KADAR AMILOSA
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Pati dapat diperoleh dari biji-bijian, umbi-umbian, sayuran maupun
buah-buahan. sumber alami pati antara lain jagung, labu, kentang, ubi
jalar, pisang, barley, gandul, beras, sagu, amaranth, ubi kayu, ganyong dan
sorgum. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang
rantai C-nya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. pati
terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Pati
merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan -glikosidik dan terdiri
atas amilosa dan amilopektin.
Bobot molekul amilosa dan amilopektin bergantung pada sumber
botani amilosa yang merupakan komponen dengan rantai lurus, sedangkan
amilopektin dengan rantai bercabang. Amilosa merupakan polisakarida
berantai lurus berbentuk heliks dengan ikatan glikosidik -1,4. Titik
percabangan amilopektin merupakan ikatan -1,6. Amilopektin berantai
pendek dapat membentuk double helix dan menyusun daerah kristalin
dalam granula pati sedangkan titik percabangan amilopektin menyusun
daerah amorf. Amilosa berada baik pada daerah kristalin amorf, tetapi
sebagian besar berada di daerah amorf. Jumlah molekul glukosa pada
rantai amilosa berkisar antara 250-350 unit.
Peran amilopektin dalam sifat fungsional pati sangat sulit untuk
ditentukan karena amilopektin memiliki kecenderungan untuk membentuk
kumpulan tidak larut air. Hal ini menyebabkan amilosa yang paling
banyak diteliti dalam memperkirakan karakter pati. Kadar amilosa
merupakan suatu teknik atau cara pengujian untuk mengetahui seberapa
banyak kandungan amilosa pada suatu bahan. Prinsip penetapan kadar
amilosa berdasarkan reaksi antara amilosa dengan senyawa iod yang
menghasilkan warna biru. Oleh sebab itu, dalam laporan praktikum ini,
akan dibahas lebih lanjut mengenai kurva standar amilosa dan kadar
amilosa pada tepung tapioka, tepung beras dan tepung jagung.
2. Tujuan
Tujuan dari praktikum Teknologi Tepung, Mie dan Pasta Acara II
Kadar Amilosa adalah sebagai berikut:
a. Mahasiswa dapat mengetahui cara pembuatan kurva standar amilosa.
b. Mahasiswa dapat menentukan kadar amilosa tepung tapioka, tepung
beras dan tepung jagung.
B. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Teori
Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa, dan
terdiri atas amilosa dan amilopektin. Pati dapat diperoleh dari biji-bijian,
umbi-umbian, sayuran, mau-pun buah-buahan. Sumber alami pati antara
lain adalah jagung, labu, kentang, ubi jalar, pisang, barley, gandul, beras,
sagu, amaranth, ubi kayu, ganyong, dan sorgum. Pemanfaatan pati asli
masih sangat terbatas karena sifat fisik dan kimianya kurang sesuai untuk
digunakan secara luas. Oleh karena itu, pati akan meningkat nilai
ekonominya jika dimodifikasi sifat-sifatnya melalui perlakuan fisik, kimia,
atau kombinasi keduanya (Herawati, 2010).
Pati merupakan komponen karbohidrat yang tersebar dalam
tanaman terutama tanaman yang berklorofil. Bagi tanaman, pati
merupakan cadangan makanan yang terdapat dalam biji, batang dan pada
bagian umbi tanaman. Pati telah lama digunakan sebagai bahan makanan
maupun bahan tambahan dalam sediaan farmasi. Penggunaan pati dalam
bidang farmasi terutama pada formula sediaan tablet, baik sebagai bahan
pengisi, penghancur maupun sebagai bahan pengikat. Namun dalam
pembuatan tablet cetak langsung, pati tidak dapat digunakan karena pati
berupa serbuk halus dan dalam keadaan aslinya, pati tidak mempunyai
sifat alir dan daya kompresibilitas yang baik. Hal ini tidak lepas dari
pengaruh komponen-komponen penyusun utamanya yaitu amilosa dan
amilopektin (Oktavia dkk., 2013).
Pati adalah polisakarida nutrien yang ditemukan dalam sel tanaman
dan beberapa mikroorganisme. Dalam beberapa hal, pati memiliki
awal
untuk
yang baik adalah kadar air maksimum 10%, kadar abu maksimum 1%,
bebas dari logam berbahaya, serangga, jamur, serta dengan baud an rasa
yang normal. Di Amerika, dikenal dua jenis tepung beras yaitu tepung
beras ketan dan tepung beras biasa. Tepung ketan mempunyai mutu lebih
tinggi jika digunakan sebagai pengental susu, pudding dan makanan ringan
(Koswara, 2009).
Beras merupakan bahan pangan yang paling penting di Indonesia.
Konsumsi beras di Indonesia mencapai 139 kg per orang per tahun,
sehingga Indonesia merupakan konsumen beras terbesar di kawasan Asia
Tenggara. Meskipun produksi beras nasional saat ini cukup banyak, namun
dikhawatirkan tidak dapat memenuhi kebutuhan beras nasional. Hal ini
berkaitan dengan adanya laju pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi,
berkurangnya lahan produktif serta pola konsumsi masyarakat yang
memiliki ketergantungan tinggi terhadap beras. Oleh karena itu, untuk
mendukung ketahanan pangan nasional perlu dilakukan diversifkasi jenis
makanan pokok. Tepung beras merupakan produk pengolahan beras
dengan kandungan pati sebesar 76-82% dan amilosa sebesar 20-25%
(Yuwono dkk., 2013).
Bila dimasak, beras dengan kadar amilosa tinggi akan memiliki
pengembangan volume yang kecil dan tidak mudah pecah, nasi kering dan
kurang empuk serta menjadi keras bila didinginkan. Beras dengan kadar
amilsa rendah bila dimasak akan menghasilkan nasi yang basah dan
lengket, sedangkan beras dengan kadar amilosa menengah menghasilkan
nasi yang agak basah dan tidak menjadi basah bila didinginkan.
Perbandingan antara amilosa dan amilopektin pada beras akan menentukan
tekstur pera atau pulennya nasi, cepat atau tidaknya mengeras, lengket atau
tidaknya nasi (Astawan dan Andreas, 2009).
Spektrofotometer merupakan alat untuk mengukur intensitas sinar
pada berbagai panjang gelombang setelah sinar itu diserap oleh suatu
cuplikan, biasanya langsung terbaca absorbans pada panjang gelombang
itu. Pada alat tak automatik diperoleh daftar absorbans pada tiap panjang
gelombang. Sedangkan pada alat aotomatik diperoleh spektrum serapan
dari zat yang diperiksa serta dilihat juga absorpsi absorbans dan ekstingsi
(Pudjaatmaka dan Hadyana, 1999).
C. METODOLOGI
1. Alat
a. Kayu penjepit
b. Labu takar 100 ml
c. Neraca analitik
d. Penangas air
e. Pipet volume
f. pro pipet
g. Spektrofotometer
h. Tabung reaksi
i. Vortex
2. Bahan
40 mg amilosa
a. Air mendidih
b. Aquades
1 ml ethanol
c. CH3COOH 1 N 1 ml
95% dan 9 ml
Pemasukkan dalam tabung reaksi
d. Ethanol 95% 1 ml
NaOH 1 N
e. Larutan iod 2 ml
f. NaOH 1 N 9 ml
g. Tepung beras 100 mg Pemanasan dalam air mendidih selama 7 menit
hingga terlarut
h. Tepung jagung 100 mg
i. Tepung tapioka 100 mg
3. Cara Kerja
Pendinginan
a. Kurva Standar Amilosa
Pemindahan ke labu takar
Aquades
1 ml
CH3COOH 1
N, 2 ml larutan
iod
Aquades
Absorbansi (y)
0,099
0,187
0,241
0,356
0,468
Dari Tabel 2.1 diatas, dapat dilihat hasil data absorbansi amilosa murni
yaitu pada konsentrasi 0,4 menghasilkan absorbansi 0,099 , konsentrasi 0,8
menghasilkan absorbansi 0,187 , konsentrasi 1,2 menghasilkan absorbansi
0,241 , konsentrasi 1,6 menghasilkan absorbansi 0,356 dan konsentrasi
2,0 menghasilkan absorbansi 0,468 . Dari data tersebut, kemudian dapat
dibuat kurva standar. Setelah membuat kurva standar, dapat dilakukan
perhitungan regresi linear (y = a + bx), sehingga dihasilkan persamaan regresi
linear y = -0,0019 + 0,2268x dengan r2 = 0,9844 dimana merupakan hubungan
antara nilai x (konsentrasi larutan amilosa standar) dan y (absorbansi) serta r2
menunjukkan keakuratan. Dari hubungan antara nilai x dan y tersebut, dapat
diketahui bahwa konsentrasi larutan amilosa standar berbanding lurus dengan
absorbansi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi amilosa
standar pada larutan maka nilai absorbansinya juga akan semakin besar.
Tabel 2.2 Kadar Amilosa
Berat
Kadar
Shift Kel
Sampel
Absorbansi
awal (mg)
amilosa (mg)
1
Tepung tapioka
100
0,358
1,587
2
Tepung tapioka
100
0,352
1,560
1
3
Tepung beras
100
0,343
1,521
4
Tepung jagung
100
0,487
2,156
5
Tepung tapioka
100
0,240
1,067
6
Tepung tapioka
100
0,570
2,522
7
Tepung beras
100
0,416
1,843
2
8
Tepung beras
100
0,268
1,190
9
Tepung jagung
100
0,081
0,366
10 Tepung jagung
100
0,424
1,878
Sumber: Laporan Sementara
FP
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
%
amilosa
31,74
31,21
30,41
43,11
21,33
50,43
36,85
23,80
7,31
37,56
didapat
dengan
memutar
tombol
sensitivitas.
Dengan
tidak
konstan
dan
mengakibatkan
pengukuran
absorbansi
E. Kesimpulan
Dari praktikum Teknologi Tepung, Mie dan Pasta Acara II Kadar
Amilosa yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan yaitu sebagai
berikut:
1. Pembuatan kurva standar amilosa yaitu pemasukkan 40 mg amilosa ke
dalam tabung reaksi, penambahan 1 ml ethanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N,
pemanasan dalam air mendidih selama 7 menit hingga terlarut,
pendinginan, pemindahan ke dalam labu takar 100 ml, penambahan
aquades hingga 100 ml, pengambilan larutan dan pemasukkan ke dalam
labu takar sebanyak 1, 2, 3, 4 dan 5 ml, penambahan 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan
1 ml asam asetat 1 N, 1 ml larutan iod dan aquades hingga volume 100 ml,
penggojogan dan pendiaman selama 20 menit, serta pengukuran dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm.
2. Persamaan regresi linear kurva standar yaitu y = -0,0019 + 0,2268x
dengan r2 = 0,9844.
3. Urutan % amilosa dari yang paling tinggi adalah tepung tapioka 50,43%;
tepung jagung 43,11%; tepung jagung 37,56%; tepung beras 36,,85%;
tepung tapioka 31,74%; tepung tapioka 31,21%; tepung beras 30,41%;
tepung beras 23,80%; tepung tapioka 21,33% dan tepung jagung 7,31%.
4. Faktor yang mempengaruhi kadar amilosa pada tepung adalah umur panen
produk, bahan yang digunakan dalam pembuatan tepung, kandungan pati
dan lokasi penanaman atau pertumbuhannya.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas K.A. 2010. Modified Starches and Their Usages in Selected Food
Products: A Review Study. Journal of Agricultural Science 2 (2).
Aliawati, Gusminar. 2003. Teknik Analisis Kadar Amilosa dalam Beras. Buletin
Teknik Pertanian 8 (2).
Astawan, Made dan Andreas Leomintri. 2009. Khasiat Whole Grain. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Chandra, Oska Ade. 2011. Pengaruh Panjang Gelombang terhadap Daya Serap
Pupuk NPK dengan Menggunakan Alat Speltrofotometer. Tugas Akhir
Diploma III Teknik Kimia Universitas Diponegoro. Semarang.
Eduardo, M., U. Svanberg, J. Oliveira and L. Ahrne. 2013. Effect of Cassava
Flour Characteristics on Properties of Cassava-Wheat-Maize Composite
Bread Types. International Journal of Food Science 20 (13): 1-10.
Faridah, Didah Nur, Dedi Fardiaz, Nuri Andarwulan dan Titi Candra Sunarti.
2010. Perubahan Struktur Pati Garut (Marantha arundinaceae) sebagai
Akibat Modifikasi Hidrolisis Asam, Pemotongan Titik Percabangan dan
Siklus Pemanasan-Pendinginan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan
XXI (2).
Gumilar, Jajang, Obin Rachmawan dan Winda Nurdyanti. 2011. Kualitas
Fisikokimia Naget Ayam yang Menggunakan Filer Tepung Suweg
(Amorphophallus campanulatus B1). Jurnal Ilmu Ternak 11 (1): 1-5.
Herawati, Heny. 2011. Potensi Pengembangan Produk Pati Tahan Cerna sebagai
Pangan Fungsional. Jurnal Litbang Pertanian 30 (1).
Kelly, Ronan M., Lubert Dijkhuizen and Han Leemhuis. 2008. Starch and Glucan Acting Enzymes, Modulating Their Properties by Directed
Evolution. Journal of Biotechnology 140: 184193.
Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Beras. eBookPangan.com.
Lestari, Fatma. 2007. Bahaya Kimia: Sampling dan Pengukuran Kontaminan
Kmia di Udara. Kedokteran EGC. Jakarta.
Lukman, Anita, Deni Anggraini, Noveri Rahmawati dan Nani Suhaeni. 2013.
Pembuatan dan Uji Sifat Fisikokimia Pati Beras Ketan Kampar yang
Dipragelatinisasi. Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia 1 (2): 67-71.
Makfoeld, Djarir. 2002. Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi. Kanisius. Yogyakarta.
Masniawati, A., Eva Johannes, Andi Ilham Latunra dan Novitas Paelongan.
Karakteristik Sifat Fisikokimia Beras Merah pada Beberapa Sentra
Produksi Beras di Sulawesi Selatan. Artikel Publikasi Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Mir, J. A., K. Srikaeo and J. Garca. 2013. Effects of Amylose and Resistant Starch
on Starch Digestibility of Rice Flours and Starches. International Food
Research Journal 20 (3): 1329-1335.
Odenigbo, Amaka M., Michael Ngadi, C. Ejebe, C. Nwankpa, N. Danbaba, S.
Ndindeng and J. Manful. 2013. Study on the gelatinization properties and
amylose content of rice varieties from Nigeria and Cameroun.
International Journal of Nutrition and Food Sciences 2(4): 181-186.
Oktavia, Astrid Devita, Nora Idiawati dan Lia Destiarti. Studi Awal Pemisahan
Amilosa dan Amilopektin Pati Ubi Jalar (Ipomoeabatatas Lam) dengan
Variasi Konsentrasi N-Butanol. JKK 2 (3): 153-156.
Pudjaatmaka dan A. Hadyana. 1999. Kamus Kimia. Balai Pustaka. Jakarta.
Suarni, I.U. Firmansyah da M. Aqil. 2013. Keragaman Mutu Pati Beberapa
Varietas Jagung. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 32 (1).
Suprapti, M. Lies. 2005. Tepung Tapioka: Pembuatan dan Pemanfaatannya.
Kanisius. Yogyakarta.
Suryana, Dayat. 2013. Membuat Tepung. Andi Offset. Yogyakarta.
Susilawati, Siti Nurdjanah dan Sefanadia Putri. 2008. Karakteristik Sifat Fisik dan
Kimia Ubi Kayu (Manihot esculenta) Berdasarkan Lokasi Penanaman dan
Umur Panen Berbeda. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian 13
(2).
Underwood, A.L. 1990. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Erlangga.
Jakarta.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Yayan, Sunarya dan Agus Setiabudi. 2009. Mudah dan Aktif Belajar Kimia 3.
Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Yuwono, Sudarmanto Setyo, Kiki Febrianto dan Novi Sintya Dewi. 2013.
Pembuatan Beras Tiruan Berbasis Modified Cassava Our (Mocaf): Kajian
Proporsi Mocaf: Tepung Beras dan Penambahan Tepung Porang. Jurnal
Teknologi Pertanian. 14 (3).
LAMPIRAN PERHITUNGAN
1. Persamaan y = a + bx
a = -0,0019
b = 0,2268
r2 = 0,9844
y = a+bx
= -0,0019 + 0,2268x
= -0,0019 + 0,2268x
= 1,843 mg
3. % amilosa kelompok 7
% amilosa
=
= 36,85%
x 100%
x 100%
LAMPIRAN GAMBAR