Anda di halaman 1dari 10

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Morfologi Tanaman Kacang Hijau

Menurut Purwono dan Hartono (2005), kacang hijau termasuk dalam

famili kacang-kacangan, dengan sistematika dan klasifikasi botani sebagai

berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Rosales

Suku : Leguminose (Fabaceae)

marga : Vigna

Jenis : Vigna radiata L.

Kacang hijau merupakan komoditas tanaman pangan penting kelima

setelah padi, jagung, kedelai, dan kacang tanah. Komoditas ini biasanya ditanam

mengikuti pola tanam padi–padi–kacang hijau atau padi–kedelai–kacang hijau.

Umumnya ditanam di lahan sawah sesudah panen padi, ketika diperkirakan air

tidak cukup lagi untuk menanam padi atau palawija lain. Hal ini dilakukan karena

kacang hijau dikenal sebagai jenis tanaman yang relatif toleran terhadap

kekeringan (Sulistyo dan Yuliasti, 2012).

Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi (2013) mengemukakan

kacang hijau merupakan salah satu bahan makanan populer di Indonesia. Kacang

hijau memiliki kandungan protein nabati yang tinggi setelah kacang kedelai dan

7
8

kacang tanah. Kandungan gizi yang terdapat dalam 110 gram kacang hijau adalah

345 kalori, 22,2 gram protein, 1,2 gram lemak, vitamin A, vitamin B1, fosfor, zat

besi, dan mangan.

Kacang hijau di lahan sawah biasanya di usahakan setelah padi pada

musim kemarau. Pada lahan kering, kacang hijau biasanya ditanam sesudah padi

gogo atau jagung. Kacang hijau ditanam sebagai tanaman ketiga pada lahan

kering beriklim basah dengan pola padi gogo–jagung–kacang hijau, padi gogo–

kedelai–kacang hijau, atau jagung–kedelai–kacang hijau. Dalam pola tanam ini,

sifat penting yang perlu dimiliki kacang hijau adalah umur genjah dan toleran

kekeringan. Pada daerah-daerah dengan keterbatasan tenaga kerja, varietas kacang

hijau yang memiliki karakteristik masak serempak menjadi penting (Trustinah

dkk., 2014b).

Morfologi tanaman kacang hijau sebagai berikut:

1. Akar

Kacang hijau berakar tunggang. Sistem perakarannya dibagi

menjadi dua yaitu mesophytes dan xerophytes. Mesophytes mempunyai

banyak cabang akar pada permukaan tanah dan tipe pertumbuhannya

menyebar. Sementara itu, xerophytes memiliki akar cabang lebih sedikit

dan memanjang ke arah bawah (Purwono dan Hartono, 2005).

2. Batang

Pertumbuhan kacang hijau tegak, batang kacang hijau berbentuk

bulat, dan berbuku-buku. Batang berukuran kecil, berbulu, berwarna hijau

kecoklatan atau kemerahan. Setiap buku batang menghasilkan satu tangkai


9

daun, batang kacang hijau tumbuh tegak dengan ketinggian mencapai 1 m

(Purwono dan Hartono, 2005).

3. Daun

Daun majemuk dan terdiri dari tiga helai anak daun tiap tangkai

(trifoliat). Helai daun berbentuk oval dengan bagian ujung lancip dan

berwarna hijau muda hingga hijau tua serta letak daunnya berseling.

Tangkai daun lebih panjang dari pada daunnya sendiri (Purwono dan

Purnawati, 2007).

4. Bunga

Bunga kacang hijau termasuk bunga sempurna (hermaphrodite),

dapat menyerbuk sendiri, berbentuk kupu–kupu, dan berwarna kuning.

Bunga muncul diujung percabangan pada umur 30 hari. Munculnya bunga

dan pemasakan polong pada tanaman kacang hijau tidak serentak sehingga

panen dilakukan beberapa kali.

5. Polong

Polong berbentuk silindris dengan panjang antara 6–15 cm, polong

muda berwarna hijau dan setelah tua berwarna hitam atau cokelat. Dalam

satu polong terdapat 5–16 butir biji.

6. Biji

Biji umumnya lebih kecil dibandingkan biji kacang-kacangan lain.

Warna bijinya kebanyakan hijau kusam atau hijau mengkilap, namun ada

beberapa yang berwarna kuning, cokelat, dan hitam (Marzuki dan

Soeprapto, 2001).
10

B. Syarat Tumbuh Tanaman Kacang Hijau

1. Iklim

Kacang hijau dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25 °C – 27

°C, dengan tingkat kelembaban udara antara 50% - 89%. Tanaman ini

termasuk golongan tanaman C3 dengan panjang hari maksimum sekitar 10

jam/hari. Jenis tanah yang baik bagi pertumbuhan kacang hijau adalah latosol

ataupun regosol (Purwono dan Hartono, 2005).

Curah hujan antara 50 mm-200 mm perbulan, dan cukup mendapat

sinar matahari (tempat terbuka). Jumlah curah hujan dapat mempengaruhi

produksi kacang hijau. Tanaman ini cocok ditanam pada musim kering

(kemarau) yang rata-rata curah hujannya rendah. Daerah yang curah hujannya

tinggi pertanaman kacang hijau mengalami banyak hambatan dan gangguan,

misalnya mudah rebah dan terserang penyakit. Produksi tanaman kacang hijau

pada musim hujan umumnya lebih rendah dibandingkan dengan produksi pada

musim kemarau (Rukmana,1997 dalam Khairani, 2008).

2. Tanah

Tanaman kacang hijau menghendaki tanah yang tidak terlalu berat.

Artinya tanaman kacang hijau tumbuh dengan baik pada tanah yang tidak

terlalu banyak mengandung liat. Tanah dengan kandungan bahan organik

tinggi sangat disukai oleh tanaman kacang hijau, asalkan kandungan air tanah

tetap terjaga dengan baik adapun jenis tanah yang dianjurkan adalah latosol

atau regosol. Jenis tanah tersebut akan lebih baik bila digunakan setelah

ditanami tanaman padi terlebih dahulu (Purwono dan Hartono, 2005).


11

Lahan pertanaman kacang hijau sebaiknya di dataran yang rendah

hingga 500 meter di atas permukaan laut. Curah hujan yang rendah cukup

ditoleransi tanaman ini apalagi pada tanah yang diairi seperti padi. Tanah

yang ideal adalah tanah ber pH 5,8 dengan kandungan fosfor, kalium,

kalsium, magnesium, dan belerang yang cukup agar bisa maksimalkan

produksi (Andrianto dan Indarto, 2004 dalam Khairani, 2008).

Hal yang penting diperhatikan dalam pemilihan lokasi untuk kebun

kacang hijau adalah tanahnya subur, gembur banyak mengandung bahan

organik (humus) aerasi dan draenasenya baik, serta mempunyai kisaran pH

5,8-6,5. Untuk tanah yang pH lebih rendah dari pada 5,8 perlu dilakukan

pengapuran (liming) fungsi pengapuran adalah untuk meningkatkan

meneralisasi nitrogen organik dalam sisa-sisa tanaman membebaskan

nitrogen sebagai ion ammonium dan nitrat agar tersedia bagi tanaman,

membantu memperbaiki kegemburan serta meningkatkan pH tanah mendekati

netral (Rukmana, 1997 dalam Khairani, 2008).

C. Pemupukan

Tanaman akan tumbuh dengan baik apabila semua unsur hara yang

dibutuhkan tanaman berada dalam jumlah yang cukup serta berada dalam bentuk

yang siap diabsorbsi oleh tanaman (Hatta dan Nurhayati, 2006).

Badan Penyuluhan dan Pengembangan (2015), mengemukakan pupuk

adalah bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara tanaman yang jika

diberikan ke pertanaman dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman.

Sedangkan pemupukan adalah penambahan satu atau beberapa hara tanaman yang
12

tersedia atau dapat tersedia ke dalam tanah/tanaman untuk mempertahankan

kesuburan tanah yang ada ditujukan untuk mencapai hasil/produksi yang tinggi.

Terdapat dua (2) jenis pupuk yaitu pupuk anorganik (pupuk buatan) dan pupuk

organik.

1. Pupuk anorganik

Pupuk anorganik atau pupuk buatan adalah pupuk yang dibentuk

dari kombinasi zat kimia misalnya urea, NPK, SP-36, dan KCl (Anonim,

2013). Pupuk anorganik pada umumnya mempunyai kandungan unsur

hara yang tinggi, praktis dalam pemakaian, dan mudah dalam menentukan

dosisnya. Pemberian pupuk yang dianjurkan untuk kacang hijau adalah 50

kg Urea/ha, SP-36 75 kg/ha dan 50 kg KCl/ha (Purnomo dan Hartono,

2005).

2. Pupuk organik

Pupuk organik merupakan kunci dalam pengelolaan tanah

berkelanjutan sistem pertanian organik. Sumber pupuk dalam kegiatan

pertanian berkelanjutan dapat diperoleh dari kegiatan rotasi tanaman,

tanaman penutup tanah, pupuk hijau yang ramah lingkungan. Salah satu

jenis pupuk organik yang dapat digunakan adalah pupuk hijau dari

biomassa tumbuhan berupa daun dan batang. Manfaat utama yang

diperoleh dari pupuk hijau adalah adanya tambahan bahan organik ke

dalam tanah. Dengan meningkatnya kandungan bahan organik tanah juga

akan meningkatkan humus tanah (Nurhidayati dkk., 2008).


13

Pupuk organik berasal dari tanaman atau kotoran hewan yang telah

mengalami proses perombakan secara fisik atau biologi, berbentuk padat atau

cair, dan digunakan sebagai penyuplai bahan organik dan memperbaiki sifat

fisik, kimia, dan biologi tanah (Simanungkalit dkk., 2006).

Lestari (2016) menyatakan pupuk organik dapat berasal dari bahan

organik hijauan. Pupuk hijau berasal dari tanaman atau bagian yang

didekomposisikan dengan cara dibenamkan ke dalam tanah atau dibiarkan

membusuk.

D. Tithonia diversifolia

Tithonia diversifolia merupakan jenis tumbuhan herba atau semak, dengan

tinggi mencapai 2-4 meter. Klasifikasi T. diversifolia sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledone

Ordo : Asterales

Famili : Asteraceae

Genus : Tithonia

Spesies : Tithonia diversifolia (Tjitrosoepomo, 2009 dalam Anggraeni,

2017).

Desyarawakhmawati dkk., (2015) menyatakan Tithonia diversifolia

tumbuh secara liar di tepi lahan pertanian, di lereng-lereng tebing dan tepi-tepi

jalan raya. Biomassa dari tajuk dapat dipanen secara berkala sehingga dapat
14

digunakan sebagai sumber hara jangka panjang terutama dalam sistem pertanian

organik.

Tithonia diversifolia adalah semak yang berada di perbatasan lahan,

padang rumput dan lahan yang terganggu di Afrika Timur, awalnya diperkenalkan

ke Kenya dari Amerika Tengah sebagai tanaman hias. Sekarang ditemukan di

provinsi barat dan tengah, di wilayah pesisir dan bagian dari lembah Rift. Tithonia

diversifolia tumbuh di wilayah ketinggian 550-1950 m dan rata-rata suhu tahunan

15-31 °C dan rata-rata curah hujan tahunan 100-2000 mm (Kandungu dkk., 2013).

Tithonia diversifolia tumbuh cepat, toleran terhadap kerapatan tajuk yang

tinggi, dengan perakaran yang dalam, dapat dijadikan sebagai penahan erosi dan

sumber bahan organik tanah. Tajuk apabila dipangkas cepat tumbuh kembali,

biomassa dari pangkasan dapat digunakan sebagai pakan ternak atau

dikembalikan ke lahan sebagai pupuk hijau (Lestari, 2016).

Tithonia diversifolia dengan status kandungan nutrisi yang tinggi dapat

memperbaiki potensial tanah untuk meningkatkan produktivitas. Tithonia

diversifolia dianjurkan untuk digunakan sebagai pupuk hijau atau sebagai

komponen utama pupuk kompos. Tanaman Tithonia diversifolia kering juga

sebaiknya dibiarkan membusuk di lapangan daripada membakarnya (Olabode

dkk., 2007). Oleh karena itu, Tithonia diversifolia dengan lignin rendah (6,5%),

polifenol (1,6%) dan kandungan N (3,50%), P (0,37%), dan K (4,10%) memiliki

potensi besar untuk digunakan sebagai perbaikan tanah (Jama dkk., 2000 dalam

Olabode dkk., 2007).

Morfologi Tithonia diversifolia sebagai berikut:


15

Menurut Hutapea dkk., (1994) menyatakan paitan (Tithonia diversifolia

Hemsley A. Gray) merupakan tumbuhan perdu yang tegak dengan tinggi lebih

kurang ± 5 m. Batang tegak, bulat, berkayu hijau. Daunnya tunggal, berseling,

panjang 26-32 cm, lebar 15-25 cm, ujung dan pangkal runcing, pertulangan

menyirip, hijau. Bunga merupakan bunga majemuk yang terdapat di ujung

ranting, tangkai bulat, kelopak bunga bentuk tabung, berbulu halus, berwarna

hijau, mahkota lepas, bentuk pita, halus, kuning, benang sari bulat berwarna

kuning, dan putik melengkung berwarna kuning. Buahnya bulat, jika masih muda

berwarna hijau setelah tua berwarna coklat. Bijinya bulat, keras, dan berwarna

coklat. akarnya berupa akar tunggang berwarna putih kotor.

Paitan (Tithonia diversifolia) dapat digunakan sebagai pupuk hijau, karena

kandungan haranya yang tinggi, namun belum dimanfaatkan secara luas di

Indonesia. Pupuk hijau selain dapat meningkatkan bahan organik tanah, juga

dapat meningkatkan unsur hara didalam tanah sehingga terjadi perbaikan sifat

fisika, kimia, biologi tanah, yang selanjutnya berdampak pada peningkatan

produktivitas tanah dan ketahanan tanah terhadap erosi (Hutomo dkk., 2015).

Bagian tanaman paitan yang dapat digunakan sebagai pupuk hijau adalah batang

dan daunnya (Lestari, 2016).

Paitan (Tithonia diversifolia) di Indonesia belum banyak dimanfaatkan,

padahal tanaman ini sangat potensial dapat tumbuh baik pada lahan yang kurang

subur dan merupakan sumber pupuk hijau atau bahan organik tanah melalui

teknik pertanaman lorong atau tanaman pagar (Hartatik, 2007).


16

Unsur hara yang terdapat dalam Tithonia diversifolia dapat dimanfaatkan

bagi tanaman, yang mengandung 3,50% N, 0,37% P, dan 4,10% K (Hartatik,

2007). Penelitian Bintaro dkk., (2008) menyatakan paitan memiliki kandungan

hara 3,59% N, 0,34% P, dan 2,29% K. Purwani (2011) melaporkan paitan

memiliki kandungan hara 2,7-3,59% N, 0,14-0,47% P, dan 0,25-4,10% K.

Penelitian Hafifah dkk., (2016) menyatakan paitan memiliki kandungan hara

31,76% C-organik, 4,46% N total, 7,12 C/N rasio, 54,91% Bahan Organik, 0,61%

P total, dan 3,75% K. Bioma segar T. diverifolia memiliki nisbah C/N yang

rendah sebesar 18,69 sehingga mudah dan cepat terdekomposisi dalam tanah

(Pardono, 2011).

Hasil penelitian Sumarni dkk., (2012) dosis pupuk hijau paitan 12 t/ha

memberikan pengaruh nyata terhadap hasil biji kedelai sebesar 17,3% atau 1,98

t/ha dibanding tanpa pengunaan pupuk hijau paitan dengan hasil sebesar 1,81 t/ha.

Begitu juga hasil penelitian Hutomo dkk., (2015) menyatakan dengan

pemberian pupuk hijau Tithonia diversifolia dengan dosis 10 ton per ha

menghasilkan tanaman jagung sebesar 9,12 ton/ha dibanding tanpa pupuk

Tithonia diversifolia dengan hasil 6,97 ton/ha.

E. Hipotesis

Diduga dengan pemberian dosis pupuk hijau Tithonia diversifolia 10 t/ha

akan memberikan pengaruh paling baik terhadap pertumbuhan dan hasil kacang

hijau.

Anda mungkin juga menyukai