Modul Identifikasi dan Monitoring Emisi ini disusun untuk pegangan bagi setiap
peserta pelatihan sebagai materi pendukung agar peserta dapat mengevaluasi
pemahamannya terhadap materi yang diajarkan di kelas.
Modul Identifikasi dan Monitoring Emisi ini bertujuan agar peserta pelatihan
mampu mengidentifikasi lokasi yang sesuai untuk pengukuran emisi dari
pemrosesan sampah baik yang bersifat area atau titik. Peserta juga mampu
memilih dan menentukan metode pengukuran emisi yang sesuai dengan SNI,
serta menyusun kerangka acuan kerja pengukuran emisinya Modul ini
merupakan Modul ke-10 dari 14 Modul.
Ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada tim penyusun
dan Para Narasumber atas tenaga dan pikiran yang dicurahkan untuk
mewujudkan modul ini. Penyempurnaan maupun perubahan modul di masa
mendatang senantiasa terbuka dan dimungkinkan mengingat akan
perkembangan situasi, kebijakan dan peraturan yang terus menerus terjadi.
Semoga modul ini dapat membantu dan bermanfaat bagi peningkatan
kompetensi ASN dalam pengolahan sampah dengan konsep WtE.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR................................................................................................... v
iii
DAFTAR TABEL
Gambar 1. Panduan penentuan titik sampling pada kondisi tidak ideal ............ 14
Gambar 2. Diagram penentuan jumlah minimum titik lintas untuk pengukuran
partikular ............................................................................................................. 16
Gambar 3. Diagram penentuan jumlah minimum untuk pengukuran non-
partikulat ............................................................................................................. 16
Gambar 4. Contoh letak titik-titik lintas pada cerobong berpenampang lingkaran
dengan 12 buah titik lintas .................................................................................. 17
Gambar 5. Contoh letak titik-titik lintas pada cerobong berpenampang persegi
panjang dengan 12 buah titik-titik lintas ............................................................ 18
Gambar 6. Tipikal fasilitas pengambilan contoh uji pada cerobong (Minetoba
Department of Environment, 1998) .................................................................... 19
v
vi | Modul 10 – Identifikasi dan Monitoring Emisi dari Fasilitas WtE
POSISI MODUL DALAM KURIKULUM PELATIHAN
vii
viii | Modul 10 – Identifikasi dan Monitoring Emisi dari Fasilitas WtE
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL
A Deskripsi
Modul Penanganan Residu dari WtE ini terdiri atas tiga materi pokok. Materi
pokok pertama membahas mengenai “Residu Padat Insenerator”, terdiri atas
materi mengenai jenis, kuantitas, karakteristik, pengelolaan dan pemanfaatan
residu. Materi pokok kedua menjelaskan tentang Residu Cair Insenerator,
melingkupi kuantitas, kualitas, pengelolaan dan pengolahan residu. Materi
pokok ketiga menjelaskan tentang Residu Padat Pirolisis, melingkupi kuantitas,
karakteristik, penanganan dan pemanfaatan. Modul ini bertujuan untuk
memberikan pemahaman lebih mendalam kepada peserta terkait proses dan
teknologi penanganan residu dari teknologi WtE.
Untuk menanamkan pemahaman yang lebih kuat, Modul ini akan berkaitan erat
dengan kegiatan kunjungan lapangan dan seminar. Kegiatan tersebut
merupakan latihan bagi peserta untuk mengetahui fungsi seluruh prasarana dan
sarana dari teknologi WtE dengan cara melakukan observasi langsung di
sebuah instalasi teknologi WtE. Sebagai evaluasi akan capaian pemahaman
peserta, dilakukan presentasi hasil kunjungan lapangan dengan menugaskan
peserta untuk menganalisa permasalahan yang ditemukan. Evaluasi dilakukan
langsung saat presentasi dan diskusi berlangsung, oleh Narasumber terhadap
peserta. Latihan atau evaluasi ini menjadi alat ukur tingkat penguasaan
peserta pelatihan setelah mempelajari materi dalam modul ini.
ix
B Persyaratan
Dalam mempelajari buku ini peserta pelatihan telah mengikuti diklat
dasar tentang pengelolaan sampah.
C Metode
Dalam pelaksanaan pembelajaran modul ini, metode yang dipergunakan
adalah metoda pemaparan di dalam kelas, yang diberikan oleh narasumber
yang akan menjadi bahan bagi diskusi interaktif yang harus terbangun antara
diantara Peserta Pelatihan. Paparan yang diberikan juga dilengkapi dengan
beberapa film singkat mengenai teknologi WtE.
D Alat Bantu/Media
Untuk menunjang tercapainya tujuan pembelajaran ini, diperlukan
alat bantu/media pembelajaran tertentu, yaitu :
1. LCD/projector
2. Laptop
3. Papan tulis atau whiteboard dengan penghapusnya
4. Flip chart
5. Bahan tayang
6. Modul dan/atau Bahan Ajar
7. Video
1
PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Pemantauan Udara Emisi adalah serangkaian kegiatan atau prosedur yang
ditujukan untuk mengambil sampel udara baik berupa area maupun cerobong
sesuai dengan suatu kaidah teknis tertentu untuk mendapatkan data yang
handal. Yang dimaksud dengan udara emisi adalah luaran langsung dari
kegiatan/proses baik bersifat termal ataupun lainnya sehingga memberikan
beban berupa partikulat atau gas ke udara ambien di sekitar aktivitas tersebut.
Kriteria gas buang merupakan salah satu indikasi utama yang diperlukan dalam
menilai efisiensi proses. Proses yang dijalankan sesuai spesifikasi teknis dan pada
kondisi beban oparasi normal akan menjamin minimasi emisi partikulat maupun
gas pada emisinya. Unjuk kerja proses akan dinilai dari perbandingan antara hasil
pengukuran emisi dengan baku mutu untuk dilaporkan sesuai ketentuan
perundangan.
Pada modul ini, urutan penyampaian adalah mulai dasar hukum, identifikasi
pencemar dan unit emisi, persyaratan teknis terkait pembuangan emisi serta
standar pengukuran. Bobot terbesar materi adalah dari sumber emisi dari proses
termokimia namun juga akan disajikan untuk tipe pemrosesan sampah lain,
seperti pengolahan secara biologi.
B Tujuan
Mata pelatihan ini bertujuan untuk mengenalkan cara mengidentifikasi emisi
dari fasilitas WtE kepada peserta melalui ceramah interaktif, diskusi dan latihan
soal
C Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti materi ini diharapkan peserta dapat:
1. Mengidentifikasi lokasi yang sesuai untuk pengukuran emisi dari
pemrosesan sampah baik yang bersifat area atau titik.
F Estimasi Waktu
Estimasi waktu mata pelatihan ini adalah 3 JP @ 45 Menit (135 menit)
G Dasar Normatif
Ketentuan tentang peraturan yang mengatur tentang identifikasi dan
monitoring emisi adalah sebagai berikut:
1. Kepka Bapedal 205 tahun 1996 tentang Pengendalian Pencemaran
Udara Sumber Tidak Brgerak.
3
2. PP 70 tahun 2016 tentang Baku Mutu Emisi Usaha dan/atau Kegiatan
Pengolahan Sampah Secara Termal.
3. PP 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (sebagai
pelengkap).
H Mind Map
5
IDENTIFIKASI GAS BUANG DAN PENCEMAR
A Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan dari bab ini adalah peserta mampu mengidentifikasi gas
buang dan pencemar dari teknologi Waste to Energy (WtE).
B Tujuan
Tujuan dari bab ini adalah memberikan gambaran dan pengetahuan mengenai
pengidentifikasian gas buang dan pencemar dari fasilitas WtE.
C Pencemar Partikulat
Secara ukuran, partikulat pada buangan udara dinyatakan dalam satuan mikron
(m – micrometer). Partikulat dengan ukuran lebih dari 100 mikron dikategorikan
sebagai kelompok yang mudah mengendap, sedangkan yang kurang dari 100
mikron sebagai partikulat tersuspensi di udara. Lebih lanjut, untuk ukuran kurang
dari 10 mikron dapat berpotensi untuk berpengaruh terhadap sistem pernapasan
(inhalable particulate) dan yang kurang dari 1 mikron merupakan kelompok
permanently suspended di udara.
Fasa partikulat terdiri dari sub solid dan liquid. Secara terminologi, bentuk-bentuk
partikulat dapat berupa dust, ash, smoke, fume, dan aerosol. Sedangkan dalam
bentuk campuran bisa berupa aerosol.
D Gas Buang
Terminologi gas merupakan kategori di luar partikulat, yaitu dapat berupa uap
atau gas (dalam bahasa Inggris). Uap merupakan bentuk lebih lanjut dari fase
liquid akibat combustion atau pemanasan, sehingga pada perubahan tekanan dan
temperatur tertentu dapat berubah menjadi embun/terkondensasi. Sedangkan
gas memiliki energi internal yang sangat tinggi sehingga jauh dari bentuk cairnya.
Contoh uap diantaranya uap air dan uap organik (volatile organic compound –
VOC). Contoh gas diantaranya O2, CO, NOx, SO2, dan lain-lain. Dalam campuran
gas buang, beberapa gas bersifat terlarut dalam uap air sehingga mengalami
disosiasi menjadi ion yang dapat berupah menjadi bentuk aerosol.
7
Dalam peraturan PP 70 tahun 2016, parameter baku mutu emisi yang termasuk
dalam kategori partikulat hanya total partikulat. Sedangkan parameter lain
masuk kategori gas, termasuk PCDD’s/PCDF’s (Dioksin dan Furan). Namun untuk
parameter merkuri bisa berupa partikulat atau uap.
E Soal Latihan
1. Sebutkan pencemar yang dihasilkan dari proses pengolahan dengan
infrastruktur Waste to Energy dan bagaimana karakteristiknya
dibandingkan dengan baku mutu?
2. Sebutkan dan mengapa pengidentifikasian emisi dan parikulat dirasa
penting dalam pengolahan sampah dengan infrastrktur Waste to
Energy!
F Rangkuman
Terdapat berbagai potensi dampak negatif dari suatu fasilitas WtE yang harus
diidentifikasi, dimonitor dan dikendalikan. Potensi dampak negatif tersebut bisa
saja diakibatkan adanya pencemar berupa partikulat dan gas buang. Sebagai
tindakan pertama, identifikasi emisi menjadi penting untuk dilakukan. Partikulat
yang dihasilkan bisa berupa dust, ash, smoke, dan fume. Sedangkan gas buang
yang dihasilkan bisa berupa O2, CO, NOx, SO2, PCDD’s/PCDF’s (Dioksin dan Furan)
dll.
9
PENENTUAN TITIK SAMPLING EMISI
A Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan dari bab ini adalah peserta mampu menentukan titik
sampling emisi dari infrastruktur Waste to Energy (WtE).
B Tujuan
Tujuan bab ini adalah memberikan gambaran mengenai penentuan titik sampling
emisi mengingat sampling tidak dapat dilakukan secara acak melainkan terdapat
metode dan tata cara yang telah ditentukan.
11
6. Konsentrasi di permukaan dapat dikurangi dengan menggunakan
cerobong yang tinggi. Variasi konsentrasi pencemar pada permukaan
akan berbanding terbalik dengan kwadrat tinggi cerobong efektif.
7. Warna cerobong harus mencolok sehingga mudah terlihat.
8. Cerobong dilengkapi dengan pelat penahan angin yang melingkari
cerobong secara memanjang ke arah ujung atas.
9. Puncak cerobong sebaiknya terbuka, jika pihak industri menganggap
perlu untuk memberi penutup (biasanya cerobong kecil/rendah)
maka penutup berbentuk segitiga terbalik (terbuka keatas).
10. Setiap cerobong diberi nomor dan dicantumkan dalam denah
industri.
13
E Skema Dasar Penentuan Titik Cerobong (Kondisi Tidak Ideal)
Skema berikut merupakan panduan umum pendekatan yang dapat dilakukan
untuk menetapkan titik sampling pada kondisi tidak ideal, dimana tidak
memungkinkan memenuhi persyaratan 8D dari arah Hulu dan 2D dari arah hilir.
2𝐿𝑊
𝐷𝑒 =
(𝐿 + 𝑊)
dimana:
De = diameter ekuivalen (m);
L = panjang penampang cerobong (m);
W = lebar penampang cerobong (m).
2𝑑𝐷
𝐷𝑒 =
(𝐷 + 𝑑)
dimana:
De = diameter ekuivalen (m);
D = diameter dalam cerobong bagian bawah/hulu (m);
d = diameter dalam cerobong bagian atas/hilir (m).
Traverse Point
Untuk menentukan jumlah titik-titik lintas, maka dapat menggunakan ketentuan
sebagai berikut:
1) Untuk cerobong yang memiliki lokasi pengambilan contoh uji yang ideal
(memenuhi kriteria 8D dan 2D), maka jumlah minimum titik-titik lintas
adalah sebagai berikut.
a. 2 – 4 buah untuk cerobong berpenampang lingkaran maupun persegi
panjang dengan diameter atau diameter ekuivalen kurang dari 0,3
meter;
b. 8 buah untuk cerobong berpenampang lingkaran dengan diameter
0,30 – 0,61 meter;
c. 9 buah untuk cerobong berpenampang persegi panjang dengan
diameter ekivalen 0,30 – 0,61 meter;
d. 12 buah untuk cerobong berpenampang lingkaran maupun persegi
panjang dengan diameter atau diameter ekuivalen lebih dari 0,61
meter.
2) Untuk cerobong dengan lokasi pengambilan contoh uji alternatif pada
jarak kurang dari 8 kali diameter cerobong dari sumber emisi (hulu)
dan/atau kurang dari 2 kali diameter cerobong dari bagian atas (hilir),
maka jumlah minimum titik-titik lintas adalah sebagai berikut.
a. 2 – 4 buah untuk cerobong berpenampang lingkaran maupun persegi
panjang dengan diameter atau diameter ekivalen kurang dari 0,3
meter;
b. 10 buah untuk cerobong berpenampang lingkaran dengan diameter
0,30 – 0,61 meter, jumlahnya dapat lebih banyak unto cerobong
15
berpenampang persegi panjang atau untuk keperluan pengukuran
partikulat;
c. 16 buah untuk cerobong berpenampang lingkaran dengan diameter
lebih dari 0,61 meter, jumlahnya dapat lebih banyak untuk cerobong
berpenampang persegi panjang atau untuk keperluan pengukuran
partikulat.
17
Gambar 5. Contoh letak titik-titik lintas pada cerobong berpenampang persegi
panjang dengan 12 buah titik-titik lintas
Isokineticity
Isokineticity merupakan suatu kriteria yang digunakan untuk menentukan
kesamaan profil aliran antara di dalam cerobong/duct dengan probe alat
sampling. Standar keberterimaan isokineticity antara 0,9 - 1,1 (artinya ada pada
rentang simpangan 10% dari laju aliran udara/gas di cerobong). Tata cara
penentuan isokineticity ditetapkan menggunakan SNI atau standar metode lain
yang disetujui untuk digunakan. Standar keberterimaan isokineticity ini
digunakan untuk memastikan ketepatan pemilihan lubang sampling sekaligus
kualitas hasil sampling yang akan diperoleh. Jika isokineticity di luar rentang
keberterimaan maka terdapat disparitas pola aliran sehingga hasil pengukuran
tidak representatif dengan kondisi aktual di dalam cerobong.
19
Daftar Referensi Metode untuk Penetapan Titik Sampling selain SNI
I Rangkuman
Setelah dapat mengidentifikasi potensi dampak di bab sebelumnya, maka
selanjutnya perlu untuk diketahui metode cara pengukuran emisi yang dihasilkan
dari fasilitas WtE. Berbagai metode harus mengikuti standar dan peraturan
perundangan yang berlaku. Hal ini perlu dilakukan agar hasil pengukuran emisi
diharapkan benar-benar mewakili kondisi yang sebenarnya di lapangan. Dengan
hasil pengukuran yang representatif ini selanjutnya dapat didesain metode
pengendaliannya.
21
22 | Modul 10 – Identifikasi dan Monitoring Emisi dari Fasilitas WtE
BAB 4
PENYAJIAN LAPORAN HASIL UJI
23
PENYAJIAN LAPORAN HASIL UJI
A Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan bab ini adalah peserta mampu memahami penyusunan
penyajian laporan hasil uji dalam fasilitas Waste to Energy (WtE).
B Tujuan
Tujuan bab ini adalah memberikan informasi dan langkah dalam penyusunan
laporan hasil pengidentifikasian emisi.
D Soal Latihan
1. Mengapa menurut anda penyajian laporan dianggap penting dalam
fasilitas Waste to Energy?
2. Hal-hal apa sajakah yang harus ada dalam penulisan laporan kajian
identifikasi emisi fasilitas Waste to Energy?
E Rangkuman
Keseluruhan identifikasi emisi dan hasil pengukurannya harus disajikan dalam
suatu laporan yang standar dengan mencantumkan berbagai macam informasi
penting terkait laporan hasil uji tersebut. Laporan hasil uji tersebut selanjutnya
diserahkan kepada instansi pemerintah yang berwenang sebagai bentuk
pertanggungjawaban pengelola fasilitas WtE untuk menyajikan data yang dapat
dipercaya.
25
26 | Modul 10 – Identifikasi dan Monitoring Emisi dari Fasilitas WtE
BAB 5
ASPEK KESEHATAN DAN
KESELAMATAN KERJA SERTA
LINGKUNGAN (K3L)
27
ASPEK KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
SERTA LINGKUNGAN (K3L)
A Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan dari bab ini adalah peserta mampu memahami aspek
kesehatan dan keselamatan kerja serta lingkungan (K3L) mengenai
pengidentifikasian emisi dari fasilitas WtE.
B Tujuan
Memberikan gambaran dan pengetahuan mengenai aspek kesehatan dan
keselamatan kerja dari identifikasi dan pengukuran emisi fasilitas waste to
energy.
D Soal Latihan
1. Berikut ini informasi yang harus dilaporkan dalam pemantauan emisi,
kecuali:
a. Tekanan statis flue gas
b. Temperatur flue gas
c. Kecepatan dan arah angin
d. Velocity head (pressure) dari flue gas
2. Jelaskan menggunakan persamaan sederhana untuk mendapatkan data
total flow rate flue gas emisi, jika diketahui hasil pengukuran
menggunakan pitot Standar berupa perbedaan tekanan statis dan
tekanan kecepatan pada 8 transverse points!
E Rangkuman
Berbagai macam kegiatan berpotensi menimbulkan gangguan terhadap
kesehatan dan keselamatan pekerja, oleh karena itu penting juga dalam suatu
fasilitas WtE disusun SOP yang berhubungan dengan pengidentifikasian emisi
yang dihasilkan. Agar dapat mereduksi potensi gangguan tersebut maka
pengelola fasilitas WtE harus melakukan berbagai macam perencanaan berbagai
macam tahapan, antara lain terkait penanganan material terkait pemantauan
emisi, pengoperasian dan pemeliharaan alat/unit, kondisi tanggap darurat, dll.
29
30 | Modul 10 – Identifikasi dan Monitoring Emisi dari Fasilitas WtE