Oleh:
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK
Telah melaksanakan ujian seminar hasil kerja praktek pada tanggal ……..
Di Program Studi Teknik Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Jambi
Jambi, 2021
Menyetujui :
Koordinator Kerja Praktek Pembimbing Kerja Praktek
ii
PPSDM MIGAS Cepu Universitas Jambi
Pada tanggal:
01 Juli 2021 – 13 Agustus 2021
Disusun oleh:
Cyndy Dwi Afrila M1B118006
Joanna Widyaputri M1B118024
iii
PPSDM MIGAS Cepu Universitas Jambi
iv
PPSDM MIGAS Cepu Universitas Jambi
v
PPSDM MIGAS Cepu Universitas Jambi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta karunia-
Nya, sehingga penyusunan Laporan Praktek Kerja Lapangan di Pusat
Pengembangan Sumber Daya Manusia Minyak dan Gas (PPSDM Migas) Cepu
dapat terselesaikan tepat waktu. Kepada orang tua dan seluruh keluarga
yang selalu memberikan dukungan, baik secara moral maupun materil serta
nasihat sehingga kegiatan praktik kerja ini dapat terlaksana dengan lancar.
Praktek Kerja Lapangan ini merupakan salah satu syarat bagi
mahasiswa untuk menyelesaikan Program Studi Jurusan Teknik Kimia
Universitas Jambi. Dengan Praktek Kerja Lapangan ini, diharapkan
mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapat selama kuliah
serta mendapatkan tambahan ilmu secara langsung dari lapangan khususnya
bidang Teknik Kimia.
Laporan Praktek Kerja Lapangan ini disusun berdasarkan apa yang
telah kami lakukan pada saat di lapangan Pusat Pengembangan Sumber Daya
Manusia Minyak dan Gas Bumi Cepu Jl. Sorogo No. 1 Cepu 58315 Blora-Jawa
Tengah di mulai tanggal 01 Juni 2021 – 13 Agustus 2021. Laporan Praktek
Kerja Lapangan ini berisi gambaran umum perusahaan, proses produksi dan
tugas khusus mengenai evaluasi efisiensi furnace dan kolom fraksinasi pada
unit kilang PPSDM MIGAS Cepu.
Selama penyusunan Laporan Praktek Kerja Lapangan, penulis
mendapat banyak bimbingan serta bantuan dari awal sampai selesainya
Praktek Kerja Lapangan dari berbagai pihak. Untuk itu, dari ketulusan hati
penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1) Bapak Prof. Drs. Damris M, M.Sc., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Jambi.
2) Bapak Dr. Drs. Harmes, M.T. selaku ketua jurusan Teknik Sipil, Teknik
Kimia dan Teknik Lingkungan.
3) Ibu Lince Muis S.T., M.T. selaku Ketua Program Studi Teknik Kimia
Universitas Jambi.
4) Ibu Lenny Marlinda, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing kerja praktek.
vi
PPSDM MIGAS Cepu Universitas Jambi
Penyusun
vii
PPSDM MIGAS Cepu Universitas Jambi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................... ii
LEMBAR PERBAIKAN......................................................................................... iv
KATA PENGANTAR............................................................................................. vi
DAFTAR ISI....................................................................................................... viiii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. xii
DAFTAR TABEL................................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv
viii
PPSDM MIGAS Cepu Universitas Jambi
ix
PPSDM MIGAS Cepu Universitas Jambi
x
PPSDM MIGAS Cepu Universitas Jambi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Logo Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia ................ 6
Gambar 1.2. Peta Lokasi PPSDM Migas Cepu ......................................................8
Gambar 1.3. Denah PPSDM Migas Cepu .............................................................. 9
Gambar 1.4. Skema Alur Distribusi Produk PPSDM Migas Cepu ........................... 10
Gambar 2.1. Struktur Organisasi dan kepegawaian .........................................17
Gambar 3.1. Diagram Flow Proses Distilasi Atmosferik .................................. 25
Gambar 3.2. Heat Exchanger .............................................................................. 26
Gambar 3.3. Furnace ........................................................................................... 27
Gambar 3.4. Kolom Fraksinasi dan Stripper ..................................................... 28
Gambar 3.5. Kondensor ...................................................................................... 29
Gambar 3.6. Box Cooler ....................................................................................... 29
Gambar 3.7. Tube Cooler .....................................................................................29
Gambar 4.1. Kolom fraksinasi II (C-2)................................................................43
Gambar 4.2. Blok Diagram Evaporator.............................................................. 52
Gambar 4.3. Grafik Crude Oil persamaan linear untuk ASTM, EFV..................54
Gambar 4.4. Blok Diagram Kolom Stripper C-5................................................. 56
Gambar 4.5. Blok Diagram Kolom Stripper C-4................................................. 56
Gambar 4.6. Grafik Solar persamaan linear untuk ASTM, EFV........................ 59
Gambar 4.7. Blok Diagram Kolom Fraksinasi C-1............................................. 60
Gambar 4.8. Blok Diagram Kolom Fraksinasi C-2............................................. 61
Gambar 4.9. Blok Diagram Aliran Neraca Panas Kolom Fraksinasi C-2..........62
Gambar 5.1. Tipe Box furnace............................................................................. 71
Gambar 5.2. Tipe Vertikal silinder......................................................................72
Gambar 5.3. Tipe Cabin .......................................................................................73
Gambar 5.4. Tipe Radiant wall furnace.............................................................. 73
Gambar 5.5. Diagram blok furnace .....................................................................79
xi
PPSDM MIGAS Cepu Universitas Jambi
DAFTAR TABEL
xii
PPSDM MIGAS Cepu Universitas Jambi
Tabel 4.21. Data Hubungan Antara Suhu ASTM dan Suhu EFV (1 atm)
Solar....................................................................................................58
Tabel 4.22. Data Hubungan Antara Suhu ASTM dan Suhu EFV (1.2286 atm)
Solar....................................................................................................58
Tabel 4.23. Neraca Massa Kolom Fraksinasi C-4...............................................60
Tabel 4.24. Neraca Massa Kolom Fraksinasi C-1...............................................61
Tabel 4.25. Neraca Massa Kolom Fraksinasi C-2...............................................62
Tabel 5.1. Data Spesifikasi Furnace.................................................................... 78
Tabel 5.2. Temperature masuk dan keluar furnace 03..................................... 80
Tabel 5.3. Tekanan masuk dan keluar furnace 03.............................................80
Tabel 5.4. Data kapasitas Crude Oil dan Fuel Oil masuk furnace 03.................81
Tabel 5.5. Data densitas crude oil dan fuel oil (kg/cm2)................................... 81
Tabel 5.6. Data Analisa Fuel Gas......................................................................... 84
Tabel 5.7. Tabel perhitungan panas masuk dapur............................................87
Tabel 5.8. Data komposisi fuel gas..................................................................... 88
Tabel 5.9. Neraca panas...................................................................................... 92
xiii
PPSDM MIGAS Cepu Universitas Jambi
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
PPSDM MIGAS Cepu Universitas Jambi
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
PPSDM MIGAS Cepu Universitas Jambi
Timur yang bernama Panolan, diresmikan pada tanggal 28 Mei 1893 atas
nama AB. Versteegh. Kemudian beliau mengontrakkannya ke perusahaan
DPM (Dordtsche Petroleum Maarschappij) di Surabaya dengan membayar
ganti rugi sebesar F. 10000 dan F. 0.1 untuk tiap peti (37,5 liter minyak tanah
dari hasil pengilangan). Penemuan sumur minyak bumi bermula di desa
Ledok oleh Mr. Adrian Stoop.
Januari 1893, ia menyusuri Bengawan Solo dengan rakit dari Ngawi
menuju Ngareng Cepu dan akhirnya memilih Ngareng sebagai tempat pabrik
penyulingan minyak dan sumurnya dibor pada Juli 1893. Daerah tersebut
kemudian dikenal dengan nama Kilang Cepu. Selanjutnya, berdasarkan akta
No. 56 tanggal 17 Maret 1923 DPM diambil alih oleh BPM (Bataafsche
Petroleum Maarschappij) yaitu perusahaan minyak milik Belanda.
2. Periode Zaman Jepang ( Tahun 1942 -1945)
Periode zaman Jepang, dilukiskan tentang peristiwa penyerbuan
tentara Jepang ke Indonesia pada perang Asia Timur yaitu keinginan Jepang
untuk menguasai daerah-daerah yang kaya akan sumber minyak, untuk
keperluan perang dan kebutuhan minyak dalam negeri Jepang.
Terjadi perebutan kekuasaan Jepang terhadap Belanda, para pegawai
perusahaan minyak Belanda ditugaskan untuk menangani taktik bumi
hangus instalasi penting, terutama Kilang minyak yang ditujukan untuk
menghambat laju serangan Jepang. Namun akhirnya, Jepang menyadari
bahwa pemboman atas daerah minyak akan merugikan pemerintah Jepang
sendiri.
Sumber-sumber minyak segera dibangun bersama oleh tenaga sipil
Jepang, tukang-tukang bor sumur tawanan perang dan tenaga rakyat
Indonesia yang berpengalaman dan ahli dalam bidang perminyakan, serta
tenaga kasar diambil dari penduduk Cepu dan daerah lainnya dalam jumlah
besar.
Lapangan minyak Cepu masih dapat beroperasi secara maksimal
seperti biasa dan pada saat itu Jepang pernah melakukan pengeboran baru di
lapangan minyak Kawengan, Ledok, Nglobo dan Semanggi.
f. Periode 1966–1978
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Urusan Minyak dan Gas Bumi
No. 5/M/Migas/1966 tanggal 04 Januari 1966, yang menerangkan bahwa
seluruh fasilitas/instalasi PN Permigan Daerah Administrasi Cepu dialihkan
menjadi Pusat Pendidikan dan Latihan Lapangan Perindustrian Minyak dan
Gas Bumi (PUSDIKLAP MIGAS). Yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) Jakarta. Kemudian
pada tanggal 07 Februari 1967 diresmikan Akademi Minyak dan Gas Bumi
(Akamigas) Cepu Angkatan I (Pertama).
g. Periode 1978 – 1984
Berdasarkan SK Menteri Pertambangan dan Energi No. 646 tanggal 26
Desember 1977 PUSDIKLAP MIGAS yang merupakan bagian dari LEMIGAS
(Lembaga Minyak dan Gas Bumi) diubah menjadi Pusat Pengembangan
Teknologi Minyak dan Gas Bumi Lembaga Minyak dan Gas Bumi (PPTMGB
LEMIGAS) dan berdasarkan SK Presiden No. 15 tanggal 15 Maret 1984 pasal
107, LEMIGAS ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah dengan nama Pusat
Pengembangan Tenaga Perminyakan dan Gas Bumi (PPT MIGAS).
h. Periode 1984 – 2001
Berdasarkan SK Menteri Pertambangan dan Energi No. 0177/1987
tanggal 05 Desember 1987, dimana wilayah PPT Migas yang dimanfaatkan
Diklat Operasional/Laboratorium Lapangan Produksi diserahkan ke
PERTAMINA EP ASSET 4 Cepu, sehingga Kilang Cepu mengoperasikan
pengolahan crude oil milik PERTAMINA. Kedudukan PPT Migas dibawah
Direktorat Jendral Minyak dan Gas Bumi, Departemen Pertambangan dan
Energi yang merupakan pelaksana teknis migas di bidang pengembangan
tenaga perminyakan dan gas bumi.
Keberadaan PPT Migas ditetapkan berdasarkan Kepres No. 15/1984
tanggal 18 Maret 1984, dan struktur organisasinya ditetapkan berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.1092 tanggal 05
November 1984.
pendidikan dan pelatihan seluas 120 hektar, lokasi PPSDM MIGAS dapat
dilihat dari gambar 1.2. Ditinjau dari segi geografis dan ekonomis, lokasi
tersebut cukup strategis karena didukung oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Lokasi praktek
Lokasi PPSDM Migas berdekatan dengan lapangan minyak milik
Pertamina, Exxon Mobile Cepu Limited, Petrochina, tambang rakyat
Wonocolo serta singkapan- singkapan geologi, sehingga memudahkan
peserta diklat untuk melakukan field study.
2. Sarana transportasi
Kota Cepu dilewati oleh jalur kereta api Surabaya- Jakarta dan jalan
raya yang menghubungkan kota-kota besar di sekitarnya.
3. Letaknya yang berbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur
dengan mengelolah crude oil dari PT Pertamina EP Asset 4 Field Cepu. Kilang
merupakan unit Distilasi Atmosferik (Crude Destilllation Atmospheric) yang
merupakan primary processing dalam pengolahan minyak bumi. Produk CDU
PPSDM Migas adalah:
a. Pertasol CA (sebagai pelarut)
b. Pertasol CB (sebagai pelarut)
c. Pertasol CC (sebagai pelarut)
d. Solar
e. Residu
Sarana prasarana utama unit kilang adalah tangki minyak mentah dan
produk, furnace, kolom fraksinasi, stripper, cooler, condensor dan pompa.
4. Mesin pompa
5. Mesin kompresor pengisi tabung Briting Aperatus
6. Mobil penambah busa
7. APAR yang berjumlah ± 500 buah
1) Kilang Minyak :
Berjumlah 4 cerobong, masing-masing dengan ketinggian 22 meter
dan diameter 25 inci. Pengabutan bahan baku cair dan pegaturan
perbandingan bahan dengan udara (excess air 20 %)
2) Boiler Plant :
Jumlah cerobong 3 buah, masing-masing dengan ketinggian 20 meter
dan diameter 20 inci. Pengabutan bahan bakar cair dan pengaturan
perbandingan bahan bakar dengan udara 1 : 17.
3) Power plant :
Jumlah cerobong 6 buah, masing-masing dengan ketinggian 12 meter
dan diameter 20 inci.
B. Perawatan dan penyempurnaan jalan dan program penghijauan.
3. Pengelolaan Limbah Padat
Dalam pengelolaan limbah padatnya, Pusdiklat Migas Cepu telah
menyediakan tempat penyimpanan sementara yaitu diarea composing.
BAB II
STRUKTUR ORGANISASI
17
18
BAB III
ORIENTASI LAPANGAN
24
25
Kolom:
1. Evaporator 1 Unit
2. Fraksinasi 2 Unit
3. Stripper 3 Unit
Cooler dan Condensor 34 Unit
Vessel 17 Unit
Instrumentasi (DCS Centum Vigilante Plant) 1 Unit
Filling Shed 1 Unit
Instalasi Pengolahan Air Limbah:
1. Slop API 2 Unit
2. Corrugated Plate Interceptor 1 Unit
(Sumber: ppsdmmigas.esdm.go.id)
S-5 dan S-6 pada suhu ± 85 oC dan kemudian ditampung dalam tangki T-
111.120.127 dan T-106.124.126.
5. Pengembunan dan Pendinginan Dalam Condenser dan Cooler
Pertasol CA yang berupa uap yang merupakan top produk dari C-2
selanjutnya di embunkan dalam kondensor CN.1-4 dan embunan yang
terbentuk didinginkan dalam box cooler BC.3-6 serta dipisahkan dari air
dalam separator S-1 kemudian hasil pertasol CA murni ditampung dalam
tangki T.115.
Kadar larutan kaustik soda yang digunakan berkadar 25%. RSNa dan
Na2S yang terjadi akan larut dalam larutan soda dan secara setting dapat
dipisahkan dari pertasol. Soda treating bertujuan untuk menghindari
senyawa-senyawa belerang yang terkandung dalam pertasol karena
senyawa-senyawa ini bisa mengakibatkan korosi pada pipa maupun tangki.
2. Injeksi NaOH
Produk pertasol yang keluar dari separator dan ditampung dalam
tangki produk masih mengandung kotoran-kotoran komponen belerang
antara lain H2S dan RSH. Dari senyawa ini meskipun sudah diinjeksikan
amonia pada saat keluar kolom fraksinasi tetapi kandungan sulfur masih ada
karena tidak semua amonia bereaksi. Untuk memperoleh produk dengan
kandungan sulfur sekecil mungkin, dilakukan pencucian dengan larutan
NaOH dengan kadar 15 – 25 % berat.
Reaksi yang terjadi :
RSH + NaOH ==> RSNa + H2O
H2S + 2 NaOH ==> Na2S + 2H2O
Variabel yang mempengaruhi proses ini yaitu :
a) Konsentrasi soda
b) Kualitas feed
c) Temperatur
d) Perbandingan Pertasol dan soda
e) Mixing
f) Settling Time
Proses treating adalah dimana larutan NaOH dipompa menuju pipa
pencampur melalui areameter, demikian juga pertasol dari kilang. Areameter
berfungsi untuk mengatur perbandingan flow rate antara pertasol dan
larutan NaOH. Di dalam pipa pencampur diatur turbulensinya dengan static
mixer sehingga di dapatkan pencampuran yang baik. Setelah itu masuk ke
tangki pemisah yang akan memisahkan larutan NaOH yang telah mengikat
sulfur. Pemisahan dilakukan berdasSarkan perbedaan berat jenis, dimana
fraksi berat yaitu larutan NaOH akan turun sedangkan fraksi ringan yaitu
3.3.3. Solar
Solar adalah hasil pemanasan dari minyak bumi antara 250 C s/d
340C dan merupakan bahan bakar diesel. Kegunaan solar diantaranya:
1. Digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor seperti truk, bus,
kereta api dan traktor
2. Memproduksi uap
Tabel 3.6. Tipikal Kualitas Solar Produk Kilang
Sifat Satuan Metode Hasil Batasan Batasan
ASTM Min Min
Densitas 15 oC Kg/m3 D 1298 858,2 815 870
Perolehan pada 300 C o
% vol. D 86 58 40 -
Angka Cetana D 613 62 48 -
Viskositas Kinematik mms2/s D 445 3,95 2.0 5,0
Pada 40 C
o
Titik Tuang o
C D 97 12 - 18
Titik Nyala o
C D 93 65 60 -
Kandungan Belerang % m/m D 1552 0,2 - 0,35
Korosi Lempeng Tembaga D 130 No.1 No.1 No.1
Residu Karbon % m/m D 189 0,005 - 0,1
Conradson/ Mikro D 4530 0,003 - 0,01
Kandungan Abu % m/m D 482 0,002 - 0,01
Kandungan Air mg/kg D 95 Nil - 500
Kandungan Sedimen % m/m D 473 0,003 - 0,001
Bilangan Asam Kuat Mg KOH/g D 664 0 - 0
Bilangan Asam Total Mg KOH/g D 664 0,41,5 - 0,6
Total D 1500 - 3,0
(Sumber: PPSDM Migas Cepu, 2021)
3.3.4. Residu
Residu adalah ampas dari proses pengolahan minyak dikilang
biasanya berupa aspal. Aspal digunakan untuk memperbaiki jalan raya.
Tabel 3.7. Tipikal Kualitas Residu Produk Kilang
Specific gravity at 60/60°F ASTM D 1298 0.9268
BAB IV
TUGAS KHUSUS I
37
38
4.2. Permasalahan
Dalam penulisan laporan kerja praktek ini, penyusun membatasi atau
mengorientasikan permasalahan pada penjelasan dan perhitungan mengenai
kolom fraksinasi C-2. Dalam hal ini mencakup tentang evaluasi efesiensi
kinerja kolom fraksinasi berupa uraian proses, kondisi operasi, serta
perhitungan neraca massa dan panas pada kolom fraksinasi C-2 di PPSDM
MIGAS Cepu.
4.3. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan tugas khusus ini
adalah untuk mengevaluasi kelayakan dan mengetahui efisiensi kinerja
kolom fraksinasi C-2 di PPSDM Migas Cepu saat dioperasikan.
4.4. Ruang Lingkup
Ada pun ruang lingkup pada pembuatan tugas khusus ini adalah
melakukan evaluasi efesiensi kinerja yang dibatasi pada suatu jenis alat saja
yaitu kolom fraksinasi C-2.
4.5. Tinjauan Pustaka
4.5.1. Distilasi
Distilasi adalah suatu proses pemisahan larutan cair-cair
menjadi komponen-komponennya dimana mempunyai karakteristik
yang mudah menguap (volatil), dan mempunyai perbedaan tekanan
uap. Perbedaan tekanan uap menyebabkan perbedaan titik didih.
Sehingga dapat dikatakan bahwa distilasi adalah proses pemisahan
dengan perbedaan yang berdasarkan pada titik didih. Pada distilasi
pemisahan dilakukan dengan menggunakan panas sebagai pemisah
atau separating agent. Adanya perbedaan komposisi antara fase cair
dan fase uap ini merupakan syarat utama agar pemisahan dengan
distilasi dapat dilakukan (Sujarwo & Handayani, 2020).
Menara distilasi adalah tempat terjadinya proses distilasi yaitu
pemisahan campuran bahan menjadi fraksi-fraksi yang lebih murni
berdasarkan pada perbedaan volatilitas fraksi-fraksi penyusunya.
Campuran yang masuk ke dalam kolom distilasi akan dipanaskan oleh
uap panas (steam) pada bagian reboiler sehingga fraksi yang mudah
menguap akan menguap naik ke bagian atas kolom distilasi untuk
selanjutnya dikondensasikan. Bagian yang tidak menguap akan
dikeluarkan sebagai bottom produk kolom distilasi (Setiawan, 2018).
4.5.2. Jenis-Jenis Distilasi
Menurut Handayani & Sujarwo (2020) secara umum distilasi
terbagi atas 4 jenis, yaitu :
1. Distilasi Sederhana
Pada distilasi sederhana, dasar pemisahannya adalah
perbedaan titik didih yang jauh atau salah satu komponen lebih
bersifat volatil dari komponen yang lain dan bekerja pada tekanan
atmosfer. Jika campuran dipanaskan maka komponen yang titik
didihnya lebih rendah akan menguap lebih dulu. Selain perbedaan
titik didih, juga perbedaan kevolatilan, yaitu kecenderungan sebuah
komponen untuk menjadi gas. Distilasi ini dilakukan pada tekanan
atmosfer. Aplikasi distilasi sederhana digunakan untuk memisahkan
campuran air dan alkohol, air dan NaCl, dan lain-lain.
2. Distilasi Fraksinasi
Distilasi fraksinasi adalah proses pemisahan distilasi ke dalam
bagian- bagian dengan titik didih makin lama makin tinggi yang
selanjutnya pemisahan bagian-bagian ini dimaksudkan untuk destilasi
ulang. Distilasi ini berfungsi untuk memisahkan campuran
larutan/cairan yang terdiri dari dua komponen atau lebih, dari suatu
larutan berdasarkan perbedaan titik didihnya. Distilasi ini dapat
digunakan untuk campuran dengan perbedaan titik didih dan bekerja
pada tekanan atmosfer atau dengan tekanan rendah. Aplikasi dari
distilasi jenis ini digunakan untuk memisahkan komponen-komponen
dalam minyak mentah, minyak atsiri, dan lain-lain.
3. Distilasi Uap
Distilasi uap digunakan pada campuran senyawa-senyawa yang
memiliki titik didih mencapai 200°C atau lebih. Distilasi uap dapat
Pertasol CC 0 0 0 0 0
Solar 189.144,2 0,8434 159.498,92 0,831 48,02
Residu 70.422,6 0.9163 64.531,05 0,886 30,79
Jumlah 312.407,4 261.300,15 94,76
Loss 17.962,4 16.527,64 5,24
(Sumber: Control Room PPSDM MIGAS, 2021)
4.6.3. Neraca Massa
1. Neraca Massa Evaporator
0 90 194
10 112 233,6
20 138 280,4
30 178 352,4
40 215 419
50 249 480,2
60 276 528,8
70 300 572
80 360 680
90 390 734
(Sumber : Laboratorium PPSDM MIGAS,2021)
= 1 + 0,2286 atm
= 1,2286 atm = 933,739 mmHg
Berdasarkan gambar 4.3. Vapor preassure and boiling point
correction (Edmister, Figure 5-27). Pada suhu masuk
evaporator 596,94 ˚F dengan tekanan 760 mmHg (1 atm)
didapat T boiling 600 ˚F dan pada suhu masuk evaporator
596,948 oF dengan tekanan 933,739 mmHg didapat T boiling
590 oF. Jadi selisih 600˚F – 590˚F = 10 ˚F. Sehingga didapatkan
data hubungan antara suhu ASTM dan suhu EFV seperti pada
tabel 4.17 berikut ini:
Tabel 4.17. Data Hubungan Antara Suhu ASTM dan Suhu EFV
(1,2286 atm)
Suhu ASTM Suhu EFV
%Distilasi Interval %
T oF ΔT ΔT T oF
0 194 276,2
39,6 0-10 18
10 233,6 294,2
118,8 10-30 86
30 352,4 380,2
127,8 30-50 92
50 480,2 472,2
91,8 50-70 58
70 572 530,2
162 70-90 110
90 734 640,2
(Sumber: Laboratorium PPSDM MIGAS, 2021)
Tabel 4.21. Data Hubungan Antara Suhu ASTM dan Suhu EFV
(1 atm) Solar
T(°F) T T(°F) T
Losses 16.527,64
= 3.425,1295 lb/jam
SG 60/60oF = 0,669
141,5
o
API = 60 – 131,5
�� oF
60
141,5
=0,669 – 131,5
= 80,01
Dari gambar 4.5. Heat Content of Petreleum fractions
including the effect of pressure (W.L Nelson, figure 5.3) dengan
suhu inlet kolom fraksinasi C-2 = 116,54 oC = 241,77 oF .
Fase uap : oAPI = 60,44, diperoleh heat content (H) = 250 Btu/lb.
Q =MxH
= 3.425,1295 lb/jam x 250 Btu/lb
= 856.282,39 Btu
/jam
B. Reflux C-2
Reflux C-2 = 17.574,85 kg/hari
= 1.615,13 lb/jam
SG 60/60oF = 0,731
o 141,5
API = 60 – 131,5
�� oF
60
141,5
= 0,731 – 131,5
= 62,07
Dari gambar 4.5. Heat Content of Petreleum fractions
including the effect of pressure (W.L Nelson, figure 5.3) dengan
suhu inlet kolom fraksinasi C-2 = 92,36 oC = 198,24 oF . Fase
cair : oAPI = 62,07, diperoleh heat content (H) = 198 Btu/lb.
Q =MxH
= 1.615,13 lb/jam x 198 Btu/lb
= 319.795 Btu/jam
Total panas masuk kolom fraksinasi C-2 :
Q = Q Fraksi Ringan + Q Reflux
Q = 856.282,39 Btu/jam + 319.795 Btu/jam
Q = 1.176.077,87 Btu/jam
Q = 28.225.868,9 Btu/hari
Q = 29.779.868,17 Kj/hari
2) Panas Keluar
A. Pertasol CA
Pertasol CA = 28.276,6 Kg/hari
= 2.598,62 lb/jam
SG 60/60oF = 0,731
141,5
o
API = 60 – 131,5
�� oF
60
141,5
= 0,731 – 131,5
= 62,07
Dari gambar 4.5. Heat Content of Petreleum fractions
including the effect of pressure (W.L Nelson, figure 5.3) dengan
suhu operasi atas = 92,36 oC = 198,24 oF. Fase uap : oAPI =
60,44 ; diperoleh heat content (H) = 230 Btu/lb .
Q =MxH
= 2.598,62 lb/jam x 230 Btu/lb
= 597.682,49 /jam
Btu
B. Reflux C-2
Reflux C-2 = 17.574,85 Kg/hari
= 1.615,13 lb/jam
SG 60/60oF = 0,731
o 141,5
API = 60 – 131,5
�� oF
60
141,5
= 0,731 – 131,5
= 62,07
Dari gambar 4.5. Heat Content of Petreleum fractions
including the effect of pressure (W.L Nelson, figure 5.3) dengan
suhu inlet kolom fraksinasi C-2 = 92,36 oC = 198,24 oF . Fase
uap : oAPI = 60,44, diperoleh heat content (H) = 230 Btu/lb.
Q =MxH
= 1.615,13 lb/jam x 230 Btu/lb
= 371.479,60 Btu/jam
C. Pertasol CB
Pertasol CB = 8.993,58 Kg/hari
= 826,51 lb/jam
SG 60/60oF = 0,607
141,5
o
API = 60 – 131,5
�� oF
60
141,5
= 0,607 – 131,5
= 101,61
Dari gambar 4.5. Heat Content of Petreleum fractions
including the effect of pressure (W.L Nelson, figure 5.3) dengan
suhu operasi atas = 92,36 oC = 198,24 oF. Fase cair : oAPI =
96,84 , diperoleh heat content (H) = 110 Btu/lb.
Q =MxH
= 826,51 lb/jam x 110 Btu/lb
= 90.916,10 Btu/jam
Total panas masuk kolom fraksinasi C-2 :
Q = Q Pertasol CA + Q Reflux + Q Pertasol CB
Q = 597.682,49 Btu/jam + 371.479,60 Btu/jam +
90.916,10 Btu/jam
Q = 1.060.078,20 Btu/jam
Q = 25.441.876,8 Btu/hari
Q = 26.842.601,01 Kj/hari
3) Jumlah Panas Hilang Dari Kolom Fraksinasi C-2
Q Loss = Jumlah panas masuk – Jumlah panas keluar
= 29.779.868,17 /hari – 26.842.601,01 Kj/hari
Kj
= 2.937.267,16 Kj/hari
� �����−� ����
Efisiensi kolom fraksinasi C-2 = � �����
x 100 %
29.779.868,17−2.937.267,16
= 29.779.868,17
x 100 %
= 90,14 %
4.7. Pembahasan
Dalam proses pengolahan minyak mentah (crude oil) menjadi produk
memerlukan berbagai macam proses, unit operasi, dan fasilitas pendukung.
Unit operasi utama dalam proses ini meliputi kolom fraksinasi, evaporator,
separator, furnace, kondensor, heat exchanger, dan cooler. Unit pendukung
yang terlibat terdiri atas unit penyedia udara bertekanan, penyedia steam,
power plant, pengolahan air, pengolahan limbah, dan laboratorium pengujian.
Salah satu unit operasi yang menjadi fokus pembahasan adalah kolom
fraksinasi atmosferik yang berperan pada proses pemisahan umpan secara
fisik berdasarkan perbedaan volatilitas relatif komponen pada aliran. Adapun
tujuan khusus dari proses-proses evaluasi adalah menentukan besaran
efisiensi termal dari proses fraksinasi pada kolom C-2 berdasarkan metode
perhitungan neraca massa dan energi proses.
Data yang digunakan sebagai basis perhitungan neraca massa dan
neraca panas adalah rata-rata dari data produksi pada tanggal 07 Juli - 11 Juli
2021. Data rata-rata yang digunakan sebagai basis tidak sepenuhnya
merepresentasikan data sebenarnya pada proses di lapangan karena adanya
variasi jumlah volume produk. Variasi volume produksi harian bergantung
pada jumlah permintaan (demand) produk. Adapun jenis data yang
digunakan terdiri atas data primer melalui pembacaan parameter indikator
pada refinery unit, ruang kendali (control room), dan hasil uji laboratorium
Pengujian Hasil Produksi (PHP). Data sekunder berupa hasil rujukan literatur
perhitungan kebutuhan uap (steam) pada masing-masing proses mengacu
pada Petroleum Refinery Engineering (W. L. Nelson, 1958).
Berdasarkan perhitungan neraca massa, dengan umpan awal crude oil
rata-rata sebanyak 277.827,78 Kg/Hari, diperohel hasil produk rata-rata
yang disajikan pada tabel 4.14. Perhitungan neraca massa dan energi
menghasilkan efisiensi termal berdasarkan nilai entalpi spesifik aliran.
Adapun perhitungan nilai entalpi aliran dari unit pendukung seperti
kondensor dan reboiler tidak disertakan karena sistem yang ditinjau terbatas
pada inlet dan outlet kolom fraksinasi. Nilai hilang volume pada perhitungan
tidak sama dengan hilang volume pada data rata-rata karena pada proses
perhitungan, loss diasumsikan hanya terjadi pada unit fraksinasi C-2. Hal ini
tidak sesuai dengan kondisi yang sesungguhnya karena hilang volume dapat
terjadi di beberapa unit karena perubahan kondisi operasi.
Dalam perhitungan neraca panas untuk kolom fraksinasi C-2,
diperoleh nilai efisiensi termal kolom fraksinasi C-2 adalah 90,14 %. Dan
pada kolom fraksinasi C-2 persen kehilangan panasnya ialah sebesar 9,86 %.
Hilang panas dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, yakni:
1. Usia alat yang sudah tua.
2. Flow meter yang ada mengalami kerusakan sehingga alat kontrol
untuk produksi menjadi terganggu.
3. Menurunnya kinerja isolator yang terdapat dikolom fraksinasi C-2
sebagai penghambat/pelindung agar panas yang dihasilkan dari
proses distilasi tidak hilang ke lingkungan.
4. Karena adanya zat-zat pengotor seperti Mg, Ca, Cl, dan H2S yang
masuk ke dalam kolom fraksinasi dan menyebabkan korosi pada tray
serta dinding kolam sehingga dapat mengurangi effisiensi panas.
Adapun ketidakakuratan nilai efisiensi panas dari perhitungan dengan
nilai sebenarnya dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, yakni:
1. Ketiadaan data primer sehingga data yang digunakan merupakan data
asumsi logis.
2. Adanya kesalahan pada pembacaan flow indicator atau
ketidakakuratan nilai parameter aliran pada ruang kendali
dibandingkan data yang sebenarnya.
3. Data sekunder yang digunakan merupakan rata-rata empiris dari
evaluasi untuk berbagai crude oil dengan karakter yang beragam.
4. Adanya variasi volume produksi harian sehingga data yang diperoleh
tidak bersifat tunak (steady-state) pada berbagai waktu pengukuran.
Secara ideal, Hassan (2013) merekomendasikan bahwa nilai hilang
panas kolom tidak lebih dari 10%. Akan tetapi, parameter kelayakan
penggunaan kolom fraksinasi C-2 tidak dapat dinilai hanya berdasarkan nilai
efisiensi panas. Evaluasi tersebut perlu mempertimbangkan kualitas hasil
produksi, aspek ekonomis penggunaan utilitas, safety, dan kualitas unit
operasi. Berdasarkan evaluasi tersebut, saran yang diajukan untuk
meningkatkan efisiensi panas meliputi:
Meninjau kondisi operasi kolom fraksinasi C-2 secara khusus dan proses
refinery secara umum secara berkala agar produk yang dihasilkan sesuai
dengan spesifikasi produk yang diinginkan.
1. Evaluasi pada kelayakan masa efektif penggunaan unit operasi.
2. Melakukan penggantian isolator panas kolom apabila kualitas isolator
sudah mengalami pengukuran ditinjau berdasarkan data panas
empiris dan kondisi fisik isolator.
4.8. Kesimpulan
Berdasarkan perhitungan dapat disimpulkan bahwa neraca massa
pada kolom fraksinasi C-2 diperoleh neraca masuk = neraca keluar yaitu
sebesar 54.845,03 Kg/Hari. Dan hasil dari neraca panas pada kolom
fraksinasi C-2 diperoleh total panas masuk = 705,65 Kg/Hari, total panas
keluar = 636,05 Kg/Hari. Dan efisiensi panas yang dihasilkan di kolom
fraksinasi C-2 adalah sebesar 90,14%. Serta kehilangan panas yang
dihasilkan di kolom fraksinasi C-2 adalah sebesar 9,86 %, sehingga dapat
disimpulkan bahwa alat kolom fraksinasi C-2 masih berfungsi dengan baik.
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan pada kolom fraksinasi C-2 didapatkan
bahwa untuk mempertahankan efesiensinya, tidah hanya modifikasi alat
yang diperlukan, namunn juga dengan melakukan proses refinery secara
berkala agar produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi produk yang
diinginkan.
BAB V
TUGAS KHUSUS II
67
68
lebih dari 100 tahun. Dalam hal ini mencakup tentang evaluasi efesiensi
kinerja kolom fraksinasi berupa uraian proses, kondisi operasi, kendala
operasi yang sering terjadi, cara penanggulangannya, serta perhitungan
neraca massa dan panas pada furnace di PPSDM MIGAS Cepu.
5.3. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan tugas khusus ini
adalah untuk mengetahui efisiensi serta kelayakan pada furnace 03 saat
dioperasikan dan telah bekerja selama lebih dari 100 tahun.
5.4. Ruang lingkup
Ada pun ruang lingkup pada pembuatan tugas khusus ini adalah
melakukan evaluasi efesiensi kinerja yang dibatasi pada suatu jenis alat saja
yaitu furnace. Untuk meningkatkan efisiensinya, tidak hanya modifikasi alat
yang diperlukan, namun dengan mengurangi jumlah excess air yang masuk ke
dalam air, melakukan maintenance secara berkala, tetap menjaga suhu
keluaran crude oil agar tidak melebihi suhu 350 oC, serta tetap menjaga
kapasitas feed masuk sesuai dengan spesifikasinya. Sehingga dapat
menghasilkan produk yang diinginkan serta panas yang ada dalam furnace
tetap merata agar tidak menyebabkan tube pecah dan menjadi berbahaya.
5.5. Tinjauan Pustaka
5.5.1 Furnace
Furnace merupakan alat yang berfungsi sebagai alat pemindah panas
yang dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar dalam suatu ruangan
ke fluida yang dipanaskan sampai mencapai suhu yang diinginkan. Furnace
adalah salah satu alat dalam proses penukaran panas dalam industri kimia
(Mc. Cabe, 1999).
Furnace merupakan alat yang penting dalam proses pengolahan Crude
Oil di PPSDM MIGAS Cepu. Terdapat empat variabel mendasar dalam proses
pengolahan Crude Oil diantaranya yaitu tekanan, temperatur, level fluida dan
aliran. Kunci utama dalam pemanasan Crude Oil adalah temperatur.
Dilakukan juga pengendelain tekanan, proses pengendalian loop di dalam
loop ini sering disebut dengan istilah pengendalian cascade.
1. Tipe Box
Furnace jenis ini mempunyai bentuk kotak atau box dan memiliki
burner yang terletak di samping atau bawah dengan posisi tegak lurus
terhadap dinding furnace. Dapur ini digunakan untuk kapasitas besar (lebih
dari 100 mmBtu/jam). Tube furnace dipasang tegak lurus atau mendatar.
Nyala api di dalam furnace adalah tegak lurus atau mendatar.
Keuntungan menggunakan furnace tipe box (Eri et al, 2019) :
a. Distribusi fluks tersebar di sekeliling pipa
b. Ekonomis apabila digunakan pada beban kalor >60-80 MM Btu/Jam
c. Dapat dikembangkan sehingga bersel 3 atau 4
Kerugian menggunakan furnace tipe box (Eri et al, 2019) :
a. Membutuhkan area yang luas
b. Apabila salah satu aliran fluida berhenti, maka seluruh operasi dapur
juga harus berhenti, untuk menghindari pecahnya pipa (kurang
fleksibel)
c. Tidak dapat digunakan untuk memanaskan fluida pada suhu tinggi
dan aliran fluida yang singkat
d. Harga relatif mahal
6. Stack Damper
Alat ini berfungsi untuk mengatur pembuangan flue gas melewati
stack dan mengatur tekanan di dalam furnace.
7. Lubang Intip (peep hole)
Lubang intip pada dinding furnace ini berfungsi untuk mengamati
nyala api serta kondisi tube di dalam furnace.
8. Explotion Hole
Pintu yang dapat terbuka bila terjadi ledakan (tekanan furnace naik)
sehingga furnace terhindar dari kerusakan.
9. Pengatur Udara (air register)
Berfungsi untuk mengatur banyaknya udara yang masuk ke dalam
furnace.
10. Snuffing Steam
Alat ini berfungsi untuk mengalirkan steam ke dalam furnace, untuk
mematikan api bila terjadi kebocoran tube. Juga digunakan untuk menghalau
gas hidrokarbon sisa di dalam ruang pembakaran sebelum menyalakan
burner.
11. Soot Blower
Alat ini berfungsi untuk menghilangkan atau membersihkan abu, debu,
dan jelaga yang menempel pada pipa-pipa pembuluh di daerah konveksi.
5.5.4. Pembakaran dalam Furnace
Proses terjadinya reaksi antara oksigen dengan bahan bakar yang
disertai dengan timbulnya panas merupakan pengertian dari pembakaran.
Ada beberapa unsur yang harus tersedia supaya proses pembakaran bisa
terjadi, yaitu (Maleev, 1933) :
1. Bahan bakar
Pembakaran bahan bakar merupakan suatu reaksi oksidasi berantai
dari senyawa hidrokarbon dengan oksigen yang berasal dari atmosfer.
Supaya terbentuk api yang dapat menghasilkan panas dan flue gas hasil
pembakaran maka dibutuhkan bahan bakar dan juga udara yang cukup. Pada
5.7. Perhitungan
5.7.1. Diagram blok furnace
2) Kondisi Operasi
a. Crude Oil
Densitas ( 60oF ) = 840,96 kg/cm2
Temperature crude oil masuk = 135,86 ℃ = 276,548 oF
Temperature crude oil keluar = 324,44 ℃ = 615,992 oF
Tekanan crude oil Masuk = 1,5 kg/cm2
Tekanan crude oil Keluar = 0,25 kg/cm2
Fase = cair
b. Fuel Oil
Densitas ( 60oF ) = 894,4 kg/cm2
Temperature fuel oil = 66,6 ℃
Tekanan fuel oil = 12,66 kg/cm2
Fase = cair
5.7.3. Perhitungan panas masuk Furnace 03
a. Menghitung SG dan 0API
Densitas air (600F) = 999,099 kg/m3
Crude oil
crude oil 60F
Specific Gravity 60/60 =
air 60F
840,96
=
999,099
= 0,8417
141,5
0
API = 60 − 131,5
SG ����� ���
60
141,5
= 0,8417 − 131,5
= 36,6121
Fuel oil
crude oil 60F
Specific Gravity 60/60 =
air 60F
894,40
=
999,099
= 0,8952
141,5
API
0
= 60 − 131,5
SG ����� ���
60
141,5
= 0,8952 − 131,5
= 26,5652
= 10,1039
Berdasarkan Fig 5-22 (Terlampir) Nelson diperoleh
nilai Gross Heat Value Fuel Oil sebesar= 18.480 BTU/lb (dari
grafik menggunakan data faktor k-oup dan °API
Q1a = mFO GHV fuel oil
= 10.614,910 lb/hari × 18.480 BTU/lb
1 hari
= 196.163.536,8 BTU/hari ×
24 jam
= 8.173.480,7 BTU/jam
O2 32 - - - - -
H2S 34 - - - - -
�� �12 −�22
Ws = 443,45 × �2,667 ×
�� �× ��× �
Dimana :
Ws = gas flow (SCF/day)
d = internal diameter (inch)
p1 = initial pressure (psia)
p2 = final pressure (psia)
L = length of lines (miles)
SG = spesific gravity of gas
T = absolute temperature of flowing gas (0R)
= 0,0776 lb/cuft
ρ udara = 0,062 lb/cuft
� ���� ��� 0,0776 ��/����
SG fuel gas =
� �����
= 0,062 ��/����
= 1,2516
Sehingga :
�� �12 −�22
Ws = 443,45 �� × �2,667 × �× ��× �
491,67 18,25742−14,72
= 443,45 × 42,667 × 0,00372 × 1,2516 × 611,91
14,7
= 3.837.859,448 SCF/day
Diketahui kondisi standart (T=32 ℃, P=1 atm) setiap 1 lbmol gas= 359
cuft, maka fuel gas dalam berat adalah :
���
3.837.859,448
���
= 359 ����
× 25,06 ��/�����
= 267.901,8322 lb/hari
= 11.162,5763 lb/jam
2. Panas sensibel fuel gas (Q3)
Temperature fuel gas masuk dapur = 66,8 ℃ = 152,24 °F
Temperature basis = 32 °F
ΔT = (152,24 °F−32 °F) = 120,24 °F
Ws dalam berat = 11.162,5763 lb/jam
Tabel perhitungan panas masuk dapur
Tabel 5.7. Tabel perhitungan panas masuk dapur
D F
C E
A B (Panas
Komponen (C=A X B) Berat (lb) Cp
(BM) (% Mol) � sensibel)
(lb/lbmol) (D= � ×Ws) (Btu/lboF)
F=D×E× ∆�
CO2 44 25,29 11,1276 4.956,6115 0,2105 125.454,4143
CO2 44 10,25
O2 32 7,26
N2 28 82,49
CO 30 0
= 777,6306 lbmol/hari
b. nH = mH/BM
1.283,3426 lb/hari
=
1 lb/lbmol
= 1.283,3426 lbmol/hari
2. Menghitung N2 dan O2 yang masuk
Karena karbon yang terdapat dalam fuel gas hanya menjadi CO2
maka diasumsikan %C = %CO2
nC × %N2
a. nN2 =
%CO2
777,6306 lbmol/hari × 0,8249
=
0,1025
= 6.258,2193 lbmol/hari
nC × %O2
b. nO2 =
%CO2
777,6306 lbmol/hari × 0,0726
= 0,1025
= 550,7900 lbmol/hari
3. Menghitung udara berlebih dan udara pembakaran
Dalam udara bebas asumsi untuk perbandingan mol N2 : O2
adalah 79 : 21 (%-mol), sehingga kelebihan O2 yang masuk sebesar:
21 × nN2
a. O2 berlebih = 79
21 × 6.258,2193 lbmol/hari
= 79
= 1.663,5773 lbmol/hari
nO2 × %CO2
b. O2 pembakaran =
%O2
550,7900 lbmol/hari × 0,1025
=
0,0726
= 777,6305 lbmol/hari
Diasumsikan tidak ada CO terbentuk berdasarkan persamaan
reaksi dari per. (3)
Asumsi semua H2 menjadi H2O
H2O terbentuk = nH × 0,5
=1.283,3426 lbmol/hari × 0,5
= 641,6713 lbmol/hari
Σ O2 pembakaran = O2 pembakaran+H2O terbentuk
= 777,6305 lbmol/hari + 641,6713
lbmol/hari
= 1.419,3018 lbmol/hari
�2 �������ℎ − �2 ����������
Excess air =
�2 ����������
× 100%
lbmol lbmol
1.663,5773 − 1.419,3018
= hari
lbmol
hari
× 100%
1.419,3018
hari
= 17,21%
Σ udara berlebih = (100×nN2)/79
= (100×6.258,2193 lbmol/hari)/79
= 7.921,7966 lbmol/hari
Σ udara pembakaran = Σ udara berlebih + (excess air × Σ
udara berlebih)
= 7.921,7966 lbmol/hari + (17,21% × 7.921,7966
lbmol/hari)
= 9.285,1378 lbmol/hari
Berat molekul rata-rata fuel gas = 30 lb/lbmol
Massa udara pembakaran = Σ udara pembakaran × BM
= 9.285,1378 lbmol/hari × 30 lb/lbmol
= 278.554,1338 lb/hari
4. Menghitung panas udara pembakaran
Berdasarkan Hilsernrath, 1965 (lampiran) Cp udara (60°F)
sebesar 0,25 BTU/lboC
Q3b = massa udara pembakaran × Cp × ∆T
= 278.554,1338 lb/hari × 0,25 BTU/lb℃ × (32 °C-0 °C)
= 2.228.433,0704 BTU/hari × 1 hari/24 jam
= 92.851,3779 BTU/jam
e. Panas Crude Oil masuk
Diasumsikan crude oil masuk dalam fase liquid
Massa crude oil masuk = flowrate crude oil × densitas crude oil
= 218,6 m3/hari × 840,96 kg/m3
= 183.833,856 kg/hari × 2,2046 lb/kg
= 405.280,1189 lb/hari × 1 hari/24 jam
= 16.886,6716 lb/jam
= 9,9982
Dari nilai K-UOP = 9,9982 dan oAPI = 36,6121, maka dapat
dilihat Cp crude oil pada Fig. 5-1 Nelson (Terlampir) :
Faktor koreksi = 0,98
Cp Crude oil pada saat 60 oF = 0,39 BTU/lboF
Cp Crude oil pada saat 276,548 oF = 0,52 BTU/lboF
0,52 + 0,39
Cp rata-rata =
2
= 0,455 BTU/lboF
Cp sesungguhnya = Cp rata-rata × faktor koreksi
= 0,455 × 0,98
= 0,4459 BTU/lboF
Q2 = mCO × Cp sesungguhnya × ΔT
Q2 = 1.630.555,955 Q6 = 208.319,3208
Q3a = 500.559,5331
Q3b = 92.851,3779
= 65,98 %
5.8. Pembahasan
Furnace merupakan alat pemanas crude oil sebelum memasuki kolom
fraksinasi pada kilang PPSDM MIGAS Cepu. Pada pengolahan minyak bumi,
crude oil harus dipanaskan terlebih dahulu sebelum memasuki kolom
fraksinasi. Sumber panas untuk furnace berasal dari fuel oil, fuel gas, dan
udara yang berasal dari flare. Pemanasan pada furnace bertujuan agar crude
oil sesuai dengan kondisi operasi yang diinginkan untuk proses berikutnya.
Sistem perpindahan panas yang terjadi pada furnace terdiri dari perpindahan
panas secara konduksi, konveksi dan radiasi.
Perpindahan panas radiasi terjadi karena adanya energi panas yang
dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar pada burner yang kemudian
diterima secara langsung oleh dinding luar tube furnace tanpa adanya media
penghantar. Sedangkan pada perpindahan panas konduksi, terjadi karena
adanya panas yang ditransfer dari dinding luar tube furnace ke dinding
bagian dalam tube tersebut. Yang terakhir merupakan perpindahan panas
konveksi, dimana adanya perpindahan panas dari dinding bagian dalam tube
ke crude oil yang ada di dalam tube furnace tersebut. Berdasarkan
perpindahan panas tersebut, maka efisiensi furnace dapat dihitung sebagai
indikasi layak atau tidaknya furnace tersebut untuk dioperasikan.
Operasi furnace dapat dikatakan efisien, apabila sistem penyalaan api
burner baik, reaksi pembakaran berlangsung sempurna, panas pembakaran
dari fuel oil dan fuel gas dapat tersalurkan dengan baik pada cairan yang
dipanaskan, permukaan tube furnace bersih, serta dapat memperkecil panas
yang hilang baik melalui stack maupun dinding furnace. Perhitungan efisiensi
ini juga dapat dijadikan sebagai acuan bagi PPSDM MIGAS Cepu untuk
melakukan maintenance terhadap furnace tersebut.
Furnace akan mengalami penurunan efisiensi seiring berjalannya
waktu. Hal ini disebabkan oleh kebocoran, terbentuknya kerak, korosi dan
jumlah panas yang terbuang melalui dinding alat atau gas buang.
Berdasarkan neraca panas, nilai heat inlet sebesar 10.415.966,0355 BTU/jam
dan nilai heat outlet sebesar 6.872.669,3368 BTU/jam dengan Excess air
sebesar 17,21 % dan kapasitas crude oil masuk sebesar 218,6 m3/hari
sehingga tetap terjaga tidak kurang dari spesifikasi kapasitas furnace-03
tersebut.
Berdasarkan Kern (1965) menyebutkan bahwa nilai efisiensi furnace
layak pakai sebesar 65%-80%. Furnace baru beroperasi memiliki nilai
efisiensi 75%-80% dan untuk furnace yang telah digunakan lama memiliki
nilai efisiensi 65%-70%. Nilai efisiensi furnace yang kami dapatkan yaitu
sebesar 65,98 %, sehingga furnace-03 masih layak digunakan asal memenuhi
langkah-langkah pengoperasian furnace yang terjaga. Berikut langkah-
langkah maintanace dari furnace-03 yang harus diperhatikan:
1. Permukaan tube furnace bersih.
2. Sistem penyalaan api burner baik.
3. Panas pembakaran dari fuel gas dan fuel oil dapat tersalur dengan baik
pada cairan yang dipanaskan.
4. Reaksi pembakaran berlangsung sempurna.
5. Dapat memperkecil panas yang hilang baik melalui stack atau
cerobong maupun dinding furnace.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan efisiensi
furnace, yaitu:
1. Mengurangi jumlah excess air yang masuk ke dalam furnace, hal ini
dikarenakan semakin banyak excess air yang masuk maka panas yang
dikeluarkan atau yang terbuang melalui cerobong semakin besar, sehingga
efisiensi furnace akan mengalami penurunan. Menurut Kern (1965), persen
excess air yang optimum tidak melebihi 25 %.
2. Melakukan maintenance secara berkala, hal ini perlu dilakukan untuk
menjaga agar tidak ada kebocoran yang mampu membuat panas hilang ke
lingkungan menjadi besar.
3. Menjaga suhu keluaran crude oil tidak lebih dari 350 oC, hal ini
diperlukan agar tidak terjadi timbulnya kerak pada tube crude oil. Kerak yang
timbul pada tube dapat menyebabkan perpindahan panas tidak merata
sehingga crude oil tidak dap at dipanaskan dengan sempurna. Selain itu kerak
dapat mengakibatkan hotspot yaitu pemanasan pada satu titik. Jika hotspot
dibiarkan akan menyebabkan pecahnya tube.
4. Menjaga kapasitas crude oil masuk sesuai dengan spesifikasinya. Jika
crude oil dibiarkan masuk dengan kapasitas kurang dari spesifikasinya maka
akan menyebabkan panas yang tidak merata hal ini tentu juga berbahaya
karena dapat menyebabkan tube menjadi pecah.
5.9. Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa efisiensi
furnace-03 sebesar 65,98 % dengan didapatkan hasil heat inlet sebesar
10.415.966,0355 BTU/jam dan nilai heat outlet sebesar 6.872.669,3368
BTU/jam dengan excess air sebesar 17,21 %. Dimana dalam kondisi ini dapat
dikatakan bahwa furnace-03 yang telah berusia lebih dari 100 tahun di
PPSDM MIGAS Cepu masih layak dioperasikan sesuai dengan syarat operasi.
Untuk mempertahankan efisiensinya, tidak hanya modifikasi alat yang
diperlukan, namun dengan mengurangi jumlah excess air yang masuk ke
dalam air, melakukan maintenance secara berkala, tetap menjaga suhu
keluaran crude oil agar tidak melebihi suhu 350 oC, serta tetap menjaga
kapasitas feed masuk sesuai dengan spesifikasinya. Sehingga dapat
menghasilkan produk yang diinginkan serta panas yang ada dalam furnace
tetap merata agar tidak menyebabkan tube pecah dan menjadi berbahaya.
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan kerja praktek (KP) yang telah dilakukan di Pusat
Pengembangan Sumber Daya Manusia Minyak dan Gas Bumi Cepu maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Minyak dan Gas Bumi
(PPSDM MIGAS) mempunyai tugas melaksanakan pendidikan dan
pelatihan bidang minyak dan gas bumi.
2. Proses pengolahan yang ada di PPSDM MIGAS menggunakan metode
distilasi atmosferik dengan bahan baku crude oil yang mengahasilkan
produk seperti: pertasol CA, pertasol CB, pertasol CC, solar, dan residu.
3. Dari hasil perhitungan neraca massa pada kolom fraksinasi C-2
diperoleh neraca masuk = neraca keluar sebesar 54.885,56 Kg/Hari.
Dan hasil dari neraca panas pada kolom fraksinasi C-2 diperoleh total
panas masuk = 705,65 Kg/Hari, total panas keluar = 636,05 Kg/Hari.
Dan efisiensi panas yang dihasilkan di kolom fraksinasi C-2 sebesar
90,14 %, sehingga dapat dikatakan bahwa alat kolom fraksinasi C-2
masih berfungsi dengan baik.
4. Dari hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa efisiensi furnace-03
sebesar 65,98 % dengan didapatkan hasil heat inlet sebesar
10.415.966,0355 BTU/jam dan nilai heat outlet sebesar
6.872.669,3368 BTU/jam dengan excess air sebesar 17,21 %. Dimana
dalam kondisi ini dapat dikatakan bahwa furnace-03 di unit kilang
PPSDM MIGAS Cepu masih layak dioperasikan.
6.2. Saran
Saran yang dapat diberikan selama pelaksanaan kerja praktek di
PPSDM MIGAS antara lain, sebagai berikut:
1. Perlunya maintenance secara berkala untuk menjaga perfomance alat
terutama kolom fraksinasi dan juga furnace, dikarenakan peralatan
97
98
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Gambar 4.1. Figure 12.8 (Edmister) ASTM 50% temperature vs EFV 50%
temperature
Gambar 4.3. Figure 5-27. Vapor preassure and boiling point correction.
Gambar 4.4. Figure 7-3 Nelson (Approximate steam required to strip when using only
a bath of liquid, i.e., only one theoretical plate)
Gambar 4.5. Figure 5.3 Nelson (Heat Content of Petreleum fractions including the
effect of pressure)
Gambar 5.1. Tabel 5.1 Nelson (Heat Content of Petreleum fractions including the
effect of pressure)
Gambar 5.2. Figure 5.22 Nelson (Heat Content of Petreleum fractions including the
effect of pressure)
Gambar 5.3. Figure 5.1 Nelson (Heat Content of Petreleum fractions including the
effect of pressure)
Gambar 5.7. Figure 14-1, Nelson (Heat Content of Petreleum fractions including the
effect of pressure)