Anda di halaman 1dari 47

PENGUKURAN DASAR DAN KETIDAKPASTIAN DALAM

PENGUKURAN
(P-1)
I. TUJUAN PERCOBAAN
- Praktikan dapat menggunakan alat-alat ukur dasar
- Praktikan dapat menentukan hasil pengukuran dari alat ukur dasar
- Menentukan ketidakpastian dalam pengukuran.
- Menuliskan hasil pengukuran secara benar.

II. ALAT-ALAT PERCOBAAN


- Jangka Sorong
- Mikrometer Sekrup
- Mistar
- Neraca Ohauss
- Balok Besi
- Pelat Alumunium

III. TEORI DASAR


Kegiatan praktikum di laboratorium Fisika sangat erat hubungannya
dengan kegiatan pengukuran. Hasil suatu pengukuran sangat tergantung
kepada peralatan yang digunakan dan kemampuan orang yang melakukan
pengukuran. Banyak keterbatasan yang menyebabkan suatu alat ukur tidak
menunjukkan nilai sebagaimana mestinya. Oleh karenanya pengukuran yang
berulang-ulang pada umumnya akan memberikan hasil yang berbeda-beda.
Akurasi suatu alat ukur menggambarkan seberapa dekat hasil suatu
pengukuran dengan nilai sebenarnya. Sedangkan perubahan nilai terkecil
yang dapat direspons oleh suatu alat ukur disebut presisi (ketelitian) alat.
Berikut ini diberikan ilustrasi tentang hasil pengukuran (hasil yang benar =
X).

Praktikum Fisika Dasar I 1


X X

Presisi tinggi;akurasi rendah Presisi rendah;akurasi tinggi

X X

Presisi dan akurasi rendah Presisi dan akurasi tinggi

Ketidakakuratan hasil suatu pengukuran dapat diperbaiki dengan


melakukan kalibrasi alat ukur. Oleh karenanya kasus yang akan muncul
dalam kegiatan praktikum ini diasumsikan hanyalah ketidakpresisian alat.

a. Mengukur

1. Pengertian

Mengukur adalah membandingkan besaran yang diukur dengan besaran


sejenis yang ditetapkan sebagai satuan.

Contoh:

a. Tinggi badan Amir adalah 150 cm.

Tinggi badan = besaran

150 = kuantitas pengukuran

cm = satuan

b. Massa buku ini adalah 200 gram.

Massa buku = besaran

200 = kuantitas pengukuran

gram = satuan

c. Waktu yang diperlukan untuk mengerjakan soal itu 90 menit.

Waktu = besaran

90 = kuantitas pengukuran

menit = satuan

Praktikum Fisika Dasar I 2


2. Beberapa alat ukur panjang:

a) Mistar

Mistar ada 2 macam, yaitu:

• Stik meter, yaitu mistar yang memiliki panjang satu meter dan
memiliki skala desimeter, sentimeter, dan milimeter.

• Mistar metrik yaitu mistar yang memiliki panjang 30 cm dan


memiliki skala sentimeter, milimeter, dan inchi.

Ketelitian mistar = 1 mm atau 0,1 cm.

b) Jangka Sorong

Bagian utama jangka sorong :

- Rahang tetap, yaitu bagian yang tetap yang berskala panjang.

- Rahang sorong, yaitu bagian yang dapat digeser-geser.

Skala utama

Skala nonius

Rahang sorong

Rahang tetap

Skala pada jangka sorong:

• skala utama

• nonius atau vernier, yaitu skala pendek yang panjang 9 mm dibagi


atas 10 bagian yang sama

Ketelitian jangka sorong: 0,05 mm

Contoh pembacaan dengan


jangka sorong:

• Angka nol pada skala nonius antara 5,8 dan 5,9.

Praktikum Fisika Dasar I 3


• Garis nonius yang berimpit dengan skala utama adalah garis ke
lima.

• Bacaan jangka sorong adalah 5,8 + 0,05 = 5,85 cm.

Kegunaan jangka sorong antara lain:

• Mengukur diameter bola atau silinder.

• Mengukur diameter dalam tabung.

• Mengukur kedalaman lubang.


d f
c) Mikrometer sekrup
b
e
Bagian-bagian utama mikrometer sekrup: c
a
a.rahang atas b. rahang geser

c. kunci d. skala tetap

e. skala putar f. pemutar (teromol)

Ketelitian mikrometer sekrup: 0,01 mm

Contoh pembacaan pengukuran dengan mikrometer sekrup:

• Angka pada skala tetap antara 5 mm dan 6 mm

• Skala di bawah menunjukkan nilai tengah antara 5 mm dan 6 mm.


Terlihat nilainya lebih dari 5,5 mm.

Praktikum Fisika Dasar I 4


• Kelebihan 5,5 milimeter dihitung menggunakan skala putar. Skala
putar tepat menunjuk pada skala 28, yang berarti harus ditambah
0,28 (0,01 ´ 28 = 0,28).

• Hasilnya 5 + 0,5 + 0,28 = 5,78.

Kegunaan mikrometer sekrup antara lain:

a) Mengukur diameter kawat.

b) Mengukur ketebalan kertas.

3. Beberapa alat ukur massa

1. Neraca pasar, yaitu neraca yang banyak digunakan di pasar tradisional


untuk menimbang kebutuhan pokok rumah tangga seperti sayur mayur,
minyak, dan gula.

2. Neraca analitis, yaitu neraca yang banyak digunakan penjual emas dan
peneliti di laboratorium.

3. Neraca tiga lengan, yaitu neraca yang banyak digunakan untuk


menimbang benda-benda di laboratorium.

4. Ketelitian: 10 mg.

5. Batas ukur: 500 gram–1.000 gram.

6. Neraca surat, yaitu neraca yang banyak dipergunakan kantor-kantor


pos, untuk menimbang surat.

7. Neraca elektronik, yaitu neraca yang memiliki tampilan digital untuk


menyatakan massa yang ditimbang.

4. Beberapa alat ukur waktu

1. Jam bayangan matahari, yaitu jam yang menggunakan gerakan benda


diam yang dibentuk oleh matahari untuk menentukan waktu.

2. Jam pasir, yaitu jam yang didasarkan pada waktu yang dibutuhkan
pasir pada bagian atas gelas untuk jatuh ke bagian bawah.

Praktikum Fisika Dasar I 5


3. Jam air, yaitu jam yang didasarkan pada berapa lama waktu yang
dipakai untuk mengalirkan air keluar dari suatu tempat melalui sebuah
lubang.

4. Jam, misalnya jam dinding atau jam tangan (arloji)

5. Stop watch

6. Jam atom, yaitu jam yang diatur oleh gerakan atom cesium dan
diperkirakan hanya akan membuat kesalahan kira-kira 1 detik dalam
waktu 6.000 tahun.

b. Ketidakpastian dalam Pengukuran


Berdasarkan kondisi di atas, maka penyajian suatu hasil pengukuran
harus disertai dengan ketidakpastiannya (sesatan), sebagai contoh:
𝑋 = 𝑋0 ± Δ𝑋 (1)
yang menyatakan nilai X berada pada interval : 𝑋0 − X ≤ 𝑋 ≤ 𝑋0 + 𝑋.
Nilai 𝑋 sebaiknya dipilih sekecil mungkin yang masih dapat
dipertanggungjawabkan. Sebagai contoh jika dikatakan bahwa usia
seseorang (50 ± 45) tahun, maka tak banyak informasi yang dapat diperoleh
dari pernyataan tersebut. Berbeda halnya jika usia orang tersebut dinyatakan
sebagai (50 ± 2) tahun.
Banyaknya angka yang harus dituliskan bergantung kepada nilai
sesatannya. Jika angka pertama (selain nol) pada sesatannya bernilai 1, 2, 3
atau 4, maka sesatannya dapat dituliskan dengan dua angka berarti.
Sedangkan jika angka pertama tersebut lebih besar dari 4, maka sesatannya
dituliskan satu angka saja. Dalam hal ini akan terlibat aturan pembulatan
sebagai berikut :
- Jika angka awal yang akan dihilangkan kurang dari 5, dibulatkan ke
bawah.
- Jika angka awal yang akan dihilangkan lebih dari 5, dibulatkan ke atas.
- Jika angka awal yang akan dihilangkan sama dengan 5, diusahakan agar
angka sebelumnya menjadi genap.

Praktikum Fisika Dasar I 6


Contoh :
Hasil Pengukuran Pelaporan
5,1078  0,0025 5,108  0,002
0,345678  0,0073 0,346  0,007
19,348  2,5 19  3
525,342  3,532 525,3  3,5
987524  5345 (9,88  0,05)105
7545  55 (7,54  0,006)103
Masalahnya, bagaimana cara memperoleh 𝑋0 dan 𝑋?

c. Teknik Pengukuran
Pengukuran dalam fisika pada dasarnya dapat dibedakan atas
pengukuran secara langsung dan secara tak langsung. Pengukuran langsung
merupakan pengukuran pada besaran pokok. Pengukuran ini dilakukan jika
tersedia suatu alat ukur yang mampu mengukur besaran fisis bersangkutan,
misalnya untuk mengukur suhu tersedia thermometer, untuk mengukur kuat
arus tersedia amperemeter, dan lain sebagainya.
Sedangkan pengukuran tak langsung dilakukan dengan
menghubungkan sifat benda yang akan diukur dengan besaran yang telah
tersedia alat ukurnya.

d. Ketidakpastian pada Pengukuran Langsung


Pengukuran langsung ini dibedakan atas pengukuran sekali dan
pengukuran berulang. Jika pengukuran dilakukan sekali, maka nilai 𝑋0
merupakan hasil pembacaan, dan sesatannya merupakan sesatan taksiran.
Nilai sesatan taksiran ini bergantung resolusi alat dan keberanian pengukur
untuk memberi jaminan. Sebagai contoh, penunjukan panah pada ilustrasi
berikut dapat dilaporkan bahwa nilai X adalah:

21 22 23 24 25 26 27

X = 26,7  0,2
Sesatannya dituliskan 0,2 karena orang yang melakukan pengukuran yakin
bahwa nilai 𝑋 lebih besar dari 26,5 dan lebih kecil dari 26,9. Namun
demikian telah menjadi kelaziman bahwa nilai sesatan taksiran tersebut

Praktikum Fisika Dasar I 7


diambil sebagai setengah dari resolusi alat (skala terkecil), dengan tingkat
kepercayaan 100%. Dengan perjanjian ini, maka nilai 𝑋 di atas dapat
dituliskan sebagai : X = 26,7  0,5.
Jika pengukuran dilakukan berulang, maka baik nilai 𝑋0 maupun 𝑋
ditentukan berdasarkan konsep statistik. Nilai 𝑋0ditaksir dengan nilai rata-
rata 𝑋 yaitu :
𝑁
1
𝑋̅ = ∑ 𝑋𝑖 (2)
𝑁
𝑖=1

sedangkan sesatannya merupakan sesatan statistik, dapat dipilih simpangan


baku terhadap nilai rata-rata :

 X 
N
2
i −X
Sx
Sx = = i =1
………………………………...(2)
N N ( N − 1)
dengan :

 X 
N
2
i −X
Sx = i =1
…………..……………………………(3)
N −1
Makna statistik dari ungkapan ini adalah bahwa jika pengukuran
diulang berkali-kali, dan setiap kali pengulangan dihitung nilai rata-ratanya,
maka 68% dari nilai rata-rata yang diperoleh berada pada interval :

X − S x  X  X + S x . Ini berarti bahwa pemilihan sesatan statistik ini akan

memberikan tingkat kepercayaan 68%.

e. Ketidakpastian pada Pengukuran Tidak Langsung


Jika kita ingin mengetahui nilai suatu besaran (misalnya besaran F),
sedangkan yang bisa diukur hanyalah besaran X dan Y, di lain pihak kita
punya hubungan teoritis bahwa F = f(X,Y). Maka nilai F yang kita peroleh
dari f(X,Y) akan terjangkiti oleh adanya sesatan pada pengukuran X dan Y.
Penentuan sesatan dari pengukuran tak langsung tersebut dapat dibedakan
atas tiga masalah :
- Semua sesatan pengukuran merupakan sesatan taksiran.

Praktikum Fisika Dasar I 8


Jika semua sesatan pengukuran merupakan sesatan taksiran, maka
sesatan dari pengukuran tak langsung yang diperoleh dapat ditentukan
sebagai :
F F
F = x + y + .... …………………………………(4)
X x , y ,.. y x , y ,..

dengan tingkat kepercayaan 100%


- Semua sesatan pengukuran merupakan sesatan statistik.
Jika semua sesatan pengukuran berasal dari sesatan statistik, maka
dengan tingkat kepercayaan 68% penjalaran sesatannya dapat ditentukan
sebagai berikut :
2
 F   F 
2

F =   (x ) +   (y )2 + ... …………………(5)


2

 x  x, y  y  x, y

- Sesatan pengukurannya merupakan campuran dari sesatan taksiran dan


sesatan statistik.
Sedangkan jika sesatan pengukurannya merupakan campuran dari
sesatan taksiran dan statistik, maka tingkat kepercayaannya dijadikan
68% dengan mengalikan kesalahan taksiran dengan 2/3, kemudian
digunakan rumus sesatan statistik (persamaan–5 )

f. Contoh
1. Tuliskan pelaporan hasil pengukuran berikut dengan benar :
a. 4,1663  0,1229 → 4,17  0,13
b. 1,3145  0,05233 → 1,31  0,05
c. 10  0,0644 → 10,00  0,06
d. 100  0,5 → 100,0  0,5
2. Seorang ayah tingginya 170 cm, sedangkan anaknya yang baru lahir
tingginya 50 cm, berapa tinggi rata-rata keduanya?
Pembahasan :
Rata-rata tinggi dari keduanya = (170 + 50)/2 cm
= 110 cm
Apa arti nilai rata-rata tersebut ?

Praktikum Fisika Dasar I 9


Nilai rata-rata hanya punya makna jika nilai-nilai yang dirata-ratakan
selayaknya sama, sehingga jika datanya diperbanyak akan membentuk
distribusi normal. Dalam hal soal ini, tak layak seorang bayi memiliki
tinggi yang sama dengan orang dewasa, sehingga rata-rata yang dihitung
tidak memiliki makna.
3. Misalkan dari suatu bangun dalam suatu bidang datar diukur sepasang
besaran 𝑋 dan 𝑌, diperoleh hasil sebagai berikut :
No X(cm) Y(cm)
1 1,10 4,10
2 1,45 3,95
3 1,90 4,05
4 2,55 4,15
5 3,15 4,00
6 3,90 4,05
7 4,50 4,15
8 9,00 4,10

Perlukah kesalahan / ketakpastian pengukuran dituliskan pada setiap


data? Dari data tersebut, tentukan nilai rata-rata dan simpangan baku dari
kedua besaran 𝑋 dan 𝑌!
Pembahasan :
Ketakpastian tidak perlu dituliskan pada setiap data, karena pada
pengukuran yang berulang-ulang akan digunakan ketakpastian statistik.
Terlihat bahwa nilai X makin kebawah makin besar, berawal dari 1,10
dan berakhir pada nilai 9,00. Tampaknya nilai X bukanlah sesuatu yang
seharusnya rata, sehingga kalaupun secara matematis dapat dihitung nilai
rata-ratanya, tetapi nilai tersebut tidak makna fisis.

i X(cm) ( X i − X )2 i Y(cm) (Yi − Y ) 2


1 1,10 5,4756 1 4,10 0,0009765
2 1,45 3,9601 2 3,95 0,0141015
3 1,90 2,3716 3 4,05 0,0003515
4 2,55 0,7921 4 4,15 0,0066015
5 3,15 0,0841 5 4,00 0,0047265
6 3,90 0,2116 6 4,05 0,0003515
7 4,50 1,1236 7 4,15 0,0066015
8 9,00 30,9136 8 4,10 0,0009765
 27,55 44,9323  32,55 0,034687

Praktikum Fisika Dasar I 10


X = 27,55 : 8 = 3,44375 Y = 32,55 : 8 = 4,06875

S X = 44,9323 / 7 = 2,533555 S Y = 0,0346870 / 7 = 0,0704


S Y = 0,02489

4. Jika dari pengukuran dengan sesatan taksiran diperoleh :


X = 6,00  0,05 Y = 5,00  0,5
5X
Maka tentukan nilai Z berikut sesatannya, jika Z = !
Y
Jawab :
𝑍 = 5 × 6/5 = 6
Z Z 5 − 5x
Z = x + y Z = x + y
x x , y ,.. y x , y ,..
y x , y ,..
y2 x , y ,..

5 56
Z = 0,05 + 0,05 Z = 0,05 + 0,06
5 25

Z = 0,11 Jadi Z = 6,00 + 0,11


5. Untuk menentukan massa jenis benda padat yang berbentuk kubus,
massa benda ditimbang sekali dan diperoleh nilai m = (74,50  0,01)
gram. Sedangkan rusuk benda tersebut (L) diukur 12 kali sehingga L =
(2,100  0,006) cm. Tentukan massa jenis benda tersebut berikut sesatan
dan cara pelaporannya.
Pembahasan :
Diketahui : m = (74,50  0,01) gram
L = (2,100  0,006) cm
Tentukan : 
m 74,50
Penyelesaian :  = = = 8,0445 gram / cm 3
L3 9,261
Sesatan dari  dapat dihitung dengan menjadikan tingkat
kepercayaannya 68%.
L = 2,1 L = 0,004 m = 74,5 m = 0,01 x 2/3 = 0,07

     
2 2

 =   (m ) +   (L )
2 2

 m  m, L  L  m, L

Praktikum Fisika Dasar I 11


 m  L    m   3L 
2 2 2 2

 =  3  +  3m 4  =   + 
 L   L    m   L 
Dengan memasukkan nilai m, m, L, dan L, akan diperoleh :
 = 0,00597 g/cm3 Pelaporan akhirnya :  = (8,044  0,006) g/cm3

IV. TUGAS PENDAHULUAN


1. Tuliskan hasil pengukuran berikut ini secara benar :
a. 46,984354  2,76832
b. 356,29874  8,32469
c. 12,34234  0,65123
d. 6567548  23632
2. Tentukan perumusan kesalahan pada penentuan rapat massa silinder
aluminium jika massa silinder aluminium diukur sekali pengukuran,
sedangkan diameter dan panjang silinder aluminium diukur berulang
kali.
3. Apakah perbedaan makna antara S x dan S x .

V. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Ukurlah panjang, lebar dan tinggi dari balok masing-masing 5 kali
menggunakan jangka sorong dan mistar!
2. Ukurlah panjang, lebar dan tebal dan diameter lubang dari pelat masing-
masing 5 kali menggunakan Mikrometer Sekrup dan mistar!
3. Timbanglah massa balok dan pelat masing-masing 3 kali.

VI. TUGAS AKHIR


1. Tuliskan data hasil pengamatan beserta ketidakpastiannya
2. Hitunglah panjang, lebar dan tinggi rata-rata untuk balok beserta
ketidakpastiannya
3. Hitunglah panjang, lebar, tebal dan diameter rata-rata untuk pelat beserta
ketidakpastiannya

Praktikum Fisika Dasar I 12


4. hitunglah massa rata-rata untuk balok dan pelat beserta
ketidakpastiannya
5. Hitunglah Volume Balok dan Pelat beserta ketidakpastiannya
6. Hitunglah massa jenis Balok dan Pelat beserta ketidakpastiannya
7. Bandingkan massa jenis balok dan pelat terhadap massa jenis literatur

Praktikum Fisika Dasar I 13


METODE KUADRAT TERKECIL
(P-2)

I. TUJUAN PERCOBAAN
- Praktikan diharapkan dapat menyajikan Grafik hasil percobaan dengan
baik dan benar
- Menentukan garis lurus terbaik dari sejumlah pasangan data yang secara
teoritis memiliki hubungan linier
- Menentukan fungsi linier dari fungsi kuadratis
- Menentukan koefisien korelasi dari beberapa pasangan data

II. ALAT-ALAT PERCOBAAN


- Kalkulator (bawa sendiri)

III. TEORI DASAR

a. Pembuatan Grafik
Dari percobaan misalkan kita peroleh titik-titik data x1  Δx1 dan titik y1 
Δy1 , yang diperoleh dengan perhitungan, bukan dari pengukuran langsung.
Ketidakpastian (Δx1 dan Δy1) yang diperoleh harus disesuaikan dengan
ketidakpastian yang dimiliki kertas grafik Δxgr dan Δygr, yaitu setengah dari
jarak antara dua garis terdekat pada kertas grafik tersebut. Dengan demikian
asas ketidakpastian pada x dan y dapat tetap kita terapkan.
Sebagai ilustrasi, kita ambil kertas grafik yang umum (kertas
millimeter), dimana jarak dua garis terdekat 1 mm. maka Δxg=0,5 mm dan
bila ukuran kertas grafik 10 cm x 10 cm, ketelitian terbesar (terbaik) yang
0,5
dapat tercapai adalah : mm x 100% = 0,5% . Dengan demikian
100
ketidakpastian hasil pengukuran dengan ketelitian misalnya 0,1% tidak
dapat doplotkan pada kertas grafuk 10cm x 10cm tetapi harus lebih besar
lagi, yaitu 50cm x 50 cm. Contoh lain, kalau sebuah sumbu X dengan
panjang 10 cm kita beri nilai 100 Volt, ketidakpastian terkecil yang dapat

Praktikum Fisika Dasar I 14


0,5
digambar adalah mm x 100 volt = 0,5 V . Jadi untuk ΔX yang lebih kecil
100
dari 0,5 kita harus mengecilkan pula nilai satuan skala, dengan kata lain
kertas yang diperlukan harus lebih luas. Tetapi sering juga titik nol skala
tidak perlu nampak pada grafik, sehinnga kita bisa saja menggunakan kertas
grafik yang lebih kecil asal daerah harga xi dan yi tercakup. Terlihatjelas
bahwa memilih luas kertas grafik memerlukan perencanaan yang bijak.
Selain itu sebuah garis grafik yang kita buat harus tampak penuh (mengisi
seluruh luasan kertas grafik) dengan cara memilih nilai skala mendatar
maupun tegak yang tepat.

Grafik V terhadap I Grafik V terhadap I

70 35

60 30

50 25
Tegangan (V)

Tegangan (V)

40 20

30 15

20 10

10 5

0 0
0 5 10 15 20 0 5 10 15 20
Arus (A) Arus (A)

Gambar grafik yang kurang baik Gambar grafik yang baik

Hal lain yang perlu kita ingat dan perhatikan dalam membuat grafik
antara lain adalah:
1. Judul grafik, ditulis pada bagian atas kertas grafik
2. Nama besaran pada sumbu mendatar dan sumbu tegak, harus ditulis
lengkap dengan satuannya, serta harga kalibrasinya jika ada. Contoh:
Tegangan (102 volt).
3. Pilih harga satuan skala sumbu-sumbu grafik dengan bilangan bulat
atau kelipatan puluhan. Misal : 1, 2, 3,… atau 5, 10, 15,… , sebaiknya
jangan 3, 6, 9,….
4. Perhatikan lebih dahulu bentuk fungsi dari besaran yang akan kita
gambarkan grafiknya, apa fungsi linier (garis lurus) atau bentuk
kuadratik (garis lengkung). Dengan demikian bagaimanapun bentuk

Praktikum Fisika Dasar I 15


titik-titik data yang kita peroleh, kita sudah tahu bentuk grafik yang
akan kita gambar.
5. Bila grafik berupa fungsi, misal: Y=f(X), sebaiknya besaran pengubah
f(X) diplotkan pada sumbu mendatar, sedangkan besaran yang diubah
Y pada sumbu tegak.

b. Menentukan Garis Lurus Terbaik


Dari hasil pengukuran dan perhitungan, tidak semua titik-titik data
akan berada tepat pada satu garis lurus. Untuk itu ada beberapa cara menarik
garis lurus terbaik, yaitu:
1. Metoda memandang (Visual)
Mata apat dengan cukup baik melihat apakah sederetan titik data
terletak pada garis atau agak menyimpamg. Dengan cara visual ini,
dapat ditarik sebuah garis lurus.
2. Metoda Titik sentroid
Titik sentroid sekumpulan titik adalah titik dengan koordinat

X0 =
X i
dan Y0 =
Y i
, N = jumlah data.
N N
Plotkan titik : X0, Y0 pada kertas grafik, kemudian tarik garis lurus
melaluinya sedemikian rupa, hingga jumlah titik-titik yang terdapat
diatasnya lebih kurang sama dengan jumlah yang ada di bawahnya.
Gunakan mistar plastik bening sebagai alat Bantu, diputar-putar
dengan titik sentroid sebagai poros putaran..
3. Metoda Garis Sumbu
Dari sekumpulan titik data yang telah kita plotkan pada suatu kertas
grafik, kita tarik sebuah garis sembarang (gs) yang kira-kira berada
ditengah-tengah area titik data, sehingga titik-titik data terbagi dua,
yaitu bagian atas dan bagian bawah. Buatlah penggalan-penggalan
garis dari setiap titik data yang tegak lurus ke garis gs. Bila jumlah
penggalan-penggalan garis yang tegak lurus bagian atas sama (hamper
sama) dengan jumlah pengalan-penggalan garis yang tegak lurus

Praktikum Fisika Dasar I 16


bagian bawah, maka garis gs yang telah kita buat merupakan garis
lurus terbaik yang telah melwakili semua titik-titik data..
4. Metoda Kuadrat terkecil
Misalnya kita punya hubungan y = ax + b dengan x dan y merupakan
variabel bebas, sedangkan a dan b merupakan parameter. Jika kita
punya sekumpulan data pasangan (x,y), dan data tersebut digambarkan
dalam bentuk grafik pada kertas grafik linear, maka akan diperoleh
suatu garis lurus.
Dengan menganggap bahwa x memiliki sesatan yang lebih kecil dari
pada sesatan pada y, maka garis lurus terbaik dapat diperoleh
berdasarkan metode kuadrat terkecil (regresi terhadap y). Nilai a
terbaik dituliskan dengan notasi at sedangkan nilai b terbaik dituliskan

dengan notasi bt dengan :


N N N
N  ( xi y i ) −  xi  y i
at = i =1 i =1 i =1
2 ………………………(1)
 N
N

N  x −   xi 
2
i
i =1  i =1 
dan
N N N N

 xi2  yi −  xi  (xi yi )
bt = i =1 i =1 i =1 i =1
2
…………………………..(2)
N
  N
N  xi2 −   xi 
i =1  i =1 
Sesatan pada nilai a dan b bersifat statistik dan diperoleh :
N
at = S y 2
…………………………..(3)
N
 N 
N  xi2 −   xi 
i =1  i =1 
N

x
i =1
2
i
bt = S y 2
……………………………(4)
N
 N 
N  x −   xi 
2
i
i =1  i =1 
dengan :

Praktikum Fisika Dasar I 17


1 N
Sy =  yi − (at xi + bt )2 ……………………..(5)
N − 1 i =1
Sebaran titik-titik data dari garis lurus dapat diukur berdasarkan nilai
koefisien korelasinya (r) berdasarkan rumus :
N N N
N  ( xi y i ) −  xi  y i
r= i =1 i =1 i =1
…………(6)
 N 2  N  2
 N 2  N 2 
 N  xi −   xi    y i −   y i  
 i =1  i =1    i =1  i =1  

dengan nilai -1  r  1. Jika r  1 berarti titik-titik datanya dekat

dengan garis terbaik. Sedangkan jika r  0 titik-titik datanya

berjauhan dari garis lurus terbaik.


Beberapa fungsi yang tidak linier, dalam batas-batas tertentu dapat
dilinierkan. Setelah diperoleh fungsi linier dapat digunakan metode
kuadrat terkecil untuk menentukan parameter terbaiknya.
Contoh: Sebuah miliamperemeter telah dikalibrasi dan ditera dengan
baik. Sedangkan voltmeter yang dipakai memiliki kesalahan
sistematik. Alat tersebut digunakan untuk menentukan nilai suatu
hambatan. Jika dari pengukuran kuat arus dan tegangan pada suatu
hambatan diperoleh data seperti pada tabel berikut ini, tentukan nilai
hambatan yang dimaksud berikut cara pelaporannya!
Kuat Arus Tegangan (V)
No (I) mA volt R = V/I (k) V.I = x . y I2 = x2
=x =y
1 1,00 2,30 2,30 2,30 1,00
2 1,50 3,20 2,13 4,80 2,25
3 2,00 4,20 2,10 8,40 4,00
4 2,50 4,90 1,96 12,25 6,25
5 3,00 6,10 2,03 18,30 9,00
6 3,50 7,30 2,09 25,55 12,25
7 4,00 8,70 2,18 34,80 16,00
8 4,50 9,20 2,04 41,40 20,25
9 5,00 9,80 1,96 49,00 25,00
10 5,50 10,50 1,91 57,75 30,25
I=32,50 V = 66,20 R=20,70 VI=254,55 I =126,25
2

Praktikum Fisika Dasar I 18


Jawaban :
Karena voltmeternya tidak ditera dulu, maka mungkin terjadi
kesalahan kalibrasi. Maka dari persamaan V − V0 = RI sehingga

V = RI + V0

Hubungan antara V dengan I merupakan hubungan linier, sehingga R


dapat ditentukan dari kemiringan grafik :
N N N
N  ( I i Vi ) −  I i  Vi
10  254,55 − 32,50  66,20
R= i =1 i =1 i =1
R=
10  126,25 − (32,50)
2 2
 N 
N
N I −  Ii  i
2

i =1  i =1 
R = 1.91 k
N N N N

 I i Vi −  I i  (I iVi )
Vo = i =1 i =1 i =1 i =1
2
N
  N
N  I −  Ii  i
2

i =1  i =1 
Jika data dari soal dimasukkan ke dalam persamaan ini akan didapat :
Vo = 0,41 volt
Untuk menghitung sesatan dari R dan Vo, terlebih dahulu dihitung Sy
sebagai :

1 N
Sy =  Vi − (R  I i + Vo )2
N − 1 i =1

V V grafik = RI + V0 (V-Vgrafik)2
2,30 2,32 0,0004
3,20 3,28 0,0056
4,20 4,23 0,0009
4,90 5,19 0,0812
6,10 6,14 0,0016
7,30 7,10 0,0420
8,70 8,05 0,4225
9,20 9,01 0,0380
9,80 9,96 0,0256
10,50 10,92 0,1722
Jumlah : 0,7900

Diperoleh Sy = 0,30

Praktikum Fisika Dasar I 19


Sesatan dari R atau ΔR dapat dihitung berdasarkan rumus :
N
R = Sy 2
N
 N 
N  I i2 −   I i 
i =1  i =1 
Diperoleh : R = 0.07 K.
Sedangkan sesatan dari Vo dapat dihitung dari :
N

I
i =1
i
2

V0 = Sy 2
N
 N 
N I −  Ii 
i
2

i =1  i =1 
Diperoleh : Vo = 0,023 volt.
Jadi pelaporan hasil akhirnya : R = (1,91  0,07) k
Vo = (0,41  0,02) volt

Grafik ploting dan linierisasi menggunakan metoda kuadrat terkecil adalah seperti
gambar di bawah

Grafik Tegangan terhadap Arus

12,00

10,00
Tegangan (Volt)

8,00

6,00

4,00

2,00

0,00
0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00

V = 1,91I + 0,41 Arus (mA)


2
R = 0,99

Praktikum Fisika Dasar I 20


IV. TUGAS PENDAHULUAN
1. Buktikan bahwa :

( )
2
N N
 N 
xi − x =  x −   x 
2 2 1
i
 i =1 
N
i =1 i =1

2. Suatu fungsi secara teoritis dinyatakan sebagai y = ax2 + bx. Dalam hal
ini x dan y merupakan variable, sedangkan a dan b merupakan
parameter. Bagaimanakah kita harus memilih sumbu koordinat agar
diperoleh fungsi garis lurus.
3. Kerjakan seperti soal nomor 2 untuk fungsi y = ax2 + b.

V. TUGAS PRAKTIKUM
1. Asisten saudara akan membagikan selembar data yang harus saudara
olah.
2. Untuk ketiga kelompok data tersebut, tentukan parameter a dan b beserta
sesatannya jika diperkirakan data tersebut memenuhi fungsi :
• y = ax + b
• y = ax2 + bx
• y = ax2 + b
3. Tentukan koefisien korelasi untuk ketiga fungsi perkiraan pada tugas
nomor 2 di atas. Berdasarkan nilai koefisien korelasi tersebut tentukan
fungsi mana yang paling memenuhi data yang tersedia.
4. Kerjakan seperti pada tugas 2 dan 3 di atas untuk ketiga pasangan data
yang diberikan asisten!
5. Buatlah Grafik linierisasi untuk masing-masing data tersebut dengan
metode kuadrat terkecil!

Praktikum Fisika Dasar I 21


KOEFESIEN PERGESERAN ZAT CAIR
(M-1)

I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Memahami mekanika fluida tentang viskositas.
2. Menentukan koefisien pergeseran zat cair.
3. Menentukan harga koefisien pergeseran zat cair koreksi.
II. ALAT-ALAT PERCOBAAN
1. Bola-bola kecil
2. Tabung berisi zat cair (gliserin)
3. Sendok penyaring
4. Neraca Ohaus
5. Mikrometer sekrup
6. Jangka sorong
7. Areometer
8. Termometer
9. Stopwatch
10. Penggaris

III. TEORI DASAR


Jika sebuah benda berbentuk bola bergerak dalam suatu fluida yang
homogen, maka benda akan mengalami gaya hambat sesuai dengan kaidah
Stokes sebagai :
Fs = −6r ……………………………………………….. (1)

dengan :
Fs = Gaya Stokes
 = koefisien pergeseran zat cair
r = jari-jari bola
υ = kecepatan relatif bola terhadap fluida
Berdasarkan kaidah Stokes tersebut, jika υ semakin besar maka nilai
gaya hambat akan semakin besar pula.

Praktikum Fisika Dasar I 22


Setiap benda yang berada dalam suatu fluida akan mengalami gaya
Archimides yang besarnya :
FA = f gV
3
FA =  f g r 3 …………………………………………………(2)
4
Jika sebuah benda dilepaskan dalam suatu fluida tanpa kecepatan
awal, sehingga gerakan ke bawah hanya disebabkan oleh gaya gravitasi saja,
maka gaya luar yang bekerja pada benda dapat dinyatakan sebagai :

FS
FA

Fw

Gaya total yang bekerja pada bola tersebut dapat dinyatakan sebagai :
FTotal = Fw − Fs − FA

3
FTotal = mg − 6r −  f g r 3 …………………………………(3)
4
Dari persamaan (3) terlihat bahwa makin besar nilai υ, makin kecil
nilai FTotal sehingga pada keadaan tunak FTotal = 0, pada saat itu :
3
mg − 6r −  f g r 3 = 0
4
3 3
 bolag r 3 − 6r − fg r 3 = 0
4 4
sehingga :
2r 2 g( bola −  f )
= ……………………………………………(4)
9
jika dalam “t” detik, bola menempuh jarak h, maka :
9h
tr 2 = ……………………………………………(5)
2g( bola −  f )

Praktikum Fisika Dasar I 23


Dalam penerapan hukum Stokes diperlukan syarat-syarat sebagai berikut :
1. Ruang tempat zat cair tidak terbatas
2. Tidak terjadi turbulensi pada zat cair
3. Kecepatan (υ) bola tidak besar
Pada percobaan, syarat (1) tidak dapat dipenuhi karena jari-jari bola
tidak jauh lebih kecil dibanding dengan jari-jari tabung tempat fluida.
Sehingga kecepatan bola υ perlu dikoreksi. Rumus koreksi tersebut
dinyatakan sebagai :
 kor =  (1 + k(r / R ) ………………………………………………(6)
dengan :
υ kor = kecepatan hasil koreksi
υ = kecepatan hasil percobaan
r = jari-jari bola
R = jari-jari tabung tempat zat cair
k = konstanta koreksi
h
karena kecepatan  = , maka koreksi dapat pula dilakukan terhadap t :
t
t = t o (1 + k(r / R ) ………………………………………………..(7)

dengan :
to = waktu jatuh bola sebenarnya
t = waktu jatuh bola hasil percobaan

IV. PROSEDUR PERCOBAAN


1. Timbang dan ukur diameter masing-masing bola sebanyak 3 kali.
2. Ukur diameter tabung sebanyak 3 kali.
3. Ukur temperatur zat cair dan massa jenisnya.
4. Letakkan karet melingkar dengan batas atas permukaan zat cair dan
dasar tabung minimal 4 cm. Tentukan jarak jatuh bola (h) dengan
mengatur karet melingkar sesuai dengan tabel pengamatan.
5. Ukurlah waktu jatuh (t) untuk masing-masing bola pada jarak jatuh (h)
tersebut, ulangi pengukuran sebanyak 3 kali.

Praktikum Fisika Dasar I 24


6. Ubah letak karet melingkar untuk jarak jatuh h yang lain, lakukan
pengukuran yang sama seperti langkah (5).
7. Setelah percobaan ukurlah temperatur zat cair dan massa jenisnya.

V. TUGAS PENDAHULUAN
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan koefisien pergeseran zat cair ().
Buktikan dan jelaskan rumus-rumus yang mendasari percobaan.
2. Gambarkan bentuk grafik tr2 terhadap d dengan grafik t terhadap r/R
dengan rumus diatas.

VI. TUGAS AKHIR


1. Hitunglah jari-jari dan massa rata-rata untuk masing-masing bola.
2. Hitunglah massa jenis masing-masing bola.
3. Tentukan jari-jari tabung rata-rata.
4. Hitunglah waktu jatuh rata-rata untuk masing-masing bola pada tiap
jarak h, tentukan kecepatan masing-masing bola tiap jarak h.
5. Hitung besar koefisien pergeseran zat cair ()untuk tiap bola dan jarak h,
tentukan harga koefisien pergeseran terbaik dan sesatannya.
6. Buatlah grafik yang menghubungkan t terhadap r/R untuk tiap jarak h
7. Hitung kecepatan koreksi untuk masing-masing bola pada tiap jarak h.
8. Tentukan harga koefisien pergeseran zat cair hasil koreksi o untuk
masing-masing bola dan jarak jatuh h.
9. Tentukan harga koefisien pergeseran koreksi rata-rata ( o ).

10. Bandingkan harga koefisien pergeseran zat cair hasil perhitungan


sebelum koreksi dengan hasil setelah koreksi.

Praktikum Fisika Dasar I 25


VOLTMETER DAN AMPEREMETER
(L-1)

I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mengukur kuat arus dan beda tegangan pada rangkaian arus searah
(DC).
2. Mengukur tahanan dalam dari voltmeter dan amperemeter.
3. Mengukur daerah pengukuran voltmeter dan amperemeter.

II. ALAT-ALAT PERCOBAAN


1. Milivoltmeter
2. Miliamperemeter
3. Amperemeter
4. Hambatan Box (RB)
5. Hambatan tetap
6. Sumber tegangan
7. Kabel Penghubung

III. TEORI PERCOBAAN


1. Mengukur kuat arus

+ - + -

E E
i Rtetap
i
RBox RBox
A A

Gambar 1.a Gambar 1.b

Praktikum Fisika Dasar I 26


2. Mengukur beda tegangan

+ -

E
i
V
RBox
A
a b
Gambar 2

3. Mengukur tahanan dalam dari sebuah miliamperemeter


+ -

E
i ib

RBox
ia
R

Gambar 3

Perhatikan gambar 3 diatas. Sebelum RBox dipasang, jarum miliamperemeter


menunjukan arus sebesar Ia. Jika RBox dipasang dan diketahui besarnya,
maka RA dapat dihitung dengan rumus :
 i − ia 
R a =  R b …………………………………………(1)
 ia 
4. Mengukur tahanan dalam dari votmeter
+ -

E
i
VV
RBox

Gambar 4

Praktikum Fisika Dasar I 27


Perhatikan gambar 4 diatas. Sebelum RBox dipasang, jarum menunjukan
harga E. setelah dipasang, voltmeter menunjukan harga VV. Jika RBox
diketahui, maka RV dapat dihitung dengan rumus :
VV
RV =  R Box …………………………………….(2)
E − VV

IV. PROSEDUR PERCOBAAN


a. Mengukur Kuat Arus
1. Susunlah rangkaian seperti gambar 1a !
2. Sebelum dihubungkan dengan sumber tegangan (power supply) aturlah
RBox sehingga menunjukan 50 Ohm, dan aturlah miliAmperemeter
pada skala maksimum. (untuk pengaturan RBox dan sumber tegangan
perhatikan perintah asisten / bisa dirubah sesuai pengukuran yang
diinginkan)
3. Atur posisi power supply pada posisi minimal !
4. Catat kedudukan miliamperemeter !
5. Ulangi setiap percobaan diatas untuk setiap perubahan RBox yang
berbeda. (jumlah data ditanyakan langsung pada asisten) !
6. Susunlah rangkaian seperti gambar 1 b!
7. Sebelum dihubungkan dengan sumber tegangan aturlah RBox dan
miliamperemeter ! (nilai RBox langsung tanyakan pada asisten)
8. Aturlah posisi sumber tegangan !
9. Catat kedudukan miliamperemeter !
10. Ulangi percobaan diatas untuk setiap perubahan RBox yang berbeda !

b. Mengukur beda tegangan


1. Susunlah rangkai seperti gambar 2 !
2. Sebelum dihubungkan dengan sumber tegangan aturlah RBox !
(nilainya tanyakan langsung ke asisten)
3. Aturlah sumber tegangan pada posisi minimal !
4. Gunakan voltmeter dan amperemeter pada skala maksimum.
5. Catat kedudukan voltmeter dan amperemeter !

Praktikum Fisika Dasar I 28


6. Ulangi percobaan tersebut untuk harga RBox yang berbeda.

3. Mengukur Tahanan Dalam sebuah Miliamperemeter


1. Susunlah rangkai seperti gambar 3 !
2. Aturlah sumber tegangan pada posisi minimal !
3. Ukurlah arus dari sumber tegangan secara langsung dengan
menggunakan miliamperemeter dan catat kedudukannya sebagai arus
(I) total. (tanpa dengan RBox )
4. Pasangkan RBox pada posisi 2 Ohm. Catat kedudukan arusnya sebagai
Ia!
5. Ulangi percobaan diatas untuk setiap perubahan I total dengan
merubah posisi sumber tegangan.

4. Mengukur Tahananan Dalam Voltmeter


1. Susunlah rangkaian seperti gambar 4 !
2. Aturlah sumber tegangan pada posisi minimal !
3. Ukurlah tegangannya dengan voltmeter langsung. Kemudian catat
kedudukannya.
4. Pasangkan RBox kemudian catat kedudukan voltmeter.
5. Ulangi percobaan diatas dengan merubah posisi sumber tegangan.

V. TUGAS PENDAHULUAN
1. Berdasarkan gambar 1, bagaimana seharusnya besar tahanan dalam
sebuah miliamperemeter yang baik. (mendekati kebenaran) jelaskan !
2. Pada gambar 2, bagaimana dengan tahanan dalam voltmeter !
3. Dapatkah sebuah amperemeter menjadi sebuah voltmeter ? apa
syaratnya ? bagaimana rangkaiannya ? jelaskan !
4. Turunkan rumus (1) dan (2).
5. Sebenarnya persamaan (1) dan (2) kurang tepat. Apakah syarat-
syaratnya agar kedua rumus tersebut berlaku.

Praktikum Fisika Dasar I 29


VI. TUGAS AKHIR
1. Hitunglah VBox untuk setiap perubahan RBox pada rangkaian
pengukuran kuat arus !
2. Buatlah hubungan grafik VBox terhadap RBox untuk rangkaian
pengukuran kuat arus !
3. Hitunglah IBox untuk setiap perubahan RBox pada rangkaian
pengukuran beda tegangan !
4. Buatlah grafik IBox terhadap RBox !
5. Hitunglah tahanan dalam dari miliamperemeter dan milivoltmeter dari
percobaan 3 dan 4 !
6. Apa yang akan terjadi bila alat yang kita gunakan dalam percobaan ini
menggunakan sumber tegangan bolak-balik (AC) !

Praktikum Fisika Dasar I 30


SIFAT-SIFAT LENSA DAN PEMBENTUKAN BAYANGAN
(O-1)

I. TUJUAN UMUM
Mengenal dan memahami sifat pembiasan cahaya pada lensa.
II. TUJUAN KHUSUS
1. Menentukan jarak fokus lensa dengan metoda Bessel
2. Menentukan jarak fokus lensa dengan metoda Gauss
III. ALAT-ALAT
1. Lensa positif kuat (tanda ++).
2. Lensa positif lemah (tanda +).
3. Benda yang berupa anak panah.
4. Sumber Cahaya.
5. Layar untuk menangkap bayangan.
6. Bangku optik.
IV. TEORI

A. Menentukan jarak fokus f lensa positif (konvergen).

Lensa + Layar
S’
O
F F’
O’

S
L

Sebuah benda O diletakkan disebelah kiri lensa positif dan bayangan O’ yang
terbentuk disebelah kanan lensa dapat diamati pada sebuah layar. Jika m
pembesaran bayangan (perbandingan panjang O’ dan O), dan L jarak antara
benda dan bayangan (layar), maka jarak fokus lensa f dapat ditentukan dari
persamaan :
mL
f = .............................................................................. (1-1)
(1 + m )2

Praktikum Fisika Dasar I 31


Jarak fokus f juga ditentukan dengan persamaan :
S'
f = ............................................................................... (1-2)
1+ m
Jika S’ jarak bayangan (layar) terhadap lensa (gb. 1-1), dan m perbesaran
bayangan.

Layar
O I II

O’
E1

E2
L
Gambar 1.2

Cara lain untuk menentukan jarak fokus f sebuah lensa positif adalah sebagai
berikut (lihat gb. 1-2). Sebuah benda O diletakkan pada jarak L dari layar (L
tetap). Kemudian lensa positif yang akan ditentukan jarak fokusnya digeser-
geserkan antara benda O dan layar, sehingga diperoleh kedudukan (misalnya
kedudukan I dan II) dimana lensa pada masing-masing kedudukan tersebut
dapat memberikan bayangan yang jelas dari benda O pada layar (O’).
Bayangan yang satu diperbesar dan yang lain diperkecil. Jika e = jarak antara
dua kedudukan lensa yang dapat memberikan bayangan yang jelas pada layar,
maka jarak fokus f dari lensa menurut Bessel dapat ditentukan dengan rumus
L2 − e 2
f = ............................................................................... (1-3)
4L
B. Menentukan jarak fokus f lensa negatif (divergen).
Dengan lensa positif dapat dibuat sebuah bayangan dari benda pada layar (gb.
1-1).
Tempatkan lensa negatif yang akan ditentukan jarak fokusnya antara lensa
positif dan layar. Bayangan pada layar oleh lensa positif merupakan benda
lensa negatif dengan jarak benda S = jarak antara lensa negatif dan layar.

Praktikum Fisika Dasar I 32


Geser-geserkan layar sehingga terbentuk bayangan yang jelas pada layar,
maka jarak lensa negatif ke layar dalam hal ini merupakan jarak bayangan S’.
Jarak fokus lensa negatif dapat ditentukan dengan persamaan :
SS
f = ................................................................................. (1-4)
S + S'

C. Jarak fokus lensa bersusun.


Jika dua lensa tipis dengan jarak fokus masing-masing f1 dan f2 digabungkan
(dirapatkan), akan diperoleh satu lensa bersusun yang jarak fokusnya f dapat
ditentukan dengan persamaan :
1 1 1
= + ................................................................................ (1-5)
f f1 f 2

D. Cacat bayangan.
Rumus-rumus persamaan lensa yang telah diberikan diatas diturunkan dengan
syarat hanya berlaku untuk “sinar paraksial”, jika syarat tersebut tidak
dipenuhi, akan terjadi cacat-cacat bayangan (aberasi).

V. TUGAS PENDAHULUAN
1. Buktikan rumus/persamaan (1-1) s/d (1-5).
2. Dari rumus Bessel (1-3) bagaimana L harus dipilih, supaya dapat terjadi
dua bayangan yang diperbesar dan diperkecil pada layar ? Boleh dijawab
setelah percobaan.
3. Mengapa untuk menentukan jarak fokus lensa negatif harus menggunakan
pertolongan lensa positif ?
4. Terangkan apa yang dimaksud dengan aberasi khromatik ?
5. Apakah yang dimaksud dengan astigmatisme ?

VI. PROSEDUR PERCOBAAN


A. Menentukan jarak fokus lensa metoda Gauss.
1. Ukurlah tinggi (panjang) anak panah yang dipergunakan sebagai benda.
2. Susunlah sistim optik berturutan sebagai berikut :

Praktikum Fisika Dasar I 33


- benda dengan lampu dibelakangnya.
- lensa positif lemah (tanda +).
- layar.
3. Ambillah jarak ke layar lebih besar dari 1 (satu) meter.
4. Ukurlah dan catatlah jarak benda ke layar.
5. Geser-geserkan layar hingga didapat bayangan yang tegas/jelas pada
layar.
6. Catatlah kedudukan layar ke lensa dan ukurlah tinggi bayangan pada
layar.
7. Geserkan lagi kedudukan layar sehingga didapat bayangan jelas yang
lain.
8. Ulangilah percobaan no. VI-3 s/d VI-7 sebanyak 5 kali dengan 4
kombinasi jarak benda ke lensa S yang berlainan
9. Ulangilah percobaan no. VI-3 s/d VI-7 beberapa kali (ditentukan asisten)
dengan harga L yang berlainan.
10. Ulangilah percobaan no. VI-2 s/d VI-8 untuk lensa positif kuat (tanda
++)
11. Gunakan cara Bessel (gb.1-2) untuk menentukan jarak fokus lensa
bersusun tersebut. Ulangi beberapa kali dengan harga L yang berubah-
ubah.

B. Menentukan jarak fokus lensa metoda Bessel


1. Susunlah sistim optik berturutan sebagai berikut :
- benda dengan lampu dibelakangnya.
- lensa positif lemah (tanda +).
- layar.
2. Ambillah jarak benda ke layar 95 cm.
3. Geser-geserkan lensa hingga didapat bayangan yang tegas/jelas
diperbesar pada layar, catatlah sebagai e1.
4. Geser-geserkan lensa hingga didapat bayangan yang tegas/jelas
diperkecil pada layar, catatlah sebagai e2.
5. Ulangi percobaan sebanyak 3 kali.

Praktikum Fisika Dasar I 34


6. Ulangi prosedur pada no 3 dan 4 untuk jarak layar ke benda 90 cm dan
85 cm.
7. Ulangi percobaan untuk lensa positif kuat (++)

VII. TUGAS AKHIR


Semua hasil pengukuran dan perhitungan dibawah ini supaya diberi
ketidakpastiannya dengan menggunakan teori kesalahan.
1. Hitunglah jarak fokus lensa positif lemah (+) dan lensa positif kuat
(++) dengan persamaan (1-3)
2. Hitung pula dengan memakai persamaan (1-2).
3. Terangkan cara mana yang lebih teliti.
4. Mengapa jika dipergunakan diafragma yang kecil cacat-cacat
bayangan dapat dikurangi.
5. Adakah cara lain untuk mengurangi cacat bayangan !
6. Bila anda belum menjawab pertanyaan no. V-2 harap dijawab disini.

Praktikum Fisika Dasar I 35


PESAWAT ATWOOD
(M-2)

I. TUJUAN
1. Menentukan percepatan katrol
2. Menetukan kecepatan
II. ALAT-ALAT PRAKTIKUM
1. Pesawat atwood yang terdiri dari :
- Katrol yang bergerak bebas pada sumbunya
- Tiang penggantung, penjepit silinder, penahan beban, dan kaki-
kaki penyangga tiang.
2. Dua buah beban silinder (m1 dan m2)
3. Dua piringan beban mb.
4. Neraca Ohaus
4. Tali penggantung beban
5. Stopwatch
III. TEORI DASAR

R RR
Katrol
A m2 + mb
I II
a
a
T T
B

m1 m2 + mb= M2

m1 g M2 g

C
Gb. 2
Jika pada sistem pesawat atwood tersebut
m1
mula-mula silinder m1 dilepaskan dari
Penjepit penjepitnya, maka sistema kan bergerak dengan
Gb. 1 percepatan tetap. Besarnya percepatan a

Praktikum Fisika Dasar I 36


berbanding lurus dengan gayanya.
Jika momen inersia katrol kita abaikan, maka kita dapat mengisolasi
sistem pada gambar 2 sebagai dua sistem terpisah I dan II.

Pada sistem I :
Silinder dengan massa m1 akan bergerak keatas dengan percepatan a,
sehingga gaya total pada sistem I (FTotal) adalah:
Ftotal = m1 a  m1 a = T − m1 g ……………………………..(1)

Pada sistem II:


Silinder dan beban dengan massa total M2 akan bergerak kebawah
dengan percepatan a, sehingga gaya total pada sistem II (FTotal) adalah:
Ftotal = M 2 a  M 2 a = M 2 g − T .........................................(2)

Kedua benda m1 dan M2 terikat dengan tali sehingga akan bergerak


dengan percepatan a yang sama, gaya tarik tali T juga besarnya sama , maka
percepatan sistem adalah :
( M 2 − m1 )
a=g ………………………………………………(3)
( M 2 + m1 )

Untuk gaya yang konstan, maka percepatan tetap sehingga berlaku


persamaan gerak lurus berubah beraturan :
1 2
xt = at ……………………………………………...………(4)
2
dimana : t = waktu tempuh
a = percepatan sistem
xt = jarak setelah t detik
Setelah beban mb ditahan oleh penyangkut beban, silinder m1 dan m2
tetap melanjutkan gerakannya dengan kecepatan konstan. Dalam keadaan ini
resultan gaya yang bekerja pada sistem sama dengan nol (sesuai dengan hukun
Newton I). Sehingga jarak tempuh silinder m1 dan m2 setelah beban
tersangkut, dapat dinyatakan sebagai :
xt = vt …………………………………………………………(5)

Praktikum Fisika Dasar I 37


IV. PROSEDUR PERCOBAAN
Percobaan I :
1. Timbang massa beban m1, m2 dan mb menggunakan neraca teknis
sebanyak tiga kali.
2. Gantungkan sepasang silinder pada katrol sedemikian rupa, sehingga m1
dijepit, sedangkan m2 tergantung bebas sejajar A. Penahan beban
diletakkan pada titik B dan penyangga silinder diletakkan pada titik C.
Atur sedemikian rupa sehingga AB = 30 cm.
3. Letakkan piring beban mb pada permukaan m2 dan siapkan stopwatch.
4. Bebaskan m1 dari penjepit dan hidupkan stopwatch.
5. Tepat pada saat piring beban beban mb tersangkut oleh penyangkut beban,
matikan stopwatch. Catat penunjukan waktu oleh stopwatch. Untuk jarak
AB yang sama, Lakukan percobaan sebanyak tiga kali.
6. Ulangi prosedur 1 – 4 diatas untuk AB yang lain. (AB= 35 cm, 40 cm, 45
cm, 50 cm, 55 cm, 60 cm 70 cm).

Percobaan II :
1. Siapkan percobaan seperti prosedur 2 dan 3 pada percobaan I. Buat jarak
AB 60 cm dan atur penyangga silinder di titik C sehingga BC = 23 cm.
2. Bebaskan silinder m1 dari penjepit. Tepat pada saat piringan beban mb
tersangkut pada penyangkut beban B, hidupkan stopwatch. Silinder m2
akan terus melanjutkan geraknya ke titik C dengan kecepatan yang bisa
dikatakan konstan.
3. Tepat pada saat m2 mencapai titik C, matikan stopwatch. Catat waktu yang
ditunjukkan oleh stopwatch. Lakukan percobaan sebanyak tiga kali
4. Ulangi prosedur 1 – 3 untuk jarak BC sama dengan 28 cm, 33 cm, 38 cm,
43 cm).

V. TUGAS PENDAHULUAN
1. Turunkanlah rumus percepatan untuk pesawat atwood tersebut dengan
mengabaikan momen inersia katrol !

Praktikum Fisika Dasar I 38


2. Jika massa katrol mk dan jari-jari katrol R, turunkanlah rumus momen
inersia katrol !
3. Jika pengaruh momen inersia katrol diperhitungkan, hitunglah percepatan
a dan tegangan tali T pada masing-masing segmen tali.

VI. TUGAS AKHIR


1. Hitung massa rata-rata m1, m2 dan mb berikut ketidakpastiannya!
2. Hitung percepatan sistem menggunakan persamaan 3!
3. Hitung Tegangan pada tali !
4. Dari percobaan I, hitunglah percepatan sistem dengan menggunakan
persamaan 4!
5. Dari percobaan I, buatlah Grafik ploting t2 terhadap x!
6. Dari percobaan I, buatlah grafik t2 terhadap x dengan menggunakan
metoda kuadrat terkecil!
7. Dari grafik pada no. 6, hitunglah percepatan sistem?
8. Dari perhitungan pada no. 2 dan 4, apakah terdapat perbedaan hasilnya?
Jika ya, apa penyebabnya?
9. Jika diketahui jari-jari katrol R = 6 cm, hitunglah massa katrol!
10. Dari percobaan II hitunglah kecepatan benda dengan menggunakan
persamaan 5!

Praktikum Fisika Dasar I 39


PANAS JENIS ZAT PADAT
(T-1)

I. TUJUAN PERCOBAAN
Menentukan panas jenis dari berbagai logam.

II. ALAT – ALAT PERCOBAAN


1. Kalorimeter dengan pengaduk
2. Termometer
3. Tabung takaran
4. Silinder alumunium
5. Balok kuningan
6. Benang
7. Neraca Ohauss
8. Kompor Listrik

III. TEORI DASAR


Logam yang dipanaskan akan mengalami kenaikan suhu, energi panas (kalor)
yang diperlukan untuk menaikan suhu suatu massa logam disebut dengan
panas jenis(Specific Heat) dilambangkan cz.
Besarnya energi panas dapat diukur dengan kalorimeter, dalam kalorimeter
ideal pertukaran panas dengan lingkungan dapat dihindari akan tetapi pada
kenyataanya kalorimeter pun akan menyerap sejumlah energi panas yang
diberikan, karena itu kapasitas panas kalorimeter (C) harus diperhitungkan.
Apabila kalorimeter diisi dengan air dengan massa ma dan suhu awal T1 yang
sama dengan suhu kalorimeter kemudian kedalamnya dimasukan logam
bermassa mz dengan suhu T2 akan terjadi perpindahan energi panas dari logam
ke air dan kalorimeter sehingga diperoleh suhu setimbang T3, perpindahan
panas ke lingkungan bernilai kecil sehingga dapat diabaikan dalam hal ini
panas jenis zat padat dinyatakan dengan persamaan:

Praktikum Fisika Dasar I 40


( ma c + C )( T3 − T1 )
cz =
m z ( T2 − T3 )
................................................................(1)

dengan
c = Panas jenis air (Kal/groC)
C = Kapasitas panas Kalorimeter( Kal/oC)
cz = Panas jenis Zat (Kal/groC)
IV. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Timbang massa balok Alumunium dengan menggunakan neraca O’Hauss.
2. Isi kalorimeter dengan 100 cm3 air dengan menggunakan tabung takaran,
biarkan sesaat kemudian ukur suhunya (T1).
3. Panaskan balok Alumunium dengan mencelupkannya kedalam air
mendidih selama 5 menit, kemudian ukurlah suhu air tersebut(T2).
4. Ambil balok Alumunium tersebut keringkan dan masukan dengan cepat
kedalam kalorimeter.
5. Aduk dengan teratur sampai suhu setimbang(T3).
6. Ulangi percobaan tersebut untuk volume air 200 cm3.
7. Ulangi prosedur diatas untuk balok besi.
V. TUGAS PENDAHULUAN
1. Jelaskan dengan singkat apa yang dimaksud dengan azas Black dan dari
sistem percobaan, mana penerima panas dan pelepas panas?
2. Turunkan persamaan di atas dan jelaskan!
3. Jelaskan dengan singkat apa perbedaan konduksi, konveksi dan radiasi.
4. Jelaskan mengapa suhu awal kalorimeter dan suhu air harus sama?
5. Apa yang dimaksud dengan suhu kesetimbangan?
6. Jelaskan arti fisis dari cz untuk alumunium dan besi dan tuliskan harga
panas jenis literatur.
VI. TUGAS AKHIR
1. Tentukan harga panas jenis untuk balok Alumunium dan Besi berdasarkan
data hasil percobaan!

Praktikum Fisika Dasar I 41


2. Tentukan harga panas jenis terbaik dan harga ketidakpastian hasil
percobaan untuk masing-masing balok logam!
3. Hitunglah kesalahan relatif percobaan dengan membandingkan harga
panas jenis hasil percobaan dengan harga literatur!

Praktikum Fisika Dasar I 42


JEMBATAN WHEATSTONE
(L-2)

I. SASARAN
1. Memahami fungsi hambatan (resistansi) dalam rangkaian listrik.
2. Menentukan besarnya hambatan listrik dengan menggunakan metoda
“Jembatan Wheatstone”.

II. ALAT-ALAT PERCOBAAN


1. Sumber tegangan arus searah
2. Bangku hambatan
3. Tiga hambatan listrik yang belum diketahui besarnya X1 X2 dan X3
4. Galvanometer
5. Kawat hambatan lurus serba sama pada mistar sebagai jembatan
wheatstone
6. Kabel Penghubung

III. TEORI
Hambatan listrik digunakan untuk mengatur besarnya arus listrik
dalam suatu rangkaian. Jika hambatan listrik dilalui arus listrik akan terjadi
perubahan energi listrik menjadi energi kalor, dan hal ini merupakan prinsip
kerja, misalnya kompor dan setrika listrik.
Hambatan listrik dari suatu penghantar (konduktor) adalah
perbandingan dari beda potensial antara ujung konduktor dengan arus listrik
yang melaluinya. Oleh sebab itu salah satu cara untuk mengukur besar
hambatan listrik dari konduktor adalah mengukur beda potensial dari ujung-
ujungnya dengan voltmeter dan juga mengukur arus listrik yang melaluinya
dengan amperemeter.
Untuk pengukuran hambatan listrik dengan voltmeter dan
amperemeter dapat digunakan rangkaian-rangkaian seperti pada gambar 1a
atau gambar 1b.

Praktikum Fisika Dasar I 43


A A

iv iv
R R
A A
a a
b c b c
iR iR
i = iR + iv

Gambar 1 a Gambar 1 b

Pada gambar 1a, amperemeter A mengukur arus iR yang melalui


hambatan R. Tetapi voltmeter V menunjukkan pembacaan beda potensial
Vac dan bukan beda potensial Vbc yaitu beda potensial yang sebenarnya
dari ujung-ujung hambatan R.
Cara pengukuran hambatan R dengan rangkaian gambar 1a hanya
akan memberikan nilai R yang sebenarnya yaitu perbandingan dari Vac dan
iR jika hambatan dalam dari amperemeter RA sama dengan nol.
Jika RA  0 yang diperoleh dari hasil bagi Vac dan iR harus dikoreksi.
Pada rangakaian gambar 1b, Voltmeter V menunjukkan pembacaan
beda potensial Vab dari ujung-ujung hambatan R, tetapi amperemeter A
menunjukkan pembacaan arus i dimana i = iR + iV yaitu ir arus yang
melalui R dan iV arus yang melalui voltmeter v. Nilai R yang sebenarnya
adalah Vab dibagi dengan iR tetapi karena yang ditunjukkan oleh
amperemeter adalah i, nilai R yang diperoleh dari pembacaan pada
voltmeter V dan amperemeter A harus dikoreksi untuk memperoleh nilai R
yang sebenarnya.
Cara lain untuk mengukur besar hambatan listrik yang belum
diketahui adalah metoda “Jembatan Wheatstone”. Mengukur besarnya
hambatan listrik yang belum diketahui dengan metoda “Jembatan
Wheatstone” pada dasarnya adalah membandingkan besar hambatan yang
belum diketahui deengan besar hambatan listrik yang sudah diketahui
nilainya. Gambar (2) menunjukkan prinsip dari rangkaian listrik Jembatan
Wheatstone.

Praktikum Fisika Dasar I 44


RG
D S OUT

Rb X K
G IN
i2 i2

i1
A B E
R1 C R2

E : sumber tegangan listrik searah


S : penghubung arus
G : galvanometer
RG : hambatan geser (rheo stat)
R1 dan R2 : hambatan listrik yang diketahui nilainya
Rb : bangku hambatan
X : hambatan yang akan ditentukan nilainya
Setelah S ditutup, dalam rangakaian akan ada arus listrik. Jika
jarum dari galvanometer G mengalami penyimpangan berarti ada arus
listrik yang melalui galvanometer G, berarti juga antara titik C dan titik D
ada beda potensialnya.
Dengan mengubah-ubah besaranya hambatan Rb, R1 dan juga R2,
dapat diusahakan sehingga galvanometer G tidak dilalui arus lagi, yang
berarti potensial titik C dan titik D sama. Karena itu arus yang melalui R 1
dan R2 sama, misalnya i1. Demikian juga arus yang melalui Rb dan X sama
misalnya i2. Dengan menggunakan hukum ohm, dapat diperoleh nilai dari
X yang dinyatakan dengan R1, R2 dan Rb sebagai berikut :
R2
X= Rb ………………………………………………….(1)
R1
Untuk menyederhanakan rangkaian dan mempermudah
pengukuran, hambatan R1 dan hambatan R2 antara A dan B dapat

Praktikum Fisika Dasar I 45


digantikan dengan kawat hambatan lurus yang serba sama dan panjangnya
L.
Pada kawat hambatan dapat digeser-geserkan kontak geser C
untuk mengubah-ubah besarnya hambatan RAC dan RCB.

X
Rb G

C
A B
L1 L2

S E

Dengan menggeser-geserkan kontak geser C pada kawat hambatan


AB atau dengan mengubah-ubah Rb, dapat dicapai keadaan hingga
potensial titik C sama dengan potensial titik D, yang dalam hal ini
ditunjukkan oleh tidak menyimpangnya jarum dari galvanometer G. Jika
hal ini telah tercapai, maka X dapat dinyatakan dengan persamaan :
L2
X = Rb ………………………………………………………..(2)
L1
Dengan mengukur panjang L1 (panjang kawat AC) dan L2 = L – L1
(panjang kawat CB) maka jika R telah diketahui besarnya hambatan X
dapat dihitung dengan persamaan (2).

IV. PROSEDUR PERCOBAAN


1. Susunlah rangkaian untuk percobaan seperti pada gambar (2) dengan X1
(salah satu hambatan yang belum diketahui besarnya) pada sisi DB.
Perhatikan supaya penghubung arus S masih tetap terbuka, gunakan
Rb=500 Ohm dan rangkaian belum boleh dihubungkan ke sumber
tegangan.

Praktikum Fisika Dasar I 46


2. Setelah rangkaian diperiksa oleh asisten dan disetujui, hubungkan
rangkaian dengan sumber tegangan E = 3 Volt, dan tutuplah penghubung
arus S.
3. Geser-geserlah kontak geser C agar jarum dari G menunjuk ke nol.
4. Catat panjang L1 dan L2.
5. Ganti nilai Rb dengan 400 Ohm dan ulangi langkah 1-4.
6. Ulangi prosedur diatas untuk X2 dan X3.

V. TUGAS PENDAHULUAN
1. Jika hambatan dalam dari amperemeter RA  0, dan nilai RA diketahui
(gambar 1a) turunkan rumus untuk memperoleh R dinyatakan dengan
Vac, iR dan RA
2. Jika pada rangkaian gambar 1b, hmabatan dalam dari voltmeter V
diketahui yaitu R, turunkan rumus untuk memperoleh Rv, dinyatakan
dengan Vab, i dan Rv.
3. Turunkan persamaan hukum fisika yang mendasari percobaan.

Praktikum Fisika Dasar I 47

Anda mungkin juga menyukai