Anda di halaman 1dari 20

PROPOSAL TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK BIOMASSA SERPIHAN KAYU


PADA PROSES GASIFIKASI MENGGUNAKAN REAKTOR DOWNDRAFT
DENGAN SISTEM KONTINYU DAN VARIASI AIR FUEL RATIO (AFR)

Disusun Oleh :
Bagus Rachman Fadhlillah
NRP. 2414 106 021

Dosen Pembimbing I :
Ir. Harsono Hadi, M.T, Ph.D.
NIP. 1960011 919860 1 001
Dosen Pembimbing II :
Nur Laila Hamidah, S.T, M.Sc.
NIP. 19540406 198103 1 003

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK FISIKA


JURUSAN TEKNIK FISIKA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2016
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL TUGAS AKHIR
JURUSAN TEKNIK FISIKA FTI-ITS

Judul : Identifikasi Karakteristik Biomassa Serpihan Kayu Pada Proses


Gasifikasi Menggunakan Reaktor Downdraft Dengan Sistem
Kontinyu Dan Variasi Air Fuel Ratio (AFR)
Bidang Studi : Rekayasa Energi dan Pengkondisian Lingkungan
1. a. Nama : Bagus Rachman Fadhlillah
b. NRP : 2414 106 021
c. Jenis Kelamin : Laki-Laki
2. Jangka Waktu : 5 bulan
3. Pembimbing : I. Ir. Harsono Hadi, M.T, Ph.D.
II. Nur Laila Hamidah, S.T, M.Sc.
4. Usulan Proposal ke : I
5. Status : Baru

Surabaya, 29 Agustus 2016


Pelaksana Tugas Akhir,

Bagus Rachman Fadhlillah


NRP. 2414 106 021
Menyetujui, Menyetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Ir. Harsono Hadi, M.T, Ph.D. Nur Laila Hamidah S.T, M.Sc.
NIP. 1960011919860 1 001 NIP. 19540406 198103 1 003

Mengetahui,
Kepala Laboratorium Rekayasa Energi dan
Pengkondisian Lingkungan

Dr. Gunawan Nugroho, S.T, M.T.


NIP. 197711127200212 1 002

2
I. Judul
”Identifikasi Karakteristik Biomassa Serpihan Kayu Pada Proses Gasifikasi Menggunakan
Reaktor Downdraft Dengan Sistem Kontinyu Dan Variasi Air Fuel Ratio (AFR)”

II. Mata Kuliah Pilihan Bidang Minat Yang Diambil


1. Manajemen Energi
2. Energi Baru dan Terbarukan

III. Calon Pembimbing


I. Ir. Harsono Hadi, M.T, Ph.D.
II. Nur Laila Hamidah S.T, M.Sc.

IV. Latar Belakang


Energi merupakan unsur vital yang tak pernah lepas dari kehidupan manusia. Seiring
bertambahnya jumlah penduduk dan kemajuan teknologi, kebutuhan energi dewasa ini telah
mengalami peningkatan yang tak terkendali. Hal ini tidak diimbangi dengan peningkatan
sumber energi. Sebagian besar penyediaan energi primer saat ini berasal dari bahan bakar fosil.
Namun, harga bahan bakar fosil dunia terus mengalami peningkatan akibat berkurangnya
cadangan yang tersedia di perut bumi. Selain itu, penggunaan bahan bakar fosil juga
memunculkan isu lingkungan dalam hal emisi CO2 dan pemanasan global. Agar kebutuhan
energi tetap terpenuhi, maka manusia perlu mencari sumber energi alternatif yang dapat
menyediakan sumber energi secara terus-menerus. Hal ini dapat dilakukan dengan
memanfaatkan sumber energi baru terbarukan (EBT) seperti angin, air, sinar matahari, dan
biomassa. Upaya pemanfaatan EBT di Indonesia telah tertuang dalam program-program
pengelolaan energi nasional, sesuai Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006.[8]
Biomassa merupakan salah satu bentuk energi baru terbarukan (EBT) yang tersedia dalam
jumlah besar di Indonesia.[8] Energi alternatif ini sendiri sangat cocok untuk dikembangkan di
Indonesia.[6] Hal ini merujuk pada melimpahnya sumber bahan bakar biomassa di Indonesia
seperti limbah serpihan kayu dari industri atau pengrajin kayu, tongkol jagung, tempurung dan
serabut kelapa, sekam padi, jerami, atau ampas tebu yang belum dimanfaatkan secara maksimal.
Masing-masing biomassa tersebut memiliki kandungan unsur dan senyawa kimia yang
berbeda-beda, faktor ini yang menyebabkan setiap biomassa memiliki masing-masing
kelebihan dan kekurangan apabila akan digunakan sebagai bahan bakar. Pada limbah serpihan
kayu misalnya, pada data yang diperoleh dari beberapa literatur memiliki kadar volatile matters
dan jumlah karbon yang relatif lebih tinggi dari biomassa yang lain. Begitu pula dengan kadar
abu atau ash yang dihasilkan cenderung memiliki nilai yang lebih rendah dari biomassa yang
lainnya.[2] Ketiga faktor inilah yang menjadi pertimbangan bahwa limbah serpihan kayu
memiliki kelebihan dibandingkan dengan sumber bahan bakar biomassa yang lain. Mengingat
semakin tinggi kandungan volatile matters maka akan menjadikan biomassa semakin mudah
terbakar atau terignisi, dan semakin banyak kandungan karbon menandakan semakin banyak
pula zat yang dapat bereaksi dalam reaksi pembakaran sehingga memungkinkan reaksi
pembakaran berjalan dengan lebih baik. Sementara kadar abu atau ash yang tinggi akan
menghasilkan emisi abu dan partikulat paling banyak yang dapat mengganggu ataupun merusak
sistem pembakaran.[7] Limbah serpihan kayu ini memiliki potensi konversi energi melalui
3
proses gasifikasi. Gasifikasi sendiri merupakan salah satu teknologi potensial untuk
pemanfaatan limbah biomassa. Gasifikasi bertujuan untuk mengkonversi bahan bakar cair
maupun padat menjadi flammable gas menggunakan suatu reaktor yang disebut gasifier. Suatu
sistem gasifikasi terdiri atas reaktor gasifikasi yang dilengkapi alat-alat untuk pengkondisian
bahan bakar dan producer gas. Jenis-jenis proses gasifikasi yang telah dikembangkan saat ini
adalah downdraft dan updraft. Diantara kedua proses gasifikasi ini, yang paling sederhana dan
mampu menghasilkan synthetic-gas dengan kualitas yang cukup baik adalah sistem gasifikasi
downdraft.
Usaha untuk mengoptimalkan proses gasifikasi downdraft salah satunya dapat dilakukan
dengan pengaturan Air Fuel Ratio pada sistem. Beberapa penelitian gasifikasi biomassa yang
menggunakan reaktor gasifikasi jenis downdraft telah dilakukan. Salah satunya yang telah
dilakukan oleh F. Ardianto[4] yang menggunakan sistem batch biomassa serbuk kayu dengan
variasi perbandingan udara-bahan bakar (Air Fuel Ratio) dan ukuran biomassa, mendapatkan
efisiensi terbesar pada ukuran biomassa yang lebih kecil yakni sebesar 67.798 %. L. Najib[5]
yang menggunakan sistem kontinyu biomassa tempurung kelapa dengan variasi perbandingan
udara-bahan bakar (Air Fuel Ratio) dan ukuran biomassa, mendapatkan efisiensi paling besar
yaitu 52.030 %. Kemudian S. Hadi[6] yang menggunakan sistem kontinyu biomassa serabut
kelapa dengan variasi perbandingan udara-bahan bakar (Air Fuel Ratio) terhadap kualitas api,
mendapatkan efisiensi paling besar yaitu 66.17 % pada AFR 1.31.
Oleh karena itu penulis mengadakan penelitian untuk mengetahui karakteristik biomassa
serpihan kayu pada proses gasifikasi downdraft dengan sistem pemasukan biomassa serpihan
kayu secara kontinyu dan memberikan variasi perbandingan udara-bahan bakar (Air Fuel
Ratio).

V. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, permasalahan yang dapat
diangkat dalam penelitian Tugas Akhir ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh variasi Air Fuel Ratio (AFR) terhadap nilai kalor bawah (Lower
Heating Value/LHV) synthetic-gas yang dihasilkan melalui proses gasifikasi ?
2. Bagaimana pengaruh variasi Air Fuel Ratio (AFR) terhadap komposisi atau kandungan
synthetic-gas yang dihasilkan melalui proses gasifikasi ?
3. Bagaimana pengaruh variasi Air Fuel Ratio (AFR) terhadap efisiensi gasifikasi yang dapat
diketahui dari energi hasil proses gasifikasi dibandingkan dengan energi yang masuk
kedalam proses gasifikasi ?

VI. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai berdasarkan rumusan masalah yang telah diangkat pada
penelitian Tugas Akhir ini, antara lain :
1. Mengetahui pengaruh variasi Air Fuel Ratio (AFR) terhadap nilai kalor bawah (Lower
Heating Value/LHV) synthetic-gas yang dihasilkan melalui proses gasifikasi.
2. Mengetahui pengaruh variasi Air Fuel Ratio (AFR) terhadap komposisi synthetic-gas yang
dihasilkan melalui proses gasifikasi.
3. Mendapatkan nilai Air Fuel Ratio (AFR) terbaik untuk efisiensi proses gasifikasi.
VII. Batasan Masalah
4
Agar penelitian ini tidak menimbulkan permasalahan yang melebar dan diluar topik yang
diangkat, maka dibuat beberapa batasan masalah, antara lain :
1. Air Fuel Ratio (AFR) yang digunakan dalam pengujian proses gasifikasi memiliki 4 variasi
yaitu 0.96, 1.22, 1.31, 1.4.
2. Karakteristik proses gasifikasi biomassa yang diteliti yaitu nilai kalor bawah (Lower
Heating Value/LHV), komposisi synthetic-gas dan efisiensi gasifikasi.
3. Komposisi synthetic-gas yang dihasilkan ditinjau dari nilai prosentase masing-masing gas
termasuk flammable gas.
4. Efisiensi gasifikasi diperoleh dari energi hasil proses gasifikasi dibandingkan dengan
energi yang masuk kedalam proses gasifikasi pada masing-masing variasi nilai Air Fuel
Ratio (AFR).
5. Biomassa yang digunakan pada penelitian ini yaitu limbah serpihan kayu yang tidak
terpakai dari industri kayu atau pengrajin kayu.
6. Gasifier yang digunakan pada penelitian ini yaitu reaktor tipe downdraft yang terdapat pada
Laboratorium Teknik Pembakaran dan Bahan Bakar Jurusan Teknik Mesin ITS.
7. Sistem gasifikasi yang digunakan pada penelitian ini memakai sistem pemasukan biomassa
secara kontinyu atau terus menerus tiap 10 menit sekali.

VIII. Tinjauan Pustaka


[1] P. N. Sheth and B. V. Babu, ”Experimental Studies on Producer Gas Generation From
Wood Waste in a Downdraft Biomass Gasifier”, Bioresour. Technol., vol. 100, no. 12, pp.
3127–3133, 2009.
Uraian : Pada penelitian ini dijelaskan tentang studi eksperimen pada producer gas dengan
memakai bahan bakar limbah kayu menggunakan downdraft biomass gasifier. Parameter yang
diteliti adalah nilai equivalence ratio, komposisi producer gas, nilai kalor, kecepatan produksi
gas, dan zona temperatur. Dan setelah diuji dan hasilnya dibandingkan dengan studi yang sudah
dilakukan sebelumnya menyatakan bahwa nilai kalor terbesar didapat pada penelitian ini yaitu
dengan nilai 6.34 MJ/kg, dan nilai equivalence ratio yang paling optimal untuk biomass gasifier
yaitu bernilai 0.205 dan menghasilkan cold gas efficiency sebesar 56.87 %.
[2] K. Qin, P. A Jensen, W. Lin, and A. D. Jensen, ”Biomass Gasification Behavior in an
Entrained Flow Reactor: Gas Product Distribution and Soot Formation”, Energy & Fuels,
vol. 26, no. 9, pp. 5992-6002, 2012.
Uraian : Pada penelitian ini dijelaskan mengenai perilaku biomassa saat proses gasifikasi
pada suatu reaktor. Biomassa yang diteliti yaitu kayu, jerami, dan lignin yang telah
dikeringkan. Semua biomassa tersebut diuji kandungannya didalam laboratorium melalui
analisis proksimasi dan ultimasi yang tertuang dalam tabel properties of fuel. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa biomassa dengan kandungan volatile matter, ash, dan low
heating value terbaik diantara ketiganya yaitu kayu dengan prosentase 76.70 wt %, 0.61 wt
%, dan 16.44 MJ/kg.
[3] Adeyemi I et al, ”Gasification Behavior of Coal and Woody Biomass: Validation and
Parametrical Study”, Appl Energy, 2016.
Uraian : Pada penelitian ini dijelaskan tentang perilaku gasifikasi pada entrained flow
reaktor dengan 2 bahan baku yaitu batubara dan limbah kayu. Hasil menunjukkan bahwa
limbah kayu memiliki kandungan volatile, moisture, dan oksigen yang lebih banyak dan
5
kadar abu lebih sedikit dibanding batubara apabila keduanya digunakan sebagai bahan
bakar pada proses gasifikasi. Dimana, kandungan volatile, moisture, dan oksigen untuk
limbah kayu berturut-turut bernilai 68.89 wt %, 8.95 wt %, 43.62 wt %, dan kadar abu
bernilai 0.28 wt %.
[4] F. Ardianto, ”Karakterisasi Gasifikasi Biomassa Serpihan Kayu Pada Reaktor Downdraft
Sistem Batch Dengan Variasi Air Fuel Ratio (AFR) dan Ukuran Biomassa”, Tugas Akhir
Konversi Energi, 2011.
Uraian : Pada tugas akhir ini dijelaskan tentang karakterisasi gasifikasi biomassa serpihan
kayu pada reaktor downdraft sistem batch dengan variasi Air Fuel Ratio (AFR) dan ukuran
biomassa. Hasil yang didapat adalah prosentase komposisi CO, H2, CH4 (flammable gas)
yang cenderung mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya nilai Air Fuel Ratio
(AFR), sedangkan gas O2, N2, dan CO2 cenderung naik dan mendapatkan efisiensi paling
besar yaitu 67.798 %.
[5] L. Najib dan S. Darsopuspito, ”Karakterisasi Proses Gasifikasi Biomassa Tempurung
Kelapa Sistem Downdraft Kontinyu dengan Variasi Perbandingan Udara-Bahan Bakar
(AFR) dan Ukuran Biomassa”, J. Teknik ITS., vol. 1, no. 1, pp. 12-15, 2012.
Uraian : Pada jurnal ini dijelaskan tentang karakterisasi proses gasifikasi biomassa
tempurung kelapa sistem downdraft kontinyu dengan variasi perbandingan udara-bahan
bakar (AFR) dan ukuran biomassa. Hasil yang didapat adalah nilai kalor bawah (Lower
Heating Value/LHV) synthetic-gas akan semakin mengecil seiring bertambahnya nilai Air
Fuel Ratio (AFR) dan mendapatkan efisiensi paling besar yaitu 52.030 %.
[6] S. Hadi and S. Darsopuspito, ”Pengaruh Variasi Perbandingan Udara-Bahan Bakar Terhadap
Kualitas Api Pada Gasifikasi Reaktor Downdraft Dengan Suplai Biomass Serabut Kelapa Secara
Kontinyu”, J. Teknik POMITS., vol. 2, no. 3, pp. 3-6, 2013.
Uraian : Pada jurnal ini dijelaskan tentang Pengaruh Variasi Perbandingan Udara-Bahan
Bakar Terhadap Kualitas Api Pada Gasifikasi Reaktor Downdraft Dengan Suplai Biomass
Serabut Kelapa Secara Kontinyu. Hasil yang didapat adalah nilai Air Fuel Ratio (AFR) yang
terbaik ditinjau dari efisiensi gasifikasi yaitu pada AFR 1,31 dimana efisiensi paling besar yaitu
66.17 %.

IX. Teori Penunjang


9.1 Biomassa
Biomassa merupakan salah satu bentuk energi alternatif yang sangat cocok untuk
dikembangkan di Indonesia. Hal ini terlihat dari melimpahnya sumber bahan bakar biomassa
di Indonesia seperti tongkol jagung yang selama ini masih belum dimanfaatkan secara
maksimal. Biomassa dapat diartikan sebagai material yang berasal dari tumbuhan maupun
hewan termasuk manusia. Sedangkan berdasarkan United Nations Framework Convention on
Climate Change (UNFCCC) tahun 2005, biomassa didefinisikan sebagai material organik
nonfosil yang berasal dari tanaman, hewan dan mikro-organisme, baik itu produk, residu,
maupun limbah pada proses pengolahannya. Biomassa dalam sudut pandang industri juga
berarti material biologis yang bisa diubah menjadi sumber energi atau material industri.
Sebagai sumber energi terbarukan, biomassa dapat terus-menerus terbentuk dari interaksi
antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Tumbuhan menghasilkan energi dengan
melakukan fotosintesis yang memanfaatkan energi dari sinar matahari dan CO2 dari udara.
6
Sedangkan hewan memperoleh energi dari tumbuhan yang dimakannya atau dari memakan
hewan lain. Energi kimia yang terkandung dalam tanaman dan hewan ini dikenal dengan nama
bio-energi (Yulistiani, 2009).
Di alam bebas, biomassa yang dibiarkan begitu saja di tanah akan diuraikan oleh
mikroorganisme dan menghasilkan kembali karbondioksida. Demikian pula pembakaran
biomassa di rumah tangga, proses industri, aktivitas pembangkitan energi, ataupun transportasi
akan mengembalikan CO2 yang tersimpan dalam biomassa tersebut ke atmosfir. Tanaman yang
baru tumbuh akan terus menjaga keseimbangan siklus karbon di atmosfir melalui penangkapan
kembali CO2. Sehingga gas CO2 yang dihasilkan dari proses degradasi biomassa dikenal
dengan Greenhause Gas Neutral (GHG Neutral) (Basu, 2010).

9.2 Analisis Proksimasi dan Ultimasi


Untuk mengetahui karakteristik, sifat fisis, sifat kimia dan fuel properties suatu biomassa
dapat dilakukan dengan analisis proximate dan ultimate. Analisis proximate bertujuan untuk
mengetahui komponen volatil, karbon tetap, dan abu suatu biomassa. Sedangkan analisis
ultimate bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia dan HHV (Higher Heating Value) dari
suatu biomassa. Karena biomassa memiliki sifat yang bervariasi, maka analisis biasanya
dilakukan pada basis kering (Reed and Das, 1988).
Analisis proksimasi dan ultimasi biasa digunakan untuk mengatahui kandungan dalam
biomassa. Analisis proksimat digunakan untuk mengetahui kandungan air, abu, volatile
matters, dan fixed carbon. Semakin besar kandungan air maka semakin rendah nilai kalornya
karena H2O tidak memiliki nilai kalor, kadar abu yang tinggi akan menghasilkan emisi abu dan
partikulat paling banyak, semakin besar kandungan volatile matters maka akan semakin mudah
biomassa terbakar atau lebih cepat terignisi, dan semakin banyak kandungan karbon
menandakan bahwa semakin banyak pula zat yang dapat bereaksi dalam reaksi pembakaran
sehingga memungkinkan reaksi pembakaran berjalan dengan lebih baik. Sedangkan analisis
ultimat digunakan untuk mengetahui kandungan unsur-unsur kimia seperti karbon, hidrogen,
oksigen, sulfur, dll. Adapun analisis proksimasi dan ultimasi untuk jenis biomassa yang
diperoleh dari beberapa literatur, dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 9.1 Analisis Proksimasi Sampel Biomassa[6]


Kadar Kadar Volatile Fixed
Jenis Biomassa Air Abu Matters Carbon
(% adb) (% adb) (% adb) (% adb)
Jerami 11.98 17.42 56.48 14.12
Sekam Padi 7.78 21.84 57.05 13.33
Kayu Kamper 15.52 1.21 68.22 15.05
Kayu Karet 10.85 4.29 69.76 15.10
Serabut Kelapa 10.27 3.27 62.64 23.82
Ampas Tebu 8.76 1.34 75.94 13.96

Tabel 9.2 Analisis Ultimasi Sampel Biomassa[6]


7
Karbon Hidrogen Nitrogen Belerang Oksigen
Jenis Biomassa (% adb) (% adb) (% adb) (% adb) (% adb)
Jerami 36.48 4.7 0.61 0.09 40.7
Sekam Padi 35.18 4.46 0.15 0.01 38.36
Kayu Kamper 45.67 5.74 0.12 Trace 47.26
Kayu Karet 45.62 5.57 0.72 0.04 43.76
Serabut Kelapa 46.87 5.77 0.04 0.08 43.97
Ampas Tebu 46.1 6.1 0.11 0.17 46.18

Tabel 9.3 Properties of Fuels[2]


Wood (on an as- Straw (on an as- Dried lignin (on
Properties received basis) received basis) a dry basis)
Moisture (wt %) 9.04 5.40 0.00
Ash (wt %) 0.61 4.54 11.10
Volatile Matters (wt %) 76.70 72.7 63.10
Fixed Carbon (wt %) 13.65 17.79 25.80
LHV (MJ/kg) 16.44 16.35 21.42
Carbon (wt %) 45.05 43.42 53.80
Hydrogen (wt %) 5.76 5.58 5.70
Oxygen (wt %) 39.41 40.60 28.10
Nitrogen (wt %) 0.13 0.37 1.18
Sulphur (wt %) 0.01 0.09 0.12

9.3 Konversi Energi Biomassa


Biomassa memiliki tiga metode konversi energi, yaitu pirolisis, gasifikasi dan
pembakaran. Perbedaan jenis konversi energi tersebut terletak pada banyaknya udara (oksigen)
yang dikonsumsi saat proses konversi berlangsung. Proses pembakaran membutuhkan oksigen
lebih banyak daripada proses gasifikasi, sementara pada proses pirolisis, oksigen yang
digunakan sangat sedikit. Jumlah oksigen yang dibutuhkan ini dinyatakan dengan parameter
perbandingan udara-bahan bakar atau Air-Fuel Ratio (AFR). Selanjutnya akan dibahas
mengenai konversi energi gasifikasi lebih detail.

Gambar 9.1 Proses Thermokimia Gasifikasi[4]

8
Gasifikasi adalah proses konversi energi dari bahan bakar yang mengandung karbon
(padat ataupun cair) menjadi gas yang disebut syngas (synthesis gas) atau gas sintetis dengan
cara oksidasi parsial pada temperatur tinggi. Proses gasifikasi dilakukan dalam suatu reaktor
yang dikenal dengan gasifier. Jenis gasifier yang ada saat ini dapat dikelompokkan berdasarkan
mode fluidisasi, arah aliran dan jenis gas yang diperlukan untuk proses gasifikasi (gasifying
agent).

9.4 Reaktor Gasifier


Reaktor berfungsi sebagai tungku tempat berlangsungnya proses gasifikasi dan dikenal
dengan nama gasifier. Ketika gasifikasi dilangsungkan, terjadi kontak antara bahan bakar
dengan medium penggasifikasi di dalam gasifier. Kontak antara bahan bakar dengan medium
tersebut menentukan jenis gasifier yang digunakan.
Berdasarkan mode fluidisasinya, gasifier dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu: mode
gasifikasi unggun tetap (fixed bed gasification), mode gasifikasi unggun terfluidisasi (fluidized
bed gasification), mode gasifikasi entrained flow. Sampai saat ini yang digunakan untuk skala
proses gasifikasi skala kecil adalah mode gasifier unggun tetap. (Reed and Das, 1988).
Berdasarkan arah aliran, fixed bed gasifier dapat dibedakan menjadi : reaktor aliran searah
(downdraft gasifier), reaktor aliran berlawanan (updraft gasifier) dan reaktor aliran menyilang
(crossdraft gasifier). Pada downdraft gasifier, arah aliran gas dan arah aliran padatan adalah
sama - sama ke bawah. Pada updraft gasifier, arah aliran padatan ke bawah sedangkan arah
aliran gas mengalir ke atas. Sedangkan gasifikasi crossdraft arah aliran gas dijaga mengalir
mendatar dengan aliran padatan ke bawah (Hantoko, dkk.,2011).
Berdasarkan gasifying agent yang diperlukan, terdapat gasifikasi udara dan gasifikasi
oksigen/uap. Gasifikasi udara adalah metode dimana gas yang digunakan untuk proses
gasifikasi adalah udara. Sedangkan pada gasifikasi uap, gas yang digunakan pada proses yang
terjadi adalah uap.

Gambar 9.2 Tipe Gasifier Berdasarkan Arah Aliran[8]

9
Pada Downdraft Gasifier, udara disuplai dari atas secara terus menerus dan bergerak
mengalir ke bawah sehingga membawa gas yang keluar untuk ikut mengalir ke bawah menuju
zona gasifikasi hot-char, menyalakan api, dan membakar tar. Dengan demikian, emisi yang
dihasilkan sangat bersih. Sementara itu, bahan bakar juga bergerak ke bawah, seperti gas
pirolisis, sehingga dikenal dengan Co-current gasifier. Meskipun begitu, jenis gasifier ini
memeliki efisieni keseluruhan rendah serta penanganan yang sulit untuk biomassa dengan
moisture content dan kandungan abu yang tinggi dari pada updraft gasifier. Pada jenis gasifier
ini juga amatlah penting untuk memperhatikan distribusi suhu tinggi yang merata diseluruh area
dalam reaktor gasifikasi. Oleh karena itu, downdraft gasifier terbatas hanya untuk range daya
kurang dari 1 MW (Akudo, 2008; Belonio, 2005). Gas produser gasifikasi downdraft biasanya
memiliki suhu antara 500 dan 900°C (Vogel dkk, 2006 dalam Zurich, 2008), dan menurut nilai-
nilai efisiensi gas dingin 70 sampai 80% (Nussbaumer, 2004 dalam Zurich, 2008). Serupa
dengan gasifikasi updraft, nilai pemanasan gas produser downdraft rendah di kisaran 5 MJ/mn3
(Morf, 2001 dalam Zurich, 2008). Karena ke reaktor tar internal yang retak, beban tar rendah
dengan nilai maksimum dari 6 g/Mn3 (dtf) (Nussbaumer, 2004 dalam Zurich, 2008).

9.5 Faktor Yang Mempengaruhi Proses Gasifikasi


Proses gasifikasi memiliki beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses dan
kandungan syngas yang dihasilkkannya. Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan karakteristik
biomassa, desain gasifier, jenis gasifying agent, dan air fuel ratio (AFR).
a. Karakteristik Biomassa, meliputi :
1. Kandungan energi, semakin tinggi kandungan energi yang dimiliki biomassa maka
potensi energi yang dapat dikonversi juga semakin besar.
2. Kadar air (moisture content), kandungan air yang tinggi menyebabkan heat loss yang
berlebihan dan beban pendinginan gas semakin tinggi.
3. Tar, merupakan salah satu kandungan yang paling merugikan dan harus dihindari
karena sifatnya yang korosif, berbau tajam, dan menurunkan kualitas gas sebagai bahan
bakar motor.
4. Ash/ Slag. Ash merupakan kandungan mineral yang terdapat pada bahan baku yang tetap
berupa oksida setelah proses pembakaran. Sedangkan slag adalah kumpulan ash yang
lebih tebal. Adanya ash dan slag pada gasifier menyebabkan penyumbatan pada gasifier.

b. Desain Gasifier
Bentuk gasifier yang dibuat untuk proses gasifikasi sangat mempengaruhi proses secara
keseluruhan. Misalnya, pada reaktor gasifikasi downdraft terdapat desain dengan neck atau
penyempitan di bagian tengah reaktor yang juga dikenal dengan nama reaktor imbert (Reed and
Das, 1988).

c. Gasifying Agent
Penggunaan jenis gasifying agent mempengaruhi kandungan gas yang dimiliki oleh
syngas. Misalnya, penggunaan udara bebas menghasilkan senyawa nitrogen yang pekat di
dalam syngas, berlawanan dengan penggunaan oksigen/uap yang memiliki kandungan nitrogen
yang relatif sedikit. Sehingga penggunaan gasifying agent oksigen/uap memiliki nilai kalor
syngas yang lebih baik dibandingkan gasifying agent udara.
10
d. Perbandingan Udara – Bahan Bakar (AFR)
Kebutuhan udara pada proses gasifikasi berada di antara batas konversi energi pirolisis
dan pembakaran. Karena itu dibutuhkan rasio yang tepat jika menginginkan hasil syngas yang
maksimal.

9.6 Tahapan Proses dan Reaksi Gasifikasi


Pada proses gasifikasi ada beberapa tahapan berdasarkan perbedaan rentang kondisi
temperatur, yaitu pengeringan (200-300°C), pirolisis (300-700°C), oksidasi (700-1500°C), dan
reduksi (400-1000°C) yang dilalui oleh biomassa sebelum pada akhirnya menjadi gas yang
flammable pada output reaktor. Proses pengeringan, pirolisis, dan reduksi bersifat menyerap
panas (endotermik), sedangkan proses oksidasi bersifat melepas panas (eksotermik). Panas
yang dihasilkan dalam proses oksidasi digunakan dalam proses pengeringan, pirolisis dan
reduksi. Zona-zona proses dan reaksi yang terjadi pada suatu reaktor gasifikasi downdraft
ditunjukkan oleh gambar 9.3 berikut.

Gambar 9.3 Skema Tahapan Proses dan Reaksi Gasifikasi Pada Downdraft Gasifier[9]

1. Proses Drying (Pengeringan)


Proses drying dilakukan untuk mengurangi kadar air (moisture) yang terkandung
di dalam biomass bahkan sebisa mungkin kandungan air tersebut hilang. Temperatur
pada zona ini berkisar antara 100°C sampai 300ºC. Kadar air pada biomass dihilangkan
melalui proses konveksi karena pada reaktor terjadi pemanasan dan udara yang bergerak
memiliki humidity yang relatif rendah sehingga dapat mengeluarkan kandungan air

11
biomassa. Semakin tinggi temperatur pemanasan akan mampu mempercepat proses
difusi dari kadar air yang terkandung di dalam biomass sehingga proses drying akan
berlangsung lebih cepat. Reaksi oksidasi, yang terdapat beberapa tingkat di bawah zona
drying, yang bersifat eksoterm menghasilkan energi panas yang cukup besar dan
menyebar ke seluruh bagian reaktor. Disamping itu kecepatan gerak media pengering
turut mempengaruhi proses drying yang terjadi.

2. Proses Pirolisis
Proses pirolisis merupakan proses yang rumit sehingga pengertian sesungguhnya
masih belum dapat dimengerti. Namun secara harfiah pirolisis merupakan proses
pembakaran tanpa melibatkan oksigen. Produk yang dihasilkan oleh proses ini
dipengaruhi oleh banyak faktor seperti temperatur, tekanan, waktu, dan heat losses.
Pada zona ini biomass mulai bereaksi dan membentuk tar dan senyawa gas yang
flammable. Komposisi produk yang tersusun merupakan fungsi laju pemanasan selama
pirolisis berlangsung. Proses pirolisis dimulai pada temperatur sekitar 300°C, ketika
komponen yang tidak stabil secara termal, seperti lignin pada biomassa dan volatile
matters pada batubara, pecah dan menguap bersamaan dengan komponen lainnya.
Produk cair yang menguap mengandung tar dan PAH (polyaromatic hydrocarbon).
Produk pirolisis biasanya terdiri dari tiga jenis, yaitu gas ringan (H2, CO, CO2, H2O, dan
CH4), tar, dan arang. Secara umum reaksi yang terjadi pada pirolisis beserta produknya
adalah :
biomass _ char + tar + gases (CO2; CO; H2O; H2; CH4; CxHy)

3. Proses Oksidasi
Proses oksidasi adalah proses yang menghasilkan panas (eksoterm) yang
memanaskan lapisan karbon di bawah. Proses ini terjadi pada temperatur yang relatif
tinggi, umumnya lebih dari 900ºC. Pada temperatur setinggi ini pada gasifier downdraft,
akan memecah substansi tar sehingga kandungan tar yang dihasilkan lebih rendah.
Adapun reaksi kimia yang terjadi pada proses oksidasi ini adalah sebagai berikut
(Ciferno dkk, 2002; Chopra dkk, 2007; Stassen dkk, 1995) :
C + O2 = CO2 + 406 (MJ/kmol)
H2 + ½ O2 = H2O +242 (MJ/kmol)
Proses ini dipengaruhi oleh distribusi oksigen pada area terjadinya oksidasi karena
adanya oksigen inilah dapat terjadi reaksi eksoterm yang akan menghasilkan panas yang
dibutuhkan dalam keseluruhan proses gasifikasi ini. Distribusi oksigen yang merata
akan menyempurnakan proses oksidasi sehingga dihasilkan temperatur maksimal. Pada
daerah pembakaran ini, sekitar 20% arang bersama volatil akan mengalami oksidasi
menjadi CO2 dan H2O dengan memanfaatkan oksigen terbatas yang disuplaikan ke
dalam reaktor (hanya 20% dari keseluruhan udara yang digunakan dalam pembakaran
dalam reaktor). Sisa 80% dari arang turun ke bawah membentuk lapisan reduction
dimana di bagian ini hamper seluruh karbon akan digunakan dan abu yang terbentuk
akan menuju tempat penampungan abu.
Proses ini dipengaruhi oleh distribusi oksigen pada area terjadinya oksidasi karena
adanya oksigen inilah dapat terjadi reaksi eksoterm yang akan menghasilkan panas yang
12
dibutuhkan dalam keseluruhan proses gasifikasi ini. Distribusi oksigen yang merata
akan menyempurnakan proses oksidasi sehingga dihasilkan temperatur maksimal. Pada
daerah pembakaran ini, sekitar 20% arang bersama volatil akan mengalami oksidasi
menjadi CO2 dan H2O dengan memanfaatkan oksigen terbatas yang disuplaikan ke
dalam reaktor (hanya 20% dari keseluruhan udara yang digunakan dalam pembakaran
dalam reaktor). Sisa 80% dari arang turun ke bawah membentuk lapisan reduction
dimana di bagian ini hamper seluruh karbon akan digunakan dan abu yang terbentuk
akan menuju tempat penampungan abu.

4. Proses Reduksi
Proses reduksi adalah reaksi penyerapan panas (endoterm), yang mana temperatur
keluar dari gas yang dihasilkan harus diperhatikan. Pada proses ini terjadi beberapa
reaksi kimia. Di antaranya adalah Bourdouar reaction, steam-carbon reaction, water-
gas shift reaction, dan CO methanation yang merupakan proses penting terbentuknya
senyawa – senyawa yang berguna untuk menghasilkan flammable gas, seperti hidrogen
dan karbon monoksida. Proses ini terjadi pada kisaran temperatur 400°C – 900ºC.
Berikut adalah reaksi kimia yang terjadi pada zona tersebut (Ciferno dkk, 2002; Chopra
dkk, 2007; Stassen dkk, 1995) :

Bourdouar reaction :
C + CO2 = 2 CO – 172 (MJ/kmol)
Steam-carbon reaction :
C + H2O = CO + H2 – 131 (MJ/kmol)
Water-gas shift reaction :
CO + H2O = CO2 + H2 + 41 (MJ/kmol)
CO methanation :
CO + 3 H2 – 206 (MJ/kmol) = CH4 + H2O

Dapat dikatakan bahwa pada proses reduksi ini gas yang dapat terbakar seperti
senyawa CO, H2 dan CH4 mulai terbentuk. Sehingga pada bagian ini disebut sebagai
producer gas.

9.7 Perbandingan Udara-Bahan Bakar (Air Fuel Ratio, AFR) Teoretis


Perbandingan udara-bahan bakar teoretis atau stoichiometri menunjukkan kebutuhan
udara minimum untuk pembakaran sempurna suatu bahan bakar. Ia dapat dinyatakan dalam
bentuk massa udara per massa bahan bakar, yang jika dituliskan dalam bentuk persamaan
menjadi sebagai berikut :

ṁ𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 − 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑎𝑟 (𝐴𝐹𝑅) = ṁ (9.1)
𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑎𝑟

9.8 Neraca Massa dan Neraca Energi Pada Gasifier

13
Berdasarkan hukum konservasi massa dan energi, seluruh massa yang memasuki suatu
control volume memiliki besaran yang sama dengan massa yang keluar. Hal tersebut juga
berlaku pada reaktor gasifikasi yang menjadi instalasi penelitian ini. Secara teori seluruh energi
yang dimiliki biomassa dapat dikonversikan menjadi synthetic-gas. Namun karena beberapa
hal yang tidak dapat diabaikan, konversi energi yang terjadi tidak hanya menghasilkan
synthetic-gas tapi juga arang (char) dan abu (ash).

Neraca massa di reaktor :

∑ ṁ𝑖𝑛 = ∑ ṁ𝑜𝑢𝑡 (9.2)

ṁ𝑏𝑖𝑜𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 + ṁ𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 = ṁ𝑐ℎ𝑎𝑟 + ṁ𝑎𝑠ℎ + ṁ𝑠𝑦𝑛𝑔𝑎𝑠 (9.3)

Neraca energi direaktor :

∑ 𝐸𝑖𝑛 = ∑ 𝐸𝑜𝑢𝑡 (9.4)

𝐸𝑏𝑖𝑜𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 + 𝐸𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 = 𝐸𝑐ℎ𝑎𝑟 + 𝐸𝑎𝑠ℎ + 𝐸𝑠𝑦𝑛𝑔𝑎𝑠 + 𝑞𝑙𝑜𝑠𝑠 (9.5)

Perhitungan untuk setiap variabel pada persamaan (9.5) sebagai berikut :

𝐸𝑏𝑖𝑜𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 = ṁ𝑏𝑖𝑜𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 × 𝐿𝐻𝑉𝑏𝑖𝑜𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 (9.6)

𝐸𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 = ṁ𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 + 𝐶𝑝𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 + ∆𝑇𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 (9.7)

𝐸𝑐ℎ𝑎𝑟 = ṁ𝑐ℎ𝑎𝑟 × 𝐿𝐻𝑉𝑐ℎ𝑎𝑟 (9.8)

𝐸𝑎𝑠ℎ = ṁ𝑎𝑠ℎ × 𝐿𝐻𝑉𝑎𝑠ℎ (9.9)

dimana :
E = Energi (biomassa, udara, synthetic-gas, char, dan ash), kJ/Nm3
LHV = Lower Heating Value, kJ/Nm3
𝑞𝑙𝑜𝑠𝑠 = Heat Loss reaktor, kJ/Nm3

9.9 Nilai Kalor (LHV) Synthetic-gas dan Efisiensi Proses Gasifikasi


Parameter-parameter yang mempengaruhi efisiensi gasifier antara lain yaitu kandungan
moisture, temperatur udara masuk, dan heat loss. Dapat disimpulkan bahwa kandungan
moisture bahan bakar semakin tinggi, nilai kalor syngas semakin rendah, dengan kata lain
efisiensi gasifikasi semakin kecil dengan tingginya kandungan moisture bahan bakar. Nilai
tertinggi dari kandungan moisture dari bahan bakar tidak boleh lebih dari 33%. Untuk pengaruh
temperatur udara masuk, semakin tinggi temperatur udara masuk gasifier akan menaikkan
efisiensi gasifikasi. Disamping itu, pemanasan udara masuk bisa menurunkan Air Fuel Ratio

14
(AFR). Sedangkan pengaruh besarnya heat loss adalah semakin kecil heat loss maka semakin
besar pengaruhnya terhadap efisiensi gasifikasi.
Nilai kalor biomassa ditinjau dari LHV Synthetic-gas dapat diketahui melalui persamaan
berikut ini :

𝑛
𝐿𝐻𝑉𝑔𝑎𝑠 = ∑(𝑌𝑖 × 𝐿𝐻𝑉𝑖 ) (9.10)
𝑖=1

dimana :
Yi = Konsentrasi gas yang terbakar
LHVgas = Nilai kalor bawah synthetic-gas, kJ/m3
LHVi = Nilai kalor bawah dari gas terbakar, kJ/m3

Efisiensi gasifikasi dapat dihitung dengan persamaan berikut ini :

𝐸𝑠𝑦𝑛𝑡ℎ𝑒𝑡𝑖𝑐−𝑔𝑎𝑠
𝜂𝑔𝑎𝑠𝑖𝑓𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 = 𝐸 (9.11)
𝑏𝑖𝑜𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 +𝐸𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎

dimana :
E = Energi (biomassa, udara, synthetic-gas, char, dan ash), kJ/Nm3
𝜂𝑔𝑎𝑠𝑖𝑓𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 = Efisiensi Gasifikasi
LHV = HHV – 3240, kJ/kg
HHV = (T2 – T1 – Tkp) x C, kJ/kg

Jika yang akan dihitung adalah efisiensi bahan bakar yang habis tergasifikasi, maka yang
jadi dasar perhitungan adalah massa bahan bakar gasifikasi. Sehingga persamaan yang
digunakan adalah :

ṁ𝑏𝑖𝑜𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑔𝑎𝑠𝑖𝑓𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖
𝜂= × 100%
ṁ𝑏𝑖𝑜𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙

ṁ𝑏𝑖𝑜𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙 −ṁ𝑐ℎ𝑎𝑟


𝜂= × 100% (9.12)
ṁ𝑏𝑖𝑜𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙

15
X. Metodologi Penelitian
Dalam penelitian tugas akhir ini, terdapat hal-hal yang akan dikerjakan oleh penulis
seperti yang ditunjukkan pada diagram alir berikut :

Gambar 10.1 Diagram Alir Penelitian Tugas Akhir

16
Gambar 10.2 Diagram Alir Penelitian Tugas Akhir (Lanjutan)

Metodologi yang dilakukan dalam penelitian tugas akhir ini menggunakan metode
eksperimental secara langsung dan dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Studi literatur pada jurnal maupun text book tentang karakteristik dan kandungan macam-
macam biomassa, proses konversi energi gasifikasi menggunakan gasifier, dan proses
thermokimia gasifikasi.
2. Pengambilan biomassa serpihan kayu pada industri atau pengrajin kayu sekaligus
melakukan analisis proksimasi dan ultimasi dan perhitungannya untuk mengetahui
kandungan unsur kimia yang terdapat pada biomassa.
3. Pengumpulan Data Awal
Pada tahap ini, data yang diambil berupa analisis proksimasi, ultimasi, LHV biomassa, data
temperatur udara sekitar tempat reaktor gasifier, temperatur dinding reaktor sebelum
digunakan, dan massa biomassa awal untuk pengumpanan yaitu sebesar 2 kg.
4. Pengaturan Variasi Air Fuel Ratio (AFR) Pada Proses Gasiifikasi
Pada tahap ini, akan diberikan variasi perbandingan udara-bahan bakar sebanyak 4 kali
dengan nilai 0.96, 1.22, 1.31, 1.4. Variasi dilakukan dengan cara mengatur udara yang
masuk kedalam reaktor melalui pipa throat reaktor gasifier.
17
5. Pencatatan Data Proses
Pada tahap ini, data-data yang akan diperoleh pada saat proses pengujian gasifikasi antara
lain :
a. Distribusi temperatur pada 5 titik (T1, T2, T3, T4, T5) yang terdapat pada drum reaktor
yang diukur menggunakan thermocouple.
b. Massa biomassa sebesar 0.5 kg dimasukkan tiap 10 menit dan dilakukan hingga waktu
operasi gasifikasi sekitar 120 menit.
c. Temperatur dinding reaktor gasifier saat pengujian gasifikasi berlangsung dan
visualisasi nyala api yang dihasilkan tiap variasi perbandingan udara-bahan bakar.
7. Perhitungan Awal
Pada tahap ini, dilakukan perhitungan sebagai berikut :
a. Laju alir massa udara masuk ke throat reaktor gasifikasi.
b. Laju alir massa biomassa serpihan kayu.
c. Rasio udara-bahan bakar (Air Fuel Ratio).
8. Pengambilan Sample Synthetic-Gas
Pada tahap ini, dilakukan pengambilan sample synthetic-gas hasil proses gasifikasi dan
diuji kandungannya di laboratorium studi energi dan rekayasa LPPM ITS.
9. Perhitungan Nilai Kalor Gas Terbakar (Combustible Gas)
Pada tahap ini, dilakukan perhitungan analisa nilai kalor gas terbakar (combustible gas)
dari synthetic-gas sebagai berikut :
a. Lower Heating Value (LHV) CO
b. Lower Heating Value (LHV) CH4
c. Lower Heating Value (LHV) H2
10. Pencatatan Data Akhir
Pada tahap ini, diperoleh data-data akhir yaitu massa abu (ash) dan massa arang (char).
11. Pengujian Nilai Kandungan Energi
Pada tahap ini, dilakukan pengujian analisa nilai kandungan energi yang ditinjau dari
Lower Heating Valur (LHV) Ash dan Char di laboratorium pusat studi energi dan rekayasa
LPPM ITS dan sekaligus dilakukan perhitungannya.
12. Perhitungan Data
Pada tahap ini, akan dilakukan perhitungan sebagai berikut :
a. Kesetimbangan massa
b. Kesetimbangan energi
c. Efisiensi gasifikasi
d. Heat loss perpindahan panas dinding reaktor gasifier dan losses yang dibawa synthetic-
gas
13. Pengolahan Data
Pada tahap ini, data-data yang diperoleh akan diolah dalam bentuk grafik dan gambar yang
meliputi :
a. Distribusi temperatur = f (Air Fuel Ratio)
b. Konsentrasi kandungan synthetic-gas = f (Air Fuel Ratio)
c. Nilai kandungan energi (LHV) pada synthetic-gas = f (Air Fuel Ratio)
d. Effisiensi Gasifikasi = f (Air Fuel Ratio)
e. Visualisasi nyala api = f (Air Fuel Ratio)
14. Analisa Data
15. Kesimpulan
16. Penyusunan Laporan Tugas Akhir

18
XI. Jadwal Pelaksanaan
Penelitian tugas akhir ini rencananya akan dilaksanakan dengan rincian kegiatan dari
bulan Agustus – Desember 2016 sebagai berikut :

Tabel 11.1 Jadwal Kegiatan Penelitian Tugas Akhir


Bulan
No. Jadwal Kegiatan
Agustus September Oktober Nopember Desember
Penyusunan Proposal
1.
dan Studi Literatur
Persiapan Alat
Reaktor Gasifikasi
2.
dan Bahan Sampel
Biomassa
Analisis Proksimasi
3.
dan Ultimasi
4. Pencatatan Data Awal
Pengujian Proses
5.
Gasifikasi
Pencatatan Data
6.
Proses
Pencatatan Data
7.
Akhir
Pengolahan dan
6.
Analisa Data
8. Penyusunan Laporan
9. Pembimbingan

XII. Daftar Pustaka


[1] P. N. Sheth and B. V. Babu, ”Experimental Studies on Producer Gas Generation From
Wood Waste in a Downdraft Biomass Gasifier”, Bioresour. Technol., vol. 100, no. 12, pp.
3127–3133, Chemical Engineering Group, Birla Institute of Technology and Science
(BITS), 2009.
[2] K. Qin, P. A Jensen, W. Lin, and A. D. Jensen, ”Biomass Gasification Behavior in an
Entrained Flow Reactor: Gas Product Distribution and Soot Formation”, Energy & Fuels,
vol. 26, no. 9, pp. 5992-6002, Department of Chemical and Biochemical Engineering,
Technical University of Denmark, DK-2800 Kongens Lyngby, Denmark, 2012.
[3] Adeyemi I et al, ”Gasification Behavior of Coal and Woody Biomass: Validation and
Parametrical Study”, Appl Energy, Waste-2 Energy Laboratory, Mechanical Engineering
Program, Masdar Institute, Renewable Energy Department, Sharjah University, United
Arab Emirates, 2016.
[4] Ardianto, F., ”Karakterisasi Gasifikasi Biomassa Serpihan Kayu Pada Reaktor Downdraft
Sistem Batch Dengan Variasi Air Fuel Ratio (AFR) dan Ukuran Biomassa”, Tugas Akhir
Konversi Energi, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi
Sepuluh Nopember Surabaya, 2011.
19
[5] L. Najib dan S. Darsopuspito, ”Karakterisasi Proses Gasifikasi Biomassa Tempurung
Kelapa Sistem Downdraft Kontinyu dengan Variasi Perbandingan Udara-Bahan Bakar
(AFR) dan Ukuran Biomassa”, J. Teknik ITS., vol. 1, no. 1, pp. 12-15, Jurusan Teknik
Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 2012.
[6] S. Hadi and S. Darsopuspito, ”Pengaruh Variasi Perbandingan Udara-Bahan Bakar Terhadap
Kualitas Api Pada Gasifikasi Reaktor Downdraft Dengan Suplai Biomass Serabut Kelapa Secara
Kontinyu”, J. Teknik POMITS., vol. 2, no. 3, pp. 3-6, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi
Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 2013.
[7] Inayati, F., ”Perancangan dan Optimasi Kinerja Kompor Gas Gas Biomassa Rendah Emisi
Karbon Monoksida Berbahan Bakar Biopellet Dari Kayu Karet”, Laporan Skripsi
Mahasiswa Teknik Kimia, Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Indonesia, Depok, 2012.
[8] Hidayat, A., ”Karakterisasi Proses Gasifikasi Biomassa Pada Reaktor Downdraft Sistem
Batch dengan Variasi Air Fuel Ratio (AFR) dan Ukuran Biomassa”, Penelitian Tugas
Akhir, Laboratorium Minyak Bumi, Gas, dan Batubara, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas
Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2014.
[9] Azmi, M., Nugroho, G. dan Sarwono., ”Analisis Teknik dan Ekonomi Pemanfaatan
Biomassa sebagai Pembangkit Energi Listrik di Surabaya”, J. Teknik POMITS., vol. 1,
no.1, pp. 1-6, Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi
Sepuluh Nopember Surabaya, 2014.
[10] J. Billaud, S. Valin, M. Peyrot, and S. Salvador, ”Influence of H2O , CO2 and O2 Addition
on Biomass Gasification in Entrained Flow Reactor Conditions : Experiments and
Modelling”, vol. 166, pp. 166–178, Fuel, CEA, LITEN, DTBH/SBRT/LTCB, 38054
Grenoble cedex 9, France, 2015.
[11] M. Lapuerta, E. Monedero, and J. J. Hern, ”Characterisation of Residual Char From
Biomass Gasification : Effect of The Gasifier Operating Conditions”, pp. 1–11, Journal of
Cleaner Production, Universidad de Castilla-La Mancha, Spain, 2016.

20

Anda mungkin juga menyukai