Ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada tim penyusun
dan Para Narasumber atas tenaga dan pikiran yang dicurahkan untuk
mewujudkan modul ini. Penyempurnaan maupun perubahan modul di masa
mendatang senantiasa terbuka dan dimungkinkan mengingat akan
perkembangan situasi, kebijakan dan peraturan yang terus menerus terjadi.
Semoga modul ini dapat membantu dan bermanfaat bagi peningkatan
kompetensi ASN dalam pengolahan sampah dengan konsep WtE.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. v
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Contoh pembangunan infrastruktur melalui skema KPBU ....................12
Tabel 2. Kriteria Kegiatan Wajib AMDAL .............................................................51
Tabel 3. Contoh Jadwal Prakualifikasi .................................................................70
Tabel 4. Spesifikasi Teknis Umum Infrastruktur Pengolahan Sampah Berbasis
Teknologi Ramah Lingkungan .............................................................................72
Tabel 5. Biaya Satuan Pengolahan Sampah WTE ................................................93
Tabel 6. Biaya Investasi Pengolahan Sampah WTE .............................................94
Tabel 7. Biaya Operasional dan Perawatan Pengolahan Sampah WTE ...............95
v
vi| Modul 13 – Penyelenggaraan KPBU WtE
POSISI MODUL DALAM KURIKULUM PELATIHAN
vii
viii| Modul 13 – Penyelenggaraan KPBU WtE
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL
A Deskripsi
Modul Penyelenggaraan Pengolahan Sampah Menjadi Energi melalui Kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha ini terdiri atas empat materi pokok.
Materi pokok pertama membahas mengenai “KPBU dalam Penyediaan
Infrastruktur”, terdiri atas materi Tujuan KPBU; Ruang lingkup KPBU penyediaan
infrastruktur; Penyelenggara KPBU; Pemrakarsa KPBU; Pengembalian investasi
badan usaha pelaksana KPBU; Percepatan pembangunan WTE.
ix
B Persyaratan
Dalam mempelajari buku ini peserta pelatihan dilengkapi dengan
acuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan KPBU.
C Metode
Dalam pelaksanaan pembelajaran modul ini, metode yang dipergunakan
adalah metoda pemaparan di dalam kelas, yang diberikan oleh narasumber
yang akan menjadi bahan bagi diskusi interaktif yang harus terbangun
diantara Peserta Pelatihan.
D Alat Bantu/Media
Untuk menunjang tercapainya tujuan pembelajaran ini, diperlukan
alat bantu/media pembelajaran tertentu, yaitu :
1. LCD/projector
2. Laptop
3. Papan tulis atau whiteboard dengan penghapusnya
4. Flip chart
5. Bahan tayang
6. Modul dan/atau Bahan Ajar
1
PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Salah satu arah kebijakan umum pembangunan nasional 2015-2019 adalah
percepatan pembangunan infrastruktur untuk pertumbuhan dan pemerataan.
Pembangunan infrastruktur diarahkan untuk memperkuat konektivitas nasional
untuk mencapai keseimbangan pembangunan, mempercepat penyediaan
infrastruktur dasar (perumahan, air bersih, sanitasi, dan listrik).
Keterlambatan dan rendahnya penyerapan belanja modal (APBN dan APBD) oleh
pemerintah serta keterbatasan dana dan banyak prioritas lain yang harus
dipenuhi oleh Pemerintah Daerah, merupakan kendala pemerintah dalam
pengadaan infrastruktur dasar. Oleh karenya pemerintah perlu mencari
terobosan dalam hal kewajiban penyediaan sarana dan infrastruktur dasar
tersebut, dimana skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) menjadi
salah satu alternatif solusinya.
B Tujuan
Mata pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman lebih mendalam
tentang tata cara penyediaan infrastruktur untuk pengolahan sampah
menggunakan metode WTE melalui mekanisme KPBU kepada peserta pelatihan
melalui ceramah interaktif, diskusi dan latihan soal. Penyediaan infrastruktur
pengolahan sampah menggunakan metode WTE melalui mekanisme KPBU,
merupakan kegiatan pembangunan dengan jenis objek maupun mekanisme
pengadaannya yang relative baru di Indonesia. Beberapa pertanyaan baik
berkaitan dengan objeknya sendiri yaitu bagaimana peranan WTE sebagai
bagian dari infrastruktur persampahan maupun bagaimana proses
pembangunannya melalui mekanisme KPBU, perlu mendapat jawaban sebagai
dasar pengetahuan yang akan diperoleh para peserta pelatihan melalui mata
pelatihan ini.
C Kompetensi Dasar
Secara umum, setelah mengikuti mata pelatihan ini peserta pelatihan
diharapkan mampu memahami manfaat pembangunan infrastruktur WTE
melalui KPBU dan memahami tahapan-tahapan dalam KPBU penyediaan
infrastruktur WTE.
3
E Materi Dan Submateri Pokok
Materi dan submateri pokok dalam Mata Pelatihan ini adalah:
1. Materi pokok : Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam
Penyediaan Infrastruktur.
Sub Materi Pokok :
a. Tujuan KPBU;
b. Ruang lingkup KPBU penyediaan infrastruktur;
c. Pemrakarsa KPBU;
d. Pengembalian investasi badan usaha pelaksana KPBU;
e. Percepatan pembangunan WTE
2. Materi Pokok : Tahapan Pelaksanaan KPBU
Sub Materi Pokok :
a. Tahapan perencanaan
b. Tahapan perencanaan KPBU
3. Materi Pokok : Proses Pelelangan Pemilihan Badan Usaha untuk
Melaksanakan WtE
Sub Materi Pokok:
a. Organisasi pelelangan BUPP WtE
b. Persiapan pelelangan pengadaan BUP KPBU
c. Prakualifikasi
d. Pengadaan/pemilihan BUPP
e. Perjanjian kerjasama dan pelaksanaan perjanjian KPBU WtE
4. Materi Pokok : Pengalaman Praktek KPBU Persampahan di Indonesia
Sub Materi Pokok:
a. KPBU WtE Landfill gas
b. KPBU WtE Incenerator
c. KPBU WtE Plasma Gasifikasi
d. KPBU Mechanical Biologycal Treatment (MBT) RDF
e. Pengelolaan Sampah TPA Jatibarang Kota Semarang
f. Pengolahan Sampah menjadi RDF di Kabupaten Cilacap
5. Materi Pokok : Pola Pembiayaan WtE melalui
Sub Materi Pokok:
a. Kewajiban pembiayaan infrastruktur pengelolaan sampah
b. Pola pembayaran KPBU WtE
c. Syarat kelayakan pembiayaan proyek KPBU WtE
5
6| Modul 13 – Penyelenggaraan KPBU WtE
BAB 2
KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN
BADAN USAHA DALAM
PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR
7
KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN
USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR
A Indikator Keberhasilan
Dengan mengkiuti pembelajaran ini, peserta pelatihan diharapkan dapat
memahami tentang KPBU dalam penyediaan infrastruktur berdasarkan
ketentuan peraturan hukum yang ada.
B Tujuan
Tujuan dari materi ajar Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam
Penyediaan Infrastruktur adalah untuk memberikan pengetahuan tentang
penyediaan infrastruktur melalui KPBU berdasarkan ketentuan peraturan hukum
yang ada.
Aspek keuangan:
Penyediaan infrastruktur WTE
Penyediaan infrastruktur WTE secara KPBU
secara konvensional
Dana 100% pemerintah Sebagian atau seluruhnya dana Badan Usaha
Pembayaran dilakukan di awal Tidak ada pembayaran di awal, pembayaran
atau system termin dilakukan setelah layanan tersedia
Pengembalian investasi BU Bentuk pengembalian investasi;
dibayar oleh pemerintah •User Charge
•Availability Payment
9
Aspek Waktu
11
8) infrastruktur telekomunikasi dan informatika;
9) infrastruktur ketenagalistrikan;
10) infrastruktur minyak dan gas bumi dan energi terbarukan;
11) infrastruktur konservasi energi;
12) infrastruktur fasilitas perkotaan;
13) infrastruktur fasilitas pendidikan;
14) infrastruktur fasilitas sarana dan prasarana olahraga, serta kesenian;
15) infrastruktur kawasan;
16) infrastruktur pariwisata;
17) infrastruktur kesehatan;
18) infrastruktur lembaga pemasyarakatan; dan
19) infrastruktur perumahan rakyat
Nilai
Proyek KPBU
No. Lokasi Proyek Investasi
Status
(Juta USD)
I SUDAH KONSTRUKSI
1 Balikpapan - Samarinda Toll Road Kalimantan Timur 767.0
2 Batang - Semarang Toll Road Jawa Tengah 850.0
3 Jakarta – Cikampek Elevated II Toll Jakarta-Jawa Barat 1,249.0
Road
4 Krian – Legundi – Bunder – Manyar Jawa timur 940.0
Toll Road
5 Serpong - Balaraja Toll Road Banten 464.0
6 Manado – Bitung Toll Road Sulawesi Utara 13.7
7 Pandaan – Malang Toll Road Jawa Timur 461.0
8 Central Java Power Plant 2 X 1000 Mw Jawa Tengah 938.7
Umbulan Water Supply Jawa Timur 140.7
Palapa Ring West Package Sumatera-kalimatan 87.6
Barat
II SELESAI TENDER
1 Jakarta – Cikampek Ii South Toll Road Bekasi-Jawa Barat 1,079.5
Siklus proyek KPBU terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan, persiapan
proyek, transaksi, dan manajemen kontrak.
13
KPBU Prakarsa Badan Usaha
Kegiatan/Proyek KPBU prakarsa Badan Usaha (Unsoliceted) merupakan suatu
proyek infrastruktur yang diinisiasi oleh Badan Usaha dimana proposal yang
diajukan oleh Badan Usaha harus memenuhi persyaratan kesesuaian dengan
rencana induk sektor, kelayakan secara ekonomi dan finansial, serta Badan Usaha
memiliki kemampuan keuangan yang memadai untuk membiayai pelaksanaan
proyek yang diprakarsai.
15
tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi
Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.
Secara garis besar, percepatan percepatan pembangunan instalasi pengolahan
sampah menjadi energi listrik ditempuh melalui pengaturan:
1) Percepatan dilakukan di 12 Kota
2) Gubernur atau walikota :
a. dapat menunjuk BUMD atau melakukan kompetisi Badan Usaha
sebagai pelaksana
b. mempunyai pra studi kelayakan
c. menyiapkan komitmen alokasi APBD untuk pembayaran biaya
layanan pengolahan sampah
d. menyiapkan lahan
3) Menteri ESDM menugaskan kepada PT. PLN untuk membeli listrik yang
dihasilkan dari instalasi pengolahan sampah dengan harga USD 13,35
cent/kWh.
4) Dukungan bantuan biaya layanan pengolahan sampah dari APBN kepada
Pemerintah Daerah paling tinggi Rp. 500.000/ton sampah.
H Latihan
1. Sebutkan beberapa tujuan dan manfaat diterapkannya KPBU untuk
penyediaan infrastruktur WtE
2. Jelaskan perbandingan pola penyediaan infrastruktur WtE antara yang
menggunakan pola KPU dengan yang tanpa KPBU dari aspek keuangan
3. Jelaskan alasan mengapa KPBU tidak bisa dianggap sebagai bentuk
Privatisasi
4. Jelaskan apa yang dimaksud sebagai proyek KPBU Solicated dan
Unsolicated
I Rangkuman
1) Definisi KPBU adalah kerjasama antara pemerintah dan Badan Usaha
dalam Penyediaan Infrastruktur untuk kepentingan umum dengan
mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Badan Usaha Milik
Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yang sebagian atau seluruhnya
menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan memperhatikan
pembagian risiko diantara para pihak.
17
18| Modul 13 – Penyelenggaraan KPBU WtE
BAB 3
TAHAPAN PELAKSANAAN KPBU
19
TAHAPAN PELAKSANAAN KPBU
A Indikator Keberhasilan
Dengan mengkiuti pembelajaran ini, peserta pelatihan diharapkan dapat
memahami tahapan pelaksanaan KPBU untuk menyediakan WTE.
B Tujuan
Tujuan dari materi ajar Tahapan Pelaksanaan KPBU untuk memberikan
pengetahuan tentang tahapan yang harus ditempuh dalam pelaksanaan KPBU
untuk penyediaan infrastruktur berdasarkan ketentuan peraturan hukum yang
ada.
C Tahapan Perencanaan
Tahapan perencanaan KPBU penyediaan infrastruktur dilakukan oleh
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah terhadap kebutuhan infrastruktur pada
semua sector yang pemenuhannya akan dilakukan melalui pola KPBU,
berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, Rencana Kerja
Pemerintah, Rencana Strategis dan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga,
dan/atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dan Rencana Kerja
Pemerintah Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
21
e) kriteria kepatuhan (compliance criteria) meliputi:
kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku,
termasuk penentuan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala
Daerah/Direksi BUMN/Direksi BUMD bertindak selaku PJPK;
kesesuaian KPBU dengan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional/Daerah dan/atau Rencana Strategis
Kementerian/Lembaga, Rencana Kerja Pemerintah Daerah,
rencana bisnis BUMN/BUMD;
kesesuaian lokasi KPBU dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
(apabila diperlukan sesuai kebutuhan jenis Infrastruktur yang
akan dikerjasamakan); dan
keterkaitan antar sektor infrastruktur dan antar wilayah (apabila
diperlukan sesuai kebutuhan jenis Infrastruktur yang akan
dikerjasamakan).
f) kriteria faktor penentu Nilai Manfaat Uang (Value for Money)
partisipasi badan usaha meliputi:
sektor swasta memiliki keunggulan dalam pelaksanaan KPBU
termasuk dalam pengelolaan risiko;
terjaminnya efektivitas, akuntabilitas dan pemerataan
pelayanan publik dalam jangka panjang;
alih pengetahuan dan teknologi; dan
terjaminnya persaingan sehat, transparansi, dan efisiensi dalam
proses pengadaan
g) analisa potensi pendapatan dan skema pembiayaan proyek,
meliputi:
kemampuan pengguna untuk membayar;
kemampuan fiskal pemerintah pusat, pemerintah daerah,
BUMN/BUMD dalam melaksanakan KPBU;
potensi pendapatan lainnya; dan
perkiraan bentuk dukungan pemerintah.
h) rekomendasi dan rencana tindak lanjut, meliputi:
rekomendasi bentuk KPBU;
ekomendasi kriteria utama dalam pemilihan badan usaha; dan
rencana jadwal kegiatan penyiapan dan transaksi KPBU.
5. Konsultasi Publik;
Konsultasi Publik pada tahap perencanaan dilakukan oleh
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Direksi BUMN/Direksi BUMD
untuk mendiskusikan penjelasan dan penjabaran terkait dengan
rencana KPBU sehingga diperoleh hasil sekurang-kurangnya sebagai
berikut:
penerimaan tanggapan dan/atau masukan dari pemangku
kepentingan yang menghadiri Konsultasi Publik; dan
evaluasi terhadap hasil yang didapat dari Konsultasi Publik dan
implementasinya dalam KPBU
23
7. Penyusunan Daftar Rencana KPBU;
Berdasarkan usulan proyek KPBU yang disampaikan oleh Menteri/Kepala
Lembaga/Kepala Daerah berikut kelengkapan dokumen pendukungnya,
Menteri Perencanaan melakukan penetapan Daftar Rencana KPBU yang
terdiri dari:
a) KPBU siap ditawarkan.
Rencana KPBU yang diusulkan sebagai KPBU siap ditawarkan
sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a harus memenuhi
kriteria:
(1) memperoleh kepastian mengenai kesiapan KPBU, kesesuaian
teknis, ketertarikan pasar, dan pilihan bentuk KPBU;
(2) telah menyelesaikan kajian lingkungan hidup sesuai peraturan
perundang-undangan;
(3) telah disusun rancangan rinci spesifikasi keluaran;
(4) telah disusun rancangan struktur tarif;
(5) telah dilakukan analisis model keuangan, alokasi dan mitigasi
risiko serta mekanisme pemberian Dukungan dan/atau Jaminan
Pemerintah bilamana diperlukan;
(6) telah disusun rancangan rencana pengadaan Badan Usaha
Pelaksana dengan mempertimbangkan:
potensi dan minat Badan Usaha dalam KPBU;
kewajaran rencana atau jadwal pelaksanaan pengadaan;
dan
penetapan dan kesiapan Panitia Pengadaan.
(7) telah disusun rancangan ketentuan perjanjian KPBU; dan
(8) memperoleh persetujuan dari PJPK untuk KPBU atas prakarsa
Badan Usaha dan kesepakatan dari para pemangku kepentingan
atas KPBU.
b) KPBU dalam proses penyiapan.
Rencana KPBU yang diusulkan sebagai KPBU dalam proses penyiapan
sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b harus memenuhi
kriteria:
(1) kesesuaian dengan RPJM Nasional/Daerah dan Rencana
Strategis sektor infrastruktur;
(2) kesesuaian lokasi proyek yang akan dikerjasamakan dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW);
25
iii. kesimpulan dan rencana tindak lanjut.
PJPK membentuk Tim KPBU dalam tahap penyiapan KPBU dan dapat dibantu oleh
Badan Penyiapan. Kegiatan pada Tahap Penyiapan KPBU terdiri dari:
1. Kajian Hukum
Analisis Peraturan Perundang-undangan
Analisa Peraturan Perundang-undangan akan mengkaji berbagai
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Kerjasama
Pemerintah dan Badan Usaha, sektor persampahan, pengadaan, dan
lainnya.
27
Lembaga/Kepala Daearh/Badan Usaha Milik Negara/Badan
Usaha Milik Daerah sesuai dengan perundang-undangan
yang berlaku di sektor infrastruktur yang dikerjasamakan.
e. PJPK menetapkan bentuk pengembalian investasi yang
meliputi penutupan biaya modal, biaya operasional, dan
keuntungan Badan Usaha Pelaksana.
29
kesesuaian Proyek KPBU persampahan dengan Undang-Undang
No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
10) Peraturan Terkait Pengadaan Tanah.
Penyediaan infrastruktur persampahan merupakan bagian dari
jenis infrastruktur dalam peraturan pengadaan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum. Dalam kajian ini
dianalisa kesesuaian proyek KPBU dengan peraturan-peraturan
berikut:
a. UU No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
b. Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012 Tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Presiden No. 40 Tahun 2014, Peraturan
Presiden No. 99 Tahun 2014 dan Peraturan Presiden No. 30
Tahun 2015.
c. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun
2012 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan
Tanah sebagaimana telah diuban dengan Peraturan Menteri
Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
No. 6 Tahun 2015.
d. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 72 Tahun 2012 Tentang
Biaya Operasional dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan
Umum yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah.
e. Peraturan Menteri Keuangan No. 13/PMK.02/2013 Tentang
Biaya Operasional dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan
Umum yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara.
11) Peraturan Terkait Pemanfaatan Barang Milik Negara/Barang
Milik Daerah
Pada bagian ini dianalisa kemungkinan pemanfaatan Barang
Milik Negara/Barang Milik Daerah dalam Proyek KPBU
berdasarkan:
31
melalui PT.Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) selaku
badan usaha penjaminan infrastruktur. Jaminan pemerinah
diberikan dengan memperhatikan prinsip pengelolaan dan
pengendalian risiko keuangan dalam APBN.
Proses pemberian jaminan pemerintah oleh PT. Penjaminan
Infrastruktur Indonesia (Persero) diatur dalam:
Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan
Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan
Usaha yang Dilakukan Melalui Badan Usaha Penjaminan
Infrastruktur; dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
260/PMK.011/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan
Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan
Usaha.
Kebutuhan Perizinan
Pada sub-bab ini akan diuraikan perijinan-perijinan yang diperlukan
untuk pelaksanaan proyek KPBU serta rencana strategi untuk
memperoleh perijinan-perijinan tersebut, baik perijinan sebelum
proses pengadaan maupun setelah proses pengadaan. Sebagai
contoh adalah perijinan AMDAL, Izin Lingkungan, Surat Penetapan
Lokasi dari Gubernur, persetujuan prinsip dukungan dan/atau
jaminan pemerintah (jika dibutuhkan), dan sebagainya yang
diperlukan sebelum proses pengadaan. Sementara Izin Mendirikan
Bangunan (IMB), Izin Gangguan, dan sebagainya diperlukan setelah
proses pengadaan dan penandatangan kerjasama. Perlu diterangkan
pula rencana permohonan izin-izin tersebut termasuk
penanggungjawabnya.
2. Kajian Kelembagaan
1) Analisa Kewenangan PJPK
Pada bagian ini dilakukan analisa mengenai kewenangan
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Direksi BUMN/Direksi
BUMD sebagai PJPK dalam melaksanakan KPBU.
33
b. Tim KPBU
Berisikan penjelasan mengenai pembentukan Tim Teknis
KPBU berdasarkan Surat Penetapan/Surat Keputusan dari
PJPK, menguraikan tugas dan tanggung jawab Tim KPBU,
serta menentukan peran dalam skema pengambilan
keputusan.
c. Badan Usaha Pelaksana (Special Purpose Company - SPC)
Menguraikan tugas dan tanggung jawab SPC, serta
menentukan peran dalam skema pengambilan keputusan.
d. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Menguraikan peranan DPRD dalam tupoksinya untuk urusan
legislasi, penganggaran dan pengawasan. Peranan DPRD ini
perlu dimasukkan karena proyek KPBU akan menyangkut
masalah penganggaran daerah dan juga penetapan tarif
dan/atau retribusi. Menentukan peran dalam skema
pengambilan keputusan.
e. Pengelola Persampahan
Menguraikan tugas, tanggung jawab, serta peran dalam
pengambilan keputusan dari pengelola persampahan
eksisting seperti Dinas Kebersihan, BLUD Kebersihan, dan
sebagainya.
f. Badan Regulator
Menguraikan tugas dan tanggung jawab Badan Regulator
apabila memang akan dibentuk. Perlu diuraikan pula
mengenai siapa saja anggota Badan Regulator serta siapa
yang akan mengesahkan keberadaan badan ini. Menentukan
peran dalam skema pengambilan keputusan.
g. PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)
Menguraikan tugas dan tanggung jawab PT Penjaminan
Infrastruktur Indonesia (Persero) apabila proyek KPBU yang
direncanakan memerlukan Jaminan Pemerintah.
h. Badan Lainnya
Menguraikan tugas dan tanggung jawab badan-badan atau
lembaga-lembaga lain yang akan terlibat dalam proyek KPBU
yang direncanakan.
3. Kajian teknis
1) Kondisi Sampah Eksisting
Menjelaskan kondisi pengelolaan dan pengolahan sampah
eksisting. Data-data yang digunakan dapat diambil dari
dokumen-dokumen perencanaan yang ada yaitu Rencana Induk
Persampahan, Perencanaan Teknis dan Manajemen
Persampahan (PTMP), RDTR dan RTRW dan juga berdasarkan
hasil survei timbulan sampah yang terjadi saat ini. Beberapa poin
penting yang perlu diuraikan meliputi :
Sumber Timbulan Sampah
Menjelaskan tentang semua kegiatan yang menghasilkan
sampah baik melalui kegiatan perorangan/rumah tangga,
komunitas/kelembagaan, kegiatan intitusi pemerintahan
maupun kegiatan instistusi swasta.
Timbulan, Komposisi, dan Karakteristik Sampah
Menjelaskan tentang jumlah timbulan sampah yang
dihasilkan dari masing-masing sumber penghasil sampah,
termasuk didalamnya komposisi dan karakteristik sampah
yang dihasilkan.
35
yang sudah dilakukan oleh pemerintah melalui pendekatan
peran serta masyarakat dan secara institusi maupun
pelayanan yang sudah dilakukan oleh institusi swasta.
2) Kajian Sistem Pengelolaan Sampah
Dilakukan pengkajian terhadap proyeksi timbulan sampah
selama periode perencanaan yang mengacu pada data primer
perhitungan timbulan sampah beserta komposisi dan
karakteriktiknya, jumlah penduduk di wilayah pelayanan,
proyeksi penduduk berdasarkan tingkat pertumbuhannya, dan
sebagainya.
Pemrosesan Akhir
Meliputi kegiatan yang akan dilakukan melalui kerjasama KPBU
dalam pemanfaatan sampah di Tempat Pengolahan Akhir (TPA).
Beberapa pemilihan teknologi diantaranya waste to energy
untuk pemanfaatan tenaga listrik.
37
4) Spesifikasi Keluaran
Spesifikasi keluaran menggambarkan output yang harus
dipenuhi oleh Badan Usaha Pelaksana dalam pengelolaan
sampah. Kesepahaman dan persepsi yang sama antara PJPK
dengan Badan Usaha Pelaksana yang akan melakukan kerjasama
diperlukan untuk menjamin pengelolaan sampah yang
berkesinambungan dan sesuai target.
39
• Tingkat pelayanan yang diharapkan
• Kemauan membayar (Willingness to Pay – WTP) penduduk di
wilayah pelayanan pada tingkat pelayanan yang diharapkan;
• Kemampuan membayar (Ability to Pay – ATP) penduduk di
wilayah pelayanan pada tingkat pelayanan yang diharapkan.
Pada kajian ini juga dilakukan analisis tingkat pertumbuhan
permintaan dengan berbagai skenario.
2) Analisis Pasar (Market)
• Tanggapan dan pendapat investor potensial terhadap
rencana proyek KPBU yang diperoleh dari hasil penjajakan
minat (market sounding), diantaranya mencakup
ketertarikan investor potensial atas tingkat pengembalian
investasi yang ditawarkan, risiko utama yang menjadi
pertimbangan investor, kebutuhan akan Dukungan
Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah.
• Tanggapan dan pendapat dari lembaga keuangan nasional
dan/atau internasional terhadap bankability rencana proyek
KPBU, termasuk indikasi besaran pinjaman, jangka waktu,
tingkat suku bunga, dan persyaratan perolehan pinjaman
yang dapat disediakan, serta risiko utama yang menjadi
pertimbangan.
• Tanggapan dan pendapat dari lembaga penjaminan
terhadap rencana proyek KPBU, diantaranya mencakup
risiko-risiko yang dapat dijaminkan, persyaratan dan
prosedur perolehan penjaminan, dan lainnya.
• Identifikasi strategi untuk mengurangi risiko pasar dan
meningkatkan persaingan yang sehat dalam pengadaan
proyek KPBU.
• Identifikasi struktur pasar untuk mendapatkan gambaran
mengenai tingkat kompetisi dari proyek-proyek KPBU sektor
persampahan.
3) Analisis Struktur Pendapatan KPBU
Menguraikan potensi-potensi sumber pendapatan proyek KPBU
serta bagaimana aliran pendapatan tersebut. Pendapatan untuk
sektor sampah antara lain:
41
4) Analisis Biaya Manfaat Sosial (ABMS)
Analisis Biaya Manfaat Sosial merupakan alat bantu untuk
membuat keputusan publik dengan mempertimbangkan
kesejahteraan masyarakat. ABMS membandingkan kondisi
dengan ada proyek KPBU dan tanpa ada proyek KPBU. Hasil
ABMS digunakan sebagai dasar penentuan kelayakan ekonomi
proyek KPBU serta kelayakan untuk dukungan pemerintah. Hal
lain yang perlu diperhatikan juga adalah bahwa hasil perhitungan
ABMS akan menjadi rujukan bagi pemerintah dalam menentukan
besaran dukungan pemerintah.
Asumsi umum:
• Periode evaluasi;
• Faktor konversi; dan
• Asumsi lain yang diperlukan.
Manfaat:
• Penambahan penduduk yang terlayani (retribusi);
• Penghematan dan perbaikan kondisi kesehatan masyarakat
karena lingkungan yang bersih;
• Penambahan suplai listrik (untuk WtE); dan/atau
• Manfaat lain yang dapat dikuantifikasi.
Manfaat dikuantifikasi dan dikonversi dari nilai finansial menjadi
nilai ekonomi.
Biaya:
• Biaya penyiapan KPBU;
• Biaya modal;
• Biaya operasional;
• Biaya pemeliharaan;
• Biaya lain-lain yang timbul dari adanya proyek.
Biaya yang diperhitungkan merupakan biaya konstan di luar
biaya kontijensi dan pajak. Biaya dikonversi dari nilai finansial
menjadi nilai ekonomi.
Analisis sensitivitas:
Analisis sensitivitas bertujuan untuk mengkaji pengaruh
ketidakpastian pelaksanaan KPBU terhadap tingkat kelayakan
ekonomi proyek, misalnya:
• Perubahan nilai social discount rate;
• Penurunan/kenaikan komponen biaya;
• Penurunan/kenaikan komponen manfaat.
5) Analisis Keuangan
Asumsi analisis keuangan:
• Tingkat inflasi per tahun
• Nilai tukar mata uang
• Persentase pembiayaan sendiri terhadap pinjaman serta
tingkat bunga pinjaman pertahun
• Jumlah pegawai yang akan terlibat beserta penyesuaian gaji
sesuai indeks inflasi per tahunnya
• Tarif PLN yang akan digunakan di pengolahan (biasanya
sesuai dengan tarif listrik golongan B-3/TM (Blok LWBP)
dengan kenaikan sesuai indeks inflasi.
• Harga bahan bakar solar non-subsidi per liter dengan
kenaikan sesuai indeks inflasi.
• Biaya kontingensi yang juga merupakan biaya mitigasi risiko,
biaya perijinan, pemeliharaan lingkungan dan biaya lainnya.
• Jangka waktu pengembalian pinjaman termasuk masa
tenggangnya
• Periode kerjasama/periode evaluasi
• Asumsi lain yang diperlukan
Pendapatan:
• Besaran pendapatan yang diterima pemerintah dari retribusi
sampah selama periode evaluasi
43
• Besaran pendapatan yang diterima Badan Usaha Pelaksana
dari tipping fee selama periode evaluasi
• Pendapatan lainnya, seperti harga jual listrik untuk sistem
pengolah WtE (Waste to Energy), dsb.
Biaya :
Biaya investasi (CAPEX)
Berisikan ringkasan biaya investasi, baik oleh PJPK, Badan Usaha
maupun secara total. Ringkasan ini juga terdiri dari dua harga,
yaitu harga konstan dan harga berlaku. Ringkasan biaya investasi
ini di-breakdown per tahun. Perhitungan biaya investasi (CAPEX)
didasarkan pada biaya kegiatan yang disiapkan oleh tim teknis.
Dalam biaya kegiatan perlu dirinci jenis material yang diperlukan
(harga satuan, spesifikasi teknis) dan tahapan pelaksanaan serta
tahapan pembiayaan.
Dari biaya kegiatan yang telah disusun tim teknis tersebut perlu
dilakukan perhitungan/penyesuaian sehingga menjadi biaya
investasi, yaitu antara lain dengan memperhitungkan biaya
pajak, biaya kontingensi harga dan biaya lain-lain yang dipandang
perlu untuk diperhitungkan sebagai biaya investasi (misalnya
biaya administrasi proyek, biaya pra-operasi dan biaya studi).
Indikator keuangan
Indikator keuangan ini akan membahas beberapa indikator
penting yang akan menentukan layak tidaknya proyek ini
dijalankan oleh Badan Usaha. Beberapa indikator keuangan
tersebut adalah:
• IRR, NPV dan DSCR dari proyek dan modalitas.
• Perbandingan FIRR proyek terhadap WACC. Jika FIRR lebih
besar dari WACC maka Proyek KPBU dinilai LAYAK.
• Jika NPV yang dihasilkan lebih besar dari 0 maka Proyek KPBU
dinilai LAYAK.
NPV (net present value) merupakan nilai dari proyek (WTE) yang
diperoleh berdasarkan selisih antara cash flow yang dihasilkan
terhadap investasi yang dikeluarkan.
NPV > 0 (nol) → proyek WTE layak (feasible) untuk dilaksanakan.
NPV < 0 (nol) → proyek WTE tidak layak (feasible) untuk
dilaksanakan.
NPV = 0 (nol) → proyek WTE berada dalam keadaan impas atau
Break Even Point (BEP).
Untuk menghitung NPV diperlukan data tentang perkiraan biaya
investasi, biaya operasi, dan pemeliharaan serta perkiraan
benefit dari proyek yang direncanakan.
Dimana :
NPV = Net Present Value (dalam Rupiah)
Ct = Arus Kas per Tahun pada Periode t
45
C0 = Nilai Investasi awal pada tahun ke 0 (dalam Rupiah)
r = Suku Bunga atau discount Rate (dalam %)
Keterangan:
IRR = Internal Rate of Return
i1 = Tingkat Diskonto yang menghasilkan NPV+
i2 = Tingkat Diskonto yang menghasilkan NPV-
NPV1=Net Present Value bernilai positif
NPV2= Net Present Value bernilai negatif
6) Analisis sensitivitas
Analisis sensitivitas bertujuan untuk mengkaji pengaruh
ketidakpastian pelaksanaan KPBU terhadap tingkat kelayakan
keuangan proyek, misalnya:
• Penurunan/kenaikan biaya;
• Penurunan/kenaikan permintaan.
47
Menguraikan perbandingan biaya yang dibutuhkan antara PSC
dan KPBU untuk menyediakan infrastruktur dan pelayanan yang
sama.
Untuk PSC : CAPEX dan OPEX
Untuk KPBU : CAPEX, OPEX, dan profit
Financing
Menguraikan perbandingan antara total pembiayaan KPBU
dengan PSC. Biasanya total pembiayaan KPBU lebih tinggi
daripada PSC karena Badan Usaha memperoleh pinjaman
dengan suku bunga yang lebih tinggi.
Ancillary cost
Menjelaskan biaya lain-lain yang timbul dari pelaksanaan proyek
namun tidak terkait langsung dengan proyek, seperti biaya
manajemen proyek dan biaya transaksi.
Risk
Sub-bab ini menguraikan risiko-risiko yang ditanggung oleh
Pemerintah. Pada PSC seluruh risiko ditanggung oleh Pemerintah
sedangkan pada KPBU sebagian risiko ditransfer kepada Badan
Usaha.
Competitive neutrality
Sub-bab ini menguraikan competitive neutrality yang
menghilangkan keuntungan dan kerugian kompetitif yang
dimiliki oleh publik. Beberapa biaya, seperti pajak atau asuransi
tertentu, yang terdapat pada base cost mungkin tidak dihitung
pada komponen base cost dari PSC yang menimbulkan
kesalahpahaman. Oleh karena itu, untuk menetralkan hal
tersebut, competitive neutrality ditambahkan ke dalam PSC.
Kesimpulan
Merekapitulasi perhitungan dari setiap komponen untuk
memperoleh gambaran besaran VFM dari proyek KPBU.
1) Pengamanan Lingkungan
Pada Dokumen Pra-studi Kelayakan kajian lingkungan hidup yang
dilakukan merupakan kajian awal lingkungan (Initial
Environmental Examination – IEE). Berikut adalah hal-hal yang
perlu dikaji dan disampaikan pada kajian awal lingkungan:
(1) Latar belakang dan gambaran kegiatan, termasuk namun
tidak terbatas pada latar belakang, tujuan dan ruang lingkup
kajian awal lingkungan, serta gambaran kegiatan pada setiap
tahapan proyek ((i) perencanaan/desain, (ii) konstruksi, (iii)
operasi, (iv) end-of-life);
(2) Lokasi terkena dampak;
(3) Kebijakan dan prosedur lingkungan yang diatur oleh
peraturan perundang-undangan;
(4) Evaluasi potensi dampak lingkungan -- matriks dampak
proyek:
- Susun daftar potensi dampak;
- Identifikasi dan pertimbangkan daftar berdasarkan
kelas/tipe dampak;
- Prediksi dan karakterisasi potensi dampak (besaran, arah
(menguntungkan/merugikan), jangkauan, durasi,
frekuensi, reversibilitas, kemungkinan terjadi);
(5) Rekomendasi aksi penentuan dan mitigasi, termasuk
pengawasan dan evaluasi.
49
Berikut adalah hal-hal yang perlu dikaji pada kajian ini:
(1) Mengidentifikasi pihak-pihak yang terkena dampak beserta
status lahannya;
(2) Mengidentifikasi karakteristik sosial dan ekonomi dari pihak-
pihak yang terkena dampak;
(3) Mengidentifikasi aksi yang harus dilakukan untuk kebutuhan
tapak proyek KPBU, apakah pengajuan izin pemanfaatan,
pembelian tanah, sewa, atau lainnya;
(4) Mengidentifikasi nilai/harga lahan yang akan dibebaskan;
(5) Menentukan kompensasi yang akan diberikan kepada pihak-
pihak yang terkena dampak dengan mempertimbangkan
kapasitas PJPK dalam menyediakan kompensasi tersebut;
(6) Menunjuk lembaga atau membentuk tim yang bertanggung
jawab untuk pengadaan tanah dan/atau pemukiman
kembali;
(7) Melaksanakan konsultasi publik kepada pihak-pihak yang
terkena dampak;
(8) Menyusun jadwal pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah
dan/atau pemukiman kembali.
51
6. Kajian risiko
Risiko adalah kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan
selama kelangsungan suatu proyek. Risiko tersebut dapat dinilai secara
kualitatif ataupun kuantitatif. Proses analisa risiko terdiri atas
identifikasi risiko, alokasi risiko, penilaian risiko, dan mitigasi risiko.
Tujuan analisa risiko adalah agar stakeholder dapat memperoleh
manfaat finansial sebesar-besarnya melalui proses pengelolaan risiko
yang meliputi menghilangkan, meminimalkan, mengalihkan, dan
menyerap/menerima risiko tersebut.
(1) Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko dilakukan untuk mengetahui jenis risiko yang
mungkin timbul di dalam proyek. Pada sektor persampahan,
risiko spesifik sektor adalah risiko lingkungan (misal
ketidaknyamanan masyarakat akibat adanya potensi gangguan
proses/output, kegagalan menerapkan AMDAL, risiko operasi
(misal kuantitas sampah sebagai input rendah, risiko komposisi
sampah, ketidaksesuaian kualitas output), risiko jaringan (misal
ketidakpastian jaringan pengumpulan sampah eksisting, tidak
dipenuhinya kewajiban pihak berwenang untuk menjaga
jaringan pengumpulan sampah yang ada dan untuk
mengembangkan fasilitas yang diperlukan), dan risiko interface
(misal ketidakseimbangan antara input dan kapasitas
pengolahan di tahun awal operasi).1
53
Pering Dampak Penun
Keselamatan Kinerja Hukum Politik
kat Keuangan daan
Hampir Pasti
Menengah Menengah Tinggi Tinggi Tertinggi
Mungkin Sekali Rendah Menengah Menengah Tinggi Tertinggi
Mungkin Rendah Menengah Menengah Tinggi Tinggi
Jarang Rendah Rendah Menengah Menengah Tinggi
Hampir Tidak
Rendah Rendah Rendah Menengah Menengah
Mungkin
55
dapat meliputi pertimbangan hukum dan peraturan,
kelembagaan, ketersediaan infrastruktur yang ada, waktu untuk
ketersediaan infrastruktur, kemampuan (teknis dan finansial)
pemerintah, optimalisasi investasi oleh Badan Usaha,
kemungkinan pembiayaan dari sumber lain serta pembagian
risikonya dan kepastian adanya pengalihan keterampilan
manajemen dan teknis dari sektor swasta kepada sektor publik.
57
juga termasuk dengan aset-aset institusi lain seperti misalnya
aset jalan tol, aset jalan kereta api, aset jaringan listrik dan
sebagainya.
c. Kegiatan pendukung.
Kegiatan pendukung yang dapat dilakukan pada tahap
penyiapan diantaranya:
1. Kegiatan untuk mendapatkan Dukungan Pemerintah
dan/atau Jaminan Pemerintah
Kegiatan untuk mendapatkan Dukungan Pemerintah
dan/atau Jaminan Pemerintah diatur lebih lanjut sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan
Pemerintah.
2. Kegiatan yang berkaitan dengan pengadaan tanah
a. pada saat proses kajian akhir Prastudi Kelayakan
dimulai, PJPK melakukan penyusunan rencana
pengadaan tanah dan pemukiman kembali.
59
b. selama proses kajian akhir Prastudi Kelayakan,
1) PJPK melakukan penyelesaian dokumen
perencanaan pengadaan tanah dan pemukiman
kembali; dan
2) PJPK memulai proses untuk mendapatkan
persetujuan atas rancangan anggaran dan jadwal
pelaksanaan KPBU berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
3. Kegiatan yang berkaitan dengan lingkungan hidup
Bagi KPBU yang diwajibkan memiliki AMDAL, maka pada
tahap penyiapan KPBU, PJPK melakukan proses kajian
lingkungan hidup dengan mengikuti mekanisme AMDAL
sebagai berikut:
a. pengumuman mengenai rencana kegiatan dan
melakukan Konsultasi Publik dengan masyarakat
mengenai lingkungan hidup sehubungan rencana
pelaksanaan KPBU.
b. konsultasi publik sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
bertujuan untuk mengumpulkan informasi mengenai
dampak yang diterima masyarakat sekitar lokasi
rencana pelaksanaan KPBU, apabila KPBU dilaksanakan.
c. pada saat proses kajian akhir Prastudi Kelayakan
dimulai, PJPK dengan didampingi oleh konsultan
lingkungan hidup mulai melakukan kegiatan
penyusunan dokumen AMDAL atau UKL-UPL.
d. dalam hal KPBU tidak diwajibkan untuk melakukan
penyusunan dokumen AMDAL, proses pengajuan Izin
Lingkungan dapat dilakukan berdasarkan rekomendasi
yang diberikan oleh instansi yang berwenang.
61
PROSES PELELANGAN PEMILIHAN BADAN USAHA
UNTUK MELAKSANAKAN WTE
A Indikator Keberhasilan
Dengan mengkiuti pembelajaran ini, peserta pelatihan diharapkan dapat
memahami tentang proses pelelangan pemilihan Badan Usaha untuk
menyediakan WTE.
B Tujuan
Tujuan dari materi ajar Proses Pelelangan Pemilihan Badan Usaha untuk
Melaksanakan WTE untuk memberikan pengetahuan tentang penyediaan
infrastruktur melalui KPBU berdasarkan ketentuan peraturan hukum yang ada.
Inisiatif pembentukan Tim KPBU WTE dapat dilakukan oleh Unit Kerja atau
Perangkat Daerah yang melaksanakan tugas dalam urusan pengelolaan sampah,
misalnya Dinas Lingkungan Hidup atau Dinas Perumahan dan Kawasan
Permukiman.
63
Tim KPBU dipimpin oleh Ketua Tim yang memiliki kapasitas dan akses langsung
komunikasi dengan PJPK sehingga memudahkan dalam setiap pengambilan
keputusan yang memerlukan arahan dari PJPK.
Panitia Pengadaan dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh tenaga ahli
professional. Panitia Pengadaan memenuhi ketentuan sebagai berikut:
65
Inisiatif pembentukan Panitia Pengadaan BUP KPBU WTE dapat dilakukan
oleh Unit Kerja atau Perangkat Daerah yang melaksanakan tugas dalam
urusan pengelolaan sampah, misalnya Dinas Lingkungan Hidup atau
Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Dokumen Prakualifikasi
Dokumen Prakualifikasi Badan Usaha Pelaksana sekurang-kurangnya memuat :
a. Latar Belakang dan uraian singkat proyek penyediaan fasilitas waste to
energy
67
cadangnya, pembangunan Proyek dan operasinya sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
c. Informasi penting terkait proyek penyediaan fasilitas waste to energy
Informasi penting yang perlu diketahui oleh Peserta Kualifikasi seperti:
Jumlah sampah yang dipastikan akan dikirim ke lokasi fasilitas WTE
Komposisi dan karakteristik sampah
Infrastruktur yang telah ada di lokasi WTE
Spesifikasi teknis dari Fasiltas WTE yang menjadi kewajiban untuk
disediakan oleh Badan Usaha
Ketersediaan lahan
Ketersediaan dokumen lingkungan
Perkiraan biaya modal, sumber pendapatan Badan usaha, asumsi
masa pengembalian modal.
Kerangka peraturan hokum yang berlaku untuk menjalankan proyek
Kerangka kelembagaan pengelolaan proyek
d. Persyaratan kualifikasi peserta
Persyaratan kualifikasi peserta merupakan persyaratan yang harus
dipenuhi oleh peserta untuk dapat dilakukan penilaian atau evaluasi oleh
Panitia Pengadaan.
Contoh persyaratan kualifikasi peserta :
1) Perjanjian konsorsium dalam hal peserta kualifikasi berupa
konsorsium badan usaha, dengan pembagian peran secara jelas.
2) Pimpinan konsorsium memiliki setidaknya 51 % ekuitas jika ditunjuk
sebagai pemilik Badan usaha Pelaksana Proyek.
3) Paling tidak 1 anggota konsorsium memenuhi kriteria pengalaman
sebagai operasional dan pemeliharaan fasilitas WTE dan sebagai EPC
(Engineering Procurement and Construction)
4) Badan Usaha Pemenang Pengadaan wajib menyetorkan modal
kepada Badan Usaha Proyek minimum 30% (tiga puluh persen) untuk
mendukung Pembiayaan Proyek.
5) Total Aset yang dapat merupakan gabungan dari seluruh anggota
konsorsium berjumlah lebih dari 3 (tiga) kali dari nilai proyek, untuk
setiap tahun anggaran selama 3 (tiga) tahun anggaran terakhir.
69
e. Jadwal pelaksanaan prakualifikasi
Contoh Jadwal Prakualifikasi tertera pada Tabel 3.
Tabel 3. Contoh Jadwal Prakualifikasi
71
Tabel 4. Spesifikasi Teknis Umum Infrastruktur Pengolahan Sampah
Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan
2) Ketersediaan Lahan
Luas lahan yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur
pengolahan sampah adalah 15 hektar, yang telah dibebaskan dan
menjadi milik Pemerintah. Lahan tersebut terletak di Kelurahan A
Kecamatan B (dilampirkan petanya).
3) Aspek Lingkungan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) untuk Pembangunan
Infrastruktur Pengolahan Sampah Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan
ini telah disusun pada tahun 2018 dan disahkan oleh Walikota.
5) Peraturan Perundangan
Proyek ini dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan yang
berlaku, termasuk Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah dan Peraturan Presiden No. 38 tahun 2015 tentang
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur.
73
a. Pemerintah Kota telah membebaskan lahan seluas 15 (lima belas)
hektar yang terletak di lokasi proyek, yaitu di Kelurahan A Kecamatan
B.
b. Pemerintah Kota akan menjamin suplai sampah minimum 700 ton
per hari ke lokasi proyek, dan akan sampai setiap harinya di lokasi
proyek.
c. Pemerintah Kota selaku PJPK akan membayar belanja jasa
pengolahan sampah (tipping fee) ke Badan Usaha. Landasan tarif jasa
pengolahan sampah mengacu pada Peraturan Daerah Kota Nomor X
Tahun 2018 tentang Tarif Biaya Jasa Pengolahan Sampah Melalui
Mekanisme Kerjasama Pemerintah Daerah dengan Badan Usaha.
Maksimal belanja jasa pengolahan sampah (tipping fee) yang dapat
dibayarkan oleh PJPK ke Badan Usaha adalah sebesar Rp. 500.000,-
(lima ratus ribu rupiah) per ton sampah.
d. Pemerintah Kota akan memfasilitasi agar PT. PLN membeli listrik
yang dihasilkan oleh Proyek dengan tarif yang telah ditentukan
dalam Peraturan Perundangan yang berlaku.
e. Pemerintah Kota akan memfasilitasi Badan Usaha Proyek untuk
mendapatkan kemudahan dalam proses perizinan seperti izin
mendirikan bangunan, izin usaha, izin gangguan, dll.
E Prakualifikasi
Prakualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan kemampuan usaha serta
pemenuhan persyaratan tertentu lainnya dari Peserta untuk mengikuti proses
pemilihan Badan Usaha Pelaksana.
F Pengadaan/Pemilihan BUPP
Pengadaan/pemilihan BUP WTE dilakukan melalui :
a. Pelelangan; atau
b. Penunjukan Langsung.
75
7) Pemberitahuan hasil evaluasi Sampul I;
8) Pembukaan Dokumen Penawaran sampul II;
9) Evaluasi Dokumen Penawaran sampul II;
10) Penerbitan Berita Acara Hasil Pelelangan;
11) Penetapan pemenang
12) Pengumuman hasil pelelangan;
13) Sanggahan;
14) Penerbitan surat pemenang lelang;
15) Persiapan penandatanganan Perjanjian KPBU WTE.
77
G Perjanjian Kerjasama dan Pelaksanaan Perjanjian KPBU WTE
a. Perjanjian Kerjasama KPBU WTE
Badan Usaha yang telah ditetapkan sebagai Pemenang Lelang melakukan
persiapan penandatanganan Perjanjian Kerjasama.
Badan Usaha pemenang lelang sebelum menandatangani Perjanjian
Kerjasama, membentuk Badan Usaha Pelaksana KPBU WTE sesuai
dengan ketentuan dan persyaratan pendirian badan usaha.
Penandatanganan Perjanjian Kerjasama dilakukan antara PJPK dengan
Badan Usaha Pelaksana KPBU WTE .
79
H Rangkuman
1) KPBU penyediaan WTE dilaksanakan melalui proses pemilihan Badan
Usaha (Pelelangan Umum) yang diselenggarakan oleh organisasi KPBU
terdiri dari :
a. Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK)
b. Tim KPBU
c. Panitia Pengadaan
2) Pelaksanaan pemilihan Badan Usaha untuk menyelenggarakan WTE,
didahului dengan kegiatan persiapan meliputi:
a. Penyiapan Dokumen Pra Studi Kelayakan (Pra FS)
b. Penetapan lokasi WTE
c. Izin lingkungan
d. Penjajagan minat pasar
e. Rancangan jadwal pelaksanaan pemilihan
f. Dokumen Prakualifikasi
g. Dokumen Permintaan Proposal
3) Pengadaan Badan Usaha dalam KPBU dilakukan melalui Prakualifikasi
untuk mentapkan Badan Usaha yang memenuhi kualifikasi dan
Pemilihan/Pelelangan yang diikuti oleh Badan Usaha yang lolos
Prakualifikasi untuk dipilih Badan Usaha terbaik sesuai dengan kriteria
penilaian dalam Pelelangan.
4) Pengadaan Badan Usaha WTE dapat dilakukan melalui Penunjukan
Langsung, dalam hal :
a. Pelaksanaan Prakualifikasi hanya menghasilkan satu Badan Usaha
yang memenuhi kualifikasi
b. Pengadaan kebutuhan WTE dalam keadaan khusus.
5) Hasil akhir dari proses pengadaan Badan Usaha untuk menyelenggarakan
WTE adalah Perjanjian Kerjasama antara PJPK dengan Badan Usaha yang
ditetapkan sebagai Pemenang Lelang KPBU.
81
PENGALAMAN PRAKTEK KPBU PERSAMPAHAN
DI INDONESIA
A Indikator Keberhasilan
Dengan mengkiuti pembelajaran ini, peserta pelatihan diharapkan dapat
memahami contoh pengalaman praktek penyelenggaraan KPBU pengelolaan
sampah di Indonesia.
B Tujuan
Tujuan dari materi ajar Pengalaman Praktek KPBU Persampahan di Indonesia
adalah untuk memberikan pengetahuan tentang jenis-jenis pengolahan sampah
yang dilaksanakan di Indonesia melalui pola KPBU.
Kandungan gas metan dalam biogas yang timbul dari dalam timbunan sampah di
TPA dapat ditangkap dan dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik atau
disebut WTE dari landfillgas.
Pengelolaan WTE landfill gas biasanya menjadi satu kesatuan dengan dan sebagai
bagian dari kegiatan pengelolaan TPA.
83
Gambar 6. Foto Pelaksanaan KPBU Landfillgas Di TPST Bantargebang
Sampai saat ini di Indonesia belum ada KPBU WTE yaitu pengolahan sampah
melalui proses pembakaran sampah menggunakan instalasi Incinerator untuk
menghasilkan energi listrik. Praktek pengalaman Pelelangan Pengadaan Badan
Usaha untuk pekerjaan WTE Incinerator dilakukan oleh Kota Bandung, sudah
sampai pada tahap penetapan pemenang namun tidak berlanjut sampai
penandatanganan kontrak atau Perjanjian Kerjasama KPBU.
1) Dasar Hukum KPBU : Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang
KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur.
85
2) Pemrakarsa Proyek : Badan Usaha
3) Pemenang Lelang : PT. Bandung raya Indah Lestari
4) Objek Kerjasama : Pengolahan sampah Pembangkit Listrik Tenaga
Sampah (PLTSa)
5) Rencana Kapasitas pengolahan sampah : 700 – 1.050 ton sampah/hari
6) Rencana Kapasitas produksi listrik : 6 MW
7) Jangka Waktu Kerjasama : 20 tahun
8) Kewajiban BUP :
a. Investasi pembangunan PLTSa
b. Melaksanakan pelayanan jasa pengolahan sampah Kota Bandung di
lokasi PLTSa
c. Menghasilkan energi listrik dari PLTSa 6 MW
9) Kewajiban Pemerintah Kota Bandung:
a. Menyediakan lahan untuk pembangunan PLTSa
b. Mengirim sampah ke lokasi PLTSa
c. Membayar Tipping Fee Rp. 375.000/ton sampah
10) Keberlanjutan Proyek: Proyek KPBU tidak berlanjut, belum sampai tahap
penandatanganan Kotrak Perjanjian Kerjasama KPBU.
87
1) Dasar Hukum KPBU : Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang
KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur.
2) Pemrakarsa Proyek : Pemerintah Provinsi Jawa Barat
3) BUP : PT. Jabar Bersih Lestari
4) Objek Kerjasama : Pengolahan sampah dengan metode Mechanical and
Biologycal Treatment (MBT) untuk menghasilkan RDF
5) Rencana Kapasitas pengolahan sampah : 1.800 ton sampah/hari
6) Rencana Kapasitas produksi listrik : 570 ton RDF/hari
7) Jangka Waktu Kerjasama : 20 tahun
8) Kewajiban BUP :
a. Investasi pembangunan MBT Plant
b. Melaksanakan pelayanan jasa pengolahan sampah Kabupaten Bogor,
Kota Bogor dan Kota Depok di lokasi TPPAS Regional Nambo
Kabupaten Bogor
9) Kewajiban Pemerintah Provinsi Jawa Barat:
a. Menyediakan lahan untuk pembangunan fasilitas MBT
b. Mengirim sampah ke lokasi MBT Plant melalui masing-masing
Pemerintah Kab./Kota
c. Tanpa membayar Tipping Fee
10) Keberlanjutan Proyek:
a. Telah ditandatangani kontrak Perjanjian Kerjasama KPBU tahun 2017
b. Telah ditandatangani Perjanjian jual Beli RDF dengan Pabrik Semen
c. Menunggu penyelesaian perjanjian pinjaman untuk financial close.
PT. Narpati melakukan pengolahan sampah pada lahan TPA Pemerintah Kota
Semarang dan berkewajiban untuk memberikan kontribusi dari penggunaan
lahan milik Pemerintah Kota Semarang.
Pengolahan sampah tidak dapat berjalan lancer sesuai dengan rencana yaitu
untuk pengolahan sampah dengan kapasitas 600 ton/hari, dikarenakan
mengalami kendala untuk pengembangan secara komersial dan pendapatan hasil
penjualan pengolahan sampah yang tidak memadai untuk pengembalian
investasi dan biaya operasional. Kerjasama ini tidak mengatur adanya kewajiban
pembayaran tipping fee dari Pemerintah Kota Semarang kepada PT Narpati, hal
ini menyebabkan tidak adanya pendapatan dari jasa pengolahan sampah yang
dilakukan oleh PT. Narpati.
89
Kapasitas pengolahan sampah 120 ton/hari. RDF yang dihasilkan dari pengolahan
sampah ini akan digunakan oleh PT. Holcim sebagai pengganti batubara yang
digunakan sebagai bahan bakar dalam prosuksi semen.
I Rangkuman
1) Di Indonesia sampai saat ini belum terdapat pengalaman sukses
penyediaan infrastruktur pengolahan sampah pola KPBU menggunakan
WTE yang telah berhasil mengurangi volume sampah secara signifikan di
TPA dan menghasilkan energy.
2) Pengalaman KPBU WTE yang telah dilakukan adalah pengolahan gas yang
ditimbulkan dari dalam landfill untuk menghasilkan energy listrik dan
dijual kepada PT. PLN seperti yang telah berjalan di TPA Bantargebang
milik Pemerintah DKI Jakarta dan TPA Benowo milik Pemerintah Kota
Surabaya.
3) Pengalaman KPBU pengolahan sampah menjadi bahan bakar pengganti
batubara (Refuse Derived Fuel/RDF) telah dilakukan di Tempat
Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Regional Nambo
Kabupaten Bogor, sampai tahap Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah
Provinsi Jawa Barat dengan Badan Usaha untuk dilanjutkan konstruksi
dan operasional.
4) Pengalaman KPBU WTE di Gedebage Kota Bandung telah selesai proses
Pelelangan namun gagal sampai tahap Perjanjian Kerjasama karena
masalah penerimaan masyarakat dan lingkungan sekitar lokasi proyek.
5) Pengalaman KPBU WTE di TPA Putri Cempo Kota Solo telah sampai
penandatanganan Perjanjian Kerjasama namun belum berlanjut
pembangunannya karena masalah kelayakan pembiayaan.
91
POLA PEMBIAYAAN WTE MELALUI
MEKANISME KPBU
A Indikator Keberhasilan
Dengan mengkiuti pembelajaran ini, peserta pelatihan diharapkan dapat
memahami pola pembiayaan WTE melalui mekanisme KPBU.
B Tujuan
Tujuan dari materi ajar Pola Pembiayaan WTE Melalui Mekanisme KPBU
adalah untuk memberikan pengetahuan tentang sumber pembiayaan dan
cara pembiayaan WTE melalui pola KPBU.
Kondisi saat ini menunjukkan bahwa sarana dan prasarana pengelolaan sampah
di seluruh wilayah Indonesia masih sangat kurang baik secara kuantitasnya
maupun kualitasnya untuk dapat menunjang kinerja pelayanan pengelolaan
sampah dengan baik. Permasalahan utama permasalahan ketidak cukupan
sarana dan prasarana pengelolaan sampah adalah masih rendahnya alokasi APBD
dan APBN untuk penyediaan kebutuhan sarana dan prasarana persampahan di
daerah. Kebutuhan pengembangan infrastruktur persampahan saat ini sudah
sangat mendesak baik untuk menunjang kegiatan pengolahan sampah Skala
Kawasan, kegiatan pengangkutan maupun kegiatan pengolahan dan pemrosesan
akhir sampah di TPA. Pengembangan sarana dan prasarana pengolahan sampah
kearah penggunaan teknologi sudah saatnya diterapkan untuk dapat
Biaya satuan investasi untuk setiap kapasitas pengolahan 1 ton sampah rata-rata
sebesar Rp. 0,73 Milyar untuk metode pengolahan pirolisis, sebesar Rp. 1,17
Milyar untuk metode pengolahan Gasifikasi, sebesar Rp. 1,76 Milyar untuk
metode pengolahan Insinerasi, dan sebesar Rp. 2,78 Milyar untuk metode
93
pengolahan Plasma Gasifikasi. Berdasarkan gambaran biaya satuan investasi
sarana pengolahan sampah WTE tersebut, dalam hal kebutuhan pengolahan
sampah untuk kapasitas 300 ton/hari, 450 ton/hari, 750ton/hari, 1000 ton/hari
atau 1.500 ton/hari (untuk pengolahan sampah di kategori Kota Sedang, Kota
Besar dan Kota Metropolitan), maka diperlukan investasi sebagai berikut:
Tabel 6. Biaya Investasi Pengolahan Sampah WTE
Biaya investasi rata-rata pengolahan sampah WTE kapasitas 300 ton/hari dari
varian jenis metode pengolahan berkisar antara sebesar Rp. 219 Milyar sampai
Rp. 833 Milyar. Biaya investasi rata-rata pengolahan sampah WTE kapasitas 450
ton/hari dari varian jenis metode pengolahan berkisar antara sebesar Rp. 329
Biaya investasi rata-rata pengolahan sampah WTE kapasitas 1.500 ton/hari dari
varian jenis metode pengolahan berkisar antara sebesar Rp. 1,095 Trilyun sampai
Rp. 4,162 Trilyun. Biaya pengadaan sarana pengolahan sampah WTE sebesar
ratusan milyar sampai trilyunan tentunya sangat sulit untuk dibebankan
pembiayaannya kepada APBD secara langsung. Beban biaya bukan hanya untuk
biaya investasi, melainkan juga untuk biaya operasional dan pemeliharaan.
Sebagai gambaran tentang besaran biaya satuan Operasional dan Pemeliharaan
(OP) dan biaya OP/tahun sarana pengolahan sampah termasuk jenis pengolahan
sampah menjadi energi (WTE) berikut data diambil dan dihitung dari Tata Cara
Penyediaan Fasilitas Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah pada Lampiran
4 Peraturan Menteri PU Nomor 03 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan
Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga
dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Tabel 7. Biaya Operasional dan Perawatan Pengolahan Sampah WTE
Biaya OP/tahun Metode Pengolahan
Biaya OP/ton kapasitas
Plasma
olah Pirolisis Gasifikasi Insinerasi
Gasifikasi
Biaya Satuan OP Rata-rata
350,000 425,000 500,000 800,000
/ton (Rp./ton)
Biaya OP kapasitas 300
37.80 45.90 54.00 86.40
ton/hari (Rp.Milyar/thn)
Biaya OP kapasitas 450
56.70 68.85 81.00 129.60
ton/hari (Rp.Milyar/thn)
Biaya OP kapasitas 750
94.50 114.75 135.00 216.00
ton/hari (Rp.Milyar/thn)
Biaya OP kapasitas 1000
126.00 153.00 180.00 288.00
ton/hari (Rp.Milyar/thn)
Biaya OP kapasitas 1.500
189.00 229.50 270.00 432.00
ton/hari (Rp.Milyar/thn)
95
Gambaran beban biaya OP pertahun untuk pengolahan sampah WTE dengan
kapasitas 300 ton/hari memerlukan alokasi anggaran antara Rp. 37,8 Milyar
sampai Rp, 86,4 Milyar/tahun. Gambaran beban biaya OP pertahun untuk
pengolahan sampah WTE dengan kapasitas 450 ton/hari memerlukan alokasi
anggaran antara Rp. 56.70 Milyar sampai Rp. 129.60Milyar/tahun. Gambaran
beban biaya OP pertahun untuk pengolahan sampah WTE dengan kapasitas 750
ton/hari memerlukan alokasi anggaran antara Rp. 94.50 Milyar sampai Rp, 216.00
Milyar/tahun.
BUP WTE akan dapat memenuhi pembiayaan untuk memulai membangun dan
tetap menjaga kinerja dalam pengolahan sampah dalam masa operasional
pelayanan sebagaimana diperjanjikan dalam Perjanjian KPBU, apabila tetap
terjaga pula kondisi kelayakan pembiayaannya.
97
hal PJPK dalam hal ini Gubernur/Bupati/Walikota tidak tersedia alokasi
APBD yang mencukupi untuk pembayaran tarif Tipping Fee, maka
mengajukan bantuan Biaya Layanan Pengelolaan Sampah (BLPS) kepada
Pemerintah Pusat berdasarkan ketentuan yang mengatur tentang BLPS
dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah yang
menyelenggarakan WTE guna memenuhi kelayakan pembiayaan KPBU
WTE.
99
Perbankan/Lembaga Keuangan mrupakan porsi terbesar dalam
pembiayaan proyek KPBU sehingga sangat menetukan untuk
terlaksananya pembangunan infrastruktur melalui KPBU. Oleh karena itu
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh PJPK, BUP dan stakeholder
lainnya untuk memperoleh pembiayaan dari Perbankan/Lembaga
Keuangan menjadi sangat penting.
F Rangkuman
1) Pembiayaan penyediaan infrastruktur system pelayanan persampahan
pada prinsipnya menjadi kewajiban dari Pemerintah dan Pemerintah
Daerah.
2) Penyediaan infrastruktur WTE dapat dilakukan melalui pembiayaan pola
KPBU yaitu investasi yang dilakukan oleh Badan Usaha (menggunakan
modal sendiri dan pinjaman perbankan) dengan pola pengembalian
investasi Badan Usaha melalui pembayaran Tipping Fee oleh Pemerintah
Daerah dan hasil penjualan energy listrik kepada PT. PLN.
101
102| Modul 13 – Penyelenggaraan KPBU WtE