Oleh:
Vinsensius Pratantya Excel Bara Nugraha
NIM : 16.I1.0067
2019
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan lindunganNya penulis dapat
menyelesaikan laporan kerja praktek yang berjudul “Proses Pengolahan “Orthodox
Rotorvane“ Dan Oksidasi Enzimatis Teh Hitam Di PT Perkebunan Nusantara IX Pabrik
Teh Kebun Jolotigo Pekalongan, Jawa Tengah” dengan lancar dan tepat waktu. Laporan
kerja praktek ini dibuat sebagai bentuk akhir kegiatan kerja praktek yang telah
dilakukan di PT Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh Kebun Jolotigo Pekalongan, Jawa
Tengah pada 9 Januari – 2 Februari 2019, laporan kerja praktek ini juga dibuat sebagai
syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan Universitas Katolik
Soegijapranata Semarang. Pembuatan laporan yang dapat selesai tepat waktu ini berkat
adanya doa, semangat, masukan, serta bimbingan dari banyaknya pihak. Penulis ingin
mengucapkan terimakasih atas segala dukungan kepada :
Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan perlindunganNya selama pelaksanaan kerja
praktek dan pembuatan laporan sehingga dapat selesai tepat waktu.
Bapak Dr. R. Probo Y. Nugrahedi, STP.,MSc. sebagai Dekan Fakultas Teknologi
Pertanian, Program Studi Teknologi Pangan yang sudah membantu dan memberikan
penulis kesempatan untuk melaksanakan kerja praktek.
Dr. Ir. Lindayani, MP. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
pengarahan, waktu, pikiran, dan masukan sebelum pelaksanaan kerja praktek hingga
penyusunan laporan akhir.
Direksi PT Perkebunan Nusantara IX yang telah memberikan izin untuk
melaksanakan kerja praktek.
Bapak T. M Sitinjak, SP, selaku Manajer PT Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh
Kebun Jolotigo Pekalongan, Jawa Tengah dan staff kantor induk yang telah
mengijinkan penulis melaksanakan kerja praktek di perusahaan tersebut.
Bapak Gefri Brahmanto, ST, selaku pembimbing Praktek Kerja Lapangan dan
asisten teknik pengolahan beserta staff dan mandor teknik.
Bapak Kustoyo, selaku wakil asisten teknik yang telah mendampingi penulis selama
kegiatan kerja praktek.
ii
Bapak Kamijo, selaku mandor penggilingan yang telah memberikan masukan dan
saran selama kegiatan kerja praktek.
Kedua orang tua dan keluarga besar yang telah memberikan dukungan dan semangat
sehingga laporan Praktek Kerja Lapangan ini dapat terselesaikan.
Rekan – rekan seperjuangan dari UNIKA (Andre, Antonio), UKWM (Vidje, Kenya,
Christine), UB (Iip, Amel, Aini), UNIMUS (Ahmad), dan UNSOED (Nino) yang
telah membantu dan memberikan semangat pada penulis selama kegiatan Praktek
Kerja Lapangan berlangsung.
Karyawan pabrik dan perkebunan serta semua pihak – pihak yang telah membantu
baik dalam bentuk doa, dukungan, dan semangat penulis baik selama melakukan
kerja praktek maupun penyusunan laporan kerja praktek yang tidak dapat disebutkan
satu per satu.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan kerja praktek ini
dikarenakan keterbatasan penulis. Maka dari itu penulis berharap adanya kritik maupun
saran yang bersifat membangun dari pembaca. Akhir kata, penulis berharap semoga
laporan kerja praktek ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuian bagi para
pembaca dan juga semua yang membutuhkan.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
1. PENDAHULUAN .................................................................................................1
1.1. Latar Belakang Kerja Praktek ............................................................................ 1
1.2. Tujuan Kerja Praktek.......................................................................................... 2
1.3. Tempat dan Waktu Pelaksanaan......................................................................... 3
1.4. Metode Kerja Praktek ......................................................................................... 3
3. SPESIFIKASI PRODUK..................................................................................... 15
iv
4.4.6. Pengepakan Bubuk Teh ........................................................................ 54
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
1. PENDAHULUAN
Teh merupakan komoditas ekspor yang penting bagi perekonomian Indonesia, selain
sebagai salah satu sumber devisa bagi negara juga menyediakan lapangan pekerjaan.
Perkebunan teh sendiri merupakan salah satu aspek dari sektor pertanian yang
menguntungkan.Teh juga merupakan minuman penyegar yang digemari hampir semua
masyarakat. Hal ini dibuktikan dari minuman teh yang sudah banyak sekali dijadikan
sebagai minuman keseharian. Di pasar internasional, dikenal tiga jenis teh berdasarkan
perbedaan cara pengolahannya yaitu teh hitam (black tea), teh hijau (green tea), dan teh
oolong (oolong tea). Produk teh di Indonesia terdiri dari dua macam yaitu teh hitam dan
teh hijau. Perbedaan kedua macam teh tersebut disebabkan oleh perbedaan cara
pengolahan dan mesin atau peralatan yang digunakan. Dalam proses pengolahan teh
hitam memerlukan proses fermentasi (oksidasi enzimatis) yang cukup dimana proses
fermentasi tidak boleh melebihi waktu selama 3 jam setelah pucuk daun teh masuk ke
dalam proses penggilingan, sedangkan teh hijau tidak memerlukan sama sekali.
Peristiwa oksidasi enzimatis dalam proses pengolahan teh hitam dimulai pada awal
penggilingan. Oksidasi enzimatis merupakan proses oksidasi senyawa katekin dengan
bantuan enzim polifenol oksidase.
1
2
daun teh, dan memberikan kesempatan reaksi oksidasi enzimatis sampai tahapan
tertentu. Proses ini juga bertujuan untuk memotong, merobek, dan menggulung daun teh
sehingga diperoleh partikel yang dikehendaki oleh produsen. PT Perkebunan Nusantara
IX merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan komoditi unggulan berupa
teh, kopi, dan kakao. Proses pengolahan teh menggunakan sistem orthodox rotorvane.
Produk teh yang dihasilkan merupakan produk teh kualitas ekspor, sehingga
pengawasan disetiap proses pengolahannya sangat diperhatikan.
Kerja praktek memberikan manfaat serta pembelajaran mengenai yang terjadi pada
dunia kerja, sehingga diperoleh pengalaman praktek di lapangan selain teori yang
didapatkan selama proses perkuliahan. Kerja praktek bertujuan untuk melengkapi serta
mengaplikasikan berbagai teori yang telah diperoleh selama proses perkuliahan, serta
mempersiapkan para mahasiswa untuk siap masuk kedalam dunia kerja usai menempuh
jalur pendidikan. Oleh karena itu penulis memilih tempat kerja praktek di PT
Perkebunan Nusantara IX khususnya pada Pabrik Teh Kebun Jolotigo Pekalongan, Jawa
Tengah, guna mengetahui langkah–langkah proses produk teh hitam yang dilakukan
khususnya pada bagian penggilingan dan oksidasi enzimatis.
Tujuan dari dilakukannya Kerja Praktek pada PT Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh
Kebun Jolotigo Pekalongan, Jawa Tengah adalah :
Mengetahui dan mempelajari secara langsung proses produksi teh hitam (Camelia
sinensis L.)
Mengetahui proses pengawasan mutu dalam pembuatan teh hitam.
Menerapkan teori secara nyata yang didapatkan selama perkuliahan pada lapangan.
Menambah wawasan terutama yang berhubungan dengan bidang pangan dan
bagaimana sebuah sistem dalam industri dijalankan.
Mendapatkan gambaran mengenai dunia kerja di industri pangan.
Mengetahui berbagai permasalahan yang timbul di lapangan dan memberikan
solusi atas permasalahan tersebut.
3
Kerja praktek yang dilakukan menerapkan metode dengan cara mengamati langsung
kegiatan para pekerja yang dilakukan selama di perkebunan maupun di pabrik, diskusi
dengan pembimbing lapangan dan pembimbing akademik terkait denan topik laporan,
wawancara, dan melalui studi pustaka yang memiliki keterkaitan dengan kerja praktek.
Kegiatan yang telah dilakukan selama melakukan kerja praktek diantaranya:
Orientasi pabrik, tenaga kerja yang bertugas, dan mandor tiap divisi produksi teh
hitam.
Pengantar resmi perusahaan berkaitan dengan tata tertib dan hal–hal yang berkaitan
dengan kerja praktek.
Pengamatan langsung pada tiap–tiap tahap pembibitan dan pemetikan pucuk daun
teh.
Pengamatan langsung pada tiap–tiap tahap produksi teh hitam.
Wawancara dengan para mandor tiap divisi produksi teh hitam mengenai informasi
terkait produksi teh hitam.
Dokumentasi mesin dan data pendukung untuk mendukung penulisan laporan.
Studi pustaka dengan cara pengumpulan literatur–literatur terkait untuk melengkapi
data yang diperoleh selama melakukan kerja praktek.
2. PROFIL PERUSAHAAN
Perkebunan Jolotigo pada awalnya adalah merupakan penggabungan dari 2 unit kebun
bekas kepemilikian sebuah kongsi NV Belanda, yang terdiri atas :
Nama Kebun: Jolotigo
Nama Pemilik: NV. Watering Loebber
Lokasi:
- Kecamatan Talun: 482,75 Ha
- Kecamatan Doro: 139,68 Ha
- Jumlah Luas: 622,43 Ha
Wilayah: Kabupaten Pekalongan
Perkebunan Jolotigo pertama kali didirikan pada tahun 1875 oleh Johanes van Hall,
dengan budidaya tanaman kopi, karet, teh, dan kina. Perkebunan Jolotigo dikelola oleh
pemerintahan Belanda hingga tahun 1942. Pada waktu Belanda dipukul mundur oleh
Jepang pada tahun 1942–1947 Perkebunan Jolotigo mulai dikelola oleh pemerintah
Jepang hingga Jepang kalah perang dengan sekutu pengelolaan Kebun Jolotigo diambil
kembali oleh pemerintahan Belanda. Hal ini tidak lama hingga tahun 1957 pengelolaan
Kebun Jolotigo diambil Pemerintah Republik Indonesia yang dikenal dengan istilah
4
5
PT Perkebunan Nusantara IX Kebun Jolotigo merupakan salah satu kebun yang dimiliki
oleh PT Perkebunan Nusantara IX yang merupakan kebun hasil pemisahan dengan
Kebun Blimbing. Logo PT Perkebunan Nusantara dpat dilihat pada Gambar 1. Identitas
dari PT Perkebunan Nusantara IX Kebun Jolotigo adalah:
1. Nama Perusahaan: PT Perkebunan Nusantara IX
2. Status Perusahaan: BUMN
3. Alamat Perusahaan:
Pusat: Jln. Mugas Dalam (Atas) Semarang
No. Telp. 024 - 8414635
No. Fax. 024 - 8415408
Perwakilan/Kebun: Jolotigo
No. Telp. 0851 – 0093 – 9070
6
Letak geografis Kebun Jolotigo terletak di dua daerah Kabupaten yaitu Kabupaten
Pekalongan dan Kabupaten Batang Provinsi Jawa Tengah. Kebun Jolotigo memiliki tiga
kebun yang terdiri atas Afdeling Udoro, Afdeling Selatan, Afdeling Tombo dan
Wonodadi yang satu sama lain letaknya terpencar dan berpusat di Jolotigo sebagai
Emplasmen induk. Denah lokasi pabrik dan emplasmen PT Perkebunan Nusantara
Kebun Jolotigo dapat dilihat di Lampiran 1.
a. Afdeling Udoro
Afdeling Udoro memiliki luas sebesar 349,62 Ha dengan komoditi utama berupa
karet. Afdeling ini terletak ke dalam empat desa, yaitu Desa Jolotigo, Desa Mesoyi,
Desa Dowomangun Kecamatan Talun, serta Desa Doro Kecamatan Doro. Afdeling
Udoro terletak pada ketinggian 200-600 dpl, dengan keadaan kondisi lahan landai
sampai bergelombang/berbukit.Afdeling Udoro memiliki tanah berjenis latosol dan
andosol, bertekstur lempung, berbatu, daya sanggah tanah terhadap air rendah
sehingga pada musim hujan cepat jenuh dan lengket, dan bila musim kemarau cepat
kering dan tanah pecah.Tipe iklim Afdeling Udoro adalah tipe B mengarah ke C
(menurut Teori Smith Verguson) dengan kesuburan tanah sedang. Peta lokasi
Afdeling Udoro dapat dilihat pada Lampiran 2.
b. Afdeling Selatan
Afdeling Selatan memiliki luas sebesar 272,81 Ha dengan komidi utama berupa teh.
Afdeling ini terletak ke dalam dua desa yaitu Desa Jolotigo dan Desa Sengare
8
c. Afdeling Tombo/Wonodadi
Afdeling Tombo/Wonodadi memiliki luas sebesar 529,44 Ha dengan komoditi
utama berupa teh dan karet. Afdeling ini terletak ke dalam empat desa yaitu Desa
Tombo, Desa Wonomerto, Desa Wonodadi, dan Desa Pesalakan Kecamatan
Bandar.Afdeling Tombo dan Wonodadi berjarak sekitar 35 km dari Ibukota
Kabupaten Batang.Afdeling Tombo/Wonodadi terletak pada ketinggian 400-1.250
dpl, dengan kondisi lahan landai dan berbukit terjal.Afdeling Tombo/Wonodadi
memiliki tanah dengan jenis latosol dan andosol yang bertekstur lempung, berbatu,
daya sanggah terhadap air rendah sehingga pada musim hujan cepat jenuh dan
lengket, dan bila musim kemarau cepat kering dan tanah pecah.Tipe iklim Afdeling
Tombo/Wonodadi adalah tipe B (menurut Teori Smith Verguson) dengan
kesuburan tanah sedang. Peta lokasi AfdelingTombo/Wonodadi dapat dilihat pada
Lampiran 4.
2.3. Ketenagakerjaan
Tenaga kerja pada PT Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh Kebun Jolotigo terdiri dari
tiga jenis karyawan yaitu karyawan tetap, karyawan tidak tetap, dan karyawan honorair.
Karyawan tetap meliputi pimpinan, karyawan staf (pelaksana dan pembantu pelaksana).
Karyawan tidak tetap terdiri dari karyawan harian (borong) yaitu borong tetap (misalnya
pemetik) dan borong lepas (misalnya pengangkut kayu), dan terakhir karyawan honor
seperti sopir. Tenaga Kerja/Karyawan yang bekerja di PT Perkebunan Nusantara IX
9
Pabrik Teh Kebun Jolotigo secara keseluruhan berjumlah 515 orang yang terdiri atas 8
orang karyawan pimpinan, 58 karyawan pelaksana, 82 karyawan pembantu pelaksana,
273 karyawan harian lepas teratur (HLT), 93 karyawan harian lepas skill (HLS), dan 1
karyawan honor. Sebagian besar merupakan masyarakat sekitar lokasi kebun maupun di
sekitar Desa Jolotigo.
Sistem kompensasi ditujukan untuk memberikan timbal balik atas kinerja yang telah
diberikan tenaga kerja bagi perusahaan. Sistem kompensasi bermanfaat dalam menjaga
eksistensi tenaga kerja agar tenaga kerja tidak keluar dari perusahaan. Penentuan sistem
kompensasi harus sesuai dengan Upah Minimum Regional (UMR) dan kesesuaian
dengan anggaran biaya perusahaan. Terdapat perbedaan besar kompensasi antar satu
pekerja dengan pekerjaan lain dikarenakan faktor–faktor yang mempengaruhi antara
lain posisi atau jabatan, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan.
a. Gaji
Gaji merupakan kompensasi yang diberikan untuk tiap bulannya dan dibayar pada
akhir bulan yang terdiri dari gaji pokok dan tunjangan. Biasanya yang mendapatkan
gaji ini adalah tenaga kerja bulanan (karyawan tetap) dan karyawan honorair yang
ditetapkan oleh direksi dengan besar gaji berdasarkan suratkeputusan dari Direksi
dengan disesuaikan terhadap jabatan dan karyawan golongan masing-masing.
b. Upah Borongan
Upah borongan dibayarkan tiap dua minggu sekali. Upah ini diberikan kepada
tenaga kerja borongan tetap maupun lepas sesuai produktivitas masing–masing
tenaga kerja, seperti tenaga kerja pemetik, pemotong kayu, dan penyemprot
tanaman.
10
6. Tunjangan Kompensasi
Kepada karyawan yang tidak dapat naik golongan karena strata maupun Masa
Kerja Golongan (MKG) dalam strata tertentu kepadanya diberikan tunjangan
kompensasi yang diatur dan ditetapkan oleh perusahaan.
7. Tunjangan Hari Raya
Tunjangan yang diberikan kepada seluruh karyawan tanpa terkecuali.Besarnya
THR adalah minimal satu bulan gaji disesuaikan dengan golongannya masing –
masing.
8. Jaminan Hari Tua (JHT)
Jaminan Hari Tuamerupakan suatu program yang ditujukan sebagai pengganti
terputusnya penghasilan tenaga kerja dikarenakan meninggal dunia, cacat, atau
umur yang mencapai 56 tahun. Program ini dilaksanakan dengan sistem tabungan
hari tua. JHT memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan pada
saat tenaga kerja mencapai usia 56 tahun atau telah memenuhi persyaratan tertentu.
Iuran program JHT ditanggung 3,7% oleh perusahaan dan 2% ditanggung oleh
tenaga kerja.
Selain tunjangan kerja (1 sd. 8), PT Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh Kebun
Jolotigo juga menyediakan beberapa fasilitas guna meningkatkan produktivitas para
karyawan serta kesejahteraan keluarga karyawan antara lain:
1. Penyediaan sarana perumahan untuk karyawan pendatang yang belum memiliki
rumah.
2. Penyediaan sarana peribadatan berupa Masjid serta koperasi dan sarana olahraga.
3. Penyediaan listrik dan air.
4. Pemberian pakaian kerja 1 setel per tahun sesuai dengan kondisi perusahaan.
5. Santunan kematian, apabila ada karyawan dan keluarganya meninggal.
6. Transportasi bagi karyawan dan keluarga berupa truk dan mobil jeep untuk
mengantar dan menjemput anak sekolah.
12
pihak perusahaan juga melakukan studi banding di perusahaan lain dan selanjutnya
pengetahuan yang diperoleh diterapkan pada PT Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh
Kebun Jolotigo.
Sistem pemasaran yang ada di PT Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh Kebun Jolotigo
menggunakan sistem lelang dan sistem order. Pabrik mendistribusikan produk ke
gedung PT Perkebunan Nusantara IX pusat yaitu di Pelabuhan Tanjung Mas Semarang.
Kemudian produk didistribusikan lewat distributor Kantor Pemasaran Bersama (KPB)
yang berlokasi di Jakarta.PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara merupakan satu-
satunya perusahaan yang melaksanakan penjualan komoditas perkebunan seperti
minyak sawit mentah, karet, teh, kopi, kakao, dan tetes melalui sistem lelang. Kantor
KPB merupakan tempat berkumpulnya penjualan dalam hal ini PT Perkebunan
14
Nusantara penghasil komoditas teh seluruh Indonesia dan pembeli baik perusahaan
asing maupun lokal.
Produk yang telah disepakati antara kedua belah pihak selanjutnya dikirim ke gudang
PT Perkebunan Nusantara yang berada di Pelabuhan Tanjung Priok untuk kemudian
dikirim ke perusahaan yang dituju. Produk mutu III dijual ke perusahaan lokal, yaitu
perusahaan tersebut langsung membeli ke PT Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh
Kebun Jolotigo dengan membawa surat pengantar Drop Order (DO). Perusahaan asing
yang biasa membeli untuk kualitas ekspor yaitu mutu I dan II meliputi Unilever Asia,
LELINKS, SURUCHI, BGH/C, Finly, dan Lipton.
3. SPESIFIKASI PRODUK
PT Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh Kebun Jolotigo memproduksi bubuk teh hitam
kering dengan proses pengolahan sistem orthodox rotorvane. Bubuk teh hitam mutu I
dan II pemasarannya diekspor keluar negeri. Sedangkan mutu III, untuk pemasaran
dalam negeri (lokal), perkebunan menjual dalam bentuk teh celup. Spesifikasi produk
teh hitam yang diproduksi dapat dilihat pada Tabel 1.
Mutu I
Broken Orange Pekoe (BOP) 12
Broken Orange Pekoe Fann (BOPF) 14
Pekoe Fann (PF) 18
DUST 22-60
Broken Pekoe (BP) 12/14
Broken Tea (BT) 12/14
Mutu II
Pekoe Fann II (PF II) 18
Broken Pekoe II (BP II) 12
Fanning II (FANN II) 18
DUST II 22/60
DUST III 60
Mutu III
Serat Daun (BM) Sisa
Tangkai Daun (KAWUL) Sisa
15
4. TUGAS KHUSUS : PROSES PENGOLAHAN “ ORTHODOX ROTORVANE
“ DAN OKSIDASI ENZIMATIS TEH HITAM DI PT PERKEBUNAN
NUSANTARA IX PABRIK TEH KEBUN JOLOTIGO PEKALONGAN,
JAWA TENGAH
Teh hitam merupakan teh yang membutuhkan proses fermentasi dalam proses
pengolahannya. Fermentasi dalam produksi dan pengolahan teh hitam tidak
menggunakan mikroba sebagai sumber enzim melainkan enzim fenolase yang terdapat
pada pucuk daun teh itu sendiri dan enzim tersebut akan mengoksidasi sebagian besar
katekin menjadi teaflavin dan tearubigin (senyawa antioksidan yang tidak sekuat
katekin) (Rohdiana, 2015).
Proses pengolahan teh hitam dapat dibedakan menjadi dua yaitu menggunakan sistem
orthodox dan sistem Crushing-Tearing-Curling (CTC) (Rohdiana, 2015). Sistem
orthodox sendiri dibedakan lagi menjadi dua yaitu orthodox murni dan orthodox
rotorvane, dimana yang umum digunakan di Indonesia adalah orthodox rotorvane.
Perbedaan kedua sistem orthodoxtersebut terdapat pada mesin yang digunakan, dimana
pada sistem orthodox rotorvane menggunakan mesin rotorvane pada proses
penggilingan sehingga bubuk teh hitam yang dihasilkan akan lebih halus daripada yang
dihasilkan oleh orthodoxmurni. Proses pengolahan teh hitam memerlukan proses
fermentasi yang melibatkan enzim fenolase yang terdapat didalam pucuk daun teh.
Enzim fenolase berperan dalam mengoksidasi sebagian besar katekin menjadi teaflavin
dan tearubigin.
4.2. Tujuan
Untuk mengetahui sistem produksi dan penggilingan teh hitam khususnya secara
orthodox rotorvane serta peran oksidasi enzimatis dalam pengolahan bubuk teh hitam.
16
17
4.3. Metode
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan teh hitam di PT Perkebunan Nusantara
IX Pabrik Teh Kebun Jolotigo adalah pucuk daun teh yang berjenis hibrida sinensis dan
assamika yang diperoleh dengan cara pemetikan. Pucuk daun teh yang digunakan
sebagai bahan baku secara keseluruhan berasal dari kebun sendiri dengan luas area
perkebunan teh 802,25 Ha dari dua Afdeling (Tombo-Wonodadi & Selatan). Produksi
pucuk segar yang dihasilkan setiap harinya dari kedua Afdeling mempunyai rata-rata
sebesar 10.000 kg (10 ton).
Pucuk teh dipetik pada pagi hari sekitar jam 06.00 WIB sampai selesai oleh para
pemetik dengan di bawah pengawasan mandor. Pemetikan dilakukan pada pagi hari
bertujuan untuk menjaga kualitas pucuk teh, selain itu produk teh hitam yang memiliki
kualitas yang baik berasal dari pucuk teh yang memiliki kualitas yang baik. Kualitas
pucuk teh yang baik ditandai dengan bentuknya yang tidak memar, tidak menggulung,
warnanya tidak layu, dan tidak terkena hama atau penyakit. Oleh karena itu penanganan
pucuk daun teh harus dilakukan dengan benar mulai dari kebun hingga pucuk daun teh
sampai di pabrik.
Pemetikan
Manual, Jendangan,
Menggunakan
Gunting, dan Produksi, dan
Rumus Petik
Mesin Gendesan
a b
Keterangan :
p: peko, merupakan kuncup paling ujung/atas pada tanaman teh.
m: muda, dimana hanya bagian kuncup muda saja yang dipetik.
b: burung, merupakan percabangan tangkai kuncup pada tanaman teh.
t: tua, dimana bagian kuncup tua pada tanaman teh yang dipetik.
n: nagog, merupakan pucuk yang tumbuh dari pucuk burung.
k: kepel, merupakan pucuk teh yang belum mekar.
Selain jenis petikan berdasarkan ukuran pucuknya, terdapat juga jenis petikan
berdasarkan perawatan atau pemangkasan tanaman yaitu pemetikan jendangan,
produksi, dan gendesan. Pemetikan jendangan merupakan jenis petikan yang dilakukan
apabila kurang lebih 25 % area blok yang dipangkas telah bertunas dengan ketinggian
10 sampai 15 cm dari luka pangkas. Tujuan dari pemetikan jendangan ini adalah
mengatur ketinggian tanaman teh supaya tidak terlalu tinggi untuk dilakukan pemetikan.
Sedangkan pemetikan produksi merupakan jenis yang dilakukan setelah lepas
pemetikan jendangan sampai menjelang gendesan dan pucuk yang diambil sesuai
dengan rumus petikan medium. Pemetikan gendesan merupakan pemetikan yang
dilakukan menjelang pemangkasan dengan mengambil semua pucuk yang ada.
Pucuk teh yang telah dipetik selanjutnya ditampung di dalam waring dan kemudian
dikumpulkan di Tempat Pengumpulan Hasil (TPH) untuk ditimbang memakai
timbangan gantung. Proses penimbangan pucuk yang telah dipetik dapat dilihat pada
Gambar 4. Tujuan penimbangan dilakukan supaya berat pucuk yang diperoleh tiap
20
pemetik dapat diketahui sehingga dapat ditentukan besar upah yang diterima oleh
pemetik. Setelah penimbangan selesai, pucuk teh dimasukkan kedalam truk untuk
diangkut menuju pabrik. Truk pengangkut dilengkapi dengan penutup dari terpal supaya
pucuk terhindar dari sinar matahari langsung sehingga pucuk tidak kering atau
berwarna merah kecoklatan. Selain itu terpal juga melindungi pucuk daun teh dari cuaca
hujan sehingga pucuk tidak mengalami basah.
Tungku
Heater
Gambar 5. Diagram Alir Proses Produksi Teh Hitam di PT. Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh Kebun Jolotigo
22
a. Penerimaan Pucuk
Penerimaan pucuk merupakan proses awal yang dilakukan setelah pemetikan daun
teh yang ada di perkebunan diangkut menuju pabrik dengan menggunakan truk.
Waktu penerimaan pucuk biasanya berlangsung pukul 13.00 sampai selesai.
Biasanya truk melintasi kebun per mandor untuk mengambil hasil petikan yang
telah ditumpuk oleh para pemetik. Pucuk daun teh yang telah dipetik sebelum
diangkut kedalam truk menuju pabrik harus dimasukan ke dalam waring yang
berbentuk jaring-jaring yang berkapasitas 18-25 kg. Truk dapat mengangkut hingga
90-100 waring atau total kapasitas 2,5 ton. Penerimaan pucuk diawali dengan
menimbang berat total truk pada jembatan timbang. Selanjutnya, muatan pucuk
daun teh yang telah dipetik diturunkan pada Withering Trough. Kemudian, truk
yang telah kosong ditimbang untuk dihitung beratnya beserta waring kosong yang
digunakan. Setiap nilai yang didapat lalu dimasukan pada rumus untuk dihitung
nilai produksi berat basah yang diperoleh. Metode penerimaan pucuk di PT
Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh Kebun Jolotigo dapat dilihat pada Gambar 6.
Setelah seluruh waring diambil, muatan truk ditutup menggunakan terpal supaya
pucuk yang telah dipetik didalam truk terlindungi dari hujan dan sinar matahari.
Sebelum memasuki pabrik, truk ditimbang terlebih dahulu dengan menggunakan
jembatan timbang untuk diketahui berat kotor (bruto) muatan. Alat ukur jembatan
timbang yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 7 (a dan b).
a b
Gambar 7.Alat Jembatan Timbang Untuk Menimbang Berat Truk dan Sampel (a)
dan Saat Penimbangan Truk dan Sampel di atas Jembatan Timbang (b).
Waring tidak boleh dibanting ke lantai karena dapat menyebabkan petikan daun teh
menjadi memar. Isi waring kemudian diletakan ke dalam Withering Trough secara
merata dengan ketebalan hamparan 30 cm dan diletakan dengan cara berlawanan
24
arah dengan kipas Withering Trough. Petikan daun teh yang tercecer di lantai harus
segera dibersihkan dan dimasukkan ke dalam WitheringTrough. Setelah seluruh
muatan diturunkan, truk yang sudah kosong ditimbang lagi untuk diketahui berat
kosongnya. Lalu, waring yang digunakan untuk memuat hasil petikan dikumpulkan
untuk ditimbang. Setelah itu didapatkan berat bersih hasil petikan atau produsi
basah. Nilai produksi basah dapat diketahui melalui rumus:
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝐵𝑎𝑠𝑎ℎ
= ( 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑟𝑢𝑘 𝑑𝑎𝑛 𝑀𝑢𝑎𝑡𝑎𝑛 ) − ( 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑟𝑢𝑘 𝐾𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔 )
− ( 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑊𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 )
Kegiatan penerimaan pucuk ini dilakukan oleh mandor penerima pucuk dan
segenap karyawan yang bertugas.
b. Analisa Pucuk
Hasil petikan yang telah diterima kemudian dilakukan analisa untuk:
1. Menentukan target produksi mutu 1 melalui nilai Mutu Standart (MS) yang
dihasilkan.
2. Menentukan upah para pemetik tiap kemandoran melalui nilai Mutu Standart
(MS) yang dihasilkan.
3. Menentukan hasil petikan apakah halus (MS > 60 %), medium (MS 55 – 60%),
atau kasar ( MS < 55 % ) berdasarkan nilai MS yang dihasilkan
Kegiatan analisa pucuk diawali dengan mengambil sampel petikan daun teh
sepanjang Withering Trough secara acak sebanyak 1 kg. Pengambilan sampel
petikan daun teh tidak boleh hanya mengambil petikan daun teh dipermukaan
Withering Trough melainkan dari dalam atau dasar hamparan Withering Trough.
Selanjutnya, dari 1 kg sampel yang diambil diacak dan diambil sebanyak 200 gram
untuk dianalisa.
25
Analisa dilakukan dengan cara mengelompokkan daun ke dalam tiap kategori yang
terdapat dalam kotak analisayang dapat dilihat pada Gambar 9. Adapun tiap
kategori dalam kotak analisa meliputi Pucuk Muda, Pucuk Tua, Lembar Muda,
Lembar Tua, Rusak Muda, Rusak Tua, Tangkai, dan Daun Berpenyakit dapat
dilihat pada Tabel 2.
1 2 3 4
5 6 7 8
Keterangan:
1: Pucuk Muda 5: Pucuk Tua
2: Rusak Muda 6: Rusak Tua
3: Pucuk Tua 7: Lembar Tua
4: Hama dan Penyakit 8: Tangkai
Setelah itu, daun-daun muda (pucuk muda, lembar muda, rusak muda) ditimbang
terlebih dahulu dengan timbangan dan dicatat jumlahnya. Lalu, dimasukkan daun,
pucuk, dan tangkai lain ke dalam timbangan untuk didapatkan berat totalnya.
Setelah itu dilakukan perhitungan nilai Mutu Standart (MS). Adapaun rumus
analisa pucuk untuk mendapatkan nilai adalah:
𝐿𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑇𝑢𝑎
= 𝑃𝑢𝑐𝑢𝑘 𝑀𝑢𝑑𝑎 + 𝑃𝑢𝑐𝑢𝑘 𝑇𝑢𝑎 + 𝑇𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑖 + 𝑅𝑢𝑠𝑎𝑘 𝑀𝑢𝑑𝑎
+ 𝑅𝑢𝑠𝑎𝑘 𝑇𝑢𝑎 + 𝐿𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑀𝑢𝑑𝑎 + 𝑇𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑖 − 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒 ( 200 )
Nilai mutu standart yang dihasilkan ini berguna bagi pabrik apakah pucuk yang
diterima dari kebun berupa pucuk halus, medium, atau kasar. Selain itu, nilai MS
yang dihasilkan akan dijadikan acuan target produksi mutu 1 teh hitam dengan
penambahan nilai 10 % dari nilai mutu standart yang dihasilkan. Kegiatan analisa
pucuk dilakukan oleh seorang petugas analisa pucuk, dimana dapat dilihat pada
Gambar 10.
c. Pelayuan Pucuk
Pelayuan pucuk akan berlangsung setelah seluruh pucuk dari kebun diterima dan
selesai dianalisa. Proses pelayuan pucuk biasanya memakan waktu 10-17 jam
bergantung juga dari kondisi pucuk yang diterima, dan cuaca disekitar pabrik.
Tujuan dari pelayuan pucuk ini adalah menurunkan kadar air pucuk yang diterima
hingga berkisar 49-50 % dan membuat daun menjadi elastis sehingga memudahkan
proses penggilingan (bentuk daun menjadi keriting, tidak pecah, dan pipih). Pada
proses pelayuan ini juga terjadi fermentasi tahap awal sehingga dapat memperoleh
hasil akhir yang baik. Proses pelayuan ini menggunakan aliran udara biasa atau
udara segar yang dialirkan dengan memakai fan dan udara panas yang berasal dari
heater, lalu dialirkan dengan fan ke bawah Withering Trough. Metode proses
pelayuan pucuk dapat dilihat pada Gambar 11.
Pembalikan Hamparan
Penimbangan Keranjang
Dalam proses pelayuan, Withering Trough memiliki kapasitas 1,5 ton dalam
menampung pucuk daun teh. Proses pelayuan pucuk dapat dimulai setelah trough
sudah terisi penuh dengan pucuk teh, dimana dapat dilihat pada Gambar 12a. Udara
panas dapat digunakan untuk proses pelayuan saat selisih suhu dry dan wet kurang
dari 4°C, dan biasanya udara panas dialirkan selama 4-6 jam bergantung dari
keadaan cuaca saat pelayuan. Udara panas ini berasal dari heater yang dapat dilihat
pada Gambar 12b. Suhu udara panas yang mengalir dibawah trough harus
berkisarantara 25-30°C dan harus digunakan seminimal mungkin apabila cuaca
kering.
a b
Gambar 12. Pucuk yang Dihamparkan pada Withering Trough (a) dan
Heater yang Digunakan pada Proses Pelayuan (b)
Udara yang dialirkan juga tidak boleh mengandung asap debu dan kotoran lainnya.
Pada proses pelayuan pucuk, dilakukan pembalikan hamparan daun setiap 3 jam
sekali dan pembalikan dilakukan dari barat ke timur through. Pembalikan hamparan
daun juga harus melihat kondisi bagian bawah hamparan apakah sudah layu atau
belum. Pada saat pembalikan hamparan daun, daun yang tercecer dibawah through
harus segera dibersihkan. Pembalikan hamparan ini bertujuan supaya proses
pelayuan pucuk dapat terjadi secara merata terhadap seluruh pucuk dan proses
pelayuan dapat terjadi secara optimal sehingga dapat menghasilkan teh dengan
mutu dan kualitas yang baik.
29
Pucuk yang belum layu dengan baik akan menganggu proses penggilingan dan
fermentasi karena daun yang masih basah menyebabkan udara yang masuk untuk
mengoksidasi zat-zat yang dioksidasi menjadi terhambat sehingga proses pelayuan
adalah proses yang paling menentukan hasil akhir. Oleh karena itu, pucuk yang
sudah layu dengan baik akan menghasilkan hasil fermentasi yang baik. Selain itu,
pelayuan yang baik juga tergantung dari mutu petikan dan kondisi pucuk. Beberapa
faktor yang mempengaruhi proses pelayuan diantaranya adalah adanya pucuk yang
rusak, kondisi pucuk saat datang, tipe daun pucuk teh, lama waktu pelayuan,
ketebalan hamparan dalam trough, dan keadaan udara. Jika ada pucuk yang rusak
30
dan basah didalam trough selama proses pelayuan dapat menyebabkan penurunan
kualitas. Tipe daun pucuk teh akan mempengaruhi lama waktu pelayuan yang
dibutuhkan. Semakin banyak pucuk daun muda maka proses pelayuan akan lebih
cepat daripada pucuk daun tua. Hal ini disebabkan karena kandungan air pada
pucuk daun tua terletak pada tulang daun sehingga lebih sulit dilayukan.Selain itu,
kondisi udara sekitar juga mempengaruhi lama waktu pelayuan pucuk.
Jika cuaca sedang hujan disekitar pabrik maka proses pelayuan akan semakin lama,
sehingga saat musim hujan digunakan heater untuk proses pelayuan. Setelah proses
pelayuan selesai dan hasil analisa kadar air menunjukkan persentase layu yang
diharapkan yaitu 49-50%, maka pucuk-pucuk daun didalam Trough dapat
dimasukkan ke dalam waring dan dinaikkan ke conveyor untuk dimasukkan ke
Open Top Roller (OTR), sebagai awal proses fermentasi. Pada proses pelayuan
dilaksanakan oleh mandor pelayuan dan karyawan yang bertugas.
Saat proses penggilingan pucuk dan enzimatis berlangsung, kondisi ruang kerja saat
beroperasi harus memiliki suhu berkisar 19-30°C dengan kelembapan 80-95%.
Oleh karena itu, ruang kerja disini dilengkapi dengan thermohygrometer untuk
mengetahui kisaran nilai suhu dan kelembapan dan humidifier untuk mengatur
31
tingkat kelembapan ruang kerja. Proses penggilingan dilaksanakan pada pagi hari
dikarenakan suhu dan kelembapan udara masih terjaga dan karakter teh hitam
akansemakin bagus apabila penggilingan dilakukan pagi hari. Secara singkatnya,
proses penggilingan melibatkan empat mesin yang digunakan yaitu: Open Top
Roller(OTR), Press Cup Roller (PCR), Rotary Roll Breaker (RRB), dan Rotorvane
(RV). Bubuk basah dihasilkan dari tiap proses pengayakan pada mesin RRB,
dimana pada proses penggilingan dan sortasi basah dihasilkan lima bubuk berbeda
yaitu: bubuk 1, bubuk 2, bubuk 3, bubuk 4, dan badag. Metode penggilingan pucuk
dan sortasi basah ini dapat dilihat pada Gambar 14.
Keterangan :
OTR = Open Top
Roller
PCR = Press Cup
Roller
RV = Rotorvane
RRB = Rotary Roll
Breaker
Proses penggilingan atau pengolahan basah diawali dengan menimbang pucuk layu
sesuai dengan kapasitas yaitu sebesar 350-375 kg. Setelah dilakukan penimbangan,
pucuk layu dimasukkan ke dalam mesin Open Top Roller (OTR). Mesin OTR dapat
32
dilihat pada Gambar 15. Fungsi dari mesin OTR ini adalah untuk menggulung
pucuk sehingga pucuk akan terperas, terpotong, dan tergulung.
Pucuk layu akan mengalami penggilingan di mesin OTR selama 50 menit. Setelah
mengalami penggilingan di mesin OTR, pucuk yang telah menjadi bubuk basah lalu
diayak dengan mesin Rotary Roll Breaker 1 ( RRB ) dengan ukuran mesh 6, 6, 7.
Mesin RRB dapat dilihat pada Gambar 16(a). Pada proses pengayakan, bubuk
basah yang lolos mesh 6, 6, 7 disebut dengan bubuk 1, sedangkan bubuk basah
yang tidak lolos meshakan diolah pada mesin penggilingan selanjutnya. Bubuk
yang tidak lolos ini kemudian dipotong di mesin Press Cup Roller (PCR) (Gambar
16.b) dan digiling selama 30 menit.Fungsi dari mesin PCR ini adalah untuk
memperkecil partikel teh serta memunculkan aroma dan rasa dari bubuk teh.
a b
Gambar 16.Mesin Rotary Roll Breaker (a); dan Mesin Press Cup Roller (b)
33
Penggunaan mesin PCR dapat digantikan dengan mesin Rotorvane (RV) apabila
mesin PCR mengalami kerusakan (Gambar 17). Setelah proses pengecilan ukuran
bubuk teh selesai dengan mesin PCR atau RV, bubuk teh kemudian diayak dengan
mesin RRB 2 yang akan menghasilkan bubuk 2, dimana bubuk 2 ini merupakan
bubuk yang lolos dari mesh 6, 6, 7 sedangkan bubuk yang tidak lolos mesh akan
masuk ke mesin RV untuk dikecilkan ukurannya kembali.
Bubuk yang telah diperkecil kemudian diayak kembali dengan mesin RRB 3 untuk
menghasilkan bubuk 3. Bubuk 3 ini merupakan bubuk yang lolos mesh 6, 6, 7 dari
mesin RRB 3, sedangkan bubuk yang tidak lolos mesh akan dikecilkan kembali
ukurannya dengan mesin RV. Bubuk yang telah dikecilkan akan mengalami proses
ayakan akhir di mesin RRB 4. Di RRB 4, bubuk yang lolos mesh 6, 6, 7 disebut
dengan bubuk 4 sedangkan bubuk yang tidak lolos mesh disebut badag. Seluruh
bubuk yang dihasilkan mulai dari bubuk 1, 2, 3, 4, dan badag ini lalu ditempatkan
di baki fermentasidan disusun rapi pada rak fermentasi untuk dilanjutkan ke proses
oksidasi enzimatis (Gambar 18a & b). Penempatan bubuk pada baki fermentasi
haruslah memiliki ketebalan antara 3-12 cm.Proses penggilingan dilaksanakan oleh
karyawan yang bertugas dibawah pengawasan mandor penggilingan.
a b
Dimasukkan pada
mesin pengering
Proses pengeringan menggunakan udara panas yang berasal dari udara panas yang
dihasilkan dari pembakaran kayu kering didalam tungku pada Gambar 20.Saat api
membakar kayu maka energi panas yang dihasilkan akan memanaskan pamphlet-
pamphlet besi dan panas tersebut akan dialirkan ke mesin pengering sebagai
sumber panas. Suhu inlet mesin harus terjaga pada kisaran 90-100°C dan suhu
outletnya harus berkisar 40-55°C. Lama proses pengeringan juga berkisar 24-30
menit. Asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu didalam tungku tidak boleh ikut
35
masuk kedalam alat pengering sehingga asap harus dialirkan keluar. Asap yang
masuk kedalam mesin pengering akan menghasilkan teh dengan aroma smoky.
Gambar 20. Petugas Membakar Kayu sebagai Sumber Panas pada Heater.
a b
Pengaturan skala ini digunakan karena setiap bubuk basah yang dihasilkan dari
proses penggilingan memiliki ukuran yang berbeda-beda. Selain itu, penggunaan
skala juga bertujuan untuk menghasilkan bubuk dengan kadar air yang tepat dan
sesuai. Pada nyatanya di lapangan, penggunaan mesin pengering tidak selalu bubuk
1, 2, dan 3 dikeringkan dalam mesin pengering secara bersamaan pada mesin
pengering yang sama. Tahap pengeringan dapat dilakukan pada bubuk 1 dan
badag.Hal ini dilakukan bergantung dari bubuk teh yang dihasilkan yang berasal
dari pucuk yang dipetik. Proses pengeringan dimulai setelah proses fermentasi
selesai, dengan keadaan bubuk teh pada baki fermentasi bersuhu 28-30°C. Bubuk 1,
2, 3, 4, dan badag yang merupakan bubuk hasil fermentasi pada pengeringan harus
dikeringkan secara satu-persatu dan tidak boleh dicampurkan. Hasil dari proses
pengeringan juga dipisahkan yaitu hasil pengeringan bubuk 1, 2, dan 3 masuk ke
hopper 1 dan bubuk 4, dan badag masuk ke hopper 2. Pembedaan hopper ini
bertujuan untuk memudahkan proses sortasi kering pada tahap selanjutnya. Selain
itu, setiap seri dari hasil masing-masing bubuk setelah pengeringan diambil sampel
secara acak untuk diukur kandungan airnya didalam laboratorium.
Proses sortasi dilakukan sebanyak 2 tahap. Pada tahap pertama, sortasi dilakukan
untuk menghasilkan bubuk teh mutu I. Sedangkan, pada tahap kedua sortasi
37
dilakukan untuk menghasilkan bubuk teh mutu II. Pada proses sortasi di PT
Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh Kebun Jolotigo, dilakukan pada tiga lane
yang memiliki fungsi sortasi yang berbeda. Lane pertama digunakan untuk
mensortasi bubuk teh I, II, dan III. Lane kedua digunakan untuk mensrotasi bubuk
teh IV, dan badag karena ukuran bubuk tehnya lebih besar daripada bubuk teh pada
lane I. Sedangkan, lane III digunakan untuk menyempurnakan bubuk hasil sortasi
pada lane I dan lane II. Dalam proses penyempurnaan bubuk teh pula, biasa
dilakukan lebih dari sekali bahkan lebih supaya didapatkan bubuk yang semakin
murni dan bebas kontaminasi fisik: seperti adanya batu, serpihan kaca, dan lain
lain. Semakin banyak proses pemurnian bubuk pada lane III dilakukan, maka
bubuk teh yang disortasi yang dihasilkan akan semakin murni. Skema proses sortasi
dapat dilihat pada Gambar 23.
38
Keterangan :
: Mesin Sortasi
: Bubuk Teh
: Alur Proses
Proses sortasi melibatkan bubuk teh yang telah tertampung pada hopper 1 dan
hopper 2. (Gambar 24 a & b).
a b
Pada hopper 1 yang berisi bubuk teh 1, 2, dan 3 dari hasil proses pengeringan
dilakukan sortasi terlebih dahulu. Bubuk teh 1, 2, dan 3 dari hopper mula-mula
diproses dalam mesin bubble tray pada Gambar 25a. Partikel yang berukuran
kecil/halus akan lolos dalam mesin bubble tray, sedangkan partikel yang berukuran
besar/kasar akan keluar sebagai hasil samping. Bubuk yang lolos mesin bubble tray
lalu akan melewati mesin vibro blank/vibro screenpada Gambar 25b. Partikel yang
berukuran besar dan kasar seperti tangkai atau serat daun akan tertangkap sehingga
partikel yang berukuran kecil dan halus akan lolos dari mesin vibro blank/vibro
screen. Partikel besar dan kasar yang tertangkap tadi akan keluar sebagai hasil
samping, sedangkan partikel yang lolos akan masuk pada mesin drug roll yang
dapat dilihat pada Gambar 25c.
40
a b c
Gambar 25. Mesin Bubble Tray (a); Mesin Vibro Blank/Vibro Screen (b); dan
Mesin Drug Roll (c)
Di mesin drug roll, partikel digilas dengan tabung besi sehingga ukuran partikel
diperkecil kembali. Setelah partikel diperkecil di mesin drug roll, bubuk teh akan
melewati mesin mini picker pada Gambar 26(a),dimana bubuk teh dipisahkan
dengan serat atau tangkai daun yang kasar dan besar yang lolos dari mesin vibro
screen. Kemudian, bubuk masuk ke dalam mesin chota shifter pada Gambar 26(b).
a b
Gambar 26. Mesin Mini Picker (a); dan Mesin Chota Shifter (b)
Di dalam mesin chota shifter terdapat 5 mesh dengan ukuran yang berbeda – beda
(12, 14, 18, 24, dan 60), dimana bubuk teh akan melewati setiap mesh tersebut dan
bubuk yang tertahan di setiap mesh akan dihasilkan bubuk yang sudah
dikategorikan oleh PT Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh Kebun Jolotigo.
Bubuk teh yang tertahan di mesh 12 akan kembali dikecilkan kembali ukurannya di
mesin drug roll. Bubuk teh yang lolos di mesh 12 dan tertahan di mesh 14 akan
keluar menjadi bubuk teh BOP/BP. Bubuk teh yang lolos di mesh 14 dan tertahan
di mesh 18 akan keluar menjadi bubuk teh BOPF/BT. Bubuk teh yang lolos di mesh
18 dan tertahan di mesh 24 akan keluar menjadi bubuk teh PF. Bubuk teh yang
41
lolos di mesh 24 dan tertahan di mesh 60 akan keluar menjadi bubuk teh DUST,
sedangkan bubuk teh yang lolos mesh 60 akan keluar menjadi debu teh dan
digunakan sebagai campuran pada bubuk teh mutu II. Proses sortasi ini merupakan
bagian dari alur pertama. Pada alur kedua, hasil bubuk teh dari alur pertama
kembali disortasi dengan tujuan mendapatkan bubuk teh dengan kemurnian tinggi
sebelum bubuk teh masuk ke dalam mesin winnower pada Gambar 27. Setelah
proses sortasi pada alur kedua selesai, bubuk teh masuk ke dalam mesin winnower
untuk dipisahkan berdasarkan berat jenisnya dan membersihkan bubuk teh dari
pengotor seperti kerikil dan lain – lain.
Selanjutnya, bubuk teh dalam hopper 2 akan masuk dalam proses sortasi. Yang
membedakan adalah pada bubuk teh di hopper 2, bubuk teh harus diperkecil dahulu
dengan mesin drug roll dikarenakan ukuran bubuk teh yang lebih besar dan kasar
daripada bubuk teh di hopper 1 sebelum dilakukan proses sortasi yang sama pada
tahap sebelumnya. Hasil samping yang dihasilkan pada proses sortasi akan
dikecilkan dengan mesin crusher (Gambar 28)untuk disortasi kembali dengan
proses yang sama seperti pada alur pertama dan alur kedua sortasi. Hasil sortasi
yang dihasilkan dari bubuk teh hasil samping ini merupakan bubuk teh mutu II,
sedangkan hasil samping dari bubuk teh mutu II, dimana bubuk yang keluar atau
tidak lolos dari mesin bubble tray dan vibro blank/vibro screen akan menjadi bubuk
teh mutu III.
42
Ditampung dengan
Tea Bulker
Pengemasan oleh
petugas
Penimbangan
kemasan beserta isi.
Gambar 29. Diagram Alir Proses Pengepakan
43
a b
Gambar 30. Pengemasan Produk Ekspor (a); dan Pengemasan Produk Lokal (b)
Proses pengepakan dimulai saat bubuk teh yang sudah disortasi dan masuk ke
dalam peti miring dan jumlahnya sudah mencukupi untuk mengisi 1 chop (20
papersack). Bubuk teh tersebut dikeluarkan dari peti miring melalui conveyor dan
masuk kedalam tea bulker untuk dilakukan pencampuran dalam 1 jenis teh.Didalam
tea bulker(Gambar 31), bubuk teh kemudian dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam
papersack.
Gambar 31. Tea Bulker untuk Menampung Bubuk Teh Sebelum Di Packing
Papersack yang digunakan terdapat label, jenis teh, berat total, nomor urut, nomor
chop, dan identitas kebun serta terdapat 4 lapisan dimana lapisan dalam merupakan
lapisan aluminium foil. Tujuannya supaya produk tercegah dari peningkatan kadar
air serta tahan benturan. Setelah papersack terisi penuh, dilakukan
44
a b c
4.4. Pembahasan
Di Indonesia pengolahan teh hitam umumnya dikenal dengan tiga macam cara, yaitu
orthodox murni, orthodox rotorvane, dan Crushing, Tearing, Curling (CTC). Menurut
Setyamidjaja (2000) dalam Anggraini (2017), sistem orthodox rotorvane lebih umum
digunakan di Indonesia Ketiga proses pengolahan ini memiliki perbedaan mendasar
dalam prosesnya. Pengolahan teh hitam orthodox murni dengan orthodox rotorvane
memiliki perbedaan dalam penggunaan mesin rotorvane dalam proses penggilingan.
Sedangkan proses pengolahan CTC dilaksanakan secara otomatis dari awal sampai
akhir dengan memakai conveyor. Hasil akhir produk teh hitam yang dihasilkan dari
proses orthodox murni menghasilkan teh hitam dengan jenis leafy (daun). Pada proses
orthodox rotorvane dihasilkan teh hitam dengan jenis broken. Sedangkan pada proses
CTC menghasilkan teh hitam dengan bentuk lebih curly (keriting) dan berukuran kecil.
Menurut Setyamidjaja (2000) dalam Anggraini (2017), proses orthodox rotorvane
45
memiliki ciri-ciri dalam kebutuhan tingkat layu yang berat dimana penurunan kadar air
daun menjadi 52-58%, serta penggulungan daun yang lebih ringan daripada proses
CTC. Hasil teh hitam yang menggunakan proses pengolahan orthodox rotorvane
memiliki memiliki kualitas dan flavor yang lebih baik dibandingkan proses CTC. Proses
pengolahan teh hitam secara orthodox rotorvane menurut Rohdiana (2015) meliputi
pemetikan, pelayuan, penggilingan dan oksidasi enzimatis, pengeringan, sortasi, dan
pengepakan.
Proses pemetikan pucuk daun teh bertujuan mendapatkan bahan baku utama untuk
selanjutnya dibawa menuju pabrik untuk diolah menjadi produk teh hitam. Menurut
Anna dan Angga (2017), pemetikan juga berfungsi supaya pucuk tanaman teh dapat
memenuhi syarat-syarat pengolahan dimana tanaman mampu membentuk kondisi yang
berproduksi secara berlanjut. Aspek-aspek pemetikan yang meliputi jenis pemetikan,
jenis petikan, daun petik, areal petik, tenaga petik, dan pelaksanaan pemetikan
dipengaruhi oleh kecepatan pertumbuhan tunas baru dimana bergantung dari tebal
lapisan daun pendukung pertumbuhan tunas sebesar 15-20 cm. Selain itu, cara
pemetikan selain mempengaruhi jumlah hasil teh yang diproduksi juga sangat
menentukan mutu teh yang dihasilkannya.
pemetikan dengan alat berupa gunting maupun mesin mampu menggali potensi hasil di
lapangan secara optimal dibandingkan dengan pemetikan manual.
Pemetikan daun teh merupakan pekerjaan penting dan membutuhkan biaya serta tenaga
kerja paling banyak meskipun sistem petik dan pengelolaan pemetikan yang baik belum
banyak diketahui. Menurut Sukasman (1989) dalam Anna dan Angga (2017), pemetikan
yang baik memerlukan tenaga pemetik minimal 70% dari seluruh kebutuhan atau
mencapai 30% dari biaya produksi. Hasil produksi juga dipengaruhi oleh berbagai
faktor dalam proses pemetikan salah satunya tenaga panen. Tenaga panen memiliki
peran dalam penentuan mutu dan kualitas pucuk daun teh. Kurangnya ketelitian atau
keterampilan tenaga kerja dalam memetik pucuk teh yang berakibat pada tidak
masuknya mutu pada pabrik atau dibawah standar yaitu mutu < 50% sehingga pucuk teh
yang tidak masuk atau tidak sesuai standar tidak dapat diolah dan akan mengurangi
produksi.
Hasil pemetikan manual lebih rendah karena keterampilan pemetik untuk mendapat
pucuk yang bermutu sangat kurang. Hal ini disebabkan karena tenaga pemetik hanya
berfokus pada kuantitas kilogram untuk mendapatkan upah yang besar dalam satu hari
kerja, dan hal ini berdampak pada banyak pucuk teh yang tidak masuk kedalam mutu
dan tidak dapat diolah, sehingga mengurangi jumlah produksi pucuk teh. Menurut
pendapat Setyamidjaja (2000) dalam Anggraini (2017), dalam hubungan pemetikan
menggunakan tenaga pemetik, diperlukan perhitungan jumlah tenaga yang tersedia dan
ketrampilannya dalam pelaksanaan kegiatan pemetikan. Hal ini menunjukkan,
dimungkinkan juga karyawan panen masih terbawa kebiasaan belum memperhatikan
mutu pucuk yang dihasilkan dan hanya berpaku pada banyaknya pucuk yang dipetik
dalam satuan berat (kg) untuk mendapatkan upah yang besar, sehingga diperlukan
pembinaan dan pendampingan dalam penerapan pemetikan yang lebih baik.
dihasilkan (Anna dan Angga, 2017). Sesuai dengan instruksi kerja pada PT Perkebunan
Nusantara IX Pabrik Teh Kebun Jolotigo, penanganan pucuk setelah proses pemetikan
sudah sesuai yang diungkapkan oleh Anna dan Angga (2017) diantaranya: pucuk tidak
boleh disiram air, jumlah pucuk dalam waring tidak boleh terlalu padat, isi waring
maksimal tidak boleh lebih dari 20 kg. Perlakuan truk pengangkut dengan penutup
terpal dapat menghindari pucuk daun teh dari ancaman hujan dan sinar matahari
sehingga pucuk daun teh kondisinya dapat dijaga dalam perjalanan menuju pabrik.
Pengisian waring yang tidak boleh terlalu tebal juga mempertahankan kualitas pucuk
daun teh supaya tidak cepat layu akibat tekanan. Sama halnya penurunan waring pada
pabrik tidak boleh langsung dibanting melainkan harus diletakkan secara hati – hati
supaya pucuk daun teh tidak rusak.
Menurut Muthumani dan Senthil (2006), pelayuan pucuk daun teh merupakan langkah
pertama dan terpenting dalam pengolahan teh hitam. Proses pelayuan adalah proses
dimana air yang terkandung didalam daun teh diuapkan dikarenakan perbedaan tekanan
antara air dalam daun dan bagian permukaan daun teh. Dalam pengolahan teh hitam,
proses pelayuan sendiri bertujuan menguapkan kandungan air pada pucuk daun teh
menjadi 49-50% dan membuat daun menjadi elastis sehingga proses penggilingan dapat
berjalan dengan mudah (bentuk daun menjadi keriting, tidak pecah, dan pipih).
Setyamidjaja (2000) dalam Anggraini (2017) mengatakan selama proses pelayuan
sendiri terjadi beberapa perubahan seperti : melemasnya daun (pucuk menjadi layu),
perubahan warna, dan perubahan senyawa dalam pucuk teh sehingga muncul aroma.
Menurut Kunarto (2005), sebagian besar proses penguapan air selama pelayuan terjadi
melalui stomata daun sehingga bagian pucuk daun teh lebih cepat layu daripada tangkai
daun.
Penurunan kadar air selama proses pelayuan juga diikuti dengan peningkatan
permeabilitas membran sel yang menyebabkan senyawa – senyawa polifenol kontak
dengan enzim–enzimnya. Di PT Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh Kebun Jolotigo,
proses pelayuan dilakukan didalam Withering Trough yang bagian bawahnya dialiri
48
dengan udara panas. Hal ini sesuai dengan Kementerian Pertanian (2017) dimana dalam
sistem orthodox proses pelayuan menggunakan Withering Trough. Proses pelayuan juga
termasuk dalam bagian fermentasi awal sehingga dapat memperoleh hasil akhir yang
baik. Lama waktu pelayuan berkisar antara 10-20 jam, dimana hal ini bergantung dari
keadaan cuaca (hujan/panas) dan kondisi pucuk daun teh yang diterima (terlalu
basah/kering). Hal ini sesuai dengan Kementerian Pertanian (2017) dimana proses
pelayuan dilakukan selama 14-18 jam dan hasil daun akan menunjukkan warna hijau
kekuningan, tidak mengering, tangkai mudanya lentur, terasa lembut dan tidak akan
buyar ketika dilemparkan serta beraroma khas seperti buah masak. Jika kelembapan
udara melebihi 75% dapat diturunkan dengan menghembuskan udara panas.
Kelembapan udara yang tinggi dapat menghambat proses pelayuan sehingga
mengakibatkan mutu produk jadi yang diinginkan tidak tercapai ( Ho et al., 2008 ).
Menurut Kunarto (2015), warna pucuk daun teh yang berubah pada saat proses
pelayuan diakibatkan perubahan klorofil menjadi feoforbid. Proses pelayuan
menggunakan suhu sebesar 25–28oC dengan selisih suhu antara wet dan dry adalah 4oC.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Kunarto (2015) dimana suhu yang
digunakan untuk pelayuan pucuk daun teh berkisar antara 25-27oC dengan selisih suhu
wet dan dry sebesar 3-4oC. Setelah kurang lebih proses pelayuan berjalan setengah
waktu dari mulai pelayuan, dilakukan pemeriksaan kondisi pucuk dengan cara
menimbang pucuk ke dalam keranjang besi. Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah
pucuk sudah memenuhi syarat dimana memastikan kondisi pucuk sudah layu atau
belum. Pemeriksaaan dilakukan dengan cara meremas pucuk layu menjadi gumpalan
dan bila dibiarkan tidak langsung terurai, pucuk menjadi lentur, dan beraroma wangi.
Jika sudah layu dapat dilakukan pembalikan pucuk supaya proses pelayuan berjalan
merata. Proses pelayuan dikatakan optimal apabila dapat menurunkan kadar air pucuk
hingga 49-50% dan tingkat kelayuannya dapat ditentukan dengan persentase kelayuan.
Hal ini sesuai dengan teori oleh Rohdiana (2015), dimana tingkat kelayuan pucuk dapat
ditentukan dengan persentase layu dan pelayuan yang optimal adalah dapat menurunkan
kadar air hingga 49–52%. Perhitungan persentase layu yang dilakukan dengan cara
menimbang berat pucuk layu yang sudah berada di keranjang besi sebelumnya yang
49
telah ditimbang seberat 9 kg. Proses penimbangan ini harus menunjukkan berat sebesar
4,5 kg pucuk layu sehingga dapat dikatakan kadar air telah turun 50%.
Beberapa mesin yang digunakan dalam fermentasi secara orthodox diantaranya: Open
Top Roller (OTR), Press Cup Roller (PCR), Rotary Roll Breaker (RRB), dan Rotorvane
(RV). Menurut Kunarto (2015), mesin OTR berfungsi untuk menggiling, memeras, dan
memotong daun. Mesin RRB memiliki fungsi untuk mengayak hasil proses dari mesin
OTR dan mengelompokkan menjadi beberapa bubuk. Mesin PCR berfungsi untuk
menekan, sehingga menimbulkan cita rasa dan aroma khas teh dan memperkecil ukuran
bubuk. Mesin PCR dalam kerjanya memiliki prinsip untuk melakukan pengepresan
selama 7 menit dan istirahat selama 3 menit, dan hal ini dilakukan berulang selama 30
menit. Mesin RV berfungsi untuk memperkecil partikel teh dengan cara bubuk teh
dipotong dengan gir yang berputar (Kunarto, 2015). Hal ini sesuai dengan Kementerian
50
Pertanian (2017) dan Kunarto (2015) dimana alat yang digunakan dalam proses
penggilingan dan oksidasi enzimatis pucuk daun teh adalah OTR, PCR, RV, dan RRB
dan penggunaan baki fermentasi untuk mengoptimalkan proses oksidasi dengan cara
disimpan hingga proses oksidasi berjalan sempurna.
Oksidasi enzimatis umumnya dilakukan selama 90-120 menit bergantung dari kondisi
pabrik. Proses penggilingan dalam mesin OTR juga merupakan proses awal dari
oksidasi enzimatis dimana senyawa polifenol bertemu dengan enzim polifenol oksidase
dengan bantuan oksigen akibat memar dan rusaknya dinding sel selama penggilingan
pucuk daun teh (Kementerian Pertanian, 2017). Selama proses oksidasi enzimatis
berlangsung, sebagian senyawa katekin akan diubah menjadi teaflavin dan tearubigin;
dimana kedua senyawa ini mempengaruhi warna, rasa, dan aroma seduhan dari teh
hitam nantinya (Kementerian Pertanian, 2017). Senyawa teaflavin memiliki peran
dalam penampakan air seduhan teh (kecerahan dan kesegaran), sedangkan senyawa
tearubigin berperan dalam kemantapan seduah dan warna air seduhan. Aroma khas yang
ditimbulkan dari oksidasi enzimatis menurut Kunarto (2015) merupakan senyawa
volatile yang dihasilkan dari senyawa aldehid hasil oksidasi senyawa-senyawa asam
amino. Perbandingan teaflavin dan tearubigin yang baik akan membentuk air seduhan
yang baik, dimana air seduhan menjadi berwarna coklat kemerah-merahan, serta
terdapat rasa segar. Adapun faktor penting yang harus diperhatikan dalam proses
oksidasi enzimatis supaya bubuk yang dihasilkan dapat memiliki perbandingan teaflavin
dan tearubigin yang sesuai diantaranya adalah :
Kelembapan Udara
Kelembapan udara yang tinggi akan mencegah air menguap dari bubuk teh basah.
Proses penguapan air ini tidak boleh terjadi dikarenakan dapat menghambat
aktivitas enzim polifenol oksidase. Kelembapan udara yang semakin tinggi dapat
mempercepat waktu oksidase enzimatis, sedangkan kelembapan udara yang terlalu
rendah dapat memperpanjang waktu oksidasi enzimatis.
mesin OTR waktu oksidasi enzimatis ini sudah terhitung hingga masuk proses
pengeringan di Dryer. Waktu oksidasi akan berpengaruh terhadap bubuk teh dan
sifat seduhan yang dikehendaki. Semakin lama waktunya bubuk yang dihasilkan
justru semakin hambar, sedangkan waktu yang telalu cepat membuat bubuk teh
memiliki rasa pahit bukan sepet.
Ketebalan Hamparan
Ketebalan hamparan yang dibutuhkan selama proses oksidasi enzimatis adalah 5-
7cm. Tujuan pengaturan ketebalan hamparan ini supaya siklus udara cukup dan
mencegah peningkatan suhu yang membuat enzim inaktif, sehingga dapat
menghambat oksidasi enzimtis.
Pengeringan merupakan proses pemindahan uap air ke udara dengan memakai panas.
Pada pengolahan teh hitam, bubuk basah yang berasal dari proses oksidasi enzimatis
dikeringan dengan udara yang dipanaskan dengan tungku (pemanasan tidak langsung)
lalu dihembuskan ke permukaan teh. Selain bertujuan menekan kadar air, pengeringan
pada pengolahan teh hitam juga berfungsi menghentikan proses oksidasi enzimatis
(Setyamidjaja, 2000). Mesin pengering yang digunakan di PT Perkebenunan Nusantara
IX Kebun Jolotigo berupa dua mesin pengering berkapasitas 150 kg dan 300 kg dengan
suhu inlet 90-100oC dan suhu outlet sebesar 45-50oC dengan waktu waktu pengeringan
selama 25-30 menit. Hal ini sesuai dengan teori dari Nazarudin et al., (1993) dalam
Anggraini (2017), dimana proses pengeringan teh hitam memerlukan suhu inlet sebesar
90-98oC dan suhu outlet sebesar 45-50oC dengan waktu pengeringan selama 20-30
menit. Perlunya dilakukan analisa kadar air bubuk hasil pengeringan untuk memastikan
52
apakah kadar air bubuk sudah sesuai standard yang ditetapkan (kadar air 2,5-3%) atau
belum (Kunarto, 2015). Sampel dari bubuk hasil pengeringan diambil secara acak per
jenis bubuk dan analisa kadar air dilakukan di laboratorium.
Ukuran dan bentuk teh yang dihasilkan dari mesin pengering masih sangat beragam
(heterogen) sehingga diperlukan sortasi atau pemisahan. Sortasi dilakukan dengan cara
memisahkan partikel teh berdasarkan bentuk, ukuran, berat, warna dan kotoran. Tujuan
sortasi sendiri untuk membuat bntuk teh lebih seragam atau sesuai standard sehingga
produk dapat diterima di pasaran. Bubuk hasil pengeringan harus segera masuk ke
ruangan sortasi untuk menghindari kenaikan kadar air sehingga hasil akhir bubuk tetap
memiliki kadar air kurang dari 4%. Pada pelaksanaan sortasi dibutuhkan beberapa alat
mesin sortasi yang memiliki prinsip dan cara kerja yang berbeda-beda sesuai fungsinya
masing – masing. Di PT Perkebunan Nusantara IX Pabrik Teh Kebun Jolotigo terdapat
alat mesin hoper, bubble tray, vibro blank/vibro screen, crusher, drug roll, chota
shifter, dan winnower. Hopper berfungsi menampung bubuk hasil pengeringan sebelum
proses sortasi berjalan. Bubble tray berfungsi mengayak bubuk sehingga mendapatkan
ukuran partikel yang seragam (Kunarto, 2015). Vibro blank/vibro screen digunakan
dalam pengangkatan serat – serat daun seperti rambut/fiber atau benda-benda asing
didalam bubuk dengan memakai magnet yang berputar sehingga bubuk yang dihasilkan
berkualitas bagus (Kunarto, 2015).
Crusher berfungsi untuk memperkecil ukuran bubuk teh (Kunarto, 2015). Chota shifter
bertujuan untuk mengelompokan jenis-jenis teh berdasarkan ukuran mesh yang berbeda-
beda (Kunarto, 2015). Winnower berfungsi untuk mengelompokan jenis bubuk teh
menurut berat jenisnya (Kunarto, 2015). Prinsip utama dalam pelaksanaan sortasi pada
bubuk teh adalah meminimalkan singgungan antara mesin dengan bubuk teh yang
disortir. Singgungan yang terlalu sering dan bahkan cenderung keras antara bubuk teh
dengan mesin dapat menyebabkan warna bubuk teh menjadi kusam (abu-abu) dan
bentuk partikel menjadi hancur. Warna pada bubuk teh hitam sangatlah mempengaruhi
harga jual produk, apabila warnanya menjadi abu-abu maka harga jualnya menjadi turun
53
selain itu, menurut Rohdiana (2015), bubuk teh hitam yang rendah juga dipengaruhi
banyaknya tulang daun keras (stelky) yang berwarna merah yang masih banyak ikut
tercampur didalamnya. Hal ini menyebabkan rasa bubuk teh menjadi semakin pahit
karena kandungan tanin yang tinggi pada tulang daun. Hal yang harus dipertimbangkan
sebelum proses sortasi dilakukan adalah :
Jenis teh yang akan disortir seperti : teh orthodox atau CTC
Kapasitas mesin sortasi
Jenis dan karakter alat
Ketersediaan alat
Beberapa jenis bubuk teh hasil sortasi menurut Kunarto ( 2015 ) diantaranya adalah :
Broken Orange Pekoe(BOP):Merupakan bubuk teh yang berwarna hitam pekat,
banyak mengandung tip keemasan, berasal dari daun – daun muda yang tergulung
sempurna dan memiliki bentuk keriting pendek – kecil.
Broken Orange Pekoe Fannings(BOPF):Merupakan bubuk yang berasal dari daun
muda dan tangkai muda yang tergulung dan pecah, dan bentuknya lebih kecil dari
bubuk teh BOP.
Pekoe Fannings(PF):Merupakan bubuk teh yang berwarna hitam, berbentuk
keriting dan sedikit tip.
DUST:Merupakan bubuk teh yang berwarna hitam dan berukuran kecil seperti
debu.
PF II:Bubuk teh yang dimana serat dan tangkainya lebih banyak daripada PF dan
warnanya kemerahan.
DUST II:Bubuk teh yang berukuran sama dengan DUST, hanya warnanya lebih
kemerahan akibat dari daun dan tangkai yang pecah.
DUST III:Bubuk teh yang warnanya kelabun dan berukuran sama dengan bubuk
teh DUST II.
Kawul:Bubuk yang berasal dari serabut kulit tangkai yang berwarna coklat
kekuningan dan lembaran daun kecil yang tidak tergulung.
54
Hasil pengepakan yang dilakukan haruslah menghasilkan produk yang seragam, oleh
karena itu pada proses pengepakan dilakukan pencampuran terlebih dahulu. Proses
pencampuran dilakukan dengan mesin tea bulker untuk dapat menghasilkan bubuk teh
yang homogen. Teh yang selesai di packing disusun rapi menurut nomorchop di gudang
penyimpanan.Proses penyimpanan haruslah pula menjaga kualitas produk dimana
diberlakukan sirkulasi udara di gudang yang lancar dan tidak lembab. Sirkulasi udara
yang lembab dapat menyebabkan kadar air pada produk meningkat sehingga
menurunkan mutu bubuk teh hitam. Produk yang telah di packing juga tidak boleh
menyentuh lantai secara langsung dn harus diberi alas papan berupa palet supaya
papersack tidak bersinggungan langsung dengan lantai gudang yang lembab.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Tahap produksi teh hitam secara orthodox rotorvane meliputi; penerimaan pucuk,
pelayuan pucuk, penggilingan pucuk menjadi bubuk teh dan, pengeringan bubuk
teh, sortasi kering, dan pengepakan.
Proses produksi secara orthodox rotorvane dikarenakan menggunakan mesin
rotorvane pada tahap penggilingan pucuk dimana bubuk teh yang dihasilkan
memiliki ukuran yang lebih kecil.
Oksidasi enzimatis berperan mengubah senyawa katekin menjadi senyawa
tearubigin dan teaflavin dalam pengolahan bubuk teh hitam, dimana kedua senyawa
ini mempengaruhi rasa, warna, dan aroma seduhan teh hitam yang dihasilkan.
5.2. Saran
Pentingnya melakukan setiap proses sesuai dengan instruksi kerja yang sudah
ditetapkan oleh perusahaan sehingga produk yang dihasilkan memiliki kualitas tinggi
dan mendapatkan hasil yang maksimal. Beberapa karyawan yang kurang disiplin
khususnya dalam mengenakan alat perlindungan diri (sarung tangan, sepatu pelindung)
yang sudah diatur pada instruksi kerja pada saat bekerja sehingga berpengaruh terhadap
keamanan karyawan itu sendiri. Beberapa mesin kerja yang rusak dan sudah tidak
optimal lagi harus diganti supaya hasil output yang dihasilkan perusahaan dapat
memenuhi target dan kualitas yang ditetapkan. Pentingnya dalam penanganan bahan
baku pasca pemetikan dimana seringkali karyawan menempatkan pucuk teh ke dalam
waring yang sudah melebihi kapasitas sehinggaperlumenambahkanwaring supaya pucuk
teh yang sudah dipetik tidak rusak dalam perjalanan menuju pabrik.
55
6. DAFTAR PUSTAKA
Anggarini, Tuty. 2017. Proses dan Manfaat Teh. Padang: Penerbit Erka.
http://carano.pustaka.unand.ac.id/index.php/car/catalog/download/41/38/126-
1?inline=1
Anna Kusumawati & Angga T W. 2017. Perbandingan Penggunaan Mesin Petik Dan
Petik Tangan Terhadap Hasil Produksi Pucuk Teh (Camelia sinensis (L.) O.
Kuntze) Di Perkebunan Kayu Aro PTPN VI Kabupaten Kerinci. Jurnal
Agroteknose. Volume VIII No
II.http://36.82.106.238:8885/jurnal/index.php/ATS/article/viewFile/130/129
Ghani,M. 2002. Dasar-Dasar Budidaya Teh: Buku Pintar Mandor. Jakarta: Penebar
Surabaya.http://onesearch.id/Record/IOS6.INLIS000000000002892
Ho CT, Lin JK, Shahidi F. 2008. Tea and Tea Products, Chemistry and Health
Promoting Properties. London: CRC
Press.https://books.google.co.id/books/about/Tea_and_Tea_Products.html?id=q
YwbBxD6jh0C&redir_esc=y
56
7. DAFTAR LAMPIRAN
57
58
MANAGER
Asisten Kepala
Mandor Mandor Mandor Mandor Mandor Tea Mandor Mandor Juru Auditor
Terima Pelayuan Gilingan Driyer Sortasi Tester Tehnik Kendaraan Tulis Internal
Pucuk/Analisa Pengepak Tehnik
Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan an
Karyawan Karyawan Karyawan
Keterangan :
: Garis Komando
: Garis Koordinasi
62
1. Manager
Manager merupakan kepala perkebunan yang bertanggung jawab secara langsung
kepada Direksi PTPN. Syarat menjadi manager adalah minimal lulusan SLTA,
karyawan minimal golongan IV B, dan mengetahui tentang manajemen perusahaan.
Tugas, tanggung jawab dan wewenang seorang Manager adalah:
a. Memastikan sistem manajemen mutu memenuhi persyaratan SNI ISO
9001:2015.
b. Memastikan proses menghasilkan keluaran sesuai dengan
sistemmanajemenmutu.
c. Memastikan promosi untuk fokus pada pelanggan ke seluruh organisasi.
d. Penyusun Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP), penyediaan
pendayagunaan pengembangan SDM, pengamanan pemeliharaan harta
perusahaan, kegiatan tata usaha kantor, tanaman, pabrik, lingkungan yang
berhubungan dengan kebun.
e. Menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan hukum, pembinaan wilayah,
pencapaian kualitas dan kuantitas produksi serta pembuatan laporan kebun
sesuai periode waktu yang telah ditentukan.
f. Menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan masalah lingkungan yang timbul
di lingkup perusahaan.
g. Mengabil tindakan darurat dalam hal terjadinya musibah atau bencana yang
akan berakibat fatal terhadap kerugian perusahaan.
h. Menetapkan sasaran termasuk komitmen dan kebijakan sistem manajemen
lingkungan.
i. Menetapkan struktur organisasi tanggung jawab dan hubungan antar personil
diperusahaan.
j. Menyediakan sumber daya manusia yang akan diferifikasi.
k. Menetapkan Tim ISO
l. Menetapkan Auditor Internal.
m. Memastikan keutuhan sistem manajemen mutu dipelihara apabila perubahan
pada sistem manajemen mutu direncanakan dan diterapkan.
2. Asisten Kepala
Tugas, tanggung jawab dan wewenang seorang Asisten Kepala adalah:
a. Memastikan sistem manajemen mutu memenuhi persyaratan SNI ISO
9001:2015.
b. Memastikan proses menghasilkan keluaran sesuai dengan sistem manajemen
mutu dan menyampaikan perbaikannya kepada Manager.
c. Melaporkan kinerja sistem manajemen mutu ke manajemen puncak dan
peluang untuk peningkatan, khususnya kepada Manager.
d. Memastikan keutuhan sistem manajemen mutu dipelihara apabila perubahan
pada sistem manajemen mutu direncanakan dan diterapkan
e. Bertanggung jawab atas tercapainya target, volume dan mutu pekerjaan, serta
terwujudnya lingkungan yang sesuai dengan standar.
f. Bertanggung jawab terhadap tercapainya kualitas dan kuantitas produksi.
63
3. Asisten Kantor
Asisten Kantor bertugas mengatur kegiatan administrasi keuangan dan umum
kebun, penyusunan RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan) serta
pengendaliannya. Syarat menjadi Asisten Kantor adalah lulusan minimal SMA dan
karyawan minimal golongan III A. tugas, wewenang dan tanggung jawab seorang
Asisten Kantor adalah:
a. Memastikan sistem manajemen mutu memenuhi persyaratan SNI ISO
9001:2015
b. Memastikan proses menghasilkan keluaran sesuai dengan
sistemmanajemenmutu dan menyampaikan perbaikannyakepadaAsisten
Kepala.
c. Melaporkan kinerja sistem manajemen mutu ke manajemen puncak dan
peluang untuk peningkatan, khususnya kepada Asisten Kepala.
d. Memastikan keutuhan sistem manajemen mutu dipelihara apabila perubahan
pada sistem manajemen mutu direncanakan dan diterapkan
e. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) ditingkat unit
pelaksanaan perusahaan untuk satu tahun periode anggaran.
f. Menyusun dan membuat kompilasi RKAP bagian kebun, teknik dan kantor
sebagai Rencana Kerja Perusahaan.
g. Membuat alokasi biaya kegiatan kerja, dan membuat laporan hasil analisa dan
pengawasan terhadap pelaksanaan RKAP.
h. Memeliharan kerjasama dan efisiensi kerja dan memperhatikan hak-hak
karyawan, serta menjaga keselamatan dan keamanan kas perusahaan, surat
berharga dan dokumen lainnya.
i. Memberikan bimbingan dan pengawasan administrasi persediaan kantor.
j. Memberikan data, informasi atau bahan pertimbangan lain baik kepada
Manager.
5. Asisten Kebun
Asisten Kebun bertugas untuk mengatur kualitas dan kuantitas bahan baku teh yang
akan diolah di pabrik dan bertanggung jawab atas tersedianya bahan baku teh untuk
diolah sesuai dengan kualitas yang telah ditentukan. Syarat menjadi Asisten Kebun
adalah lulusan minimal SMA dan karyawan minimal golongan III A.
8. Mandor Pelayuan
Tugas, wewenang dan tanggung jawab Mandor Pelayuan adalah:
a. Memastikan sistem manajemen mutu memenuhi persyaratan SNI ISO
9001:2015.
65
9. Mandor Penggilingan
Tugas, wewenang dan tanggung jawab Mandor Penggilingan adalah:
a. Memastikan sistem manajemen mutu memenuhi persyaratan SNI ISO
9001:2015.
b. Melaksanakan proses penggilingan.
c. Mencatat laporan-laporan tentang hasil, temperatur ruang penggilingan.
d. Melakukan pengawasan dan mengevaluasi hasil pekerjaan.
e. Melaksanakan kebersihan alat-alat dan ruangan setelah selesai pengolahan.
Adapun syarat menjadi Mandor Penggilingan adalah karyawan minimal golongan I
B, pendidikan minimal SLTA, dan memiliki pengalaman minimal 5 tahun.