SKRIPSI
Disusun Oleh :
Hardina Noviani
(062108038)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pakuan
Bogor
Disusun Oleh :
Hardina Noviani
(062108038)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
pertolongan-Nya,
dalam
menyelesaikan
Skripsi
dengan
judul
Analisis
Penggunaan Koagulan Poly Aluminium Chloride (PAC) dan Kitosan pada Proses
Penjernihan Air di PDAM Tirta Pakuan Bogor. Skripsi ini disusun berdasarkan
penelitian yang dilakukan di Laboratorium Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Tirta Pakuan Bogor Indonesia di Jalan Cipaku. Skripsi ini disusun
sebagai kelengkapan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains,
Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Pakuan Bogor.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan saran dan masukan untuk penyempurnaan skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1.
2.
Bapak Adi Gunadi, S.T selaku kepala bagian produksi PDAM Tirta Pakuan
Bogor.
3.
Ibu Dra. Ardi Muharini, M.Si selaku Pembimbing I yang telah memberikan
saran dalam pembuatan makalah hasil tugas akhir ini.
4.
Ibu Rinda Lilianti, S.T., M.Si selaku Pembimbing II yang telah berkenan
membimbing dan memberikan saran dalam proses penelitian dan pembuatan
makalah hasil tugas akhir ini.
5.
Ibu Dr. Prasetyorini selaku Dekan Fakultas MIPA Universitas Pakuan Bogor.
6.
Bapak Drs. Husain Nashrianto, M.Si selaku Ketua Jurusan Program Studi
Kimia FMIPA Universitas Pakuan Bogor.
7.
Ibu Ade Heri Mulyati, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Program Studi Kimia
FMIPA Universitas Pakuan Bogor.
8.
9.
Orang tua tercinta yang selalu memberikan dukungan moril dan materiil.
Shelvi, Oskar, Dea, Zaenal, Amen, Tiar, Siska, Retno, Kania, Desi, Griya,
Anggun, Agung, dan Deo).
Hardina Noviani
ii
DAFTAR ISI
Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2
1.3
1.4
Hipotesis .................................................................................. 2
iii
iv
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1.4. Hipotesis
PAC akan lebih baik digunakan sebagai koagulan dalam proses
penjernihan air di PDAM dibandingkan dengan kitosan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Air
Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang
banyak, bahkan oleh semua mahluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus
dilindungi agar tetap dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta mahluk hidup
yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara
bijaksana, dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang maupun
generasi mendatang. Aspek penghematan dan pelestarian sumber daya air harus
ditanamkan pada segenap pengguna air. (Effendi, 2003)
Pencemaran air adalah penyimpangan sifat air dari keadaan normal, bukan
dari kemurniannya. Air yang tersebar di alam semesta ini tidak pernah terdapat
dalam bentuk murni, namun bukan berarti bahwa semua air sudah tercemar.
Misalnya, walaupun di daerah pegunungan atau hutan yang terpencil dengan
udara yang bersih dan bebas dari pencemaran, air hujan yang turun di atasnya
selalu mengandung bahan terlarut, seperti CO2, O2 dan N2 serta bahan tersuspensi
misalnya debu dan partikel lainnya yang terbawa air hujan dari atmosfir
(Kristanto, 2002).
b. Air Permukaan
Air permukaan adalah air yang berada di sungai, danau, waduk, rawa, dan
badan air lain yang tidak memiliki infiltrasi ke bawah tanah. Jumlah air
permukaan diperkirakan hanya 0,35 juta km3 atau hanya sekitar 1% dari air tawar
yang ada di bumi. Air permukaan berasal dari aliran langsung air hujan, lelehan
salju, dan aliran yang berasal dari air tanah. Air permukaan pada umumnya
merupakan air baku utama bagi produksi air minum di daerah perkotaan (Effendi,
2003).
c. Air Tanah
Air tanah merupakan sumber air tawar terbesar di planet bumi, mencakup
kira-kira 30% dari total air tawar atau 10,5 juta km3. Akhir-akhir ini pemanfaatan
air tanah meningkat dengan cepat, bahkan di beberapa tempat tinggal
eksploitasinya sudah sampai tingkat yang membahayakan. Air tanah biasanya
diambil, baik untuk sumber air bersih maupun untuk irigasi, melalui sumur
terbuka, sumur tabung, spring, atau sumber horizontal (Effendi, 2003).
Air tanah banyak mengandung mineral yang terlarut seperti ion
magnesium, kalsium, serta anion seperti karbonat, bikarbonat, sulfat dan klorida.
Kandungan mineralnya tergantung kedalaman air tanah itu sendiri, semakin dalam
maka kandungan mineralnya akan semakin tinggi.
d. Mata Air
Umumnya mata air dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu mata air karang
dan mata air tanah, tergantung pada letak sumber airnya. Sebaiknya mata air juga
dijaga jangan sampai ada air dari luar yang masuk ke dalam daerah mata air
karena dapat mencemarinya (Effendi, 2003).
dari sungai Cisadane dilakukan di Water Intake Station yang terletak disekitar
sungai Cisadane.
b. Penyaringan awal : Air baku yang digunakan tidak terlepas dari bahan
pengotor. Oleh karena itu sebelum mengalami proses pengolahan lebih lanjut
perlu dilakukan penyaringan awal yang bertujuan untuk menghilangkan benda
kasar yang terapung seperti sampah daun, ranting, dan plastik, sehingga dapat
memperlancar proses pengolahan selanjutnya. Penyaringan awal dipasang di
depan pompa intake dengan menggunakan trails.
c. Prasedimentasi : Prasedimentasi atau disebut juga pengendapan awal
berfungsi untuk mengendapkan partikel berukuran besar, seperti batu dan pasir.
Tujuan dari proses ini adalah untuk memperoleh air baku dengan nilai
kekeruhan yang tidak terlalu tinggi, sehingga akan mudah dalam proses
pengolahannya menjadi air bersih.
d. Koagulasi : Koagulasi adalah proses pencampuran koagulan dan air baku serta
pengadukan secara cepat di dalam suatu wadah atau tempat agar diperoleh
suatu campuran koagulan dan air baku yang diolah secara merata sehingga
proses pembentukan gumpalan atau flok dapat terjadi secara merata. Koagulan
yang digunakan PDAM Tirta Pakuan adalah Poly Aluminium Chloride (PAC).
e. Flokulasi : Flokulasi adalah proses pengadukan lambat agar campuran
koagulan dan air baku yang telah merata membentuk gumpalan atau flok dan
dapat mengendap dengan cepat.
f. Sedimentasi : Sedimentasi merupakan suatu proses pengendapan partikel yang
sudah menggumpal (menjadi flok) dan dilakukan pada bak sedimentasi. Bak
sedimentasi dilengkapi dengan sekat kemiringan 450 dan aliran air dibuang
tenang dengan aliran bawah keatas. Setelah floknya diendapkan, pada bagian
atas akan diperoleh air jernih dan dialirkan pada saluran dibagian permukaan
bak sedimentasi.
g. Aerasi : Aerasi adalah proses kontak air dengan udara bebas yang bertujuan
untuk mengurangi kadar CO2 dan menambah kandungan O2 di dalam air.
Pengurangan CO2 dimaksudkan untuk menaikkan pH air sehingga sifat korosif
dari air dapat dikurangi atau dihilangkan. Proses aerasi juga bertujuan untuk
mengurangi rasa dan bau yang ditimbulkan oleh zat organik yang
terdekomposisi atau sisa hasil metabolisme mikroba. Selain itu juga berfungsi
untuk mengendapkan ion logam seperti mangan dan besi (Winarno, 1986).
Proses aerasi yang digunakan di PDAM Tirta Pakuan adalah aerasi air terjun.
h. Filtrasi : Filtrasi adalah suatu proses penyaringan dengan menggunakan media
pasir. Proses ini bertujuan untuk menyaring flok yang sangat kecil yang tidak
dapat mengendap secara gravitasi pada proses sedimentasi. Air yang akan
disaring kemudian dialirkan ke bawah melalui pasir kerikil dan dikumpulkan
ke dalam bak penampungan yang dihubungkan dengan penampungan bak air
bersih.
i. Desinfeksi : Desinfeksi adalah suatu proses penghilangan mikroorganisme
patogen yang dapat membahayakan kesehatan bagi manusia. Proses ini
bertujuan untuk menghilangkan bakteri patogen dan mikroorganisme lainnya
yang terdapat dalam air. Desinfeksi perlu diperhatikan khusus untuk
menghindari terjadinya penambahan dengan dosis berlebihan yang dapat
membahayakan kualitas air. Proses desinfeksi PDAM Tirta Pakuan
menggunakan gas klor sebagai desinfektan sehingga prosesnya disebut dengan
klorinasi.
j. Reservoar : Reservoar adalah tempat penampungan air bersih sebelum
didistribusikan ke konsumen. Reservoar berfungsi untuk penyimpanan,
pemerataan aliran dan tekanan akibat variasi pemakaian di dalam daerah
distribusi, dan sebagai distributor atau sumber pelayanan dalam daerah
distribusi.
10
PAC 250A
PAC 250AD
Al2O3 (%)
10,3 o,3
Min 30,0
Fe (%)
Maks 0,006
Maks 0,03
As (ppm)
Maks 0,5
Maks 20
Mn (ppm)
Maks 10
Maks 75
Cd (ppm)
Maks 0,3
Maks 6
Pb (ppm)
Maks 1,0
Maks 30
Hg (ppm)
Maks 0,1
Maks 0,6
Cr (ppm)
Maks 1,0
Basicity (%)
51,0 4,0
50,0 5,0
1.204 0,004
0,85 0,05
2,6 0,3
4,1 0,5
4,0 0,5
-12,0 1,0
pH (25 C)
1 w/v soln. pH
0
Fiskositas (cp, 25 C)
0
Freezing Point ( C)
2.5.2. Kitosan
Kitosan (C6H11NO4) merupakan polimer dengan nama kimia 2-amino-2deoksi-D-glukosa, mengandung gugus amino bebas dalam rantai karbonnya dan
11
bermuatan positif. Gugus amina bebas inilah yang banyak memberikan kegunaan
bagi kitosan. Kitosan berbentuk padatan amorf, merupakan salah satu dari sedikit
polimer alami yang berbentuk polielektrolit kationik dalam larutan asam organik
(Hirano, 1986).
Kitosan dapat diperoleh dari kitin melalui proses deastilasi. Ekstraksi kitin
dari kulit udang dilakukan dalam 2 tahap, yaitu deproteinasi yang bertujuan untuk
menghilangkan protein yang terdapat dalam kulit udang, dan demineralisasi yang
bertujuan untuk menghilangkan mineral yang terkandung dari kulit udang
(Suptijah et al., 1992).
Semakin banyak gugus asetil yang hilang dari polimer kitin, semakin kuat
interaksi ikatan hidrogen dan ion dari kitosan, dan kitosan yang bermuatan positif,
berlawanan dengan polisakarida alam lainnya.
Kitosan mempunyai potensi untuk digunakan dalam industri dan bidang
kesehatan. Beberapa kegunaan kitosan antara lain sebagai.
1. Membran penukar ion
2. Bahan pemurni air
3. Bahan baku benang untuk operasi plastik/bedah
4. Bahan powder untuk sarung tangan pembedahan
5. Koagulan dan flokulan
Penggunaan kitosan tergantung dari kualitasnya. Sebagai contoh kitosan
dengan kualitas rendah dapat digunakan pada pemrosesan limbah cair industri,
sedang kitosan dengan kemurnian tinggi dibutuhkan dalam bidang kesehatan,
seperti bahan obat-obatan. Sebagai bahan pemrosesan limbah cair, kitosan mampu
menurunkan kadar COD, BOD, padatan tersuspensi, warna, kekeruhan dan
mampu mengikat logam berat seperti Fe, Cu, Cd, Hg, Pb, Cr, Ni, Mn, Co, dan Zn.
Kitosan mempunyai gugus amino bebas sebagai polikationik, pengkhelat
dan pembentuk dispersi dalam larutan asam asetat (Knorr, 1982). Gugus amino
bebas inilah yang memberikan banyak kegunaan pada kitosan (Ornum, 1992).
Sifat kitosan hanya dapat larut dalam asam encer, seperti asam asetat,
asam format, asam sitrat, kecuali kitosan yang sudah disubstitusi dapat larut
dengan air. Adanya gugus karboksil dalam asam asetat akan memudahkan
12
Ukuran partikel
butiran bubuk
< 10%
>2%
Warna Larutan
Jernih
Derajat deasetilasi
> 70
Viskositas
rendah
sedang
tinggi
paling tinggi
>2000 (cps)
13
CH2OH
CH2OH
O
OH
NHCOCH3
H
+ NaOH
OH
NH2
Kitin
+ CH3 C - ONa
Kitosan
CH2OH
O
H
OH
NH2
H
+ CH3COOH
O
OH
NH3 +
H
+ CH3COO-
CH2OH
O
+ Cu
OH
2+
OH
H
NH3 +
H
Gambar 3. Contoh reaksi kitosan dalam mengikat logam.
H
H-N+-Cu
+ 2H +
14
Kitosan
a. Kitosan merupakan senyawa
polimer organik.
b. Kitosan berbentuk padatan amorf
berwarna kuning.
c. Kitosan larut dalam larutan asam
asetat.
d. Kitosan efektif pada pH 5.
e. Penambahan kitosan
penyakit.
15
Pelaksanaan jar test ini dilakukan agar diketahui titik kekeruhan akhir pada
penambahan kedua koagulan yang sesuai dengan baku mutu air bersih yang
ditetapkan oleh Kep Menkes RI No.416/Menkes/Per/XI/1990. Konsentrasi
koagulan yang optimum dapat ditentukan berdasarkan hasil jar test, yaitu
konsentrasi yang memberikan kekeruhan akhir tepat dibawah 5 NTU, bukan
kekeruhan terendah (SOP Lab PDAM Tirta Pakuan, 2011).
2.6.2. Kekeruhan
Kekeruhan dapat disebabkan oleh bahan tersuspensi yang bervariasi dari
ukuran kolodial sampai dispersi kasar, tergantung dari derajat turbulensinya.
Ketika banjir, sejumlah besar tanah lapisan atas mengalir ke dalam sungai.
Kebanyakan bahan ini berupa zat anorganik dan organik. Pengukuran kekeruhan
membantu menentukan jumlah bahan kimia yang dibutuhkan dalam pengolahan
air. Pengukuran air sebelum penyaringan berguna untuk mengontrol dosis dan
bahan kimia yang digunakan, sedemikian rupa sehingga air ini masih dapat
disaring dengan saringan pasir. Nilai kekeruhan pada hasil saringan juga dapat
membantu melakukan pengecekan adanya kesalahan selama proses penyaringan
(Saeni, 1989).
Kekeruhan diukur dengan metode Nephelometric. Prinsip metode ini,
intensitas cahaya yang dihamburkan oleh sampel air dibandingkan dengan
intensitas cahaya yang dihamburkan oleh suspensi polimer formazin sebagai
larutan standar. Satuan unit kekeruhan yang diukur dengan metode Nephelometric
adalah NTU (Nephelometric Turbidity Unit) (Effendi, 2003).
16
17
<4
Sangat baik
4-10
Baik
10-25
Sedang
15-20
Buruk
20-35
Sangat buruk
2.7.3. Kesadahan
Air sadah adalah air yang mengandung garam terlarut dengan kationnya
membentuk sabun yang tidak dapat larut. Jenis kation yang dimaksud antara lain
kalsium, magnesium, besi, aluminium, mangan, barium dan sebagainya.
Sedangkan sabun yang dimaksud adalah sabun natrium atau kalsium.
18
Ada dua jenis kesadahan, yaitu kesadahan tetap dan kesadahan sementara.
Kesadahan tetap adalah kesadahan yang disebabkan oleh garam kalsium sulfat,
kalsium klorida, magnesium sulfat, dan magnesium klorida. Sedangkan yang
dimaksud kesadahan sementara adalah kesadahan yang ditimbulkan oleh kalsium
dan magnesium karbonat atau bikarbonat. Kesadahan sementara bisa dihilangkan
dengan pemanasan sedangkan kesadahan tetap tidak bisa (Winarno, 1986).
Joslyn (1963) membagi tipe air berdasarkan derajat kesadahannya, seperti
terlihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Tipe Air Berdasarkan Derajat Kesadahannya.
Tipe Air
Air lunak
<50 ppm
Agak sadah
50-100 ppm
Air sadah
100-200 ppm
>200 ppm
Kesadahan air sebagian besar berasal dari kontaknya dengan tanah dan
adanya pembentukan batuan. Umumnya air sadah berasal dari daerah dimana
lapisan tanah atas (top soil) tebal dan adanya pembentukan batu kapur. Air lunak
berasal dari daerah yang menpunyai lapisan atas tipis, dan pembentukan batu
kapur jarang terjadi atau tidak ada (Linsley et al., 1986; Sutrisno dan Suciati,
1987).
Menurut Kemmer dan McCallion (1979), kalsium dan magnesium adalah
komponen utama air yang mempengaruhi kesadahan. Kadar kalsium dalam air
tanah berkisar antara 5-500 mg/L sebagai CaCO3 atau 2-200 mg/L sebagai Ca2+.
Sedangkan sekitar sepertiga dari total kesadahan berasal dari magnesium atau
sekitar 10-50 mg/L atau 40-200 mg/L sebagai CaCO3.
Kesadahan dalam air dapat dikurangi atau dihilangkan dengan proses
kapur-soda abu, proses zeolit dan proses resin organik. Prinsip proses kapur-soda
abu adalah memisahkan garam bikarbonat dan sulfat yang larut dengan
mengubahnya menjadi bentuk yang tidak larut (mengendap). Proses zeolit, ion
kalsium dan magnesium diganti dengan ion natrium sehingga terbentuk garam
yang tidak dapat menyebabkan kesadahan air. Dengan proses resin organik, garam
dapat dihilangkan (Winarno, 1986).
19
2.8.1. Turbidimetri
Turbiditas merupakan sifat optik akibat dispersi sinar dan dapat dinyatakan
sebagai perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang tiba.
Intensitas cahaya yang dipantulkan oleh suatu suspensi adalah fungsi konsentrasi
jika kondisi lainnya konstan. Metode turbiditas dapat dikelompokkan dalam tiga
golongan, yaitu pengukuran perbandingan intensitas cahaya yang dihamburkan
terhadap intensitas yang datang, pengukuran perbandingan cahaya yang
diteruskan terhadap cahaya yang akan datang dan pengukuran efek ekstingsi yaitu
ke dalam saat cahaya mulai tidak tampak pada lapisan medium yang keruh.
Turbidimeter meliputi pengukuran cahaya yang diteruskan. Turbiditas berbanding
lurus terhadap konsentrasi dan ketebalan, tetapi turbiditas tergantung dari warna
yang terbentuk (Basset, 1994).
20
2.8.2. pH-meter
pH-meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur derajat tingkat
keasaman atau kebasaansuatu larutan atau yang lazimnya disebut dengan pH suatu
larutan. pH adalah suatu satuan ukur yang menguraikan derajat tingkat kadar
keasaman atau kadar alkali dari suatu larutan. Unit pH diukur pada skala 0 sampai
14. Istilah pH berasal dari "p", lambang matematika dari negatif logaritma, dan
"H", lambang kimia untuk unsur Hidrogen. Definisi yang formal tentang pH
adalah negative logaritma dari aktivitas ion Hydrogen.
Pada prinsipnya pengukuran suatu pH adalah didasarkan pada potensial
elektrokimia yang terjadi antara larutan yang terdapat di dalam elektroda gelas
yang telah diketahui dengan larutan yang terdapat di luar elektroda gelas yang
tidak diketahui. Hal ini dikarenakan lapisan tipis dari gelembung kaca akan
berinteraksi dengan ion hidrogen yang ukurannya relatif kecil dan aktif. Elektroda
gelas tersebut akan mengukur potensial elektrokimia dari ion hidrogen atau
diistilahkan dengan potential of hydrogen. Untuk melengkapi sirkuit elektrik
dibutuhkan suatu elektroda pembanding. Sebagai catatan, alat tersebut tidak
mengukur arus tetapi hanya mengukur tegangan. Skema elektroda pH-meter akan
mengukur potensial listrik antara Merkuri Klorida (HgCl) pada elektroda
pembanding dan potassium chloride (KCl) yang merupakan larutan di dalam gelas
elektroda serta petensial antara larutan dan elektroda perak. Tetapi potensial
antara sampel yang tidak diketahui dengan elektroda gelas dapat berubah
tergantung sampelnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan kalibrasi dengan
menggunakan larutan yang equivalent yang lainnya untuk menetapkan nilai pH.
2.8.3. TDS-meter
TDS adalah singkatan dari Total Dissolved Solid. Cocok digunakan untuk
mengukur kualitas air pada produksi air minum/food processing, kolam renang,
rumah sakit, Aquarium, Rumah Tangga, Lab, dan water testing secara umum.
TDS Meter adalah alat untuk mengukur partikel padatan terlarut di air
minum yang tidak tampak oleh mata. Setiap air minum selalu mengandung
partikel yang terlarut yang tidak tampak oleh mata, bisa berupa partikel padatan
21
2.8.4. Spektrofotometer
Spektrofotometri merupakan suatu perpanjangan dari penelitian visual
dalam studi yang lebih terinci mengenai penyerapan energi cahaya oleh spesi
kimia, memungkinkan kecermatan yang lebih besar dalam perincian dan
pengukuran kuantitatif.
Pengabsorpsian sinar ultraviolet atau sinar tampak oleh suatu molekul
umumnya menghasilkan eksitasi elektron bonding, akibatnya panjang gelombang
absorpsi maksimum dapat dikorelasikan dengan jenis ikatan yang ada didalam
molekul yang sedang diselidiki. Oleh karena itu spektroskopi serapan molekul
berharga untuk mengidentifikasi gugus fungsional yang ada dalam suatu molekul.
Akan tetapi yang lebih penting adalah penggunaan spektroskopi serapan
ultraviolet dan sinar tampak untuk penentuan kuantitatif senyawa yang
mengandung gugus pengabsorpsi.
Metode spektroskopi sinar tampak berdasarkan penyerapan sinar tampak
oleh suatu larutan berwarna. Oleh karena itu metode ini dikenal juga sebagai
metode kalorimetri. Hanya larutan senyawa berwarna yang dapat ditentukan
dengan metode ini. Senyawa tak berwarna dapat dibuat berwarna dengan
mereaksikannya dengan pereaksi yang menghasilkan senyawa berwarna.
Contohnya ion Fe3+ dengan ion CNS- menghasilkan larutan berwarna merah.
Lazimnya kalorimetri dilakukan dengan membandingkan larutan standar dengan
cuplikan yang dibuat pada keadaan yang sama. Dengan kalorimetri elektronik
(canggih) jumlah cahaya yang diserap (A) berbanding lurus dengan konsentrasi
22
larutan. Metode ini sering digunakan untuk menentukan kadar besi dalam air
minum.
Metode spektroskopi ultraviolet, cahaya yang diserap bukan cahaya tampak
tapi cahaya ultraviolet. Dengan cara ini larutan tak berwarna dapat diukur, contoh
aseton dan asetaldehid. Spektroskopi ini energi cahaya terserap digunakan untuk
transisi elektron. Karena energi cahaya UV lebih besar dari energi cahaya tampak
maka energi UV dapat menyebabkan transisi elektron dan (Kimia Analitik
Instrumen, 1994).
Penentuan kadar besi berdasarkan pada pembentukan senyawa kompleks
berwarna antara besi (II) dengan orto-penantrolin yang dapat menyerap sinar
tampak secara maksimal pada panjang gelombang tertentu.
Kadar besi dalam suatu sampel yang diproduksi akan cukup kecil dapat
dilakukan dengan teknik spektrofotometri UV-Vis menggunakan pengompleksan
orto-fenantrolin. Dasar penentu kadar besi (II) dengan orto-Fenantrolin. Senyawa
ini memiliki warna sangat kuat dan kestabilan relatif lama dapat menyerap sinar
tampak secara maksimal pada panjang gelombang tertentu. Persiapan larutan,
sebelum pengembangan warna perlu ditambahkan di dalamnya pereduksi seperti
hidroksilamina. HCl yang akan mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+. pH larutan harus
dijaga pada 6-7 dengan cara menambahkkan ammonia dan natrium asetat
(Hendayana, S, dkk, 2001).
Dengan menggunakan penentuan kadar konsentrasi, suatu senyawa
dilakukan dengan membandingkan kekuatan serapan cahaya oleh larutan contoh
terhadap terhadap larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya. Terdapat
dua cara standar adisi , pada cara yang pertama dibuat dahulu sederetan larutan
standar,
diukur
serapannya,
kemudian
tentukan
konsentrasinya
dengan
23
Lampu tungsten, merupakan campuran dari flamen tungsten dan gas iodine.
Pengukurannya pada daerah visible 380-900nm.
Lampu merkuri, untuk mengecek atau kalibrasi panjang gelombang pada
spektra UV-VIS pada 365 nm.
2. Monokromator
Alat yang paling umum dipakai untuk menghasilkan berkas radiasi dengan
satu panjang gelombang. Monokromator untuk UV-VIS dan IR serupa, yaitu
mempunyai celah, lensa, cermin dan prisma atau grating.
3. Wadah Sampel (sel atau kuvet)
Wadah sampel umumnya disebut kuvet. Berikut jenis-jenis kuvet yang
bisa digunakan:
a. Gelas
Umum digunakan (pada 340-1000 nm) Biasanya memiliki panjang 1 cm
(atau 0,1, 0,2 , 0,5 , 2 atau 4 cm)
b. Kwarsa
Mahal, range (190-1000nm)
c. Cell otomatis (flow through cells)
d. Matched cells
e. Polystyrene range ( 340-1000nm) throw away type
f. Micro cells.
4. Detektor
Radiasi yang melewati sampel akan ditangkap oleh detektor yang akan
mengubahnya
menjadi
besaran
terukur.
Berikut
jenis
detektor
dalam
sperktrofotometer UV-VIS.
a.
b.
Photo tube, lebih sensitif daripada photo cell, memerlukan power suplai
yang stabil dan amplifier
c.
5. Recorder
Radiasi yang ditangkap detektor kemudian diubah menjadi arus listrik oleh
recorder dan terbaca dalam bentuk transmitansi.
24
6. Read out
a. Null balance, menggunakan prinsip null balance potentiometer, tidak
nyaman, banyak diganti dengan pembacaan langsung dan pembacaan
digital.
b. Direct readers, %T, A atau C dibaca langsung dari skala.
c. Pembacaan digital, mengubah sinyal analog ke digital dan menampilkan
peraga angka Light emitting diode (LED) sebagai A, %T atau C. Dengan
pembacaan meter seperti gambar, akan lebih mudah dibaca skala
transmitannya, kemudian menentukan absorbansi dengan A = - log T.
Sumber radiasi untuk spektroskopi UV-Vis adalah lampu tungsten.
Cahaya yang dipancarkan sumber radiasi adalah cahaya polikromatik. Cahaya
polikromatik UV akan melewati monokromator yaitu suatu alat yang paling
umum dipakai untuk menghasilkan berkas radiasi dengan satu panjang gelombang
(monokromator). Monokromator radiasi UV, sinar tampak dan infra merah adalah
serupa yaitu mempunyai celah (slit), lensa, cermin dan perisai atau grating.
Wadah sampel umumnya disebut sel/kuvet. Kuvet yang terbuat dari kuarsa
baik untuk spektrosokopi UV dan juga untuk spektroskopi sinar tampak. Kuvet
plastik dapat digunakan untuk spektroskopi sinar tampak.
Radiasi yang melewati sampel akan ditangkap oleh detektor yang berguna
untuk mendeteksi cahaya yang melewati sampel tersebut. Cahaya yang melewati
detektor diubah enjadi arus listrik yang dapat dibaca melalui recorder dalam
bentuk transmitansi absorbansi atau konsentrasi (Hendayana, S, dkk, 2001).
25
dengan
pelarut,
sehingga
menghasilkan
suatu
produk
BAB III
METODE PENELITIAN
3.2. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik digital,
alat uji Jar Test, Spektrofotometer UV-VIS, Hotplate, Turbidimeter, pH-meter,
konduktometer, kertas saring, stopwatch, kaca arloji, gelas piala 1L, labu takar
100 ml, corong, batang pengaduk, spatula, pipet tetes, pipet volumetrik,
Erlenmeyer, kuvet, labu semprot. tissue.
3.3. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air baku Water
Treatment Plant (WTP) Dekeng, dan untuk bahan kimia yang digunakan yaitu:
Larutan Poly Aluminium Chloride (PAC), padatan kitosan, larutan asam asetat
1%, indikator EBT, larutan EDTA 0,01 M, larutan buffer pH 10, larutan
hidroksilamin hidroklorida 10%, larutan buffer asetat, larutan ortofenantrolin.
26
27
3.4.2. Kekeruhan
Dikalibrasi alat turbidimeter dan diatur dengan standar yang mempunyai
nilai kekeruhan sesuai dengan kebutuhan. Sampel (air baku dan air hasil jar test)
yang akan ditetapkan dihomogenkan, dimasukkan ke dalam kuvet yang telah
dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam alat turbidimeter. Hasil dapat
langsung dibaca pada alat turbidimeter.
28
3.4.3. pH
Elektroda dipasang pada pH-meter dan dicelupkan ke dalam buffer pH 4
lalu ke dalam buffer pH 9 kemudian elektroda dipindahkan dan dicelupkan pada
pH 7. Setelah pH-meter terkalibrasi, elektroda dicelupkan ke dalam larutan
sampel (air baku dan air hasil jar test) dan dicatat pH yang ditunjukkan pada alat
pH-meter.
didiamkan
di
dalam
larutan
sampel
sampai
konduktometer
3.4.5.
Kesadahan
Diambil 50 ml sampel (air baku dan air hasil jar test) dipipet kemudian
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Analisis
Baku Mutu
pH
7,44
6,0-9,0
TDS (mg/L)
84,3
2000
Fe (mg/L)
0,93
5-10
29
30
karena berubahnya kondisi air buangan yang berada di hulu sungai dan
tingginya padatan tersuspensi yang berada dalam air.
Parameter
Koagulan
Kekeruhan
(ppm)
(NTU)
pH
TDS
Kesadahan
Fe
(mg/L)
(mg/L)
(mg/L)
PAC
Kitosan
PAC
Kitosan
PAC
Kitosan
PAC
Kitosan
PAC
Kitosan
26,89
26,89
7,44
7,44
84,3
84,3
87,48
87,48
0,93
0,93
8,67
17,43
7,03
7,98
84,1
84,9
67,18
64,37
0,83
0,811
10
4,28
15,23
7,01
6,54
83,1
84,1
67,18
64,8
0,25
0,09
15
3,45
14,32
7,23
6,09
82,4
83,5
52,92
65,02
0,08
0,05
20
2,45
13,89
7,07
5,92
82,1
83,1
64,15
64,37
0,009
0,003
25
0,34
12,43
7,01
5,64
80,4
82,8
50,33
58,57
0,002
0,001
Kekeruhan (NTU)
31
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
10
15
20
25
PAC
26.89
8.67
4.28
3.45
2.45
0.34
Kitosan
26.89
17.43
15.23
14.32
13.89
12.43
Baku Mutu
32
pH
10.00
9.00
8.00
7.00
6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
10
15
20
25
PAC
7.44
7.03
7.01
7.23
7.07
7.01
Kitosan
7.44
7.98
6.54
6.09
5.92
5.64
Baku Mutu 1
6.0
6.0
6.0
6.0
6.0
6.0
Baku Mutu 2
9.0
9.0
9.0
9.0
9.0
9.0
33
4.6. Hubungan Dosis Koagulan Dengan Total Zat Padat Terlarut (TDS)
Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa nilai TDS pada penambahan koagulan
PAC lebih kecil dibandingkan dengan nilai TDS pada penambahan koagulan
TDS
kitosan.
86.0
85.0
84.0
83.0
82.0
81.0
80.0
79.0
78.0
10
15
20
25
PAC
84.3
84.1
83.1
82.4
82.1
80.4
Kitosan
84.3
84.9
84.1
83.5
83.1
82.8
34
80.00
70.00
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
10
15
20
25
PAC
87.48
67.18
67.18
52.92
64.15
50.33
Kitosan
87.48
64.37
64.80
65.02
64.37
58.57
35
Permukaan air jarang ditemui kadar Fe lebih besar dari 1 mg/L, akan tetapi
di dalam air tanah Fe jauh lebih tinggi. Konsentrasi Fe yang tinggi ini dapat
dirasakan dan dapat menodai kain dan perkakas dapur. Air yang tidak
mengandung O2, besi berada sebagai Fe2+ yang dapat terlarut, sedangkan pada air
sungai yang mengalir dan terjadi erosi, Fe2+ teroksidasi menjadi Fe3+. Air sungai,
besi berada sebagai Fe2+, Fe3+ terlarut dan Fe3+ dalam bentuk senyawa organik
berupa kolodial (Alaerts dan Santika, 1984).
1.000
0.900
0.800
Fe (mg/L)
0.700
0.600
0.500
0.400
0.300
0.200
0.100
0.000
10
15
20
25
PAC
0.930
0.830
0.250
0.080
0.009
0.002
Kitosan
0.930
0.811
0.090
0.050
0.003
0.001
36
Pemakaian
Kebutuhan
Kebutuhan
Kebutuhan
Harga
Biaya Produksi
Koagulan
Per Jam
Per Hari
Per Bulan
Koagulan
Per Bulan
(mg/L)
(kg/jam)
(kg/hari)
(kg/bulan)
Per kg
10
36
864
25920
Rp. 3650,-
PAC
Rp. 94.608.000,-
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian dan pengolahan data yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa:
1. Koagulan PAC dapat digunakan untuk mengolah air baku PDAM Tirta
Pakuan Bogor karena dapat menurunkan parameter kekeruhan, pH, TDS,
kesadahan, dan penetapan kadar besi (Fe) sesuai baku mutu SK Gubernur
No.6 Tahun 1999 dan Kep Menkes RI No.416/Menkes/Per/XI/1990,
sedangkan koagulan kitosan tidak baik digunakan dalam proses
pengolahan air baku di PDAM Tirta Pakuan Bogor karena tidak dapat
menurunkan kekeruhan sesuai baku mutu yang telah disyaratkan.
2. Koagulan kitosan baik digunakan untuk mengikat logam seperti Cu, Pb,
Fe, dan Ni. Koagulan kitosan tidak cocok untuk spesifikasi air baku
PDAM Tirta Pakuan Bogor. Hal ini disebabkan karena air baku PDAM
Tirta
Pakuan
Bogor
yang berasal
dari
sungai
Cisadane
tidak
37
38
5.2. Saran
PDAM Tirta Pakuan Bogor sudah benar memilih PAC sebagai koagulan
dalam proses penjernihan air. Koagulan kitosan tidak mampu menurunkan
parameter kekeruhan hingga memenuhi baku mutu yang disyaratkan. Namun
kitosan baik digunakan pada proses penjernihan air yang banyak mengandung
logam seperti pada limbah cair dari industri.
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts, G. dan S, Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Akademi Teknik Tirta
Wijaya Magelang.
Basset, J. 1994. Analisis Kimia Kuantitatif Anorganik. Setiono, L. Penerjemah.
Jakarta: ECG. Terjemahan dari: Vogel Textbook of Quantitative Inorganic
Analysis Including Elementary Instrumental Analysis.
Dunn, ET., EW. Grandmaison dan MFA. Goosen. 1997. Applications and
properties of chitosan. Di dalam MFA. Goosen (ed). Applications of
Chitin and Chitosan. Technomic Pub, Basel, p 3-30
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Cetakan Kelima. Yogyakarta : Kanisius.
Fardiaz, S., 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Fessenden Fessenden. 1986. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Erlangga. Jakarta.
Gozan, Misri dan Diyan Supramono. Pengolahan Air untuk Utilitas Pabrik.
Departemen Teknik Kimia. FTUI: Depok. 2006.
Hendayana, Sumar. (1994). Kimia Analitik Instrumen. Semarang: Semarang
Press.
Hendayana, Sumar (2009). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen.
Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
Hirano, S. 1986. Chitin and Chitosan: in Encyclopedia of Industrial Chemistry.
Completely revised edition. Weinheim. New York.
Joslyn, M. A. 1963. Food Processing Operation. The AVI Publishing CO.,
Westport. Connecticut.
Kusnaedi, 2002. Mengolah Air Gambut & Air Kotor Untuk Air Minum. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Knorr, D. 1983. Dye Binding Properties of Chitin and Chitosan. J. Food Sci. 48.
P: 36-41.
Kristanto. P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Lab. PDAM. 2011. SOP Laboratorium PDAM Tirta Pakuan. ISO 9001: 2008.
Lab. Protan. 1987. Cational Polymer for Recovering Valuable by Product From
Processing Waste. Borgges. USA.
39
40
et
al.
2005.
Treatment
of
ink-containing
waste
water
by
Teknologi
Hasil
Pertanian,
Fatemeta,
IPB.
Bogor.
LAMPIRAN
Sungai Cisadane
Sungai Cisadane
Intake
Sungai Cisadane
Penyaringan Awal
Prasedimentasi
Koagulasi
Flokulasi
Sedimentasi
Aerasi
Filtrasi
Desinfeksi
Reservoar
41
42
1.
2.
3.
4.
5.
Analisis Pendahuluan :
Kekeruhan
Pengukuran pH
Total Zat Padat Terlarut (TDS)
Kesadahan
Penetapan Kadar Besi (Fe)
1.
2.
3.
4.
5.
Pengolahan Data
43
Pengolahan Data
44
Pengolahan Data
45
Pengolahan Data
46
Pengolahan Data
47
Pengolahan Data
48
Kalsium Karbonat
Diketahui : Volume contoh (ml contoh)
Volume EDTA (ml EDTA)
: 50 ml
: 3,11 ml
: 100
Jawab :
Kadar CaCO3 (mg/L) : ml EDTA x M EDTA x BM CaCO3
x 1000
ml contoh
33,11 ml x 0,0108M x 100
50 ml contoh
= 67,18
x 1000
49
Absorbansi
0.0001
0.0247
0.0518
0.1627
0.2739
0.6731
0.8
0.7
y = 0.832x - 0.013
R = 0.991
0.6
0.5
0.4
Series1
0.3
Linear (Series1)
0.2
0.1
0
-0.1
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
50
No
Parameter
1.
2.
3.
Temperatur
Zat Padat Terlarut
Zat Padat Tersuspensi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
1.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
pH
Besi Terlarut
Mangan Terlarut
Barium
Tembaga
Seng
Khrom Hexavalent
Krom Total
Kadmium
Raksa
Timbel
Stannum
Arseni
Selenium
Nikel
Kobalt
Sianida
Sulfida
Fluoride
Amonia
.Nitrat
Nitrit
BOD
COD
Deterjen
Phenol
Minyak Nabati
Minyak Mineral
1.
2.
Fecal Koliform
Total Coliform
Satuan
Fisika
0
C
mg/L
mg/L
Kimia
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
Mikrobiologi
APM/mL
APM/mL
40
4000
400
6,0-9,0
5
2
2
2
5
0,1
0,5
0,05
0,002
0,1
2
0,1
0,05
0,5
0,4
0,05
0,05
2
1
20
1
50
100
5
0,5
5
10
6,0-9,0
10
5
3
3
10
0,5
1
0,1
0,005
1
3
0,5
0,5
0,2
0,6
0,5
0,1
3
5
30
3
150
300
10
1
10
50
2000
10000
167
.2400
51
= 26,89 NTU
= 10 ppm
=-
= 1000 L/det
= Rp. 3.650,-
= Rp. 600.000,-
Kebutuhan per jam (PAC) = (10 mg/L x 1 kg/1.000.000 mg) x (1000 L/det x 3600
det/1jam)
= 36 kg/jam