KARBON
Oleh :
Anggita Kusumawardani
14.60.07716
KARBON
Oleh :
Anggita Kusumawardani 14.60.07716
Oleh
Anggita Kusumawardani
NIS 14.60.07716
Disahkan oleh,
i
ii
Penyusun,
DAFTAR ISI
iii
iv
DAFTAR TABEL
vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejalan dengan meningkatnya pembangunan di sektor industri,
maka tidak dapat dielakkan lagi sebagai sekolah menengah kejuruan,
khususnya Sekolah Menengah Kejuruan-SMAK Bogor harus mampu
menghadapi tuntutan dan tantangan dalam kondisi seperti sekarang ini.
Mengingat tuntutan dan tantangan pada masyarakat industri di tahun-
tahun yang akan datang akan semakin meningkat, maka pengembangan
pendidikan menengah dan kejuruan harus difokuskan. Berkaitan dengan
hal itu, maka pola pengembangan yang digunakan dalam pembinaan
sistem pendidikan menjadi sangat penting.
Oleh karena itu, sekolah menengah kejuruan tidak terkecuali
Sekolah Menengah Kejuruan-SMAK Bogor mewujudkannya dengan
menjalin kerjasama dengan melaksanakan kegiatan Praktik Kerja Industri
(Prakerin) untuk siswa/siswi kelas XIII. Pada kegiatan ini diharapkan
memberikan pengetahuan mengenai lingkungan kerja di dunia industri
dan memberikan pelajaran untuk penyesuaian diri dengan lingkungan
kerja sehingga dihasilkan lulusan yang terampil, kreatif, dan kompeten.
Prakerin bukan saja dilaksanakan di perusahaan pemerintah, tetapi juga
di perusahaan swasta bahkan di lembaga-lembaga penelitian.
1
2
3
4
E. Lokasi Perusahaan
F. Struktur Organisasi
ADVISOR
SPECIALIST
ADVISOR
SPECIALIST
ADVISOR
SPECIALIST
VICE
PRESIDENT ADVISOR
P&C CHIEF OF POWER DEVELOPMENT &
SENIOR
STORAGE MANAGEMENT
SPECIALIST
MANAGEMENT
LABORATORIUM ADVISOR
SERVICE
CHIEF OF NEW ENERGY SENIOR
SPECIALIST
ADVISOR
SPECIALIST
H. Kepegawaian Perusahaan
1. Pegawai Tetap
Pegawai yang bekerja di PT Pertamina (Persero) RTC
berstatus pegawai/karyawan.
2. Pegawai Kontrak (Outsourcing)
Tenaga kontak atau Outsourcing adalah tenaga kerja yang
dikontrak oleh Pertamina dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan
perjanjian yang telah disetujui sebelumnya.
Dengan semakin kompleks dan berkembangnya permintaan dari
pelanggan atau pihak ketiga, PT Pertamina (Persero) RTC terus
melakukan pembinaan pegawai melalui kursus pelantihan, seminar, dan
penyelenggaran pendidikan lanjutan seperti S1, S2, dan S3
J. Fasilitas Operasional
Petroleum Non-Fuel
Proses Pengembangan
Petrochemical and Chemicals
Industrial and Enviromental Protection
Gas
BAB III KEGIATAN DI LABORATORIUM
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Korosi.
Korosi berasal dari bahasa latin “corrode” yang berarti
perusakan logam atau berkarat. Korosi menurut IUPAC adalah reaksi
irreversible antarmuka material (logam, keramik, polimer) dengan
lingkungannya yang mengakibatkan material dikonsumsi atau
melarutnya marerial dengan komponen lingkungan. Korosi
merupakan degradasi mineral akibat reaksi elekrokimia dengan
lingkungannya (Bardal, 2003).
Korosi dapat terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor,
seperti keasaman, temperatur, tekanan, kecepatan aliran dan
konduktivitas air, serta adanya zat pengkorosif seperti O 2, H2S, dan
CO2. Korosi dapat terjadi karena adanya proses elektrokimia di mana
logam mempunyai komposisi kimia yang tidak homogen. Pada bagian
anoda memiliki potensial reduksi yang lebih rendah, sedangkan
katoda memiliki potensial reduksi yang lebih tinggi. Elektron mengalir
dari anoda menuju katoda melalui logam dan ion hidroksida yang
dihasilkan berpindah dari katoda menuju anoda (Soylev et al, 2006).
Ion Fe yang telah di oksidasi bereaksi dengan ion hidroksida
membentuk Fe(OH)2+ yang akan bereaksi dengan oksigen
membentuk oksida terhidrasi, Fe2O3.nH2O.
Reaksi anoda : Fe → Fe2+ + 2e- (anoda akan larut)
-
Reaksi katoda : 2H2O + O2 + 4e- → 4OH (elekton menuju anoda)
15
16
2. Jenis Korosi.
Korosi memiliki bebagai macam bentuk yang memiliki
karakteristik dan mekanisme yang berbeda-beda (Halwan Jaya et al,
2010). Jenis-jenis korosi adalah sebagai berikut :
a. Korosi Merata (Uniform Corrosion)
(http://www.academia.edu)
(http://www.academia.edu)
menjadi anoda dan logam yang tebih tahan korosi akan menjadi
anoda.
c. Korosi Sumuran (Pitting Corrosion)
(http://www.academia.edu)
(http://www.academia.edu)
18
(http://www.academia.edu)
3. Faktor-faktor Korosi
Menurut Halimatuddahliana (2003) penguapan dan pelepasan
bahan-bahan korosif ke udara dapat mempercepat proses korosi,
yaitu:
a. Gas Terlarut
Laju korosi sangat dipengaruhi oleh gas yang dapat larut
dalam air dan menyebabkan terjadinya korosi. Gas terlarut yang
dapat mempercepat terjadinya proses korosi adalah sebagai
berikut:
1) Oksigen (O2)
Adanya oksigen terlarut akan menyebabkan laju korosi
bertambah. Kandungan oksigen dalam 1 atm dan temperatur
kamar adalah 10 ppm. Sedangkan kandungan yang dapat
menghambat timbulnya korosi adalah 0,05 ppm atau kurang.
19
2) Karbondioksida (CO2)
Jika karbondioksida dilarutkan dalam air maka akan
terbentuk asam karbonat (H2CO3) yang dapat menurunkan pH
air dan meningkatkan korosifitas. Reaksi secara umum besi
karena adanya kelarutan karbondioksida sebagai berikut:
CO2 + H2O → H2CO3
Fe + H2CO3 → FeCO3 + H2
b. Temperatur
Kenaikan temperatur pada umumnya dapat menambah laju
korosi walaupun kenyataannya kelarutan oksigen berkurang
dengan meningkatnya temperatur. Apabila temperatur tidak
seragam besar kemungkinan akan terbentuk korosi.
c. pH
Logam akan terkorosi dalam suasana asam, tetapi sedikit
terkorosi dalam suasana basa. Sifat ini dapat dibuktikan dengan
rangkaian GGL (Gaya Gerak Listrik) yang tersusun dari elemen-
elemen di mana akan terjadi pengurangan potensial pada
elektroda negatif saat elemen tersebut tercelup dalam larutan
asam. Potensial saat logam mulai terkorosi dapat dihitung dengan
persamaan Nerst:
E= E° - 0,059 pH
Adapun korosi dalam lingkungan asam dan basa adalah
sebagai berikut:
1) Asam
Korosi logam dalam asam biasanya menghasilkan gas
hidrogen dan akan mengoksidasi Fe.
2+
Fe + 2H+ → Fe + H2
20
2) Basa
Basa adalah senyawa yang dapat menghasilkan ion
OH-. Ion OH- tidak dapat bereaksi langsung dengan logam.
Reaksi akan terjadi setelah logam mengalami oksidasi.
Fe + OH- → Tidak bereaksi
2+ -
Fe + 2OH → Fe(OH)2
d. Padatan Terlarut
Selain gas terlarut, faktor lain yang dapat menyebabkan
terjadinya reaksi korosi adalah faktor padatan terlarut. Padatan
terlarut tersebut adalah:
1) Klorida (Cl2)
Klorida menyerang lapisan mild steel dan lapisan
stainless steel. Padatan ini menyebabkan terjadinya korosi,
dan juga menyebabkan pecahnya alloy. Klorida biasanya
ditemukan pada campuran minyak-air dalam konsentrasi tinggi
akan menyebabkan proses korosi. Reaksi yang terjadi pada
besi:
Fe + Cl2 → FeCl2
2-
2) Karbonat (CO3 )
Kalsium karbonat sering digunakan sebagai lapisan
pengontrol korosi di mana film karbonat diendapkan sebagai
lapisan pelindung permukaan logam, tetapi dalam produksi
minyak hal ini cenderung menimbulkan masalah scale.
3) Sulfat (SO43-)
Ion sulfat ini biasanya terdapat dalam minyak. Dalam
air, ion sulfat juga ditemukan dalam konsentrasi yang cukup
tinggi dan besifat kontaminan, dan oleh bakteri SRB, sulfat
diubah menjadi sulfida yang korosif.
a. Proteksi Katodik
Proteksi katodik merupakan salah satu cara perlindungan
terhadap korosi yaitu dengan pemberian arus searah (DC) dari
suatu sumber eksternal untuk melindungi permukaan logam dari
korosi khususnya di lingkungan yang terbenam air maupun di
dalam tanah, seperti perlindungan pada kapal laut, instalansi pipa
bawah tanah, dan sebagainya. Untuk memberikan arus searah
dalam sistem proteksi katodik ini terdapat dua cara yaitu dengan
menerapkan pada anoda (Sacrificial Anode) atau pada katoda
(Impressed Current) (Roberge, Pierre R, 1999)
b. Pelapisan (Coating)
Coating merupakan pelapisan permukaan logam dengan
cairan atau serbuk yang melekat secara kontinyu pada logam
yang akan dilindungi. Adanya lapisan pada permukaan logam
akan meminimalkan kontak antara logam dengan lingkungannya.
Pelapisan yang umum adalah dengan menggunakan cat.
c. Inhibitor
Inhibitor adalah senyawa tertentu yang ditambahkan pada
elektrolit untuk membatasi korosi. Inhibitor terdiri dari anion atom
ganda yang dapat masuk ke permukaan logam dengan demikian
dapat menghasilkan selaput lapisan tunggal.
5. Inhibitor Korosi
(www.guidechem.com)
(www.guidechem.com)
6. Baja Karbon
Baja karbon merupakan suatu logam dengan unsur utama
besi (Fe) dan tambahan unsur karbon (C) kurang dari 1%. Selain itu
baja karbon juga mengandung beberapa unsur lainnya dengan
presentase yang lebih kecil seperti:
9. Metode Weight-loss
Metode weight-loss merupakan salah satu metode gravimetri
untuk menentukan laju korosi suatu material berdasarkan perubahan
berat material. Pada metode ini biasanya menggunakan larutan uji
korosi sebagai media pengkorosif yang dapat mengurani berat
material dan terlarut pada media pengkorosi tersebut. Berdasarkan
ASTM G31, laju korosi dapat dihitung dari persamaan sebagai berikut:
Di mana :
K = Konstanta konversi dari cm2 menjadi mpy (3,45 x 106)
∆m = pengurangan massa akibat korosi (gram)
25
IR sangat khas dan spesifik untuk setiap ikatan kimia atau gugus
fungsi.
Jika suatu frekuensi tertentu dari radiasi IR dilewatkan pada
suatu sampel maka akan terjadi penyerapan frekuensi oleh senyawa
tersebut. Detektor akan mendeteksi frekuensi yang dilewatkan pada
sampel yang tidak diserap oleh senyawanya. Banyaknya frekuensi
yang tidak diserap akan diukur sebagai persen transmitan. Nilai
persen trasmitan yang rendah menandakan banyaknya frekuensi
yang diserap oleh senyawa. Serapan yang tinggi ini akan memberikan
informasi yang sangat penting tentang ikatan dalam senyawa
tersebut.
B. METODE ANALISIS
Uji efisiensi inhibitor korosi yang digunakan kali ini adalah metode
wightloss dan FTIR. Metode analisis yang digunakan merupakan metode
dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Metode analisis yang
digunakan, diantaranya:
1. Uji Kompatilbilitas
Dasar:
Inhibitor korosi diidentifikasi kecocokannya antara inhibitor
dengan oil. Inhibitor korosi dilarutkan dengan solar ke dalam vial.
Diamati perubahan inhibitor korosi yang terjadi.
Alat dan bahan:
1) Tabung vial
2) Inhibitor korosi
3) Solar
2. Uji pH
Dasar:
Uji pH digunakan untuk mengidentifikasi nilai keasaman suatu
inhibitor korosi. Semakin basa suatu inhibitor korosi maka semakin
baik.
Alat dan Bahan:
1) Inhibitor korosi
2) pH universal
3) Solar
A. Hasil
Gambar 14 Kompatibilitas
2. Uji pH
Gambar 15 Uji pH
29
30
C 8
D 10
E 10
Efisiensi (%)
Inhibitor Korosi
25 ppm 50 ppm 100 ppm
A 32.10 51.84 63.74
B 21.44 22.87 20.57
C 8.59 25.70 20.10
D 14.73 21.88 20.66
E 21.28 35.56 58.04
70
60
Efisiensi (%) 50
40
Inhibitor A
30
Inhibitor B
20
10 Inhibitor C
0
25 50 100
konsentrasi (ppm)
70
60
Efisiensi (%) 50
40
30 Inhibitor D
20 Inhibitor E
10
0
25 50 100
Konsentrasi (ppm)
4. FTIR
Inhibitor Korosi
Gugus Fungsi A B, D, dan E C
-1
Bilangan Gelombang (cm )
N-H 3142 3140 3145
C-H strech 2920-2850 2920-2850 2920-2850
C=N 1602 1610 1614
C=C - 1668 1651
CH2 bending 1446 1456 1456
C-N 1359 1320 1310
C-O 1261-1100 1250-1000 1247-1100
B. Pembahasan
A. Kesimpulan
B. Saran
33
DAFTAR PUSTAKA
34
LAMPIRAN
A B
Keterangan :
A. Sebelum uji inhibitor korosi
B. Setelah uji inhibitor korosi
35
36
Lampiran 3. Perbandingan pelat baja karbon sebelum dan setelah uji inhibitor
korosi dengan metode weightloss
A B
Keterangan :
A. Sebelum uji inhibitor korosi
B. Setelah uji inhibitor korosi
= 12.06 M
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 11,96 = 1000 mL x 3M
V1 = 3000/12.06
V1 = 249 mL
38
Inhibitor A
39
Inhibitor B, D, E
40
Inhibitor C