Anda di halaman 1dari 17

BAB 1.

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI

1.1. Teknologi Gas Hidrogen


1.1.1. Permintaan Teknologi Hidrogen
1.1.2. Sistim Eko-Energi Penghasil Hidrogen
1.1.3. Peta jalan Teknologi Hidrogen
1.1.4. Permasalahan Teknologi Hidrogen PEM Fuel cell
1.2. Teknologi Fuel Cell PEM
1.2.1. Perkembangan Teknologi PEMC
1.2.2. Jenis dan komersialisasi Fuel Cell
1.2.3. Petajalan Fuel Cell
1.2.4. Permasalahan Teknologi Fuel Cell
1.2.4.1.Teknologi PEM Fuel Cell
1.2.4.2.Membran Fuel Cell
1.2.4.3.Loading elektroda Fuel Cell
1.2.4.4.Material Fuel Cell
1.2.4.5.Desain sistim Fuel Cell
1.2.4.6. Pembuatan Teknologi PEMFC
BAB 1.
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI

1.1. Teknologi Hidrogen

Dibawah ini negara negara pemilik teknologi komersial untuk menghasilkan hidrogen
(Barry D. Solomon Department of Social Sciences Michigan Technological University
Houghton)

Tabel 1. Teknologi Hidrogen

Country Technology

U.S. Hydrogen from Natural Gas;


Energy Solar-Powered Electrolysis
Canada Hydro-Powered Electrolysis
Mexico Electrolysis
Brazil Electrolysis
Germany Hydrogen from Natural Gas
Sweden Hydro-Powered Electrolysis
Norway Electrolysis
Iceland Geothermal & Hydro- Powered electrolysis
Denmark Liquid Hydrogen
Spain Multi-Sourced Electrolysis, Hydrogen from
Natural Gas
Portugal Hydrogen from Crude Oil
Italy Hydro-Powered Electrolysis, Liquid
Hydrogen
Belgium Liquid Hydrogen
Netherlands Renewables-Based Electrolysis
UK Hydrogen from Crude Oil
Japan Electrolysis; Oil, Gas & Methanol-Based
Reformation
China Hydrogen from Natural Gas
Taiwan Hydrogen from Natural Gas
Korea Hydrogen from Natural Gas
Australia Gaseous Hydrogen from Oil, Gas & Solar
Energy
Indonesia -
Malaysia -
Singapore Electrolysis

1.1.1. Permintaan Hidrogen


Produksi hidrogen meningkat tajam diikuti dengan pertumbuhan manufaktur generator
listrik Fuel Cell. Pertumbuhan stasiun pengisian hydrogen pada tahun 2004 sekitar 78 plant,
kemudian tahun 2011 berbagai negara seperti Europe membuat 85 plant, North America (80
plant), Asia Pacific (47 plant) dan the Rest of the World (3 plant). Peningkatan produksi
hidrogen ini diikuti peningkatan teknologi transportasi dimulai pada tahun 1901, yaitu membuat
mobil listrik hybrid di Jepang, dan di ikuti oleh Amerika. Tahun 2000-an yaitu sejak harga BBM
semakin meroket produsen mobil ini melepaskan kenderaan bemesin hibrida menggunakan BBM
ke pasar bebas. Produsen melihat segmen pasar kenderaan jenis hybrid ini memiliki masa depan
yang sangat gemilang sebelum tahun 2030 sehingga pada tahun 2012 lebih dari 5 juta kendaraan
jenis mesin hibrida beredar di seluruh dunia dan peminat terbesar Amerika Serikat. Peredaran
teknologi mesin hybrid sesuai issu hampir semua negara akan mempertimbangkan pengadaan
teknologi ini dimasa yang akan datang dengan menguatnya pandangan apabila harga BBM tidak
layak sebagai bahan bakar maka otomatis mesin hybride beralih menggunakan bahan bakar gas
alam. Jika harga gas alam tidak layak sebagai bahan bakar karena biaya produksinya sangat
mahal maka kenderaan beralih ke mesin hibrid menggunakan energy carriers hidrogen.
Teknologi ini sangat pleksibel masa peralihan dari bahan bakar ke jenis bahan bakar berikutnya.

1.1.2. Sistim Eko-Energi Penghasil Hidrogen

Sejak awal 1980 gaung paradikma EB ini sudah mempengaruhi energy security setiap
negara. Seluruh sumber-sumber energy di set up pada petajalan energi komersial sehingga tak
pernah habis (energi berkelanjutan) untuk menghasilkan listrik. Pemetaan penyediaan energy
listrik arahnya menuju ke sumber energy baru terbarukan (EBT). Dalam masa waktu 30 tahun
terhitung dari 1980 hingga 2016, penelitian, pengembangan dan penerapan teknologi energi
terbarukan ini banyak yang berhasil secara teknis sehingga manufaktur teknologi teknologi baru
untuk EB telah bermunculan untuk penggenerasian sumber sumber energy. Bahkan para ahli
energi sudah banyak menemukan teknologi yang layak diproduksi secara massal terutama dari
negara yang terhimpun pada IEA. Teknologi listrik ini berbasis carriers hidrogen yang akan
menjadi tren global.
Dalam mengantisipasi perubahan-perubahan krisis energi baik karena biaya recovery
energy yang semakin tinggi maupun emisi yang timbuk, Negara maju berkomitmen untuk
penggunaan bahan bakar berkelanjutan dengan urutan fase penggunaan bahan bakar minyak, fasa
penggunaan bahan bakar gas alam dengan bauran bahan bakar alternatif dan fasa penggunaan
bahan bakar gas hydrogen. Dengan fase fase ini di pendekatan pengelolaan sumber sumber
energi dalam bentuk Sistim Eko-Energi Zat Air (Ramli Sitanggang, 2008) sangat diperlukan.
Sistim ini memiliki urutan untuk menghasilkan tenaga listrik yang digunakan sebagai energy dan
Elek mentransfer energi yang
troli berlebih dengan cara
sis mengangkut energi dengan gas
Poto
Ten hidrogen.
aga lisis
peng Te
Sola Pengu hasil Phot Gambar 1. Sistim Eko-
Elec bah Hidr na
troli r obio Energi Zat Air
hidrog ogen logi ga
sis Pho
tovo en pen te
Ten
aga ltik menjad
Elekt gha rh
i Elek sil as
rolisi
tenagatroli Hidr
Ang s il
dan airsis oge
in Tena
ga Ten n
ium Bat
/ ubar
Thori a
um

Hidrogen carriers hasil sistim ini nantinya akan tumbuh pesat di masa depan diikuti dengan
mesin-mesin pembakaran internal yang menggunakan hydrogen dan PEM fuel cell sebagai
generator listrik. Untuk jangka panjang sistem energi air (water eco-energy system) akan menuju
hidrogen ekonomis. Sektor Energi yang potensial sebagai water eco-energy system sebagai
berikut (buku putih Ristekdikti Indonesia):

 Bio-Diesel -> Hidrogen


 Bio-Ethanol -> Hidrogen
 Bio-Oil -> Hidrogen
 Pure Plant Oil -> Hidrogen
 Bahan Bakar Padat & Gas dari Biomassa -> Hidrogen
 Panas Bumi -> Hidrogen
 Angin / Bayu -> Hidrogen
 Mikro Hidro -> Hidrogen
 Surya (Fotovoltaik) -> Hidrogen
 energi Surya / Thermal -> Hidrogen
 Arus Laut -> Hidrogen
 Gelombang -> Hidrogen
 Nuklir -> Hidrogen
 Batubara -> Hidrogen
 Gas Bumi -> Hidrogen
 Minyak Bumi -> Hidrogen

1.1.3. Status Pengembangan Teknologi Hidrogen

 Pembangunan Status / Industri Reformer bahan bakar fosil menjadi hidrogen mendekati
komersialisasi. Systems yang telah dibangun memiliki kapasitas produksi hidrogen sekitar
kurang dari 25 kg/hari sampai 400 kg/hari. Perusahaan-perusahaan yang aktif dibidang ini
adalah Amerika Utara termasuk Chevron Texaco, H 2Gen, Harvest Teknologi Energi,
HyRadix, dan Ztek. Telah dilaporkan pengurangan biaya difokuskan pada sistem yang
berkaitan dengan peningkatan efisiensi. Pengembangan diarahkan pada biaya rendah, tetapi
kinerja yang lebih tinggi, dan komponen lebih tahan lama.
 Bahan bakar cair terbarukan seperti etanol dari jagung atau biomassa selulosa, atau metanol
dari biomassa juga ditingkatkan Status pembangunannya terutama Methanol reformis
berkembang di Jepang. Reformasi etanol terbarukan dan metanol sedang dikembangkan
untuk stasiun pengisian bahan bakar. Hambatan Teknis: Sama seperti di atas.
 Gasifikasi batubara yang menghasilkan CO2, telah dikembangkan penangkapannya dengan
Sequestration yang besar. Produksi berskala (150-600 ton H2/hari. Status pembangunan /
Industri Gasifikasi batubara teknologi komersial penangkapan CO2 akan berkembang dalam
waktu dekat. Hambatan Teknis berfokus pada pengurangan biaya pada CO2 isolasi
 Suhu yang tinggi termokimia H2 Production (Nuklir) mulai berkembang. Eksperimennya
pada tingkat laboratorium. Hambatan Teknis produksi hidrogen dari teknologi-teknologi ini
belum ditemukan.
 Produksi termokimia H2 (Solar) telah berkembang Hambatan Teknis produksi hidrogen dari
teknologi-teknologi ini belum ada. Laporan Produksi berkembang di AS Departemen Energi
oleh University of California, Lawrence Livermore National Laboratory

1.1.4. Permasalahan utama Teknologi Hidrogen

Dari perkembangan teknologi penghasil hydrogen, salah satu masalah utama adalah
prosesnya suhu tinggi dan sifat yang sangat endotermik. Manipulasi rasio oksigen / bahan bakar
pada temperatur rendah dan oksidasi parsial dapat menghasilkan reaksi autothermal dan sedikit
eksoterm. Penelitian dan pengembangan saat ini diarahkan untuk menurunkan suhu pada
pembentukan hidrogen. C.Autothermal reforming (ATR) metanol menghasilkan hidrogen pada
250-330 Katalis CuZnO untuk metanol konvensional bisa digunakan tetapi sebaiknya non-logam
mulia untuk mengurangi suhu. Untuk bahan metanol yang menggunakan katalis CuZn
dipromosikan Pd, Ni, Mo atau V yang dibuat dengan impregnasi dan co-presipitasi alumina.
Katalis ini sangat sensitif terhadap lingkungan oksidasi sehingga untuk reforming Metan dengan
steam menggunakan Ni / Nio atau komposisi kobalt pada refraktori alumina atau sebagai
pendukung digunakan seperti spinel alumina magnesium. Untuk mempercepat penghilangan
karbon, sering dipromosikan alkali atau alkali tanah, logam mulia (Rh, Ru, Pt, Pd, Re) alumina.
Sedangkan untuk gas alam, katalis non logam mulia katalis Ni dipromosikan dengan Co, Sn, Fe
dan Cr.
Pengembangan teknologi hidrogen dari biomassa menggunakan gasifikasi menghasilkan
gas sintesis yang mengandung CO dan hidrogen. Setelah membersihkan gas, komponen yang
lebih berat pecah untuk menghasilkan CO, CO2. Pembentukan ini menggunakan steam
reforming mirip dengan yang digunakan dalam prosesor bahan bakar. Lebih banyak hidrogen
dihasilkan oleh reaksi jika mengubah CO dan uap menjadi hidrogen dan CO2. Hidrogen ini
kemudian dipisahkan oleh pemisah membran dan dimurnikan oleh adsorpsi ber tekanan.
Saat ini, sistem termudah yang langsung dapat digunakan untuk produksi hidrogen adalah
sistem surya fotovoltaik-electrolyser menggunakan komponen teknologi diskrit seperti
fotovoltaik, sel electrolyser dan baterai. Sel-sel PV dan electrolyzer adalah peralatan yang mahal.
Penelitian dan pengembangan sistem fotovoltaik-electrolyser kini fokus pada optimasi sistem
dan pengurangan biaya komponen (BPPT). Sistem efisiensi dapat ditingkatkan lebih lanjut
dengan integrasi dengan sumber energi terbarukan lainnya seperti angin, biomassa dan energi
samudera serta dengan sistem sel bahan bakar.
Produksi hidrogen dengan solar fotoelektrokimia adalah satu langkah proses pemisahan
air langsung dari energi matahari dengan menggunakan kombinasi elektroda fotovoltaik dan
elektrolisis dalam satu sel. Efisiensi jenis sel fotoelektrokimia telah dilaporkan menjadi 8% yang
dapat meningkat menjadi 16%. Masalah utama adalah band gap yang besar untuk elektrolisis
(1,6 eV) dan korosi dari elektroda fotovoltaik berbasis silikon. Untuk masa yang akan datang
upaya akan difokuskan pada material lebih murah dan efisiensi yang lebih tinggi. Perkembangan
fotoelektrokimia yang menjanjikan adalah rutenium sel pewarna peka (PEC) dalam
menghasilkan arus dari energi surya telah disesuaikan dengan tren yang sama dalam pemisahan
air menggunakan fotokatalis berdasarkan logam tungsten yang jauh lebih murah. Dengan
menggabungkan yang terbaik dari kedua sistem, mungkin untuk memecah air lebih aman
menjadi hidrogen dan oksigen dalam kompartemen terpisah. Hidrogen dapat dihasilkan oleh
mikroorganisme photoautotrophic seperti cyanobacteria dan mikroalga dalam kondisi anaerob
dan dikatalisis oleh enzim hydrogenase yang sangat sensitif terhadap oksigen. Keuntungan
produksi photoautotrophic hidrogen menggunakan CO2 dan air, dan cahaya. Efisiensi produksi
hidrogen dengan organisme photoautotrophic hanya 1 - 10%. Hidrogen juga dapat dihasilkan
oleh organisme photoheterotrophic seperti bakteri pengikat nitrogen yang dikatalisis oleh enzim
nitrogen tidak ada unsur nitrogen. Nitrogen juga sangat sensitif terhadap oksigen.
Photoheterotrophic produksi hidrogen lebih mahal karena organisme kebutuhan karbon organik
lebih mahal. Efisiensi produksi hidrogen dengan organisme photoheterotrophic hanya 3 - 10%.
Masalah utama dengan sistem hidrogen photobiological adalah efisiensi konversi yang rendah
surya 1 - 10% dan penghambatan oksigen hidrogen menghasilkan enzim. Efisiensi dapat
dikurangi dengan rekayasa genetik yang mengurangi pigmen dan mengurangi hambatan oksigen
dalam organisme.
Teknologi penyimpanan saat ini menggunakan kompresi gas botol hidrogen (CHG) atau botol
hidrida logam yang berat dan tetapi terlalu rumit jika digunakan dalam mobil fuel cell. Karbon
aktif cukup menjanjikan digunakan tetapi penyimpanan hidrogen per satuan massa karbon aktif
masih kecil . Karbon nanotube menawarkan volume penyimpanan lebih besar dari karbon aktif.
Hidrogen kapasitas penyimpanan karbon nanotube sekarang dalam kisaran 2 - 20 wt% pada
tekanan dari 8-16 Mpa dan 300K. Beragam adsorpsi hidrogen dari nanotube karbon tergantung
dari kualitasnya. Dalam menyelesaikan masalah ini berbagai teknik yang digunakan untuk
pembuatan karbon nanotube oleh para peneliti. Prioritas yang diteliti adalah luas permukaan
spesifik mempengaruhi jumlah maksimum penyerapan hidrogen. Metode yang berbeda membuat
karbon nanotube juga mempengaruhi jumlah adsorpsi. Penggunaan yang berbeda atom hetero
intercalating untuk meningkatkan adsorpsi juga akan mempengaruhi kapasitas adsorpsi

1.2. Teknologi Fuel Cell

1.2.1. Status Production Mode Teknologi Fuel Cell

Teknologi hydrogen Fuel Cell adalah perangkat konversi energi elektrokimia yang
mengubah energi kimia dari hidrogen dan oksigen menjadi listrik dan panas dengan reaksi
redoks elektrokimia di anoda dan katodanya hanya menghasilkan air sebagai hasil samping.
Teknologi ini, memiliki efisiensi konversi energi lebih dari 40-50% yang cenderung lebih tinggi
dari pembangkit listrik berbahan bakar batubara atau mesin pembakaran internal. Teknologi ini,
tidak memiliki bagian yang bergerak dan kurang berisik serta memiliki biaya perawatan yang
rendah. Teknologi ini bersih dan memiliki polusi kimia yang sangat rendah karena menggunakan
bahan bakar hidrogen murni atau berbagai bahan bakar primer seperti gas alam dan metanol yang
dapat digunakan secara langsung

Tabel 2. Jenis sel bahan bakar

Fuel Cell Temper Effici Applicatio Advanta Disadvantag


ature ency n ges es
Alkaline 50 - 50 – Space High Intolerant to
Fuel Cell 90°C 70% applicatio efficienc CO2 in
(AFC) n y impure H2
and air,
corrosion,
expensive
Phosphori 175 - 40 - Stand- Tolerant Low power
c Acid 220°C 45 % alone & to density,
Fuel Cell combined impure corrosion &
(PAFC) heat & H 2, sulfur
power commerc poisoning
ial
Molten 600 - 50 - Central, High Electrolyte
Carbonate 650°C 60 % stand- efficienc instability,
Fuel Cell alone & y, near corrosion &
(MCFC) combined commerc sulfur
heat & ial poisoning
power
Solid 800- 50 - Central, High High
Oxide 1000°C 60 % stand- efficienc temperature,
Fuel Cell alone & y& thermal
(SOFC) combined direct stress
heat & fossil failure,
power fuel coking &
sulfur
poisoning
Polymer 60 - 40 – Vehicle & High Intolerant to
Electrolyt 100°C 50% portable power CO in
e density, impure H2
Membran low and
e Fuel temperat expensive
Cell ure
(PEMFC)
Direct 50 - 25 - Vehicle & No Low
Methanol 120°C 40% small reformin efficiency,
Fuel Cell portable g, high methanol
(DMFC) power crossover &
density poisonous
& low byproduct
temperat
ure

Ada enam jenis utama dari sel bahan bakar penting komersial yaitu Alkaline Fuel Cell (AFC),
Phosphoric Acid Fuel Cell (PAFC), Molten Carbonate Fuel Cell (MCFC) , Oksida Sel Bahan
Bakar Padat (SOFC), Membran Fuel Cell Polimer elektrolit (PEMFC) dan Sel Bahan Bakar
Metanol (DMFC). Tabel 2, menunjukkan beberapa karakteristik yang berisi kelebihan dan
kekurangannya Fuel Cell (AFC, PAFC dan MCFC) dan Tabel 3 menunjukkan bahan-bahan yang
sudah digunakan dan dikembangkan. Perkembangan dari teknologi fuel cell ini telah mencapai
perkembangan komersial.
Jenis PAFC telah mencapai tahap komersialisasi terutama untuk daya stasioner hingga 11
MW. MCFC dan SOFC telah dibuktikan untuk daya stasioner hingga 250kW dan masing-masing
100 kW sejak akhir 1990-an. Keduanya memasuki pasar komersial dalam beberapa tahun ke
depan. Meskipun PEMFC telah dibuktikan untuk bus, mobil, motor dan unit daya portabel
hingga 250kW di seluruh dunia sejak awal 1990-an, ada isu komersialisasi yang masih banyak
belum terselesaikan terutama biaya manufaktur. PEMFC diharapkan sepenuhnya dikomersialkan
10 sampai 15 tahun mendatang.

Tabel 5 menunjukkan status komersialisasi dan tren masa depan dari berbagai jenis sel
bahan bakar. Amerika Serikat, Eropa, Kanada dan Jepang yang terkemuka di dunia dalam
penelitian dan pengembangan sel bahan bakar dan dalam komersialisasi sel bahan bakar (Lihat
Tabel 5). Islandia telah mengambil langkah mengkonversi ke ekonomi hidrogen pada tahun
2003. Untuk masa yang akan datang kebijakan hidrogen telah disahkan di Senat AS untuk
mempersiapkan AS masuk ke fasa perekonomian hidrogen. Lebih dari USD 1 miliar dari
pemerintah Amerika Serikat akan dihabiskan dalam 5 tahun untuk mengusahakan sel-sel bahan
bakar dan menyiapkan infrastruktur AS untuk ekonomi hidrogen di masa depan.

Tabel 5: Commercialization Status and Trends of Various Types of Fuel Cells

Fuel Cell Commercialization status Future trends


Phosphoric Acid Commercial: 50 – 200 Increase PAFC
Fuel Cell (PAFC) kW & 1 - 11 MW units installations
Total : 65 MW Expand PAFC
worldwide, Technology markets
leader: United
Technologies
Molten Carbonate Demonstrator plant in Increase
Fuel Cell (MCFC) California, 1997, 2 MW. stationary
Production capacity of applications
250 kW prototypes at 400
MW in 2004
Technology leader: Fuel
Cell Energy Inc.
Solid Oxide Fuel Demonstrator plant in Increase
Cell (SOFC) Netherlands, 1998 100 stationary
kW applications
Technology leader:
Siemen Westinghouse
Polymer Ballard PEMFC Improve
Electrolyte powered bus PEMFC
Membrane Fuel demonstrator, 1993 performance for
Cell (PEMFC) Xcellsis commercial bus fleet
PEMFC powered bus operations
by 2005 Expand PEMFC
All major car markets
manufacturers has
PEMFC powered car
prototypes
Stationary (250 kW) &
domestic power (1–50
kW) prototypes
Technology leader:
Ballard

Tabel 6: Commercialization Status and Trends of Fuel Cells in Different Countries

Country Commercialization Status Future trends


USA Light duty fuel cell vehicle Improve fueling
R & D on direct methanol infrastructure
fuel cell (DMFC) & SOFC Increase PAFC
Stationary power installations
demonstrator
Europe PAFC, PEMFC & DMFC for Improve mobile
portable & mobile applications
applications
SOFC & MCFC for
stationary power
R & D on advanced multi-
fuel processor
Canada PEMFC for transit buses and Improve PEMFC
cars for fleet operation
Japan PEMFC, MCFC & SOFC for Increase PAFC
stationary and mobile installations
applications Expand PAFC
market

Di sisi lain teknologi listrik hydrogen fuel cell telah berkembang yang hampir sama pesatnya dengan
teknologi hybride dan lebih jauh lagi, pada masa inipun teknologi mesin listrik fuel cell telah digunakan
sebagai transportasi umum. Devloper kenderaan fuel cell sebagai berikut.

 General Motors, Opel, and Suzuki


 Toyota Motor Corporation
 Daihatsu
 Ballard Power Systems,
 DaimlerChrysler,
 Ford,
 Mazda ,Nissan, Honda dan Hyundai

Gambar.2. Portable power generation application,

1.2.2. Perkembangan Teknologi Fuel Cell


Sejalan dengan perkembangan teknologi hydrogen juga teknologi teknologi fuel cell bermunculan
yang menggunakan bahan bakar hidrogen. Fuel Cell yang pertama kali ditemukan oleh Sir William Grove
pada tahun 1843 dengan mereaksikan oksigen dan hidrogen pada elektroda platina yang terpisah dan
direndam dalam cairan asam sulfat dalam lima sel dari baterai yang menggunakan arus pada bagian
elektroliser air seperti ditunjukkan gambar 1. Istilah sel bahan bakar digunakan oleh Ludwig Mond dan
Langer charles pada tahun 1889. sel bahan bakar dianggap sebagai teknologi yang volumenya terlalu
besar dan tidak efisien sehingga kemudian dinyatakan tidak dapat bersaing dengan dynamo yang
ditemukan oleh von Siemen. Sejak saat itu, usaha untuk meneliti, mengembangkan dan menerapkannya
semakin mendapat perhatian. Akan tetapi dalam tempo lebih dari 100 tahun belum juga ada yang sukses.
Pada tahun 1920 an, riset yang diawali oleh Jerman, mengembangkan sel bahan bakar karbonat
primitif dan oksida padat dan mulai tahun 1932-1959, Francis T, Bacon mengembangkan sel bahan bakar
tersebut dengan menggunakan elektrolit alkalin dan elektroda nikel. Dalam perkembangannya, ditemukan
yang lebih efisien pada tahun 1960 sehingga General Electric memproduksi sel bahan bakar untuk tenaga
pada sistem tenaga listrik di Apolo dan Gemini milik NASA juga digunakan untuk menyediakan air
minum bagi awak kapal. Dana yang digunakan untuk mengembangkan teknologi sel bahan bakar pada
Gemini dan Apolo milik NASA seperti ditunjukkan gambar 2 diperoleh dari sekitar 200 kontrak
pengembangan melalui penelitian yang pada akhirnya menemukan dan menghasilkan teknologi yang
berada pada tingkatan yang lebih memungkinkan untuk diaplikasikan secara komersial.
Perkembangan berlanjut terus sehingga aras teknologi fuel cell di dunia industri otomotif seperti
pada gambar 3 sudah dipandang dapat lebih hemat daripada mesin pembakaran internal, dan tidak ada
polusi, serta cocok difasilitasi untuk menggeser mesin pengguna bahan bakar minyak bumi dan gas alam.
Semakin menguatnya potensi hidrogen sebagai bahan bakar pada kenderaan fuel cell, banyak negara dan
pengusaha besar memfasilitasi pengembangan sistem ini. Produsen otomotif pengguna bahan bakar fosil
tidak mau ketinggalan tren energy berbasis hydrogen. Para produsen dimaksud turut melakukan
pengembangan dan penerapan iptek kenderaan fuel cell hidrogen secara terus menerus, meningkatkan
kehandalannya, dan kenyamanannya. Tentu saja perusahaan otomotif memainkan peran dalam hal ini,
meskipun tidak banyak produsen otomotif global memiliki keterampilan dan sumber daya manusia untuk
membuat pergeseran ini terjadi.

1.2.3. Permasalahan utama Teknologi Fuel Cell

Secara umum Fuel Cell yang dikembangkan seperti pada gambar 3 dan gambar 4 .

. Reaksi oksigen di katode


½O2 + 2H+ + 2e-→ air
Cathode

e-
anode Electrolyte Heat H+
Anode
Anode

load

Electrolyt
catode

catode

H2 ebereaksi pada anode


½O2 + 2H+ + 2e-→ air air

Gambar 3. Satu unit sel bahan bakar


Removes CO Fuel stack Produces
H2 & CO purifier H2 Fuel cell electrical
power

Fossil fuel
→H2 Cooling Motor
system
Fuel
processor
udar
Fossil a
fuel air

Gambar 4. Sistem sel bahan bakar menggunakan Bahan Bakar Fosil

Biaya untuk modal pembuatan PEMFC pada awalnya, sebesar USD 2000/kW. Biaya ini dianggap terlalu
mahal untuk aplikasi dan harus dikurangi agar lebih kompetitif. Secara umum pengurangan biaya
mengarah pada pengembangan penelitian membran polimer elektrolit, elektroda katalis (elektroda
membran, MEA), fuel cell stack, prosesor bahan bakar, pendingin udara[1], [2].

1.2.3.1. Tinjauan Membran dan Membran Non hidrat

Penelitian untuk pengurangan biaya membran dapat dicapai dengan menggunakan elektrolit
polimer non-fluorinated dengan polimer backbone yang lebih mudah tersulfonasi. Poli Sulfonasi (eter
keton), (styrene) dan materi yang berhubungan konduktivitas proton tinggi. Penelitian yang ekstensif
telah dilakukan untuk menghasilkan membran yang lebih murah dengan menggantikan DuPont's Nafion
117. Grup grup peneliti diberbagai negara seperti halnya Asahi Chemical Co. Alternative membran yang
dapat dipasarkan seperti Aciplex membran tetapi saat ini buatan Dupont’s Nafion 117 masih superior.
Test tes telah dilakukan secara intensif oleh Asahi untuk mempromosikan electrolyte membrane, flemion
buatan mereka sebagai alternative.
Membran polimer elektrolit yang terkini sepenuhnya terhidrasi untuk konduksi proton yang baik.
Sistem PEMFC memerlukan sistem manajemen air yang terdiri dari pelembab udara dan bahan bakar gas
serta sistem pemulihan air. Kompleksitas system PEMFC dikurangi dengan pengembangan elektrolit air-
free yang tidak memerlukan air. Biaya bisa lebih jauh berkurang karena pada kondisi diatas Pt masih
dapat digunakan dengan baik. Polimer kompleks yang berupa polimer asam-basa yang mana asam kuat
digabungkan untuk menghasilkan polimer sebagai konduktor proton yang baik tanpa air. Polimer seperti
PEO, PVA [poli (vinylalchohol)], PAAM [poli (akrilamida)], PVT [poli (vinylpyrrolidone)], PEI poli
(ethyleneimine), Poli (aminosilicates), dan PBI [poli (benzimidazole)] kombinasi dengan asam halida
sulfat, fosfat dan sebagainya juga bisa digunakan. Penggantian air dalam polimer tersulfonasi oleh cairan
ionik yang stabilitas mirip seperti amina heterosiklik atau seperti imidazol (pyrazole) dan benzimidazole.
Lebih baik lagi, cairan ionik dihubungkan ke backbone polimer untuk mencegah kehilangan cairan ionik.
Namun, kinerja dari membran non-terhidrasi adalah cara yang sangat panjang berbanding Nafion.

1.2.3.2. Tinjauan Loading elektroda dan toleransi CO

Penurunan beban platina pada elektroda telah menjadi subyek banyak penelitian [3]–[6]. PTFE
yang terikat pada lapisan tipis elektrokatalis dengan bantuan elektrodeposisi dari sputtering telah dibuat
[7], masih lebih efisien dan lebih murah menggunakan katalis lapisan PTFE yang terikat dengan lapisan
difusi gas (GDL). Karbon nanotube lapisan difusi gas sekarang sedang dikembangkan sebagai pengganti
Pt di elektroda yang dapat mengurangi biaya PEMFC secara dramatis tetapi belum teruji untuk peringkat
komersial. Platina juga bisa diganti dengan oksida logam seperti pencampuran oksida hydrous dan amorf
FePOx namun penelitian untuk ini masih sangat sedikit .dilakukan.
Pt sampai saat ini merupakan elektrokatalis yang terbaik dan toleransi CO yang rendah telah
diperbaiki dengan elektrokatalis paduan bifunctional menggunakan Pt dengan Ru, Mo dan Re. Tetapi
meninjau sifat kimia elektro-oksidasi CO akan tetap diabsorbsi secara kuat dengan Pt karena spesies
oksigen sangat suka dengan Pt atau hidroksil selalu diserap ke situs Ru. Namun katalis bifunctional dapat
lebih efektif jika dikendalikan dengan cara tertentu yaitu molekul paduan diatur secara acak. Senyawa
intermetalik seperti Bi-Pt mungkin lebih teratur dan struktur lebih stabil dari sudut termodinamika.
Pekerjaan mengoptimasi perbandingan katalis bifungsional ini masih cukup luas.
Sebuah review yang sangat baik pada bahan plat bipolar diberikan oleh [8]. Biaya plat bipolar
dapat dikurangi dengan menggantikan plat grafit dengan pelat komposit dengan melakukan penekanan
campuran bubuk karbon dan non polimer [9]. Disini Non-porous grafit merupakan bahan standar untuk
plat bipolar tetapi untuk memproduksi plat grafit bipolar mahal karena waktu yang lama diperlukan mesin
pembuat plat dengan menggunakan mesin CNC misalnya. Piringan atau plat bipolar logam telah
digunakan tetapi plat ini terkorosi karena lingkungan yang sangat asam membuat plat memiliki masa
operasi yang pendek. Masalah ini dapat diselesaikan dengan melapisi plat logam. Tetapi lapisan bipolar
plat logam cenderung retak karena koefisien ekspansi yang tidak sama dari logam dan lapisan. Plat ini
bervariasi dari plat bipolar logam adalah plat bipolar logam berpori yang dapat berfungsi baik sebagai plat
bipolar dan distributor gas tanpa proses membentuk lebih lanjut [10]. Logam-karbon polimer komposit
lebih baik dari segi material termasuk dari biaya produksi. Polimer yang paling cocok adalah termoplastik
seperti polietilena, polipropilena & poli (fluoride vinylidene) dan resin termoset seperti penolics, epoxies
& ester vinil.
Desain yang tepat untuk distribusi aliran gas dalam plat bipolar yang membentuk manifol internal
juga penting untuk memastikan keterbatasan pada transfer massa berkurang menjadi minimum [11], [12].
Disini topologi distribusi dikenal sebagai medan aliran termasuk bentuk paralel, serpentin dan
interdigitated serta berbagai kombinasi.

1.2.3.3. Tinjauan Desain sistim PEMFC

Desain sistem fuel cell telah lama diabaikan dan hanya pada menjelang akhir dekade ini mulai
dilakukan. Untuk awal abad ini upaya yang dilakukan adalah meningkatkan desain sistem sel bahan bakar
dalam rangka untuk lebih meningkatkan efisiensi.[13], [14]. Penerapan teknologi rekayasa sistem sel
bahan bakar seperti teknologi pinch yang sekarang baru sedang diterapkan. Satu masalah dalam proses
rekayasa sistem sistem sel bahan bakar adalah kurangnya model yang sesuai untuk komponen sistem sel
bahan bakar seperti stack bahan bakar, humidifier gas, pressure swing adsorber, prosesor membran
reaktor sel bahan bakar dan membran pemisah gas. Masih perlu dikembangkan model model sederhana
yang akan digunakan pada sistem PEMFC.

3.1. Permasalahan Pembuatan PEM Fuel Cell

Berdasarkan hasil tinjauan literatur, terdapat banyak isu yang telah berkembang terutama
dari segi tetapan prestasi MEA yang berbeda-beda. Ini disebabkan oleh penyebaran gas pada elektrod
yang tidak merata [15], [16]. Elektrod yang terhasilkan dari berbagai kaedah pembuatan memiliki ukuran
yang berbeda. Keadaan ini ditunjukkan melalui gambar 5 yaitu 5(1) perbedaan kerataan dan kadar
katalisator, 5(2) kerataan permukaan dan keretakan elektrod, 5(3) saiz diameter liang, 5(4) porositas 5(5)
kerataan permukaan GDL, 5(6) porositas GDL, 5(7) dan 5(8) penyumbatan karbon dan kemudahan
keracunan pada katalisator. Oleh karena itu, setiap peneliti telah melakukan pengoptimuman melalui
proses pembuatan masing-masing[8], [17], [18].
Gambar 5 Hasil penelitan GDE: (1) Permukaan Pt di atas elektrode ( E-TEK), (2) Permukaan Pt di atas
elektrode ( E-TEK), (3) Keliangan, (4) Luasan permukaan sangat tinggi, (5) Permukaan tidak
seragam, (6) Permukaan Pt tertutup tidak seragam, (7) Permukaan katalisator seragam tetapi
tidak luas dan, (8) Permukaan Pt-C tertutup

Dari hasil penelitian lalu ditemukan, semakin seragam lapisan-lapisan dalam MEA akan mewujudkan
kinerja fuel cell yang semakin tinggi[19], [20]. Keadaan ini juga telah dibuktikan dengan menggunakan
reka bentuk elektroda yang berbeda dan selanjutnya dikembangkan dengan penelitian dengan mengubah
konsentrasi katalis. Persoalan yang lain juga berkembang yaitu pada pemasangan lapisan lapisan fuel cell
yang mana pemasangan lapisan komponen MEA tidak konsisten seperti pada gambar 4. Dalam hal ini
gaya persatuan luas MEA harus merata.
Gambar 6. Pemasangan Stack Fuel Cell

Selain itu, jarak plat dengan plat elektroda yang lain begitu dekat juga mempengaruhi tetapan
prestasi MEA karena dapat menghasilkan suatu medan elektro yang berlebihan yang
mengakibatkan panas yang tinggi. Menurut Dlittle (1999), hal ini juga mengakibatkan prestasi
fuel cell akan berbeda.
Persoalan lain adalah porositi bagian GDL yang akan mendistribusikan gas H2 dari saluran
gas ke permukaan katalis di lapisan elektroda anoda tidak sama [11], [21], [22]. Porositas tidak
sesui untuk mendistribusikan uap air dan pengeluara air dibagian katod [23]. Untuk lapisan
elektrod pada enoda, ketebalan lapisan katalis tidak seragam sehingga mempengaruhi kecepatan
proton yang masuk ke dalam membran [24]–[29]. Nilai porositas sangat mempengaruhi
rintangan listrik dalam sel bahan bakar [30]. Nilai luas permukaan spesifik aktif tidak sama
mempengaruhi jumlah proton dan elektron yang terhasil oleh reaksi dalam elektroda [7], [15],
[31], [32]. Prestasi kekutuban sel bahan bakar tersebut dipengaruhi oleh keadaan pengoperasian
sel bahan bakar dan struktur MEA yang dibuat melalui alat uji spesifik [31].
Penelitian lain untuk meningkatkan prestasi tersebut berkembang dengan pemilihan
membran sebagai penukar proton. Antaranya memilih membran yang mempunyai dielektrik
yang tinggi [33], [34]. Ini merujuk pada polimer berupa lembaran basah yang mempunyai
peranan memindahkan proton (Du Pont) dan saat ini banyak peneliti telah mengembangkan
pengaruh Ionic Polymer-Metall Composit (IPMC) yang mengandung molekul air dan mudah
dibersihkan. Membran ini mengandung air untuk pergerakan ion hidrogen. Suhu pengoperasian
membran yang sangat sesuai adalah di bawah suhu 100OC [35], [36].
Dari segi pengaruh katalis Pt (kandungan) berdasarkan ‘ink-based’ juga dapat
meningkatkan atau menurunkan prestasi MEA [7], [37]. Berbagai penelitian telah dilakukan
untuk mengurangkan ketebalan dan keperluan katalisator Pt mgcm-2 dari MEA.
Ketebalan elektroda dari pada MEA adalah 15 nm hingga 300 µm dan keperluan katalisator
Pt dari MEA ialah 0.01 hingga 2 mgcm -2. Konsep-konsep penyelidikan terus berkembang dari
pennelitian makrostruktur sampai pada mikrostruktur MEA [38].
Para peneliti terdahulu berpendapat dari segi teknik untuk mengoptimum MEA bahwa perlu
melakukannya secara berhati-hati melalui semua parameter baik yang berhubungan dengan
pemindahan massa maupun panas karena sangat sensitif pada perubahan prestasi perilaku MEA
[39]–[41]. Parameter tersebut ialah porositas pada elektroda, kawasan luasan permukaan spesifik
aktif pada elektroda, ketebalan lapisan aktif pada elektroda, diameter pori dan medan listrik
melalui kaedah fabrikasi MEA dan fabrikasi sel bahan bakar [42] telah menjelaskan bahawa
untuk mengoptimuman prestasi MEA dan pengetahuan yang ada adalah sangat penting. [43]
telah menyatakan hubungan parameter yang lebih lengkap.
Pembuatan MEA meliputi komposisi lapisan elektrokatalis, keadaan penekanan-panas,
keadaan pengeringan dan waktu proses dijalankan. Beberapa hubungan pembuatan
elektrokatalis dengan parameter yang kritis seperti parameter porositas dan ketebalan lapisan
elektrokatalis perlu dikaitkan. Selain itu, pengaruh kandungan elektrolit sangat berpengaruh pada
model parameter. Oleh karena parameter ini terlalu banyak dan kompleks, banyak peneliti hanya
memfokuskan kerjanya untuk beberapa parameter saja untuk menghindari komplikasi pada
model.

Rujukan
[1] C. Yang, P. Costamagna, S. Srinivasan, J. Benziger, and A. B. Bocarsly, “Approaches and
technical challenges to high temperature operation of proton exchange membrane fuel
cells,” vol. 103, pp. 1–9, 2001.
[2] S. M. Haile, “Materials for fuel cells,” no. March, pp. 24–29, 2003.
[3] M. S. Wilson, F. H. Garzon, K. E. Sickafus, and S. Gottesfeld, “Surface Area Loss of
Supported Platinum in Polymer Electrolyte Fuel Cells,” vol. 140, no. 10, pp. 2872–2877,
1993.
[4] L. Giorgi et al., “In ¯ uence of the PTFE content in the di € usion layer of low-Pt loading
electrodes for polymer electrolyte fuel cells,” vol. 43, no. 24, pp. 3675–3680, 1998.
[5] W. R. W. Daud, A. Bakar, A. Amir, H. Kadhum, R. Chebbi, and S. E. Iyuke,
“Performance optimisation of PEM fuel cell during MEA fabrication,” vol. 45, pp. 3239–
3249, 2004.
[6] R. Sitanggang et al., “Fabrication of gas diffusion layer based on x – y robotic spraying
technique for proton exchange membrane fuel cell application,” Energy Convers. Manag.,
vol. 50, no. 6, pp. 1419–1425, 2009.
[7] S. Litster and G. McLean, “PEM fuel cell electrodes,” J. Power Sources, vol. 130, no. 1–
2, pp. 61–76, 2004.
[8] V. Mehta and J. S. Cooper, “Review and analysis of PEM fuel cell design and
manufacturing,” Journal of Power Sources, vol. 114, no. 1. pp. 32–53, 2003.
[9] T. Kalk, F. Mahlendorf, O. Niemzig, A. Trautmann, and J. Roes, “Portable PEFC
generator with propane as fuel,” pp. 166–172, 2000.
[10] N. M. Kocherginsky, C. L. Tan, and W. F. Lu, “Demulsification of water-in-oil emulsions
via filtration through a hydrophilic polymer membrane,” J. Memb. Sci., vol. 220, no. 1–2,
pp. 117–128, 2003.
[11] H. Dohle, A. A. Kornyshev, A. A. Kulikovsky, J. Mergel, and D. Stolten, “The current
voltage plot of PEM fuel cell with long feed channels,” Electrochem. commun., vol. 3, no.
2, pp. 73–80, 2001.
[12] C. Lee and H. Chu, “Effects of cathode humidification on the gas – liquid interface
location in a PEM fuel cell,” vol. 161, pp. 949–956, 2006.
[13] N. C. Monanteras and C. A. Frangopoulos, “Towards synthesis optimization of a fuel-cell
based plant,” vol. 40, 1999.
[14] T. G. Kreutz and J. M. Ogden, “Assessment of hydrogen-fueled proton exchange
membrane fuel cells for distributed generation and cogeneration,” in Proceedings of the
2000 US DOE Hydrogen Program Review, 2000, pp. 1–43.
[15] A. Bıyıko, “Review of proton exchange membrane fuel cell models,” vol. 30, pp. 1181–
1212, 2005.
[16] R. O’hayre, S. J. Lee, S. W. Cha, and F. B. Prinz, “A sharp peak in the performance of
sputtered platinum fuel cells at ultra-low platinum loading,” J. Power Sources, vol. 109,
no. 2, pp. 483–493, 2002.
[17] B. Smitha, S. Sridhar, and A. A. Khan, “Proton Conducting Composite Membranes from
Polysulfone and Heteropolyacid for Fuel Cell Applications,” no. November 2004, pp.
1538–1547, 2005.
[18] J. Scholta, “Investigations on novel low-cost graphite composite bipolar plates,” pp. 231–
234, 1999.
[19] M. Prasanna, E. A. Cho, H. J. Kim, I. H. Oh, T. H. Lim, and S. A. Hong, “Performance of
proton-exchange membrane fuel cells using the catalyst-gradient electrode technique,” J.
Power Sources, vol. 166, no. 1, pp. 53–58, 2007.
[20] S. Um, C. Wang, and K. S. Chen, “Computational Fluid Dynamics Modeling of Proton
Exchange Membrane Fuel Cells,” vol. 147, no. 12, pp. 4485–4493, 2000.
[21] J. Chen, T. Matsuura, and M. Hori, “Novel gas diffusion layer with water management
function for PEMFC,” J. Power Sources, vol. 131, no. 1–2, pp. 155–161, 2004.
[22] C. Lim and C. Y. Wang, “Effects of hydrophobic polymer content in GDL on power
performance of a PEM fuel cell,” Electrochim. Acta, vol. 49, no. 24, pp. 4149–4156, 2004.
[23] K. Tüber, D. Pócza, and C. Hebling, “Visualization of water buildup in the cathode of a
transparent PEM fuel cell,” J. Power Sources, vol. 124, no. 2, pp. 403–414, 2003.
[24] H. Kim and B. N. Popov, “Development of Novel Method for Preparation of PEMFC
Electrodes,” Electrochem. Solid-State Lett., vol. 7, no. 4, p. A71, 2004.
[25] J. Ihonen, F. Jaouen, G. Lindbergh, and G. Sundholm, “A novel polymer electrolyte fuel
cell for laboratory investigations and in-situ contact resistance measurements,”
Electrochim. Acta, vol. 46, no. 19, pp. 2899–2911, 2001.
[26] T. C. Jen, T. Yan, and S. H. Chan, “Chemical reacting transport phenomena in a PEM fuel
cell,” Int. J. Heat Mass Transf., vol. 46, no. 22, pp. 4157–4168, 2003.
[27] N. Djilali and D. Lu, “<Djilali - Influence of heat transfer on gas and water transport in
fuel cells.pdf>,” vol. 41, pp. 29–40, 2002.
[28] T. F. Fuller, “Water and Thermal Management in Solid-Polymer-Electrolyte Fuel Cells,”
J. Electrochem. Soc., vol. 140, no. 5, p. 1218, 1993.
[29] J. . Baschuk and X. Li, “Modelling of polymer electrolyte membrane fuel cells with
variable degrees of water flooding,” J. Power Sources, vol. 86, no. 1, pp. 181–196, 2000.
[30] N. P. Siegel, M. W. Ellis, D. J. Nelson, and M. R. Von Spakovsky, “Single domain
PEMFC model based on agglomerate catalyst geometry,” J. Power Sources, vol. 115, no.
1, pp. 81–89, 2003.
[31] R. Sousa and E. R. Gonzalez, “Mathematical modeling of polymer electrolyte fuel cells,”
J. Power Sources, vol. 147, no. 1–2, pp. 32–45, 2005.
[32] D. Cheddie and N. Munroe, “Review and comparison of approaches to proton exchange
membrane fuel cell modeling,” J. Power Sources, vol. 147, no. 1–2, pp. 72–84, 2005.
[33] C. Wang and A. J. Appleby, “High-Peak-Power Polymer Electrolyte Membrane Fuel
Cells,” J. Electrochem. Soc., vol. 150, no. 4, p. A493, 2003.
[34] F. Wang, M. Hickner, Y. S. Kim, T. A. Zawodzinski, and J. E. McGrath, “Direct
polymerization of sulfonated poly(arylene ether sulfone) random (statistical) copolymers:
Candidates for new proton exchange membranes,” J. Memb. Sci., vol. 197, no. 1–2, pp.
231–242, 2002.
[35] D. J. . Brett, S. Atkins, N. P. Brandon, V. Vesovic, N. Vasileiadis, and A. R. Kucernak,
“Measurement of the current distribution along a single flow channel of a solid polymer
fuel cell,” Electrochem. commun., vol. 3, no. 11, pp. 628–632, 2001.
[36] M. Prasanna, H. Y. Ha, E. A. Cho, S. A. Hong, and I. H. Oh, “Investigation of oxygen
gain in polymer electrolyte membrane fuel cells,” J. Power Sources, vol. 137, no. 1, pp.
1–8, 2004.
[37] T. Yoshitake et al., “Preparation of fine platinum catalyst supported on single-wall carbon
nanohorns for fuel cell application,” Phys. B Condens. Matter, vol. 323, no. 1–4, pp. 124–
126, 2002.
[38] T. Frey and M. Linardi, “Effects of membrane electrode assembly preparation on the
polymer electrolyte membrane fuel cell performance,” Electrochim. Acta, vol. 50, no. 1,
pp. 99–105, 2004.
[39] V. Gurau, F. Barbir, and H. Liu, “An Analytical Solution of a Half‐Cell Model for PEM
Fuel Cells,” Electrochem. Soc., vol. 147, no. 7, pp. 2468–2477, 2000.
[40] S. Busquet, C. E. Hubert, J. Labbé, D. Mayer, and R. Metkemeijer, “A new approach to
empirical electrical modelling of a fuel cell, an electrolyser or a regenerative fuel cell,” J.
Power Sources, vol. 134, no. 1, pp. 41–48, 2004.
[41] Y. Zhang, M. Ouyang, Q. Lu, J. Luo, and X. Li, “A model predicting performance of
proton exchange membrane fuel cell stack thermal systems,” vol. 24, pp. 501–513, 2004.
[42] M. Grujicic, J. R. Saylor, D. E. Beasley, W. S. DeRosset, and D. Helfritch,
“Computational analysis of the interfacial bonding between feed-powder particles and the
substrate in the cold-gas dynamic-spray process,” Appl. Surf. Sci., vol. 219, no. 3–4, pp.
211–227, 2003.
[43] P.-C. Sui, L.-D. Chen, J. P. Seaba, and Y. Wariishi, “Modeling and Optimization of a
PEMFC Catalyst Layer,” J. Engines-V108-3, vol. 539, no. 1, p. 11, 1999.

Anda mungkin juga menyukai