Anda di halaman 1dari 326

Review Inovasi Teknologi Penelitian ,

Pengembangan dan Penerapan

PEMBANGKIT LISTRIK
TEKNOLOGI HIDROGEN
PEM FUEL CELL

edisi 1

Ramli Sitanggang

Buku referensi R&D PEM fuel cell

UPN “Veteran” Yogyakarta Press 2018


Buku penelitian inovasi teknologi ini salah satu
bagian yang sangat penting untuk pengembangan dan
penerapan energi baru terbarukan karena mengandung
pernyataan yang berhubungan dengan penemuan dan
pencapaian teknologi generator listrik. Buku ini disusun
dalam empat bab yaitu permasalahan teknologi, assembling
teknologi, kinerja PEM fuel cell dan pencapaian penelitian.
Dari uraian buku referensi ini teknologi fuel cell sudah
banyak yang masuk ketahap komersial. Temuan temuan R&D
yang baru cendurung mengurangi biaya pembuatannya.
Penulisan buku ini menjadi salah satu referensi rules of
thumb penelitian dalam pengembangan maupun penerapan
teknologi fuel cell. Selain untuk mengetahui status teknologi
juga bermanfaat untuk mencegah adanya tumpang tindih
penelitian para peneliti di indonesia dalam rangka
mengusahakan keekonomian energi basis energi baru
terbarukan di masa depan.
Rektor
Dr.Ir.
UPN”Veteran” Yogyakarta

Pencapaian penulis : Patent Engineering No. Patent : PI 20072279 ( 2007), Process for
making catalyst by impregnation of platinum on activated carbon. No. Patent : PI 20071902
( 2007), An Electrochemical Power Generator. No.Patent : PI 20072055 ( 2007), An Air-
Cooled Electrochemical Power Generator. No. Patent : PI 20082673 ( 2008), Polymer
Electrolyte Membrane Fuel Cell Stack with open Cathode. No. Patent : PI 20084371
( 2008), A fuel cell System for vehicle Power Generation. No. Patent : PI 20092917 (2009),
Water-Cooled Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cell Stack. No. Patent : PI 20093256
( 2009), A Method Of Formulating An Ink Composition. No. Patent : PI 20093256 ( 2009)
dan 20 penghargaan bertaraf internasional
Biodata
Lecturer for 26 years at Department of Chemical Engineering UPN Yogyakarta, training
and Consulting for Refinery Petroleum Engineering, Petrochemical
Industry, Surface facility engineering, Oil and Gas Processing dan
Enviromental. Chief of production in tin manufacturing for battery
application (1986-1987), Research Officer at Institute of Fuel Cell
Technology, UKM, Malaysia (2002- 2006). Pejabat bidang Proses dan
Fellow (Tenaga Profesional), Institut Teknologi Fuel Cell UKM (2008),
Jabatan Hubungan Internasional, Institut Fuel UKM (2008), Reviewer
Hibah Bersaing bidang Rekayasa di Ditjen Dikti, Jakarta (2010), Plant
designer for LPG filling station and piping system (1987-1988), Plant
designer for blanding petroleum station (1995-1998), Plant designer for
petroleum station (1995-1998), PT. Sigma Rancang Perdana. Research
and Plant Design Experience on producing high performance MEA for
PEM fuel cell focusing on manufacturing ink for gas diffusion layer and
electrode layer, manufacturing of gas diffusion layers for anode and
cathode, manufacturing catalyst layers for anode and cahtode, and
membrane electrode assembly. Long term performance of MEA for PEM
fuel cell is also studied. Internasional Journal: Fabrication PEM Fuel Cell
based on X-Y robotic Spraying Technique, Innovative Membrane
Electrode Assembly (MEA) Design for Proton Exchange Membrane Fuel
Cell (PEMFC). Patent Engineering No. Patent : PI 20072279 ( 2007),
Process for making catalyst by impregnation of platinum on activated
carbon. No. Patent : PI 20071902 ( 2007), An Electrochemical Power
Generator. No.Patent : PI 20072055 ( 2007), An Air-Cooled
Electrochemical Power Generator. No. Patent : PI 20082673 ( 2008),
Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cell Stack with open Cathode. No.
Patent : PI 20084371 ( 2008), A fuel cell System for vehicle Power
Generation. No. Patent : PI 20092917 (2009), Water-Cooled Polymer
Electrolyte Membrane Fuel Cell Stack. No. Patent : PI 20093256 ( 2009),
A Method Of Formulating An Ink Composition. No. Patent : PI 20093256
( 2009).List of Awards Perak (Award), Serindit-Zero Emission Vehicle
International Invention, Innovation, Industrial Design & Technology
(I.TEX) Event Organizer (2005). Perak (Award), Innovative Robotic
Spraying Machine Formembrane Electrode Assembly In Pem Fuel Cell
International Invention, Innovation, Industrial Design & Technology
(I.TEX) Event organizer (2005). Perak (Award), 1 Kw Polymer
Electrolyte Membrane Fuel Cell Prototype Expo Science, Technology &
Innovation, PWTC, Kuala Lumpur Event organizer (2004). Perunggu
(Award), Inovative Spraying Technique For Fabrication of Gas Diffusion
Electrode In Fuel Cell Expo Science, Technology & Innovation 2004,
PWTC, Kuala Lumpur Event organizer (2004). Emas (Award), Serindit Ii
– Fuel Vehicle (Submitted Project Title), Penelitian dan Pengembangan
(R&D) IPTA, Pwtc Kuala Lumpur, Event Organizer (2005). Perunggu
(Award), Membrane Electrode Assembly Design, Pameran Penyelidikan
dan Pembangunan (R&D) IPTA, PWTC Kuala Lumpur, Event Organizer
(2005). Emas (Award), Sel Bahan Bakar Membran Polimer Elektrolit
Berkuasa 1 Kw-, Ekspo Penyelidikan dan Inovasi UKM Sektor Tenaga
dan Mineral, Event Organizer (2004). Anugerah Istimewa & Emas
(Award), Membrane Electrode Assembly Design, Ekspo Penyelidikan dan
Inovasi UKM, Sektor Bahan Bakar, Tenaga dan Alam Sekitar, Event
organizer (2005). Emas (Award), Bahan Bakari Serindit Ii Fuel Cell
Vehicle, Ekspo Ekspo Penyelidikan dan Inovasi UKM, Sektor Bahan,
Tenaga dan Alam Sekitar, Event Organizer (2005). Emas dan Anugerah
Istimewa dari Croatia (Award), Serindit Ii – Zero Emission Vehicle,
International Exhibition of Invention New Techniques And Products,
Geneva 5-9 April 2006, Event Organizer (2006). Emas (Award), Portable
Fuel Back –Up Power Generator, Keputusan Pameran I.TEX ( 19-21mei
2006) KLCC, Event organizer (2006). Emas (Award), Portable Fuel
Power Generator Generator LESTARI 1000 (Submitted Project Title),
Keputusan Pameran I.TEX, KLCC, Event organizer (2006). Emas
(Award), Innovative Open Cathode 500 W Polymer Electrolyte
Membrane Air-cooled Fuel Stack, Keputusan Pameran I.TEX KLCC,
Event organizer (2007). Emas (Award), Innovative 5 kW Polymer
Electrolyte Membrane Water-Cooled Fuel Stack, Portable Fuel Cell Back
–Up Power , Keputusan Pameran I.TEX, KLCC, Event organizer (2007).
Emas (Award), Portable Fuel Power Generator, Portable Fuel Back –Up
Power, LESTARI 5000, Keputusan Pameran I.TEX (19-21Mei 2006)
KLCC, Event organizer (2006). Perak (Award), Portable Fuel Power
Generator, Direct Methanol Fuel Cell MTE, Event Organizer (2008).
Perak (Award), Design Advisor tool for Direct Methanol Fuel Cell
(MDFC), Portable Fuel Cell Power Generator, Direct Methanol Fuel Cell
MTE, Event organizer (2008). Emas dan Anugerah Istimewa (Award),
Multi stack DMFC, Portable, Direct Methanol Fuel Cell MTE, Event
Organizer USA(2008). Emas dan Anugerah Istimewa (Award), Fuel Cell
Portable, International Exhibition of Inventions New Techniques And
Products, ASEAN, Singapore, Direct Methanol Fuel Cell MTE, Event
organizer USA(2008).
Penerbitan

Kemajuan iptek fuel cell hidrogen ini salah satu ukuran posisi tawar
dalam persaingan global pada bidang teknologi EBT dimasa yang akan
datang. Teknologi ini masih relatif baru sehingga sangat diperlukan
penyebarannya ipteknya. Langkah awal yang dipandang sangat
mendesak dan strategis untuk bidang teknologi Fuel Cell ini sebagai
pembngkit tenaga listrik adalah tersedianya buku referensi pencapaian
teknologi hydrogen fuel cell para peneliti setiap periode tertentu.
Penerbitan buku edisi satu ini adalah pengenalan hasil penelitian dan
pemikiran untuk pengembangan iptek energi baru terbarukan (EBT)
berbasis hidrogen.

Katagori buku
Karya ilmiah ini berbentuk buku referensi dari hasil penelitian dan
pemikiran yang original. Buku referensi ini adalah tulisan buku yang
substansi pembahasannya pada bidang iptek energi baru terbarukan
(EBT) berbasis hidrogen PEM fuel cell. Karya ilmiah diusulkan menjadi
komponen penelitian dengan 4 topik. Isi buku sesuai bidang keilmuan
penulis, hasil pemikiran yang original, memiliki ISBN, tebal masing
masing topik lebih dari 40 halaman cetak sesuai format UNESCO,
ukuran standar, 15 x 23 cm. Diterbitkan oleh penerbit Badan Ilmiah
Perguruan Tinggi UPN”Veteran” Yogyakarta. Isi mengandung masalah
yang memiliki nilai kebaruan, metodologi pemecahan masalah, dukungan
data atau teori yang lengkap dan jelas, serta ada kesimpulan dan daftar
pustaka.

Daftar Isi

Prakata
Daftar Isi

BAB 1. PERKEMBANGAN TEKNOLOGI

1.1. Teknologi Gas Hidrogen


1.1.1. Permintaan Teknologi Hidrogen
1.1.2. Sistim Eko-Energi Penghasil Hidrogen
1.1.3. Peta jalan Teknologi Hidrogen
1.1.4. Permasalahan Teknologi Hidrogen PEM Fuel
cell
1.2. Teknologi Fuel Cell PEM
1.2.1. Perkembangan Teknologi PEMC
1.2.2. Jenis dan komersialisasi Fuel Cell
1.2.3. Petajalan Fuel Cell
1.2.4. Permasalahan Teknologi Fuel Cell
1.2.4.1.Teknologi PEM Fuel Cell
1.2.4.2.Membran Fuel Cell
1.2.4.3.Loading elektroda Fuel Cell
1.2.4.4.Material Fuel Cell
1.2.4.5.Desain sistim Fuel Cell
1.2.4.6. Pembuatan Teknologi PEMFC

BAB 2. SALURAN GAS (FLOW FIELD)


BAB 3. GAS DIFFUSION LAYER ( GDL)
2.1.1. Pengembangan Terkini GDL
2.1.2. Kandungan PTFE
2.1.3. Ketebalan Lapisan
2.1.4. GDL Komposit
2.1.5. Pembentukan pori dalam GDL
2.1.6. Mamping dan analisis GDL
BAB 4. GAS DIFFUSION ELECTRODE (GDE)
2.1.7. Lapisan Elektrod
2.1.8. Pemuatan Nafion®
2.1.9. Pelarut Organik
2.1.10. Pembentukan pori
2.1.11. Tinta Koloid
2.1.12. Nisbah Katalis
2.1.13. Karbon Pengikat
2.1.14. Polimer Penghantar
2.1.15. Katalis Nanokarbon
2.1.16. Mapping dan Analisis GDE

BAB 5. MEMBRAN
2.1.17. Mmmm

BAB 6. ASSEMBLI TEKNOLOGI PEMFC

3.1. Metode Pembuatan MEA


2.1.18. Metode Pengendapan Sepray
2.1.19. Metode Pengendapan elektroda
2.1.20. Metode Pengendapan Vakum
2.1.21. Metode Assemli Membran-GDE
3.2. Rekabentuk PEM Fuel Cell
3.2.1. Lapisan Penjerap Gas (GDL)
3.2.2. Lapisan Penjerap Gas Elektroda (GDE).
3.2.3. Rekabentuk MEA
3.2.4. Teknik Optimasi Pembuatan Lapisan
3.2.5. Teknik Asembly Lapisan

3.3. Kinerja PEM Fuel Cell


3.1.1. Model Agglomerat
3.1.2. Model Butler-Volmer
3.1.3. Model Tafel
3.1.4. Tahanan Ohmi
3.1.5. Tahanan Mass Transfer

BAB 4. ANALISIS LIFE TIME PEMFC


6.1. Kinerja PEM Fuel Cell
6.2. Pengaruh Platinum
6.3. Pengaruh Porositas
6.4. Pengaruh diameter Pori
6.5. Pengaruh Luas Permukaan aktif
6.6. Prestasi hasil meningkatkan kerapatan Arus
6.7. Membran
6.8. Kinerja Semburan membuat Lapisan
6.9. Formulation of carbon ink for gas diffusion in fuel cell
development
6.10. Permeabiliti air dalam MEA
6.11. Kontribusi Teknik Sparay untuk pembuatan MEA
6.12. The Manufacture Electrode Properties on the Hydrogen
Reaction Kinetic in PMFC

KESIMPULAN
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
Prakata

Dengan nama Tuhan Yang Maha Esa, Review


teknologi adalah salah satu bagian yang paling penting dalam
penelitian dan pengembangan maupun penerapan teknologi
karena mengandung pernyataan dan issu yang berhubungan
dengan penemuan dan pencapaian baik fabrikasi teknologi
maupun pengembangan material yang digunakan sebagai
acuan. Untuk mengetahui permasalahan yang sedang
berkembang pada hydrogen fuel cell pada buku ini dilakukan
review dari berbagai penelitian yang disusun melalui metode
mapping 1995-2016. Dari hasil review, sudah banyak
teknologi hydrogen fuel cell yang masuk ketahap komersial.
Sedangkan penelitian yang baru cendurung mengurangi
biaya pembuatannya seperti memodifikasi atau mengganti
material yang mahal harganya serta pegurangan volume fuel
cell melalui ketebalan lapisan lapisan baik bipolar plate
maupun membrane electrode Assebly (MEA). Review ini,
bermanfaat untuk mencegah adanya tumpang tindih
penelitian para peneliti di Indonesia dalam rangka
mengusahakan pengembangan hydrogen fuel cell dan
keekonomian hidrogen fuel cell di masa depan.

BOX 1.
Metode Review
Review ini menggunakan metode mapping atau pemetaan
kontribusi karya ilmiah dari tahun 1999 ke tahun 2016. Prinsip metode
adalah menggunakan tabulasi yang terdiri dari baris dan kolom yang
memperlihatkan perkembangan karya ilmiah. Misalkan X baris
menyatakan variabel kata kunci review yang berubah ubah sesuai
perkembangan. Sedangkan kolom adalah variable yang menyatakan
hasil penelitian, pengembangan dan penerapan PEM fuel cell
sebanyak Y. Jumlah kotak informasi yang dibentuk ada sebanyak XY.
Seluruh kotak diisi dengan informasi yang terdapat dalam jurnal jurnal
atau buku teks. Satu demi satu dari referensi yang ada kaitannya
dimasukkan dalam kotak. Setelah selesai mengisi kotak XY tersebut
dengan seluruh pernyataan pernyataan dalam referensi, maka akan
ada berbagai kotak yang tersisa atau tidak terisi. Kotak yang tidak
terisi tersebut menjadi dasar analisis yang diisi penulis sebagai
kontribusi penulis. Jika kemudian XY kotak sudah diisi dan diuraikan
secara berurutan. Hasil uraian ini menjadi review yang sistimik yang
lengkap dari pembuatan PEM fuel cell yang sesuai untuk referensi
pengembangan PEM Fuel Cell.

Kata Kunci = X:
Tantangan, Peluang, Pengembangan, Penerapan, Penemuan,
Material, Pembuatan sel, Lapisan sel, PEM fuel cell dan biaya
Nama Para Peneliti = Y
Objek Penulisan = XY
BAB 1.
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI

1.1. Teknologi Hidrogen

Dibawah ini negara negara pemilik teknologi


komersial untuk menghasilkan hidrogen (Barry D. Solomon
Department of Social Sciences Michigan Technological
University Houghton)

Tabel 1. Teknologi Hidrogen

Country Technology

U.S. Hydrogen from Natural Gas;


Energy Solar-Powered Electrolysis
Canada Hydro-Powered Electrolysis
Mexico Electrolysis
Brazil Electrolysis
Germany Hydrogen from Natural Gas
Sweden Hydro-Powered Electrolysis
Norway Electrolysis
Iceland Geothermal & Hydro- Powered electrolysis
Denmark Liquid Hydrogen
Spain Multi-Sourced Electrolysis, Hydrogen from
Natural Gas
Portugal Hydrogen from Crude Oil
Italy Hydro-Powered Electrolysis, Liquid
Hydrogen
Belgium Liquid Hydrogen
Netherlands Renewables-Based Electrolysis
UK Hydrogen from Crude Oil
Japan Electrolysis; Oil, Gas & Methanol-Based
Reformation
China Hydrogen from Natural Gas
Taiwan Hydrogen from Natural Gas
Korea Hydrogen from Natural Gas
Australia Gaseous Hydrogen from Oil, Gas & Solar
Energy
Indonesia -
Malaysia -
Singapore Electrolysis

1.1.1. Permintaan Hidrogen

Produksi hidrogen meningkat tajam diikuti dengan


pertumbuhan manufaktur generator listrik Fuel Cell.
Pertumbuhan stasiun pengisian hydrogen pada tahun 2004
sekitar 78 plant, kemudian tahun 2011 berbagai negara
seperti Europe membuat 85 plant, North America (80 plant),
Asia Pacific (47 plant) dan the Rest of the World (3 plant).
Peningkatan produksi hidrogen ini diikuti peningkatan
teknologi transportasi dimulai pada tahun 1901, yaitu
membuat mobil listrik hybrid di Jepang, dan di ikuti oleh
Amerika. Tahun 2000-an yaitu sejak harga BBM semakin
meroket produsen mobil ini melepaskan kenderaan bemesin
hibrida menggunakan BBM ke pasar bebas. Produsen
melihat segmen pasar kenderaan jenis hybrid ini memiliki
masa depan yang sangat gemilang sebelum tahun 2030
sehingga pada tahun 2012 lebih dari 5 juta kendaraan jenis
mesin hibrida beredar di seluruh dunia dan peminat terbesar
Amerika Serikat. Peredaran teknologi mesin hybrid sesuai
issu hampir semua negara akan mempertimbangkan
pengadaan teknologi ini dimasa yang akan datang dengan
menguatnya pandangan apabila harga BBM tidak layak
sebagai bahan bakar maka otomatis mesin hybride beralih
menggunakan bahan bakar gas alam. Jika harga gas alam
tidak layak sebagai bahan bakar karena biaya produksinya
sangat mahal maka kenderaan beralih ke mesin hibrid
menggunakan energy carriers hidrogen. Teknologi ini sangat
pleksibel masa peralihan dari bahan bakar ke jenis bahan
bakar berikutnya.

1.1.2. Sistim Eko-Energi Penghasil Hidrogen

Sejak awal 1980 gaung paradikma EB ini sudah


mempengaruhi energy security setiap negara. Seluruh
sumber-sumber energy di set up pada petajalan energi
komersial sehingga tak pernah habis (energi berkelanjutan)
untuk menghasilkan listrik. Pemetaan penyediaan energy
listrik arahnya menuju ke sumber energy baru terbarukan
(EBT). Dalam masa waktu 30 tahun terhitung dari 1980
hingga 2016, penelitian, pengembangan dan penerapan
teknologi energi terbarukan ini banyak yang berhasil secara
teknis sehingga manufaktur teknologi teknologi baru untuk
EB telah bermunculan untuk penggenerasian sumber sumber
energy. Bahkan para ahli energi sudah banyak menemukan
teknologi yang layak diproduksi secara massal terutama dari
negara yang terhimpun pada IEA. Teknologi listrik ini
berbasis carriers hidrogen yang akan menjadi tren global.
Dalam mengantisipasi perubahan-perubahan krisis
energi baik karena biaya recovery energy yang semakin
tinggi maupun emisi yang timbuk, Negara maju
berkomitmen untuk penggunaan bahan bakar berkelanjutan
dengan urutan fase penggunaan bahan bakar minyak, fasa
penggunaan bahan bakar gas alam dengan bauran bahan
bakar alternatif dan fasa penggunaan bahan bakar gas
hydrogen. Dengan fase fase ini di pendekatan pengelolaan
sumber sumber energi dalam bentuk Sistim Eko-Energi Zat
Air (Ramli Sitanggang, 2008) sangat diperlukan. Sistim ini
memiliki urutan untuk menghasilkan tenaga listrik yang
digunakan sebagai energy dan mentransfer energi yang
berlebih dengan cara mengangkut energi dengan gas
hidrogen.
Gambar 1. Sistim Eko-Energi Zat Air

Hidrogen carriers hasil sistim ini nantinya akan tumbuh pesat


di masa depan diikuti dengan mesin-mesin pembakaran
internal yang menggunakan hydrogen dan PEM fuel cell
sebagai generator listrik. Untuk jangka panjang sistem energi
air (water eco-energy system) akan menuju hidrogen
ekonomis. Sektor Energi yang potensial sebagai water eco-
energy system sebagai berikut (buku putih Ristekdikti
Indonesia):

 Bio-Diesel -> Hidrogen


 Bio-Ethanol -> Hidrogen
 Bio-Oil -> Hidrogen
 Pure Plant Oil -> Hidrogen
 Bahan Bakar Padat & Gas dari Biomassa -> Hidrogen
 Panas Bumi -> Hidrogen
 Angin / Bayu -> Hidrogen
 Mikro Hidro -> Hidrogen
 Surya (Fotovoltaik) -> Hidrogen
 energi Surya / Thermal -> Hidrogen
 Arus Laut -> Hidrogen
 Gelombang -> Hidrogen
 Nuklir -> Hidrogen
 Batubara -> Hidrogen
 Gas Bumi -> Hidrogen
 Minyak Bumi -> Hidrogen

1.1.3. Status Pengembangan Teknologi Hidrogen

 Pembangunan Status / Industri Reformer bahan bakar


fosil menjadi hidrogen mendekati komersialisasi.
Systems yang telah dibangun memiliki kapasitas
produksi hidrogen sekitar kurang dari 25 kg/hari sampai
400 kg/hari. Perusahaan-perusahaan yang aktif dibidang
ini adalah Amerika Utara termasuk Chevron Texaco,
H2Gen, Harvest Teknologi Energi, HyRadix, dan Ztek.
Telah dilaporkan pengurangan biaya difokuskan pada
sistem yang berkaitan dengan peningkatan efisiensi.
Pengembangan diarahkan pada biaya rendah, tetapi
kinerja yang lebih tinggi, dan komponen lebih tahan
lama.
 Bahan bakar cair terbarukan seperti etanol dari jagung
atau biomassa selulosa, atau metanol dari biomassa juga
ditingkatkan Status pembangunannya terutama Methanol
reformis berkembang di Jepang. Reformasi etanol
terbarukan dan metanol sedang dikembangkan untuk
stasiun pengisian bahan bakar. Hambatan Teknis: Sama
seperti di atas.
 Gasifikasi batubara yang menghasilkan CO2, telah
dikembangkan penangkapannya dengan Sequestration
yang besar. Produksi berskala (150-600 ton H2/hari.
Status pembangunan / Industri Gasifikasi batubara
teknologi komersial penangkapan CO2 akan berkembang
dalam waktu dekat. Hambatan Teknis berfokus pada
pengurangan biaya pada CO2 isolasi
 Suhu yang tinggi termokimia H2 Production (Nuklir)
mulai berkembang. Eksperimennya pada tingkat
laboratorium. Hambatan Teknis produksi hidrogen dari
teknologi-teknologi ini belum ditemukan.
 Produksi termokimia H2 (Solar) telah berkembang
Hambatan Teknis produksi hidrogen dari teknologi-
teknologi ini belum ada. Laporan Produksi berkembang
di AS Departemen Energi oleh University of California,
Lawrence Livermore National Laboratory

1.1.4. Permasalahan utama Teknologi Hidrogen

Dari perkembangan teknologi penghasil hydrogen,


salah satu masalah utama adalah prosesnya suhu tinggi dan
sifat yang sangat endotermik. Manipulasi rasio oksigen /
bahan bakar pada temperatur rendah dan oksidasi parsial
dapat menghasilkan reaksi autothermal dan sedikit eksoterm.
Penelitian dan pengembangan saat ini diarahkan untuk
menurunkan suhu pada pembentukan hidrogen.
C.Autothermal reforming (ATR) metanol menghasilkan
hidrogen pada 250-330 Katalis CuZnO untuk metanol
konvensional bisa digunakan (Miszey, 2001) tetapi
sebaiknya non-logam mulia untuk mengurangi suhu. Untuk
bahan metanol yang menggunakan katalis CuZn
dipromosikan Pd, Ni, Mo atau V yang dibuat dengan
impregnasi dan co-presipitasi alumina. Katalis ini sangat
sensitif terhadap lingkungan oksidasi sehingga untuk
reforming Metan dengan steam menggunakan Ni / Nio atau
komposisi kobalt pada refraktori alumina atau sebagai
pendukung digunakan seperti spinel alumina magnesium
(Ghenciu, 2001, Rostrup-Nielsen, 1993). Untuk
mempercepat penghilangan karbon, sering dipromosikan
alkali atau alkali tanah, logam mulia (Rh, Ru, Pt, Pd, Re)
alumina. Sedangkan untuk gas alam, katalis non logam mulia
katalis Ni dipromosikan dengan Co, Sn, Fe dan Cr (Songip et
al 2002.)
Pengembangan teknologi hidrogen dari biomassa
menggunakan gasifikasi menghasilkan gas sintesis yang
mengandung CO dan hidrogen. Setelah membersihkan gas,
komponen yang lebih berat pecah untuk menghasilkan CO,
CO2. Pembentukan ini menggunakan steam reforming mirip
dengan yang digunakan dalam prosesor bahan bakar. Lebih
banyak hidrogen dihasilkan oleh reaksi jika mengubah CO
dan uap menjadi hidrogen dan CO2. Hidrogen ini kemudian
dipisahkan oleh pemisah membran dan dimurnikan oleh
adsorpsi ber tekanan.
Saat ini, sistem termudah yang langsung dapat
digunakan untuk produksi hidrogen adalah sistem surya
fotovoltaik-electrolyser menggunakan komponen teknologi
diskrit seperti fotovoltaik, sel electrolyser dan baterai. Sel-sel
PV dan electrolyzer adalah peralatan yang mahal. Penelitian
dan pengembangan sistem fotovoltaik-electrolyser kini fokus
pada optimasi sistem dan pengurangan biaya komponen
(BPPT). Sistem efisiensi dapat ditingkatkan lebih lanjut
dengan integrasi dengan sumber energi terbarukan lainnya
seperti angin, biomassa dan energi samudera serta dengan
sistem sel bahan bakar.
Produksi hidrogen dengan solar fotoelektrokimia
adalah satu langkah proses pemisahan air langsung dari
energi matahari dengan menggunakan kombinasi elektroda
fotovoltaik dan elektrolisis dalam satu sel. Efisiensi jenis sel
fotoelektrokimia telah dilaporkan menjadi 8% yang dapat
meningkat menjadi 16%. Masalah utama adalah band gap
yang besar untuk elektrolisis (1,6 eV) dan korosi dari
elektroda fotovoltaik berbasis silikon. Untuk masa yang akan
datang upaya akan difokuskan pada material lebih murah dan
efisiensi yang lebih tinggi. Perkembangan fotoelektrokimia
yang menjanjikan adalah rutenium sel pewarna peka (PEC)
dalam menghasilkan arus dari energi surya (O'Regan &
Grätzel, 1991) telah disesuaikan dengan tren yang sama
dalam pemisahan air menggunakan fotokatalis berdasarkan
logam tungsten yang jauh lebih murah (LYRIS et al 1997 ).
Dengan menggabungkan yang terbaik dari kedua sistem,
mungkin untuk memecah air lebih aman menjadi hidrogen
dan oksigen dalam kompartemen terpisah.
Penghasil Hidrogen dari Photobiological, diberikan oleh
Asada & Miyake 1999 dan Akkerman et al. 2002. Hidrogen
dapat dihasilkan oleh mikroorganisme photoautotrophic
seperti cyanobacteria dan mikroalga dalam kondisi anaerob
dan dikatalisis oleh enzim hydrogenase yang sangat sensitif
terhadap oksigen. Keuntungan produksi photoautotrophic
hidrogen menggunakan CO2 dan air, dan cahaya. Efisiensi
produksi hidrogen dengan organisme photoautotrophic hanya
1 - 10% (Greenbaum, 1988). Hidrogen juga dapat dihasilkan
oleh organisme photoheterotrophic seperti bakteri pengikat
nitrogen yang dikatalisis oleh enzim nitrogen tidak ada unsur
nitrogen. Nitrogen juga sangat sensitif terhadap oksigen.
Photoheterotrophic produksi hidrogen lebih mahal karena
organisme kebutuhan karbon organik lebih mahal. Efisiensi
produksi hidrogen dengan organisme photoheterotrophic
hanya 3 - 10% (Rocha et al, 2001.). Masalah utama dengan
sistem hidrogen photobiological adalah efisiensi konversi
yang rendah surya 1 - 10% dan penghambatan oksigen
hidrogen menghasilkan enzim. Efisiensi dapat dikurangi
dengan rekayasa genetik yang mengurangi pigmen dan
mengurangi hambatan oksigen dalam organisme.
Teknologi penyimpanan saat ini menggunakan kompresi gas
botol hidrogen (CHG) atau botol hidrida logam yang berat
dan tetapi terlalu rumit jika digunakan dalam mobil fuel cell.
Karbon aktif cukup menjanjikan digunakan tetapi
penyimpanan hidrogen per satuan massa karbon aktif masih
kecil (Zhou & Zhou 1966). Karbon nanotube menawarkan
volume penyimpanan lebih besar dari karbon aktif. Hidrogen
kapasitas penyimpanan karbon nanotube sekarang dalam
kisaran 2 - 20 wt% pada tekanan dari 8-16 Mpa dan 300K.
Beragam adsorpsi hidrogen dari nanotube karbon tergantung
dari kualitasnya. Dalam menyelesaikan masalah ini berbagai
teknik yang digunakan untuk pembuatan karbon nanotube
oleh para peneliti. Prioritas yang diteliti adalah luas
permukaan spesifik mempengaruhi jumlah maksimum
penyerapan hidrogen. Metode yang berbeda membuat karbon
nanotube juga mempengaruhi jumlah adsorpsi. Penggunaan
yang berbeda atom hetero intercalating untuk meningkatkan
adsorpsi juga akan mempengaruhi kapasitas adsorpsi

1.2. Teknologi Fuel Cell

1.2.1. Status Production Mode Teknologi Fuel Cell

Teknologi hydrogen Fuel Cell adalah perangkat


konversi energi elektrokimia yang mengubah energi kimia
dari hidrogen dan oksigen menjadi listrik dan panas dengan
reaksi redoks elektrokimia di anoda dan katodanya hanya
menghasilkan air sebagai hasil samping. Teknologi ini,
memiliki efisiensi konversi energi lebih dari 40-50% yang
cenderung lebih tinggi dari pembangkit listrik berbahan
bakar batubara atau mesin pembakaran internal. Teknologi
ini, tidak memiliki bagian yang bergerak dan kurang berisik
serta memiliki biaya perawatan yang rendah. Teknologi ini
bersih dan memiliki polusi kimia yang sangat rendah karena
menggunakan bahan bakar hidrogen murni atau berbagai
bahan bakar primer seperti gas alam dan metanol yang dapat
digunakan secara langsung

Tabel 2. Jenis sel bahan bakar

Fuel Cell Temper Effici Applicatio Advanta Disadvantag


ature ency n ges es
Alkaline 50 - 50 – Space High Intolerant to
Fuel Cell 90°C 70% applicatio efficienc CO2 in
(AFC) n y impure H2
and air,
corrosion,
expensive
Phosphori 175 - 40 - Stand- Tolerant Low power
c Acid 220°C 45 % alone & to density,
Fuel Cell combined impure corrosion &
(PAFC) heat & H2, sulfur
power commerc poisoning
ial
Molten 600 - 50 - Central, High Electrolyte
Carbonate 650°C 60 % stand- efficiency instability,
Fuel Cell alone & , near corrosion &
(MCFC) combined commerc sulfur
heat & ial poisoning
power
Solid 800- 50 - Central, High High
Oxide 1000°C 60 % stand- efficienc temperature,
Fuel Cell alone & y& thermal
(SOFC) combined direct stress
heat & fossil failure,
power fuel coking &
sulfur
poisoning
Polymer 60 - 40 – Vehicle & High Intolerant to
Electrolyt 100°C 50% portable power CO in
e density, impure H2
Membran low and
e Fuel temperat expensive
Cell ure
(PEMFC)
Direct 50 - 25 - Vehicle & No Low
Methanol 120°C 40% small reformin efficiency,
Fuel Cell portable g, high methanol
(DMFC) power crossover &
density poisonous
& low byproduct
temperat
ure

Ada enam jenis utama dari sel bahan bakar penting


komersial yaitu Alkaline Fuel Cell (AFC), Phosphoric Acid
Fuel Cell (PAFC), Molten Carbonate Fuel Cell (MCFC) ,
Oksida Sel Bahan Bakar Padat (SOFC), Membran Fuel Cell
Polimer elektrolit (PEMFC) dan Sel Bahan Bakar Metanol
(DMFC). Tabel 2, menunjukkan beberapa karakteristik yang
berisi kelebihan dan kekurangannya Fuel Cell (AFC, PAFC
dan MCFC) dan Tabel 3 menunjukkan bahan-bahan yang
sudah digunakan dan dikembangkan. Perkembangan dari
teknologi fuel cell ini telah mencapai perkembangan
komersial.
Jenis PAFC telah mencapai tahap komersialisasi
terutama untuk daya stasioner hingga 11 MW. MCFC dan
SOFC telah dibuktikan untuk daya stasioner hingga 250kW
dan masing-masing 100 kW sejak akhir 1990-an. Keduanya
memasuki pasar komersial dalam beberapa tahun ke depan.
Meskipun PEMFC telah dibuktikan untuk bus, mobil, motor
dan unit daya portabel hingga 250kW di seluruh dunia sejak
awal 1990-an, ada isu komersialisasi yang masih banyak
belum terselesaikan terutama biaya manufaktur. PEMFC
diharapkan sepenuhnya dikomersialkan 10 sampai 15 tahun
mendatang.

Tabel 5 menunjukkan status komersialisasi dan tren


masa depan dari berbagai jenis sel bahan bakar (Averil ,
2000, Intelligent Energy, 2007, Pro-Power, 2007, GenCore,
2008, Syspotek,2009, Inze, 2010., Ion Power, Inc, 2010.,
Pemeas, 2010, Johnson Mattey, 2009, Saatigroup, 2010.,
Noc, 2010, Ricardo, 2010, FuecellMart, 2010, Amrel, 2010,
Johnson Matthey, 2007). Amerika Serikat, Eropa, Kanada
dan Jepang yang terkemuka di dunia dalam penelitian dan
pengembangan sel bahan bakar dan dalam komersialisasi sel
bahan bakar (Lihat Tabel 5). Islandia telah mengambil
langkah mengkonversi ke ekonomi hidrogen pada tahun
2003. Untuk masa yang akan datang kebijakan hidrogen
telah disahkan di Senat AS untuk mempersiapkan AS masuk
ke fasa perekonomian hidrogen. Lebih dari USD 1 miliar
dari pemerintah Amerika Serikat akan dihabiskan dalam 5
tahun untuk mengusahakan sel-sel bahan bakar dan
menyiapkan infrastruktur AS untuk ekonomi hidrogen di
masa depan.

Tabel 5: Commercialization Status and Trends of Various


Types of Fuel Cells

Fuel Cell Commercialization status Future trends


Phosphoric Acid Commercial: 50 – 200 Increase PAFC
Fuel Cell (PAFC) kW & 1 - 11 MW units installations
Total : 65 MW Expand PAFC
worldwide, Technology markets
leader: United
Technologies
Molten Carbonate Demonstrator plant in Increase
Fuel Cell (MCFC) California, 1997, 2 MW. stationary
Production capacity of applications
250 kW prototypes at 400
MW in 2004
Technology leader: Fuel
Cell Energy Inc.
Solid Oxide Fuel Demonstrator plant in Increase
Cell (SOFC) Netherlands, 1998 100 stationary
kW applications
Technology leader:
Siemen Westinghouse
Polymer Ballard PEMFC Improve
Electrolyte powered bus PEMFC
Membrane Fuel demonstrator, 1993 performance for
Cell (PEMFC) Xcellsis commercial bus fleet
PEMFC powered bus operations
by 2005 Expand PEMFC
All major car markets
manufacturers has
PEMFC powered car
prototypes
Stationary (250 kW) &
domestic power (1–50
kW) prototypes
Technology leader:
Ballard

Tabel 6: Commercialization Status and Trends of Fuel Cells in


Different Countries

Country Commercialization Status Future trends


USA Light duty fuel cell vehicle Improve fueling
R & D on direct methanol infrastructure
fuel cell (DMFC) & SOFC Increase PAFC
Stationary power installations
demonstrator
Europe PAFC, PEMFC & DMFC for Improve mobile
portable & mobile applications
applications
SOFC & MCFC for
stationary power
R & D on advanced multi-
fuel processor
Canada PEMFC for transit buses and Improve PEMFC
cars for fleet operation
Japan PEMFC, MCFC & SOFC for Increase PAFC
stationary and mobile installations
applications Expand PAFC
market

Di sisi lain teknologi listrik hydrogen fuel cell telah berkembang


yang hampir sama pesatnya dengan teknologi hybride dan lebih
jauh lagi, pada masa inipun teknologi mesin listrik fuel cell telah
digunakan sebagai transportasi umum. Devloper kenderaan fuel
cell sebagai berikut.

 General Motors, Opel, and Suzuki


 Toyota Motor Corporation
 Daihatsu
 Ballard Power Systems,
 DaimlerChrysler,
 Ford,
 Mazda ,Nissan, Honda dan Hyundai
Gambar.2. Portable power generation application,

1.2.2. Perkembangan Teknologi Fuel Cell

Sejalan dengan perkembangan teknologi hydrogen juga


teknologi teknologi fuel cell bermunculan yang menggunakan
bahan bakar hidrogen. Fuel Cell yang pertama kali ditemukan oleh
Sir William Grove pada tahun 1843 dengan mereaksikan oksigen
dan hidrogen pada elektroda platina yang terpisah dan direndam
dalam cairan asam sulfat dalam lima sel dari baterai yang
menggunakan arus pada bagian elektroliser air seperti ditunjukkan
gambar 1. Istilah sel bahan bakar digunakan oleh Ludwig Mond
dan Langer charles pada tahun 1889. sel bahan bakar dianggap
sebagai teknologi yang volumenya terlalu besar dan tidak efisien
sehingga kemudian dinyatakan tidak dapat bersaing dengan
dynamo yang ditemukan oleh von Siemen. Sejak saat itu, usaha
untuk meneliti, mengembangkan dan menerapkannya semakin
mendapat perhatian. Akan tetapi dalam tempo lebih dari 100 tahun
belum juga ada yang sukses.
Pada tahun 1920 an, riset yang diawali oleh Jerman,
mengembangkan sel bahan bakar karbonat primitif dan oksida
padat dan mulai tahun 1932-1959, Francis T, Bacon
mengembangkan sel bahan bakar tersebut dengan menggunakan
elektrolit alkalin dan elektroda nikel. Dalam perkembangannya,
ditemukan yang lebih efisien pada tahun 1960 sehingga General
Electric memproduksi sel bahan bakar untuk tenaga pada sistem
tenaga listrik di Apolo dan Gemini milik NASA juga digunakan
untuk menyediakan air minum bagi awak kapal. Dana yang
digunakan untuk mengembangkan teknologi sel bahan bakar pada
Gemini dan Apolo milik NASA seperti ditunjukkan gambar 2
diperoleh dari sekitar 200 kontrak pengembangan melalui
penelitian yang pada akhirnya menemukan dan menghasilkan
teknologi yang berada pada tingkatan yang lebih memungkinkan
untuk diaplikasikan secara komersial.
Perkembangan berlanjut terus sehingga aras teknologi fuel
cell di dunia industri otomotif seperti pada gambar 3 sudah
dipandang dapat lebih hemat daripada mesin pembakaran internal,
dan tidak ada polusi, serta cocok difasilitasi untuk menggeser
mesin pengguna bahan bakar minyak bumi dan gas alam. Semakin
menguatnya potensi hidrogen sebagai bahan bakar pada kenderaan
fuel cell, banyak negara dan pengusaha besar memfasilitasi
pengembangan sistem ini. Produsen otomotif pengguna bahan
bakar fosil tidak mau ketinggalan tren energy berbasis hydrogen.
Para produsen dimaksud turut melakukan pengembangan dan
penerapan iptek kenderaan fuel cell hidrogen secara terus menerus,
meningkatkan kehandalannya, dan kenyamanannya. Tentu saja
perusahaan otomotif memainkan peran dalam hal ini, meskipun
tidak banyak produsen otomotif global memiliki keterampilan dan
sumber daya manusia untuk membuat pergeseran ini terjadi.
1.2.3. Permasalahan utama Teknologi Fuel Cell

Secara umum Fuel Cell yang dikembangkan seperti pada


gambar 3 dan gambar 4 (Marcenaro, 1992 dan Farris & Trocciola,
1992 dan Mark et al 1994,. Koidesch dan Simader 1996, Thomas
dan Zalbowitz 1999 , Geyer 1999, Costamagna & Srinivasan
2001a, 2001b, Haile 2003).

.
Reaksi oksigen di katode
½O2 + 2H+ + 2e-→ air

e- Cathode
Cathode Heat H+
anode Electrolyte
Electrolyte Anode

load Anode

 Anode Electrolyt
catode ↓
catode

H2 ebereaksi pada anode


air
½O2 + 2H+ + 2e-→ air

Gambar 3. Satu unit sel bahan bakar


Removes CO Fuel purifier stack Produce
H2 & CO H2 Fuel cell s
electrica
l power
Fossil fuel
→H2 Cooling Motor
system
Fuel
processor
udara
Fossil
fuel air

Gambar 4. Sistem sel bahan bakar menggunakan Bahan Bakar


Fosil

Biaya untuk modal pembuatan PEMFC pada awalnya, sebesar


USD 2000/kW. Biaya ini dianggap terlalu mahal untuk aplikasi
dan harus dikurangi agar lebih kompetitif. Secara umum
pengurangan biaya mengarah pada pengembangan penelitian
membran polimer elektrolit, elektroda katalis (elektroda membran,
MEA), fuel cell stack, prosesor bahan bakar, pendingin udara
(Barbir & Nadal, 1994, Rolls-Royce & Assoc. 1993, Costamagna
& Srinivasan 2001a, 2001b, Haile 2003).

1.2.3.1. Tinjauan Membran dan Membran Non hidrat

Penelitian untuk pengurangan biaya membran dapat


dicapai dengan menggunakan elektrolit polimer non-fluorinated
dengan polimer backbone yang lebih mudah tersulfonasi. Poli
Sulfonasi (eter keton), (styrene) dan materi yang berhubungan
konduktivitas proton tinggi. Penelitian yang ekstensif telah
dilakukan untuk menghasilkan membran yang lebih murah dengan
menggantikan DuPont's Nafion 117 (Fleming dan Pow, 1992 &
Lain et, al. 1992). Grup grup peneliti diberbagai negara seperti
halnya Asahi Chemical Co. (Wakizoe & Watanabe 2000)
mempelajari alternative membran yang dapat dipasarkan seperti
Aciplex membran tetapi saat ini buatan Dupont’s Nafion 117
masih superior. Test tes telah dilakukan secara intensif oleh Asahi
untuk mempromosikan electrolyte membrane, flemion buatan
mereka sebagai alternative.
Membran polimer elektrolit yang terkini sepenuhnya
terhidrasi untuk konduksi proton yang baik. Sistem PEMFC
memerlukan sistem manajemen air yang terdiri dari pelembab
udara dan bahan bakar gas serta sistem pemulihan air.
Kompleksitas system PEMFC dikurangi dengan pengembangan
elektrolit air-free yang tidak memerlukan air. Biaya bisa lebih
jauh berkurang karena pada kondisi diatas Pt masih dapat
digunakan dengan baik. Polimer kompleks yang berupa polimer
asam-basa yang mana asam kuat digabungkan untuk menghasilkan
polimer sebagai konduktor proton yang baik tanpa air. Polimer
seperti PEO, PVA [poli (vinylalchohol)], PAAM [poli
(akrilamida)], PVT [poli (vinylpyrrolidone)], PEI poli
(ethyleneimine), Poli (aminosilicates), dan PBI [poli
(benzimidazole)] kombinasi dengan asam halida sulfat, fosfat dan
sebagainya juga bisa digunakan (Lassegues, 1992). Penggantian
air dalam polimer tersulfonasi oleh cairan ionik yang stabilitas
mirip seperti amina heterosiklik atau seperti imidazol (pyrazole)
dan benzimidazole (Kreuer, 1998). Lebih baik lagi, cairan ionik
dihubungkan ke backbone polimer untuk mencegah kehilangan
cairan ionik. Namun, kinerja dari membran non-terhidrasi adalah
cara yang sangat panjang berbanding Nafion.

1.2.3.2. Tinjauan Loading elektroda dan toleransi CO

Penurunan beban platina pada elektroda telah menjadi


subyek banyak penelitian (Srinivasan et al 1990, Wilson &
Gottesfeld, 1992, Mukerjee et al.. 1993, Kumar et al. 1995, Daud
et. al, 1995, Buciand & Srinivasan 1997, Passalacqua et al 1998,.
Giorgi et al 1998, Iyuke et al.,2004, Ramli Sitanggang at al.,2009).
PTFE yang terikat pada lapisan tipis elektrokatalis dengan bantuan
elektrodeposisi dari sputtering telah dibuat (Litster & McLean,
2004), masih lebih efisien dan lebih murah menggunakan katalis
lapisan PTFE yang terikat dengan lapisan difusi gas (GDL).
Karbon nanotube lapisan difusi gas sekarang sedang
dikembangkan sebagai pengganti Pt di elektroda yang dapat
mengurangi biaya PEMFC secara dramatis tetapi belum teruji
untuk peringkat komersial. Platina juga bisa diganti dengan oksida
logam seperti pencampuran oksida hydrous dan amorf FePOx
namun penelitian untuk ini masih sangat sedikit .dilakukan.
Pt sampai saat ini merupakan elektrokatalis yang terbaik
dan toleransi CO yang rendah telah diperbaiki dengan
elektrokatalis paduan bifunctional menggunakan Pt dengan Ru,
Mo dan Re (Dodelet et al, 2000.).Tetapi meninjau sifat kimia
elektro-oksidasi CO akan tetap diabsorbsi secara kuat dengan Pt
karena spesies oksigen sangat suka dengan Pt atau hidroksil selalu
diserap ke situs Ru. Namun katalis bifunctional dapat lebih efektif
jika dikendalikan dengan cara tertentu yaitu molekul paduan diatur
secara acak. Senyawa intermetalik seperti Bi-Pt mungkin lebih
teratur dan struktur lebih stabil dari sudut termodinamika.
Pekerjaan mengoptimasi perbandingan katalis bifungsional ini
masih cukup luas (Dodelet et al, 2000.).
Sebuah review yang sangat baik pada bahan plat bipolar
diberikan oleh Mehta dan Cooper 2003. Biaya plat bipolar dapat
dikurangi dengan menggantikan plat grafit dengan pelat komposit
dengan melakukan penekanan campuran bubuk karbon dan non
polimer (Mahlendorf et al, 2000 dan. Weng et al. 2000). Disini
Non-porous grafit merupakan bahan standar untuk plat bipolar
tetapi untuk memproduksi plat grafit bipolar mahal karena waktu
yang lama diperlukan mesin pembuat plat dengan menggunakan
mesin CNC misalnya. Piringan atau plat bipolar logam telah
digunakan tetapi plat ini terkorosi karena lingkungan yang sangat
asam membuat plat memiliki masa operasi yang pendek. Masalah
ini dapat diselesaikan dengan melapisi plat logam. Tetapi lapisan
bipolar plat logam cenderung retak karena koefisien ekspansi yang
tidak sama dari logam dan lapisan. Plat ini bervariasi dari plat
bipolar logam adalah plat bipolar logam berpori yang dapat
berfungsi baik sebagai plat bipolar dan distributor gas tanpa proses
membentuk lebih lanjut (Lee et al. 2003a-c). Logam-karbon
polimer komposit lebih baik dari segi material termasuk dari biaya
produksi. Polimer yang paling cocok adalah termoplastik seperti
polietilena, polipropilena & poli (fluoride vinylidene) dan resin
termoset seperti penolics, epoxies & ester vinil.
Desain yang tepat untuk distribusi aliran gas dalam plat
bipolar yang membentuk manifol internal juga penting untuk
memastikan keterbatasan pada transfer massa berkurang menjadi
minimum (Dohle di al 2000, Chu Jiang, 2001, Mehta & Cooper
2003). Disini topologi distribusi dikenal sebagai medan aliran
termasuk bentuk paralel, serpentin dan interdigitated serta
berbagai kombinasi (Rosli et al 2003a,. 2003b).

1.2.3.3. Tinjauan Desain sistim PEMFC

Desain sistem fuel cell telah lama diabaikan dan hanya


pada menjelang akhir dekade ini mulai dilakukan. Untuk awal
abad ini upaya yang dilakukan adalah meningkatkan desain sistem
sel bahan bakar dalam rangka untuk lebih meningkatkan efisiensi.
(Sorin & Paris1997, Virji et al 1998,.Arvindan et al 1999,.
Monanteras & Frangopoulos 1999, Kreutz & Ogden2000, Shindo
et al. 2000, Larminie & Dicks 2000, Otsuka et al. 2000,
Wunderlich & Reichanbach 2001, Barisic 2001) Penerapan
teknologi rekayasa sistem sel bahan bakar seperti teknologi pinch
yang sekarang baru sedang diterapkan (Wallmark &Alvors 2002).
Satu masalah dalam proses rekayasa sistem sistem sel bahan bakar
adalah kurangnya model yang sesuai untuk komponen sistem sel
bahan bakar seperti stack bahan bakar, humidifier gas, pressure
swing adsorber, prosesor membran reaktor sel bahan bakar dan
membran pemisah gas. Masih perlu dikembangkan model model
sederhana yang akan digunakan pada sistem PEMFC.
3.1. Permasalahan Pembuatan PEM Fuel Cell

Berdasarkan hasil tinjauan literatur, terdapat banyak


isu yang telah berkembang terutama dari segi tetapan prestasi
MEA yang berbeda-beda. Ini disebabkan oleh penyebaran gas
pada elektrod yang tidak merata (Atilla 2005, Frank et al. 2004,
Won et al. 2002). Elektrod yang terhasilkan dari berbagai kaedah
pembuatan memiliki ukuran yang berbeda. Keadaan ini
ditunjukkan melalui gambar 5 yaitu 5(1) perbedaan kerataan dan
kadar katalisator, 5(2) kerataan permukaan dan keretakan elektrod,
5(3) saiz diameter liang, 5(4) porositas 5(5) kerataan permukaan
GDL, 5(6) porositas GDL, 5(7) dan 5(8) penyumbatan karbon dan
kemudahan keracunan pada katalisator. Oleh karena itu, setiap
peneliti telah melakukan pengoptimuman melalui proses
pembuatan masing-masing (Mehta 2002, Smitha 2005, Scholta
1999).

Gambar 5 Hasil penelitan GDE: (1) Permukaan Pt di atas


elektrode ( E-TEK), (2) Permukaan Pt di atas
elektrode ( E-TEK), (3) Keliangan, (4) Luasan
permukaan sangat tinggi, (5) Permukaan tidak
seragam, (6) Permukaan Pt tertutup tidak seragam, (7)
Permukaan katalisator seragam tetapi tidak luas dan,
(8) Permukaan Pt-C tertutup

Dari hasil penelitian lalu ditemukan, semakin seragam lapisan-


lapisan dalam MEA akan mewujudkan kinerja fuel cell yang
semakin tinggi (Prasanna 2004, Um 2000, Wan 2004). Keadaan ini
juga telah dibuktikan dengan menggunakan reka bentuk elektroda
yang berbeda (Shukla 1998) dan selanjutnya dikembangkan
dengan penelitian dengan mengubah konsentrasi katalis. Persoalan
yang lain juga berkembang yaitu pada pemasangan lapisan lapisan
fuel cell yang mana pemasangan lapisan komponen MEA tidak
konsisten seperti pada gambar 4. Dalam hal ini gaya persatuan luas
MEA harus merata.
Gambar 6. Pemasangan Stack Fuel Cell

Selain itu, jarak plat dengan plat elektroda yang lain begitu
dekat juga mempengaruhi tetapan prestasi MEA (Thomas
1990) karena dapat menghasilkan suatu medan elektro yang
berlebihan yang mengakibatkan panas yang tinggi. Menurut
Dlittle (1999), hal ini juga mengakibatkan prestasi fuel cell
akan berbeda.
Persoalan lain adalah porositi bagian GDL yang akan
mendistribusikan gas H2 dari saluran gas ke permukaan
katalis di lapisan elektroda anoda tidak sama (Jinhua et al.
2004, Dohle et al. 2001, Chan et al. 2004 ). Porositas tidak
sesui untuk mendistribusikan uap air dan pengeluara air
dibagian katod (Klaus et al. 2003). Untuk lapisan elektrod
pada enoda, ketebalan lapisan katalis tidak seragam sehingga
mempengaruhi kecepatan proton yang masuk ke dalam
membran (Hansung et al. 2004, Jari et al. 2001, Tien et al.
2003, Djilali et al. 2002, Fuller et al. 1993, Baschuk 2000).
Nilai porositas sangat mempengaruhi rintangan listrik dalam
sel bahan bakar (Walt Pyle 1993, Siegel et al. 2003). Nilai
luas permukaan spesifik aktif tidak sama mempengaruhi
jumlah proton dan elektron yang terhasil oleh reaksi dalam
elektroda (Huang et al. 2000, Nam et al. 2003, Litster et al.
2004, Atilla 2005, Ruy et al. 2005, Denver et al. 2005).
Prestasi kekutuban sel bahan bakar tersebut dipengaruhi oleh
keadaan pengoperasian sel bahan bakar dan struktur MEA
yang dibuat melalui alat uji spesifik (Ruy Sousa 2005).
Penelitian lain untuk meningkatkan prestasi tersebut
berkembang dengan pemilihan membran sebagai penukar
proton. Antaranya memilih membran yang mempunyai
dielektrik yang tinggi (Chu et al. 2003, Mikkolla 2001, Wang
et al. 2002). Ini merujuk pada polimer berupa lembaran
basah yang mempunyai peranan memindahkan proton (Du
Pont) dan saat ini banyak peneliti telah mengembangkan
pengaruh Ionic Polymer-Metall Composit (IPMC) yang
mengandung molekul air dan mudah dibersihkan. Membran
ini mengandung air untuk pergerakan ion hidrogen. Suhu
pengoperasian membran yang sangat sesuai adalah di bawah
suhu 100OC (Brandon 2001, Prasanna et al. 2004).
Dari segi pengaruh katalis Pt (kandungan)
berdasarkan ‘ink-based’ juga dapat meningkatkan atau
menurunkan prestasi MEA (Lister et al. 2004, Yoshitake et
al. 2002.). Berbagai penelitian telah dilakukan untuk
mengurangkan ketebalan dan keperluan katalisator Pt mgcm-
2
dari MEA.
Ketebalan elektroda dari pada MEA adalah 15 nm hingga
300 µm dan keperluan katalisator Pt dari MEA ialah 0.01
hingga 2 mgcm-2. Konsep-konsep penyelidikan terus
berkembang dari pennelitian makrostruktur sampai pada
mikrostruktur MEA (Frey et al. 2004).
Para peneliti terdahulu berpendapat dari segi teknik untuk
mengoptimum MEA bahwa perlu melakukannya secara
berhati-hati melalui semua parameter baik yang berhubungan
dengan pemindahan massa maupun panas karena sangat
sensitif pada perubahan prestasi perilaku MEA (Gurau et al.
2000, Hubert et al. 2004, Zhang et al. 2004). Parameter
tersebut ialah porositas pada elektroda, kawasan luasan
permukaan spesifik aktif pada elektroda, ketebalan lapisan
aktif pada elektroda, diameter pori dan medan listrik melalui
kaedah fabrikasi MEA dan fabrikasi sel bahan bakar
(Grujicic 2003, Lean 2003). Dengan keterangan yang sama
juga, Naoki (1997) dan Deriver (2005) telah menjelaskan
bahawa untuk mengoptimuman prestasi MEA dan
pengetahuan yang ada adalah sangat penting. Sui et al.
(1999) telah menyatakan hubungan parameter yang lebih
lengkap.
Pembuatan MEA meliputi komposisi lapisan
elektrokatalis, keadaan penekanan-panas, keadaan
pengeringan dan waktu proses dijalankan. Beberapa
hubungan pembuatan elektrokatalis dengan parameter yang
kritis seperti parameter porositas dan ketebalan lapisan
elektrokatalis perlu dikaitkan. Selain itu, pengaruh
kandungan elektrolit sangat berpengaruh pada model
parameter. Oleh karena parameter ini terlalu banyak dan
kompleks, banyak peneliti hanya memfokuskan kerjanya
untuk beberapa parameter saja untuk menghindari
komplikasi pada model.
Rujukan

BAB 2. ASSEMBLI PEMFC

3.3. Komponen Lapisan PEMFC


3.3.1. Saluran Gas (Flow Field)
3.3.2. Gas Diffusion Layer ( GDL)
3.3.2.1. Pengembangan Terkini GDL
3.3.2.2. Kandungan PTFE
3.3.2.3. Ketebalan Lapisan
3.3.2.4. GDL Komposit
3.3.2.5. Pembentukan pori dalam GDL
3.3.3. Gas diffusion Electrode (GDE)
3.3.3.1. Lapisan Elektrod
3.3.3.2. Pemuatan Nafion®
3.3.3.3. Pelarut Organik
3.3.3.4. Pembentukan pori uatan
3.3.3.5. Tinta Koloid
3.3.3.6. Nisbah Katalis
3.3.3.7. Karbon Pengikat
3.3.3.8. Polimer Penghantar
3.3.3.9. Katalis Nanokarbon
3.3.4. Membran
3.4. Rekabentuk Fuel Cell PEM
3.4.1. Lapisan Penjerap Gas (GDL)
3.4.2. Lapisan Penjerap Gas Elektroda (GDE).
3.4.3. Rekabentuk MEA
3.4.4. Teknik Optimasi Pembuatan Lapisan
3.4.5. Teknik Asembly Lapisan
3.5. Metode Pembuatan Lapisan MEA
3.5.1. Metode Pengendapan Sepray
3.5.2. Metode Pengendapan elektroda
3.5.3. Metode Pengendapan Vakum

2.1. Komponen Lapisan PEMFC


2.1.1 Alur Saluran (Flow Field)
2.1.2 Gas Diffusion Layer ( GDL)
2.1.3 Pengembangan Terkini GDL
2.1.4 Kandungan PTFE
2.1.5 Ketebalan Lapisan
2.1.6 GDL Komposit
2.1.7 Pembentukan pori dalam GDL

2.1.1. Alur Saluran Gas

Fuel Cell adalah alat elektrokimia yang menghasilkan listrik


yang memiliki beberapa lapisan. Disini di jelaskan tentang
Saluran Gas (Flow Field) pada membran pertukaran proton
Fuel Cell (PEMFC). Dalam PEMFC, corak saluran Gas
(Flow Field) merupakan satu bahagian yang penting
memberi prestasi PEMFC. Ada tiga jenis pola saluran gas
yang umum dipertimbangkan untuk diuji pada PEMFC yang
biasanya menggunakan bantuan perangkat lunak dinamika
fluida terkomputerisasi. Rekabantuk saluran gas berperan
menentukan luas area aktif reaksi di elektrode PEMFC
sehingga desainer melakukannya secara teliti. Dalam sel
PEMFC tunggal, ada dua pelat menjadi satu kesatuan dengan
saluran gas yang disebut plat monopolar. Plat bertindak
mengalirkan elektron dan sekaligus bertindak untuk
mengunpankan hidrogen pada anoda dan oksigen ke katoda.
Kedua plat saluran gas terbuat dari bahan ringan dan kuat.
Biasanya menggunakan grafit atau logam dan sekarang
menggunakan pelat komposit. Pola aliran dalam plat
dipengaruhi, kedalaman saluran, dan bentuk saluran.
Keduanya memiliki dampak yang besar terhadap efektivitas
distribusi gas. Desain pola aliran mempengaruhi pasokan air
ke membran dan air yang keluar dari katoda. Biasanya
saluran yang lurus mudah untuk mengendalikan aliran gas di
atas pelat bipolar. Lebih mudah memastikan jumlah
maksimum gas dan kelembaban pada membran. Kini,
beberapa upaya telah dilakukan oleh peneliti untuk
mengubah desain berdasarkan pengaruh suhu operasi, dan
lain-lain. Pada penelitian telah dikembangkan plat untuk
memahami dan mengoptimalkan kinetik proses pada
elektrode.

2.1.2. Pola alisan Gas pada saluran

Tiga jenis pola aliran dasar yang sering dipertimbangkan


untuk mengkaji dampak pola aliran terhadap prestasi
PEMFC pada Plat dwikutup konvensional.
.

a) Pola aliran Serpentine


b) Pola Serpentine Parallel
c) pola aliran-bidang Spiral

Tiga jenis pola aliran pada Plat dwikutup ini, telah banyak
diteliti untuk melihat kelebihan dan kelemahannya dengan
ukuran lebar saluran, dan kedalaman saluran tertentu. Dalam
applikasi jenis saluran gas gambar 7 yang paling sederhana
dan banyak digunakan di prototipe fuel cell. Bentuk
salurannya berkelok-kelok. Salurannya hanya memiliki satu
jalan untuk aliran gas. Banyak air yang terkumulasi dalam
saluran ini tetapi dapat dengan cepat didorong keluar dari
dalam sel. Penemuan optimasi untuk kinerja saluran jenis ini
telah dilaporkan oleh Watkins dkk, (1991). Ukuran yang
digunakan berkisar antara:

 1.14 - 1.4 mm untuk saluran lebar


 0.89 - 1.4 mm untuk dasar yang lebar
 1.02 - 2.04 mm untuk saluran dalam

Gambar 7. Pola Aliran Serpentine

Pola aliran Serpentine yang ditunjukkan gambar 7 biasa


digunakan oleh para peneliti PEMFC sebagai referensi.
Gambar 8. konfigurasi paralel lurus
Gambar.9. Pola Serpentine Parallel lurus dan berkelok-kelok

Saluran berbentuk konfigurasi paralel lurus atau berkelok-


kelok yang ditunjukkan Gambar 9 memiliki keuntungan
karena tekanan yang hilang rendah dalam satu saluran.
Sedangkan kerugiannya adalah banyak bagian plate yang
berbeda arah aliran sehingga dapat mengakibatkan distribusi
air tidak efektif karena adanya kemungkinan arus distribusi
tidak merata di dalam saluran paralel tersebut. Bila saluran
paralel digunakan, biasanya gas tiap-tiap saluran akan
melintasi bagian dari setiap saluran yang kecil. Dalam stack
yang kecil, pasokan udara ke katoda mungkin harus dicapai
dengan cara konveksi udara bebas atau dengan bantuan
sebuah kipas kecil. Saat ini metode yang biasa digunakan
untuk memasok udara adalah jenis katoda dengan saluran
paralel lurus. Saluran akan mengalir ke tepi-tepi plate dan
berakhir ke udara luar.

.
Gambar 4. The Discontinuous Channels Geometry

Saluran terputus-putus (gambar 4) telah diusulkan sebagai


solusi yang baik untuk peningkatan difusi gas di lapisan
difusi Wilson, (1997). Saluran yang terputus-putus akan
mendorong gas ke dalam lapisan difusi dan memfasilitasi
pemindahan air. Transportasi gas di dalam lapisan difusi
harus dipaksa karena tidak bisa melakukan konveksi bebas.
Gambar 5. Spiral Channel Geometry

Saluran bentuk spiral (gambar 5) merupakan alternatif yang


diusulkan oleh Kaskimies, (2000). Saluran ini efektif untuk
mengeluarkan air dari saluran yang berisi air pada katode.
Bentuk ini berpotensi untuk menghasilkan distribusi oksigen
dan air dengan satu lintasan.

2.1.3 Permasalaha alur saluran


Secara umum masalah yang sering terjadi pada sisi katoda.

 Berkurangnya lebar dari bingkai stack antara saluran


untuk lintasan air dan gas yang masuk dan keluar dari
bagian MEA di bawah kerangka stack. Stagnasi air pada
katoda terlihat pertama kali terjadi di bawah daerah
rangka stack dari plate (Djilali & Lu, 1998). West dan
Fuller (1996) memaparkan hasil serupa, menunjukkan
bahwa kerangka yang lebar memiliki efek yang kuat pada
kondisi banjir. Namun, ketika luas permukaan total
kerangka menurun, tekanan akan mendesak kerangka
tersebut pada lapisan difusi gas dan dapat berdampak
negatif pada difusi gas.
 Penurunan bagian lintasan dari saluran akan
meningkatkan kecepatan aliran gas, yang membuat
transfer air lebih efektif.
 Kehilangan tekanan dalam saluran gas dapat membantu
menghindari tetesan-tetesan air. Untuk alasan ini, Buchi
dkk. (1996) merekomendasikan kehilangan tekanan 10 -
30 mbar di setiap saluran pada sisi katoda. Kerugian yang
tampak, dapat menghidari tekanan meningkat sehingga
efisiensi sistem berkurang karena sistem pasokan udara
akan meningkat.
 Saluran yang semakin lebar dapat menurunkan tekanan
yang rendah di saluran, hal ini dapat menyebabkan
distribusi gas yang tidak merata (Thirumalai dkk., 1995).
Selain itu, bagian permukaan MEA pada daerah saluran
tidak dapat menerima mekanis yang memadai dan
risikonya ada kegagalan membrane yang semakin
meningkat.
 Meningkatnya jumlah saluran juga dapat menurunkan
tekanan, namun dengan meningkatnya ketebalan pada
plat dwipolar menyebabkan densitas pada tumpukan akan
rendah. Sel stokiometri yang sedang dioperasikan akan
menurunkan tekanan yang dapat mempengaruhi densitas.

Setiap jenis pola aliran pada bidang bipolar plate


memiliki kelebihan dan kekurangan seperti ditunjukkan tabel
1. Secara umum metode pola alir Serpentine yang paling
mudah diapplikasikan dalam banyak sel prototipe. Untuk
jenis ini, hanya satu jalan gas yang melintasi monopolar gas /
pelat bipolar. Air yang mencair dapat terakumulasi dalam
saluran, tetapi dengan metode ini, cepat terdorong keluar dari
sel, dan penghilangannya lebih efektif.
Metode pola aliran paralel serpentine memiliki
kelebihan untuk mengurangi kehilangan tekanan dari pola
serpentis diatas. Namun ada perbedaan kecepatan alir di
seluruh plat dan penghilangan air mungkin tidak efektif,
karena distribusi aliran tidak merata antara saluran paralel.
Metode saluran dengan pola aliran lingkaran
merupakan satu alternatif yang menarik yang diusulkan oleh
Kaskimies (2000). Penghilangan air efisien dengan geometri
saluran tunggal. Kelebihannya memiliki saluran katoda segar
dan sebelahnya gas anodik. Ini berpotensi lebih baik karena
distribusi hidrogen, oksigen, dan air dapat dicapai seperti
serpentin tunggal.

Tabel 1. Perbandingan keuntungan dan kerugian pola aliran.

Parallel (as Serpentine Parallel- Spiral


reference Serpentin
) e
*High
Low pressure High pressure *Low pressure
pressure
drop drop drop
drop
Not too Effective in *Not too *Effective in
effective in water effective in water
water removal removal water removal removal
*Distribution *Distribution *Distribution *Distribution
of gas of gas of gas of gas
utilization not utilization not utilization not utilization
uniform uniform uniform uniform
Less active Less active
More active More active
area – area –
area – area –
have have
only a only a
many many
single single
small small
path path
paths paths

Prediction

REFERENCES

 Kaskimies, J. 2000. Kiinteapolymeeripolttokennon


virtauskanavien optimointi. Helsinki University of
Technology. Department of Engineering Physics and
Mathematics. Master’s thesis.
 Kumar, A. and Reddy, R.G. 2003. Effect of channel
dimensions and shape in the flow-field distributor on the
performance of polymer electrolyte membrane fuel cells.
Journal of Power Sources 113:11-18.
 Watkins, D.S., Dircks, K.W., and Epp, D.G. 1991. Novel fuel
cell fluid flow field
plate. US Patent 4988583

2.1.2.1. Permasalahan alur saluran gas

Salah satu permasalahan untuk komersialisasi alur saluran


gas :
1. adalah bidang aliran gas plat dwikutup tidak ringan
dan biayanya mahal terutama jika ditinjau dari
efisiensi energi dan kekuatan kepadatannya.
Meskipun semua upaya R & D industri, telah
dilakukan tetapi sampai saat ini tetap salah satu isu
permasalahan penting bagi pengurangan biaya.
Untuk pengembangan dari sisi efisiensi, desain konfigurasi
geometri aliran gas yang telah dilakukan berbasis pin, lurus
atau serpentine seperti berikut.

a) Jenis Pin (pin-type flow field),


b) Jenis seri-paralel (series-parallel flow field),
c) Jenis serpentine flow field,
d) Jenis terpadu (integrated flow fields),
e) Jenis interdigitated flow field,

Konfigurasi pola aliran jenis pin digambarkan oleh Reiser


dan Sawyer dan Reiser, yang ditunjukkan pada Gambar 6.
Jaringan alur aliran gas pada bidang dibentuk oleh pin yang
disusun dalam pola yang tetap, dan pin ini bisa dalam bentuk
apapun, bahkan pin dalam bentuk melingkar sering
digunakan dalam praktek. Aliran cairan yang dibentuk
melalui saluran seri dan aliran paralel dapat menyebabkan
penurunan tekanan. Fluida yang mengalir melalui medan
aliran itu cenderung mengikuti jalan yang kurang
rintangannya sehingga menyebabkan saluran tergenang,
distribusi gas tidak merata, tidak mampu menghilangkan air
dan kinerja fuel cell menurun. Selanjutnya, zona resirkulasi
timbul pada setiap pin karena aliran sangat lambat pada
setiap saluran dengan angka Reynolds aliran kecil, bahkan
berkisar puluhan. Zona resirkulasi ini mengurangi kinerja
sel. Isu-isu ini menjadi masalah yang sangat serius pada
penentuan bentuk geometri saluran aliran fluida.
Gambar 6. Jenis Pin (pin-type flow field),

Gambar 7. Variation of configuration in straight or parallel


flow field design.
Perubahan desain konfigurasi medan aliran menjadi lurus
dan paralel. Dalam desain ini saluran paralel langsung
berhubungan dengan inlet dan pengeluaran gas. Contoh
ditunjukkan desai pada gambar 7 dengan menyalurkan aliran
secara crosssectional. Ketika udara digunakan sebagai oksida
pada katode, ditemukan tegangan sel rendah dan tidak stabil
terjadi setelah periode operasi tertentu, karena distribusi
aliran gas katoda dan air pada sel. Secara berkelanjutan, air
yang terbentuk pada katoda berkumpul dalam aliran saluran
disamping katoda, saluran menjadi basah, dan air itu
cenderung menempel ke bagian bawah dan sisi saluran.
Tetesan air juga cenderung untuk bergabung dan membentuk
tetesan air yang lebih besar. Perlu dipertimbangkan untuk
meningkatkan ukuran dan jumlah tetesan, diperlukan cara
menggerakkan tetesan melalui saluran dan keluar dari sel.
Karena jumlah dan ukuran tetesan air di saluran paralel
mungkin berbeda, kemudian gas yang mengalir melalui
saluran terhalang dengan air cenderung mengumpul dalam
saluran sehingga tidak ada gas yang lewat. Jadi, daerah
genangan air cenderung terbentuk di berbagai daerah di
seluruh pelat. Ini akan menunjukkan kinerja sel sangat kecil.
Drainase air tidak memadai dan distribusi aliran gas sangat
sedikit di sebelah katoda. Masalah ini adalah sama dengan
yang terjadi dalam medan aliran pin-jenis, seperti yang
dibahas sebelumnya. Masalah lain yang terkait dengan
desain saluran lurus dan sejajar cenderung agak pendek dan
tidak memiliki perubahan arah seperti ditunjukkan gambar 8.
Akibatnya, ada penurunan tekanan yang sangat kecil di
sepanjang saluran ini, dan penurunan tekanan dalam
manifold.
Gambar 8. Straight or parallel flow field .
Gambar 9. Example of straight or parallel flow field design .

Satu solusi yang mungkin adalah menempatkan beberapa


pembatasan pada daerah pemasukan dan pengeluaran dari
saluran-saluran aliran paralel untuk meningkatkan penurunan
tekanan dalam saluran dan dengan itu meningkatkan
distribusi aliran antara sel-sel aktif seperti ditunjukkan
gambar 9. Namun, ini mempersulit desain dan fabrikasi. Satu
masalah lagi dengan desain ini adalah distribusi gas tidak
seragam dan sering timbul beban kompresi pada seluruh sel
fuel cell ketika saluran aliran pada anoda dan plat katoda
sejajar paralel untuk memungkinkan pengaturan arus
berlawanan untuk aliran bahan bakar dan oksidator.
Simpler flowfield design without the presence of two phase flow in
the channel The main purpose of a flowfield is to provide a
uniform reac-
tant distribution over the entire electrode surface area. Since the
accumulation of liquid water is a common problem in conven-
tional PEMFCs, the flowfield is also designed to promote facile
removal ofwater removal. The flowfield plate thus includes both a
network of passages for supplying fuel and oxidant to the flow
field and a network of passages for receiving discharged gases.
The flow field can consist of a plurality of flow sectors having
separate inlets and outlets communicating with the networks of
supply and exhaust flow passages. Because there is propor-
tionally little or no liquid water present in the fuel cell above 100
◦C liquid water management will be simplified, and flow fields
may be designed without having to consider two-phase flow.
2.4.
[1] Zhang, Jianlu
Xie, Zhong
Zhang, Jiujun
Tang, Yanghua
Song, Chaojie
Navessin, Titichai
Shi, Zhiqing
Song, Datong
Wang, Haijiang
Wilkinson, David P.
Liu, Zhong Sheng
Holdcroft, Steven

Mapping dan analisis


2.1.3. Gas Diffusion Layer
2.1.3.1. Pengaruh Kandungan PTFE
2.1.3.2. Pengaruh FEP
2.1.3.3. GDL Komposit
2.1.3.4. Pembentukan pori dalam GDL

Lapisan serapan gas (GDL) memiliki banyak peran.

a. Pertama digunakan untuk mengalirkan elektron antara


plat bipolar dan lapisan elektrokatalis.
b. Kedua, GDL untuk transfer massa reaktan. GDL dibuat
porous untuk meningkatkan nilai ketahanan listrik. Selain
itu, pori pori GDL sering digunakan sebagai substrat
untuk mengendapkan lapisan elektrokatalis.
c. Fungsi penting lainnya untuk mendorong air dari dalam
MEA ketika air berkumpul dalam lapisan elektrokatalis.

2.1.3.5. Pengaruh Penggunaan PTFE

Pengaruh PTFE yang digunakan pada GDL seperti gambar 8


untuk menolak air pada GDL tetapi, PTFE bukan pengantar
listrik dan dapat menurunkan porositas yang menghambat
transfer gas. Dengan kondisi tersebut PTFE digunakan
dalam ukuran yang sangat tepat. Biasanya kandungan PTFE
yang digunakan dalam cairan sekiar 33%. Dalam pembuatan
GDL serbuk karbon dan PTFE tersuspensi pada ke dua
permukaan kain karbon (Pagamin et al. 2002). Lapisan GDL
ini dikeringkan selam 30 menit pada suhu 280oC untuk
menghilangkan zat organik selain PTFE kemudian
dipanaskan pada 330oC untuk pengeringan sampai berat
tetap. Sebelum digunakan, GDL dibersihkan dengan cara
pemanasan dan pencucian cuci dengan bahan kimia.
Pengembangan terbaru dari GDL menggunakan aerogol
karbon untuk membentuk pori. Lapisan GDL spesifik dengan
ketebalan 300 μ merupakan lapisan halus. Pada kedua sisi
lapisan GDL disapukan aerogol karbon yang berukuran μ.
Lapisan halus yang tersusun ini bertujuan untuk mengurangi
hambatan proton antara elektroda dan membran. Hantaran
listrik tertinggi yang dicapai GDL adalah 28 scm-1 pada
porositas 80%.

Gambar 8. Scanning electron micrographs of (a) untreated


and (b) 15 wt.% Teflon-treated carbon cloth diffusion layers
(Andrew L. Dicks, 2006)
Material Polytetrafluoroethylene (PTFE) dibuat oleh Dupont
dengan struktur molekular -(-CF2-CF2-)n-. Sifat-sifat
emulsinya mengandung padatan 60% (w/w), ukuran rerata
partikel koloid PTFE 0.05 sampai 0. 5 micron, stabil pada
proses koagulasi pada suhu ruang. PTFE digunakan untuk
meningkatkan kekuatan GDL terhadap korosi, seperti asam
kuat, alkali, oxidant dan tahan terhadap panas. Selain itu
PTFE dapat mengurangi penyerapan air dan tahan terhada
api.
Kandungan PTFE dalam lapisan serapan gas (GDL) optimal
15% (Pagamin et al. 1996). Akan tetapi, tidak dikemukakan
kinerja ketika PTFE berkisar 10-40%. Kinerja elektrode
secara mendadak akan meningkat jika ketebalan GDL 35μ
menjadi 15μ. Peningkatan kinerja ini disebabkan oleh lapisan
yang sangat tipis. Akan tetapi GDL yang lebih tipis tidak
memiliki kekuatan mekanik yang cukup untuk menahan
kompresi pelat bipolar. Biasanya kompresor ini
menyebabkan kerusakan pori pori dalam GDL di bawah
tebing alur dari dipol. Selain itu, tidak ada kenaikan kinerja
ditemukan ketika ketebalan lapisan ditingkatkan dari 35μ
menjadi 50μ. Selanjutnya akan menemukan jatuhnya kinerja
pada kerapatan arus yang lebih tinggi pada kelebihan lapisan
serapan ditingkatkan menjadi 60 μ sebab bertambahnya jarak
adsorpsi dan tahanan listrik.

2.6.2 Pengaruh Penggunaan FEP

Pengaruh impregnasi FEP Polimer Hidrofobik dalam


GDL pada kertas karbon telah dikaji kinerjanya pada
PEMFC H2/udara dengan jumlah impregnasi FEP antara 10-
40 wt %. Pengujian karakterisasi dilakukan suhu 80◦C
dengan kesimpulan untuk 10 wt.% kekuatannya lebih tinggi
dari 30 Wt%. Adanya perubahan permukaan yang
disebabkan oleh FEP dengan penambahan yang signifikan
terjadi penyumbatan pori permukaan oleh tipis film FEP dan
dengan itu permukaan sangat terbatas untuk transportasi
reaktan Ulasan ini menunjukkan bahwa 10 wt.% FEP cukup
untuk menciptakan hydrophobicity untuk menghambat air
menjadi cair

Gambar 9. Comparison of surface SEM micrographs of


carbon paper impregnated with 20 wt.% FEP hydrophobic
polymer to that untreated.

Chan Lim1, C.Y. Wang. 2004. Effects of hydrophobic


polymer content in GDL on power performance of a PEM
fuel cell. J. Electrochimica Acta 49 (2004) 4149–4156

2.6.4 Pengaruh Komposit GDL

GDL komposit terdiri dari kain karbon atau kertas karbon


yang berteflon didukung dengan substrat lapisan hidrofobik
mikroporous. Ini disusun secara sandwich di antara
penyangga karbon dan lapisan elektrokatalis. Substrat
lapisan hidrofobik seperti yang ditunjukkan Gambar 10.
Pengaruhnya untuk meningkatkan transportasi gas melalui
perbatasan penyangga pori dan lapisan elektrokatalis, dan
meningkatkan proses produksi air. Pada penelitian, perbaikan
produksi air akibat dari substrat lapisan yang mikroporous
telah diteliti. Ukuran pori ditentukan dengan ukuran partikel
aggregat karbon yang biasanya 30 nm dan memiliki sifat
hidrofobik untuk mengurangi kemungkinan banjir. Pada
elektroda film tipis menggunakan lapisan karbon hidrofobik
antara, substrat lapisan yang terdiri dari karbon dan PTFE
yang di semprot pada kertas karbon sebagai penyangga
( Lufrano et al. 1999). Ditemukan bahwa kandungan PTFE
optimal 20% berat, dan ditemukan adanya perubahan kinerja
yang berarti pada variasi kandungan 10-60% berat. Akan
tetapi ketika arus oksigen langsung dari udara, kinerja fuel
cell terlihat lebih dipengaruhi oleh kandungan PTFE untuk
kerapatan arus yang meningkat.
(a)

(b)
Gambar 10. Penyanggah Pori GDL (a.) kain karbon,(b) lapisan
hidrofobik

Pada substrat lapisan mikroporous yang terdiri dari


PTFE dan serbuk karbon dan di sandwich antara kertas
karbon anti basah dan lapisan elektrokatalis film tipis untuk
mengoptimalkan elektroda film tipis. Peneliti ini menemukan
bahwa muatan optimal substrat lapisan mikroporous adalah
3,5 mgcm-2 dengan konsentrasi PTFE 30% berat (Song et al.
2001).
Hasil pengembangan GDL lainnya, terdiri dari 0,65:
0,35 campuran asetilena PTFE hitam yang disebar pada 3
mgcm-2 ke atas kain karbon. Porositas porositas GDL
CESHR jauh lebih tinggi dari GDL Elat yang mereka
gunakan, yaitu masing-masing adalah 60% dibandingkan
dengan 45%. Selanjutnya ketebalan GDL dari CESHR
(Center for Electrochemical Systems) adalah 0.08 mm lebih
tipis dari ukuran 0.38 mm dari GDL Elat. Kinerja dari GDL-
CESHR lebih tinggi dibandingkan dengan GDL Elat.
Penelitian tentang penambahan subtrat lapisan
mikroporous antara kain karbon GDL dan lapisan
elektrokatalis meningkatkan proses produksi air. Lapisan
mikroporous akan menurunkan kinerja ketika menggunakan
kertas karbon yang berbeda-beda. Ulasan tersebut,
membuktikan bahwa kertas karbon yang dihasilkan dari
pabrik yang sama dengan spesifikasi akan menghasilkan
perbedaan kinerja yang jelas. Kinerja terbaik yang dihasilkan
dari substrat lapisan terdiri dari 35% PTFE dan 65% Vulcan
XC-72 atas kertas karbon dengan muatan karbon 2 mgcm -2.
Kertas karbon untuk subtrat lapisan yang dipakai
mengandung 20% PTFE (Qi dan Kaufman ,2002).

2.6.5 Pengaruh Pori pori GDL

Pengaruh penyusunan pori pori GDL dalam fuel cell


untuk memastikan reaktan meresap secara sempurna
kelapisan elektrokatalis (Oedegaard 2003, Siroma 2003).
Dalam penyusunan pori pori dalam GDL dipertimbangkan
pengaruhnya karena GDL berperan mengalirkan elektron
dari ke dua lapisan elektrokatalis (Jinhua 2004). GDL dapat
difabrikasi baik dari kertas karbon ataupun kain karbon
dengan ketebalan 100-300 micron (Sargei 2001). Selain itu,
GDL membantu menampung air di katode dan menahan
sejumlah air pada membran untuk kebutuhan hidrasi (Hsin
2002, Soler 2003). Selanjutnya, GDL antibasah
menggunakan PTFE untuk menjamin pori-pori GDL tidak
terisi air (Chan 2004, Springer 1993). Kong dkk. (2002) telah
menemukan pengaruh ukuran pori untuk ditribusi pada GDL.
Untuk mempelajari pengaruh ini, pembentukan pori
dilakukan dengan campuran kental yang mengandung serbuk
karbon, isopropil alkohol dan titanium karbonat (pembentuk
pori) yang digunakan pada kain karbon. Lapisan
elektrokatalis terdiri dari lapisan tipis dan membran Nafion®
115. Mereka juga membandingkan pembentukan pori
melalui proses panas terhadap pembentukan pori dengan
penambahan bahan aditif. Selama PTFE dalam GDL
dipanaskan pada 350oC, akan meleleh dan berubah menjadi
fase serat yang meningkatkan porositas porositas. Mereka
juga menemukan kombinasi proses panas dan pembentukan
pori akan menghasilkan porositas dan kerapatan pori
tertinggi. Pengaruh dari setiap perubahan ini telah dikaji
melalui SEM oleh Kong et al. (2002). Dengan menggunakan
alat pengukur pori yaitu BET atau porosimetri, menemukan
proses pemanasan meningkatkan volume pori yang
berdiameter antara 0.03 dan 0.07μ. Penambahan
pembentukan pori ini akan menaikkan volume pori yang
berdiameter jauh lebih besar, yaitu antara 2 sampai 13 μ.
Nilai optimal dari pembentukan pori ini dalam lapisan
adsorpsi telah ditetapkan sebesar 7 mgcm-2 dengan muatan
karbon 5 mgcm-2 dalam lapisan adsorpsi dan muatan Pt 0.4
mgcm-2 dalam lapisan elektrokatalis. Pada 0,6V, sel optimal
menghasilkan kerapatan energi sebesar 174 mWcm -2 dan
dengan kerapatan arus 200 macm-2. Fuel Cell menghasilkan
kerapatan energi 136 mWcm-2.

Mapping dan analisis

Pengembangan PEMFC telah lama dilakukan sebagai upaya


meningkatkan efisiensi [2] melalui salah satu pengembangan
desain PEMFC. Fenomena ini menjadi salah satu basic
mencapai kinerja yang maksimal tetapi mengurangi ukuran
PEMFC sehingga biaya pembuatan PEMFC berkurang.
Secara teori batasan yang mendasar sebelum melakukan
mengurangi ukuran tetapi meningkatkan kinerja yaitu
Kinerja ideal PEMFC 1.23 volt, suhunya rendah dan
menggunakan bahan api H2 dan udara. Pada sirkuit terbuka
maksimum kinerja MEA sekitar 1.16 volt dan pada
kelembapan yang sesuai, pengoperasian yang stabil
mencapai 0.6-0.7 Volt. Salah satu yang diperhitungkan untuk
membuat desain lapisan perpindahan massa yang dinyatakan
dengan porositas lapisan, tebal lapisan katalis, panjang dan
lebar rute gas serta ukuran membran yang sesuai [3] [4–7].
Desain ruang ini, memberi keseragaman kecepatan aliran
gas, aliran keadaan mantap mudah dicapai, suhu seragam
dapat dicapai dan campuran H2 dan H2O akan mendekati
kepada keadaan optimal[8,9]. Selain itu, kelembapan
hidrogen dan udara agar tidak menyebabkan terjadi hidrasi
pada MEA[10–12] dan air yang terhasil pada katoda tidak
menyumbat pori-pori pada elektrode [13–16]. Dalam
perkembangannya ada peneliti menganggap bahwa keadaan
ini akan tercapai apabila pori pori media homogen [7,17–19].
Dengan pertimbangan tersebut, permeabilitas gas dan uap air
akan lebih seragam dan merata [9,20]. Fasa gas yang
berlarutan akan mengikuti hukum Bruggeman, Knudsen,
Darcy [21–23]. Berdasarkan tinjauan diatas terdapat banyak
kasus yang telah berkembang terutama pada desain elektrode
yang tidak sama dan melakukan optimasi [24–27]. Hal ini
dibuktikan dengan adanya perbedaan kerataan konsentrasi
katalis, kerataan permukaan dan keretakan elektrodea,
ukuran diameter poros, porositas, kerataan permukaan GDL,
porositas GDL, penyumbatan karbon dan kemudahan
keracunan pada katalis. Kasus yang lain juga berkembang
pada pemasangan PEMFC yaitu pemasangan lapisan
komponen MEA yang tidak konsisten menghasilkan suatu
medan elektro yang berlebihan atau panas yang tinggi. Hal
ini mengakibatkan konstanta-konstanta kinerja MEA
berbeda. Demikian juga distribusi bahan api H2 dari saluran
gas kepada permukaan katalis di lapisan elektrodea anoda
didapati tidak sesuai [28–31]. Porositas tidak sesuai untuk
distribusi uap air dan penguapan air diuntukan katoda
[32,33] dan sangat mempengaruhi rintangan elektrik dalam
PEMFC [34]. Dari segi pengaruh kandungan katalis Pt yang
berdasarkan‘ink-based’ juga dikembangkan untuk
mengurangkan ketebalan tetapi meningkatkan kinerja MEA
[35,36]. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk
mengurangkan ketebalan dan keperluan katalis Pt mg cm-2
daripada MEA. Ketebalan elektrodea daripada MEA adalah
15 nm hingga 300 µm dan keperluan katalis Pt daripada
MEA ialah 0.01 hingga 2 mgcm-2. Konsep-konsep penelitian
terus berkembang daripada penelitian makrostruktur
sehingga pada mikrostruktur MEA[37] . Para peneliti
terdahulu berpendapat dari segi teknik untuk mengoptimum
kinerja MEA perlu lakukan secara berhati-hati melalui semua
parameter sama ada yang terkait dengan pemindahan massa
maupun panas karena sangat sensitif kepada perubahan
kinerja MEA [17,38]. Dalam kaitan tersebut hutamanya
parameter porositas pada elektrode, kawasan luasan
permukaan spesifik aktif pada elektrodea, ketebalan lapisan
aktif pada elektrodea, diameter poros dan medan elektrik
melalui metode fabrikasi MEA dan fabrikasi PEMFC [21,35]
[28, 48]. Sui et al. [9] telah menyatakan hubungan parameter
yang lebih lengkap. Pembuatan MEA meliputi komposisi
lapisan katalis, keadaan tekanan-panas, keadaan pengeringan
dan masa proses dijalankan. Beberapa hubungan pembuatan
katalis dengan parameter yang kritikal sehingga perlu
dilakukan Mapping and Analysis Management fabrikasi
PEMFC development untuk pembinaan parameter.

1.1. Masalah penyumbatan pori


Lapisan serapan gas (GDL) memiliki banyak peranan. Ianya
digunakan untuk hantaran elektron dari lapisan katalis ke plat
dwikutub dan memindahkan massa aliran reaktan dari
flowfield ke lapisan electrode dalam MEA. Dalam
penerapan, salah satu masalah yang ditemukan pada lapisan
ini adalah penyumbatan pori dengan air ketika pemindahan
massa dalam badan GDL. Penyebab terbentuknya air adalah
perubahan tenaga kinetik aliran menjadi tenaga potensial
karena gaya adhesi pada permukaan pori pori dalam GDL.
Solusi yang sudah umum dilakukan para peneliti adalah
bahan hidropobik digunakan menutupi permukaan seluruh
serat penyanggah lapisan GDL seperti terlihat Fig.1 (a,b,c)
[2].

a b c

Fig.1. SEM Gas Diffusion Layer : (a). Toray Carbon Paper


a 260,(b) Carbon Cloth 15% teflon, (c)metal wire cloth
structure ( Oedegaard at all, 2003)
Selain itu, pembentukan pori pori makroporous lapisan
GDLmenggunakan campuran bahan karbon dengan bahan
hidropobik [39]. Dengan cara tersebut diatas, lapisan
makroporous akan berfungsi sebagai distributor gas, dapat
mengurangi terjadinya akumulasi embunan air. Dengan cara
yang sama juga dilakukan pada pembuatan lapisan lapisan
tipis mikroporous diatas permukaan GDL yang di sandwic
antara GDL dan lapisan katalis. Lapisan ini, berfungsi
sebagai distributor gas ke katalis dan sebagai penyanggah
lapisan film katalis yang sangat tipis. Dalam mapping
Fig.2(a),(b), dapat dilihat hubungan thickness dan porositas
dengan density carbon yang diperlukan untuk membuat
lapisan tipis diatas GDL .

. Fig.2. Mapping lapisan pada permukaan GDL: (a)Thickness


dengan Carbon density, (b) porosity dengan carbon density

Pada Fig.2(a) thicknes 100-400 µm memerlukan density


karbon sekitar 2 sampai 6mgcm-2 [6,40–47]. Hubungan
thickness dengan density carbon pada Fig.2(a) dinyatakan
dengan trandline polinomial order 2 sehingga jelas
pengurangan pembuatan lapisan dapat dimulai dari nilai
thickness sekitar150 µm, dengan kebutuhan density karbon
sekitar2 mgcm-2. Selanjutnya, pada perpindahan massa, salah
satu parameter dalam lapisan adalah porositas.Pada Fig 2(b)
lapisan memerlukan porosity 40-70 % dengan keperluan
density karbon sekitar 1-3mgcm-2 [44,48–50]. Jika digunakan
pendekatan yang sama pada Fig.2(b) terdapat titik keadaan
minimum yaitu pada keperluan 2 mgcm-2ditemukan porositas
sekitar 40%. Daerah padasisi sebelah kiri titik, ditemukan
density karbon semakin kecil dapat menghasilkan porositas
semakin tinggi dan sebaliknya. Dengan pendekatan ini dapat
diasumsi pembuatan Thicknes sekitar 150µm, menghasilkan
porositas yang lebih besar dari 40%.
Ukuran anti basah
Pada tinjauan ini, PTFE sebagai bahan hidropobik akan

mempengaruhi daya hantar elektrik.


Fig.3. Prestasi Penggunaan Hidropobik (PTFE)
Kadar PTFE dalam lapisan berlebihan akan mengakibatkan
density current PEMFC menurun dan kadar PTFE yang
terlalu kecil juga akan menurunkan density current PEMFC
sebab pori pori lapisan tipis cenderung tersumbat. Oleh itu,
perlu menggunakan ukuran kadar hidropobik yang sangat
tepat. Fig.3, menunjukkan peta prestasi PTFE pada lapisan
tipis GDL [2,27,40,42,51–62]. Lapisan tipis menggunakan
aggregat karbon sekitar 30 nm dengan desain seperti
ditunjukkan Fig.5(b). Jika pada Fig.3 dilakukan pendekatan
prestasi PTFE dengan trendline options (polynomial) order 2
maka, ukuran kadar PTFE pada hubungan antara % PTFE
dengan density current berkisar 15-40%. Sedangkan sifat
electrik yang terbaik mengunakan hipotesis kadar PTFE
sekitar 30%.Pada kadar tersebut voltage sekitar 0,6 volt
akan menghasilkan current densiti dari 150 sehingga 200
mAcm-2.

b
Fig.4 Prestasi elektrik lapisan tipis :(a) Current density
melawan thickness,(b)Current density melawan density
carbon
Selanjudnya, pada Fig.4 menunjukkan mapping prestasi arus
listrik dengan thickness in the range of100–400µm. Pada
tegangan stabil yaitu 0,6-0,7 Volt, prestasi arus listrik
PEMFC bervariasi terhadap thickness dan density carbon
a
b
c

d e

lapisan tipis. Apabila dibuat pendekatan trendline options


(polynomial) dengan order 2 pada Fig.4(a) [6,40–42,44–
48,50,53,60,62–66] dan Fig.4(b) [32,44,45,47,67–75] maka,
prestasi electric yang tinggi terletak pada tickness berkisar
250 µm dengan density karbon sekitar 2 mgcm-2. Hipotesis
dalam penelitian ini, lapisan tersebut masih dianggap tebal.
Ketebalan 250 µm masih mungkin dikurangi sekitar 150 µm
untukdensity karbon sekitar 2 mgcm-2
Pengurangan ketebalan lapisan
Letak pengurangan lapisan nipis antara lapisan GDL dengan
lapisan elektrode seperti ditunjukkan Fig.5(b). Dalam
pengurangan lapisan dari 250 µm menjadi 150 µm,
permukaan perlu dibuat halus dan merata sepertiditunjukkan

Fig.5(b,d) agar distribusi perpindahan panas dan gas reaktan


merata pada permukaan katalisator.Dengan hal tersebut
prestasi PEMFC masih meningkat.

Fig.5 :(a) Lapisan film katalis, (b) lapisan tipis


permukaan GDL,(c) Lapisan carbon paper, (d) Permukaan
lapisan tipis halus, (e) Jenis Pin (pin-type flow field)
Peningkatan prestasi terutama disebabkan tahanan lapisan
yang lebih tipis. Akan tetapi, apabilaketebalan lapisan
semakin tipis maka current density akan turunkarena pada
lapisan yang sangat tipis tidak mempunyai kekuatan mekanik
yang cukup untuk menahan pemampat plat dwikutub pada
Flow Channel seperti ditunjukkan Fig.5(e). Pemampat ini
menyebabkan kerusakan makro dan mikroporous terutama di
bawah dan sekitar tebing Flow Channel dwikutub sehingga
porositas menurun.
Fig.6. Mapping thicknes dengan porosity lapisan tipis
pada permukaan GDL
Fig.6 menunjukkan mapping hubungan antara thickness
dengan porosity [72–74,76–78]. Apabila pendekatan
pengurangan ketebalan melalui trendline polinomial order 2
maka hipotesis lapisan paling tipis dipermukaan GDL
sekitar 150 µm. Dari pendekatan ini ada dua kemungkinan
yang terjadi pada pembuatannya yaitu semakin tinggi
porositas, ketebalan lapisan tipis semakin besar atau
sebaliknya. Hal ini tergantung metode pembuatannya. Dalam
experiment ini dilakukan dengan metode spray robotic dan
proses pemanasan.

Contoh Experiment

Fig.5 (a), (b), (c) menunjukkan GDE. Fig.5 (a) menunjukkan


GDL yang mendistribusikan gas hidrogen ke lapisan tipis
Fig.5(b) sebelum masuk ke lapisanelektrod [5], Chun 2001).
Lapisan yang akan dikurangi pada permukaan GDL adalah
Fig.5 (b).Lapisan ini mengagihkan gas Hidrogen pada
permukaan liang-liang elektrod, mencegah fenomena
kebanjiran air pada elektrod dan juga menghantar elektron ke
dwikutub [79]. Material lapisan Fig 5(b) yang
digunakanadalah karbon hitam Vulkan XC-72R. Campuran
material terdiri dari campuran karbon hitam, aditif, 30%
PTFE dan 89 % propil alkohol sebagai larutan medium.
Bahan-bahan ini dicampur dengan pengaduk ultraconic
vibra-cell selama 10 minit. Alat yang digunakan untuk
membuat lapisan nipis pada permukaan GDL adalah mesin
Robotik Spray. Campuran serbuk karbon dan PTFE
tersuspensi secara merata diatas permukaan GDL. GDL
dikeringkan dari kandungan air pada suhu 280oC untuk
membentuk porous dan lapisan dipanaskan pada 330oC untuk
menghilangkan volatile metter sehingga membentuk lapisan
mikropore dan mesopore yang kuat. Sebelum digunakan
GDL, dibersihkan dengan bahan kimia dan diikuti dengan
pemanasan. Membrane yang digunakan nafion 117.
Pembuatan elektrokatalis diatas GDL pada experiment
dengan menggunakan fabrication of gas diffusion layer based
on x–y robotic spraying technique (1). mesin Robotik Spray
dengan a mixture of Pt/C(20%), Nafion solution (5%), and
propyl alcohol (89%) (ramli). Alat untuk membuat MEA
menggunakan Mesin Tekanan Hidraulik pada tekanan 20
atm dan suhu 120oC. Pengujian kondisi lapisan nipis
menggunakan BET dan untuk mengetahui prestasi inovasi
lapisan nipis menggunakan Arbin Technologies. Pendekatan
analisis data experiment menggunakan trandline polynomial
option order 2.

Results and discussion

4.1 Carbon density terhadap pengurangan Thickness


Fig.8(c) menunjukkan Pore kertas karbon yang di isi dengan
partikel karbon untuk membuat makropore GDL. Diatas
permukaan lapisan makropore GDL dibuat lapisan tipis
mikropori seperti pada Fig.8(b). Lapisan Fig 8(c) berfungsi
sebagai pengagih gas pada lapisan Fig.8(b). Fig.8(b) sebagai
penyanggah lapisan nipis elektrod dan sebagai pengagih gas
maupun wap air pada permukaan elektrod.
Fig.7. Carbon density dengan Thickness
Fig.7 menunjukkan Trendline eksperiment untuk keperluan
carbon density terhadap pengurangan tebal. Tiga data labels
pada figure warna merah menunjukkan hasil experiment.
Pada Fig.7, pengurangan thickness dari 250 dapat dilakukan
sampai sekitar 145µm.Keperluan density carbon
-2
padahipotesis mapping sekitar 2 gcm sedangkan pada
experiment lebih kecil yaitu 1,75gcm-2. Prestasi
pengurangan carbon density lapisan ini tergantung nilai
porositas lapisan nipis diatas permukaan GDL. Apabila
porositas meningkat maka keperluan carbon density akan
lebih sedikit. Dengan kata lain ketebalan yang sama dapat
terjadi perbedaan density Carbon karena pengaruh porosity.

Porosity terhadap pengurangan Thickness


Pembentukan porosity GDL pada ketebalan tertentu
digunakan untuk memastikan reaktan meresap kelapisan
katalis dan menghantar elektron dari lapisan katalis ke
badan GDL secara berkesan [30,80].
Fig.8. Porositas lapisan terhadap thickness
Selain itu, porosity untuk mempertahankan kelembapan
untuk keperluan hidrasi membrane. Pembentukan
porositasmikropore dilakukan dengan proses pemanasan
pada tekanan tertentu. Bahan aditif sebagai pembentuk
mikroporous dan PTFE sebagai hidropobik [31]. Melalui
proses panas, bahan aditif akan berubah menjadi fasa gas
dan membangun pori pori. Selama pemanasan bahan PTFE
akan berubah menjadi fasa serat.Fig.8 menunjukkan data
mapping dan data hasil experiment. Data label warna merah
pada Fig 8 menunjukkan hasil experiment dan warna biru
data mapping. Pengurangan ketebalan dilakukan dari 245 µm
sampai 145 µm. Pada ketebalan 145µm porositas lapisan
sebesar 67 % dan jika digunakan trendline polinnomial order
2 pada seluruh data perbedaan data mapping dan experimen
tidak signifikan. Ini membuktikan bahwa pembentukan
porositas pada lapisan sudah tercapai.
Diameter pore terhadap pengurangan Thickness
Fig.11, menunjukkan hubungan diameter pore dengan
thickness pada mapping dan experiment. Data labels warna
merah menunjukkan hasil experiment. Apabila
pendekatan dilakukan dengan trandline polinomial orde 2,
menunjukkan diameter pore semakin kecil pada ketebalan
yang semakin kecilpada data mapping. Dengan hal yang
sama juga terjadi pada experiment. Keunggulan pada
experiment ini, lapisan pada permukaan GDL masih
mungkin dikurang karena masih mampu mendistribusikan
gas pada permukaan katalisator.

Fig. 9

Hubungan diameter pori dengan thickeness.


Dalam figure dapat dilihat diameter pore percobaan terletak
dibawah trendline. Hal ini menunjukkan menggunakan
metode Spray mesin robotic ini menghasilkan diameter pore
lebih kecil tetapi porositas lebih tinggi seperti ditunjukkan
Fig.8. Pada pengurangan ketebalan lapisan mendekati 150
µmyaitu 145 µm di dapatkan diameter pore sekitar 11 nm
dengan porositas dibawah 67 % seperti ditunjukkan Fig.9.
Lapisan tipis ini sangat mungkin memiliki luas permukaan
aktif cukup tinggi untuk mendistribusikan gas secara merata
pada lapisan katalisator.
Surface Active area terhadap thickness lapisan nipis

Fig.10. Surface Active area terhadap thickness lapisan nipis

Fig 12, menunjukkan hubungan surface area active terhadap


pengurangan ketebaan dengan menggunakan alat analisis
BET. Data labels pada figure menunjukkan hasil experiment.
Dengan pendekatan trandline options linear, pengurangan
ketebalan diikuti dengan pengurangan luas permukaan aktif
lapisan tipis. Peta dari data hasil experiment terletak diatas
trendline. Hal ini menunjukkan pengurangan ketebalan 245
µmsampai 145µm memiliki surface area active experiment
lebih besar dari data hasil mapping. Hal ini disebabkan pore
semakin kecil diikuti dengan porositas semakin tinggi dari
metode pembuatan. Dengan surface area active (m2g-1) yang
lebih tinggi maka distribusi penyebaran reaktan ke
katalisator akan lebih homogen. Dengan kata lain hasil
pengurangan ketebalan akan meningkatkan prestasi lapisan
tipis.
Current density terhadap pengurangan thickness
Pada experiment, hasil pendekatan penurunan ketebalan
melalui metode sepray mesin dan proses pemanasan. Fig.13
menunjukkan prestasi current density pengurangan ketebalan
lapisan nipis. Data labels pada figure menunjukkan data
experiment.

Fig.11.Hubungan Current density dengan ketebalan lapisan


nipis
Apabila dikenakan pendekatan trandline option polynomial
orde 2, peta hasil experiment berada diatas garis. Kondisi ini
menunjukkan prestasi penurunan ketebalan lapisan nipis
masih dapat dilakukan. Pada ketebalan sekitar 145µm
mendapatkan current density sekitar 200 mAcm-2. Pada fig
13 nampak pada ketebalan yang sama dapat menghasilkan
carrent densiti yang berbeda. Hal ini, disebabkan perbedaan
porositas dan keperluan density carbon sedikit dapat
mempengaruhi kinerja PEMFC. Peningkatan prestasi ini
hanya dipengaruhi luas permukaan aktif dari lapisan tipis.

Fig. 12 Karakteristik Pengurangan lapisan tipis


Fig. 14 menunjukkan karakteristik pengurangan thickness
lapisan tipis dipermukaan GDL dari data mapping dan hasil
experiment. Setiap grafik terdapat data labels 3 titik yang
menunjukkan hasil experiment.Apabila dilakukan
pengurangan tebal lapisan nipis akan ditentukan oleh
keperluan carbon density, pembentukan porosity, nilai
diameter pore dan surface area active.Korrelasi parameter ini
memiliki hubungan yang saling mempengaruhi. Pendekatan
hubungan parameter menggunakan trandline option
polynomial orde 2.
Fig. 13 Karakteristik experiment Pengurangan lapisan tipis
permukaan GDL

Pada experiment pengurangan tebal menggunakan


metodespray mesin.Pengurangan thickness dilakukan dari
245µm sampai sekitar 145µm dengan proses panas didapati
porositas 67% sampai 72%.Pada Fig.2(a,b) telah diketahui
bahwa ketebalan sekitar 100 sampai 400 µm didapati
porosity sekitar 40-70%. Perbedaan hasil experiment dengan
mapping sangat kecil.Dalam Fig. 14 trandline polynomial
membagi 2 bagian hubungan parameter yang ditunjukkan
ketebalan 250µm. Sebelah kiri sebagai peta penelitian
pengurangan lapisan tipis dipermukaanGDL dalam paper
ini.Pada Fig.13, menunjukkan prestasi metode pembuatan
lapisan tipis ini didapati semakin tinggi diameter pori
semakin kecil maka porositas dan luas permukaan aktif
semakin meningkat. Pada karakteristik ini terlihat
pengurangan lapisan tipis prestasi PEMFC meningkat.
Kesimpulan
Pembuatan lapisan tipis diatas permukaan GDL dapat
dimulai dari nilai thickness sekitar 150 µm, dengan
kebutuhan density karbon sekitar2 mgcm-2. Pembuatan
Thicknes sekitar 150 µm, dapat menghasilkan porositas yang
lebih besar dari 40%.
PTFE sebagai bahan hidropobik akan mempengaruhi daya
hantar elektrik. Sifat electrik yang terbaik mengunakan
hipotesis kadar PTFE sekitar 30%. Prestasi electric yang
tinggi terletak pada thickness berkisar 250 µm dengan
density karbon sekitar 2 mgcm-2.
Ketebalan 250 µm masih mungkin dikurangi sekitar 150 µm
untukdensity karbon sekitar 2 mgcm-2.dengan hipotesis
lapisan paling tipis dipermukaan GDL sekitar 150 µm.
Secara umu semakin tinggi porositas, ketebalan lapisan tipis
semakin besar atau sebaliknya
Dalam penelitian pengurangan thickness dari 250 dapat
dilakukan sampai sekitar 145µm. Keperluan density carbon
padahipotesis mapping sekitar 2 gcm-2 sedangkan pada
experiment lebih kecil yaitu 1,75gcm-2pada ketebalan
145µm. Porositas meningkat maka keperluan carbon density
akan lebih sedikit
Untuk ketebalan 145µm menunjukkan porositas lapisan
sebesar 67 % sedangkan pada mapping sebesar 65%. jika
digunakan trendline polinnomial order 2 pada seluruh data
perbedaan data mapping dan experimen tidak signifikan.
Pada pengurangan ketebalan lapisan mendekati 150 µmyaitu
145 µm di dapatkan diameter pore sekitar 11 nm dengan
porositas dibawah 67 %
Metode pembuatan lapisan tipis ini didapati semakin tinggi
diameter pori semakin kecil maka porositas dan luas
permukaan aktif semakin meningkat. Pada karakteristik ini
terlihat pengurangan lapisan tipis prestasi PEMFC
meningkat.

REFERENSI

[1] C. Lim and C. Y. Wang, “Effects of hydrophobic polymer content


in GDL on power performance of a PEM fuel cell,” Electrochim.
Acta, vol. 49, no. 24, pp. 4149–4156, 2004.
[2] N. C. Monanteras and C. A. Frangopoulos, “Towards synthesis
optimization of a fuel-cell based plant,” vol. 40, 1999.
[3] W. Lee, J. W. Van Zee, and M. Murthy, “ORIGINAL
RESEARCH PAPER A Method for Characterizing CO Transients
in a PEMFC,” no. 1, pp. 52–58, 2003.
[4] D. Chu and R. Jiang, “Performance of polymer electrolyte
membrane fuel cell PEMFC stacks Part I. Evaluation and
simulation of an air-breathing PEMFC stack,” J. Power Sources,
vol. 83, pp. 128–133, 1999.
[5] E. Antolini, R. R. Passos, and E. A. Ticianelli, “Electrocatalysis
of oxygen reduction on a carbon supported platinum-vanadium
alloy in polymer electrolyte fuel cells,” Electrochim. Acta, vol.
48, no. 3, pp. 263–270, 2002.
[6] M. Ceraolo, C. Miulli, and A. Pozio, “Modelling static and
dynamic behaviour of proton exchange membrane fuel cells on
the basis of electro-chemical description,” J. Power Sources, vol.
113, no. 1, pp. 131–144, 2003.
[7] U. A. Paulus, A. Wokaun, G. G. Scherer, P. S. Institut, and C.-V.
Psi, “Oxygen Reduction on Carbon-Supported Pt - Ni and Pt - Co
Alloy Catalysts,” no. 41, pp. 4181–4191, 2002.
[8] P.-C. Sui, L.-D. Chen, J. P. Seaba, and Y. Wariishi, “Modeling
and Optimization of a PEMFC Catalyst Layer,” J. Engines-V108-
3, vol. 539, no. 1, p. 11, 1999.
[9] L. Wang, A. Husar, T. Zhou, and H. Liu, “A parametric study of
PEM fuel cell performances,” Int. J. Hydrogen Energy, vol. 28,
no. 11, pp. 1263–1272, 2003.
[10] T. C. Jen, T. Yan, and S. H. Chan, “Chemical reacting transport
phenomena in a PEM fuel cell,” Int. J. Heat Mass Transf., vol.
46, no. 22, pp. 4157–4168, 2003.
[11] K. Yamada, K. Yasuda, H. Tanaka, Y. Miyazaki, and T.
Kobayashi, “Effect of anode electrocatalyst for direct hydrazine
fuel cell using proton exchange membrane,” J. Power Sources,
vol. 122, no. 2, pp. 132–137, 2003.
[12] L. You and H. Liu, “A two-phase flow and transport model for
the cathode of PEM fuel cells,” Int. J. Heat Mass Transf., vol. 45,
no. 11, pp. 2277–2287, 2002.
[13] H. A. Gasteiger, J. E. Panels, and S. G. Yan, “Dependence of
PEM fuel cell performance on catalyst loading,” J. Power
Sources, vol. 127, no. 1–2, pp. 162–171, 2004.
[14] T. Berning, D. M. Lu, and N. Djilali, “Three-dimensional
computational analysis of transport phenomena in a PEM fuel
cell,” J. Power Sources, vol. 106, no. 1, pp. 284–294, 2002.
[15] G. J. M. Janssen and M. L. J. Overvelde, “Water transport in the
proton-exchange-membrane fuel cell: Measurements of the
effective drag coefficient,” J. Power Sources, vol. 101, no. 1, pp.
117–125, 2001.
[16] S. H. Ge and B. L. Yi, “A mathematical model for PEMFC in
different flow modes,” J. Power Sources, vol. 124, no. 1, pp. 1–
11, 2003.
[17] T. Thampan, S. Malhotra, J. Zhang, and R. Datta, “PEM fuel cell
as a membrane reactor,” Catal. Today, vol. 67, no. 1–3, pp. 15–
32, 2001.
[18] V. Gurau, F. Barbir, and H. Liu, “An Analytical Solution of a
Half‐Cell Model for PEM Fuel Cells,” Electrochem. Soc., vol.
147, no. 7, pp. 2468–2477, 2000.
[19] C. Marr and X. Li, “Composition and performance modelling of
catalyst layer in a proton exchange membrane fuel cell,” J.
Power Sources, vol. 77, no. 1, pp. 17–27, 1999.
[20] J. Mirzazadeh, E. Saievar-Iranizad, and L. Nahavandi, “An
analytical approach on effect of diffusion layer on ORR for
PEMFCs,” J. Power Sources, vol. 131, no. 1–2, pp. 194–199,
2004.
[21] J. C. Amphlett, R. F. Mann, B. A. Peppley, P. R. Roberge, and A.
Rodrigues, “Practical PEM fuel cell model for simulating vehicle
power sources,” in Proceedings of the Annual Battery
Conference, 1995.
[22] M. Grujicic, J. R. Saylor, D. E. Beasley, W. S. DeRosset, and D.
Helfritch, “Computational analysis of the interfacial bonding
between feed-powder particles and the substrate in the cold-gas
dynamic-spray process,” Appl. Surf. Sci., vol. 219, no. 3–4, pp.
211–227, 2003.
[23] J. H. Nam and M. Kaviany, “Effective diffusivity and water-
saturation distribution in single- and two-layer PEMFC diffusion
medium,” Int. J. Heat Mass Transf., vol. 46, no. 24, pp. 4595–
4611, 2003.
[24] R. Johnson, “Performance of a proton exchange membrane fuel
cell stack,” Int. J. Hydrogen Energy, vol. 26, no. 8, pp. 879–887,
2001.
[25] P. R. Pathapati, X. Xue, and J. Tang, “A new dynamic model for
predicting transient phenomena in a PEM fuel cell system,”
Renew. Energy, vol. 30, no. 1, pp. 1–22, 2005.
[26] R. O’hayre, S. J. Lee, S. W. Cha, and F. B. Prinz, “A sharp peak
in the performance of sputtered platinum fuel cells at ultra-low
platinum loading,” J. Power Sources, vol. 109, no. 2, pp. 483–
493, 2002.
[27] T. Kalk, F. Mahlendorf, O. Niemzig, A. Trautmann, and J. Roes,
“Portable PEFC generator with propane as fuel,” pp. 166–172,
2000.
[28] S. Um, C. Wang, and K. S. Chen, “Computational Fluid
Dynamics Modeling of Proton Exchange Membrane Fuel Cells,”
vol. 147, no. 12, pp. 4485–4493, 2000.
[29] W. R. W. Daud, A. Bakar, A. Amir, H. Kadhum, R. Chebbi, and
S. E. Iyuke, “Performance optimisation of PEM fuel cell during
MEA fabrication,” vol. 45, pp. 3239–3249, 2004.
[30] Z. Shi Chao, Z. Lan, and Y. Jinhua, “Preparation and
electrochemical properties of polysulfide polypyrrole,” J. Power
Sources, vol. 196, no. 23, pp. 10263–10266, 2011.
[31] J. Chen, T. Matsuura, and M. Hori, “Novel gas diffusion layer
with water management function for PEMFC,” J. Power Sources,
vol. 131, no. 1–2, pp. 155–161, 2004.
[32] S. H. Chan and H. M. Wang, “Thermodynamic and kinetic
modelling of an autothermal methanol reformer,” J. Power
Sources, vol. 126, no. 1–2, pp. 8–15, 2004.
[33] T. F. Fuller and J. Newman, “Water and Thermal Management in
Solid‐Polymer‐Electrolyte Fuel Cells,” Electrochem. Soc., vol.
140, no. 5, pp. 1218–1225, 1993.
[34] J. . Baschuk and X. Li, “Modelling of polymer electrolyte
membrane fuel cells with variable degrees of water flooding,” J.
Power Sources, vol. 86, no. 1, pp. 181–196, 2000.
[35] H. S. Chu, C. Yeh, and F. Chen, “Effects of porosity change of
gas diffuser on performance of proton exchange membrane fuel
cell,” J. Power Sources, vol. 123, no. 1, pp. 1–9, 2003.
[36] F. Wang, M. Hickner, Y. S. Kim, T. A. Zawodzinski, and J. E.
McGrath, “Direct polymerization of sulfonated poly(arylene
ether sulfone) random (statistical) copolymers: Candidates for
new proton exchange membranes,” J. Memb. Sci., vol. 197, no.
1–2, pp. 231–242, 2002.
[37] T. Yoshitake et al., “Preparation of fine platinum catalyst
supported on single-wall carbon nanohorns for fuel cell
application,” Phys. B Condens. Matter, vol. 323, no. 1–4, pp.
124–126, 2002.
[38] S. B. Park, S. Kim, Y. Il Park, and M. H. Oh, “Fabrication of
GDL microporous layer using PVDF for PEMFCs,” in Journal of
Physics: Conference Series, 2009, vol. 165.
[39] T. Nakayama, H. Matsuda, K. Kimura, and H. Ino, “Mössbauer
Spectroscopy and Electrical Conductivity of Fe-Dopedβ-
Rhombohedral Boron,” J. Solid State Chem., vol. 133, no. 1,
1997.
[40] R. R. Bessette, M. G. Medeiros, C. J. Patrissi, C. M. Deschenes,
and C. N. Lafratta, “Development and characterization of a novel
carbon ® ber based cathode for semi-fuel cell applications,” J.
Power Sources, vol. 96, pp. 240–244, 2001.
[41] R. Moreira, M. Havranek, and D. Sames, “New fluorogenic
probes for oxygen and carbene transfer: A sensitive assay for
single bead-supported catalysts,” J. Am. Chem. Soc., vol. 123, no.
17, pp. 3927–3931, 2001.
[42] T. Shimizu, T. Momma, M. Mohamedi, T. Osaka, and S.
Sarangapani, “Design and fabrication of pumpless small direct
methanol fuel cells for portable applications,” J. Power Sources,
vol. 137, no. 2, pp. 277–283, 2004.
[43] S. Gamburzev and A. J. Appleby, “Recent progress in
performance improvement of the proton exchange membrane
fuel cell (PEMFC),” J. Power Sources, vol. 107, no. 1, pp. 5–12,
2002.
[44] S. Park, J. W. Lee, and B. N. Popov, “A review of gas diffusion
layer in PEM fuel cells: Materials and designs,” Int. J. Hydrogen
Energy, vol. 37, no. 7, pp. 5850–5865, 2012.
[45] M. Baldauf and W. Preidel, “Status of the development of a direct
methanol fuel cell,” J. Power Sources, vol. 84, no. 2, pp. 161–
166, 1999.
[46] S. Litster and G. McLean, “PEM fuel cell electrodes,” J. Power
Sources, vol. 130, no. 1–2, pp. 61–76, 2004.
[47] L. Cindrella et al., “Gas diffusion layer for proton exchange
membrane fuel cells-A review,” J. Power Sources, vol. 194, no.
1, pp. 146–160, 2009.
[48] M. S. Wilson, F. H. Garzon, K. E. Sickafus, and S. Gottesfeld,
“Surface Area Loss of Supported Platinum in Polymer
Electrolyte Fuel Cells,” vol. 140, no. 10, pp. 2872–2877, 1993.
[49] G. A. Eisman, “The application of Dow Chemical’s
perfluorinated membranes in proton-exchange membrane fuel
cells,” J. Power Sources, vol. 29, no. 3–4, pp. 389–398, 1990.
[50] J. Lu, W. Huang, Z. Ping, and P. Machinery, “Preparation of thick
PZT film by electrostatic spray deposition (ESD) for the
application in micro-system technology,” Dep. Precis. Mach.
Instrum, Univ Sci Tech China., vol. 184, no. 1882, pp. 200–201,
2001.
[51] A. Rowe and X. Li, “Mathematical modeling of proton exchange
membrane fuel cells,” J. Power Sources, vol. 102, no. 1–2, pp.
82–96, 2001.
[52] A. Pozio, M. De Francesco, A. Cemmi, F. Cardellini, and L.
Giorgi, “Comparison of high surface Pt/C catalysts by cyclic
voltammetry,” J. Power Sources, vol. 105, no. 1, pp. 13–19,
2002.
[53] A. T. Haug, R. E. White, J. W. Weidner, and W. Huang,
“Development of a Novel CO Tolerant Proton Exchange
Membrane Fuel Cell Anode,” J. Electrochem. Soc., vol. 149, no.
7, p. A862, 2002.
[54] M. Prasanna, H. Y. Ha, E. A. Cho, S. A. Hong, and I. H. Oh,
“Influence of cathode gas diffusion media on the performance of
the PEMFCs,” J. Power Sources, vol. 131, no. 1–2, pp. 147–154,
2004.
[55] E. Gülzow et al., “Dry layer preparation and characterisation of
polymer electrolyte fuel cell components,” J. Power Sources, vol.
86, no. 1–2, pp. 352–362, 2000.
[56] C. S. Kong, D. Y. Kim, H. K. Lee, Y. G. Shul, and T. H. Lee,
“Influence of pore-size distribution of diffusion layer on mass-
transport problems of proton exchange membrane fuel cells,” J.
Power Sources, vol. 108, no. 1–2, pp. 185–191, 2002.
[57] H. S. Yoon, S. W. Choi, D. Lee, and B. H. Kim, “Synthesis and
characterization of Gd1-xSrxMnO3 cathode for solid oxide fuel
cells,” J. Power Sources, vol. 93, no. 1–2, pp. 1–7, 2001.
[58] M. J. Escudero, E. Hontañón, S. Schwartz, M. Boutonnet, and L.
Daza, “Development and performance characterisation of new
electrocatalysts for PEMFC,” J. Power Sources, vol. 106, no. 1–
2, pp. 206–214, 2002.
[59] T. Frey and M. Linardi, “Effects of membrane electrode assembly
preparation on the polymer electrolyte membrane fuel cell
performance,” Electrochim. Acta, vol. 50, no. 1, pp. 99–105,
2004.
[60] A. Oedegaard, C. Hebling, A. Schmitz, S. Møller-Holst, and R.
Tunold, “Influence of diffusion layer properties on low
temperature DMFC,” J. Power Sources, vol. 127, no. 1–2, pp.
187–196, Mar. 2004.
[61] A. Lindermeir, G. Rosenthal, U. Kunz, and U. Hoffmann, “On
the question of MEA preparation for DMFCs,” J. Power Sources,
vol. 129, no. 2, pp. 180–187, 2004.
[62] R. Liu and E. S. Smotkin, “Array membrane electrode assemblies
for high throughput screening of direct methanol fuel cell anode
catalysts,” J. Electroanal. Chem., vol. 535, no. 1–2, pp. 49–55,
2002.
[63] S. P., H. S., and P. E., “ACTIVITY AND STABILITY TESTS IN
PHOSPHOTUNGSTIC ACID ELECTROLYTE FUEL CELL,”
J. Power Sources, vol. 65, no. 1–2, pp. 281–282, 1997.
[64] E. Antolini, R. . Passos, and E. . Ticianelli, “Effects of the carbon
powder characteristics in the cathode gas diffusion layer on the
performance of polymer electrolyte fuel cells,” J. Power Sources,
vol. 109, no. 2, pp. 477–482, 2002.
[65] S. Park, J. W. Lee, and B. N. Popov, “Effect of PTFE content in
microporous layer on water management in PEM fuel cells,” J.
Power Sources, vol. 177, no. 2, pp. 457–463, 2008.
[66] P. Chang, G. S. Kim, K. Promislow, and B. Wetton, “Reduced
dimensional computational models of polymer electrolyte
membrane fuel cell stacks,” J. Comput. Phys., vol. 223, no. 2, pp.
797–821, 2007.
[67] J. P. Owejan, T. A. Trabold, D. L. Jacobson, D. R. Baker, D. S.
Hussey, and M. Arif, “In situ investigation of water transport in
an operating PEM fuel cell using neutron radiography: Part 2 -
Transient water accumulation in an interdigitated cathode flow
field,” Int. J. Heat Mass Transf., vol. 49, no. 25–26, pp. 4721–
4731, 2006.
[68] G. Lin, W. He, and T. Van Nguyen, “Modeling Liquid Water
Effects in the Gas Diffusion and Catalyst Layers of the Cathode
of a PEM Fuel Cell,” J. Electrochem. Soc., vol. 151, no. 12, p.
A1999, 2004.
[69] J. P. Owejan, T. A. Trabold, D. L. Jacobson, M. Arif, and S. G.
Kandlikar, “Effects of flow field and diffusion layer properties on
water accumulation in a PEM fuel cell,” Int. J. Hydrogen Energy,
vol. 32, no. 17, pp. 4489–4502, 2007.
[70] P. T. Nguyen, T. Berning, and N. Djilali, “Computational model
of a PEM fuel cell with serpentine gas flow channels,” J. Power
Sources, vol. 130, no. 1–2, pp. 149–157, 2004.
[71] T. Matsuura, M. Kato, and M. Hori, “Study on metallic bipolar
plate for proton exchange membrane fuel cell,” J. Power Sources,
vol. 161, no. 1, pp. 74–78, 2006.
[72] J. Benziger, J. Nehlsen, D. Blackwell, T. Brennan, and J. Itescu,
“Water flow in the gas diffusion layer of PEM fuel cells,” J.
Memb. Sci., vol. 261, no. 1–2, pp. 98–106, 2005.
[73] P. K. Sinha and C.-Y. Wang, “Liquid water transport in a mixed-
wet gas diffusion layer of a polymer electrolyte fuel cell,” Chem.
Eng. Sci., vol. 63, no. 4, pp. 1081–1091, 2008.
[74] P. Krüger et al., “Synchrotron X-ray tomography for
investigations of water distribution in polymer electrolyte
membrane fuel cells,” J. Power Sources, vol. 196, no. 12, pp.
5250–5255, 2011.
[75] L. Chen, H.-B. Luan, Y.-L. He, and W.-Q. Tao, “Pore-scale flow
and mass transport in gas diffusion layer of proton exchange
membrane fuel cell with interdigitated flow fields,” Int. J. Therm.
Sci., vol. 51, pp. 132–144, 2012.
[76] J. T. Gostick, M. A. Ioannidis, M. W. Fowler, and M. D. Pritzker,
“Pore network modeling of fibrous gas diffusion layers for
polymer electrolyte membrane fuel cells,” J. Power Sources, vol.
173, no. 1, pp. 277–290, 2007.
[77] A. Bazylak, “Liquid water visualization in PEM fuel cells: A
review,” Int. J. Hydrogen Energy, vol. 34, no. 9, pp. 3845–3857,
2009.
[78] D. Thompsett, “David Thompsett,” Situ, 2003.
[79] F. Lufrano, I. Gatto, P. Staiti, V. Antonucci, and E. Passalacqua,
“Sulfonated polysulfone ionomer membranes for fuel cells,” pp.
0–4, 2001.

2.1.4. Gas Diffusion


Electrode
2.4 Lapisan Elektrokatalis

Lapisan elektrodakatalis merupakan lapisan utama


atau tempat untuk reaksi gas hidrogen di dalam fuel cell
seperti ditunjukkan Gambar 11. Elektrodakatalis yang umum
digunakan adalah platinum dengan konsentrasi 4 mgcm-2
(Wilson 1995). Platinum ini sangat mahal sehingga para
peneliti berusaha mengurangi muatan platinum lebih kecil
dari 0.4 mgcm-2 (Kumar 1995, Wilson 1993). Muatan yang
terendah sebesar 0.014 mgcm-2 (Heyre 2002, Lee 1999).
Pada pembuatan lapisan elektrodakatalis para peneliti secara
hati-hati untuk mencapai resapan bahan reaksi, hantaran ion,
elektron, hidrofobik dan ketahanan elektrokatalis yang sesuai
(Wilson1995). Semenjak penemuan-penemuan ini, biaya
katalisator dapat diturunkan pada sekala komersial fuel cell.

Gambar11. Permukaan elektrokatalis

Desain lapisan elektroda yang sesuai menggunakan


konfigurasi membran-elektroda (Xin et al. 2003, Yan et al.
2004). Ada dua jenis konfigurasi pembuatan lapisan
elektroda dengan menggunaka PTFE sebagai pengikat
katalisator dan membuat lapisan tipis menggunakan larutan
Nafion® (Balster 2003). Pembentukan lapisan tipis
menggunakan metode pengendapan elektroda dan
pengendapan vakum di atas permukaan lapisan serapan gas
(GDL) dan kertas karbon (David 2003). Pembuatan komposit
elektroda di atas permukaan GDL memiliki parameter
porositas, anti basah GDL dan luas permukaan katalisator
teraktif. Ulasan tersebut, disimpulkan bahwa elektroda yang
menggunakan Nafion® menghasilkan transfer proton dalam
lapisan elektrodakatalis lebih baik dibandingkan lapisan
elektrodakatalis menggunakan PTFE. Nilai kinerja elektroda
diukur pada kerapatan arus misalnya sebesar 200 mAcm-2
pada tegangan sebesar 0,6 V.

Gambar 12. Poto SEM Penampang melintang MEA. (a) Anode


(b) Membran.

Kerapatan arus sebesar 200 mAcm-2, merupakan


kehilangan disebabkan aktivitas upaya lebih atau kehilangan
karena sifat reaksi kimia yang tidak balik. Tegangan 0.6 V
menyatakan ketahanan komponen sel dan kemampuannya
mengirim gas, elektron dan proton. Sebelum berkembangnya
penggunaan lapisan tipis sebagai elektrodakatalis (Kumar
1995), banyak penelitian telah menggunakan PTFE sebagai
pengikat elektrodakatalis (Chun 1998, Lee 1998, Murphy
1994, Ticianelli 1998). Pada lapisan elektrodakatalis ini,
partikel terikat dengan struktur PTFE hidrofobik tetapi
biasanya tersebar ke lapisan GDL menyebabkan lapisan
menjadi lebih tebal dibandingkan menggunakan larutan
Nafion®. Metode ini mampu menurunkan muatan platinum
dari 4 sampai 0,4 mgcm-2 (Ticianelli 1998).
Lee (1998) menemukan suntikan Nafion® pada pemuatan
platinum yang memiliki konsentrasi rendah. Mereka
menggunakan lapisan elektrodakatalis PTFE yang
mengandung platinum 0.4 mgcm-2. Kemudian, Nafion®
disuntikkan ke dalam struktur elektroda dengan muatan
Nafion® antara 0 sampai 2,7 mgcm -2 melalui metode sapuan
atau brus. Hasil yang didapatkan menunjukkan hubungan
tidak linier antara kinerja perilaku fuel cell dengan
kandungan muatan Nafion®. Ada kesan di antara komposisi
oksidator dengan Nafion®. Ketika oksidator menggunakan
udara, peningkatan kinerja perilaku akan terjadi dengan
penggunaan Nafion® mencapai 0,6 mgcm-2. Kinerja akan
menurun ketika penambahan Nafion® ditingkatkan.
Pengamatan ini menemukan bahwa muatan Nafion® yang
ideal untuk oksidasi udara adalah 0,6 mgcm-2. Ketika oksigen
murni digunakan, kinerja sel bahan bakar akan meningkat
dengan laju muatan nafion mencapai 1,9 mgcm-2. Perbedaan
ini disebabkan oleh transfer massa yang terbatas ketika udara
digunakan atau tekanan oksigen yang sangat rendah. Tanpa
penambahan Nafion®, sebagian katalisator akan menjadi
tidak aktif. Akan tetapi, ketika Nafion® ditambahkan,
porositas komposit akan menurun dan membatasi transfer
massam. Temuan yang sama telah diungkapkan oleh
Ticianelli (1998).
Sekarang ini, metode yang populer dalam pembuatan
lapisan elektrodakatalis fuel cell PEM adalah menggunakan
metode lapisan tipis. Paten Wilson (1993) menetapkan
metode lapisan tipis di dalam pembuatan lapisan
elektrodakatalis sel bahan bakar PEM dengan konten
katalisator lebih rendah dari 0.35 mgcm-2. Dalam metode ini,
PTFE hidrofobik yang biasa digunakan untuk mengikat
lapisan katalisator digantikan dengan Nafion®. Dengan
demikian, bahan pengikat lapisan katalisator adalah sama
dengan bahan membran. Meskipun, PTFE dapat memberikan
sifat hidrofobik, namun manfaatnya tidak tinggi (Wilson
1992, Yan 2004). Penambahan PTFE di dalam lapisan
elektrodakatalis hanya diperlukan untuk meningkatkan
hantaran proton di dalam katalisator lapisan tipis. Katalisator
lapisan tipis menggunakan Nafion® ternyata mampu
dioperasikan hampir dua kali dari lapisan elektrodakatalis
pengikat PTFE. Kondisi ini berhubungan erat dengan
peningkatan luas permukaan aktif dari 22 sampai 45.7%
ketika Nafion® digunakan (Cheng 1999). Selain itu, teknik
pembuatan lapisan tipis ini ternyata lebih sesuai untuk
pembuatan lapisan (O'Hayre 2002). Pada tingkat komersial,
prosedur pembentukan elektrodakatalis lapisan tipis pada
membran, mengikuti metode Wilson (1993) dan metode lain
menggunakan printer dengan cara tuang, diikuti dengan
lapisan katalisator yang dioleskan ke permukaan membran
(Kumar 1995). Metode ini langsung ke atas permukaan
membran menunjukkan kinerja yang lebih baik karena
terbentuk hantaran ion yang lebih baik di antara membran
dan ionomer dalam lapisan katalisator (O'Hayre 2002).
Untuk mengoptimalkan penggunaan platinum, Qi dan
Kaufman (Qi 2002) telah melakukan penguapan elektroda
pada langkah terakhir pembuatan elektroda lapisan tipis atau
dididihkan selama 10 menit. Gamburzev dan Applikasi (GA)
(Gamburzev 2002) juga yang menggunakan katalisator
metode lapisan tipis pada kain karbon GDL.
Paguin et al. (1996) melaporkan hasil fuel cell dengan
lapisan elektrodakatalis tipis menggunakan metode yang lain
dari Wilson (1993). Mereka menemukan bahwa tinta
elektrodakatalis harus memiliki konsentrasi tertentu dengan
menggunakan isopropil alkohol dengan gliserol yang
dilakukan dengan cara penuangan pada permukaan GDL dan
bukan pada permukaan membran. Metode ini mampu
mencapai kinerja yang baik dengan muatan platinum 0.4
mgcm-2 dan Nafion® 1,1 mgcm-2 menggunakan bubuk
katalisator dengan Pt/C 20% berat. Para peneliti DLR di
Jerman (Guzlow 2000, Guzlow 2002) telah mengembangkan
metode persiapan lapisan kering untuk pembuatan lapisan
elektrodakatalis dengan menggunakan pengikat PTFE dan
Nafion®. Metode ini terdiri dari campuran bahan kering baik
menggunakan katalisator maupun bubuk PTFE dan Nafion®.
Secara sprei atau semprot, campuran kering teratomisasi
akan terjadi dalam aliran nitrogen baik pada lapisan Penjerap
karbon berpori ataupun pada membran. Selanjutnya, instalasi
membran-elektroda dilakukan dengan menggunakan mesin
tekanan panas. Beberapa kelebihan teknik lapisan kering ini
termasuk tidak langkah penguapan, serta kemampuannya
memproduksi berbagai lapisan. Selain itu, muatan platinum
dalam pembuatan elektroda rendah adalah 0.08 mgcm-2.
Kinerja sel yang dihasilkan oleh para peneliti DLR
menunjukkan metode persiapan yang sesuai untuk masa
depan.
Qi dan Kufman (2003) dari Perusahaan Listrik melaporkan
untuk pemuatan platinum rendah, metode yang digunakan
adalah berdasarkan lapisan tipis. Katalis dicampur ke dalam
larutan Nafion® dan air tanpa penambahan pelarut organik
lain. Larutan kental ini digunakan untuk membuat GDL Elat
dan dikeringkan pada suhu kamar. Hasil penelitian ini
menemukan kepadatan daya tertinggi adalah 0.72 Wcm-2
pada 75 oC. Menurut Chun et al. (1998), kepadatan listrik
katalis lapisan tipis adalah lebih baik dari lapisan katalis
menggunakan PTFE. Peningkatan kinerja yang diperoleh
adalah sangat tinggi. Selain itu, kurva polarisasi
menunjukkan peningkatan kinerja sedangkan lapisan katalis
terus dilapisi ke membran dan bukan ke printer dengan
PTFE. Peningkatan kinerja ini disebabkan oleh sentuhan
antara Nafion®, katalis dengan membran ketika dilapisi terus
pada permukaan membran. Pagamin et al. (1996)
menemukan pengaruh pemuatan platinum pada sel lapisan
tipis dengan 20% berat Pt / C. Mereka menemukan kinerja
katode akan meningkat ketika pemuatan meningkat dari 0.1
menjadi 0.3 mgcm-2 karena peningkatan luas permukaan
aktif. Sebaliknya, sedikit penurunan kinerja tersedia saat
pemuatan meningkat menjadi 0,4 mgcm-2. Namun begitu,
tidak ada keterangan lebih lanjut terkait dengan penelitian
ini, diharapkan ada penurunan perpindahan kalau reaksi ke
arah mendekati dengan membran. Mereka membandingkan
antara muatan 0.1 dan 0.4 mgcm -2 pada anode dan
menemukan bahwa muatan yang lebih rendah menghasilkan
kinerja yang lebih baik. Qi (2003) menemukan kinerja
tertinggi pada 20% berat Pt / C dan 0.20 lebih kurang 0,05
mgcm-2 seperti muatan platinum.

2.4.2 Elektrode Tipis

Percobaan yang menggunakan elektrodakatalis


lapisan tipis, menemukan muatan Nafion® dari 0.87 sampai
1.75 mgcm-2 dimana terjadi suatu peningkatkan kinerja yang
baik. ini akan menurun ketika muatan Nafion® ditingkatkan
melebihi 2,2 mgcm-2 atau 33% berat lapisan elektrodakatalis.
Nilai yang hampir sama juga ditemukan hasil dari penelitian
terbaru oleh Gamburzev (2002), Qi (2003) dan Passalacqua
(2001).Song et al. (2001) dan Tae et al. (2004) menunjukkan
pengaruh muatan Nafion® terhadap kinerja secara tepat, di
mana mereka menggunakan konten Nafion® yang berbeda
dari 0.2 sampai 2.0 mgcm-2 di dalam katalisator lapisan tipis
yang berisikan muatan platinum 0.4 mgcm-2. Penelitiannya
menunjukkan kenaikan muatan Nafion® dari 0.2 sampai 0.8
mgcm-2 akan menghasilkan peningkatan kerapatan energi
yang sangat tinggi. Akan tetapi, ketika konsentrasi Nafion®
ditingkatkan terus sampai 2,0 mgcm-2, akan menyebabkan
penurunan kerapatan energi dengan kerapatan arus yang
lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh penambahan Nafion®
akan menghalangi jalur gas dan Nafion® hidrofilik
cenderung menangkap air di dalam katalisator lapisan tipis.
Alternatif dari teknik lapisan tipis yang lazim digunakan.
Tinta dari lapisan katalisator yang digunakan adalah bentuk
larutan. Nafion® membentuk larutan dalam pelarut dengan
pengaturan dielektrik lebih tinggi dari 10. Pelarut isopropil
alkohol yang biasa digunakan memiliki pengaturan dielektrik
18,3. Bila n-butil asetat dengan pengaturan dielektrik 5,01
digunakan sebagai pelarut, koloid akan terbentuk di dalam
larutan. Shin et al. (2002) mengemukakan pada metode
larutan yang lazim ini, partikel partikel katalisator akan
tertutup oleh ionomer yang menyebabkan permukaan
platinum tidak optimal. Selain itu, dalam metode koloid,
ionomer akan menyerap partikel partikel katalisator dan
membentuk gumpalan Pt / C yang lebih besar. Metode koloid
digunakan untuk mengatasi jaringan yang panjang dari
ionomer yang dapat meningkatkan transfer proton (Naoko
2002, Schulze 2004). Shin et al. (2002) telah menyediakan
tinta katalisator koloid dengan suatu metode yang sama
dengan pendekatan lapisan tipis. Suatu campuran serbuk Pt /
C dan ionomer Nafion® diteteskan ke dalam pelarut n-butil
asetat untuk membentuk koloid ionomer. Kemudian tinta
diaduk secara ultrasonik untuk memberikan kesempatan pada
koloid untuk menyerap serbuk Pt/C. Kemudian tinta di
semprot melalui hembusan udara pada permukaan GDL.
Ulasan menemukan bahwa metode koloid cenderung dipilih
untuk metode semprot karena mampu membentuk gumpalan
yang lebih besar. Gumpalan kecil yang terbentuk melalui
metode larutan memiliki kecenderungan untuk memasuki
terlalu jauh ke dalam GDL dan mencegah pori pori yang
diperlukan untuk transfer gas.
Ketebalan lapisan katalisator yang diperoh oleh Shin
et al. (2002) dari tinta koloid adalah dua kali lipat dari 0.020
mm. Di samping itu, ukuran gumpalan Pt/C bertambah dari
550 hingga 736 nm. Lapisan katalisator yang terbentuk
dengan tintat koloid akan dikenakan ditekan yang panas ke
membran Nafion® 115 dan diuji dalam fuel cell tunggal.
Kaedah koloid menunjukkan prestasi yang sangat baik pada
kerapatan arus tinggi berbanding kaedah larutan. Kaedah ini
ditandai dengan peningkatan pada hantaran proton,
sebagaimana terjadi pada peningkatan pemindahan massa
dalam lapisan katalisator yang terbentuk melalui tinta koloid.
Shin et al. (2002) telah melakukan secara kuantitatif
peningkatan-peningkatan ini dengan menggunakan lapisan
tahanan yang dibentuk dari lapisan katalisator tidak aktif atau
dari lapisan katalisator aktif dan GDL. Peningkatan hantaran
proton disebabkan oleh jaringan ionomer dalam lapisan
katalisator koloid. Pembentukan gumpalan Pt/C yang lebih
besar dalam lapisan katalisator koloid akan meningkatkan
pemindahan massa karena porositas pori pori lebih tinggi
menyebabkan fluk reaktan dan gas menjadi lebih tinggi.

2.4.3 Porositas Lapisan

Penambahan organik seperti gliserol ke dalam


campuran tinta akan meningkatkan daya rekat. Chun et al.
(1998) menemukan sesuai gliserol dalam tinta
elektrodakatalis terhadap kinerja elektroda untuk lapisan
tipis. Kandungan gliserol 3:1,5% dalam larutan Nafion®
atau dalam tinta elektrodakatalis menyebabkan penurunan
kinerja pada kerapatan arus melebihi 350 mA/cm 2.
Kandungan gliserol yang tinggi akan menurunkan luas
permukaan kontak antara katalisator dengan Nafion®.
Fischer et al. (1998) dan Nagakazu (2002) telah mengkaji
perubahan porositas porositas dalam lapisan elektroda pada
elektrodakatalis lapisan tipis. Mereka membuat elektroda
dengan cara sprai atau semprotan pada keadaan panas. Tinta
elektrodakatalis dan Nafion® disemburkan ke atas
permukaan GDL. Untuk memperoleh penambahan porositas,
bahan pembentukan pori pori ditambahkan ke tinta
elektrodakatalis seperti amonium karbonat (suhu rendah) dan
amonium oksalat serta penambahan lithium karbonat (suhu
tinggi). Porositas porositas lapisan elektrodakatalis pada
lapisan elektroda tanpa bahan pembentuk pori pori adalah
35%. Tetapi ketika ditambahkan dengan amonium karbonat
dan amonium oksalat, didapat porositas meningkatkan
menjadi 42 sampai 48%. Sementara, penambahan lithium
karbonat akan menghasilkan porositas sampai 65%. Akan
tetapi, peningkatan porositas akan menyebabkan aliran listrik
menurun dari 1.64 sampai 0.44 Scm-2 (Nakano 1991, Natter
2000). Perubahan ini memberikan pengaruh kecil terhadap
hantaran karena pembentukan pori memberikan perubahan
kinerja yang dapat diabaikan ketika fuel cell diumpankan
oksigen. Akan tetapi, peningkatan kinerja perilaku akan lebih
berarti ketika bahan oksida udara digunakan.
Gamburzev (2002) melaporkan bahwa penambahan
pembentuk pori dalam lapisan elektroda akan meningkatkan
transfer massa dan efisiensi sel bahan bakar. Bahan
pembentuk pori pori yang digunakan adalah kalsium
karbonat (Mehta 2003). Peningkatan efisiensi akan terjadi
ketika tinta mengandung 44% berat bahan pembentuk pori.
Dengan bertambahnya bahan pembentuk pori, kecepatan
perpindahan massa juga akan bertambah. Akan tetapi,
kecepatan perpindahan elektron dan proton akan menurun.
Peneliti menemukan bahwa kandungan bahan pembentuk
pori yang optimal adalah 33% berat. Ini bertentangan dengan
laporan sebelumnya, yaitu peningkatan kinerja sel bahan
bakar terjadi ketika bahan pembentuk pori ditambahkan ke
dalam lapisan elektrodakatalis. Yoon et al. (2001)
menemukan penurunan kinerja tersebut terjadi pada
penambahan 60% berat etilen glikol sebagai pembentuk pori.
Akan tetapi, tidak ada keterangan lebih lanjut mengenai hal
ini sehingga dianggap etilen glikol bukan bahan pembentuk
pori yang sesuai.

2.5 Pendukung Katalisator

Katalis yang paling sering digunakan adalah platinum


(Pt) yang didukung oleh karbon dengan luas permukaan aktif
yang tinggi. Ketika ada CO dalam arus bahan bakar dari
hasil pembentukan, Pt divariasi dengan ruthenium (Ru)
untuk mengurangi racun elektrokatalis yang dibuat melalui
pengendapan larutan yang diikuti dengan penurunan garam
Pt baik dalam fase gas atau fasa cair (Gamburzev 2002).
Berikut ini akan ditunjukkan bahwa bahan pendukung dapat
mempengaruhi pembuatan elektrode Fuel cell.
Pendukung paling umum untuk elektrokatalis adalah serbuk
karbon. Rasio berat platinum karbon (Pt/C) adalah rasio
berat Pt terhadap berat pendukung karbon itu sendiri. Untuk
lapisan tipis kinerja tidak berubah bila rasio berat Pt/C antara
10-40% berat dengan muatan Pt 0.4 mgcm-2.( Peganin et al.
1996). Akan tetapi, kinerja akan menjadi turun bila rasio
berat meningkat melebihi 40%. Perubahan dapat diabaikan
dalam bentuk luas aktif elektrokatalis untuk rasio berat
adalah antara 10 dan 40% berat (Peganin et al. 1996). Qi dan
Kaufman (2003) memperlihatkan batasan yang lebih baik
bila rasio Pt karbon meningkat dari 20 menjadi 40% dengan
muatan Pt sebesar 0.2 mgcm-2
2.5.2 Pengikat Elektrokatalis

Pengikat elektrokatalis umumnya karbon (Uang et al,


2001). Lapisan tipis Pt yang didukung dengan karbon dengan
merek Vulkan XC-72 dan serbuk karbon hitam pekat 2000
dengan luasan permukaan 1475 m2g-1. Ukuran partikel
masing-masing jenis ini adalah 30 dan 15 nm. Elektrokatalis
ini dicampur dengan rasio 9:1. Metode lapisan tipis menurut
petunjuk Wilson (1993) dengan isi muatan Pt 0.20 mgcm-2.
Hasil yang diperoleh memiliki luasan permukaan aktif yang
lebih besar. Selain itu, kerapatan energi diperoleh cukup
tinggi yaitu 200 macm-2 karena ada peningkatan reaksi
oksigen. Pada penelitian lain, Qi et al. (1998) membuat
pendukung elektrokatalis dengan pengendapan Pt pada
polimer pengirim proton dan elektron. Polimer dibuat dari
komposit polipirol dan polisitiren sulfonat. Penelitian
tersebut menemukan pendukung elektrokatalis yang mampu
melakukan dua perana yiaitu serbuk karbon pengirim
elektron dan Nafion® dalam lapisan elektrokatalis.
Perkembangan penyanggah ini akan mendukung kebutuhan
akan lapisan Nafion® atau doping dalam MEA. Untuk
pembuatan elektroda, elektrokatalis dicampur dengan 15%
PTFE dan kertas karbon digunakan sebagai lapisan untuk
serapan gas (GDL). Pada penelitian ini telah mencapai
kerapatan arus maksimum setinggi 100 macm-2.

2.5.4 Elektrokatalis Nanokarbon

Yoshitake et al. (2002) telah mengendapkan elektrokatalis


Pt pada permukaan nanokarbon berdinding tunggal dalam
lapisan elektrokatalis sel bahan bakar. Penyanggah
elektrokatalis dibuat melalui laser penyemprotan CO2. Pt
diendapkan melalui metode koloid. Rasio Pt terhadap
penyangga umum adalah 20% dan rasio 20-40% diperoleh
untuk partikel elektrokatalis pendukung nanokarbon dengan
ukuran partikel 2 nm. Para peneliti telah membandingkan
penyangga elektrokatalis karbon hitam biasa terhadap
penyangga elektrokatalis dari penyangga nanokarbon
berdinding tunggal dan ditemukan hasilnya lebih baik.

Mapping dan analisis

Porositas layer
Pada kajian penelitian berkenaan pemindahan massa dalam
MEA melalui porositas semakin pesat. Porositas ini
dipengaruhi teknik pembuatan. Pada tahun 1990, David et
al. [83] membuat lapisan elektrode dengan teknik golekan
diikuti dengan tekanan panas menggunakan electrocatalyst
Pt/C (20%) dan Nafion 10%. Porositas elektrode pada
konsentrasi 0.4 mgcm-2 adalah 40%. Dengan cara yang sama
tetapi menggunakan density platinum yang berbeda yaitu 2
mgcm-2, suatu porositas yang lebih besar yaitu pada nilai
45% telah diperolehi [123]. Untuk perbandingan nafion dan
katalis 2:5, porositas 45% diperolehi [124]. Kemudian itu
dikembangkan dengan menggunakan membran yang
berbeda, porositas yang lebih besar dihasilkan yaitu sekitar
50% [125]. Apabila itu dikembangkan dengaan metode
Brush, porositas yang diperolehi adalah sekitar 38%. Secara
umum menggunakan metode fisikal, porositasnya sekitar
40% [124].

Pada tahun 2000, telah melakukan pembuatan lapisan


elektrode dengan metode teknik semburan dan diikuti
dengan vakum menggunakan bahan Pt/C (20%) dan pengikat
PTFE [126]. Pada density platinum 0.25 mgcm-2, diperoleh
porositas 45%. Akan tetapi apabila menggunakan Pt/C dan
nafion ionomer, pada density 0.4 mgcm-2, porositasnya 46%.
Melalui metode yang sama dengan menggunakan density
yang lebih rendah, porositas adalah 44%. Walau
bagaimanapun, sekiranya metode pemercitan Platinum
digunakan (kandungan platinum rendah) didapati porositas
50% [31]. Apabila menggunakan bahan Pt/C, pengikat
PTFE, larutan Nafion® 5% dalam 15-20% air, porositas 55%
diperolehi [8]. Gambar 7, menunjukkan hubungan density,
porosity dan current density dengan metode yang sama dan
berbeda.

Gambar 7. Karakter penelitian current density terhadap


porositas

Dari gambar, menunjukkan kisaran porositas daripada 38


sehingga 50%, current density MEA yang diperoleh sekitar
50 sehingga 250 mAcm-2. Hasil penelitian menunjukkan
terdapat current density MEA yang tinggi dan rendah.
Pembentukan porositas dalam lapisan tipis elektrode
menggunakan bahan pembantu untuk memperbaiki porositas
pemindahan massa telah dilakukan dengan cara semburan
panas menggunakan Nafion ke atas permukaan GDL [107].
Porositas tanpa bahan pembentuk poros adalah 35% tetapi,
apabila ditambahkan pada tinta katalis ammonium karbonat
dan ammonium oksalat, didapat porositas meningkatkan
menjadi 42 sehingga 48%. Sementara itu, penambahan
lithium karbonat akan menghasilkan porositas sehingga 65%
tetapi, pengaruh terhadap perubahan kinerja diabaikan
apabila menggunakan oksigen. Peningkatan kinerja PEMFC
akan lebih bermakna apabila bahan oksida udara digunakan.
Jika pembentuk poros yang digunakan adalah tinta
mengandungi 44% berat kalsium karbonat akan
meningkatkan pemindahan massa dan efisiensi [3] [60].
Kandungan bahan pembentuk poros kalsium karbonat yang
optimum adalah 33% berat dan jika penambahan etilen glikol
sebagai pembentuk poros lebih kecil dari 60% berat.
Apabila digunakan pada hasil penelitian penelitian
trandline option type linear, maka keupayaan 0,6 sampai 0, 7
volt, kecurungan current density. Sangat nampak pengaruh
porositas pada current density, tetai parameter porositas tidak
menjamin penghasilan current density yang tinggi. Ini
berarti, penelitian juga melihat pengaruh diameter poros dan
keluasan permukaan aktif.

Metode Porositas
1 tanpa bahan pembentuk poros 35%
2 ammonium karbonat dan 42 - 48%.
ammonium oksalat
3 penambahan lithium karbonat 65%
4 kalsium karbonat (33% -
44%W)
5 penambahan etilen
glikol(<60%w)
Teknik
teknik golekan Pt/C (20%) dan 40%
Nafion® 10% serta membran
Nafion® 117,
0.4 mgcm-2

2 mgcm-2 45 %
Untuk perbandingan nafion 45%
dan katalis 2:5, porositas
diperolehi
Brush dengan menggunakan 38%
Nafion® 117, porositas yang
diperolehi adalah sekitar
membran yang berbeda 50
metode Brush 38
metode fisikal 40
pengikat PTFE
0.25 mgcm-2 Teknik semburan 45
dan diikuti dengan
vakum
Pt/C dan nafion ionomer 46%.
sebagai pengikat. Pada density
0.4 mgcm-2, porositasnya
adalah
metode pemercitan Platinum 50%
digunakan (kandungan
platinum rendah) didapati
porositas 50%
0.4 mgcm-2, 46
pengikat PTFE, larutan 55%
®
Nafion 5% dalam 15-20% air,
porositas diperolehi
DIAMETER POROS

Pada tahun 1990, David et al. [83] mengukur


diameter poros lapisan elektrode dengan menggunakan
metode BET 3 nm. Dengan menggunakan bahan pengikat
katalis yang berbeda dan menggunakan metode brush ukuran
poros diukur pada 5 nm. Pada density platinum 4 mgcm-2,
ukuran poros elektrode yang diperolehi adalah 7 nm. Pada
tahun 2002, dengan density 0.25 mgcm-2, Von Spakovsky et
al. [126] telah menemukan ukuran diameter poros pada
2nm. Perbedaan ini juga terdapat pada pengukuran ukuran
keluasan permukaan katalis dalam elektrode seperti yang
dilakukan peneliti berikut.

Gambar 7. Hubungan current density dengan diameter poros

PEMFC development based on Mapping and Experiment


surface area active and membrane
Keluasan Permukaan teraktiv

Pada tahun 1999, Eisman et al. [123] melakukan


pengukuran permukaan katalis pada 125 m2g-1. Dengan
menggunakan alat yang berbeda, Starz et al [124] telah
menemui permukaan katalis pada 150 m2g-1. Apabila
digunakan formulasi pengikat dan metode yang berbeda
pula, nilainya menjadi 300 m2g-1 [126]. Kemudian
Pembuatan tinta yang berbeda dan diperolehi nilai ukuran
pada 150 m2g-1. Gambar 2.10 menunjukkan kisaran diameter
poros dan keluasan permukaan aktif daripada para peneliti
masing-masing adalah 10 hingga 50 nm dan 100 sehingga
300 m2g-1.

Gambar 7. Hubungan current density dengan surface


area aktive

Current density sangat dipengaruhi oleh porosan dan


keluasan permukaan aktif. Namun begitu, peningkatan
current density lebih dipengaruhi oleh keluasan permukaan
aktif. Oleh itu, kajian penelitian yang dilakukan juga
terkonsentrasi pada fenomena ini.

Prestasi PEMFC

Metode PENGENDAPAN ELEKTRODE, ini Pt di


endapkan ke dalam substrat karbon daripada kertas karbon
poros hidrofobik dengan dispersi partikel karbon dan PTFE.
Nafion® juga ditambahkan di sisi substrat karbon yang akan
dilapiskan pada katalis dan kandungan Nafion® sebesar 1.5
mgcm-2 [78]. [43]. Metode ini mampu menghasilkan
elektrode ditandai kandungan Pt 0.05 mgcm-2. Pada tahun-
tahun berikutnya, penelitian tambahan mengenai
elektroendapan Pt pada permukaan substrat poros telah
dilakukan oleh Verbrug [121]. Perbedaan antara
penelitiannya dengan yang telah diciptakan sebelumnya ialah
penggunaan asid sulfat yang lebih banyak oleh Vilambi [78].
Selain itu juga, kajian Verbrug telah menggunakan luas yang
diperoleh dari saluran pengendapan Pt terpilih secara
elektroendapan melalui membran dan masuk ke dalam
perbatasan membran-elektrode [78].

Metode pengendapan vakum umumnya adalah untuk


membuat lapisan katalis dengan cara pengendapan uap
panas. Lapisan katalis yang sangat tipis dilakukan pada
permukaan substrat GDL atau membran dengan pemercitan
[80]. Keberkesanan metode ini, sangat bergantung kepada
ukuran partikel katalis dan jenis substrat yang digunakan [31,
81].
Lapisan katalis yang dinilai atau komposit
berhubungan dengan variasi lapisan katalis yang dihasilkan
dalam metode pengendapan bertingkat. Salah satu bentuknya
ialah lapisan katalis dengan ikatan PTFE atau elektrode
lapisan tipis dengan penambahan Pt pada permukaan
membran atau elektrode melalui alat spray. Tujuan metode
ini ialah untuk menurunkan ketebalan lapisan katalis dan
meningkatkan konsentrasi katalis pada perbatasan antara
elektrode dengan polimer membran elektrolit.
Menurunkan ketebalan katalis adalah penting pada
lapisan katalis dengan ikatan PTFE ditambah Nafion® yang
terbatas pada 10 µ [97, 98]. Katalis melebihi 10 µ tidak dapat
dicapai oleh proton dan menjadi tidak aktif. Kinerja terbaik
adalah pada nisbah Nafion®-karbon 1:1. Keadaan yang
diperoleh adalah dengan menggunakan elektrode biasa jika
diulang dengan ketebalan 4 x 5 nm. Kandungan elektrode
0.043 mgcm-2 sedangkan tingkat kandungan Pt 0.4 mgcm-2
menjadi nyata meningkat 10 kali lipat.
Untuk kajian penelitian SBA, Berbagai metode dan
teknologi telah dilakukan untuk memperolehi kinerja MEA
yang tinggi [41, 122]. Kajian terkini yaitu penelitian pada
tahun 1999 sehingga 2004................ berkenaan kinerja MEA
ditunjukkan pada Gambar 4. Daripada 71 penelitian yang
telah dilakukan, kisaran current density MEA adalah sekitar
50 hingga 250 mAcm-2, sementara nilai voltan adalah pada
nilai 0.5 hingga 0.73 volt. Setiap peneliti menggunakan teori
yang berbeda untuk memperolehi kinerja MEA ini. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat peneliti yang
memperoleh kinerja MEA yang tinggi dan rendah bergantung
kepada metode yang telah digunakan. Apabila suatu garis
regreasi linear dilakukan, kinerja penelitian tersebut semakin
meningkat dengan nilai awal voltan adalah 0.5 dan current
density pada 140 mAcm-2. Kinerja penelitian dapat
dipertimbangkan sebagai MEA SBA sekiranya melebihi
nilai-nilai ini.

Membran
Kinerja yang tinggi diperoleh dengan fuel cell melalui
yang dimiliki oleh Stab et al. (2001). Kinerja ini berlawanan
dengan Vilambi (1992) yang menggunakan membran dengan
ketebalan sekitar 10μ untuk substrat karbon dengan
ketebalan 75μ. Sepanjang proses pembuatan elektrokatalis,
larutan elektrolit melalui membran dan mengendap ketika
bertemu dengan karbon penghantar listrik. Proses
pengendapkan elektrokatalis terjadi ada aliran proton dan
elektron secara serentak. Dengan metode ini mereka mampu
menghasilkan muatan Pt yang rendah. Hasil kerapatan energi
yang diperoleh dengan muatan Pt 4 mgcm -2 adalah 158
mWcm-2 pada kerapatan arus 200 macm-2. Dalam PEM Fuel
Cell, membran elektrolit polimer padat tipis gunanya
menghambat aliran gas antara kedua elektroda dan
transportasi proton. Transfer Proton dalam elektrolit polimer
padat ada dua mekanisme utama yaitu proton masih
dilindungi oleh densitas elektron, sehingga efek keberadaan
proton tidak nyata. Kasus yang paling umum, proton migrasi
membutuhkan dinamika translasi spesies yang lebih besar.
BAB 3. KINERJA TEKNOLOGI PEM FUEL CELL

3.1. Kinetik PEM Fuel Cell


3.1.1. Model Agglomerat
3.1.2. Model Butler-Volmer
3.1.3. Model Tafel
3.4.1. Tahanan Ohmi
3.4.2. Tahanan Mass Transfer
3.2. Permeabiliti air dalam MEA
3.3. Kontribusi Teknik Sparay untuk pembuatan MEA
3.4. The Manufacture Electrode Properties on the
Hydrogen Reaction Kinetic in PMFC

3.1. Persamaan Kinetik PEMFC

Grafis 1. menunjukkan kinerja fuel cell secara


teoritis. Ada tiga daerah polarisasi yang menyatakan kinerja
fuel cell yaitu daerah reaksi kimia, daerah ohmik dan
perpindahan massa.
1. 23 Volt Teoritikal Voltan
1.16 Volt

Voltan (V)
Reaksi Kimia

ohmik
Volt
perpindahan massa

Arus (mAcm-2)
Gafik 1. Kinerja ideal fuel cell

Kinerja yang ditunjukkan grafik 1 dapat dicapai


dengan menggunakan logam elektrokatalis yang murni dan
menggunakan bahan bakar H2 (David 2004). Secara tioritis,
tegangan maksimum yang mungkin diperoleh pada tekanan 1
atm dan suhu 287oK adalah 1.23 Volt. Untuk pengoperasian
menggunakan udara dan kelembaban tertentu dapat
menghasilkan tegangan fuel cell sekitar 1.16 volt untuk
sirkuit terbuka (Hubert dkk. 2004).
Secara aktual, pengoperasian fuel cell yang stabil
hanya mungkin mencapai 0.6-0.7 Volt (Hubert 2003). Ini
berarti efisiensi aktual fuel cell yang dapat diperoleh dari
penggunaan hidrogen maksimum 60% sedangkan 40%
berubah menjadi panas. Perilaku fuel cell tersebut
menunjukkan bahwa semakin tinggi kerapatan arus fuel cell
(mAcm-2), tegangan (voltase) fuel cell semakin rendah,
semakin tinggi suhu (T) akan menghasilkan konduktivitas
(Scm-1) yang semakin tinggi (Raimundo & Ticianelli 2002 ).
Pada penelitian para peneliti menemukan kinerja fuel cell
sangat tergantung pada Nafion® yang digunakan yaitu
semakin berat Nafion®, maka akan semakin kecil
konduktivitinya. Selain itu, perilaku fuel cell menunjukkan
semakin tinggi kerapatan arus listrik akan diikuti dengan
tegangan (voltase) sel turun. Para peneliti juga menemukan
bahwa efisiensi fuel cell sangat tergantung pada jenis dan
ketebalan membran. Umumnya, parameter operasi fuel cell
meliputi difusi oksigen dalam lapisan diffusi gas, difusi
hidrogen dalam lapisan diffusi gas, difusi oksigen pada
lapisan aktif reaksi kimia dan, nisba mol nitrogen-oksigen,
tekanan udara dan bahan bakar yang masuk serta nisba
stoikiometri aliran oksigen, nisba stoikiometri aliran
hidrogen, kelembaban relatif udara / bahan masuk (anoda
dan katoda), dan juga konsentrasi gas keseluruhan di bagian
anode maupun katode (Uang et al. 2003). Untuk memperoleh
diffusi gas yang tinggi, perlu dilakukan suatu desain lapisan
yang pori porinya tertentu. Bentuk skematik pori lapisan
seperti gambar 14.
Pt Binder-Pt-Karbon-
Nafion
pori

H2 Karbon
In put
H+
Out put

Gambar 14. Skematik pori pori lapisan Fuel cell

Pada Gambar 14 mekanisme aliran bahan bakar H2 pada


pori pori di bagian anode. Sementara itu, fungsi membran
adalah untuk memisahkan bahan bakar dan pengirim ion
hidrogen dari anode ke bagian katode seperti ditunjukkan
gambar 15. Di bagian anode, terjadi reaksi oksidasi H2
endotermik untuk menghasilkan H+ dan elektron, sedangkan
di bagian katode, terjadi reaksi oksigen eksotermik dan
menghasilkan H2O. Reaksi tersebut dijelaskan sebagai
berikut (Athur 2000, Levenspiel 1999, Liu et al. 2004, Zhou.
& Liu 2001):
di anode :

H2  2H+ + 2e – Panas (1)


di katode :
2 H + +2 e + 1/2 O2  H2O + panas
(2)
Reaksi keseluruhan :

H2 + 1/2 O2  H2O (3)


Dalam tahap penelitian fuel cell, karbon dari MEA menyerap
H2. Pada Anode, bereaksi dengan Pt menghasilkan 2H+ dan
2e. Elektron ini melalui hole dari karbon (semikonduktor), Pt
dan wayer (circuit external). H + melalui channel dari pori
karbon menuju membran untuk bereaksi dengan O2 pada
katode.

Membran

Anode (diffusion
layer, katalisator
dan konduktor Katode (diffusion
layer, katalisator
dan konduktor)

Anode Katode menghasilkan


Membran 2H+
+
H2  2H + 2e – mengalirkan +2 e + 1/2 O2  H2O
Panas H+ + panas

Gambar 15. Ideal bentuk lapisan MEA

Jumlah elektron yang bisa menjadi listrik dari MEA


tergantung pada konfigurasi lapisan lapisan tersebut.
Konfigurasi lapisan MEA akan berubah dengan perubahan
variabel fabrikasi yang disebut MEA Differensial.
Pada Anode dan katode memiliki channel dari pori
yang bertindak sebagai diffuser, katalis dan konduktor.
 .A
Semakin tebal katalis maka kapasitansi ( C  ) akan
d
meningkat tetapi untuk pori yang semakin merata akan
menghasilkan luas Pt per gram Pt-Karbon (katalis) akan
semakin besar atau gram Pt per luas dari katalis semakin
kecil sehingga densiti arus semakin besar dan kebutuhan dari
Pt semakin kecil. Dengan desain ini, setiap gram Pt dapat
memperoleh energi listrik yang bisa lebih tinggi
dibandingkan dengan yang lain.
Untuk memperoleh peningkatan luas permukaan gram Pt
per satu centimeter kuadrat akan digunakan konsep berikut
ini:
 Meningkatkan dispersion katalis Pt dengan menggunakan
karbon karena karbon Vulkan memiliki energy adsorption
tinggi (Do and Wang, 1998)
 Menggunakan karbon yang mampu mengadsorpsi acid
dye yang mengandung metal (less than 44 micron
opening size 325 mesh) (Tsai, 2001) dan ukuran pori
karbon aktif yang dimodifikasi dengan polimer sehingga
memiliki sifat karbon molekuler sieve (Moreira at al.,
2001), dengan seperti ini, jika menggunakan karbon
dapat mengadsorbsi larutan Pt
 Pori karbon aktif memiliki mikropori (<2 nm diameter),
mesopore (5-50 nm diameter) dan makropore (> 50 nm
diameter) atau memiliki spesifik area 200 - 1200 m 2/g
(Ruthven, 1997) sedangkan diameter physical H2 sama
dengan 3,464 Ao , H+ sama dengan 2,684 (Michaelides,
1998) dan diameter Pt 10Ao dan Ru 8,3 Ao (Yarwood,
1976). Benda ini bisa masuk dalam pori karbon untuk
meningkatkan surface area.
 Mengatur pori dengan pemanasan atau pengeringan MEA
sehingga memperoleh pori karbon rata-rata yaitu
mikropore, mesopore dan makropore. Dengan konsep
tersebut, permeability pada MEA akan lebih besar lagi.
Artinya masih dapat mengurangi konsentrasi mg Pt / cm2
dan jua dapat meningkatkan densiti arus

Dalam beberapa penelitian untuk meningkatkan


densiti arus listrik dari MEA, digunakan berbagai metode
diantaranya cara Koting katalis pada permukaan PEM
dengan alat Pres pada permukaan plat panas. Secara umum
bahan yang digunakan Pt-karbon dan Nafion sedangkan
Leeson et al. (1999) menggunakan polymer copolymer
tetrafluoroethylene dan sulfonated poly (arylene ether
sulfonea) dengan ketebalan koting 150 mikrometer.
Schehulze (1999) menggunakan PEFC dengan metode
rolling. Caranya katalis dibebani atau ditutupi dengan carbon
black dan bahan aditif memperluas bidang kontak.
Shahinpoor (2001) menggunakan ion polymer-metal
composit dengan metode proses kimia. Dalam penelitian ini,
melakukan komposit katalis pada membran. Persoalan yang
sering timbul adalah lappisan Pt rusak karena partikel Pt
memiliki ukuran 40 sampai 60 nm. Selain itu, masih ada cara
lain antaranya Sprai ultrasupersonik, galvanik dan plasma
Dalam penelitian ini digunakan metode semprot yang
dikombinasikan dengan process serapan, tekanan dan
pengeringan. Fokus Proses-proses pada cara cara diatas
meliputi berikut.

a. Proses serapan Platinum pada karbon, bertindak untuk


menghasilkan sebaran Pt, ukuran, distribusi Pt dari
penopang karbon (Pt-Karbon)
b. Proses Semburan bertindak untuk menghasilkan struktur
MEA yang memiliki tebal tertentu
c. Proses Tekanan bertindak untuk mencegah
'wellventilated area' dan menghasilkan katalis Pt
(composite Pt) pada permukaan membran serta
meningkatkan sifat mekanik dari MEA
d. Proses keringan bertindak untuk menghasilkan pori
'micropore, mesopore dan macropore' yang rata-rata pada
MEA

Secara teori, ada tiga faktor perpindahan massa yang


mempengaruhi reaksi yaitu perpindahan massa dalam pori
anode, perpindahan proton dalam membran dan perpindahan
massa dalam pori katode (Atilla 2005, Schmidt et al. 2002,
Sui et al. 1999). Apabila faktor keporian lapisan dan
membran tersebut tidak sesuai akan ditemukan kecepatan
reaksi rendah dan mengakibatkan kinerja MEA menjadi
rendah (Tien et al. 2003). Faktor ini juga akan
mempengaruhi kelembaban hidrogen dan udara yang
diperlukan reaksi agar tidak terjadi hidrasi (Koji et al. 2003,
You 2002, Yan et al. 2004). Sebaliknya apabila faktor-faktor
tersebut dipenuhi air yang dihasilkan pada katode ditemukan
tidak akan mempengaruhi pada kinerja MEA yaitu tidak
terjadi penyumbatan pori pori atau pori-pori atau rongga
rongga pada elektroda (Djilali 2002, Janssen et al. 2001,
Nam et al. 2003, Xin et al. 2003). Selain itu, porositas
porositas akan memberi manfaat terhadap keseragaman
kecepatan aliran gas, aliran kondisi mantap mudah dicapai,
suhu seragam dapat dicapai dan campuran H2 dan H2O akan
mendekati kondisi bagus (Ge 2003, Tony et al. 2001).
Berdasarkan desain lapisan membran electrode Assambly
(MEA), banyak peneliti menganggap bahwa kondisi ini akan
tercapai apabila model elektrode menurut poros media yang
homogen (Gurau et al. 2000, Jeferson et al. 2000, Jen et al.
2003, Marr et al. 1999, Mirzazadeh et al. 2004, Zhou et al.
2001). Dengan pertimbangan tersebut, keberadaan gas dan
uap air akan lebih seragam dan merata (Amphlett et al. 1995,
Tony et al. 2001). Fase gas yang terlarut akan mengikuti
hukum Darcy (Grujicic et al. 2003, Johnson 2001, Pathapati
et al. 2005). Pada kondisi ini, kondisi batas untuk kerapatan
arus listrik antarmuka anode dan membran adalah sama
(Bétournay et al. 2004, Grujicic et al. 2003).

3.1.1. Model Agglomerat

Untuk menentukan model matematika kinerja MEA


pada gambar 15 ada berbagai cara salah satunya Elemen
volume lapisan elektroda yang disebut model agglomerate.
Dalam model ini memperhitungkan partikel karbon, partikel
elektrokatalis seperti gambar 16(b). Dalam model ini
dinyatakan perpindahan massa satu fase dan aliran ditinjau
dua dimensi dengan kondisi mantap. Beberapa hal yang
harus diperhatikan pada penggunaan model perpindahan
massa ini, diameter pori dan porositas GDL dalam lapisan
jauh lebih tinggi dari porositas elektrokatalist (E). tidak dua
fase aliran. Campuran gas H2 + H2O pada GDLEA dan O2 +
N2 dalam GDLEK mengikuti keadaan gas ideal. EA dan EK
diasumsikan sebagai media homogen yang memiliki
porositas seragam. Pada pori ada fase gas yang dialirkan
secara kontinu. Reaksi kimia pada lapisan E dianggap
berbentuk bola. Gambar 16(b) menunjukkan model
- i
agglomerat eyang mengandung partikel karbon e- sebagai
penyanggah elektrokatalis dari platinum (Pt) nanopartikel
dan lapisan tipis polimer elektrolit.
BP BP

Anod M Katod

e-

e- H+
O2
H2

H2 H+ +e- O2 + 4H+ + 4 e- 2H2O


a

b 1

4 3
2

5
e
H

Gambar 16. Elemen Volume Elektroda: (a) Perpindahan


massa, (b) Model agglomerat, (1) Partikel karbon, (2)
membran elektrolit polimer, (3) partikel elektrokatalis,
(4) tetesan air, (5) aliran fase gas

Pada model ini rintangan terhadap aliran gas sangat


berpengaruh pada lapisan E(electrode). Secara rinci
permodelan dalam gambar 16 dipengaruhi tiga hal yaitu pori
GDLEA, membran elektrolit polimer dan pori GDLEK. Pada
permukaan GDLEA (anoda)/membran dan membran/
GDLEK (katoda), ketebalan elektrokatalisnya cukup tipis
sehingga diabaikan. Pada sisi kiri GDLEA dan sisi kanan
GDELK (katoda) diasumsikan seluruh luas permukaan
menjadi kolektor arus listrik. Kelembaban H2 tetap dan
penekanan gas dilakukan pada pengumpananya. Udara
kering pada konsentrasi tetap dan penekanan dilakukan pada
pengumpanannya. Tetesan air yang terjadi pada GDLEA dan
poripori GDLEK diasumsikan kecil. Selain itu, kondisi batas
untuk kerapatan arus listrik di antarmuka Elektrode(E) pada
GDLEA dengan membran diasumsikan normal dan sama
pada E pada GDLEK. Kondisi pengoperasian MEA
ditetapkan pada suhu dan tekanan tertentu. Dengan seluruh
anggapan di atas, kerapatan arus listrik pada lapisan GDLEA
di definisikan sebagai persamaan berikut (Grujicic 2003).

Bagian anode:

ia   K1 (CH 2  C Href2 exp( K 2 (s )))(1  K 3 coth K 3 ) ....


(4)

dengan K1, K2 dan K3 dinyatakan dengan persamaan berikut


6 l (1   ) FDH 2
K1 
( 0 .5 d p ) 2
.............. (5)
2F
K2 
RT
.................................................(6)
io , a S a
K 3  0.5.d p
2 FC Href2 D H 2
..........................................................(7)
 s = Potential at the anode current collector,Volt
 l = tebal electrode,m
 = porositas
d p =diameter partikel,m
Sa= Potential at the anode current collector, m2/m3
D = Diffusi gas inside the electrode’s pores, m2/det
K1, K2 dan K3 adalah tetapan yang menjelaskan struktur
lapisan MEA pada Fuel cell. CH2 adalah konsentrasi H2 yang
akan diubah menjadi tenaga listrik dengan cara oksidasi
kimia dan  adalah keupayaan anoda. Pada model, tetapan
Faraday (F), 96,487 Asmol-1, tetapan gas, (R) 8.314 J mol-1 K-
1
, suhu (T) 353 K, tekanan atmosfera (po)1.013 x 105 Pa.
Berikutnya tetapan K4, K5 dan K6 merupakan tetapan yang
menjelaskan struktur lapisan MEA pada fuel cell CO2 adalah
konsentrasi O2 yang akan diubah menjadi tenaga listrik secara
penurunan kimia dan  adalah potensial katod (Grujicic 2004).
Nilai densitas arus pada bagian katoda (GDEK) adalah merujuk
kepada persamaan (3.5) sampai (3.8). K1, K2 dan K3 adalah
pengaturan yang menjelaskan struktur lapisan MEA pada Sel
Bahan Api. CH2 adalah konsentrasi H2 yang akan diubah
menjadi energi listrik dengan oksidasi kimia pada anoda.

Bagian Katode:

ic  K 4 C O 2 (1  ( K 5 exp( K 6 ( ))1 / 2 ) x coth( K 5 exp( K 6 ( )))1 / 2


...................................................................(8)
dengan K4, K5 dan K5 dinyatakan sebagai
12 1 (1   ) FDO 2
K4 
0.5d p
..........................(9)
i0,c S c (0.5d p ) 2
K5 
4 FC oref2 DO 2
....................................................(10)
0.5 F
K6 
RT
............................(11)

K4, K5 dan K6 merupakan tetapan yang menjelaskan


struktur lapisan MEA pada sel bahan bakar. CO2 adalah
konsentrasi O2 yang akan diubah menjadi energi listrik
secara penurunan kimia dan adalah potensial katoda
(Grujicic 2003). C H 2,O 2 merupakan konsentrasin molar
ref
hidrogen/ oksigen pada elektrolit(mol m -3), C H 2 ,O 2 konsentrasi
molar hidrogen/ oksigen di bagian rujukan (mol m -3),  ,
potential at the anode current collector (V).
 l , ketebalan lapisan aktif pada elektroda (m),
 , rongga kering pada elektrod (porositas),
F tetapan Faraday (A.s mol-1),
DO 2 , diffusi serapan untuk kelarutan gas pada elektrolit (m 2s-1),
dp , diameter pori (m),
io , pertukaran kerapatan arus listrik (A.m -2), dan simbol S c
luasan permukaan spesifik pada elektrod (m 2 m-3). dengan
merupakan konsentrasin molar hidrogen / oksigen pada
elektrolit (mol m-3), konsentrasi molar hidrogen / oksigen di
bagian referensi (mol m-3), kemampuan (V),, ketebalan
lapisan aktif pada elektroda (m),, rongga kering pada
elektroda, pengaturan Faraday (As mol-1), diffusi serapan
untuk kelarutan gas pada elektrolit (m2s-1), diameter pori (m),
pertukaran kerapatan arus listrik (Am-2), dan simbol luasan
permukaan spesifik pada elektroda (m2m-3).

3.1.2. Model Butler-Volmer

Dalam pemodelan matematika, kondisi kerapatan


arus yang terjadi akibat reaksi kimia dapat merujuk
persamaan Butler-Volmer (Ruy et al. 2005, Marr et al.1999,
Bernardi et al. 1991, 1992). Persamaan ini merupakan
kerapatan arus listrik, (A.m-2) yang dapat dihubungkan
dengan luas permukaan per volume elektoda, Sa (m 2m-3) dan
juga konsentrasi bahan reaktan reaksi kimia menjadi
kerapatan arus listrik, yang diukur dalam unit (Am -3).
Ketebalan lapisan elektrokatalis (m) ini menjadi suatu faktor
penting dalam pemodelan matematika. Ini karena suatu
anggapan dilakukan bahwa reaksi elektrokimia terjadi
sepenuhnya pada lapisan ini untuk menghasilkan arus listrik
atau lebih dikenal dengan nama kerapatan arus, i (Acm-2).
Oleh karenanya, kerapatan arus listrik dapat diperoleh di
kedua bagian yaitu,

Bagian anode:
1
 CH 2  2  aF    F 
ia  l ( S i ref
a 0,a   exp    exp  c   )
C
 H 2,ref    RT   RT 
........................................................................................ (12)

di bagian anoda (persamaan 3.9), dan di bagian katod seperti


persamaan (3.10).
 C    a F    F 
ic  l ( S a i0ref,c  O 2  exp    exp  c   )
 CO 2,ref    RT   RT 
(3.10)
.....................................................................................(13)

dengan S a i0ref adalah kerapatan arus pada luas permukaan


per volume elektroda (Am-3),
konsentrasi molar rujukan, C ref (molm-3),
koefisien pemindahan gas,  ,
tetapan gas, R (kPam3kg-1mol-1K-1),
suhu operasi,
T (K) dan keupayaan sel,  (V).

3.1.3. Model Tafel

Tegangan fuel cell sering dinyatakan dengan


persamaan semi empiris. Persamaan ini telah teruji pada
berbagai lapisan elektroda dan berbagai jenis membran.
Persamaan ini dikenal sebagai persamaan Tafel (Ruy et al.
2005, Pathapati et al. 2005, Prasanna et al. 2004, Gregor et
al. 2003, Pisani et al. 2002, Rowe et al. 2001, Kim et al.
1995).
Persamaan Tafel ini banyak digunakan untuk
menyatakan kecepatan reaksi pada MEA (Argyropoulos et al.
2003). Persamaan ini yang menggunakan membran Nafion
115 dalam MEA yang digunakan (Chunsheng et al. 2003,
Klaus et al. 2003.).
.
i
V  E r  b log  iR  C1 ln(1  C 2 i )
io
....(14)
Model ini sangat dipengaruhi oleh struktur GDL
selama transportasi air terjadi. Ketika air menghampiri
kebanjiran, maka model ini menjadi tidak sesuai lagi. Siroma
et al. (2003) dan Soler et al. (2003) telah menyederhanakan
model untuk menjelaskan transportasi air dalam MEA
dengan menggunakan gas H2 dan O2 sebagai bahan bakar.
Pada suhu rendah ditemukan ada penyerapan balik dari
transportasi air (Sun et al. 1996). Pendekatan persamaan
semi empiris yang sesuai dengan menggunakan Nafion 112
and 115 adalah
i i
V  E r  b log  b log(1  )  iR
io io
........................................... (15)

Untuk Nafion 117 penyerapan O2 sangat berpengaruh


dalam hal ini persamaan berikut adalah lebih sesuai (Baschuk
2000, Bétournay 2004) .

i
V  E r  b log  iR ............
io
.................................................................. (16)
dengan b sebagai
RT
b
2F
................. (17)

RT
b [81]
nF
V is the potential from experimental observation. Er is the
reversible potential for the stack, b and io are Tafel slope and
exchange current density, respectively. Er the effort to reverse
Cell is found in the open circuit. This is called Nerst
equation[82][83]. adalah performance trendline V
loss pada activation reaksi yang menghasilkan electron dan
melakukan polarization. merupakan V loss
concentration polarization pada perpindahan massa. n adalah
number of transfer electrons, transfer coefficient for
reaction [84], F adalah Faraday constant , 96 487
C/equiv[85], io merupakan the current density of the turning
effort. i adalah the density of the current after an attempt to
reverse. io merupakan kerapatan arus pada tegangan berbalik,
sedangkan i merupakan kerapatan arus setelah terjadi
tegangan berbalik. b adalah kecendurungan kerapatan arus
karena activasi reaksi kimia. α adalah koefisien transfer gas
yang dipengaruhi oleh reaksi dan bentuk elektroda. Secara
teori nilai α di antara 0 sampai 1,0 . Khusus untuk PEM fuel
cell yang menggunakan gas H2, nilai α secara teori adalah
0,5. dan nilai b adalah di antara 65 sampai 70 mV. R
merupakan hambatan listrik di dalam fuel cell. Hambatan
dalam fuel cell tergantung pada desain lapisan MEA. C1 dan
C2 konstanta transfer massa
Dalam pengamatan activation V loss, ohmic V loss dan
concentration loss sebagai fungsi waktu telah dilaporkan
pada Fuel cell steady state model pada applikasi [83]. Dalam
observasi, long-term activation loss ada yang increasing loss
terhadap waktu. Demikian juga untuk ohmic loss dan
concentration loss. Dalam penelitian the voltage degradation
rate is obtained by differentiating with t.
Dalam paper ini degradation rate secara keseluruahn dilihat
dari fungsi V= f(i,t) dengan metode derajad akurasi minimal
pada perubahan total yaitu
………… (2)

………… (2)

dalam observasi PEMFC differentiating with t telah


dilaporkan sehingga dalam paper ini focus pada dV/di.
Berdasarkan persamaan 1 dan 2 perubahan sebagai berikut:

Jika gas H2 disebut sebagai '' isochoric'' (yaitu, massa


menempati volume yang konstan dan merata), walaupun
agak lebih ketat istilah '' tidak '' biasanya digunakan untuk
properti (gas biasanya dianggap tidak atau gas isochoric
dalam lapisan). Jika number of transfer electrons(n) dan
transfer coefficien juga konstan, variabel hanya V dan i.
Persamaan we divide through by then take the limit
perubahan tegangan terhadap arus as the slice shrinks to zero
(  0), the result is

Jika C4 = C1C2 adalah nilai tetapan parameter pada


pengaruh consentration polarisasi of gas transport Loss
maka Persamaan 2 menunjukkan perubahan karakter
performa PEMFC.
Jika

C5= =C3C2-C1C2=C2(C3-C1)

……. (3)

Persamaan 2 menunjukkan fungsi rasional sederhana. Jika


C2i mendekati nilai 1, perubahan nilai dv/di mendekati
minus tidak terhingga. Ini menunjukkan V vs i memiliki
asimtut vertical seperti ditunjukkan Fig.1(d) yang merupakan
persamaan dasar perubahan karakter PEMFC. Persamaan ini
menyatakan bahwa setiap titik dalam PEMFC diberikan
tegangan akan berkurang sebagai elevasi current density (i)
meningkat, pada tingkat lokal yang setara dengan produk
dari kepadatan arus dalam PEMFC dan percepatan parameter
pada saat itu. Persamaan ini berlaku di allpoints dalam
PEMFC. Kita sekarang akan menunjukkan bagaimana
persamaan dapat diterapkan untuk berbagai situasi khusus.
Pada keadaan yang ekstrim perubahan current dalam fuel
cell misalkan nilai x .
…………………… (4)

I’ adalah titik awal menuju fungsi asimtut vertical seperti


ditunjukkan Fig.2(e) . Jika nilai I pada persamaan (4) di
subsitusi ke persamaan (1 ) akan didapat kisaran titik
perubahan (V,I’) dimana kualitas internal PEMFC menurun
selama pengujian. Sedangkan sumbu asimtut pada nilai x
seperti ditunjukkan Fig 1(d) yang digunakan untuk
menyatakan degradasi PEMFC. Menurut Weber dan
Newman 2009 keadaan karakteristik PEM fuel cell dapat
dinyatakan dengan rumus[86] :

V = Er - b log(i) – Ri - m exp(ni)….(5)

Dimana m and n are fitting parameters.polarisasi.


Meskipun persamaan di atas menghasilkan voltage yang
sesuai dengan data, namun transportasi massa perlu
diperhitungkan dalam persamaan. Tinjauan yang lain
adalah memperhitungkan transportasi massa lebih rinci
dalam persamaan semi empiris, seperti persamaan
berikut [87]:

V = U- b log(i) – Ri + b log(1 - )….. (6)


U adalah potential intercept untuk persamaan polarisasi
sedangkan i adalah kepadatan arus setelah terjadi upaya
berbalik dan b adalah nilai gradien kepadatan arus. Nilai
adalah batas kerapatan arus maksimum. Untuk
menentukan perubahan tegangan terhadap current
density, persamaan we divide through by then take the
limit perubahan tegangan terhadap arus as the slice shrinks to
zero (  0), the result is

….. ……… (7)

Dari persamaan (7) dapat diketahui perubahan performa


PEMFC. Misalkan perubahan pada keadaan yang ekstrim
pada nilai x .
……(8)

Pada persamaan (8) menunjukkan letak perubahan current


density tergantung nilai x. Jika nilai i di subsitusi ke
persamaan (5) akan didapat kisaran titik perubahan (V,I’)
dimana kualitas internal PEMFC mulai dievaluasi.

3.1.4. Tahanan Ohmik

Rintangan listrik terletak di stak fuel cell, pada


tumpukan komponen lapisan fuel cell yaitu dalam substrat
elektroda dan dua lapisan katalis. Rintangan ionik terjadi
pada transportasi proton, yaitu di dalam membran dan di
dalam lapisan katalis. Secara elektronik, fuel cell dapat
dipandang sebagai sirkuit listrik yang ditunjukkan Gambar.
17. Dari gambar ini semakin tinggi aliran arus, maka terjadi
penurunan tegangan karena seluruh jumlah rintangan internal
di dalam fuel cell. Jumlah rintangan R, adalah kombinasi
rintangan elektronik dan ionik berbagai komponen fuel cell
yaitu, kerugian ohm yang terjadi selama transportasi elektron
dan ion (proton).

Gambar 17 Transient Potential pengukuran arus menggunakan


oscilloscope.

Interupsi mungkin teknik yang paling penting dalam analisis


kinerja rutin MEA. Teknik ini dapat digunakan seperti saklar
ditutup cepat untuk mengetahui kinerja fuel cell melalui
pengukuran, misalnya ingin menganalisis reaksi dalam fuel
cell seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 17 dalam
beberapa mikrodetik. Dengan kata lain, fuel cell tidak
melihat gangguan pada saat yang singkat. Kebutuhan untuk
mengganggu arus beberapa ratus ampere pada skala waktu
mikrodetik jelas membutuhkan pilihan sirkuit elektronik
(Buchi et al., 1995). Karena luas plat (A) elektroda fuel cell
dan MEA berbeda-beda tergantung pada desain fuel cell,
untuk membandingkan kinerja fuel cell biasanya
menggunakan densiti arus i, bukannya dengan arus, I,
dengan daerah rintangan spesifik (area specific resistances)
tertentu yaitu r=RA, bukan dengan rintangan, R.
Sebagai contoh, suatu MEA memiliki luasan aktif A1 = 200
cm2 . Melepaskan arus sebesar 200 A dengan densiti arus
sebesar 1,0 Acm-2. Jika tegangan sel 100 mV yang hilang
karena efek ohm (misalnya, diukur dengan interupsi sesaat),
seluruh komponen MEA memiliki rintangan R1=ΔER/I =100
mV/200 A= 0.5 mΩ. Jika Sel kedua hanya memiliki luas
aktif MEA A2=10 cm2. Dalam usaha memprediksi kehilangan
ohm dalam sel kecil, dengan rintangan r = R 1A1. r = 0,5 mΩ
• 200 cm2 = 100 mΩcm2 = 0,1 Ωcm2. Dalam sel kecil
berjalan pada 1,0 Acm-2 dengan menganggap operasi sama,
kerugian ohm ΔER = 0.1 Ωcm2 • 1,0 Acm-2 = 100 mV. tetapi
rintangan sel lebih besar

3.1.5. Tahanan Perpindahan massa

Cara mengoptimalkan lapisan lapisan pada MEA Fuel cell


sering dilakukan dengan mempresentasikan parameter
koefisien penyebaran, konduktivitas ionik, konstan
manajemen air. Khusus untuk penilaian koefisien parameter
penyebaran gas dalam GDL dan GDE sangat tergantung dari
porositas. Semakin tinggi nilai porositas, kinerja MEA
meningkat karena terjadi peningkatan transfer massa pada
struktur MEA (Nordlhund, 2001, Hsin-Sen Chu, (2003).
Berdasarkan model porositas, model yang sangat ideal untuk
fuel cell adalah makroporous (Sui , 1999) tetapi menurut
Lean, tipe mikroporous juga menghasilkan arus yang tinggi
(Lean, 2002). Secara umum penelitian penelitian ini
menunjukkan kinerja MEA tergantung keporous GDL.
Menurut Ruthven, (1997) penyebaran gas dalam GDL sangat
tergantung diameter dari porinya baik untuk model
mikroporous, mesoporous dan makroporous. Jika mass
transfer gas dalam GDL mengikuti keadaan ajek atau normal,
porositas  adalah cm3 volume kosong /cm3, kecepatan
volume gas dalam GDL n f adalah g gas/cm3 volume
kosong, ns adalah g gas /g GDL dan  s = g GDL /cm3
padatan. Maka konsentrasi gas dalam GDL (g GDL/cm3 )

n=  nf + (1-  )  s ns

Konsentrasi Gas jenuh dalam GDL dinyatakan dengan Kp


dalam cm3 volume kosong /g GDL sebagai berikut:

ns = K p . n f

Persamaan dinamika aliran melalui GDL porous pada ketebalan te


sebagai berikut:

D  2n n
v 0
  (1   ) K p s te 2
te

D dianggap Deff. adalah diffusifitas per satuan luas H2 atau O2

Deff 2n n
v  0 …….. 19
  (1   ) K p s t e 2
t e

1
Tahanan Perpindahan massa = ……..20
  (1   ) K p s

Metode Fabrikasi
Proses fabrikasi Membrane-Electrode-Assembly
(MEA) yang berlaku daripada ujikaji ini, sebenarnya ada 6
tahap proses iaitu (1) Adsorption daripada Pt pada karbon
bertindak bagi menghasilkan struktur pemangkin Pt-Karbon,
(2) Mixing bertindak bagi menghasilkan ‘dispersion
homogenous’ iaitu Binder-Pt-karbon daripada Polimer, ethyl
eter, air dan Pt-karbon untuk laminating Pt-Karbon pada
Membrane. (3) Spraying bertindak bagi menghasilkan
struktur MEA (Anode-Membran-Katode). (4) Pressing
bertindak bagi ‘setting’ mikrostruktur daripadaMEA dan
laminating electrode pada Membran. (5) Draying bertindak
bagi menghasilkan liang iaitu ‘micropore, mesopore and
micropore’ daripada mikrostruktur Anode-Membran-Katode.
(6) Timbalbalas membran dengan H2SO4 bagi ‘deionized
water’ sehingga memperolehi MEA aktif. Cirian
(characteristics) alatan yang akan dilakukan dalam ujikaji ini
hanya 4 tahap proses iaitu Adsorption, Sprayer, Pressing dan
Drayer . Semua proses fabrikasi yang berlaku merupakan
isipadu daripada sistim Sprayer
Kajian ini, memuat berbagai pernyatan yang berhubungan
dengan bahan untuk pembuatan lapisan-lapisan MEA yang
dikumpulkan dari berbagai artikel. Dalam pengembangan sel
bahan bakar yang paling banyak penemuan untuk
mengurangi biaya adalah ketebalan lapisan sel bahan bakar.
Konsep pengurangan ketebalan sel bahan bakar ini
merupakan satu masalah yang sedang berkembang sebab
ukuran sel bahan bakar adalah cukup besar untuk
memperoleh 200-300 volt. Untuk mengurangi ukuran,
berbagai penemuan teknologi pembuatan yang digunakan
membuat sel bahan bakar sejak tahun 2002. Para peneliti
cendurung memikirkan pengurangan ketebalan tersebut
melalui berbagai fenomena pemindahan massa dalam MEA.
Selain itu juga pengembangan kaedah kaedah semburan
untuk mencapainya. Semua penjelasan hasil ulasan-ulasan
ini akan dapat sebagai menjadi asas untuk membangun teori
penelitian dan pengembangan fuel cell yang akan dilakukan
pada masa yang akan datang.

Pengendapan dengan Brus


Berbagai metode yang digunakan untuk fabrikasi MEA.
Ada yang membuat MEA dengan,tinta katalis dengan cara
dispensikan Pt black catalyst (HiSpec 1000 from Johnson
Matthey Fuel Cells) didalam larutan alkohol dan Nafion.
Tinta katalis di koting pada lapisan serapan gas (GDL)
dengan 5mg cm−2 Pt pada katode dan 5mg cm−2 PtRu katalis
pada anode (Pt/Ru rasio = 1/1). Kedua lapisan ini dan
membran di hot-pressed untuk menghasilkan MEA (Kim,
et .all, 2006).
Pada penelitian yang lain MEA dibuat dari
elektrodekatalis yang disanggah dengan karbon (Johnson
Matthey Company) baik untuk bagian katode maupun untuk
anode. Elektrokatalis ini dilapiskan pada permukaan
membran misalnya Nafion 115 DuPont Company (Frey T,
2004). Kertas karbon yang memiliki sifat Hidropobik (EC-
TP1-060, Japen Toray Company) digunakan sebagai lapisan
serapan gas.untuk tinta katalis. Untuk membuat membentuk
pori pori digunakan isopropyl alcohol dan serbuk electro-
catalyst. Performa elektrokimia yang dihasilkan fuel cell
ditest dengan Fuel Cell Test System.

3.1.1. Pengendapan Sepray


Salah satu bentuk diagram alir pengembangan dengan
spray MEA adalah seperti ditunjukkan dalam gambar 7.
Pembuatan MEA dapat dilakukan melalui berbagai kaedah.
Prosedur pelapisan terbagi pada dua kaedah yaitu kaedah
pelapisan di atas permukaan GDL dan pelapisan di atas
permukaan membran. Dari segi alat proses, pemprosesan
lapisan MEA meliputi alat percampuran bahan, cara melapisi
dan juga pemasangan lapisan-lapisan MEA dan stacking sel
bahan bakar.

V1

2
10 11 5
4 14

1 3

V2 6
12 13
15

GDL/GDE/Membran
Kertas karbon/membran

7
8 9

Tangki alkohol Pengeringan


Serbuk Pt/C Penekanan panas
Tangki PTFE Penyimpanan
Desain Plat dwikutup
Gambar 7. Diagram alir pembuatan
Tangki pengadukan lapisan
Mesin CNCMEA
Tangki nitrogen Sel
pengendap/Vakum/sputtering/robot Desain Gasket
ik Seprai dll Mesin Cutter
Asembling dan uji
kebocoran
Alat Pengujian Prestasi
Untuk kaedah pengendapan dengan sprai umumnya
menggunakan nozel robotik untuk menyemburkan tinta pada
keadaan panas. Untuk memudahkan pengendalian
pembuatan lapisan-lapisan MEA, pada proses
pembikinannya semburan dilihat sebagai suatu alat
pembuatan MEA yang dilengkapi dengan pencampur, nozel
robotik dan mesin udara tekanan panas. Pada keadaan
pengoperasian, pencampur dan tekanan panas ditetapkan
sehingga variabel penelitian didapati pada nozel semburan ke
atas permukaan substrat. Oleh karena itu, variable pada
kaedah semburan adalah gerakan nozel robotik, ukuran MEA
yang dihasilkan semburan dan prestasi MEA. Untuk
menghasilkan berbagai ukuran ketebalan, porositas keliangan
dan luas permukaan aktif, baik untuk GDLA, GDLK
mahupun elektrod (E) di atas permukaan GDL (GDLEA,
GDLEK), konfigurasi nozel semburan perlu digerakkan
dengan sumbu x-y. Gerakan nozel tersebut diukur dengan
nilai N dan menghasilkan ukuran ketebalan, diameter pori,
porositas keliangan, luas permukaan elektrokatalis di atas
permukaan substrat (Ramli Sitanggang et al 2009). Selain
dari gerakan, variable fluida tinta yang disemburkan juga
akan mempengaruhi ukuran struktur elektrod. Variabel
tersebut  , v dan p (Maria et al. 2001, Naoki et al. 1997).
Secara teori, hubungan ketebalan, porositas keliangan,
diameter pori dan luas permukaan terhadap seluruh variabel
baik pada gerakan robotik maupun vaiabel fluida yang
dinyatakan dengan tanpa dimensi (Sebastian et al.1998,
Shodges et al.2002, Randy et al. 1996). Untuk kajian
penelitian ini, pengaruh viskositas dan tegangan permukaan
dianggap tetap (Pedro et al. 2001, Yanxiang et al. 2001,
Momoniat et al. 2002).
3.1.2. Pengendapan Elektroda
Vilambi (1992) merupakan kumpulan penyelidik yang
pertama memperkenalkan pengendapan elektrod dari lapisan
elektrokatalis dalam sel bahan bakar PEM. Kaedah ini dapat
membuat elektrode dengan muatan Pt rendah. Caranya Pt di
endapkan ke dalam bak substrat karbon. Substrat karbon
terdiri dari kertas karbon berpori hidrofobik yang ditambah
dengan serakan zarah karbon dan PTFE.
Nafion® juga ditambahkan di sisi substrat karbon yang
akan dilapiskan pada elektrokatalis dan muatan Nafion®
sebesar 1.5 mgcm-2. Kertas karbon berlapiskan Nafion®
ditempatkan dalam bak pelapis Pt asid komersial bersama-
sama dengan elektroda. Permukaan substrat yang tidak
dilapisi Nafion® terlihat seolah-olah dilapisi film bukan
konduktor.
Langkah ini dilakukan untuk jaminan Pt hanya
mengendap pada bagian yang mempunyai Nafion®
(Havránek 2001). Akibatnya, apabila digunakan kerapatan
arus pada elektroda dalam pelapisan ion-ion, elektrokatalis
akan bergerak melalui Nafion® ke zarah-zarah karbon dan
hanya akan diendapkan apabila hantaran proton dan elektron
berada bersama-sama (Hansung 2004). Kaedah ini mampu
menghasilkan elektroda dengan muatan Pt 0.05 mgcm-2. Hal
ini merupakan penurunan yang sangat berarti pada pemuatan
Pt semenjak penggunaan elektrod lapisan tipis yang sudah
pernah dikemukakan oleh Taylor (1992). Hasil-hasil yang
diperoleh menunjukkan peningkatan yang pasti dalam
penggunaan karena Pt hanya diendapkan dalam kawasan
yang terdapat di mana terdapat zona tiga fasa. Elektrod
elektrokatalis yang menggunakan cara elektroda endapan
dengan pemuatan 0.05 mgcm-2 menghasilkan prestasi yang
setara dengan elektroda PTFE terikat dengan muatan Pt 0.5
mgcm-2. Pada tahun-tahun berikutnya, penelitian tambahan
mengenai elektroendapan Pt pada permukaan substrat
berpori telah dilakukan oleh Verbrug (1994). Perbedaan
antara penelitiannnya dengan yang telah diciptakan
sebelumnya ialah penggunaan asid sulfat yang lebih banyak
oleh Vilambi (1992). Selain itu juga, kajian Verbrug (1994)
telah menggunakan luas yang diperoleh dari saluran
pengendapan Pt terpilih secara elektroendapan melalui
membran dan masuk ke dalam perbatasan membran-
elektrod. Verbrag juga merencanakan bahwa kaedah ini
berpotensi untuk meningkatkan penggunaan Pt karena Pt
didapat paling tinggi pada perbatasan membran elektroda.
Hogarth et al. (1994) dan Gloagan et al. (1997) telah
meninjau kinetik reaksi pengoksidaan metanol menggunakan
pembuatan elektroda cara elektroendapan. Hogarth
menempatkan elektroda dalam tempat pelapisan yang
mengandung asid kloroplatinat 0.02 M dan permukaan
hanya seluas 1 cm2 dari elektroda kain karbon yang
ditambahkan dengan PTFE menggunakan penutup air.
Dalam kajian mereka tidak digunakan lapisan Nafion®
ataupun film membran pada substrat karbon sebelum
dilakukan elektroendapan. Penelitian Gloaguen et al. (1997)
terpusat pada kinetik penurunan oksigen yang terbentuk pada
lektroda dengan elektroendapan Pt pada matrik karbon yang
diikat nafion pada batang karbon kaca. Kesimpulan
terpenting dari penelitian ini ialah bahwa keaktifan Pt kurang
dipengaruhi oleh ukuran zarah dan lebih dipengaruhi oleh
kehalusan struktur permukaan Pt.

Contoh proses pengendapan

Pada umumnya perhitungan ukuran alat proses


fabrikasi MEA direkabentuk berdasarkan spesifikasi Single
Fuel Cell Test Standart Series 890B dengan computer
controlled Fuel Cell Test Loads Made in SAI. Spesifikasi
Fuel Cell Test tersebut sebagi berikut:

Area active 100 cm 2


Active Electrode dimension 10 x 10 cm
Over all dimens Mmbrane 17,78x17,78 cm
MEA Fuel Cell reactan H2 and O2
Membran Nafion 177
Catalysts Pt on Carbon
Loading 0,25-1,0 mg Pt/cm 2

Selain itu, perhitungan didasarkan dari hasil penelitian pada


dengan skematik aliran perhitungan proses fabrikasi sebagai
berikut:
Bahan Masuk (in put)
Fabrikasi 3 bagian
Composition rig yaitu (1)
Pt = 10 % Penyerapan
Karbon = 65 % (adsorotion)
Ethyl Sellulose = 25 %
Platinum,(2)
Kwantitas Sprayer ataupun
(NH4)2PtCl6 (variabel) = 151.50 mg Spin Coating
HCl (20 %) = 5.83 ml dan (3)
H2O = 1.20 ml Pengeringan
NaBH4 = 2.25 ml
Ethyl sellulose (polimer) = 116.50 mg dan Pressing
Aceton (10%) = . 011 ml Fabrikasi MEA
Ethyl eter = 0.22 ml
Variabel
1. Bobot (NH4)2PtCl6
2. Tebal pemangkin anode Analisis Data
3. Tebal pemangkin katode
4. Halaju pengeringan Dia. particle Pt XRD,nm)
5. Pressure pada MEA Pore vol (BET,cm3/g,AO)
6. Current density MEA Pt cotent ( AAS, wt %)
7. Voltage MEA Pt surface area
8. Rintangan MEA (TEM, m2 /g )
Current density (A/cm 2 )
Voltage (volt)
Resistance MEA
Modelling MEAD
.
Keluaran MEA (Out put)

Area active = 100 cm 2


Loading = 0.25-1.0 mgPt/cm2
Active Electrode dimension = 10 x 10 cm
Over all dimens Membran = 17,78x17,78 cm
Membran = Nafion 177
Catalysts Pt on Carbon = 111 micro
Membran = 175 micro

Tebal MEA
Tebal (Pt-karbon) standart = 37 micro
Tebal (Binder-Nafion-Pt-Karbon = 25 micro
Tebal Nafion 177 = 125 micro
Tebal (binder-Nafion-Pt-Karbon) = 25 micro
Tebal ( Pt-Karbon) = 74 micro
Dia. particle Pt (XRD,nm)
Pore volume electrode (BET,cm3/g,AO)
Pt content electrode(AAS, wt %)
Pt surface area electrode (TEM, m2 /g )

Karakteristik MEA
Current density (A/cm 2 )
Voltage (volt)
Resistance MEA

Skematik diagram Alir perhitungan Proses Fabrikasi


MEA

Dalam mengendalikan proses fabrikasi, konfigurasi struktur


MEA adalah
Anode (Binder-Karbon-Pt)-{(binder-Nafion-Karbon-Pt)-
Membran-(Binder-Nafion-Karbon-Pt)}-Katode(Binder-
Karbon-Pt).
Karakteristik alat pada ujikaji umumnya hanya 3 tahap
proses yaitu Penyerapan, penekanan dan pengeringan.
Serapan ini gunanya untuk membuat struktur Karbon-Pt.
Pada alat ini pori dan permukaan karbon aktif akan
menyerap larutan (solution) Pt dan ion Pt hingga pori dan
permukaan dari karbon aktif jenuh. Dalam proses ini
dilakukan dua tahap iaitu

a) Serapan secara fisik dari(NH4)2PtCl6 , HCl dan


H2O.
b) Serapan ion Pt dengan reaksi berikut :

(NH4)2PtCl6 + NaBH4 +4H2O + HCL  Pto + 2NH3+7HCL+


NaBO2 +2H2.

Secara fisik, bahan yang terserap oleh Karbon ialah


(NH4)2PtCl6, H2O, HCl, dan Pt. Gambar dari alat sebagai
berikut:
Karbon

SPESIFIKASI
HCL,
(NH4)2 NaBH4 Component:
PtCL6 1 Pamp 1 lt /jam
2 Stirrer 500 rpm
Filte 3. Tangki 500 ml
r LI 4. Thermostat 40 –80
o
C
Heater 5 Tabung ( ID 1 cm,
tinggi 10 cm)
6. Filter (non Metal)
K1 M1 Material SS dan glass
Controll
Level Indikator
FM Flow Meter
Pamp Temperature
Rpm
Timer
Gambar 1. Alat Penyerapan Cond. meter
Manual systim

Modelling Serapan secara teori:

Amoniom chloriteplatin solution dicampur dengan


hidroclorit acid dan air. Solution tersebut dilalukan dari
tabung serapan K1. Karbon menyerab ammonium
chloroplatin dalam liang. Pada serapan ini, direkabentuk
pembolehubah sebagai berikut:

1. Cf = mole Pt / gr bendalir
2. Cs = mole Pt/ gr karbon
3.  s = gr Pt/ cm 3 karbon
4. C = mol Pt/ cm 3 tabung
5. Kp = balance Pt

Dari balans jisim Pt pada tabung K1 boleh diperolehi


persamaan yang membentangkan proses serapan sebagai
berikut:

Mol per isipadu fasa:


C =  Cf + (1-  )  s Cs …………………..1
Hubungan keseimbangan:
Cs = Kp Cf ………………2

Persamaan keadaan yang mengawal perpindahan jisim


adalah kemeresapan berkesan berikut:

Deff  2C V C C
... . . . . . ….3
  ( 1   ) s K p z 2   (   1 )  s K p z t

Kaedah yang digunakan pada pembuatan struktur Karbon-


Pt:

1. Bagi menghasilkan struktur karbon yang sudah tepu


dengan pemangkin Pt, perlu Pengacau (Mixer) (M1)
dan serapannya dilakukan pada tabung (K1)
2. Kajian yang perlu pada penyerapan ini, ialah
kemeresapan berkesan daripada Pt ditentukan untuk
mengawal agihan Pt dalam karbon. Bagi menentukan
difusi berkesan tersebut, perlu mengira
pembolehubah mole Pt / gr bendalir, mole Pt/ gr
karbon dan gr Pt/ cm 3 karbon. Alat mengukur
daripada pembolehubah digunakan konductivity
meter, timer dan meter laju pada bendalir sama ada
masuk mahupun keluar daripada tabung penyerapan.
3. Selain itu, perlu diketahui hubungan kemeresapan
dengan keadaan karbon iaitu pemboleh ubah Luas
Permukaan Cm2 /g , Total Isipadu liang Cc/g, , Jejari
liang Ao . Alat yang digunakan untuk mengukur
keadaan karbon ini adalah BET.
4. Hasil daripada kemeresapan daripada serapan ini
mempunyai pengaruh terhadap dengan arus elektrik
(A/cm2 ), Volt dan rintangn yang terjadi

Lembaran Data Ujikaji


Bahan yang digunakan ialah (NH4)2PtCl6,NH4OH,
4H2O dan Nisbah daripada Pt dan karbon pada Pengacau 1 :
10. Pembolehubah pada Semburan, Keringan dan
Penekanan adalah malar. Pembolehubah yang diukur untuk
memperolehi kemeresapan optima sebagai berikut:

Pembolehubah Serapan Hasil Keringan Hasil MEA


Masa Kadar Kadar Kadar Kemerasapan Luas Total Jejari Arus
N (Jam} (molPt/ (molPt/ (grPt/g cm/jam Permukaan Isipadu liang Elektrik
o g g karbon Cm2 /g liang Ao A/cm2
bendalir karbon) ) Cc/g
)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

2. Ujikaji Semburan S1 (alat nombor 19)

Pengacau:
Guna alat ialah membuat struktur Binder-Karbon-Pt

Pt-Karbon Binder daripada SPESIFIKASI


M2
daripada
K1 Component:
FC
1. Tangki 1 liter
M3 2. Pamp 2 atm
3. Stirrer 1000
rpm
4. Heater

Material SS

Controller:
Heater
1. rpm
Sprayer (S1)
2. Level indicator
3. Temperatur 25-
Pamp 80 o C
4. Viscosity (1 –
10 cp)
Gambar 2. Pengacau Bendalir Binder
Sebelum semburan dilakukan, perlu menghasilkan
‘homogenous dispersion’ daripada Binder ( Acetat sellulose,
ethyl eter, air dengan viscosity 2 hingga 10 cp ) dan Pt-
karbon dengan menggunakan rapid stiring dan heater.
Sebelum mencampur Binder dan Pt-karbon, perlu mengira
Platinum loading per sentimeter kuasa dua. Perbandingan
pemangkin dan polimer adalah 1 : 2.5 hingga 1:6. Setelah
pemangkin dan polimer dicampur ditambah air hingga boleh
digunakan sebagai ‘facilitate’ sprayer. Dengan erti lain, jika
air banyak kali maka jarak dua partikel tidak berkesan.
Alat yang diguna bagi menghasilkan perbandingan
tersebut adalah flow meter halaju polimer, air dan untuk
mengira Karbon-Pt digunakan Waight Meter. Mixing
dilakukan pada rpm dan masa tertentu dengan mengguna
kontrol rpm, timer dan temperatur. Indicator dispersion
homogeneous daripada Pt-karbon-binder dikira dengan
‘discoloration’. Intensiti discoloration bergantung kepada
consentration polimer. Hasil daripada mixing ini disebut
dispersion Binder-Pt-Karbon. Kemudian bendalir dispersion
tersebut dihamburkan bagi membentuk MEA kepada
Sprayer dan kepada Spin Coating .

Semburan :
Guna alat ialah untuk membuat struktur MEA atau
membuatstruktur Anode(Binder-Karbon-Pt)-{(binder-Nafion-
Karbon-Pt)-Membran-(Binder-Nafion-Karbon-Pt)}-
Katode(Binder-Karbon-Pt).

1 Kajian yang diperlukan daripada semburan ini bagi


menghasilkan struktur MEA adalah hubung kait
daripada tebal lapisan Katode, Membran dan Katod
terhadap pembolehubah :
o Laju bendalir
o Kekentalan bendalir
o Tekanan Udara
o Partikel saiz Pt-karbon
o Peratus pepezal (Pt-
karbon) dalam bendalir
o Penurunan saiz agihan
bendalir
o Laju ‘Conveyor’

2 Bagi mengira pembolehubah tersebut digunakan


automated sprayer (S1) dengan mengguna
micronozle (paling kecil 50 mikron)
3 Bagi mengira tebal daripada lapisan digunakan
Profiler

3.1.3. Pengendapan Vakum

Untuk kaedah pengendapan vakum umumnya adalah


membuat lapisan elektrokatalis dengan cara pengendapan
uap panas (Cavalca 2001). Lapisan elektrokatalis yang
sangat tipis dilakukan pada permukaan substrat GDL atau
membran (Wilson 1993, Weber 1987). Keefektifan kaedah
ini, sangat tergantung kepada ukuran zarah elektrokatalis
(O’Hayre 2002) dan jenis substrat yang digunakan. Lapisan
elektrokatalis yang beragregat atau komposit berhubungan
dengan variasi lapisan elektrokatalis yang dihasilkan dalam
kaedah pengendapan bertingkat. Salah satu bentuknya ialah
lapisan elektrokatalis dengan ikatan PTFE atau elektrod
lapisan tipis dengan penambahan Pt pada permukaan
membran atau elektrod. Tujuan kaedah ini ialah untuk
menurunkan ketebalan lapisan elektrokatalis dan
meningkatkan kepekatan elektrokatalis pada perbatasan
antara elektroda dengan polimer membran elektrolit.
Menurunkan ketebalan elektrokatalis adalah penting pada
lapisan elektrokatalis dengan ikatan PTFE ditambah Nafion®
yang terbatas pada 10 µ (Ticianelli 1988). Elektrokatalis
melebihi 10 µ tidak dapat dicapai oleh proton dan menjadi
tidak aktif. Prestasi terbaik adalah pada nisbah Nafion®-
karbon 1:1. Keadaan yang diperoleh adalah dengan
menggunakan elektrod layak jika diulang dengan ketebalan 4
x 5 nm. Pemuatan elektrod 0.043 mgcm-2 sedangkan tingkat
pemuatan Pt 0.4 mgcm-2 menjadi nyata meningkat 10 kali
lipat.

INFLUENCE OF TEMPERATURE AND PRESSURE IN MEA


FABRICATION BY HOT PRESSING

Abu Bakar Mohamad, Abdul Amir H. Kadhum, Wan Ramli Wan Daud
And Navriani Harahap

INTRODUCTION

Proton exchange membrane (PEM, originally referred as solid polymer


electrolyte) fuel cells are electrochemical devices into electrical energy to provide
a clean and highly efficient source of electrical energy that produces no noise,
potentially to power electric vehicles. The Gas Diffusion Layer (Cathode),
Catalyst Layer, Nafion 117 membrane, Catalyst Layer, and Gas Diffusion Layer
(Anode) is called Membrane Electrode Assembly (MEA).
The Gas Diffusion Layer in a PEMFC consists of a thin layer of active carbon
mixed with Polytetrafluoroethylene (PTFE), Nafion solution, Water, Alcohol that
is sprayed onto a sheet of macro-porous carbon backing cloth and then optimising
the GDL hot pressing conditions (pressing time, temperature, and pressure load).
This diffusion layer provides a physical porosity support for the catalyst layer
while allowing gas transport to and from the catalyst layer. Although the
diffusion layer is a seemingly minor component in a fuel cell, it has been shown
that altering temperature and pressure in hot press of GDL can lead to substantial
improvement in the performance of the cell. Any change treatment in hot press of
DGL can lead to substantial influence on fuel cell performance owing to a
porosity (H.-S. Chu et. al.,2003). The pressure treatment influence the diffusion
layer thickness so flatness and temperature to remove the residual water. The
presence of liquid water in the Gas Diffusion layer leads to a non-uniformly
distributed porosity in the GDL (Kong et. al., 2002). The improvements reported
relate to porosity of the layer and the performance characteristics of the MEA.
A fuel cell embedded with a GDL with a larger averaged porosity will consume a
greater amount of Hydrogen at Anode and oxygen at cathode (H.-S. Chu et. al.,
2003).
The goals of this work are to find the optimum conditions of hot pressing and
analyze the porosity.

Table 1. Hot Pressing Data of Journal Riview


No Journa Material Pres Temp Tim Result
l sure eratur e
atm e oC min
ute
1. Journal Perfluorosulfoni - 90 1 PEMFC operation
of c acid silicon - 130 1 above 100oC
Power oxide composite 19.7 130 1 employing
Source membrane 4 perfluorosulfonic
s (PFSAs) By acid silicon oxide
109(20 using nafion composite
02)356 115, membrane. A time
- Nafion112,105, performance test in
364(20 Aciplex1004 which the cell
01) composite current was
Adjemi membrane. monitored at a cell
an et. voltage of 0.65V
al. was performed on
the control
Nafion115 at
140oC , while after
50h of continuous
operation at 0.65V.
2. Journal Sulphuric-acid 47.3 80 4 The fuel cell
of New or Phosporic- 8 characteristics of
Materi acid-doped MEAs based on
als for (PBI) Phosporic-acid-
Electro doped PBI exhibited
chemic high performances
al at 180 oC even with
System fuelled with
s,3,345 hydrogen containing
- 3% CO.
349(20
00)
O.
Savado
go and
B.
Xing
3. Journal Perfluorosulfon - 195 - The precursor sheet
of New ylfluoride for was easily pre-
Materi copolymer resin MEA formed by the hot
als for and Pt/C fabric pressing at 230 oC,
Electro ation and the porous
chemic 230 PTFE membrane
al for was effectively
System memb embedded between
s,4,25- rane the copolymer resin.
29(200 sheet The performance of
1) fab. the MEA made from
Kwak normal membrane
et. al. and composite
membrane A (and
B) was 0.58 and
0.62 (and 0.46)
A/cm2 at 0.6(0.7V).
The performance of
the MEA with
composite
membrane B and
Nafion 115
membarne was 0.46
and 0.56 (0.3 and
0.31) A/cm2 at
0.6(0.7V). The
Performance of the
MEA with
composite
membrane was not
significantly lower
than yhe MEA with
Nafion 115
membrane.
4. Int. Perfluorosulfon 97 200 3 At temp. 230 oC the
Journal yl fluoride for pre-formed sheet
Hydrog copolymer resin MEA has pores inside the
en powder and 230 sheet. The single
Energy, Pt/C for cell , having an
Vol.23, memb electrode area of 25
No.11, rane cm2, can be operated
pp.104 sheet with an output
5- fabric voltage of 0.6V
1048,1 ation under load current-
998 densities of 240 and
C. S. 285 mA/cm2, at 70
Kim et. and 80 oC.
al
5. Solid Nafion 117 10 130 2 The result presented
State membrane KN here concern the
Ionic 224 determination of the
77(199 8 relationship between
5)65- Lbf the water content of
69 the Nafion
Marcel membranes and the
la et. effect of the hot
al. pressing process on
the conductance of
the samples.
Samples A(as-
received) andB(dry
stored),C & F
(water
rich),G,H&I(hot-
pressed). The
freezing of water in
the membrane is the
most probable phase
transition occuring
at 260 K. The
depression of the
freezing point with
respect to pure
water can be
explained assuming
that the water in the
Nafion membrane
behaves as being in
a confined space.
Investigations of
water in a confined
space showed that a
relationship exists
between the
depression of the
freezing point of
water in pores and
the oore radius. It
has to be further
investigated if this
effect is due to the
hot pressing at a
temp. near to the
glass transition
temp. of Nafion.
6. Journal Membrane 4 70-80 - All polymer
of Poly(ethylene Tons electrolytes
Power oxide) 440 exhibited a similar
Source (PEO),LiCF3S Psi conductivity/temper
s O3Lithium salt 299 ature dependence
114(20 atm and reached the 10-4
03)105 S cm-1 value at 70
o
-112 C
Appete The ionic
cchi et. conductivity of the
al. hot pressed,
nanocomposite
membranes is not
influenced by the
PEO molecular
weight or by the
EO/Li molar ratio,
especially above 70
o
C
No practical effect
on conductivity
enhancement is
observed at high
filler contents,
above around 5wt%
8. Journal PSSA - 135 2 The performance of
of membrane, Fuel cell with PSSA
Power Nafion 101 membrane at
Source different times. A
s decrease in cell
4937(2 performance is
002)1- observed due to the
6 degradation of the
Jingron PSSA membrane,
g et. al and a dramatic
performance
reduction occurs
after 200 h.
The performances
of PEM fuel cell
with the PSSA-
Nafion 101
composite
membrane at the
current density 300
mA/cm2 are
demonstrated to be
stable after 835 and
240 h.
8. Institut Nafion 115, 493. 125 2 The performance
o de Pt/C, Nafion 58 were compared with
Quimic solution, PTFE of corresponding
a de suspension, cathodes with the
Sao carbon cloth absence of gas side
Carlos- substrate or catalyst side
USP GDLHLs. The result
indicated that
without the catalyst
side GDHL,
9. Beatric Nafion solution Opti Optim Opti With variation of
e 5%,PTFE mize ize mize Carbon loading and
ICAR suspension, Pt/C PTFE (the higher
D and the carbon loading
Renaul the better the
t performance of tehe
MOSD MEA in Anode),
ALE (The lowest amount
CEA- of carbon in GDL
Grenob gives the best
le performance in
DRT/D cathode),(different
TEN/L optimum PTFE
HPAC concentration
depending on the
electrodes and on
the reactans in
anode and cathode)
10 Depart Nafion 115 3 120 3 Electrode porosity
ment of membrane,carb Ton 0.57
Chemi on cloth 330 Cell temp.348K
cal substrate, Psi Inlet temp.353K
Engine carbon powder, 22.4 Inlet Velocity
ering PTFE(60%) and 5 2.14m/s
Yonsei Isoprophyl atm
Univer alcohol
sity
Seodae
mun et.
al.
11 Journal Pt20%wt,0,75 200 140 2
of mg/cm2, Nafion
Power solution(5%Ald
Source rich)and
s IPA,PTFE
108(20
02)185
-191
Kong
et. al.
12 Journal Pt10wt%,carbon 68.0 120 1.5 The performance of
of black, electro 4 the electrodes
Power catalyst,60wt increases with
Source %,PTFE,Nafion increase in Pt
s5177( solution, Nafion loading in the
2003)1 117 membrane catalyst layer when
-8 Electrodes- made with the same
Iyuke E1(0.18mg fabrication process
et. al. Ptcm-2), and run at the same
E2(0.38mg operating condition
Ptcm-2), and E2 electrode
E3(0.4mg Ptcm- shows the best
2
without a GDL) performance.
and E-TEK,
13 Journal Nafion 115 19.7 130 1
of the membranes 4
Electro (DuPont), Pt/c
chemic fuel electrodes
al
Society
,4,25-
29(200
1)

14 Home Nafion 177 21.3 130 2 -


Power# membrane 2
35
June/Ju
ly1993
Walt et.
al.
15 Wilson - 50 205 1 -
et. al.

MATERIALS AND DESIGN

The Gas Diffusion Layer in a PEMFC consists of a thin layer of active


carbon mixed with Polytetrafluoroethylene (PTFE), Nafion solution, Water,
Alcohol that is sparyed onto a sheet of macro-porous carbon backing cloth. By
using hot press (Molding Test Press Tester) the diffusion layer was embedded in
the carbon cloth with optimising the GDL hot pressing conditions (pressing time,
temperature, and pressure load). Followed by coating the catalyst ink (platinum,
carbon, and Teflon). The Nafion 117 membrane is cleaned in distilled water, 5%
H2O2 and 0,5 M H2SO4 (Iyuke et. al., 2003). The Nafion 117 membrane between
two electrodes was sandwiched into MEA by using hot press (Molding Test Press
Tester).

EXPERIMENTAL

Gas Diffusion Layer Fabrication


The carbon ink was prepared by mixing together the Nafion solution,
carbon supported PTFE and Iso-prophyl alcohol as gas diffusion layer. The
carbon ink will be sprayed on one side of the carbon cloth by using sprayer, it is
called gas diffusion layer. The gas diffusion layer was then dried for one day to
removal the residual water and alcohol (Iyuke et. al. 2003).
Hot Pressing of Gas Diffusion Layer
This sheet was replaced in the stainless steel frame and then hot pressed
by setting the temperature, pressure and time as required. This treatment is done
with various of temperature, pressure, and time.

Electrode Preparation
The catalyst was prepared from platinum-supported carbon black and
Teflon coated the Gas Diffusion Layer. Finally, the electrode was baked at 200 oC
for 20 min (Iyuke et. al., 2003).

Membrane and Electrode Assembly (MEA)


The Nafion 117 membrane sheet wast first cleaned with distilled water
in water bath at 80-90 oC, followed by heating in 5% H2O2 for 1 hour at 70-80 oC
to remove organic impurities. It was then heated in 0,5 M H 2SO4 for 1 hour at 70-
80 oC. The H2SO4 was removed by repeated washing in boiling water. The
membrane was stored in the dark overnight in distilled water before assembly
with electrodes (Iyuke et. al., 2003). The electrodes and the membrane were
coupled into a single-cell MEA by a hot pressing. The MEA was then cooled by
cooling water.

Analytical Methods
The porosity of the GDL electrode will be analyzed by BET and the
thickness of Diffusion Layer by SEM. The performance characteristics of the
MEA are evaluated using the fuel cell test station. The MEA was sandwiched
between catalyst ink carbon cloth and then installed in a single cell test with two
current collectors. The current collectors were made from stainlees steel plates
which contained gas feed inlets and outlets, and rib-channels for gas flow. The
cell was compressed between two copper end-plates. The cell was held together
between a cryclic plates by means of a set of eight retaining bolts positioned at
the periphery of the cell. The fuel cell test station consisted of temperature
controllers, flow meters and an externel humidifier was used evaluate the
performance of the single cells. The active electrode area of 100 cm 2 was used
(10x10 cm) and operated at 80oC using H2/O2 and H2O as himidifier.

REFERENCES
Beatrice ICARD and Renaut MOSDALE CEA-Grenoble. 2002. Optimisation of
PEMFCs Electrodes Compotitions. 17 rue des Martyrs 38054 GRENOBLE cedex
9 France. Abstracts Fuel Cell Seminar.

Chang Sun Kong, Do-Youngn Kim, Han-Kyu Lee, Yong-Gun Shul, Tae-Hee Lee.
2002. Influence of Pore-Size Distribution of Diffusion Layer on Mass-Transport
Problems of Proton Exchange Membrane Fuel Cells. Journal of Power sources
108 (2002) 185-191.
C. S. Kim, Y. G. Chun, D. H. Peck and D. R. Shin. 1998. A Novel Process To
Fabricate Membrane Electrode Assemblies For Proton Exchange Membrane Fuel
Cells. International Journal Hydrogen Energy, Vol. 23, No. 11, pp.1045-1048,
1998.

C. Y. Chen and P. yang. 2002. Performance of An Air-Breathing Direct Methanol


Fuel Cell. Journal of Power Sources xxx (2003) xxx-xxx.

G. B. Appetecchi, F. Croce, J. Hassoun, B. Scrosati, mark Salomon, Frank Cassel.


2002. Hot-Pressed, Dry, Composite, PEO-based Electrolyte Membranes I. Ionic
Conductivity Characterization. Journal of Power Sources 114 (2003) 105-112.

Hsin-Sen Chu, Chung yeh, Falin Chen. 2003. Effects of Porosity Change of Gas
Diffuser on Performance of Proton Exchange Membrane Fuel Cell. Journal of
Power Sources 123(2003) 1-9.

Jingrong Yu, Baolian Yi, Danmin Xing, Fuqiang Liu, Zhigang Shao, Yongzhu Fu.
2002. Journal of power Sources 4937 (2002) 1-6.

Jin-Uk Heo, Han-Kyu Lee, Tae-Hee Lee. 2002. Effect of The Gas Diffusion
Layer Thickness of The PEM Fuel Cells and The Application of Simulation.
Department of Chemical Engineering Yonsei University. Abstract Fuel Cell
Seminar.
Ryan O’Hayre, Sang-Joon Lee, Suk-Won Cha, Fritz, B. Prinz. 2002. A Sharp
Peak In The Performance of Sputtered Platinum Fuel Cells at Ultra-Low
Platinum Loading. Journal of Power sources 109(2002)483-493.

K. T. Adjemian, S. Srinivasan, J. Benziger, A. B. Bocarsly. 2001. Investigation of


PEMFC Operation above 100 oC Employing Perfluorosulfonic Acid Silicon
Oxide Composite Membranes. Journal of Power sources 109(2002) 356-364.

Marcella Cappadonia, J. Wilhelm Erning, Seyedeh M. Saberi Niaki, Ulrich


Stimming. 1994. Conductance of Nafion 117 Membranes as A Function of
Temperature and Water Content. Solid State ionics 77 (1995) 65-69.
O. Savadogo and B. Xing. 1999. Hydrogen/Oxygen Polymer Electrolyte
Membrane Fuel Cell (PEMFC) Based On Acid-Doped Polybenzimidazole (PBI).
Journal of New Materials For Electrochemical Systems, 3, 345-349(2000).

Renxuan Liu, Eugene S. Smotkin. 2002. Array Membrane Electrode Assemblies


For High Throughput Screening of Direct Methanol Fuel Cell anode Catalysts.
Journal of Electroanalytical Chemistry 535 (2002) 49-55.

Sunny E. Iyuke, Abu Bakar Mohamad, Abdul Amir H. Khadum, Wan R. W.


Daud, Chebbi Rachid. 2003. Improved Membrane and Electrode Assemblies For
Proton Exchange Membrane Fuel Cells. Journal of Power Sources 5177(2003)1-
8.

W. R. Merida, G. Mc Lean, N. Djilali. 2001. Non-planar Architecture For Proton


Exchange Membrane Fuel Cells. Journal of Power sources 4452(2001) 1-8.

Xing. 1999. Hydrogen/Oxygen Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cell


(PEMFC) Based On Acid-Doped Polybenzimidazole (PBI). Journal of New
Materials For Electrochemical Systems, 3, 345-349(2000).

CONTROLLING MICROSTRUCTURE
ELECTRODE OF PROSESSOR OF PEM
FUEL CELL THROUGH ELECTRODE OF
PORE AND INTERFACE
Abu Bakar Muhamad1 , Wan Ramli Wan Daud1 ,
Amir Khadum1

Ramli Sitanggang1

Jabatan Kejuruteraan Proses dan Kimia

Pusat Pengajian Fuel Cell

Faculti Kejuruteraan–Universiti Kebangsaan


Malaysia

ABSTRAK

Microstructure electrode pada MEA menjadi laluan zisim


fuel in PEM Fuel Cell dan wujudnya bergantung pada
characteristics of prosessed material. Setiap perubahan
dimension microstructur maka terjadi perubahan difusifiti
fuel dan elektrik. Oleh itu perlu controlling microstructur
electrode of prosessor of PEM fuel cell through parameters
of electrode.Dalam peper ini controlling of parameter fizik
microstruktur digunakan diameter pore dan interface dari
electrode.Untuk mengetahuinya digunakan kaedah BET dan
SEM sedangkan untuk mengetahui current-voltage
relationship menggunakan FCST. Hasil analysis
menunjukkan bahawa nilai difusifiti perpindahan zisim dan
diffusion dan tunneling currents tertentu. Kemudian
parameter ini sangat sesuai menjadi parameter prosessed
material pada fabrikasi electrode walaupun ada ketidak
pastiannya masih ada.

METODE UJIKAJI

Bahan : Electrode standart


dan hasil Fabrikasi

Alat untuk mengatur microstructure electrode : Coating


, Hot Pressing dan Draying

Alat pengukur Dimension microstructure electrode :


BET, SEM and FCST

Alat FCST
PEM FC Single Test

Metode Penilaian prestasi:

- Diagnosis elektrode (Marr,1997).


dI Ci   c F  F
 AV ioref ( ) [exp( )  exp( a )] ......1
dz Ci ,ref RT RT
d 1 1 I
 ( eff  eff ) I  eff ......2
dz Km Ks Ks

dCi I  I
 ( ) .......3
dz nFDieff

- Menurut McLean (200) elektrod ini sangat berkesan


untuk perpindahan jisim, efektif untuk pemindahan
haba dan air. Surface area sangat tinggi sehingga
mengurangi kos yang dramatis. Oleh itu perpindahan
zisim hidrogen mengikuti boleh Knudsen
Diffusivity (KnD). Dari penyelidikan yang
dilakukannya, KnD lebih kecil daripada 0.1 dan
lebih besar dari 0.001 sedangkan menurut Ruthven
(1997) dapat ditentukan dengan persamaan

D  97000  (T / M )1 / 2 cm 2 / s

 adalah radius liang, T adalah suhu dan M adalah


berat molekul
- Kisaran daripada nilai difusi ini dipergunakan
sebagai salah satu kaedah menilai porositi electrode
yang dihasilkan fabrikasi. Misalnya fabrikasi
menggunakan metode mesin sembur dari
persamaan ditentukan nilai parameter dengan kaedah
optimasi dari diagnoses
- Eq. menggunakan numerikal solution
I = Ketumpatan arus
X = lapisan
AV = Luas muka aktif
Ci = Kepekatan Hidrogen dan
oksigen
c = Pemalar Katod
a = Pemalar anod
eff
K m = Kekonduksian membran

K seff = Kekonduksian pemangkin


eff
D i = Pemalar difusi hidrogen atau oksigen
 = Order Timbalbalas
n = Jumlah perpindahan elektron pada katod
atau anode
z =lapisan pemankin
 = Overpotential
ABTRACT

The macromodel and agglomerate model for the PEM FC


catalyst layer are evaluated and used to study optimization
of catalyst layer. Since catalyst is chemically related catalyst
reaction in Fuel Cell, characterization technique necessary to
optimize the distribution of precious Platinum catalyst
loading, characterize microstructure changes and relation to
the performance loss in PEMs upon use in a fuel cell
system . In order to using method of XRF, SEM, BET can be
to provide information of catalyst Pt content, surface area Pt,
diameter particle Pt and electrode thick. Besides diameter
pore, surface area pore and volume pore because the all of
dimension to effect of voltage, current density and resistance
PEM Fuel Cell.
.
PENGENALAN

Pada setiap permukaan layer electrode mempunyai


pemalar luas permukaan Platinum. Misalnya Atanasoski at
al. (2001) menemukan partikel PtA yang membentuk pohon
pemangkin yang dibuat melalui kaedah teknik catalyst
support. Ia memiliki pemalar luas permukaan yang besar
sehingga mempengaruhi sangat daripada performance PEM
FC. Pada kandungan Platinum 0.08–0.25 mg Pt, surface area
Effective Factor (SEF) dari 5-26 m2/m2 . Ia memperolehi 0-
1.2 Volt dan dencity current dari 0 – 0.015 Amps/5cm 2.
Kaedah yang digunakan untuk mengetahui pemalar tersebut
ialah SEM.
Pada kes pengoperasian PEM, pemalar luas
permukaan boleh semakin sedikit kerana carbon dioxida
pada bendalir H2 dapat menutupi permukan Pt dan ia
membentuk carbon tree. Doug Blom Larry Allard ( 2002)
menggunakan SEM untuk memberikan information penting
pada kes ini. Ia melakukan pengoptimuman sebaran
daripada precious metal catalyst kerana cirian
microstructuralnya berubah dan lifetime semakin kurang.
Dalam penyelidikannya fresh diameter pemangkin 2.93 nm
berubah menjadi menjadi 6.11 nm selama tempo daripada
1200 hours maknanya, pemalar luas permukaan timbalbalas
berkurang. Untuk melihat pik daripada perubahan luas
permukaan pada microstructural, Sahinpoor at al (2001)
membuat MEA dengan method coagulation dan dilakukan
scanned pada luas 1 m 2 dengan mengguna SEM. Warna
yang terang /gelap bersesuaian perubahan luasan
microstruktur tersebut
Selain itu model microstruktur yang purata dan
model agglomerated daripada lapisan katalis PEMFC dapat
di nilai dan boleh digunakan untuk studi optimasi tebal
lapisan katalis yang ideal. Makrostruktur purata digunakan
sebagai pendekatan external pemindahan zisim atau
perubahan conductivity ionic yang sesuai dengan
polarization daripada curves suatu PEMFC. Kenyataannya
parameter secara fizik daripada porous pemangkin dapat
diatur dengan ujikaji walaupun sangat tinggi ketidak
pastiannya.

TEORI
- Lapisan elektrod dari MEA dibuat dari kumpulan
partikel Pt-C yang memiliki liang (micropore,
mesopore dan macropore) tertentu bagi membentuk
channel dan tebal MEA sangat mempengaruhi
jumlah elektrik.
- Pt-Carbon (anode) bertindak balas dengan H2 bagi
menghasilkan 2H+ dan 2e. Elektron ini melalui hole
dari karbon (semikonduktor), Pt dan wayer (circuit
external). H2 dan H+ juga melalui channel daripada
liang karbon dan melalui membran untuk
bertindakbalas dengan O2 daripada Pt-carbon
(katode). Hidrogen memerlukan channel yang
purata untuk pemindahan massa dan tempat
bertindakbalas pada elektrode. Jumlah electron yang
boleh menjadi elektrik daripada MEA bergantung
kepada tebal dan channel yang dibentuk MEA
tersebut. Kemudian tebal dan liang daripada MEA
tersebut akan berubah dengan perubahan daripada
pembolehubah proses fabrikasi MEA
- Katoda memiliki channel daripada liang bertindak
sebagai diffuser, pemangkin dan konduktor. Semakin
tebal daripada electrode ini maka kapasitansi (
 .A
C ) akan meningkat sehingga tenaga elektrik
d
daripada MEA boleh makin kecil tetapi bagi liang
yang semakin purata boleh menghasilkan luas Pt per
gram Pt-Karbon (pemangkin) akan semakin besar
atau gram Pt per keluasan daripada pemangkin
semakin kecil sehingga current density (JA) semakin
besar dan keperluan daripada Pt semakin kecil.
Dengan rekabentuk ini, setiap gram Pt boleh
memperolehi tenaga elektrik yang boleh lebih tinggi
berbanding dengan yang lain pada jadual satu. Oleh
itu, perlu dikaji modeling electrode sebagai referensi
fabrikasi.
- Bagi memperolehi peningkatan daripada keluasan
permukaan gram Pt per satu centimeter kuasa dua
akan digunakan konsep berikut ini.. karbon activ
memiliki energy adsorption tinggi ( Do and Wang ,
1998). Karbon boleh adsorpsi acid dye yang
mengandung metal (less than 44 micron opening size
325 mesh) (Tsai, 2001) dan Pore size activated
carbon boleh modification dengan polymer menjadi
carbon active moleculer sieve (Moreira at al. ,2001),
dengan erti kata lain, karbon boleh adsorption Pt
solution. Liang carbon activ mempunyai micropore
(< 2 nm diameter), mesopore (5-50 nm diameter) dan
macropore ( > 50 nm diameter) atau memiliki
spesifik areas 200 - 1200 m2 /g (Ruthven, 1997)
sedangkan physical diameter H2 3,464 A o , H+ 2,684
(Michaelides, 1998) dan diameter Pt 10Ao dan Ru
8,3 Ao( Yarwood,1976). Benda ini boleh masuk dalam
liang carbon untuk meningkatkan surface area.
Mengatur liang dengan pemanasan atau
pengeringan MEA sehingga memperolehi liang
karbon purata iaitu micropore, mesopore dan
macropore. Dengan konsep tersebut,
electrokinetic permeability pada MEA akan lebih
besar lagi menurunkan (to reduction)
consentration mg Pt/ cm 2 dari pada pemangkin
dan jua akan meningkatkan current density x
area of anode and cathode and total consentrasi at
the anode side and cathode
- Analitikal Hasil daripada Proses Fabrikasi MEA.
Spesification MEA ini, bergantung kepada optimation
daripada pembolehubah proses fabrikasi MEA. Oleh
itu, perkara analitikal yang utama untuk keperluan
optimasi tersebut akan dibentangkan hubung kait
daripada. Hasil daripada proses fabrikasi tersebut
akan diberbandingkan dengan hasil fabrikasi
pada jadual 1

DISCUTION
Pada rajah 1 dan 2. electrode 10 % dan 20 %
memiliki micropore Micro Pore Area 1.104E+01 m²/g, Micro
Pore Volume 3.923E-03 cc/g dan Micro Pore radius 6.843E+01
Å ( lebih kecil daripada 2 nm ) diukur dengan kaedah BET di
Makmal Pusat Pengajian Fuel Cell (PPFC) UKM . Menurut
Ruthven (1997) bagi karbon aktif memiliki micropore area
200-1200 m2/g. Dengan demikian pengurangan daripada
micropore area electrode disebabkan polimer pengikat.
Untuk fabrikasi PEM berdasarkan kes ini dapat ditambah
atau dikurangkan dengan menggunakan kaedah XRF atau
rajah 3. Karena physical diameter H2 ialah 3.464 A o, H+
2,684 (Michaelides, 1998) masih lebih kecil daripada
daripada diameter pore karbon. Jika polimer ditambah ini
bermakna pore radius daripada elektroda akan berkurang
akan tetapi bila ditambah polimer maka radius pore akan
berkurang. Jika penambahan dilanjutkan sampai radius pore
lebih kecil dari radius Hidrogen maka dinamika fluida
hydrogen tergantung daripada tenaga adsorbsi. Dari hasil
pengukuran diatas pemindahan zisim pada PEM tidak
disebabkan oleh tenaga serapan (Do and Wang, 1998) tetapi
diffusi dan conveksi sedangkan dinamika fluidanya
mengikuti kaedah kapilariti dan knudsen.
Pada rajah 1 dan 2 terlihat bahawa permukaan
karbon ada partikel Pt atau ditalut dengan Pt karena
diameter daripada Pt ialah 10Ao lebih besar daripada
diameter micropore. Surface area Pt(m2/g) pada permukaan
diukur dengan kaedah SEM. Dari pada rajah 2 kadar Pt
semakin meningkat diikuti oleh pemalar luas permukaan Pt
semakin meningkat. Kes ini bermakna bahawa pada
operasional PEM terjadi peningkatkan density current.
Kegunaan lain daripada SEM ini terlihat pada rajah 1 dan 2
iaitu terjadinya koyak dipermukaan elektrod yang akan
mengurangkan pemalar dari luasan permukaan. Selain itu
dapat mengubah kaedah dinamika bendalir. Perubahan ini
dapat menutunkan kapasitansi menurun atau curren volt dari
PEM menurun. Dalam beberapa kajian fabrikasi misalnya
Shahinpoor (2001). Ia menggunakan ionik polymer-metal
composit dengan metode chemical proses. Dalam
penyelidikan, beliau melakukan komposit pemangkin pada
membrane. Persoalan yang timbul adalah electrode koyak
kerana partikel Pt memiliki ukuran 40 sampai 60 nm Kes ini
dapat di informasikan SEM dengan baik.
Liang

Karbon

Pt

Polimer

Pt
Rajah 1. Permukaan dan Liang Electrode

Factor

Rajah 2. Factor Luas Permukaan


Electrode

Bagi rajah 3. boleh dilihat perbezaan energi ikat dan


kandungan kualitatif Karbon, Teflon dan Platinum.
Kandungan ini perlu diketahui untuk mengetahui keperluan
masing- masing komponen persatuan luas daripada
elektrode. Selain itu, Signal spectra electrode daripada
karbon dan karbon dalam polimer memiliki energi ikat yang
berbeda. Pada rajah 3 hasil pemeriksaan Makmal Geologi
UKM dapat dilihat spectra lapisan pemangkin yang
komercil. Spectrum boleh memperbandingkan daripada
electrode standart dengan hasil fabrikasi.
Dalam PEM, channel daripada bertindak sebagai
diffuser, Pt-karbon bertindak sebagai electrode pemangkin
dan karbon bertindak sebagai konduktor. Semakin tebal
electroda ini maka kapasitansi akan meningkat sehingga
tenaga elektrik daripada MEA boleh makin kecil tetapi bagi
liang yang semakin purata akan menghasilkan luas Pt per
gram Pt-Karbon (pemangkin) akan semakin besar atau gram
Pt per keluasan daripada pemangkin semakin kecil sehingga
current density semakin besar dan keperluan daripada Pt
semakin kecil. Dengan rekabentuk ini, setiap gram Pt boleh
memperolehi tenaga elektrik yang boleh lebih tinggi
berbanding dengan standart. Spesifisi MEA ini, bergantung
kepada pengoptimasian daripada pembolehubah proses
fabrikasi MEA. Oleh itu, perlu diketahui tebal dari kaidah
SEM dan kadar dari pada Platinum melalui kaidah XRF

Rajah 3. Tenaga Ikat daripada Komponen


KESIMPULAN

Perkara analitikal dan kaidah yang digunakan dalam


menganalisis electroda adalah pengaruh daripada
pembolehubah fabrikasi terhadap, ‘surface area’ Pt yang
diukur dengan SEM ( m2 /g ), micropore Pore menggunakan
BET ( cm 3 /g,). Pengaruh daripada kualiti dan energi ikat
diukur dengan kaedah XRF

PENGHARGAAN

Kajian ini dilakukan dengan pembiayaan oleh Kerajaan Malaysia melalui peruntukan
IRPA 02-02-02-0017. Para penulis merakamkan penghargaan setinggi-tingginya
kepada semua fehak yang terlibat dalam penyelidikan ini.

RUJUKA
1. Atanasoski,R.,Boand, H., Debe,M., Lewinski , K,
2001. Ternary Platinum Catalyst with Enhanced
Activity: Electrochemical and XAS Characterization.
Fuel Cell Component Program, Corporate Enterprise
Development, 3 Company, St. Paul, MN. Brookhaven
National Laboratory
2. Doug Blom Larry Allard ORNL.2002.
Microstructural Characterization of PEM Fuel Cells.
Oak Ridge National Laboratory U.S. Departement of
Energy
3. Schulze,M., Bradke,M.1999. Characterization of
polymers in PEFC-electrodes with EDX an XPS.
Fresenius J Anal Chem (1999) 365:123-132.
Springer-Verlag
4. Mohsen Shahinpoor and Kwang J Kim ,” Ionic
polymer-metal composites : I. Fundamental”,
Institute of Physics Publishing , Smart Malter.
Structu.10(2001)819-883
5. D.D. Do and K. Wang, “ Dual Diffusion and Finite
Mass Excange Model for Adsorption Kinetics in
Activated Carbon”, AIChE Journal, 41, 68 (1998)
6. Ruthven D.,“ Encyclopedia of Seperation
Technology”, Vol 1., John Wley, New York (1997)

3.2. Rekabentuk Lapisan PEM Fuel Cell

Dalam berbagai literatur, reka bentuk lapisan MEA


masih belum populer untuk menurunkan biaya melalui
penelitian reka bentuk baik dari tinjauan ukuran makro
maupun mikro. Akan tetapi peneliti masih banyak
mengoptimumkan bahan dan memodifikasi atau mengganti
bahan yang digunakan dalam pembuatan lapisan.
Ada dua cara untuk melakukan rekabentuk lapisan
lapisan sel bahan bakar yaitu melalui simulasi komputasi dan
melalui rekabentuk secara konvensional. Secara umum
terdapat empat jenis reka bentuk GDL dan tiga jenis
rekabentuk GDE.

GDL berfungsi sebagai pendistribusi gas bahan bahan


bakar pada elektroda (Jin, 2003). Selain itu juga untuk
mendistribusikan uap air pada permukaan elektroda, dan
mampu mencegah fenomena kebanjiran air pada permukaan
GDL (gambar 4.1) serta menghantar elektron ke dwikutub
(Falin et al. 2003, Mingruo et al. 2004).
Dalam kajian ini, terdapat empat jenis GDL yang dikaji
untuk memenuhi keadaan tersebut. Gambar 4.1(a)
merupakan kain atau kertas karbon yang digunakan secara
langsung sebagai GDL pada Sel Bahan Bakar. GDL ini
disebut jenis GDL yang pertama. Gambar 4.1(b) terdiri dari
kain atau kertas karbon yang di isi dengan karbon hitam dan
sebagai pengikat karbon hitam digunakan polimer.
Sebahagian dari kain atau kertas karbon diisi dengan karbon
hitam. GDL ini disebut GDL jenis yang kedua. Gambar
4.1(c) terdiri dari kain atau kertas karbon yang diisi dengan
karbon hitam dan sebagai pengikat karbon hitam digunakan
polimer.

(a) (b)

3
4

(c)
(d)
Gambar 4.1 Jenis reka bentuk lapisan penyerap gas: (a) reka
bentuk GDL pertama, (b) reka bentuk GDL kedua, (c) reka
bentuk GDL ketiga, (d) reka bentuk GDL keempat. (1). Kain
karbon atau kertas karbon, (2). karbon hitam dan polimer,
(3). Kain atau kertas karbon, karbon hitam dan polimer, (4).
Karbon hitam.

GDL ini disebut jenis GDL yang ketiga. Sementara Gambar


4.1(d) terdiri dari bahan karbon hitam yang diikat dengan
polimer, kain atau kertas karbon dan permukaannya dilapisi
dengan karbon hitam. GDL ini disebut GDL yang ke empat.
Berdasarkan pada beberapa kajian literatur, ketebalan dan
keliangan masih belum dioptimumkan (Verbrugge et al.
1994), tetapi bahan- bahan pembuatannya telah
dioptimumkan (Ticianelli et al. 1998). Ketebalan lapisan ini
adalah sekitar 220 sampai 250 mikron dan porositasnya
sekitar 50 sampai 70 %.
GDE adalah gabungan dari GDL dengan
elektroda yang berfungsi pendistribusi gas bahan bakar pada
elektroda (Chu 1999, Chun 2001), juga sebagai elektrokatalis
untuk menghasilkan elektron (Chu 2003). Selain itu ia
mendistribusikan uap air pada permukaan liang-liang
elektroda, mencegah fenomena kebanjiran air pada lektroda
dan juga menghantar elektron ke dwikutub (David 2003).
Dalam kajian ini, jenis reka bentuk elektroda
yang seperti gambar 4.2. Gambar 4.2(a) merupakan lapisan
elektrokatalis yang disebut sebagai jenis reka bentuk lapisan
elektroda yang pertama (E). Gambar 4.2(b) sama seperti
lapisan elektrokatalis jenis reka bentuk elektroda yang
pertama, tetapi pada permukaannya dilapisi dengan larutan
Nafion . Susunan lapisan elektroda-nafion ini disebut sebagi
jenis lapisan elektroda yang kedua (E-N). Pada gambar
4.2(c) terdiri dari lapisan elektrokatalis yang mempunyai
kkonsentrasi tinggi dan konsentrasi yang sangat rendah Ini
dikenali sebagai jenis lapisan elektroda yang ketiga (ER-ET).

1
2
4

3
5

E E-N ER-ET

(a) (b) (c)


Gambar 4.2 Jenis reka bentuk lapisan elektroda : (a) reka
bentuk E yang pertama, (b) reka bentuk E-R
yang kedua, (c) reka bentuk ER-ET yang ketiga.
(1). Elektroda (E), (2). Elektroda (E), (3).
Nafion (N), (4). Elektroda kadar tinggi (ET),
(5). Elektrod kadar rendah (ER).

Gambar 4.3.menunjukkan gabungan rekabentuk gambar 4.1


dan gambar 4.2.

1
4
2 3

GDL-E GDL-E-N GDL-ET-ER


(a) (b) (c)

Gambar 4.3 Jenis lapisan penyerap gas elektroda: (a) Lapisan


GDL-E, (b) Lapisan GDL-E-N, (c) Lapisan GDL-
ET-ER. (1). Lapisan penjerap gas (GDL), (2).
Lapisan Elektrod (E), (3). Lapisan Nafion (N),
(4). Lapisan elektroda ER dan ET.

Gambar 4.3(a) menunjukkan susunan lapisan GDL-E yang


disebut jenis lapisan penyerap elektroda (GDE) yang
pertama. Gambar 4.3(b) menunjukkan susunan lapisan
GDL-E-N yang dikenali sebagai GDE yang kedua dan
Gambar 4.3(c) menunjukkan susunan lapisan GDL-ET-ER
yang disebut GDE yang ketiga. Kajian peneliti terdahulu
menemukan bahwa ketebala GDE dapat mencapai sekitar
222 hingga 241 mikron, porositas antara 25 hingga 50%,
diameter liang sekitar 400 hingga 450 nm dan keluasan
permukaan pada nilai antara110 sehingga 290 m2g-1.
Gambar 4.4. menunjukkan Setelah GDE digabungkan
dengan membran menjadi suatu himpunan lapisan yang
dikenal sebagai MEA. Reka bentuk seperti pada gambar
4.4(a) menunjukkan jenis reka bentuk MEA komersil dengan
susunan lapisan GDLAE-M-GDLKE.

(a)

1 2 3 4 5

GDLAE M GDLKE (b)

1 2 3 4 5

GDLAE-N M N-GDLKE
2 44
3

1 5
66

(c)
GDLA-ET-ER M ER-ET-GDLK
Gambar.4.4 Jenis MEA berdasarkan susunan lapisan: (a)
MEA pertama, (b) MEA yang ke dua, (c ) MEA
yang ke tiga. (1). Lapisan penjerab gas bagian
anoda (GDLA), (2). Lapisan elektroda (E), (3).
Membran (M), (4). Lapisan elektroda (ET), (5).
Lapisan penjerab gas dikatoda (GDLK), (6).
Lapisan elektroda ( ER).

Gambar 4.4(b) merupakan jenis MEA yang


dikembangkan oleh para peneliti melalui kajiannya (Lister
2002). Susunan lapisan MEA ini adalah GDLAE-N-M-N-
GDLKE. Jenis lapisan bagian anoda dan bahagian katoda ini
banyak terdapat dalam kajian-kajian yang lepas (Lister 2002,
David 2003, Viral Mehta 2002). Gambar 4.4(c) merupakan
jenis MEA yang telah dihasilkan (Ramli sitanggang ).
Kedua-dua bentuk MEA yang pertama dan MEA yang ke
dua menghasilkan prestasi sel bahan bakar yang hampir
sama. Sedangkan jenis yang ketiga prestasinya berbeda. Dari
hasil pengamatan prestasi MEA sangat bergantung kepada
rekabentuk dan alat yang digunakan untuk mengahsilkan
MEA.

3.2.1. Teknikal Optimasi Pembuatan Lapisan

Pendekatan secara konvensional untuk optimasi


fabrikasi pembuatan Lapisan MEA sebagai berikut. Gambar
4.10 menunjukkan langkah-langkah yang perlu dilakukan
untuk mendapat lapisan dengan prestasi yang optimum
untuklapisan bagian anoda dan katoda.
Langkah 1 sehingga 4 adalah untuk pengisian pori
kain atau kertas karbon bagian anoda. Langkah ini
menghasilkan jenis GDL yang terbaik. Langkah 5 sehingga 9
adalah pembuatan lapisan di atas permukaan kain atau kertas
karbon, di mana lapisan yang paling sesuai akan diperoleh.
Langkah 10 sehingga 12 merupakan pembuatan elektroda
atas permukaan GDL pelbagai jenis yang dapat
menghasilkan jenis GDE yang terbaik. Langkah 13 hingga
16 pembuatan lapisan elektroda di atas permukaan GDLA.
Pada langkah ini akan diperoleh lapisan yang paling sesuai.
Langkah 17 sehingga 20 adalah pengisian karbon hitam pada
poripori kain atau kertas karbon bagian katoda. Langkah 21
hingga 25 merupakan pembuatan lapisan di atas permukaan
kain atau kertas karbon untuk katoda. Sementara langkah 26
sehingga 28 adalah pembuatan elektrokatalis di atas
permukaan1 GDLK 2 3 4 5

10 9 8 7 6

11 12 13 14 15

20 19 18 17 16

21 22 23 24 25

30 29 28 27 26

31 32
Gambar 4.10 Diagram alir pengoptimuman fabrikasi
lapisan MEA

Setelah kerja pembuatan GDE selesai, langkah


selanjudnya pemasangan lapisan MEA. Membran Nafion®
117 dibersihkan dengan 3% H2O2 pada suhu 80oC selama 1
jam untuk mengoksi lapisan organik. Selanjutnya
dibersihkan dengan air yang mendidih pada suhu 100o C
selama 1 jam. Hal yang sama dilakukan dengan H 2SO4 5 wt
% pada suhu 80oC selama 1 jam. Seterusnya, membran
tersebut dicuci beberapa kali dengan air pada suhu 80oC
sampai bersih. Lapisan-lapisan digabungkan dengan
konfigurasi GDLAE-M-GDLKE. Selanjudnya penekanan
panas pada tekanan 50 kgcm-2, suhu 130oC selam 3 minit
seperti gambar berikut.
Gambar . Hot Press tekanan 50 kgcm-2, suhu 130oC

Gambar. Hasil fabrikasi MEA Fuel Cell


Langkah selanjudnya pemasangan plat dwikutup. Reka
bentuk plat dwikutup berbagai jenis dan secara umum aliran
gas pada plate mempengaruhi prestasi sel bahan bakar.
Bentuk saluran antara anoda dan katoda dapat berbeda. Arus
dari arah elektroda berbeda dengan satu sama yang lain
sesuai dengan desainnya seperti yang ditunjukkan
gambar ............ Ada yang digunakan aliran searah, aliran
berlawanan arah dan juga pola aliran-aliran yang lain.
Pemilihan dan optimasi pola aliran dari dua kutub plate
sangat mempengaruhi kinerja dari PEMFC.

Gambar. Berbagai plat dwi kutub


Di samping itu pemilihan end plate stack yang dipergunakan
dipertimbangkan. Besarnya saluran akan mempengaruhi
rangka stack efektifitas gas difusi dan pengaturan air
khususnya pada katoda. Kemampuan dari membran untuk
menahan perbedaan tekanan juga tergantung pada besarnya
saluran.

Gambar ..... End Plate Stack Fuel Cell


pendekatan formulasi bahan untuk fabrikasi gas diffusion
electrode menggunakan nafion

Dasar perhitungan :

1. Film PTFE memiliki pore 0.1-0.3 micron


2. Tebal electrode 10- 35 micron
3. Jika udara sebagai oxidan menggunakan nafion 0.6
mg/cm2. Jika oxigen murni menggunakan 1.9 mg/cm2.
Variasi 0-2,7 mg/cm2
4. dipilih Nafion (5%)= 0.75 mg/cm2 (0.8 mg/cm2)

Rekabentuk
Binder material (Pt/C-Nafion) pada GDL-Membrane

1. Pengiraan kedalaman binder


Loading Pt = 0.4 mgPt/cm2 (commersial)
Jumlah C-Pt = 0. 4 mgPt/cm2/0.2 = 2 mg C-Pt/cm2
= (2 mg C-Pt/cm2)(201.46 cm2)=
402.92 mgC-Pt
Loading C-Pt : loading Nafion
= 8:2
Jumlah Nafion = (0.2/0.8)(2 mgC-Pt/cm2)
= 0.5 mgNaf/cm2
= (0.5 mgC-Pt/cm2) (201.46 cm2)
=(100.73mg Nafion

Total Material = 2.5 mgPt/C-Naf/cm2


Tebal = (t cm){0.8(1.8 g/cm3)+0.2(1.5
g/cm3}) 1.44
= 0.0025gC-Pt/Naf/cm2
Tebal = (t )( 1.74 ) =0.0025

= 0.001437 cm
= 14 micron
Ketebalan tumpukan Pt/C = 15 micron
Ketebalan pengikat tumpukan katalisator 20 micron
1cm =10000 micron
2. Pengiraan diameter aggregate partikel electrode
pada binder

Volume PTFE
=

(0.5mgpol / cm2 )(201.46cm 2 ) 1


1500mgpol / cm 3
(2mgPt  C / cm2 )(201.46cm 2 )

=(0.5)/3 cm3/gC
3(0.0001cm)
Rag  , cm
1.8 g / cm3(V pol cm3 / gC )

3(0.0001cm)
Rag   10micron
1.8 g / cm3(0.5 / 3cm3 / gC )

Rekabentuk:

1.
3. Pengiraan Volume Naf

3(t )
Vp  cm3polimer/gC-Pt
 ac r

3(0.0001cm)
Volume Naf = V  1.8 g / cm3(0.001cm) = 0.17
cm3/gC-Pt
Volume Naf:
= (0.17 cm3/gC-Pt) (0.002 gC/cm2) (201.46
2
cm )
= 0.0685 ml
= 0.0685 ml/ 0.05
= 1.37 ml
Cek komposisi:

(0.0685 cm3)(1.5 g/ml) = 0.1027 g


0.1027 g/(0.1027+0.402.92) = 20.3%

Pengiraan volume alcohol


Partikel :
(38 nm)(1cm/107)= 0.0000038cm

3(0.0001cm)
V  =43.85
1.8 g / cm3(0.0000038cm)
cm3/gC
Volume alkohol maximum:
= (43.85 cm3/gC) (0.002gC/cm2)
2
(201.46cm )
= 17.67 ml

Jika menggunakan Nafion secara langsung maka jumlah


Nafion 5% yang diperlukan :
= 0.0685 ml/ 0.05
=1.37 ml

Penentuan isipadu minimum alkohol digunakan kaedah


sedimentation ( experiment)

Hot pressing
GDL
Pt/C-PTFE-Nafion
Pt/C
Pt/C-Nafion
Membrane

Campur alkohol 17 ml dengan 2mg Pt/C dan Naf 0.11 ml,


aduklah selama 24 jam. Masukkan dalam gelas ukur,
endapkan selam 24 jam. Catat ketinggian permukaan carbon
dalam gelas. Isipadu ini disebut isipadu minimum alkohol
yang diperlukan pada pembikinan GDL.

LANGKAH FABRIKASI GDE MENGGUNAKAN


PTFE:
1. Masukkan 402.92 mgPt/C dan Nafion sebanyak 1.37 ml
kedalam baker gelas. Aduklah dengan 1500 rpm selama 2
menit .
2. Masukkan ke dalam beker glass prophyl alcohol 17 ml,
Triton (sebagai emulsion sebanyak 0.1 ml., kemudian
aduk dengan turbulensi tinggi selama 2 minit.
3. Hidupkan hot plate pada spray pada suhu 60o C.
4. Semburkan carbon ink ke permukaan pertama pada Nrs
=1.,
5. Keringkan solvent pada suhu 60 oC selama 2 jam.
6. Pastikan semua Pt/C berada pada permukaan GDL
7. Keringkan keringkan 225oC untuk 30 menit (N2)
8. Sintered pada 330 oC for 30 menit dengan hot plate
untuk membentuk aggregate
9. Spraykan (5%) nafion ke electrocatalist (2 mg/cm2)
10. Nafion di impregnation 80oC selama 1 jam

LANGKAH FABRIKASI MENGGUNAKAN NAFION


5%

1. Masukkan 402.92 mgPt/C kedalam glas baker


2. Masukkan lagi ke dalam beker glass Nafion 5%
sebesar 1.37 ml
3. Aduk dengan 1500 rpm.
4. Hidupkan hot plate pada suhu 60oC. Spray ke
permukaan GDL pada N =1. Keringkan solvent pada
suhu 60 oC selama 2 jam.
5. Pastikan semua Pt/C berada pada permukaan GDL
dengan mengeringkannya 225oC semasa 30 menit
(N2)
6. Sintered pada 330oC semasa 30 menit dengan hot
plate untuk membentuk agregate
7. Untuk mengikat kan proton ke membrane hot
pressing 145 oC untuk 3 menit pada tekanan 193 atm

2.
PROSES PENYEDIAAN MEA

KAEDAH

Pembikinan GDL satu pusingan

1. Potong baju karbon dan setkan pada semburan


2. Timbanglah 1 gram Cabot dan masukkan kedalam glas
baker
3. Campur dengan profil alkohol sebanyak 24 ml, aduk
sampai selama 2.5 menit
4. Campur air sebanyak 24 ml dan 1.39 ml PTFE, aduk
selama 2.5 menit
5. Spray kepermukaan Carbon Cloth selama 1.4 menit
6. Keringkan GDL dalam rumah semburan selama 19
menit
7. Keringkan 60 oC selama 4 jam
8. Hot pressing 180 oC sebesar 10 ton selama 3 menit
9. Sintering 350 oC selam 3 jam
10. Masukkan dalan 3 % H2O2 selama 1 jam dan 1M
H2SO4 selama 1 jam
11. Cuci dengan air mendidih selama 1 jam
12. Keringkan pada suhu 100 oC pada Vacum selama 4 jam
13. Simpan pada storage (bebas abu)

GDE:

1. Pt/C = 403.28 mg dimasukkan dengan air 10 ml , aduk


selama 2.5 menit
2. Campur profil alcohol 10 ml aduk 2.5 menit
3. Masukkan PTFE dalam glas beker sebanyak 2.4734 ml
dan campur dengan 10 ml air, aduk sampai 10 menit
4. Semburkan 1 dan 2 ke atas permukaan GDL
5. Keringkan 60oC selam 25 menit
6. Keringkan 80 oC dalam Vacum selama 1 jam
7. Simpan dalan storage

Rawatan membrane
1. Potong membrane
2. Masukkan dalam 3 % H2O2 selama 1 jam
3. Cuci dengan air
4. Masukkan dalam 1 M H2SO4 selama 1 jam
5. Cuci dengan air
6. Masukkan dalam vacum suhu 60oC selama 1 jam

Assembly Membran dan Elektrod


1. Buat campuran Nafion 0.5 %
FABRIKASI GAS
DIFFUSION
ELECTRODE
Dasar perhitungan :

5. Film PTFE memiliki pore 0.1-0.3 micron


6. Tebal electrode 10- 35 micron
7. Jika udara sebagai oxidan menggunakan nafion 0.6
mg/cm2. Jika oxigen murni menggunakan 1.9 mg/cm2.
Variasi 0-2,7 mg/cm2
8. dipilih Nafion (5%)= 0.75 mg/cm2 (0.8 mg/cm2)
9. Menggunakan PTFE

Binder Catalyst = 20
Rekabentuk
micron

Tumpuk catalist=15
micron

Diameter aggregate= 10
micron
Binder material (Pt/C-PTFE) pada GDL-Membrane

1. Pengiraan kedalaman binder


Loading Pt = 0.4 mgPt/cm2 (commersial)
Jumlah C-Pt = 0. 4 mgPt/cm2/0.2 = 2 mg C-Pt/cm2
= (2 mg C-Pt/cm2)(201.46 cm2)=
402.92 mgC-Pt
Loading C-Pt : loading PTFE
= 8:2
Jumlah PTFE = (0.2/0.8)(2 mgC-Pt/cm2)
= 0.5 mgC-Pt/cm2
= (0.5 mgC-Pt/cm2) (201.46 cm2)
=(100.73mg PTFE
Total Material = 2.5 mgPt/C-PTFE/cm2
Tebal = (t cm){0.8(1.8 g/cm3)+0.2(1.5
g/cm3}) 1.44
= 0.0025gC-Pt/PTFE/cm2
Tebal = (t )( 1.74 ) =0.0025

= 0.001437 cm
= 14 micron
Ketebalan tumpukan Pt/C = 15 micron
Ketebalan pengikat tumpukan katalisator 20 micron
1cm =10000 micron
2. Pengiraan diameter aggregate partikel electrode
pada binder

Volume PTFE
=

(0.5mgpol / cm2 )(201.46cm 2 ) 1


1500mgpol / cm 3
(2mgPt  C / cm2 )(201.46cm 2 )

=(0.5)/3 cm3/gC
3(0.0001cm)
Rag  , cm
1.8 g / cm3(V pol cm3 / gC )
3(0.0001cm)
Rag   10micron
1.8 g / cm3(0.5 / 3cm3 / gC )

Rekabentuk:

3. Pengiraan Volume PTFE

3(t )
Vp  cm3polimer/gC-Pt
 ac r

3(0.0001cm)
Volume PTFE = V  = 0.17
1.8 g / cm3(0.001cm)
cm3/gC-Pt
Volume PTFE:
= (0.17 cm3/gC-Pt) (0.002 gC/cm2) (201.46
2
cm )
= 0.0685 ml
= 0.0685 ml/ 0.6
= 0.11 ml
Cek komposisi:
(0.0685 cm3)(1.5 g/ml) = 0.1027 g
0.1027 g/(0.1027+0.402.92) = 20.3%

Pengiraan volume alcohol


Partikel :
(38 nm)(1cm/107)= 0.0000038cm

3(0.0001cm)
V  =43.85
1.8 g / cm3(0.0000038cm)
cm3/gC
Volume alkohol maximum:
= (43.85 cm3/gC) (0.002gC/cm2)
2
(201.46cm )
= 17.67 ml

Jika menggunakan Nafion secara langsung maka jumlah


Nafion 5% yang diperlukan :
= 0.0685 ml/ 0.05
=1.37 ml

Penentuan isipadu minimum alkohol digunakan kaedah


sedimentation ( experiment)

Hot pressing
GDL
Pt/C-PTFE-Nafion
Pt/C
Pt/C-Nafion
Membrane
Campur alkohol 17 ml dengan 2mg Pt/C dan PTFE 0.11 ml,
aduklah selama 24 jam. Masukkan dalam gelas ukur,
endapkan selam 24 jam. Catat ketinggian permukaan carbon
dalam gelas. Isipadu ini disebut isipadu minimum alkohol
yang diperlukan pada pembikinan GDL.

LANGKAH FABRIKASI GDE MENGGUNAKAN


PTFE:

11. Masukkan 402.92 mgPt/C dan PTFE sebanyak 0.11 ml


kedalam baker gelas. Aduklah dengan 1500 rpm selama 2
menit .
12. Masukkan ke dalam beker glass prophyl alcohol 17 ml,
Triton (sebagai emulsion sebanyak 0.1 ml., kemudian
aduk dengan turbulensi tinggi selama 2 minit.
13. Hidupkan hot plate pada spray pada suhu 60o C.
14. Semburkan carbon ink ke permukaan pertama pada Nrs
=1.,
15. Keringkan solvent pada suhu 60 oC selama 2 jam.
16. Pastikan semua Pt/C berada pada permukaan GDL
17. Keringkan keringkan 225oC untuk 30 menit (N2)
18. Sintered pada 330 oC for 30 menit dengan hot plate
untuk membentuk aggregate
19. Spraykan (5%) nafion ke electrocatalist (2 mg/cm2)
20. Nafion di impregnation 80oC selama 1 jam

LANGKAH FABRIKASI MENGGUNAKAN NAFION


5%

8. Masukkan 402.92 mgPt/C kedalam glas baker


9. Masukkan lagi ke dalam beker glass Nafion 5%
sebesar 1.37 ml
10. Aduk dengan 1500 rpm.
11. Hidupkan hot plate pada suhu 60oC. Spray ke
permukaan GDL pada N =1. Keringkan solvent pada
suhu 60 oC selama 2 jam.
12. Pastikan semua Pt/C berada pada permukaan GDL
dengan mengeringkannya 225oC semasa 30 menit
(N2)
13. Sintered pada 330oC semasa 30 menit dengan hot
plate untuk membentuk agregate
14. Untuk mengikat kan proton ke membrane hot
pressing 145 oC untuk 3 menit pada tekanan 193 atm
PROSES PENYEDIAAN MEA

KAEDAH

Pembikinan GDL satu pusingan

14. Potong baju karbon dan setkan pada semburan


15. Timbanglah 1 gram Cabot dan masukkan kedalam glas
baker
16. Campur dengan profil alkohol sebanyak 24 ml, aduk
sampai selama 2.5 menit
17. Campur air sebanyak 24 ml dan 1.39 ml PTFE, aduk
selama 2.5 menit
18. Spray kepermukaan Carbon Cloth selama 1.4 menit
19. Keringkan GDL dalam rumah semburan selama 19
menit
20. Keringkan 60 oC selama 4 jam
21. Hot pressing 180 oC sebesar 10 ton selama 3 menit
22. Sintering 350 oC selam 3 jam
23. Masukkan dalan 3 % H2O2 selama 1 jam dan 1M
H2SO4 selama 1 jam
24. Cuci dengan air mendidih selama 1 jam
25. Keringkan pada suhu 100 oC pada Vacum selama 4 jam
26. Simpan pada storage (bebas abu)

GDE:

8. Pt/C = 403.28 mg dimasukkan dengan air 10 ml , aduk


selama 2.5 menit
9. Campur profil alcohol 10 ml aduk 2.5 menit
10. Masukkan PTFE dalam glas beker sebanyak 2.4734 ml
dan campur dengan 10 ml air, aduk sampai 10 menit
11. Semburkan 1 dan 2 ke atas permukaan GDL
12. Keringkan 60oC selam 25 menit
13. Keringkan 80 oC dalam Vacum selama 1 jam
14. Simpan dalan storage

Rawatan membrane
7. Potong membrane
8. Masukkan dalam 3 % H2O2 selama 1 jam
9. Cuci dengan air
10. Masukkan dalam 1 M H2SO4 selama 1 jam
11. Cuci dengan air
12. Masukkan dalam vacum suhu 60oC selama 1 jam

Assembly Membran dan Elektrod


2. Buat campuran Nafion 0.5 %
3. Masukkan membrane dalam larutan nafion
4. Keringkan membrane 60 oC selama 1 jam
5. Susun GDE-M-GDE
6. Pres 5 ton 130 oC selama 2 menit
7. Masukkan dalam vacum 30 menit
8. Simpan dalam storage bebas abu

Assembly Stack
1. Cuci komponen stack
2. Keringkan 80 o C
3. Susun semua komponen
Potong
Carbon Cloth

Semburan Keringan
suhu bilik
CARTA ALIR PENYEDIAAN MEA N = 0.7 t= 8 menit

Pembikinan GDL UKM


Sintering Hot pressing Keringan
350 oC 180 oC T= 60oC
t=3 jam t=3 men Pemotong t = 3 jam
14 x 14 cm 2
Pada percobaan AC sebanyak 12 g dicampur iso-prophyl
alcohol 45 ml dan air 45 ml kemudian aduk
selama 20 menit. Tambahkan Nafion 0.5 ml
dan PTFE Cuci3.0 ml lakukan pengadukan 10
Cuci menit. Campuran ini memiliki
Air-alkohol viscosity 1.2 cp Storage
Keringan
5 % H2O2 T= 100 oC T= 100 oC Bebas abu
2 jam dan disebut
T=1 jamdawat karbon. tKemudian
=2 jam setkanGDL Commersil
tekanan udara pada spray dengan 6 bar,
nozzle tegak lurus pada carbon cloth.
Kecepatan carbon ink 0.5 cc/s dan S adalah 20
cm/menit dan N adalah 10. Sprayer dilakukan Mixing
Semburan
Pelapisan Keringkan N= 0.7
nafion one way Vacum kepermukaan1 mincarbon cloth.
Pt/C, Air, Alkohol
Keringkan60 oC dalam vakum drayer pada suhu 8PTFE menit
1 jam
kamar selama 2 jam. Kemudian hot pressing
suhu 130oC-350oC (glass transision
temperatur) pada tekanan 10 untuk kompaksiHot pressing
Storage
Vakum
80 oC
polimer dengan GDEAC. Kemudian didihkan 130 oC
3 menit
1 jam dengan 5 wt% H2O2/H2O solution for 30 menit
Commercial
Bebas abu
to oxidize organig impurities dan didihkan
beberapa saat pada air yang mengandung
1MH2SO4 untuk larutkan metal ion
Vacum
Pemotongan contaminant.
1 M H2 SO4 Pada kondisi60 oCini GDL porous.
Membrane Hasil process ini disebut GDL.
80 oC 2 jam MEA
1 jam Commersil

Cuci Storage
3 % H2 O2 H2O Membrane
80 oC 100 oC Bebas abu
t=1 jam 1 jam
HASIL

KEPERLUAN

1. Timbangan belum ada


2. Oven belum ada
3. Vacum belum ada
4. Hot pressing belum ada
5. Storage belum ada
JADUAL

3. EXPERIMENT

Kajian pembikinan MEA meliputi 6 peringkat iaitu karakterisasi


sprayer, starting poit, inproved backing (GDL), inproved GDE
(electrode thickness reduction), incorporating electrolyte and hot
pressing and incorporating pore forming material. Dalam paper ini
disampaikan inproved GDE.menggunakan sprayer. Semburan ink
electrode keatas permukaan GDL[5]. Pembikinan ink electrode
menggunakan Pt/C 20%, PTFE 30 %, nafion solution 5%, prophyl
alkohol 89 %. Perbandingan berat Pt/C dengan Nafion dalam ink
elektrode dibuat 0.2 : 0.6. (0.4 mgPt/cm2)[20]. Ink elektrode di
semburkan ketas permukaan GDL berbagai nilai Nrs dan tekanan 4
bar. Spray dilengkapi dengan hot plate pada suhu 60 oC untuk
menguapkan isoprophyl alkohol [24]. Pengeringan GDE hasil
semburan menggunakan kaedah [20]. Lembaran Nafion 117 dicuci
dengan 5 wt % H2O2 selama 30 menit to oxidize organik impurities
dan didihkan dalam H2SO4 5 wt% selama 30 menit [26]. Susun
lapisan GDE-M-GDE sesuai dengan ukuran laluan gas pada stack
PEM fuel cell. Hot pressing pada tekanan 10 ton pada suhu 130 oC
selama 3 menit untuk kompaksi semua layer [20-26]. Alat yang
digunakan untuk memeriksa ketebalan ialah ….dan untuk
menentukan porosity, diameter pore dan surface area aktive
digunakan mercury-intrusion porosimetry. Untuk mengukur
performance MEA menggunakan FCTS.
FORMULATION DEVELOPMENT CARBON
INK FOR GAS DIFFUSION IN FUEL CELL
DEVELOPMENT

Ramli Sitanggang

ABSTRACT

The Gas Diffusion layer fabrication for Membrane Electrode


Assembly (MEA) Fuel cell used carbon ink. Carbon ink as
parameter which is important in determine MEA Fuel cell is
success in application. Carbon ink formulation was umumnya
explained with conventional method but in this paper base on
equation of correlation of polymer fraction with carbon particle
size. Knowing model performance, used carbon ink which consists
of PTFE, activated carbon, alcohol and water. The result of
evaluation base on equation shows that formulation model can
diagnose the active carbon needed about 5-20 micron ( 625- 2500
mesh) and PTFE about 12-32.5 % W.

INTRODUCTION

MEA consists of the Gas Diffusion Layer and Gas Diffusion


Electrode (GDE). Each of layers have different function so the
materials was formulated. The materials are carbon ink, carbon
cloth or carbon paper. In the article or journal, the carbon ink
formulation no much knew detail a while design of carbon ink
formulation as the main parameter for the success of MEA fuel
cell. The carbon ink consists of Polymertetraflouroethylene
(PTFE), Nafion, Carbon or Carbon-Pt, Alcohol and distillate
water. Each of this materials influence properties of GDL or GDE
fabrication. In GDL fabrication, Hsin at. al (2002), altering the
polymer concentration to generate the different of porosity so the
GDL gives the different of current density. For carbon paper Hsin
at. Al used 30% PTFE for getting the high current. At the same
time, Chang (2002), emulsify of carbon ink by using PTFE,
Nafion and Vulcan. The Nafion concentration is 5% getting the
best performance of fuel cell. Then , developed to fix performance
looking at ionic conductivity by using PTFE materials. In 50%
losses the high ohmic but the porosity can increase of 0.04 up to 1
(Nordlund, 2000). So it is too with the others journal review
needed PTFE 20 up to 50%. Dalam article ini, mekanisme
formulation carbon ink tidak diterangkan hanya teknologi
pembikinannya misalnya print screen, sprayer, casting and rolling.
In this paper, offered the simple of the formulation methodology to
help calculation of the carbon ink composition in MEA fabrication
for Fuel cell. Determine the chemical composition of carbon ink
for the GDL with variable of polymer fraction, polymer thickness
and particle size. The correlation will be get from calculation of
the carbon ink composition for MEA Fuel Cell.

METHODOLOGY

This present invention relates to a method of formulating an


ink composition. In more particular, the present invention
relates to a method of formulating an ink composition which
will contain carbon particles and particulate polymer binders.
Background of The Invention, A fuel cell is used for
producing electrical energy from fossil fuels. The fuel cell
will achieve higher efficiency as compared with an engine.
Besides, the fuel cell is known to be environmental friendly
with less pollution. One main component of the fuel cell is
referred as a membrane electrode assembly. This component
is important for producing electric in the fuel cell. Typically,
an ink composition in the membrane electrode assembly can
be formulated by a conventional method of trial and error.
This method is difficult due to complexity of the probability
theory.

There is some prior arts relating to various ink compositions


and their formulation methods. A Japanese Patent No.
2002020662 discloses an ink constituent comprising at least
one selected from dyes or pigments, at least one water-
soluble solvent or water and at least one dispersant. The ink
constituent that contains at least one A and at least one B of
starting materials is represented by an equation of D(AB) =
(Ad – Bd )2 + (Ap-Bp)2 + CAh – Bh )2, where Ad and Bd
are each a dispersion component of the surface energy, Ap
and Bp are each a polar component and Ab and Bh are each a
hydrogen bond component.
Another Japanese Patent No. 2002338783 describes an
aqueous dispersion of polymer particles containing a
colorant, wherein the viscosity retention rate of the aqueous
dispersion which is imparted by the colorant will be
calculated according to a formula. The formula shall be
indicated as [viscosity retention]=[the 20-degree C 5
viscosity after preservation ]/[20-degree C viscosity before
preservation]x 100 that will give 75% or more but less than
115% of viscosity retention rate for an aqueous dispersion
containing 4.4 mass percentage colorant and 10.0 mass
percentage npentanol, 10 An ink jet ink containing a coloring
agent and a solvent wherein the solvent will give a [Sigma]S
which is defined by two formulas has been claimed in a
Japanese Patent No. 2005220298. The two formulas are
indicated as S = HlM x lOOO and
[Sigma]S=SIxCl+S2xC2+S3xC3 ..+ Sn x Cn where H is the
total of hydroxyl group per solvent 1 molecule and the amino
group, M is molecular weight of the solvent, SI 15 is the
mass fraction in S of a solvent 1, Sn is the S of solvent nand
Cn is the mass fraction in the ink of solvent n. It is desirable
to invent a method of formulating an ink composition which
will involve simple steps of calculation. Besides, it is
important to discover a method of 20 formulating an ink
composition which can provide high performance in a
membrane electrode assembly. The ink composition shall be
useful for applications in various industries such as painting,
coating and decoration industry, catalytic industry and
building industry.
The primary object of the present invention is to develop a
method of formulating an ink composition which will
involve simple steps of calculation. The presented formulae
shall be easy to understand and apply for designing the ink
composition. One of the objects of the present invention is to
introduce a method of formulating an ink composition which
can provide high performance in gas diffusion layer (GDL)
and gas diffusion electrode (GDE) of the membrane
electrode assembly. Moreover, the formulated ink
composition shall be useful for applications in various
industries such as painting, coating and decoration industry,
catalytic industry and building industry. At least one of the
preceding objects is met, in whole or in part, by the present
invention, in which the embodiment of the present invention
describes an ink composition containing carbon particles and
particulate polymer binders wherein the weight properties of
carbon particles and binders are determined by the following
formula. In determine the material composition in carbon ink was
done model arrangement based on figure 1. This figure is Element
volume of The Gas Diffusion layer in MEA. Assumes the carbon
particle is ball, carbon particle (1) is coated polymer (2) as bond.
The variable of polymer composition is made as the polymer
thickness (t) and diameter of carbon particle (r). Base on neraca
material bagi element volume figure 1, the correlation equation
antara fraksi polimer , fraksi carbon, the polymer thickness (t) and
diameter of carbon particle (r) dalam carbon cloth atau carbon
paper shows in the equation 1 and 2.

c r
x …………….(1)
3 pt  c r
c r
y 1 …….……(2)
3 pt   c r

1. Carbon
2. Polymer
3. Porocity
4. Pore

x = weight fraction of activated carbon , y = weight fraction of


Polymer,  c = density of activated carbon and  p = polymer
density, t = polymer thickness and r = diameter of carbon particle

Figure 1. Element Volume of The Gas Diffusion MEA Fuel Cell

Experiment and Discution

If y is the polymer composition PTFE and r diameter of particle of


activated carbon so the composition correlation PTFE with binder
thickness and diameter of activated carbon particle like in equation
(2) or figure 2, 3, 4, 5, 6, and 7. According to journal, PTFE
needed for the GDL fabrication 30-40% weight. In the equation
model (2) or figure 2, shows the slope of change of PTFE, PTFE
thickness as binder is significant for particle of activated carbon 20
micron. Therefore, for binding the particles of activated carbon is
needed PTFE about 5% up to 40% weight and diameter of particle
5 up to 20 micron.

In figure 4, shows the slope of change PTFE is significant enough


below 5 micron so the best binding carbon in the GDL is in this
area. This area shows in an equation (4) and figure 5, that is the
slope change PTFE toward the another of particle diameter,
showing bonded thick between particle of activated carbon with
the others particle of activated carbon about 1.0 micron or
according to figure 6, binder thickness which is needed 0.9 to 1.1
micron or about 2 times of diameter of the maximum PTFE
particle.
Figure 2 and 3. The correlation of PTFE with Binder thickness
Figure 4 and 5. The correlation of the PTFE with diameter of
Activated Carbon particle

PTFE correlation with Activated Carbon

45
42.79 0.1 micron
40 39.75 0.3 micron
36.38 0.5 micron
35
32.61
0.7 micron
30 29.47
0.9 micron
28.366
27.21 1.1 micron
PTFE(W%)

25
23.54
24.81 1.3 micron
22.23
20
1.5 micron
19.48
18.03
16.52 17.28 1.7 micron
15.75
15
13.34 14.16 14.32 1.9 micron
12.51 13.0112.22
11.66 10.79 11.66
10 9.91 10.2611.08
9.91 10.669.05
9 8.82 8.7 9.65
8.61 8.55
7.14 7.33 7.46 7.55 7.62
6.46 6.67
6.19 6.19
5 5.21 5.8 4.88 5.35 5.7
4.21 4.21 4.21 4.71
3.19 2.57 3.53 3.04 3.7
2.67
2.15 2.15
1.08 0.87 0.72 1.85 1.62
0.62 0.54
0
0 10 20 30 40 50
Particle (micron)

Figure 6. Rajah 6. The correlate election of PTFE with


Particle

For making the correlation polymer fraction and carbon toward the
GDL pore, entering the water and alcohol into beaker glass and
mixing in the turbulent area. So enter activated carbon and PTFE.
The result of mixing about 2 minutes is called the carbon ink.
Pouring the carbon ink into the beaker glass. Dried in the acid
room until the solvent evaporates. Then drying in oven or vacuum
(Soshi Shiraishi, 2002) at temperature 130 to 148 oC. The figure 7
shows the result of BET analyze.
Figure 7. The characteristic correlation of the GDL with PTFE
fraction

In figure 7 shows pattern of correlation volume pore, pore


diameter and surface area pore. The dry carbon ink with fraction
of PTFE polymer, which is used, is the same with binder particle
of carbon. Meaning the equation (2) can be used for prediction of
carbon formulation in the GDL fabricating or GDE MEA.

CONCLUSSION

From evaluation above can be gotten a conclusion that equation


(1) and (2) can be calculated formulation of carbon ink. The
correlation performance of polymer fraction with pore is same
near with the performance pore with binder thickness. The
formulation of carbon ink in the GDL fabrication need activated
carbon about 5-20 micron ( 625- 2500 mesh) and PTFE about 12-
32,5% weight.
REFERENCES

Hisin-Sen Chu, Chung Yeh, Falin Chen. Effect of porocity change


of gas diffuser on performance of proton excange membrane fuel
cell. Journal of Power Sources123(2003)1-9

Soshi Shiraishi and Asao Oya. Double Layer Capacitance of


Mesoporous Carbons Prepared from PTFE – Ion-Sieving
Relaxation Derived from Mesoporous. Department of Chemistry,
Faculty of Engineering , Gunma Uneversity , Gunma 376-8511,
Japan

Chang.H,Koschany.P, Lim.C, and Kim.J, Material and processes


for light and power density PEM fuel Cells, Journal of New
Materials for Electrochemical systems,3,2002, Germany

Collins, J.J., Fornoff, L.L., Manchanda, K.D., Miller, W.C.

and Lovell, D.C. 1974. The Purasiv S Process for

Removing Acid Plant Tail Gas, Chem. Eng. Prog., 70

(6):58 – 62.

Daud, W. R. W. 2000. Kaedah Reka Bentuk Singkat

Penjerap, The 14th Symposium of Malaysian Chemical

Engineers SOMChE 2000, Putra Jaya, Selangor,

Malaysia, October 30 – 31, 2000, pp. 445 – 453.


Jasra, R. V., Choudary, N. V. and Bhat, S. G. T. 1991.

Separation of Gases by Pressure Swing Adsorption,

Separation Scie. & Tech., 26(7) : 885 – 930.

Klinkenberg, A. 1948. Numerical Evaluation of Equations

Describing Transient Heat and Mass Transfer in Packed

Solids, Ind. Eng.Chem.,40(10):1992– 1994

Klinkenberg, A. 1954. Heat Transfer in Cross-Flow Heat

Exchangers and Packed Beds, Ind. Eng. Chem., 46 (11) :

2285 – 2289.

Luckis, G. M. 1973. Adsorption Systems Part II – Equipment

Design, Chem Eng., July 9, 83 – 90.

Ray, M. S. 1986, Pressure Swing Adsorption: A Review of

UK Patent Literature, Separation Scie. & Tech., 21(1) : 1

– 38.

Seader, J.D. dan Henley, E.J. 1998. Separation Process

Principles, New York: John Wiley.


Wakao, N., and Funazkri, T. 1978. Chem Eng. Sci., 33 : 1375

– 1384.

White, D. H. and Barkley, P. G. 1989. The Design od

Pressure Swing Adsorption Systems, Chem. Eng.

Progress, 85 (1) : 25 – 33.


3.5. Hubungan dimensi alat pembuatan dengan
prestasi MEA

Prestasi Model aglomerate

Prestasi Butler–Volmer
Pada uraian rekabentuk lapisan PEM Fuel Cell
telah dijelaskan berbagai konfigurasi lapisan MEA.
Rekabentuk ini akan dibuat berbagai mesin terutama untuk
membuat parameter yang berkaitan prestasi PEM Fuel Cell
baik ketebalan, diameter pori pori dan luas permukaan
lapisan. Semakin optimum ketebalan, diameter pori pori
dan luas permukaan lapisan MEA maka prestasi PEM Fuel
Cell [13,7] semakin optimum juga.
Menurut persamaan Butler–Volmer, hasil pembuatan
ini akan menghasilkan kinetik elektrokimia, yang secara
matematik [10,18,19,20].
  F    F 
ic  i0 exp a    exp  c   )
  RT   RT 
(3)

nilai eksponensial persamaan mendekati nilai nol atau [10],


  F 
exp  c    0 ,
 RT 
Dengan demikian polarisasi elektrokimia sebagai berikut:
RT i
 ln refc
 a F io ,c
(4)

Variasi tiga parameter berpengaruh pada polarisasi


elektrokimia. At a given thickness, hole, hole diameter and
surface area, it will show a certain value [20]. The higher
thickness value will show the lower hole. This case also
occured for a given thickness that will show a certain hole
diameter and active surface area [18]. To obtain the
correlation between dimensi electrode dengan kinetic
polarisasi elektrokimia, the coefficient

RT
aF

in eq. (4) is modified into non dimensionless as shown


below:
RTE r 1 i
 ln refc (5)
 a F E r io ,c
Theoretically, the coefficient is influenced by the structure of
electrode layer, i.e. the thickness, hole, hole diameter, and
active surface area.
RTE r t dp c
 a2 ( e ) c (
5
) ( ) c ( S aW1 ) c
6 3 7
(6)
F W1 W1
An intercorrelation between thickness and hole diameter,
hole, and active specific surface area [17,18,20] simplified
eq.(6) and defined as follows:
RTE r t 1 t e 1 / x1 x 2 c2 1 t e 1 / x1 x 3 c3 1 t e 1 / x1 x 4 c4
 a1 ( e ) c1 (a1 ( ) ) (a 2 ( ) ) (a3 ( ) )
F W1 a o W1 a o W1 a o W1
(7)
Or
RTE r t
 a 4 ( e ) c10 (8)
F W1
Furthermore the constant is introduced in eq.(5) therfore the
influence of electrode properties on the hydrogen reaction
kinetic which stated in the equation of kinetic performance is
as follows:
t 1 i
  a 4 ( e ) c10 ln refc (9)
W1 E r io ,c
To yield the various size of thickness, the electrode on the
GDL surface using spraying. The movement with x-y
coordinate is determined by the frequency (  ), nozzle
height (W1), distribution distance (W2), the number sprayer
at substrate (N) and the speed of nozzle movement (S). If the
nozzle height W1 is direct proportional to x and W1 is also
required to be linear to W2. Therefore, the nozzle movement
is described as dimensionless number and defined in eq.(10).

( S  2y )
N ukm  (10)
2W 2

The CAD is adjusted with the dimension of x, y, n, S dan W1.


Moreover the nozzle position during manufacturing is
controlled by adjusting with the parameter of Nukm. Each
value of Nukm will yield electrode thickness on the GDL
surface. The correlation of thickness is defined in eq.(11).
te x1
 a 0 N ukm (11)
W1
The size of thickness ( t e ) is influenced by the spraying
characteristic number (Nukm). The combining of eq.11 and
eq.9 of kinetic performance can be expressed in eq.12.
x1
a 4 ( a 0 N ukm ) c10
b (12)
Er
ic
  b ln (13)
io
Assuming an overpotensial in MEA   = Ec – Er . This
leads to the expression for the cell voltage, Ec:
i
E c  E r  b ln c (14)
io
where Er = reversible potential for the cell, b = Tafel slope
for oxygen reduction. The so-called Tafel slope b is
determined by the nature of the electrochemical process. For
the oxygen reduction reaction [n = 2, in practical fuel cells, b
is usually between 40 and 80 mV [10]. The main factor
controlling the activation over potential and hence the cell
potential, Ecell = Ec, is the (apparent) exchange current
density io. Eq. 14 demonstrates that, due to the ln, a tenfold
increase in io leads to an increase in cell potential at the given
current by one unit of b. It is important to emphasize this
point [10.11]. While the Tafel slope b is dictated by the
chemical reaction (and the temperature), the value for io
depends on reaction kinetics [21]. Therefore, the hypothesis
of the influence of electrode properties on the hydrogen
reaction kinetic in fuel cell is much affected by the electrode
thickness or Nukm from the spraying method. To demonstrate
the influence on the performance of MEA, a serial of
electrode manufacture was carried out on the GDL surface.
The MEA manufacture

To manufacture an electrode, Pt/C (20 %) powder, Nafion


solution (5 %), and isoprophyl alcohol were applied. The
ratio of Pt/C and nafion solution is made to be 0.7:0.3. The
ratio of Platinum and water is made to be 1:20. These
substances are mixed in a mixing tank. The mixing
operation is carried out with a speed of 1200 rotations per
minute for 10 minutes. The yielded ink is known as the so-
called catalyst ink. After the ink spraying on the surface of
GDL with a given Nukm, the membrane nafion 117 is cleaned
with 3 % H2O2 at 80oC for one hour to oxidize the organic
matter. Moreover, it is cleaned again with boiled water for
one hour. Then, cleaned again with H2SO4 5 wt % at 80oC
for one hour. This procedure is carried out to remove the non
organic material which possibly in the membrane.
Furthermore, the membrane is washed several times with
water at 80oC until perfectly cleaned. The layers are
combined based on the configuration of gas diffusion anode
– membrane – gas diffusion cathode (GDEA-M-GDEK) or
to be assembled into unity. The hot pressing is carried out at
a pressure of 50 kgcm-2, temperature 130oC for 3 minutes.
The product of this assembly is called as MEA. Moreover,
the bipolar plate is combined with MEA the so-called
PEMFC. The test of performance is undertaken with fuel
cell test (FCT) Arbin instrument, USA. This station is
operated based on the parameter value which its value
similar used for optimization of mathematic modeling. The
machine controlling is undertaken via computer using
MITS_Pro software. The determination of the desired
product and also the duration of cell operation are also being
carried out before the cell test undertaken. During the
examination, the data value are recorded and collected
automatically by the MITS Pro software. Furthermore, the
graphs may be created for analysis purpose.

Fig.2 shows the performance of MEA starting point which is


referred to commercial MEA standard. The area of this MEA
performance is possibly being undertaken in the
investigation. The line shows the area border of the
electrode investigation in this reserach. During the electrode
manufacture, the spraying characteristic is expressed as
given below:

t  51.645 exp  0.55 N ukm   (15)

The operation of the test instrument using the following data


as given below:
Speed H2 , cm3pm
= 0.0003
Concentration of H2 for surface hole ( C H 2 =YH2 x
Po / HH2), mol/m3 = 0.4200
Mol fraction of H2 for surface hole
= 0.0642
Mol fraction of H2 for inner part of anode
= 0.6000
Speed O2 for surface hole, sm3pm
= 0.0006
Concentration of O2 ( C O 2 = YO2 x Po / HO2), mol/m3
= 5.6000
Temperature back input H2,oK
= 35300
Temperature back input O2,oK
= 35300
Pressure of O2, Pa
= 2.5 105
Pressure of H2, Pa
= 2.5 105
Operation time, minute,
= 30.00
Data input time, second,
= 10.000
Concentration of H2 in active layer ( C Href2 =YO2in x Po
/ HO2 ), mol/m2 = 0.4000
ref
Concentration of O2 in active layer ( C O 2 =YO2in x
Po/HO2 ), mol/m2 = 0.6000
Change of current density in anode (io,a) , A/m2
= 10000
Change of current density (io,c ), A/m2
(Hoogers,2003) = 10.000
Concentration of O2 in active layer ( C Href2 = YO2in x Po
/ HO2 ), mol/m2 = 0.4000
Fig. 2 Area of electrode investigation

At previous investigation, the electrode thickness very much


affected the MEA performance [16]. The thinner electrode
made the MEA performance elevated. This case due to gas
reaction to produce the best proton and electron near the
membrane surface [17,19]. However, at certain thickness, the
performance will reduce because the reaction required
enough electron [22]. To demonstrate this case, a
configuration was made by making electrode on the anode
surface as described in eq.(16).
GDEAx(Nukm)
(16)

The x in the configuration of making A describes the number


of electrode research in the anode part and the Nukm is the
number that shows the various spraying movement that
produced anode thickness on the surface of GDL. In this
investigation, the Nukm value is plotted starting from 0.5 to
1.75. The stating point undertaken in this investigation
applied a carbon cloth which is well prepared for hole as
well as surface using Cabot and PTFE. This procedure
caused the starting point of this investigation GDA1(0.5)
different from the starting point Fig.2. The results are shown
in Fig.3. In Fig.3, the thinner electrode or the higher Nukm
value from 0.5 to 1.75, will yield the higher MEA
performance. For Nukm 1.75 will yield the highest MEA
performance. Eq.15 is substitued into eq.14 to obtain the cell
voltage, Ec:

a 4 (25.822 exp(0.55 N ukm )) c10 ic


Ec  Er  ln (17)
Er io
Fig.3 The performance of elctrode layer
If b is simplified, so Ec :
ic
E c  E r  c11  exp(0.55 N ukm ) 
c10
ln
io
(18)
RT
 c11  exp(0.55 N ukm )  10
c
b (19)
F

Eq.(19) is a Tafel slope that the value is determined by c10


and c11. Value c11 shows the effect of condition values that not
put in the theory of B-V arrangement. This two values can be
determined by Hooke Jeeves calculation using basic
program. By this calculation, the Tafel slope value of each
examination can be determined as listed in Table-2.

Table 2 Tafel slope values by calculation.


Configuration Spraying thickness Tafel slope
of electrode movement te RT
 c11  exp(0.55 N ukm ) 
c
b 10

preparation Nukm (micron) F


GDEAx(Nukm) (Vdecade-2)

GDEA1(0.50) 0.50 39 0.565


GDEA2(0.75) 0.75 34 0.522
GDEA3(1.00) 1.00 29. 0.511
GDEA4(1.25) 1.25 25 0.471
GDEA5(1.75) 1.75 20 0.435

Table 1 lists that the thinner electrode or the higher Nukm


value, therefore the Tafel slope value getting lower.
Graphically, the change of Tafel slope from the whole
experiment is shown in Fig.4.
In this investigation, the reduced thickness caused the
reduced Pt-loading. The reduction is found to be from 0.4 to
0.28 gcm-2. The previous approach, if the mass-transport
losses do not increase as the Pt-loading is reduced, the
change in cell voltage as a function of anod Pt-loading can
be describe mathematically on the basis kinetics [8,10]:

RT E c
b  
F  ln t c  T ,i

(20)
Fig. 4. The change of Tafel Slope

where tc denotes the catode Pt-loading. Eq.(20) states that the


change in cell voltage with the logarithm of the cathode Pt-
loading (assuming the same catalyst is used) is proportional
to the Tafel-slope. Eq. (20), again, assumes that H2/air
reactants is not changed by reducing the Pt-loading pada,
which was shown to be the case for a two-fold loading
reduction (from 0.4 to 0.2 mgPtcm-2). For a Tafel-slope of 70
mVdecade-1 at 80C, a loading reduction is thus predicted to
lead to a voltage loss across the entire current density range
of 20 or 40 mV, respectively. In this investigation, the
examination was about the change in Pt-loading for anode.
At the change in thickness from 39 micron to 20 micron or
from 0.4 to 2.8 gcm-2, it will show 0.56 and 43 V.
RT E c
b   (21)
F  ln t e  T ,i
RT E c
b   (22)
F  ln 51.645 exp  0.55 N ukm    T ,i

This event shows that the change of thickness at cathode is


more influenced than the change of thickness at anode. In
this investigation, the experiment was conducted under
room temperature that resulted lower Tafel slope value .

Conclusion

The hypothesis of electrode properties on the hydrogen


reaction kinetic in fuel cell is much influenced by the
electrode thickness or Nukm by spraying method. From the
discussion of the thickness influence, the tinner electrode or
the higher Nukm will yield lower Tafel slope value and
apparently there is no any enhancement. At H2/air reactants
is not changed by reducing the Pt-loading , which was shown
to be the case for a two-fold loading reduction (from 0.4 to
0.28 mgPtcm-2). For a change from 39 mikron to 20 micro or
from 0.4 g/cm2 to 2.8 gcm-2, it will show values of Tafel
slope of 0.56 and 43 V.

References
1. EG&G Services.(2000). Fuel Cell Handbook.
3ed, Science Applications international
Corporation U.S. Department of Energy, West
Virginia 26507-0880
2. Jen T.C., Yan T., Chan C.H.(2003). Chemical
reacting transsport phenomena in PEM Fuel
Cell . International Journal of Heat and Mass
Transfer 46, 4157-4168
3. Gasteiger A,H., Kocha S.S., Sompall H.,
Wagne T,F. (2004). Review Activity
benchmarks and requirements for Pt, Pt-alloy,
and non-Pt oxygen reduction catalysts for
PEMFCs. Applied Catalysis B: Environmental
inpress
4. Guzlow E., Kaz T., (2002). New Result of
PEMFC electrode pruduce by DLR dry
preparation technique , J..Powre sources
106,122-125
5. Oedegaard, A. Hebling, C. Schimitz, A. Moller,
H.S. & Tunold, R. 2003. Influence of diffusion
layer properties on low temperature DMFC.
Journal of Power Sources inpress
6. Hogarth, M.P. Munk, J., Shukla, A.K. &
Hamnett, A.1994. Performance of carbon-cloth
bound porous-carbon electrodes containing an
electrodeposited platinum catalyst towards the
electrooxidation of methanol in sulphuric acid
electrolyte. J. Appl. Electrochem 24 :85–88.
7. Qi, Z. & Kaufman, A. 2003. Low Pt loading
high performance cathodes for PEM fuel cells.
J. Power Sources 113:37–43.
8. You L., Liu H.(2001). Parametric study of the
cathode catalyst layer of PEM fuel Cell using a
pseudo-homogenous model. International
journal of hydrogen Energy 26: 991-999
9. Nordlund, J. Roessler, A. & Lindbregh, G.
2002. The infuence of electrode morphology on
the performance of a DMFC anode. Journal of
Applied Electrochemistry 32: 259–265.
10. Mann R.F., Amphlett J.C., Peppley B.A.,
Thurgood C.P.(2006). Application of Butler–
Volmer equations in the modeling of activation
polarization for PEM fuel cells. Journal of
Power Sources impress
11. Noponen M., Mennola T., Mikkola M.,
Hottinen M., Lund P. (2002. Measurement of
current distribution in a free-breathing PEMFC.
Journal of Power Sources 106: 304–312
12. Gurau V., Liu H., Kakac S., (2002). Two-
Dimensional Model for Proton Exchange
Membrane Fuel Cells. Dept, of Mechanical
Engineering, univercity of Miami. Coral
Gables, Fl33124.
13. Siegel P.N. (2003). A two-dimensional
computational model of PEMFC with liquid
water transport. Journal of Power sources ,
inpress
14. Chu H.S., Yeh C.,Chen F. (2003). Effects of
porosity change of gas diffuser on performance
of proton exchange membrane fuel cell. Journal
of Power Sources 123: 1-9
15. Zhou T., and Liu H.(2001). General There-
dimensional Model For proton Exchange
Membrane Fuel Cell. J.Transport phenomena,
3(3):177-198
16. Kong C.S., Kim D.Y., Lee H.K., Shul Y.G.,. Lee
T.H.(2002). Influence of pore size distribution
of diffusion layer on mass- transport problem of
proton excange membrane fuel cell. J. Power
Sources 108: 185-191
17. Rowe A., Li X.(2001). Mathematical modeling
of Proton exchange membrane fuel cells.,
Journal of power sources 102: 82-96
18. Sui P.C., and Chen L.D.(1999). Modeling and
Estimation of a PEMFC Catalyst Layer .
International Congress and Exposition Detroit,
Michigan.
19. Baschuk J.J., Xianguo Li.(2000). Modeling of
polymer electrolyte membrane fuel cells with
variable degrees of water flooding. Journal of
Power Source 86: 181-106
20. Chu, D. & Jiang, R. 1999. Performance of
polymer electrolyte membrane fuel cell
(PEMFC) stacks part I: Evaluation and
simulation of an air-breathing PEMFC stack.
Journal of Power sources 83:128-133
21. Yoon, Y.G. Park, G.G. Yang, T.H. Han, J.N.
Lee, W.Y. & Kim, C.S. 2003. Effect of pore
structure of catalyst layer in a PEMFC on its
performance. Int. J. Hydrogen Energy 28: 657–
662.
22. Moreira, J. Sebastian, P.J. .Ocampo, A.L &
Castellanos, R.H. 2003. A PEM Fuel Cell
developed using Different gas diffusion
electrod. Solar – Hydrogen – Fuel Cell, CIE-
UNAM, 62580 Temixco, Morelos, Mexico
3.6. Permeabilitas air

1. INTRODUCTION
Membrane Electrode Assemblies (MEA) is the core
component of fuel cell. It consists of the electrolyte
membrane, anode and cathode electrodes. The
electrochemical reactions occur when a fuel and oxidant are
applied to the anode and cathode sides of the MEA. There
are several fabrication methods of MEA were reported, such
as rolling, screen-printing, casting, and spraying. Each of
these types produces different MEA’s structure. One of the
recent researches in sprayer as what we interested in our
laboratory, used one or multi nozzle (Blore at al., 2002, Jun,
2001, Chun, 2001). The most important parameter in MEA is
the water flux, usually named as water transport
phenomenon. The water flux itself depends on electro –
osmotic behavior, diffusion and permeability coefficient, and
proton movement (Eikerling, 1998, Hu, 2004). Some of
researchers have approached the water transport
phenomenon in one, two and three dimensional (Hu, 2004,
Jun,2001, Chen, 2003). Based on the mechanism of
hydrogen bridge within membrane (Bansal,1998), we
observed that the water flux is pressure dependent. The
balancing of humidity has to be insured with avoiding the
floods of water and dehydration that will cause an ohmic
lost. The minimizing of ohmic lost was suggested by many
researcher by achieving various composition of materials and
reconstruction of pore size of diffusion layer of electrode. In
this research, we observed the permeability coefficient of
MEA by setting the slope of water flux in a certain value.

2. METHODOLOGY
MEA consists of three component Gas Diffusion Layer
(GDL), Gas Diffusion Electrode (GDE), and membrane. The
fabrication process of GDL and GDE was made using in-
house robotic sprayer machine adopted the Chun’s method
(2001). The permeability coefficient of the fabricated
electrodes was characterized. We are assuming the water
mass transfer represents by the simplest equation as follows
(Midleman, 1997, Muider, 1991, Baker,200, Frank,2004):
N   .Peff (1)

Where K is the membrane permeability coefficient that


depends on the porosity, pore radius, viscosity and turtocity
factor, effective pressure difference ( Peff ) and N permeate
flux. The System configuration in our study is an in-house
robotic sprayer was in house fabricates. Data of work piece
is computer controlled. The post processor converts the
spray coating carbon ink path-line to the robot control
command to move the sprayer in X-Y direction. Such
spraying system will produce an even GDL. The GDE is
produced by spraying the GDL with a similar process as
mentioned above but with difference formula of ink-
platinum. The produced MEA is subjected to hot pressing in
a sandwich form of GDE with membrane inside in high
temperature and high pressure (Chun, 2001). After that we
activate the MEA using treatment method (Kwak, 2000), and
then boiled it to avoid water and gases inside the pore. MEA
was characterize the dimension of pore of MEA, GDL and
GDE using BET and SEM by analyzing the permeate and the
slope of water flux. The analyzed permeate was done using
continuous membrane system method and the analyzing of
the slope water flux by linear fitting curve against pressure
difference as presented in Eq.(1). Permeability coefficient
and MEA performance was investigated using FCTS.
Contoh

Active carbon with 400 meshes was laminated on carbon


cloth. Polytetrafluoroethylene (PTFE), Nafion liquid was
used also. Moderately polar of mix solvent from water and
isopropanol was used as medium for carbon mobilition, and
the membrane used in this observation is nafion 117
produced by DuPont. The fabrication process of MEA
consists of three steps; the laying of GDL, GDE, membrane
activation and assembly of membrane electrodes (MEA). In
the GDL fabrication layer mixture of activated carbon,
alcohol, water, Nafion and PTPE are stirred for 10 minutes.
The slurry produce has viscosity for about 1.17 cp and
usually called as carbon ink. The carbon ink is sprayed on
carbon cloth with flow of spraying as 0.5 ccs, 6 bar air
pressure through spraying nozzle, with pattern of 4 cm, and
the standing position of nozzle is perpendicular with the
object, with 10 times moving period. The fabricated GDL
must be dried using vacuum dryer in room temperature for
about 2 hours, and then will be subjected to BET, SEM and
permeate test characterization. The profile and permeability
coefficient of the material was test also.
In case of the fabrication of GDE, the GDL must be sprayed
with another mixed material that consists of C-Pt, water, and
alcohol. Nafion, PTPE. The materials must be mixed for 5
minutes, and the result is namely as carbon ink C-Pt and has
1.16 cp viscosity. The procedures of spraying after mixing
process are similar as above.
The third material that we used is membrane Nafion 117.
Membrane were cleaned to remove any trace of impurities
and stored in deionized water further use. The MEA, GDE
and membrane will sandwich together using hot press. The
produces electrode will be rinsed with 0.5 M H 2SO4 and have
to be dried in vacuum dryer in room temperature for 2 hours.
The result then has to be characterized using permeability
test and FCTS.

4.1. Characterization

The fabrication process of GDE was repeated seven times in


insure reproductability. Surface scanning was done using
SEM have produced to characterized the crack and the
roughness of the GDE surface. From the SEM
characterization of experimental 1 to 6 (see Fig. 2a), the
results still has crack, and in experimental (see Fig. 2b) the
result is free of crack. Experimental (b) also has similar
surface roughness with commercial GDE (see Fig. 2c).
Matrix morphology was investigated for particles
characterization BET studies was performed and reveal.

(b) (c)
(a)

Fig. 2 Surface microscope scanning of (a). First trial (b).


After modified
(c). Reference electrode
Table 1. BET analysis

Property GDE GDE ME ME ME


(a) (b)
(a) (b) (c
Diameter pore 34.31 41.1 34.4 39.4 68.2
(
A
o

)
Surface area 472 451 410 450 220
(
m
2
/
g
)
Volume pore 0.097 0.15 0.06 0.10 0.08
(
c
c
/
g
)

For the next observation, we will focus on experimental (b)


that has activated carbon as 1.05 g cm-2 and 0.53 g cm-2
PTFE, 0.51 g cm-2 C-Pt and the scale characteristic as
mentioned in Table 1. Using pore dimension point of view
within micropore scale, experimental (a) and (b) have
mesopore characteristics (Ruthven, 1997). Another
advantage of experimental (b) is that it has greater adsorption
capacity and pore capability than the other experimental in
our observation. After assembly the membrane with
electrode of experimental (b), the pore dimension of MEA
remains similar with GDE experimental (b) stand alone. We
could conclude that the experimental (b) is appropriate as a
material for fabricating fuel cell.

4.2. Permeability Coefficient

Within MEA fuel cell, the GDL has a function to distribute


humidity water and evacuate water from electrode part,
meanwhile the electrode is used to distribute humidity water
and will use for triggering the reaction between Pt and CO.
The membrane also has task to bond water for bridging
hydrogen and sweeping out the electron (Mikko, 2003). If
we flow water through the layers within MEA, then the
water flux inside each layer will depend on the channel
structure.

GDL Electrode Membrane


(3a) (3b) (3c)
Fig 3. Surface of GDE

For GDL, the water flux will be affected by channel that has
been built within the carbon cloth (see Fig. 3a), meanwhile
the water flux inside the electrode will be affected by
channel that has been built by the mesopore.
Figure 3c illustrates good profile of pore within membrane to
make possible water flux flow through it. Such kinds of
pore profile are usually called as porosity and tortuosity. To
build better understand about what we mentioned above, we
will explain more detail about the capability of MEA to flow
water flux as follow

N  3.10 4 Peff
(2)
N  10 4 Peff
(3)
N  2.10 4 Peff
(4)

Eq. (2) is developed from eq. (1) with  for about 3.10-4
gcm-1men–1psia-1 that has been found using Figure 4, and
Peff indicates the pressure differences of water flux.
Using tortuosity table we got 1.1 for 3.10-4 permeability
coefficient. It means that the length of channel for flowing
water within GDL is greater than the thickness of GDL itself.
Furthermore, for calculating the capability of electrode to
flow water follows eq. (3) as shown in Figure 4b. With 10-4
gcm-1men–1psia-1 of permeability coefficient it is similar with
1.7 tortuosity. It also means that the channel for flowing
water within electrode greater than the thickness of electrode
itself. From the calculation of water flux as mentioned
above, we could emphasize that the flow resistance of water
within electrode is greater than within GDL. It means that
GDL is capable to distribute and evacuate water easier and
electrode could flow in or out water faster.
Water flux (gmol/cm2 men

0.0035
)

Membrane
0.003 MEA
GDL
0.0025 GDE

0.002
0.0015
0.001
0.0005
0
0 2 4 6 8 10 12
Pressure difference (psi)

Fig 4. Characteristic Permeability Water

For calculating the water flux within membrane Nafion 177,


we use eq. (4) with permeability coefficient of 2.10-4 gcm-
1
men–1psia-1 or 1.4 tortuosity, it means that the channel length
within membrane is also greater than its thickness. From
these three layers discussed above, we could conclude that
water resistance as follows

GDL < membrane < electrode


(5)

After assembly of membrane and electrodes on 35 kgfcm-2


pressure and 130 °C temperature, we get water flux as in eq.
(6).

N  9.10 5 Peff
(6)

The capability of MEA to distribute water is proportional


with the pressure difference that is attached to MEA. With
2.8 psia pressure differences, MEA could flow water around
3.3 10-5 gmol cm-2 min-1 and restore around 3.6 10-4 gmol cm-
2
. The permeability coefficient of water within MEA is
around 9.10-5 gcm-1men–1psia-1 or with tortuosity greater than
2. Therefore we could modify eq. (5)

GDL < membrane < electrode < MEA


(7)

Electrode has greatest water resistance, it means that to


fabricate MEA, we have to modify electrode layer to control
the water distribution and evacuation properties. Including
the commercial MEA (with 2.10-6gcm-1men–1psia-1
permeability coefficient), eq. (7) will have to modify to
GDL < membrane < electrode < MEA < MEA
Com (8)
Permeability experiment related to performance of MEA
fuel Cell

In observing the MEA fuel cell with single stack, pressure at


anode is set up greater than the pressure of oxygen. With
pressure difference of 2.8 psi and flow rate of H2 as 0.3
slpm, oxygen 0.4 slpm and a flooding water is happened
within membrane, then the performance of MEA fuel cell
could be illustrated as in Figure 5.

1200 Cur.MEA exp.


1200
Cur.MEA com.
1000 Volt.MEA exp. 1000
Volt MEA com.
Current (mA/cm2)

800 800
Voltage (mV)

600 600

400 400

200 200

0 0
0 10 20 30 40
Time (men.)

Fig 5. Characteristic Performance MEA fuel Cell

As can be seen in Figure 5, the MEA fuel cell with greater


permeability coefficient will have less current density
voltage. In this operation, the anode MEA fuel cell will be
dehydrated and osmotic electron will be happened through
the membrane. This osmotic electron or usually called as
electron diffusion will cause ohmic losses inside the MEA
fuel cell. In such condition, the changing of current within
MEA tends to drop rapidly than the commercial MEA for 30
minutes operation times. This difference is due to the
permeability coefficient of our MEA greater than the
commercial MEA. If H2 and O2 suddenly drop out to zero,
the MEA current will be discharged very rapidly than the
commercial MEA. It means that MEA with very rapidly
transient current (rise time and fall time) is good enough to
control dehydration in low temperature without any drying
process (Savadogo, 2003)

5. CONCLUSION

From the discussion above, the water flux within the


geometrical structure of MEA is influenced strongly by
porosity and tortuosity. The tortuocity of the layer could be
defined as GDL < membrane < electrode or we got the
permeability coefficient of DGL as 3.10-4 gcm-1men–1psia-1,
Electrode as 10-4 gcm-1men–1psia-1 membrane as 2. 10-4, MEA
as 9.10-5 gcm-1men–1psia-1 or tortuosity greater than 2 for
MEA. The MEA will occur ohmic losses using greater
permeability coefficient.

6. REFERENCE

1. Midleman,S.,“An Introduction to mass and heat


transfer”, John Wiley & Sons, Inc (1997)
2. Ruthven D.,“Encyclopedia of Separation
Technology”, Vol 1., John Wley, New York (1997)
3. Baker W.R.,“Membrane technology and
Applications”, McGraw-Hill (2000)
4. Chun, William et al., “Direct deposit of catalyst on
the membrane of direct feel fuel cell”, California
Institute of technology, California corporation
(2001)
5. Muider M.,”Basic Principles of Membrane
Technology”, Center for membrane Science and
Tecnology, Universities of Twente, the Netherlands
(1991)
6. Mikko Mikkola, Helsinki University of Technology
(2003)
7. Frank M., Gerhart E.,” Transport parameter for
modeling of water transport ionomer embrane for
PEM Fuel Cell, Electrochemical Acta in press
(2004)
8. Besset, J. at al., “A Textbook of Quantitative
Inorganic Analysis”, Logman Group Limited
London (1987)
9. Bansal, Raj K.,“Organic Reaction Mechanisms”,
Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited
(1998)
10. Eikerling, Yu.1. Kharkats, A.A.Kornyshe,
M.Volfkovich, J. Electrochem. Soc.145 (1998) 2684
11. Hu M., Zhu X., Wang M, Gu A., Yu L., “There
dimensional, two phase flow mathematical model
for PEM Fuel cell: Part II. Analysis and discussion
of the internal transport mechanisms” Energy and
management, Published by elsevier Ltd, in press
(2004)
12. Kwak S.H., Peck D.H, “New Fabrication method of
the composite membrane for polymer electrolyte
membrane fuel cell”, J. New Mat. Electrochem
systems,4,25-29(2001)
13. Chen F.,”Transient behavior of water transport in the
membrane of a PEM fuel Cell”, Journal of Electro
analytical Chemistry in press(2003)

DIFFUSION COEFFICIENT OF THE


DISSOLVED GAS HYDROGEN INSIDE THE
GAS DIFFUSION LAYER MESOPOROUS OF
MEA FABRICATION PROCESS FOR MEA
FUEL CELL

Ramli Sitanggang1, Abu Bakar Mohamad2, Wan


Ramli Wan Daud3 and Abdul Amir
H.Kadhum4

Department of Chemical and Process Engineering ,Faculty of


Engineering
Universiti Kebangsaan Malaysia ,43600 Bangi Selangor, Malaysia
email:ramlisi@vlsi.eng.ukm.my
ABSTRACT

Pada applikasi Gas Diffusion Layer (GDL) MEA Fuel Cell


memerlukan good properties of highly porous structure agar
distribution gas hydrogen memasuki electrode dapat merata.
Untuk mengetahui distribution gas hydrogen dalam GDL
dilakukan ujikaji diffusion coeffisient. Dalam kajian metode
membuat GDL menggunakan sprayer. Bahan yang digunakan
carbon Ink dan GDL mengandung komposisi 28 % PTFE, 72 %
dan substract menggunakan carbon cloth, sedang untuk
mengetahui property dan distribusi gas H2 dalam GDL
menggunakan perangkat autosorp-1. Dari hasil analisis property
GDL menunjukkan mesoporous dengan diameter pore 31.87 A o,
volume pore 0.09 cc g-1, dan surface area 253 m 2g-1. Distribution
aliran gas H2 dalam GDL mengikuti Fickian dengan nilai
diffusivity effective gas H2 1.43 10-12 m2s-1. Nilai ini berbanding
dengan DGL comersil ETEK hampir sama. Voltage dan Current
yang dihasilkan dengan menggunakan GDL diduga akan mencapai
0.6 volt dan 1 A/cm2

Key words: Diffusivity, Gas hydrogen, GDL

1.0. PENGENALAN

Pada MEA Fuel cell sering dilakukan simulasi parameter


diffusifiti efectif, luas area actif, konductiviti ionic, constant of
reaction dan water management parameter untuk memperoleh nilai
nilai yang menghasilkan Performance Fuel Cell yang sesuai. Nilai
parameter diffusifiti efectif MEA Fuel Cell sangat bergantung
daripada pore, porocity, type keporousan of MEA. Pada nilai
porosity sekitar 0.04-1 terjadi peningkatkan performance MEA
Fuel Cell (Nordlhund, 2001). Peningkatan performance sangat
sesuai pada porocity besar karena meningkatkan transfer massa
oxygen. Pada porosity 0.4-0.551 memperolehi performance MEA
fuel cell yang tinggi (Hsin-Sen Chu,2003). Secara comersial MEA
dan GDE memiliki porosity to maximize the transport of gases and
ions. Nilai daripada porosity yang komersial 0.1 – 0.4. The result ?
High-performance GDEs that achieve the highest efficiency,
power output and energy density. Kemudian berdasarkan
keporosan, model macroporous merupakan condisi yang ideal
untuk MEA Fuel Cell (Sui, 1999) tetapi menurut Lean, tipe
microporous dapat menghasilkan current yang tinggi dan
mengurangkan cost secara dramatis (Lean, 2002). Konsep
peningkatan performance MEA fuel Cell melalui observasi model
keporous GDL atau GDE menjadi sangat penting. Dalam
penyelidikan diffusifitas efectif melalui GDL dan GDE
dipengaruhi tipe micropore, mesopore dan macropore
(Ruthven,1997) sehingga dalam penyelidikan dibuat GDL tipe
mesoporous. Objective penyelidikan mengetahui pengaruh Diffusi
effective pada tipe mesoporous pada MEA Fuel Cell. Dengan
demikian, dapat mengetahui performance MEA fuell Cell pada
scala mesoporous.

2.0 METHODOLOGI

Dalam kajian ini, fabrication GDL menggunakan metode


sprayer and draying. Pada GDL, carbon-polimer memenuhi
porosity carbon cloth secara merata

j x
j x  x

Cx x C x  x

Figur 1. Distribution gas dalam Gas Diffusion Layer


Dalam figure 1, kepingan GDL dalam tabung dipandang
sebagai slab nipis. Diffusion of gas under the influence of a
gradient of consentration inside GDL and no Convection of
fluid flow. Mass transfer gas mengikuti condition proses
unsteady state. Misalkan elemen volume ( Ax ) pada diffuser
seperti figur 1 maka the dynamics of transport gas through
GDL barriers base on Fick law.
 2 P ( x) P
D  …………….…. 1
2x t

Persamaan 1 merupakan representative distribution H2 dalam


GDL. Dalam kajian ini parameter diffusivity ditentukan dengan
using the Hooke Jeeves method. Menurut Sukkee Um (2000)
koefisien Diffusion of gas tergantung pada temperatur. Selain itu,
untuk GDL model microporous, mesoporous dan macroporous
tergantung daripada radius of pore dan molekuler weight gas
(Ruthven,1997). Pada experiment diameter pore didesign
mesopore sehingga boleh digunakan Knudsen diffusion seperti
persamaan 2.
4  p RT 1 / 2
D  dp ( ) ……………2
3  2M

The diffusiviti in the Knudsen flow region , is given as:

4  p RT 1 / 2  2 P ( x) P
dp ( )  …….. 3
3  2M 2x t

Dalam kajian ini temperatur diselenggarakan konstan sehingga


solving problem persamaan 1 lebih sederhana. Baundary condition
bagi persamaan 3 ialah ialah t = 0, x o = 0, P = 0, x l= L , P = Po ,
Pada t = tidak terhingga, xo = 0, P= P, x=L, P =P dan untuk
semua masa dP/dx =0. Pada kajiann ini nilai difusifiti berazaskan
Ruthven dianggap nilai teori dan diffusifiti efectif daripada
simulasi persamaan 3 merupakan nilai diffusivity hasil fabrikasi
GDL. Untuk menguji keberhasilan daripada fabrikasi GDL pada
MEA fuel Cell digunakan Femlab Methode.

3.0 EXPERIMENT

Dalam kajian ini bahan yang digunakan pada pembikinan GDL


ialah PTFE, nafion dan carbon Cloth berdasarkan Wong-Young
Lee (2002). Carbon layer menggunakan carbon active karena a
high porous area dan provide a high electrical conductivity yang
sesuai (Ralph, 2002). Selain itu, ianya memiliki energy adsorption
gas tinggi (Do and Wang, 1998), dan memiliki micropore,
mesopore dan macropore (Ruthven,1997).
In our ur experiment pertama tama dibuat carbon ink dari PTFE,
Nafion, carbon, alcohol dan air. Selanjutnya carbon ink will
disprayer pada carbon cloth dan draying temperature has to be set
to 110ºC for 4 hours processing time. Bahan GDL mengandung
komposisi 28 % PTFE, 72 % activated carbon dan substractnya
ialah carbon cloth, sedang untuk mengetahui property dan
distribusi gas H2 dalam GDL. Kemudian GDL dibuat dengan
ukuran 0.2 cm x 5 cm lalu dianalisis dengan autosorp-1. Using
DR method we found seperti pada table 1. That GDL pore
diameter of 31.87 Ao, volumr pore 0.09 cc g-1 dan surface area 253
m2g-1. Based on Gregg‘s classifications (1982), the growth pore
diameter inside GDL is still above classified micropore dan
mendekati dengan GDE E-TEK dan MEA Commercial. From the
mentioning, we could conclude that GDL is a mesopore type.
From DR method, we could also conclude that our GDL has
surface areas cukup besar (253 m2g-1 ) dan capacity adsorption
terhadap nitrogen is still above the commercial GDE E-TEK and
MEA commercial. Based on Rutheven means the GDL still has
mesoporous model property and finally, we could conclude that
properties of GDL is suitable dikembangkan for Gas Diffusion
Electrode (GDE) anode of MEA.

Table 1: Analisis DR Method Autosorb-1

Properties GDL(EXP) GDE (E- MEA


TEK) (COM)
Pore 31.87 Ao 68.36 Ao 86.70 Ao
Diameter
Pore 0.09 cc/g 0.004 cc/g 0.0005 cc/g
Volume
Surface 253 m2g-1. 12.5. 7 15.71 m2g-1.
Area m2g-1.

4.0 DIFFUSIVITY EFFECTIF

In the DGL, the pore diameter is larger than H2 molecules


3.464 Ao (Michaelides, 1998), tetapi lebih kecil dari mean
free path pada H2 suhu 25oC (12.110-6 cm). Autosorb-1 shows
the method where the diffusion of hydrogen on GDL was carried
out at 353 K and the pressure varies from 325 to 350 mmHg atm
seperti pada figure 2. Perhitungan simulasi diffusifitas efectiff
GDL dari persamaan 3 memiliki nilai 1.43 10-12 cm2 sec-1.
Dengan mengguna nilai ini pada Knudsen diffusion equation
untuk 80ºC, 1 atm pressure dan porocity GDL 0.1 has been
calculated diameter pore GDL 33 Ao sedangkan berdasarkan
equastion teoritical pada Ruthven (1997) 31.87 Ao . Error
diameter pore dari persamaan 3 simulasi dengan teoritical cukup
kecil sehingga GDL dapat dievaluasi lebih lanjud. Selain itu, pada
figure 2 menunjukkan error Pressure Simulasi dengan Pressure
Experiment cukup kecil dalam GDL. Ini berarti distribusi
dissolve gas H2 dalam GDL mengikuti persamaan 3. Pada
figure ini juga menunjukkan profil gas H2 dalam GDL
mendekati profil gas H2 dalam GDE (ETEK) selama waktu
tertentu. Ini dapat terjadi jika struktur pore GDL hasil
fabrikasi mendekati struktur pore GDE(E-TEK). Hal ini
dapat dilihat pada figure 3.
Figur 2. The dissolved Gas Hydrogen inside GDL(EXP)

GDL (EXP) GDE(E-


ETEK)

Figur 3. Permukaan GDL(EXP) dan GDE( E-TEK)

Pada table 2, diffusifity efectif dari beberapa penyelidik ada


perbedaan. Perbedaan ini disebabakan oleh perbedaan tipe
keporosan yaitu microporous, mesoporous dan macroporosan.
Dari table ini semain porous maka diffusifity semakin tinggi. Hasil
fabrikasi GDL menghasilkan tipe yang mesoporous.

Table 2. Perbandingan Diffusifity effectif

No. Diffusivity Model Mass Transfer Gas Penyelidik


1 1 10-6 m2 /s Knudsen Microporous Leand (2000)
2 2.59 10-6 m2 /s Sukkee (2000)
3 1.43 10-5 m2/s Knudsen Mesoporous GDL (EXP.)
4 4.29 10-5 m2/s Knudsen Macroporous GDE (E-TEK)
5 5.49 10-5 m2/s Knudsen Macroporous MEA (COM.)
6 1.10-5 m2/s Bruggeman Macroporous P.C .Sui (1999)

5.0 KEBERHASILAN GDL(EXP) PADA MEA FUEL


CELL

Dalam menentukan keberhasilan, tebal GDL dianggap sama


dengan GDE dan lebih tipis berbanding dimension MEA,
kemudian aliran hydrogen berterusan dalam MEA Fuel Cell dan
sistem mengeluarkan panas dengan sempurna sehingga model
diagnosis pengaruh diffusifity gas terhadap performance electric
dalam MEA dapat menggunakan persamaan Marr (1997).
Table 3. Experimental data of GDL(EXP)

PROPERTY ON MEA GDL (EXP.) GDE (E- MEA(C


FUEL CELL TEK) M.)
Operating pressure 1 bar 1 bar 1 bar
Operating temperature 80 oC 80 oC 80 oC
Cell voltage 0.65 V 0.66 V 0.65 V
Dissolved hydrogen con. At 5.19 mol m-3 5.19 mol m-3 5.19 mol m

a reference mol m-3 mol m-3 3.16 mol m

Dissolved oxygen con. at a 1.0 V 1.0 V 1.0 V


reference Potential in the
electrode phase
Potential in the membrane phase 0.0 V 0.0 V 0.0 V
Potential different between electrode and 0.0 V 0.0 V 0.0 V
Membrane at equilibrium
Active layer thickness of the electrode 480 m 480 m 466 m
Dry porosity of the anode electrode 01 01 0.1
Dry porosity of the cathode electr 0.4 0.4 0.4
Faraday’s constant -1
96487 A.s mol 96487 A.s 96487
mol-1 mol-1
-5 2 -1
Diffusion coeffi Diff. of the dissolved hydrogen 1.43 10 m s 5.49 10-5 m2s- 4.29 10
1
m2s-1
Mesoporous radius 3.19 10-9 m 86.7 x 10-9 m 68.36 x
m
Anode exchange current 1x103 A.m-2 1x103 A.m-2 1x103
2
density
-2 -2
Cathode exchange current density 1.0 A.m 1.0 A.m 1.0 A.m
Specific surface area 6 2 -3 9 2 - 3.14 1010 m2
2.8 10 m m 3.12 10 m m
3

Width of gas channel 0.0015 m 0.0015 m 0.0015


Henry’s constant for hydrogen 3.9.104 Pa 3.9 104 Pa 3.9.104
m3mol-1 m3mol-1 m3mol-1
Henry’s constant for oxygen 3.2.104Pa 3.2.04 Pa m3 3.2.104P
m3mol-1 mol-1 m3mol-1

In persamaan tersebut, the sum of gas for time acros from DGL to
electrode area is made as surface area pore GDL (cm 2) is
multiplyed gas flux ( gmol cm -2 second-1) dan gas flux adalah
diffusivity dikalikan dengan perubahan pressure hydrogen setebal
GDL(Do, 1998). This gas will be reaction at surface area pore
carbon-platinum to produce electron and proton. Pada GDE nilai
daripada arus elektrik sangat tergantung daripada nilai parameter
koefisien difusi. Semakin besar nilainya maka semakin besar pula
arus elektriknya. Karena Hydrogen memiliki diameter molekul
3.28 Ao (Xue-Dong, 1998) maka nilai electrik tersebut sangat
ditentukan oleh struktur pore GDL, GDE pada sekala micro, meso
dan macroporous. From this, each of pore GDL atau GDE dan
MEA pada table 1 will produce cell potential yang berbeda . Base
on experiment and design data of cell potential on table 1 will
show profil of performance polarization fuel cell like figur 4. In
figur, each of diffusivity GDL, GDE(ETEK) dan MEA(com.)
having 1.43x 10 126 m2s-1, 5.49e-12 m2s-1dan 4.29 e-12 m2s-.
Figur 4. Fuel Cell voltage and Current model

GDE(E-TEK)), produce electric 0.63 A/cm 2, MEA(COM) of 0.86


A/cm2, GDL(EXP) of 1A/m2. All of performance GDL(EXP) have
the same profil with GDE(E-TEK and current GDL(EXP) has
more than GD((E-TEK) and MEA(COM). From figur or table3,
can be conclude that diffusivity gas Hydrogen dalam gas diffusion
is big more will get higher current fuel cell. This means diffusivity
very influence performance current fuel cell. GDL (EXP) have
mesaoporous properties model which have higher current than
makro homegeneous dan aglomerate (Sui et al,1999 ) although
GDL(EXP) Voltage is lower.

6.0 CONCLUSSION

The increasing of PTFE composition in GDL will decrease the


surface area of active carbon particle which used in the sprayer.
We could conclude that surface area of GDL3 include micro
porous model property and GDL3 is suitable for Gas Diffusion
Electrode (GDE) anode of MEA. Compared to commercial, the
GDL3 have better performance due to larger maximum
capacity of adsorption and could be expanded as GDE anode
of MEA because of the range of diffusivity is still very
impressive for mass and transport application. Surface area GDL
is bigger then MEA Fuel Cell will produce higher current.
Then, surface area GDL can be took as of the any parameter
control to get performance MEA suitable to Fuel Cell.
7.0 ACKNOWLEDGEMENTS

The authors would like to express their gratitude to the UPN


University and Environment of Malaysia for the financial support
through IRPA grant: IRPA 02-02-02-0003-PR0023 11-08

8.0 REFERENCES

1. Gregg,S.J.and Sing,K.S.W.1982.Adsorption, Surface


Area and Porosity. Academic Press London .New
York Nijkamp,M.G, Raaymakers, J.E.M.J.,Van
2. Ruthven D.,“ Encyclopedia of Seperation
Technology”, Vol., John Wley, New York (1997)
3. D.D. Do and K. Wang, “ Dual Diffusion and Finite Mass
Excange Model for Adsorption Kinetics in Activated
Carbon”, AIChE Journal, 41, 68 (1998)
4. Xue-Dong Din and Efstathioosh , Emicchaelides,
E.1998.Tansport Processes Of Water and Protons Through
Micropores. AIChE Journal, 44, No1(1998)
5. McLean, G., 2000. Djilali,N., Whale,M., Niet, T., (2000).
Aplication of Micro-Scale Techniques to Fuel Cell
Systems Design., Institut for Integrated Energy Systems,
University of Victoria , B.C., Canada, VBW3P6 (2000)
6. C.Mar.X.Li. 1998. An Enginering model of Proton
Exhange membrane Fuel Cell Performance. Ari(1998)
50:190-200, Springer-Verlag 1998
7. P.C Sui and L.D Chen. 1999. Modeling and Optimization
of PEMFC Catalyst Layer. Honda RUD Cd. Ltd Jepun
8. EG & G Service. 2000. Fuel Cell Hanbook .Science
Aplications International Corporation . U.S. Departement
of Enegy National Energy Technology Laboratory ,
Morgantown, West Virginia 26507-0880(2000)
9. Sukke Um, Wang, and Chen, Computational Fluid
Dynamics Modeling of Proton Echange Membrane Fuel
Cell, Journal of the Electrochemical Society,147(12)4485-
4493 (2000)
10. Hsin-Sen Chu, Chung Yeh, Falin Chen, Effects of porocity
change of gas diffuser on performance of proton exchange
membrane fuel cell , Journasl of power Sources
123(2003)1-9

PROPERTY ON MEA GDL5 GDL4 GDL3 GDE


FUEL CELL Comme
rc.
Operating pressure, P 1x105 1x105 1x105 1x105
Pa Pa Pa Pa
(1 bar) (1 bar) (1 bar) (1 bar)
Operating temperature, T 353 K 353 K 353 K 353 K
o o
(80 C) (80 (80 (80 C)
o o
C) C)
Cell voltage, Vcell 0.65 0.65 0.65 0.65
V V V V
Dissolved hydrogen con. At 5.19 mol 5.19 5.19 5.19 mol
m-3 mol m-3 mol m-3 m-3
a reference,
ref
CH 2
Dissolved oxygen 3.16
m
mol
-3
3.16
mol m-3
3.16
mol m-3
3.16
m-3
mol

concentration at a
ref
reference, C O 2
Potential in the electrode phase,  s 1.0 V 1.0 V 1.0 V 1.0 V

Potential in the membrane phase,  m 0.0 V 0.0 0.0 0.0 V


V V
Potential different between electrode 0.0 V 0.0 0.0 0.0
and
V V V
Membrane at equilibrium,  eq

Active layer thickness of the electrode, 1x10-5 m 1x10-5 m 1x10-5 m 1x10-5 m


l (466 m ) (466 (466 (480 m )
m m )
Dry porosity of the anode electrode,  01 01 01 01

Dry porosity of the cathode electrode,  0.4 0.4 0.4 0.4

Faraday’s constant, F 96487 96487 96487 96487


A.s mol- A.s A.s A.s
1
mol-1 mol-1 mol-1
Diffusion coefficient of the dissolved 8.25x 10 7.61x 6.08x1 8.76 x
-6
gas inside the agglomerate, D agg 10–6 0-6 10-6
m2s-1 m2s-1 m2s-1 m2s-1

Agglomerate radius, R agg 6.5 10-10 5.99x1 4.79x1 6.9x 10-


m 0-10 0-10 10

m m m
3
Anode exchange current 1x10 1x103 1x103 1x103
density, io A.m-2 A.m-2 A.m-2 A.m-2
Cathode exchange current density, io 1.0 1.0 1.0 1.0
A.m-2 -2 A.m-2
A.m A.m-2

Specific surface area , S 1.59 10 3 2.65 2.66 1.71 x


2 -3
mm x103 x103 103
m2m-3 m2m-3 m2m-3

Width of gas channel, w


0.0015 0.0015 0.0015 0.0015
m m m m
Henry’s constant for hydrogen, HH2 3.9 x 104 3.9 x 3.9 x 3.9 x
Pa m3 104 104 104
mol-1 Pa m3 Pa m3 Pa m3
mol-1 mol-1 mol-1
Henry’s constant for oxygen, H O2 3.2 x 104 3.2 x 3.2 x 3.2 x
Pa m3 104 104 104
mol-1 Pa m3 Pa m3 Pa m3
mol-1 mol-1 mol-1

BAB 6. HASIL MAPPING DAN ANALISIS

1.3. Prestasi hasil penelitian PEM Fuel Cell


1.4. Prestasi tinjauan Berat Platinum
1.5. Prestasi tinjauan Porositas Lapisan
1.6. Prestasi tinjauan diameter Pori dan Luas Permukaan aktif
1.7. Prestasi hasil meningkatkan kerapatan Arus
1.8. Prestasi tinjauan berbagai jenis Membran
1.9. Prestasi Semburan membuat PEMFC
6.3. Prestasi fabrikasi PEMFC

Rajah 3.1 menunjukkan susunan SBA untuk satu sel


(Mirzazadeh 2004, Singh 1999). Bahagian GDLA
mengagihkan bahan api H2 dari saluran gas kepada
permukaan mangkin di lapisan elektrod anod (EA) . Gas H 2
bertindak balas dengan permukaan mangkin pada lapisan EA
untuk membentuk H+ dan elektron (e). Elektron (e) ini akan
berpindah melalui EA, GDLA (semikonduktor), plat
dwikutub anod (BPA) dan menuju ke litar luar hingga ke plat
dwikutub katod (BPK), GDLK dan lapisan elektrod katod
(EK). H+ daripada EA mengalir melalui membran menuju
EK. H+, e- dan O2 bertindak balas pada permukaan mangkin
pada EK untuk membentuk air. Air akan keluar dari
permukaan EK menuju GDLK. Air dari GDLK akan keluar
daripada saluran gas. Pada bahagian GDLA, GDL-EA,
GDLK dan GDL-EK, terdapat aliran gas, elektron, proton
dan air sehingga setiap lapisan ini membentuk suatu struktur
optimum.

V i
e
-

BP GD M E BP
A LA E GDLEAK GD K
H2 A LK GDLEK
O
GD MEA 2
Rajah 3.1 Lapisan-lapisan dalam SBA
LA
Struktur lapisan ini boleh dikaitkan dengan (1) ketebalan, (2)
keliangan, (3) diameter liang dan (4) luas permukaan (Beal
et al. 2004, Schulze et al. 2004, Song et al. 2001, Tien et al.
2003). GDLA dan GDLK merupakan pengagih gas H 2 dan
gas O2 ke dalam EA dan EK (Gloaguen et al. 1998).
Penahanan gas pada lapisan ini tidak tinggi berbanding
lapisan EA dan EK (Bello et al. 2002, Soshi et al. 2002,
Brandon et al. 2001, Moreira et al. 2001,). Oleh yang
demikian, perbincangan teori hanya difokuskan pada
bahagian EA dan EK sahaja.
Menurut Jinhua et al. (2004), Dohle et al. (2001),
Chan et al. (2004) dan Jin Hyun Nam et al. (2003),
keliangan GDL sangat mempengaruhi prestasi MEA. Model
keliangan meliputi model keliangan malar, fungsi linear,
fungsi eksponen konvek dan konkaf terhadap ketebalan
(Hisin et al. 2002, Kuroda et al. 2002 ). Keliangan
mempengaruhi pengagihan bahan api H2, wap air dan
penyejatan air di bahagian katod (Frank et al. 2004, Klaus et
al. 2003). Kebanyakan nilai purata keliangan yang terbaik
adalah sekitar 0.4 sehingga 0.6. Dalam penyelidikan lampau,
model keliangan malar telah dibangunkan dan dikembangkan
untuk semua jenis GDL (Fritz et al. 2002, Bamdad Bahar
1998, Gloaguen et al. 1998).
Bagi lapisan EA, nilai ketebalan lapisan mangkin
akan mempengaruhi halaju proton yang masuk ke dalam
membran (Hansung et al. 2004, Tien et al. 2003, Djilali
2002, Jari et al. 2001, Baschuk et al. 2000, Fuller et al.
1993). Nilai keliangan sangat mempengaruhi pengagihan
gas, kelembapan dalam EA (Prasanna et al. 2004, Ge et al.
2003, Torsten et al. 2002, Merida et al. 1999) dan rintangan
elektrik dalam SBA (Siegel et al. 2004, Soshi et al. 2003).
Nilai luas permukaan spesifik sangat mempengaruhi jumlah
proton dan elektron yang terhasil oleh tindak balas dalam EA
(Atilla et al. 2005, Denver et al. 2005, Ruy et al. 2005,
Litster et al. 2004, Nam et al. 2003, Huang et al. 2000).
Nilai ketebalan, keliangan dan luas permukaan
mangkin akan mempengaruhi prestasi SBA. Sebagai contoh,
prestasi lengkuk kekutuban MEA yang diselidiki adalah
seperti Rajah 3.2. Ianya meliputi perbezaan antara prestasi
lengkuk kekutuban lapisan A dengan lapisan B (Gasteiger et
al. 2004, Grujicic 2004). Prestasi lengkuk kekutuban SBA
tersebut dipengaruhi oleh keadaan pengoperasian SBA dan
struktur MEA yang dibuat melalui alat ujikaji spesifik (Ruy
et al. 2005). Apabila keadaan pengoperasian SBA ditetapkan,
prestasi tersebut akan dipengaruhi oleh faktor tertentu pada
alat ujikaji semasa membikin lapisan MEA seperti ketebalan
(1), keliangan (2), diameter liang (3) dan luas permukaan (4).
Dalam Rajah 3.2, prestasi lapisan A adalah lebih rendah
berbanding prestasi lapisan B. Berdasarkan kajian literatur,
apabila ketebalan E pada GDE meningkat, maka
peningkatkan prestasi lengkuk kekutuban lapisan A akan
berlaku. Namun demikian, ianya dihadkan pada suatu
ketebalan tertentu di mana prestasi akan menurun (Grujicic
2004, Kong 2002, Tony 2001). Pada pandangan yang
berbeza, apabila ketebalan daripada E ini terlalu tinggi,
keliangan purata akan menghasilkan luas permukaan Pt/C
semakin tinggi sehingga meningkatkan prestasi lengkuk
kekutuban tersebut (Lister et al. 2004, Tien et al. 2003,
Escudero et al. 2002,).
Peningkatan keliangan lapisan E dalam GDE akan
meningkatkan ketumpatan arus (Soler et al. 2003). Demikian
juga halnya bagi diameter liang yang akan mempengaruhi
ketumpatan arus. Namun demikian, pengaruh peningkatan
keliangan lebih besar daripada diameter liang. (Siegel et al.
2004, Williams et al. 2003). Walaubagaimanapun, menurut
pendapat Frey et al. (2004), beliau menyatakan bahawa
diameter liang yang sangat besar akan menurunkan prestasi
MEA. Moreira et al. (2003) pula menyatakan peningkatan
keluasan permukaan mangkin akan meningkatkan prestasi E
dalam GDE. Daripada pelbagai simulasi prestasi MEA yang
telah dijalankan, para penyelidik menyatakan bahawa
ketebalan lapisan EA pada GDL-EA adalah sama dengan
ketebalan EK dalam GDL-EK.
Apabila nilai parameter ketebalan, keliangan, diameter liang
dan keluasan mangkin diplot seperti Rajah 3.3, suatu kaitan
yang menghubungkan antara parameter-parameter tersebut
dapat diperhatikan. Pada suatu nilai ketebalan tertentu,
keliangan, diameter liang dan luas permukaan akan
menunjukkan suatu nilai tertentu (Cha 1999).

Rajah 3.3 Hubungkait parameter hasil simulasi

Daripada rajah tersebut, nilai ketebalan yang semakin tinggi


menunjukkan keliangan yang semakin kecil. Demikian juga
apabila parameter ketebalan berubah, maka diameter liang
dan luas permukaan aktif akan berubah. Oleh itu, parameter
ketebalan, keliangan, diameter liang dan keluasan mangkin
merupakan parameter penting dalam pembikinan lapisan
MEA.

Jadual 3.1 Parameter hasil simulasi berbagai penyelidikan.


Penulis Ketebal Keliang Diamet Keluasan Ketum
an an er permuka patan
(cm) (%) Liang an aktif arus
(nm) (m2/g) (mA/c
m2)
Vladimir (2002) 0.0129 0.25 140 170
Huang Z.,(2000) 0.013 0.35 140 175
Siegel, 2003 0.016 0.45 400 699 280
Nam.J,H.,Kavianti 0.02 0.31 375 100 155
M.2003
A.Oedegaard 0.02 0.5 425 680 270
(2003)
Tianhong (2002) 0.0248 0.55 450 225
Lixing (2001) 0.025 0.4 235
Andrew(2001) 0.026 0.4 375 160 200
Shan-Hai(2003). 0.026 0.4 200
P.C. Sui (1999). 0.026 0.4 421 230
Tien-Chien(2003) 0.028 0.5 450 250
Lixin (2002) 0.028 0.4 240
J.J. Baschuk(2000), 0.03 0.3 110 160
D.Singh, (1999) 0.031 0.4 251 240
G.Maggio. (2001) 0.031 0.5 170 230
M.Grujicic(2004), 0.031 0.5 210 220
C.S.Kong(2002), 0.031 0.4 189 180

Hubungan ketebalan dengan keliangan, diameter liang dan


keluasan permukaan aktif ditunjukkan dalam Jadual 3.1.
Selain itu, pelbagai hubungkait antara parameter-parameter
tersebut telah dilakukan oleh para penyelidik terdahulu
(Jadual 3.2). Justeru itu, suatu hubungan antara parameter
ketebalan dengan keliangan, diameter liang dan luas
permukaan mangkin telah dikaitkan dan ditunjukkan dalam
Rajah 3.3 dan Rajah 3.4.

Jadual 3.2 Parameter hasil ujikaji berbagai penyelidikan

Penulis Ketump Kelianga I V


n
David et al. (1990) 0.4 40 125 0.68
Eisman et al. (1990) 2 45 60 0.66
Starz et al. (1992) 0.5 44 170 0.62
Keith et al (1994) 0.25 50 150 0.65
Starz et al(1999) 0.5 40 235 0.5
Spakovsky et al. 0.25 45 150 0.65
2000)
Andreu et.al(2001) 0.0648 44 246 0.6
x 40 220 0.65
Ryan et al (2002) 0.04 50 95 0.54
x 50 85 0.62
Starz et al(1999) 0.5 40 105 0.55
Ryan et al(2002) 0.22 40 240 0.5
Yoon, et al (2001) 0.4 46 75 0.54
Passalac, et al., 1.62 38 145 0.62
(1997)
Raimund, et al., 0.4 55 150 0.65
(2002)
Christophe et al 2 35 60 0.58
(2001)
M.Baldauf, et al., 4 36 150 0.6
(1999)
Daripada pemerhatian, Rajah 3.4 menunjukkan
keliangan, diameter liang dan luas permukaan aktif terhadap
saiz ketebalan mendekati nilai hasil simulasi.

Rajah 3.4 Hubungaan parameter hasil simulasi dan ujikaji

Ini bermakna, pendekatan melalui persamaan-persamaan


model prestasi adalah mendekati hasil uji kaji. Ketebalan
yang semakin tinggi akan diikuti dengan perubahan
keliangan, luas permukaan dan diameter liang yang semakin
kecil (Kumar 1995). Lantaran itu, teori-teori model prestasi
yang diaplikasikan dan diperbincangkan di atas akan
digunakan untuk menjelaskan pembikinan lapisan MEA dan
oleh itu juga, parameter ketebalan dinyatakan sebagai
parameter bagi pembikinan lapisan MEA. Hubungan antara
pemalar dengan parameter struktur lapisan MEA. Disini
diungkapkan tiga model prestasi MEA yang mungkin dapat
digunakan untuk membangun prestasi semburan.
Takahiro et al. (1997) telah melakukan penyelidikan
pembikinan lapisan elektrod menggunakan proses basah.
Apabila pada semburan ini mangkin masuk kedalam GDL
didapati prestasi MEA rendah karena perpindahan proton
melalui membran sangat rendah. Kaedah ini telah
dikembangkan Gulzow et al. (2000) menggunakan serbuk
elektrod 20% Pt/C dan 80% PTFE. Mereka menggunakan
konsep semburan kering ke atas permukaan membrane
dengan muatan Pt sehingga 4 mgrcm-2. Prestasi MEA yang
diperoleh adalah 125 mAcm-1 pada 0.65 volt. Jian et al.
(2000) telah mecuba menggunakan semburan elektrostatik
dengan tambahan bahan tertentu pada dakwat. Prestasi MEA
meningkat menjadi 165 mAcm-2 pada 0.6 volt. Kemudian
proses ini ditingkatkan oleh Andreu et al. (2001)
menggunakan alat semburan berbilang sehingga
memperoleh prestasi 246 mAcm-2 pada 0.6 volt.

Yoo (2001) telah menggunakan bahan iaitu 20% Pt/C,


Nafion® ionomer dan melakukan vakum pada suhu 140 oC
selama 8 jam didapati prestasi ketumpatan arus menurun.
Apabila perubahan mangkin dilakukan dengan Pt/Ru (1:1)
pada ketumpatan mangkin 0.5 sehingga 6 mgcm-2 dan dakwat
disemburankan ke atas permukaan GDL, prestasi MEA
meningkat iaitu 203 mAcm-2 pada 0.7 volt (Havránek 2001).
Pozio et al. (2002) telah menggunakan komposisi dakwat
sehingga 24.5% Pt/C, 5% ionomer Nafion® (24.5 %) dan
gliserol (60.5%) dengan ketumpatan platinum 0.68-0.34
mgcm-2. Mereka mendapati prestasi MEA iaitu 240 mAcm -2
pada voltan 0.51 volt. Apabila dakwat disemburkan di atas
permukaan membran dengan menggunakan bahan larutan
Nafion® (5%), isopropil alkohol serta etilen glikol (EG),
lapisan elektrod mengandungi 0.4 mgcm -2 menghasilkan
prestasi SBA 215 mAcm-2 pada 0.68 volt (Chang 2002).
Escuderoa et al. (2002) telah menggunakan percampuran
dengan teknik mikroemulsi dan dakwat disemburan pada
permukaan membran. Bahan yang digunakan adalah 40%
Pt/C buatan E-TEK dengan komposisi dakwat 27.3%
Nafion®, 29.1% logam dan vulcan 43.6% lalu dikeringkan
50oC selama 2 jam. Dengan menggunakan Nafion® 117
prestasi hanya 167 mAcm-2 pada 0.74 volt. Haug et al. (2002)
menggunakan alat pemendakan pemercitan Pt di atas
permukaan GDL dengan perbaikan 0.15-0.30 mgcm-2
menggunakan campuran Nafion®: isopropanol 1:5. Mereka
medapati prestasi 203 mAcm-2 pada 0.7 volt. Ryan et al.
(2002) menggunakan pemercitan untuk mencapai
ketumpatan Platinum 0.01-0.04 mgcm-2. Apabila digunakan
Silikon nafion pada permukaan Nafion® 177 prestasinya
menurun menjadi 95 mAcm-2 pada voltan 0.54 volt.

Lindermeir et al. (2003) telah melakukan uijikaji teknik


semburan ke atas permukaan GDL. Bahan yang digunakan
untuk membuat dakwat mangkin adalah Pt/C, Nafion®
ionomer, air, isopropil. Campuran tersebut diaduk dengan
alat ultrasonik selama 15 minit. Ketumpatan platinum 1
mgcm-2 dan dikeringkan 60oC. Apabila menggunakan
membran Nafion® 117 telah diperoleh prestasi MEA iaitu
300 mAcm-2 dan 0.5 volt. Oedegaard et al.(2003) melakukan
teknik semburan menggunakan bahan 20% Pt/C. Mereka
dapat membuat ketumpatan 4–0.05 mgcm-2. Prestasi
menggunakan Nafion® 112 memperoleh 190 mAcm-2 pada
voltan 0.42 volt. Frey et al (2004) menggunakan 20% Pt,
nisbah berat air dengan mangkin adalah 20:1 10%, 35
ataupun 50% nafion. Pada ketumpatan platinum 0.4 and 0.6
mgcm-2 dan menggunakan Nafion® 105 diperoleh prestasi
250 mgcm-2 dan 0.6 volt. Namun demikian, apabila ianya
disebarkan pada pengisitepuan FEP kertas karbon dengan
menggunakan 20% Pt/C (E-TEK). Kepekatan serbuk Pt 0.22
gcm-2, Nafion® 0.42 mgcm-2 dan modifikasi larutan Nafion®
di dapati 106 mAcm-2 pada 0.69 volt (Chan 2004). Prasanna
et al. (2004) melakukan semburan dakwat ke atas kertas
karbon anti basah dan menggunakan Nafion® 117. Ia
menggunakan 40 berat % Pt/C dengan kandungan Pt 0.3 and
0.4 mgcm-2 masing-masing untuk anod dan katod dengan 20
berat % Pt/Vulcan XCR72. Kemudian, mangkin
dicampurkan dengan alkohol dan diaduk dengan ultrasonik
selama satu jam. Ke dalam dakwat dicampur 5% Nafion ®
dan diaduk semula selama satu jam. Melalui kaedah ini, nilai
ketumpatan arus yang terhasil adalah 230 mAcm -2 dengan
keupayaan 0.64 volt. Keseluruhan penemuan-penemuan
kajian penyelidikan ini merujuk pada Rajah 2.11. Pelbagai
jenis alat teknologi semburan telah digunakan untuk
menghasilkan prestasi MEA. Teknologi semburan ini sering
dioperasikan bersama dengan kawalan separa automatik
seperti yang dilakukan oleh industri robot 6-DOF. Alat
semburan ini dikawal dengan kawalan robot menggunakan
asas sistem CAD untuk memperolehi keseragaman gerakan
semburan seperti yang dicadangkan oleh Naoki (1997). Pada
tahun 2000, Jian Lu dan Jiaru Chu juga melakukan untuk
tujuan yang sama. Mereka menggunakan kaedah semburan
enapan elektrostatik.
Rajah 2.11 Kinerjai MEA buatan semburan

Alat ini mampu membuat ketebalan yang seragam daripada


elektrod. Selain itu, Andreu et al. (2001) menggunakan multi
semburan untuk lapisan mangkin. Bahan yang digunakan
adalah dakwat Pt/C untuk memperolehi ketebalan 70 micron.
Bagi memperolehi permukaan yang kecil seperti cip
mikroelektronik, suatu kaedah pemanas digunakan.
Pemanasan pada lapisan ini didinginkan secara cepat setelah
proses semburan dilakukan. Muncung yang digunakan
adalah susunan muncung mikro di mana dakwat berada
dalam bentuk titisan cecair, sementara halaju dan gerakan
muncung boleh di kawal dengan mudah. Kepala semburan
memiliki pekali pemindahan haba yang tinggi untuk
membentuk cecair filem yang nipis pada permukaan
(Chunlin 2002).
Pengikatan elektrod pada substrat iaitu permukaan antara
zarah bergantung kepada dua keadaan sama ada pengikatan
secara mekanikal mahupun pengikatan secara serapan. Selain
itu ianya juga bergantung kepada mekanisma pengikatan
filem secara kimia mahupun fizikal (Van der Waals ).
Pembolehubah yang mempengaruhi pengikatan ini adalah
kawasan permukaan, topografi permukaan, suhu (tenaga
terma), masa (kadar tidak balas dan kadar penyejukan),
halaju (tenaga kinetik), ciri-ciri fizikal dan kimia dan juga
tidak balas kimia dan fizikalnya. Secara umumnya, sekiranya
kawasan permukaan in meningkat, maka kekuatan
pengikatan karbon akan turut meningkat. Manakala,
permukaan kasar pula dipengaruhi oleh tindakan mekanikal.
Selain itu, interaksi tenaga terma adalah begitu terhad. Oleh
itu, pengikatan secara serapan adalah begitu penting dan
perlu dipertimbangkan. Peningkatan tenaga terma dan
kinetik akan menggalakkan peningkatkan pengikatan karbon
(suhu, halaju, entalpi, jisim, ketumpatan dan juga kandungan
haba tentu).

Kaedah semburan automatik ini digunakan untuk


meningkatkan ketelitian daripada fabrikasi MEA. Umumnya,
dengan penggunaan kawalan robot, ketepatan dan ketebalan
yang seragam boleh diperolehi. Konsep ini berlaku apabila
gerakan semburan membentuk lengkungan di atas
permukaan bahan kerja. Lengkungan dan titik semburan
dikenali sebagai laluan elemen semburan. Kemudian
semburan bergerak melawan arah yang awal sehingga laluan
elemen secara siri terjadi. Semburan dibentuk secara
serenjang dengan permukaan bahan kerja. Dengan itu, ianya
boleh dinyatakan sebagai dua vektor (Naoki 1997). Oleh itu,
laluan elemen semburan ditentukan melalui titik semburan
berdasarkan saiz reka bentuk semburan. Permasalahan yang
berlaku pada semburan ini adalah masih belum banyak
hubungan gerakan dengan saiz-saiz lapisan yng dibuat. Oleh
itu, dalam penyelidikan ini, suatu hubungan yang sederhana
antara lapisan tersebut dengan gerak semburan dilakukan.

6.1. Prestasi hasil penelitian PEM Fuel Cell

Kajian ini, memuat berbagai pernyatan yang berhubungan


dengan hasil pengujian dari pembuatan lapisan-lapisan MEA
dan prestasi perilakunya yang dikumpulkan dari berbagai
kajian seperti pada gambar 7. Dalam pengembangan sel
bahan bakar yang paling banyak penemuan adalah dari hasil
penelitian bahan dan mengurangi ketebalan lapisan sel
bahan bakar karena merupakan satu masalah dimana ukuran
sel bahan bakar cukup besar untuk memperoleh 200-300
volt.

Gambar 7. Test hasil pengembangan MEA


Untuk mengurangi ukuran, para peneliti cendurung
memikirkan pengurangan tersebut melalui berbagai
fenomena dalam MEA. Untuk kajian ini, berbagai kaedah
dan teknologi telah dilakukan untuk memperolehi prestasi
MEA yang tinggi (Kwak 1996, Bétournay 2004, David
2003). Kajian penyelidikan pada tahun 1999 sampai 2004
berkenaan dengan prestasi MEA pada gambar 8 ditunjukkan
dari 71 penyelidikan yang telah dilakukan, kerapatan arus
listrik dari MEA adalah sekitar 50 hingga 250 mAcm -2,
sementara nilai tegangan listrik (voltan) adalah pada nilai 0.5
hingga 0.73 volt. Setiap penyelidik menggunakan teori yang
berbeda untuk memperolehi prestasi MEA ini. Hasil
penyelidikan menunjukkan bahwa terdapat penyelidik yang
memperolehi prestasi MEA yang tinggi dan rendah
tergantung kepada kaedah yang telah digunakannya. Apabila
suatu garis regreasi linear dilakukan, prestasi penyelidikan
tersebut semakin meningkat dengan nilai awal volt adalah
0.5 dan kerapatan arus pada 140 mAcm -2. Menurut
pertimbangan Hoogers (2003), prestasi penyelidikan dapat
dipertimbangkan sebagai MEA Sel Bahan Bakar sekiranya
melebihi nilai-nilai ini.
Gambar 8. Prestasi penelitian Fuel Cell PEM

Sementara itu, Gambar 2.7 menunjukkan kerapatan daya


listrik yang diperolehi oleh para peneliti. Sekiranya suatu
garis regressi linear dilakukan, prestasi tenaga listrik
penyelidikan tersebut semakin meningkat pada suatu skala
kerapatan daya listrik 5.3 10-4 Wcm-2. Dari uraian ini jenis
dan prestasi MEA, diketahui bahwa prestasi penyelidikan
dapat dipertimbangkan sebagai MEA SBA jika melebihi nilai
ini (Mehta 2002, Ruy 2005).
Gambar 9. Prestasi hasil penelitian MEA
5.Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

1. Acres, G.J.K. ((2001)) Recent advances in fuel cell technology and its
applications, J. of Power Sources, 100, 60–66
2. Amphlett, J.C. Baumert, R.M. Mann, R.E. Peppley, B.A. & Roberge,
P.R. 1995. Performance modeling of the Balard Mark IV solid polymer
electrolyte fuel cell: empirical model development. Journal of The
Electrochemical Society. 142: 9-15.
3. Amankwah, K. A., Noh, J. S. and J. A. Schwartz (1989) Int J Hydrogen
Energy. 14:437. Arthur D. Little Inc. (2000). Cost Analysis and Fuel Cell
Systems for Transportation: Baseline System Cost Estimate, Task 1 and 2
Final Report to Department of Energy, March 2000.
4. Arvindan, N.S. , Rajesh, B., Madhivanen, M. and R. Pattabiraman,
(1999). Hydrogen generation from natural gas and methanol for use in
electrochemical energy conversion systems (fuel cell), Indian J. Eng. Mater.
Sci. 6: 73–86.
5. Arthur D. Little Inc. 1997. Staging of PEM fuel cell stacks.
Washington.U.S. Department of Energy
6. Atilla, B. 2005. Review of proton exchange membrane fuel cell models.
International Journal of Hydrogen Energy 30: 1181-1212
7. Averil , 2000. “Physics through Hydrogen”,Heliocentris
Energiessysteme Gmbh, Germany
8. Amrel, 2010,. “ Programmable DC Electronic Loads”. USA
9. Barbir, F. & Nadal, M. (1994). Progress in PEM Fuel Cell Systems
Development and Commercialization, Paper presented at 10th World
Congress Hydrogen Energy Conference, Cocoa Beach, Florida, June 20-24.
10. Barisic, Z. (2001) European field trial program with 250 kW PEM fuel
cel power plants, in: Proceedings of the Fuel Cell Home, Lucerne,
Switzerland, pp. 187–196.
11. Barry D. Solomon, Abhijit Banerjee (2004). A Global Survey of
Hydrogen Energy Research, Development & Policy. Department of Social
Sciences Michigan Technological University Houghton, MI 49931-1295
12. Buchiand, F., and Srinivasan, S. (1997). Operating proton exchange
membrane fuel cells without external humidification of the reactant gases. J.
Electrochem. Soc. 144(8): 2787.
13. Betournay, M.C. Bonnell,G. Edwardson, E. Paktunc, D. Kaufman, A. &
Lomma, A.T. 2004. The effects of mine conditions on the performance of a
PEM fuel cell. Journal of Power Sources 134: 80-87
14. Baschuk, J.J. & Li, X. 2000. Modelling of polymer electrolyte
membrane fuel cells with variable degree of water flooding. Journal of
Power Sources 86: 181-
15. Büchi, F.N., Marek, A., and Scherer, G.G., In situ membrane resistance
measurements in polymer electrolyte fuel cells by fast auxiliary current
pulses, J. Electrochem. Soc., 142, 1895, 1995
16. Cassano, A. E., Martin, C. A. and Alfano, O. M. (1995). Photoreactor
Analysis and Design: Fundamentals and Applications. Ind. Eng. Chem. Res.
34(7): 2155 – 2201.
17. Ceraolo, M. Miulli, C. & Pozio, A. 2003. Modelling static and dynamic
of proton exchange membrane fuel cells on the basis of electro-chemical
description. Journal of Power Sources 113: 131-144
18. Chan, L. & Wang, C.Y. 2004. Effects of hydrophobic polymer content
in GDL on power performance of a PEM fuel cell. Department of Materials
Science and Engineering, Electrochemical Engine Center (ECEC)
19. Costamagna P and S. Srinivasan (2001a). J. Power Sources, 102:242 –
252.
20. Costamagna P. and S. Srinivasan (2001b). J. Power Sources, 102:253 -
263.
21. Chu, D. & R. Jiang 2001. Stack design and performance of polymer
electrolyte membrane fuel cells. J. Power Sources, 93: 25-31
22. Chu, D. & Jiang, R. 1999. Performance of polymer electrolyte
membrane fuel cell (PEMFC) stacks part I: Evaluation and simulation of an
air-breathing PEMFC stack. Journal of Power sources 83: 128-133
23. Chun, Y.G. Kim, C.S. Peck, D.H. & Shin D.R. 1998. Performance of a
polymer electrolyte membrane fuel cell with thin film catalyst electrodes. J.
Power Sources 71: 174–178.
24. Cheng, X. Han, B. Yi, M. Zhang, J. Qiao, Y. & Yu J. 1999.
Investigation of platinum utilization and morphology in catalyst layer of
polymer electrolyte fuel cells. J. Power Sources 79: 75–81.
25. Djilali, N. & Lu, D. 2002. Influence of heat transfer on gas and water
transport in fuel cells. International Journal of Thermal Sciences 41: 29-40.
26. Dodelet, J. P., Denis, M. C., Gouerec, P., Guay, D. and Schulz, R.
(2000). CO Tolerant Anode Catalyst for Fuel Cell Made by High Energy
Ball Milling, 2000 Fuel Cell Seminar, October 30 – November 2, 2000,
Portland, Oregon, pp. 51 –54.
27. David, T. 2003. Catalysts for the Proton Exchange Membrane Fuel
Cell. Johnson Matthey Technology Centre.
28. Dohle, H., Bewer, T., Mergel, J., Hetzel, R. and Stolten, D. (2000),
Evaluation of Flow Field Designs for use in PEM and DMFC Fuel Cells,
2000 Fuel Cell Seminar, October 30 – November 2, 2000, Portland, Oregon,
pp. 130 – 133.
29. Denver, C. & Munroe, N. 2005. Review and comparison of approaches
to proton exchange membrane fuel cell modeling. Journal of Power Sources
147
30. Farris, P. & Trocciola, J. (1992). Fuel Cells for Transportation, Fuel
Cell Seminar, 29 Nov. - 2 Dec. 1992, Tucson, Arizona.
31. Fischer, A. Jindra, J. & Wendt, H. 1998. Porosity and catalyst
utilization of thin layer cathodes in air operated PEM-fuel cells, J. Appl.
Electrochem 28: 277
32. Fleming, R. & Pow, E. 1992. Proton exchange membrane fuel cell
Development and Commercialization at Ballard, Fuel Cell Seminar, 29 Nov.
- 2 Dec. 1992, Tucson, Arizona.
33. Frank, M. & Eigenberger, G. 2004.Transport parameters for the
modelling of water transport in ionomer membranes for PEM-fuel cells.
Electrochimica
34. Frey, T. & Linardi, M. 2004. Effects of membrane electrode assembly
preparation on the polymer electrolyte membrane fuel cell performance.
Electrochimica Acta 50: 99–105.
35. Fuller, T.F. & Newman, J. 1993. Water and thermal management in
solid polymer electrolyte fuel cells. Journal of Electrochemical Society 140:
1218-1222.
36. FuecellMart, 2010.” Global one shopping”., China
37. GenCore, 2008. “Fuel Cell Products for telecom bacup power”., New
York 12110
38. Gamburzev, S. & Appleby, A.J. 2002. Recent progress in performance
improvement of the proton exchange membrane fuel cell (PEMFC). J.
Power Sources 107: 5–12.
39. Geyer, B. (1999). Fuel Cell 2000, Development of Fuel Cell
Technology Sustainable Development International – Strategies and
Technologies for Local-Global Agenda 21 Implementation, USA.
40. Gregor Hoogers, 2005. Automotive Applications, Trier University of
Applied Sciences, Umwelt-Campus, Birkenfeld
41. Giorgi, L., Antolini, E., Pozio, A. and Passalacqua, E. (1998). Influence
of the PTFE content in the diffusion layer of low-Pt loading electrodes for
polymer electrolyte fuel cells. Electrochimica Acta 43(24) : 3675.
42. Grujicic & Chittajallu K.M. 2004. Design and optimization of
polymer electrolyte membrane (PEM) fuel cells. Applied Surface Science
227: 56–72
43. Haile, S. M. (2003) Fuel cell materials and components. Acta
Materialia 51: 5981–6000
44. Hubert. 2003. Handbook of Fuel Cells. Vol 2, John Wiley & sons Ltd.
45. Hubert, A.G. Kocha, S.S. Sompalli, B. & Wagner, F.T. (2004). Activity
benchmarks and requirements for Pt, Pt-alloy, and non-Pt oxygen reduction
catalysts for PEMFCs. Applied Catalysis B: Environmental impress.
46. Huang, H. & Nazar, L.F. 2000. Engineering Hybrid Nanostructured
Composites as Active Materials in Lithium Secondary Batteries. Chemistry
Department, Canada
47. Ishisaki, T., Umemura, K., Yanagisawa, E., Kunisa, Y., Terada, I., and
Yoshitake, M. (2000). Flemion Membranes for PEMFC, 2000 Fuel Cell
Seminar, October 30 – November 2, 2000, Portland, Oregon, pp. 23 – 26.
48. Iyuke, S. E., Daud, W. R.W., Mohamad, A. B., Kadhum, A. A. H. and
Chebbi, R. (2004). Performance Optimization of PEM Fuel Cell During
MEA Fabrication, Energy Conversion and Management. 45, 3239–3249.
49. Intelligent Energy, 2007. “10kw fuel cell power”., United Kingdom
50. Intelligent Energy, 2007.” 7 Series Power Systems”., United Kingdom
51. Inze, 2010.,”Characteristic of Grid Connected Inverter for Fuel Cell
System”Japan
52. Ion Power, Inc, 2010.”Turn on Ion Power Catalyzed Membranes”.’
USA
53. Janssen, G.J.M. & Overvelde, M.L.J. 2001. Water transport in the
proton-exchange-membrane fuel cell: measurements of the effective drag
coefficient. Journal of Power Sources 101: 117-125.
54. Jari, I.A. Jaouen, F.A. Lindbergh, G.A. & Sundholm, G. 2001. A novel
polymer electrolyte fuel cell for laboratory investigations and in-situ contact
resistance measurements. Electrochimica Acta 46: 2899 – 2911.
55. Jeferson, M.C. Felix, A.F. & Luciane, N.C. 2000. An analysis of the
dynamic performance of proton exchange membrane fuel cells using an
electrochemical model. The 27th Annual Conference of the IEEE Industrial
Electronics
56. Jinhua, C. Matsuura, T. & Hori, M. 2004. Novel gas diffusion layer
with water management function for PEMFC. Journal of Power Sources
impress
57. Johnson Mattey, 2009. “Fuel cell in a Changing World”., London, UK
58. Johnson Matthey, 2007. “Fuel Cell in a Changing
59. Grove, W. (1843). On the gas voltaic battery, Philosophical Magazine
and journal of Science, Proceedings of the Royal Society, 272.
60. Gurau, V. Barbir, F.& Liu, H. 2000. An analytical solution of a half-cell
model for PEM fuel cells. Journal of The Electrochemical Society 147:
2468-
61. Flemion Membranes for PEMFC, 2000 Fuel Cell Seminar, October 30
– November 2, 2000, Portland, Oregon, pp. 23 – 26.
62. Kementerian Negara Riset dan Teknologi. Penelitian, pengembangan
dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bidang Sumber Energi
Baru dan Terbarukan untuk Mendukung Keamanan Ketersediaan Energi
Tahun 2025, Jakarta, 200
63. Kim, T. K, Kang, M, Yeong Suk Choi,Y.S, Kim,KH,Lee,W, Chang,K,
Seung,D, 2006. Preparation of Nafion-sulfonated clay nanocomposite
membrane for direct menthol fuel cells via a film coating process. Journal of
Power Sources 165 (2007) 1–8
64. Koidesch, K. and Simader, G. (1996) Fuel Cells and Their
Applications. New York: VCH publisher Inc., pp 38-41.
65. Klaus, T. Pócza, D. & Hebling, C. 2003. Visualization of water buildup
in the cathode of a transparent PEM fuel cell. Journal of Power Sources 124:
403 –
66. Kong, C. S., An, S. J., Lee, H. K., Kim, D. Y. and Lee, T. H. (2000).
Effects of Diffusion Layer Porosity of the Electrodes for PEMFC on the
Electrochemical Behaviour of Electrode and the Cell Performance
Characteristics, 2000 Fuel Cell Seminar, October 30 – November 2, 2000,
Portland, Oregon, pp. 220 – 223.
67. Koji, Y.A. Yasuda, K.B. Fujiwara, N.B. Siroma, Z.B. Tanaka, H.A.
Miyazaki, Y.B. & Kobayashi, T. 2003. Potential application of anion-
exchange membrane for hydrazine fuel cell electrolyte. Electrochemistry
Communications 5: 892
68. Kreuer, K. D., Fuchs, A., Ise, M., Spaeth, M. and J. Maier (1998). J.
Electrochem. Acta. 43:1281.
69. Kreutz, T.G. and J.M. Ogden (2000). Assessment of hydrogen-fueled
proton exchange membrane fuel cells for distributed generation and
cogeneration, in: Proceedings of the 2000 US DOE Hydrogen Program
Review.
70. Kumar et al. (1992). Reformers for the Production of Hydrogen from
Methanol and Alternative Fuels for Fuel Cell Powered Vehicles, Argonne
National Laboratory, Report ANL-92/31, Illinois.
71. Kumar, G. S., Raja, M. and Parthasarathy, S. (1995). High Performance
electrodes with very low platinum for polymer electrolyte fuel cell.
Electrochimica Acta, 40(3): 285-286.
72. Lain, M. J., Moseley, P. T. and Walker, A. J. (1992). Proton exchange
membrane fuel cells: Research into Low Cost Membrane Materials,
ETSU/FCR/003, Fuel Cells Programme, Dept. of Trade & Industry, UK,
London.
73. Lean, G. Djilali, N. Whale, M. Niet,N. 2000. Aplication of micro-scale
techniques to fuel cell system disegn. Institute for Integrated Energy
Systems, University of Victoria Victoria, B.C., Canada.
74. Larminie, J. and A. Dicks, (2000). Fuel Cell Systems Explained, John
Wiley, New York.
75. Lassegues, J. C. (1992) In: Colomban PH, editor. Proton conductors:
Solids, membranes and gels—materials and devices. Cambridge University
Press, Cambridge, p. 311–328.
76. Lee, S.J. Mukerjee, S. Breen, J. Rho, Y.W. Kho, Y.T. & Lee, T.H. 1998.
Effects of Nafion impregnation on performances of PEMFC electrodes.
Electrochim. Acta 43: 3693 – 3701.
77. Levenspiel, O. 1999. Chemical reaction engineering. Ed. ke-3. New
York: John Wiley & Sons Inc
78. Litster, S. and G. McLean. (2004). PEM fuel cell electrodes. J. Power
Sources. 130: 61–76
79. Liu, R. Eugene, S. & Smotkin. 2002. Array membrane electrode
assemblies for high throughput screening of direct methanol fuel anode
catalysts. Journal of Electroanalytical chemistry 535: 49 - 55.
80. Lister, S. & Lean, G. 2004. PEM fuel cell electrodes. Journal of Power
Sources 130: 61–76.
81. Ludwig Mond dan Langer Charles (1889).
82. Mahlendorf, F., Niemzig, O. and Kreuz, C. (2000), Low-Cost Bipolar
Plates for PEM Fuel Cells, 2000 Fuel Cell Seminar, October 30 – November
2, 2000, Portland, Oregon, pp. 138 – 140.
83. Marcenaro, B. (1992). Fuel Cell for Public Transportation, Fuel Cell
Seminar, 29 Nov. - 2 Dec. 1992, Tucson, Arizona.
84. Marr, C. & Li, X. 1999. Composition and performance modelling of
catalyst layer in a proton exchange membrane fuel cell. Journal of Power
Sources 77: 17 – 27
85. Mark, J. Ohi, J. M. & Hudson Jr., D. V. (1994). Fuel Savings and
Emissions Reductions from Light Duty Fuel Cell Vehicles, NREL/TP-463-
6157, National Renewable Energy Laboratory, Golden, Colorado
86. Maynard, H. L. and J. P. Meyers. (2002) Miniature fuel cells for
portable power: Design considerations and challenges. J. Vac. Sci. Technol.
B 20(4): 1287 – 1297.
87. Mehta, V. & J. S. Cooper (2003). Review and Analysis of PEM fuel cell
design and manufacturing. J. Power Sources, 114: 32 – 53.
88. Milbrook Technology, 2010. “Excellence in Bipolar Plates”., UK
89. Mirzazadeh, J. Iranizad, E.S. & Nahavandi, L. 2004. An analytical
approach on effect of diffusion layer on ORR for PEMFCs. Journal of
Power Sources 131: 194-199.
90. Monanteras, N.C. and C.A. Frangopoulos (1999) Towards synthesis
optimization of a fuel-cell based plant, Energy Conversion Manage. 40:
1733–1742.
91. Mikkola, 2002. Comparison of gas diffusion backing materials.
Laboratory of Advanced Energy Systems. Helsinki University of
Technology, inland
92. Mond, L. and Langer, C. (1889) Proc. R. Soc. London , 46-296.
93. Mukerjee, S., Srinivasan, S. and Appleby, J. (1993) Effect of sputtered
film of platinum on low platinum loading electrodes on electrode kinetics of
oxygen reduction in (PEMFCs). Electrochimica Acta. 38(12): 1662.
94. Murray, E. P., Tsai, T. And S. A. Barnett. (1999) Nature. 400:649.
95. Minh, N. Q. (1993) J. Am. Cer. Soc. 78:563.
96. Murphy, O.J. Hitchens, G.D. & Manko, D.J. 1994. High power density
proton- change membrane fuel cells. J. Power Sources 47: 353–368
97. Nam, J.H. & Kaviany, M. 2003. Effective diffusivity and water-
saturation distribution in single- and two-layer PEMFC diffusion medium.
International Journal of Heat and Mass Transfer 46: 4595-4611
98. Naoki, A. & Takeuchi, Y.1997. Teachingless spray-painting of
sculptured surface by an industial robot. Departement of Mechanical and
Control Enginering Unversity of Electro-Communication. Japan
99. Nagakazu, F. 2002. New making methode of a gas diffusion electrode.
Department of Applied Chemistry, Faculty of Engineering, Yamanashi
University, Takeda-4, Kofu 400-8511, Japan
100. Nakano,Y. Tsuneshige,Y. Shimizu, H. & Katou, T. 1991. Control of
micropores in moleculer sieving carbon (MSC) by impregnation of
hydrocarbons and heat treatment. International Chemical Enginering
101. Natter, M.S. Hempelmann, R. Krajewski, T.H. & Üler, J.D.L. 2000.
Synthesis and characterization of catalyst layers for direct methanol fuel cell
applications. Institut Physikalische Chemie, Germany
102. Huang, H. & Nazar, L.F. 2000. Engineering Hybrid Nanostructured
Composites as Active Materials in Lithium Secondary Batteries. Chemistry
Department, Canada
103. Noc, 2010. “FC Components”.,Japan
104. O’Hayre, R. Lee, S.J. Cha, S.W. & Prinz, F.B. 2002. A sharp peak in the
performance of sputtered platinum fuel cells at ultra-low platinum loading.
J. Power Sources 109: 483 – 493.
105. Orin, M. and J. Paris (1997) Combined energy and pinch approach to
process analysis, Comput. Chem. Eng. 21: S23–S28
106. Ormerod, R. M. (2003) Chem. Soc. Rev. 32:17
107. Otsuka, M., Yamada, H., Horinouchi, H., Ohmura, T., Nishizaki, K. and
M. Fujimoto (2000) Development of the residential PEFC co-generation
system in Tokyo Gas, in: Proceedings of the Fuel Cell Seminar, pp. 380–
383.
108. Pemeas, 2010.”Clean, Efficient energy Enviromentally friendly”.,
Veronica
109. Passalacqua, E., Lufrano, F., Squadrito, G., Patti, A. and Giorgi, L.,
(1998) Influence of the structure in low-Pt loading electrodes for polymer
electrolyte fuel cells. Electrochimica Acta, 43(24): 3665-3673.
110. Pathapati, P.R. Xue, X. & Tang, J. 2005. A new dynamic model for
predicting transient phenomena in a PEM fuel cell system. Journal of
Renewable Energy 30: 1 – 22.
111. Prasanna, M. Ha, H.Y. Cho, E.A. Hong, S.A. & Oh, I.H. 2004.
Influence of cathode gas diffusion media on the performance of the
PEMFCs. Journal of Power Sources 131: 147–154.
112. Pro-Power, 2007. “Fuel Cell Analyzer of Advanced Power
Technology , USA
113. Qi, Z. & Kaufman A. 2002.Enhancement of PEM fuel cell performance
by steaming or boiling the electrode, J. Power Sources 109: 227 – 229.
114. Qi, Z. & Kaufman, A. 2003. Low Pt loading high performance cathodes
for PEM fuel cells. J. Power Sources 113: 37 – 43.
115. Ramli Sitanggang, Mohamad A B, Daud , A. H. Kadhuma, Iyuke S.E.
(2009) Fabrication of gas diffusion layer based on x–y robotic spraying
technique for proton exchange membrane fuel cell application. Energy
Conversion and management 50(2009)1419-1425
116. Raimundo, R.P. & Ticianelli, E.A. 2002. Effect of the operation
conditions on the membrane and electrode properties of a polymer
electrolyte fuel cell. J. Braz. Chem. Soc Vol. 12, No. 4: 483 – 489
117. Ricardo, 2010. “Fuel Cell System Engineering”., USA
118. Rosli, M. I., Daud, W. R. W., Sopian, K. and J. Sahari. (2003a). Design
of Small Single Proton Exchange Membrane Fuel Cell, 17th Symposium of
Malaysian Chemical Engineers, SOMChE 2003. 29 – 30 December 2003,
Copthorne Orchid Hotel, Tanjung Bungah, Penang, Malaysia, pp. 812 – 815
119. Rolls-Royce & Assoc. 1993. Proton exchange membrane fuel cell
Systems Application Study to Identify and Prioritise R&D Issues,
ETSU/FCR/005, UK Fuel Cells Programme, Dept. of Trade & Industry, UK,
London.
120. Ruy, S.J. & Gonzalez E.R. 2005. Mathematical modeling of polymer
electrolyte fuel cells. Journal of Power Sources 147: 32 – 45.
121. Saatigroup, 2010. “Fuel Cell Materials”.’ Italy
122. Shindo, K., Ouki, T., Tajima, O., Nishizawa, N. & T. Susai (2000)
Development of a PEFC co-generation system for residential use, in:
Proceedings of the Fuel Cell Seminar, 2000, pp. 492–495.
123. Smitha, B. Sridhar, S. & Khan, A.A. 2005. Solid polymer electrolyte
membranes for fuel cell applications a review. Journal of Membrane Science
259: 10
124. Sui, P.C. & Chen, L.D. Seaba, J.P. Wariishi, Y.1999. Modeling and
Optimization of a PEMFC Catalyst Layer. International Congress and
Exposition Detroit, Michigan March 1-4.
125. Scholta, J. Rohland, B. Trapp, V. & Focken, U. 1999. Investigations on
novel performance in large scale proton exchange membrane fuel cell stacks.
Journal of Power Sources 74: 146 - 150.
126. Siegel, N.P. Ellis, M.W. Nelson, D.J. & Spakovsky, M.R.V. 2004. A
two-dimensional computational model of a PEMFC with liquid water
transport. Journal of Power Sources 128: 173 -184.
127. Shin, S.J. Lee, J.K. Ha, H.Y. Hong, S.A. Chun, H.S. & Oh, I.H. 2002.
Effect of the catalytic ink preparation method on the performance of
polymer electrolyte membrane fuel cells. J. Power Sources 106:146–152.
128. Song, J.M. Cha, S.Y. & Lee, W.M. 2001. Optimal composition of
polymer electrolyte fuel cell electrodes determined by the ac impedance
method. J. Power Sources 94: 78–84
129. Syspotek,2009. Digital Standard Component-like Approach to FC”.,
China Manufacture
130. Singhal, S.C. (2002) Solid State Ionics. 405:152–153.
131. Schmidt, T.J. Paulus U.A. Gasteiger, H.A. & Behm, R.J. 2002. The
Oxygen Reduction Reaction on a Pt/Carbon Fuel Cell Catalyst in the
Presence of Chloride Anions. Lawrence Berkeley National Laboratory,
Berkeley, CA 94720, USA
132. Tae, H.Y. Young, G.Y. Gu, G.P. Won, Y,L. & Chang, S.K. 2004.
Fabrication of a thin catalyst layer using organic solvents. Journal of Power
Sources 127
133. Tien, C.J. Yan, Y. & Chan, S.H. 2003. Chemical reacting transport
phenomena in a PEM fuel cell. International Journal of Heat and Mass
Transfer 46: 4157 –4168.
134. Ticianelli, E.A. Derouin, C.R. Srinivasan, S. 1988. Localization of
platinum in low catalyst loading electrodes to attain high power densities in
SPE fuel cells. J. Electroanal. Chem. 251: 275 – 295
135. Tony, Thampana, S.M. Zhang, J. & Datta, R. 2001. PEM fuel cell as a
membrane reactor. Catalysis Today 67: 15 – 32
136. Thomas, S. and Zalbowitz, M. (1999) Fuel Cell – Green Power, Los
Alamos National Laboratory, USA.
137. Virji, M.B.V., Adcock, P.L., Mitchell, P.J. and G. Cooley (1998). Effect
of operating pressure on the system efficiency of methane-fuelled solid
polymer fuel cell power source, J. Power Sources 71: 337–347.
138. Wan, R.W. D, Abu, B.M, Abdul, A.H.K, Rachid, C. & Iyuke, S.E.
2004. Performance optimization of PEM fuel cell during MEA fabrication.
Energy Conversion and Management.
139. Wang, X. Hsing, I.M. & Yue, P.L. 2001. Electrochemical
characterization of binary carbon supported electrode in polymer electrolyte
fuel cells. J. Power Sources 96: 282–287.
140. Wang, L.B. Husar, A. Zhou, T. & Liu, H. (2003). A parametric study of
PEM fuel cell performances. International Journal of Hydrogen Energy 28:
1263 - 1272.
141. Wallmark, C. and P. Alvfors (2002) Design of stationary PEFC system
configurations to meet heat and power demands, J. Power Sources 106: 83–
92.
142. Williams, M. C., Rastler, D., and Krist, K. (2000). Fuel Cells: Realizing
the Potential, 2000 Fuel Cell Seminar, October 30 – November 2, 2000,
Portland, Oregon, pp. 5 – 8.
143. Wilson, M. S. & Gottesfeld, S. (1992a). High Performance Catalyzed
Membranes of Ultra-Low Pt Loading for Polymer Electrolyte Fuel Cells, J.
Electrochem Soc., 139(2): 28 – 30.
144. Wunderlich, C. and F. Reichenbach (2001). PEM fuel cell cogeneration
power plant optimization—on the way to a commercial product, in:
Proceedings of the Fuel Cell Home, Lucerne, Switzerland, pp. 133–142.
145. Wakizoe, M, and Watanabe, A. (2000). Study of Asahi Aciplex’s
Membrane for Highly Durable PEMFCs, 2000 Fuel Cell Seminar, October
30 – November 2, 2000, Portland, Oregon, pp. 27 – 28.
146. Weng, D., Woodcosk, G., Rehg, T., Iqbal, Z., Guiheen, J. and
Matrunich, J. (2000). Low Cost High Performance PEM Fuel Cell Bipolar
Plates, 2000 Fuel Cell Seminar, October 30 – November 2, 2000, Portland,
Oregon, pp. 106 – 109.
147. World”., Tent Grove Fuel Cell Symposium , london , UK
148. Won, Y.L. Yang,T.H. Park, G.G. Yoon, Y.G & Kim, C.S. 2002. A
Neural-Network-based Empirical Model for Polymer Electrolyte Membrane
Fuel Cell (PEFC) Systems. Korea Institute of Energy Research, Korea
149. Xin,W.I. & Ming, H. 2003. Kinetics invertigation of H 2/CO eletro-
oxidation on carbon supported Pt and its alloys using impedance based
models. Journal of Electroanalytical Chemistry 556: 117 - 126.
150. Yan, W.M., Chen, F., Wu, H.Y., Soong, C.Y. & Chu, H.S. 2004.
Analysis of thermal and water management with temperature dependent
diffusion effects in membrane of proton exchange membrane fuel cells.
Journal of Power Sources 129: 127-137
151. Yoshitake, at al. 2002. Preparation of fine platinum catalyst supported
on single-wall carbon nanohorns for fuel cell application. Physica B 323:
124 – 126
152. You, L. & Liu, H. 2002. A two-phase flow and transport model for the
cathode of PEM fuel cells. International Journal of Heat and Mass Transfer
45: 2277 –
153. Yoon, Y.G. Park, G.G. Yang, T.H. Han, J.N. Lee, W.Y. & Kim, C.S.
2003. Effect of pore structure of catalyst layer in a PEMFC on its
performance. Int. J. Hydrogen Energy 28: 657 – 662.
154. Zhang, Y. Ouyang, M. Lu, Q. Luo, J. & Li, X. 2004. A model predicting
performance of proton exchange membrane fuel cell stack thermal systems.
Journal of Applied Thermal Engineering 24: 501–513
155. Zhou, T. & Liu, H. 2001. A general three-dimensional model for proton
exchange membrane fuel cells. International Journal Transport Phenomena
3: 177

Lampiran 1

Tabel 3.1. Ketumpatan Platinum


No Penulis Ketumpatan Ketumpatan Voltan
Pt arus (V)
(mgPt/cm2) (mA/cm2)
1 David et al. (1990) 0.4 125 0.68
3 Starz et al. (1992) 0.5 170 0.62
4 Pyle et al (1992) 0.7 162 0.6
7 Keith et al (1994) 0.25 120 0.7
9 Leeson(1999) 1 100 0.65
10 Starz et al(1999) 0.5 235 0.5
11 Spakovsky et al.(2000) 0.25 150 0.65
12 Andreu et.al(2001) 0.064 246 0.6
15 Ryan et al (2002) 0.04 95 0.54
17 Starz et al(1999) 0.5 105 0.55
18 Ryan et al(2002) 0.22 240 0.5
19 Do Pond(2002) 0.8 125 0.54
23 Oedegaard et al.(2003) 0.25 190 0.42
25 Pozio.A et al. (2002) 0.68 240 0.51
26 Frey et al (2004) 0.6 250 0.6
30 Hsin et al. (2002) 0.4 181 0.62
31 H.Changet al. (2002) 0.4 215 0.68
32 Nordlund et al (2001) 0.4 79 0.67
42 Yoon, et al (2001) 0.4 75 0.54
44 Wen Liu et al(2001) 0.44 187 0.67
45 Cho, et al(2001) 0.05 255 0.61
46 Ralph et al.,(2002) 0.81 37 0.72
48 Moreiraa, et al., (2002) 0.4 98 0.59
49 Andrew, et al., (2002) 0.3 203 0.7
50 Furuya, et al.,(2002) 0.15 210 0.57
53 Chan , et al., (2004) 0.4 106 0.69
55 Soler, et al., (2003) 0.15 227 0.61
56 Renxuan et al (2002) 1.62 136 0.58
57 Hsin-Sen at al., (2002) 0.22 125 0.52
58 Jinhua ,et al.,(2004) 0.5 62 0.67
59 Fuqiang (2003) 0.5 50 0.67
60 Andrew , et5 al.,(2002) 0.5 201 0.66
61 Passalac, et al., (1997) 1.62 145 0.62
63 Prasanna, et al.,(2004) 0.35 230 0.64
64 Sergei , et al., (2001) 0.2 240 0.62
65 Gulzow, et al., (2000) 0.61 125 0.65
66 Zhiqiang (2003) 0.24 156 0.65
68 Giddey. et al.,(2003) 0.45 156 0.68
69 Hsu., et al.,(2002) 0.62 211 0.7
70 Tae-Hyun, et al.,(2004) 0.7 125 0.5
71 Jeon-Nam et al.,(2003) 0.7 250 0.56
72 Daejin , et al., (2003) 0.7 240 0.68
74 Cen ,et al.,(2003) 0.21 40 0.6
75 Lindermeir,et al., 2003) 1 30 0.5
77 Raimund, et al.,(2002) 0.4 150 0.65

Tabel 3.2 Keliangan elektrod


No Penulis Ketump Keliangan I V
1 David et al. (1990) 0.4 40 125 0.68
2 Eisman et al. (1990) 2 45 60 0.66
3 Starz et al. (1992) 0.5 44 170 0.62
7 Keith et al (1994) 0.25 50 150 0.65
10 Starz et al(1999) 0.5 40 235 0.5
11 Spakovsky et al. 2000) 0.25 45 150 0.65
12 Andreu et.al(2001) 0.0648 44 246 0.6
14 x 40 220 0.65
15 Ryan et al (2002) 0.04 50 95 0.54
16 x 50 85 0.62
17 Starz et al(1999) 0.5 40 105 0.55
18 Ryan et al(2002) 0.22 40 240 0.5
42 Yoon, et al (2001) 0.4 46 75 0.54
61 Passalac, et al., (1997) 1.62 38 145 0.62
77 Raimund, et al.,(2002) 0.4 55 150 0.65
27 Christophe et al (2001) 2 35 60 0.58
73 M.Baldauf, et al.,(1999) 4 36 150 0.6

Tabel 3.3 Diameter liang elektrod


No Penulis Ketumpatan Diameter Ketumpatan Voltan
Pt liang arus
(mgPt/cm2) (nm) (mA/cm2) (V)
1 David et al. (1990) 0.4 3 125 0.68
2 Eisman et al. (1990) 2 60 0.66
9 Leeson(1999) 0.6 1.5 100 0.65
11 Spakovsky et al. (2000) 0.25 2 150 0.65
71 Jeon-am Han,et al., 0.7 250 0.56
(2003)(26)
73 M.Baldauf, et al., (1999) 4 5.5 150 0.6
(28)

Tabel 3.4 Keluasan permukaan elektrod


No Ketumpatan Keluasan Ketumpatan Voltan
Penulis Pt Permukaan arus (V)
(mgPt/cm2) (m2/g) (mA/cm2)
1 David et al. (1990) 0.4 125 0.68
2 Eisman et al. (1990) 2 125 60 0.66
6 PTC(1993) 100 150 0.65
10 Starz et al(1999) 0.5 350 235 0.5
11 Spakovsky et al. (2000) 0.25 300 150 0.65
22 x 0.5 145 120 0.61
71 Jeon-am Han,et al., 0.7 150 250 0.56
(2003)(26)
73 M.Baldauf, et al., 4 150 0.6
(1999)(28)

Tabel 3.5 Ketebalan elektrod


Ketumpatan Ketebalan I V
2 Eisman et al. (1990) 2 65 60 0.66
12 Andreu et.al(2001) 0.0648 50 246 0.6
16 x 10 85 0.62
23 Oedegaard et al.(2003) 0.25 5 190 0.42
46 Ralph et al.,(2002)(82) 0.81 25 37 0.72
49 Andrew, et al., (2002)(106) 0.3 10 203 0.7
55 Soler, et al., (2003)(116) 0.15 35 227 0.61
56 Renxuan et al (2002)(122) 1.62 45 136 0.58
65 Gulzow, et al., (2000)(160) 0.61 5 125 0.65
68 Giddey. et al.,(2003)(22) 0.45 45 156 0.68
70 Tae-Hyun, et al.,(2004)(25) 0.7 25 125 0.5
75 Lindermeir,et al., (2003)(31) 1 55 30 0.5
73 M.Baldauf, et al., (1999)(28) 4 72 150 0.6

Tabel 3.6. Prestasi PEMFC


No Penulis Ketebal Kelian Diam Keluasan Ketump Volta
an gan eter permukaa atan n
(cm) (%) Liang n aktif arus (V)
(nm) (m2/g) (mA/c
m2)
13 Vladimir (2002) 0.0129 0.25 140 170 0.7
6 Huang Z.,(2000) 0.013 0.35 140 175 0.7
2 Siegel, 2003 0.016 0.45 400 699 280 0.7
3 Nam.J,H.,Kavianti 0.02 0.31 375 100 155 0.7
M.2003
8 A.Oedegaard(2003) 0.02 0.5 425 680 270 0.7
1 Tianhong (2002) 0.0248 0.55 450 225 0.7
16 Lixing (2001) 0.025 0.4 235 0.7
7 Andrew(2001) 0.026 0.4 375 160 200 0.7
14 Shan-Hai(2003). 0.026 0.4 200 0.7
15 P.C. Sui (1999). 0.026 0.4 421 230 0.7
4 Tien-Chien(2003) 0.028 0.5 450 250 0.7
11 Lixin (2002) 0.028 0.4 240 0.7
12 J.J. Baschuk(2000), 0.03 0.3 110 160 0.7
9 D.Singh, (1999) 0.031 0.4 251 240 0.7
10 G.Maggio. (2001) 0.031 0.5 170 230 0.7
17 M.Grujicic(2004), 0.031 0.5 210 220 0.7
18 C.S.Kong(2002), 0.031 0.4 189 180 0.7

Tabel 3.7. Prestasi berbagai jenis membran


PTFE
Jenis pada Pt pada Kerapatan Voltan
Penulis Membran GDL GDE Arus Volt
% mg/cm2 mA/cm2
Jian Lu (2000) Nafion 112 40 0,03 165 0,6
Ryan (2002) Nafion 177 0,04 95 0,54
Andreu (2001) Nafion 177 35 0,06 246 0,6
A.Pozio (2002) Nafion 112 0,12 130 0,56
Andrew (2002) Nafion 117 30 0,2 203 0,7
Nafion 112
Chan (2004) membrane
(EW 1100,
Dupont) 30 0,22 106 0,69
Oedegaard (2003) Nafion 112 0,25 190 0,42
Prasanna(2004) Nafion 115 0,3 230 0,64
Gulzow(2000) Nafion 112 0,4 125 0,65
Changet (2002)) Nafion 117 30 0,4 215 0,68
Yoon (2001) Nafion 210 25 0,4 75 0,54
Escuderoa(2002) Nafion 117 0,45 167 0,74
X Nafion 177 0,5 120 0,61
Frey (2004) Nafion 105 35 0,5 250 0,6
Havránek(2001) Nafion 117 35 0,55 203 0,7
Pozio. (2002) Nafion 115 25 0,68 240 0,51
Takahiro (1997) Nafion 177 25 0,7 180 0,57
Lindermeir (2003) Nafion 117 15 1 30 0,5
Lampiran 2.

ANALISIS

Secara umumnya, subbab ini membicarakan tentang uji kaji


makmal yang telah dijalankan bermula daripada pembikinan
sebuah sel bahan api tunggal sehingga pengoperasian sel
tersebut. Ini selaras dengan objektif penyelidikan ini
pembikinan MEA bagi sel bahan api tunggal PEM. Uji kaji
dijalankan menggunakan sebuah mesin khusus dikenali
sebagai stesen uji sel bahan api (FCTS). Mesin ini
berkeupayaan mengetahui prestasi MEA sel bahan api yang
dibuat. Pengujian ini begitu penting dalam usaha untuk
membuktikan dan mengesahkan penerbitan model
semburank yang telah dilakukan. Bab ini merangkumi
pembikinan sel bahan api tunggal, tatacara pengoperasian
FCTS dan juga prosedur pengujian sel bahan api pada FCTS.

4.3 TATACARA PENGOPERASIAN FCTS


Setelah selesai membikin dan memasang sebuah sel bahan
api ini, sel tersebut diuji bagi mengetahui tahap prestasinya.
Uji kaji ini dilakukan menggunakan FCTS daripada Arbin
Instrument, USA. Stesen ini dioperasikan berdasarkan nilai
parameter yang serupa digunakan dalam simulasi model
matematik. Pengubasuaian parameter turut dilakukan seperti
mana yang dilakukan pada proses simulasi tersebut.

RAJAH 4.3 Rajah Alir Proses FCTS


Keupayaan mesin FCTS ini adalah membolehkan
nilai penting sesuatu sel bahan api diukur dari segi arus,
voltan dan kuasa sesebuah tindanan sehingga mencapai
kuasa 1.5 kW. Ia dilengkapi dengan sistem kawalan proses di
mana kawalan suhu, kadar alir gas, kawalan injap dan juga
kelembapan gas boleh diatur. Ianya turut dibekalkan dengan
sistem penyejukan bagi pengoperasian tindanan yang
berkuasa tinggi. Rajah alir proses dan gambar FCTS
ditunjukkan pada Rajah 4.3 dan Rajah 4.4.
E-Voltan

Kawalan injap
dan I/O
Kawalan
komputer dan
DAQ (MITS_Pro)

DPH-Pelembap
bahan api
Sel bahan api
RAJAH 4.4 Stesen Uji Sel Bahan Api (FCTS)

Pengendalian mesin ini dilakukan melalui kawalan


komputer menggunakan perisian MITS_Pro. Ianya bermula
dengan penetapan latar belakang keadaan pengoperasian
dengan membina jadual pengujian pada perisian ini.
Penentuan hasil yang dikehendaki dan juga jangka masa
pengoperasian sel turut dilakukan sebelum pengujian sel
dilaksanakan. Semasa uji kaji dijalankan, nilai-nilai data
diambil dan dikumpul secara automatik oleh perisian
MITS_Pro. Seterusnya, paparan graf boleh dibentuk bagi
tujuan penganalisaan data uji kaji. Rajah alir bagi tatacara
penggunaan perisian ini ditunjukkan pada Rajah 4.5.
RAJAH 4.5 Rajah Alir Penggunaan Perisian MITS_Pro
Bagi FCTS
RAJAH 4.6 Pengukuran dan Jangka Masa Pengoperasian
Sel Bahan Api Pada
Perisian MITS_Pro
Parameter pengoperasian sel bahan api dilakukan di
perisian ini melibatkan suatu jadual penetapan nilai
parameter, hasil yang diukur dan juga jangka masa
pengoperasian sel. Parameter pengoperasian yang diubahsuai
adalah seperti suhu dan titik embun kelembapan (DPH) gas,
kadar alir gas dan juga tekanan gas. Ia ditunjukkan pada
Rajah 4.6 dan Rajah 4.7.
RAJAH 4.7 Jadual Parameter Pengoperasian Sel Bahan Api
Pada Perisian MITS_Pro

4.4 PENGUJIAN SEL BAHAN API

Pengoperasian sel bahan api adalah selaras dengan parameter


yang digunakan dalam proses simulasi. Setelah selesai
menentukan nilai parameter yang digunakan pada perisian
MITS_Pro, uji kaji sel bahan api dilakukan. Pengoperasian
sel dilakukan bagi mengenalpasti pengaruh suhu, tekanan,
kadar alir gas terhadap prestasi sel bahan api. Uji kaji
dijalankan seperti digambarkan pada Rajah 4.8.

Keadaan suhu pengoperasian dikekalkan malar


menggunakan suatu alat pemanas dan alat kawalan yang
ditetapkan pada nilai 50oC, 60oC, 70oC, dan 80oC manakala
kadar alir gas dan tekanan ditetapkan. Oleh yang demikian,
pengganding suhu digunakan di kedua-dua bahagian anod
dan katod bagi memastikan suhu berada pada julat yang
dikehendaki. Ianya diletakkkan di bahagian dalam tindanan.
Lantaran itu, pelembap gas telah digunakan bagi memastikan
MEA tidak berada dalam keadaan kering. Nilai suhu DPH
ditingkatkan bagi mengekalkan peratus kelembapan selaras
dengan pengoperasian suhu yang dijalankan seperti pada
Rajah 4.6.
Tolok tekanan

FCTS
Arus dan voltan

Hidrogen masuk Udara masuk

Saluran tertutup Saluran tertutup Penunjuk suhu

Tolok tekanan Tolok tekanan

Pengganding suhu Pengganding suhu

Hidrogen keluar
Sel bahan api Udara keluar

RAJAH 4.8 Rajah Alir Pengujian Sel Bahan Api Tunggal

Bagi menilai pengaruh kadar alir terhadap prestasi sel


pula, kadar alir ditingkatkan dalam setiap uji kaji.
Pengoperasian minimum stesen uji sel bahan api (FCTS)
bagi kadar alir adalah pada nilai 0.3 Lmin -1. Berdasarkan
kepada pengiraan, bilangan mol dan juga nisbah stoikiometri
yang diperlukan oleh tindak balas elektrokimia sel bahan api,
kadar alir bagi udara perlu dibekalkan sekurang-kurangnya
dua ganda daripada kadar alir hidrogen. Oleh yang demikian,
pengoperasian kadar alir gas hidrogen ditingkatkan bermula
dari 0.3, 0.4, 0.5, 0.6 manakala 0.6, 0.8, 1.0, 1.2 bagi kadar
alir udara dalam unit Lmin-1. Walau bagaimanapun, suhu dan
tekanan pengoperasian dikekalkan.

Seterusnya, uji kaji dijalankan bagi mengetahui


pengaruh tekanan terhadap prestasi sel bahan api. Oleh itu,
dua buah tolok tekanan diletakkan di bahagian anod dan
katod bagi mengetahui nilai tekanan di dalam saluran gas
pada tindanan. Pengujian tekanan ini dilakukan pada suatu
kadar alir yang agak tinggi iaitu sekitar 6.0 Lmin-1. Oleh
yang demikian, pengoperasian pada sesuatu keadaan tekanan
dilakukan pada suatu julat masa yang singkat sekitar 10 jam
bagi mengelakkan pembaziran gas. Pengoperasian tekanan
diopersikan pada keadaan 1.0, 1.5, 2.0, 2.5, dan 3.0 bar.
Dalam uji kaji ini, nilai kejatuhan tekanan di sepanjang
laluan juga di ambil kira. Oleh kerana nilai kejatuhan
tekanan ini begitu kecil, maka ianya diukur menggunakan
tolok tekanan digital. Pengujian dilakukan bagi ketiga lubang
yang telah dibuat pada laluan gas.

4.5 Pengumpulan Data Uji Kaji

Semasa pengoperasian sel bahan api, tindak balas


elektrokimia yang berlaku di dalam tindanan ini akan
menghasilkan arus elektrik dan juga voltan dalam kuantiti
tertentu. Penghasilan ini bergantung kepada keadaan
pengoperasian sel tersebut. Nilai data-data penghasilan arus
dan voltan ini diambil secara automatik oleh FCTS pada
perisian MITS_Pro. Selang masa pengambilan data ini boleh
diubah seperti pada Rajah 4.7. Nilai-nilai data terkini akan
terpapar pada perisian MITS_Pro dan ditunjukkan pada
Rajah 4.10. Selain itu, keadaan parameter pengoperasian sel
turut dipaparkan pada tetingkap ini.
RAJAH 4.10 Paparan Hasil U

ji kaji Dan Parameter Pengoperasian Pada Perisian


MITS_Pro

Setelah itu, paparan graf dilakukan bagi tujuan


penganalisaan data. Data-data uji kaji ini dikumpul dan
dibandingkan dengan hasil simulasi pada model matematik.
Oleh yang demikian pengesahan model dilakukan bagi
melihat kebenaran model matematik yang telah diterbitkan.
LAMPIRAN 3
PROGRAM

Anda mungkin juga menyukai