Soal
1) Jelaskan target produk dari proses gasifikasi, serta proses konversi
sampah menjadi listrik di WtE termal berbasis gasifikasi.
2) Jelaskan 3 (tiga) ciri sistem WtE termal yang menggunakan prinsip
gasifikasi.
G Rangkuman
Pada proses gasifikasi, bahan baku (feedstock) akan dioksidasi dengan kondisi
terbatas oksigen sehingga terjadi pembakaran tidak sempurna. Hasil dari
pembakaran tersebut berupa sisa padatan (abu, slag, heavy metal, dll) dan juga
flue gas yang disebut dengan synthetic gas atau syn-gas. Syn-gas terdiri dari
15
16 | Modul 08 - Teknologi Termal WtE Berbasis Gasifikasi
BAB 3
WtE TERMAL BERBASIS GASIFIKASI
17
WTE TERMAL BERBASIS GASIFIKASI
A Indikator Keberhasilan
Dengan mengikuti pembelajaran ini, peserta pelatihan diharapkan dapat
menganalisis kecocokan WtE termal berbasis gasifikasi terhadap sampah kota
yang akan diolah.
B Tujuan
Tujuan materi ajar pengenalan WtE termal berbasis gasifikasi ini adalah agar
peserta pelatihan dapat menganalisis kecocokan gasifikasi terhadap sampah yang
akan diolah.
Pada dasarnya, kadar air pada feedstock diatas 30% akan mengakibatkan efisiensi
termal gasifikasi yang rendah, karena energi untuk menguapkan air lebih tinggi,
dan uap air yang dihasilkan juga akan mempengaruhi komposisi dari gas yang
dihasilkan. Kadar air yang tinggi juga akan menurunkan temperatur yang
dihasilkan oleh reaktor, sehingga komposisi tar dari syngas juga akan meningkat.
Hal ini dikarenakan oleh incomplete cracking dari feedstock tersebut. Maka dari
itu, proses pengeringan sampah kota akan lebih baik dikeringkan terlebih dahulu
agar kadar airnya berkurang. Proses pengeringan dapat dilakukan dengan
metode tekanan mekanikal, pengeringan udara ataupun heat-treatment (lihat
gambar 7). Setelah itu, ukuran partikel sampah kota dapat dikurangi dengan
proses pencacahan agar perpindahan panas pada feedstock lebih cepat.
Menurut hasil survey yang dilakukan oleh World Bank pada publikasi
International Urban Development tentang komposisi MSW, Indonesia secara
rata-rata memiliki karakter komposisi MSW sampah organik sebanyak 62%,
diikuti oleh plastik, kaca, logam, dan kertas masing-masing sebanyak 10%, 9%, 8%,
dan 6%3. Sesuai dengan negara berkembang di Asia Tenggara lainnya, Indonesia
secara keseluruhan memiliki sampah jenis organik yang dominan.
Sebaliknya, pada negara maju seperti Jepang memiliki kandungan sampah kertas
yang dominan sebanyak 46%, persentase zat organik yang relatif rendah, yaitu
26% dan plastik dengan persentase 9%.
2 Luo dkk . 2010. Influence of particle size on pyrolysis and gasification performance of municipal
solid waste in a fixed bed reactor
3 International Urban Development, Annex M – World Bank
19
Menurut hasil survey Department for Environment tentang Digest of Waste and
Resource Statistics di Inggris pada tahun 2017, rata-rata sampah organik adalah
sebesar 27,0%, sampah plastik sebanyak 20,2%, sampah kertas sebesar 10,5%,
dan logam sebesar 3,5% 4.
Meskipun pengguna WtE berbasis gasifikasi sudah ada di negara maju seperti AS
dan Inggris, namun keterbatasan yang dialami oleh Indonesia adalah komposisi
sampah kota. Karakteristik sampah kota Indonesia secara menyeluruh tidak mirip
dengan Negara-negara maju lainnya yang sudah mengadopsi gasifikasi sampah
kota. Perbandingan komposisi sampah kota beberapa Negara dapat dilihat pada
Tabel 4.
Seperti yang telah kita diketahui, sampah organik memiliki kandungan air yang
tinggi, sehingga dapat menurunkan nilai kalor bahan bakar. Menurut Basu, setiap
kilogram kadar air menurunkan sedikitnya 2.260 kJ ekstra energi dari gasifier
untuk menguapkan air5. Hal ini sangatlah mengkhawatirkan, khususnya untuk
Oleh sebab tingginya komposisi organik pada sampah kota tipikal Indonesia,
diperlukan pre-treatment sampah kota yang ekstensif sebelum digasifikasi..
21
o Parameter lain seperti, syngas heating value, specific syngas flow rate,
specific energy production, dapat digunakan sebagai dasar penentuan
sistem konversi energi (misal, syngas dengan nilai kalor tinggi dapat
digunakan dengan turbin gas).
Performansi Gasifikasi
Konversi karbon, % 90-99
LHV syngas, MJ/m3 4-7
Specific net energy, kWh/twaste 400-700
Mesin gasifikasi yang tersedia saat ini adalah downdraft gasifier dengan
kapasitas 400 pon (181,4 kg) sampah per jam, atau sekitar 4,35 ton
sampah dalam 24 jam.
23
Proses gasifikasi berlangsung
Produk berupa gas akan didinginkan dengan sebuah gas cooling
system agar temperatur gas menurun dan siap untuk diolah
setelahnya
Dengan Venturi water scrubber, produk gas akan dibersihkan dengan
semprotan air bertekanan 120 psi
Water vapor akan dieliminasi dengan sistem mist elimination
Pada tahap eliminasi kadar air terakir, air akan melewati sebuah
kondensor dengan fluida pendingin campuran air dan glycol pada
suhu 13 °C.
25
Teknologi high temperature gasifying dan direct melting system
memungkinkan sistem gasifikasi berjalan lebih efisien karena dapat
meng-gasifikasi dan melelehkan sampah kota dalam satu tahap. Direct
melting system memungkinkan logam dan kaca leleh yang kemudian
dapat diambil dalam bentuk slag.
Setelah itu, sistem WtE Gasifikasi ini juga dilengkapi dengan sistem
pembuangan flue gas. Sistem ini berfungsi untuk mengurangi emisi zat
berbahaya dan berguna untuk mengambil sampel emisi udara.
27
Teknologi gasifikasi dengan suhu tinggi ini digunakan untuk menghasilkan
daya listrik pada fasilitas Asahi di Kawaguchi, Jepang. Pembangkit ini
sudah beroperasi sejak 2002. Kapasitas plant tersebut mencapai 420 ton
sampah/hari dengan tiga buah production lines, dan tambahan abu
sebanyak 37 ton/hari dari sumber lain. Daya listrik yang dihasilkan dapat
mencapai 12 MW, namun rata-rata daya keluaran per hari sekitar 8,3
MW. Lalu, daya yang dipakai untuk menghidupkan pembangkit tersebut
sebanyak 4,5 MW. Maka daya listrik yang dapat dijual adalah sekitar 3,8
MW.
Tahapan proses:
1) Waste receiving & feeding facility, sampah dicacah dan dicampur
dengan abu
2) Fluidized bed gasifier, mengubah sampah menjadi gas dengan laju
panas konstan. Fluidized bed tersebut beroperasi dengan
temperatur 550 – 600 C dengan pasir sebagai media fluida.
Temperatur 550 – 600 C digunakan karena dianggap dapat mencegah
proses terjadi dioksin dan dapat melelehkan material logam.
3) Ash melter facility, gas yang terproduksi dari gasifikasi tahap
pertama, dialirkan menuju ash melter dan gasifikasi dilakukan pada
suhu sekitar 1350 C untuk melelehkan abu
4) Slag collection, molten slag kemudian diekstrak dan water quenched
agar berupa pasir (vitreous slag) yang nantinya dapat digunakan
untuk kepentingan konstruksi
5) Heat utilization facility, menggunakan kembali panas dari flue gas.
Hal ini berguna untuk mengurangi temperatur gas buang dan juga
memproduksi uap air
6) Flue gas treatment facility, menggunakan bag filter untuk
mengeliminasi zat-zat berbahaya seperti HCl, CO dan NOx dari gas
buang
7) Melepas gas buang ke atmosfir
29
Gambar 17. Deskripsi proses gasifikasi plasma
Namun kekurangan dari gasifikasi sistem ini adalah loading sistem per
batch (tidak kontinu) sehingga meningkatnya operating cost.
31
Kapasitas sampah yang dapat diterima dalam setahun adalah 100.000
ton sampah, dengan output 24.000 ton (8 juta galon) bio-ethanol, dan 6
MW daya listrik. Akan tetapi, 4 MW dari daya produksi tersebut
digunakan kembali untuk menghidupi pembangkit tersebut.
Biaya proyek pembangkit ini sebesar 130 juta US$ namun pada tahun
2014, pengembalian modal sudah terjadi.
33
Gambar 21. Desain PLTSa plasma gasifikasi
Keunggulan:
Solusi untuk clean electricity
Dapat menerima variasi jenis sampah dan kadar air yang tinggi
Hasil by-product yang dapat digunakan kembali
Cost-effective untuk jangka panjang
Memiliki daya keluaran yang lebih banyak dari sistem lain yang
menggunakan feedstock yang sama
Rendah emisi dan tidak ada residu beracun
Konsep TOSS yang berjalan saat ini mampu menghasilkan daya listrik
sebesar 30 kVA yang kurang-lebih dapat menerangi 30 rumah dengan
100 kg pelet setiap harinya.
35
Gambar 23 memberikan ilustrasi wadah peuyeumisasi/ Proses
peuyeumisasi ini dilakukan dengan memasukkan sampah ke dalam
wadah bambu yang berlaku sebagai bio-aktivator sehingga sampah tidak
menimbulkan bau busuk.
Akan tetapi, masalah yang dihadapi oleh Indonesia adalah komposisi sampah
yang mayoritas mengandung sampah organik. Sampah organik memiliki
kandungan air yang tinggi yang berpotensi menurunkan net energi atau malah
Menurut E4tech6, gasifier tipe entrained flow merupakan teknologi yang paling
mendekati dengan skala komersialisasi. Salah satu pemain yang hampir
mendekati produksi energi skala besar adalah CHOREN. Walaupun gasifier tipe
entrained flow membutuhkan proses pre-treatment yang ekstensif, gasifier
entrained flow dapat di upgrade menjadi skala besar, sehingga lebih berpotensi
untuk komersialisasi.
Plasma gasifier juga merupakan teknologi yang menjanjikan dalam segi kualitas
syngas, dan ketidak-butuhan pre-treatment pada feedstock. Jika komposisi
sampah yang terdapat pada TPA memiliki jumlah logam atau kaca yang relatif
banyak, maka teknologi plasma gasifikasi cocok digunakan karena dapat
melelehkan dan mengekstrak logam dan slag yang selanjutnya dapat digunakan
untuk keperluan lain seperti material konstruksi. Berbeda dengan gasifikasi
lainnya, sampah B3 seperti absestos dan limbah rumah sakit juga dapat di
vitrifikasi agar tidak berbahaya setelah diproses karena temperatur yang
digunakan sangat tinggi. Namun, pengomersialisasian teknologi ini kurang bagus
karena sistem ini tidak modular maka hanya cocok untuk skala kecil. Selain itu,
plasma gasifier membutuhkan daya listrik yang besar.
Berbeda dengan WtE insinerasi, teknologi WtE gasifikasi saat ini masih dalam
tahap pengembangan awal. Sampai saat ini, belum diketahui jawaban pasti untuk
memakai tipe sistem gasifikasi karena setiap tipe memiliki keunggulan dan
kekurangan masing-masing. Tidak semua proyek fasilitas gasifikasi beroperasi,
beberapa gagal untuk beroperasi. Sering kali hal ini dipicu oleh kurangnya
komitmen dari pihak stakeholders untuk membangun fasilitas skala besar karena
mahalnya biasa investasi awal.
G Latihan Soal
1) Jelaskan karakteristik sampah yang cocok menjadi bahan baku WtE
termal gasifikasi.
37
2) Jelaskan 4 (empat) aspek yang perlu dipertimbangkan saat memilih WtE
termal berbasis proses gasifikasi.
H Rangkuman
Analisis kondisi sampah merupakan hal paling krusial dalam mendesain PLTSa
gasifikasi karena kadar air menentukan tipe reaktor gasifikasi yang cocok
digunakan untuk kondisi tersebut. Pada dasarnya, kadar air yang tinggi akan
mengakibatkan efisiensi termal gasifikasi yang rendah, karena energi untuk
menguapkan air lebih tinggi. Komposisi tipikal sampah di Indonesia mempunyai
kandungan organik yang tinggi sehingga kadar air pada sampah kota juga akan
tinggi. Sedangkan negara-negara maju yang sudah memanfaatkan gasifikasi
sampah kota memiliki komposisi zat organik yang relatif rendah sehingga sampah
kota yang digasifikasi lebih mendukung untuk mendapatkan produk hasil yang
lebih berkualitas.