Anda di halaman 1dari 14

BAB III

PEMBAHASAN

3. 1 Uji Mikrobiologi pada Gula dan Tepung

Makanan dan minuman merupakan bahan pangan yang dibutuhkan sebagai


sumber energy untuk memnuhi kebutuhan zat gizi. Makanan dan minuman
menjadi salah satu tempat pertumbuhan berbagai jenis mikroba. Mikroba dapat
tumbuh dikarenakan sumber nutrisi yang dibutuh kan mikroba terdapat didalam
makanan dan minuman serta keadaan makanan dan minuman juga dapat
mendukung pertumbuhan mikroba. Pada bahan pangan yang memiliki kadar air
rendah atau dalam keadaan kering, mikroba dapat tumbuh juga.

Kebusukan pada makanan disebabkan oleh berbagai jenis mikroba.


Mikroorganisme pembusuk adalah mikroorganisme yang mampu mengubah
perubahan fisik maupun kimiawi dari bahan pangan. Pada bahan pangan gula
dapat terkandung mikroorganisme pembusuk. Mikroorganisme ini memiliki
karakateristik menyukai gula atau dapat bertahan hidup pada bahan yang
mengandung gula tinggi. Proses yang terjadi pada pembusukan bahan pangan gula
adalah mikroorganisme yang dapat mengahasilkan enzim proteolitik dan dapat
merobak protein (rita,2012). Mikroorganisme yang dapat tumbuh pada gula juga
terdapat pada kapang dan khamir. Ahmad (2005) menyatakan bahwa reproduksi
khamir dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan nutrisi yang tersedia dalam
substrat yaitu gula sederhana, karbohidrat, nitrogen dan oksigen. Kapang mampu
memproduksi enzim hidrofilik yaitu amilase, pektinase, proteinase, dan lipase.
Kapang mampu tumbuh pada bahan yang mengandung pati, pektin, protein, atau
lipid (Waluyo, 2004).

Tepung dan gula mengandung bakteri termofilik. Bakteri termofilik merupakan


jenis bakteri yang yang dapat tumbuh pada suhu 40-60ºC. bakteri yang tergolong
dalam jenis termofilik adalah bakteri Bacillus dan Clostridium. Baketri termofilik
memiliki karakteristik mampu bertahan secara optimal pada suhu yang tinggi.
Produk gula dan tepung dapat terkontaminasi oleh mikroorganisme pada proses
pengemasan, pendistribusian dan penyimpanan. Pada produk yang mengandung
kadar gula tinggi akan terdapat mikroba pembusuk asam ( spora flat sour), spora
anerobik maupun spora aerobic. Pada mikroba pembentuk asam (spora flat sour)
dapat tumbuh pada PH rendah dengan kirsaran 4-4.5. sala satu contoh bakter
pembentuk asam adalah Bacillus stearothermophilus. Sedangkan pada bakteri
yang dapat tumbuh pada asam rendah atau PH < 4 adalah Bacilus thermoduran.

3.1.1 Uji Mikrobiologi Tepung

Tepung merupakan bahan pangan yang memiliki tekstur seperti butiran butiran
pasir yang halus dan berwarna putih. Tepung biasanya digunakan sebagai bahan
baku untuk membuat seuatu seperti makanan dan minuman. Tepung dibedakan
berdasarkan sumbernya, antara lain tepung terigu, tepung tapioca, tepung jagung
dan juga tepung sagu (Anonim2012)

Tepung merupakan bahan pangan yang memiliki kadar air didalamannya yang
cukup rendah. Air dalam tepung sudah terlebih dahulu berkurang pada proses
pembuatan atau pengolahan tepung. Walaupun kadar air pada tepung sudah
berkurang tetapi kontaminan dari mikroba tetap ada didalam tepung tersebut.
Kontaminan mikroba bisa berasal dari mikroba yang tahan panas pada saat
pengolahan tepung sebelumnya. Mikroorganise atau mikroba yang terdapat
didalam tepung merupakan bakteri termofilik. Bakteri termofilik ini merupakan
bakteri atau spora penyebab busuk asam.

Pada praktikum ini diuji dua buah produk tepung yang berbeda. Tepung yang
digunakan adalah tepung A dan tepung B . Bahan tepung yang digunakan
sebanyak 10 g lalu dimasukan kedalam larutan fisiologis sebanyak 90 ml.
Pencampuran yang dilakukan digunakan untuk menghomogenkan bahan dengan
pelarutnya. Pada saat tepung dicampurkan dengan larutan fisiologis dan terjadi
pemanasan didalam waterbath. Pada proses ini terjadi proses gelatinisasi.
Gelatinisasi merupakan perubahan granula pati akibat adanya pemanasan yang
dilakukan secara terus menerus dan membuat granula pati membengkak lalu
pecah dan tidak dapat kembali pada keadaan semula. Pada proses gelatinisasi
ikatan hydrogen pada granula pati tidak dapat menigkat secara kuat dan
menyebabkan ikatan antar molekul hydrogen melemah. Pada saat granula
membengkak atau mengembang amilosa akan keluar dari dalam granula.

Penguhian spora penyebab asam dilakukan menggunakan media DTBPA


(Dextrose Tryptone Bromocresol Purple Agar). Media ini digunakan karena
sesuai dengan uji yang dilakukan untu bakteri termofilik yang ada pada makanan
dan minuman. Pembuatan media DTBPA direkomedasikan untuk spora yang
menyebabkan busuk asam . setelah penambahan DTBPA suspense tepung
dimasukan kedalam waterbath. Pada proses pemasakan ini akan mematikan sel
vegetative pada spora yang terdapat didalam tepung sehingga hanya terdapat
spora yang tersisa atau tertinggal. Spora bakteri adalah bentuk bakteri pada
keadaan melindungi diri dari kondisi luar. Spora bakteri mempunyai fungsi yang
sama seperti kista amoeba, sebab bakteri dalam bentuk spora dan amoeba dalam
bentuk kista merupakan suatu fase dimana kedua mikroorganismeitu berubah
bentuk untuk melindungi diri terhadap faktor luar yang tidak
menguntungkan (Dwidjoseputro, 2001).

Pada media DTBPA menghasilkan warna ungu. Warna ungu berasa dari
bromcresol pruple. Pada saat pemanasan didalam waterbath terjadi gelatinisasi
dan penggumpalanan antara suspense tepung dengan media. Cara untu
penanganannya adalah mengaduk dengan batang pengaduk sebelum dituang
kedalam lima cawan yang berbeda.

Setelah dimasukan kedalam lima cawan, cawan diinkubasi selama 2 hari dengan
suhu 55ºC. setelah inkubasi selama dua hari dilakukan pengamatan. Dari sampel
yang dihasilkan tidak terdapat zona kuning yang terbentuk. Hal ini menunjukan
bahwa didalam tepung tersebut tidak menujukan bakteri spora penyebab busuk
asam atau termofilik. Nutrisi didalam media DTBPA untuk pertumbuhan bakteri
adalah dextrose dan tryptophan. Koloni yang terbentuk berwarna kuning
dikarenakan spora termofilik dapat menghasilkan asam sehingga menurunkan PH
didalam media. Pada penurunan PH ini warna yang terbentuk dari kandungan dari
bromecresol purple (warna ungu) berubah menjadi warna kuning. Pada warna
ungu Ph yang dihasilkan adalah netral (sehingga pada warna kuning PH yang
dihasilkan adalah PH asam.
3.1.2 Uji Mikrobiologi Gula

Gula merupakan salah satu gula sederhana yang menjadi sumber energy. Gula
sederhana terdapat pada golongan monosakarida dan disakarida. Gula sederhana
seperti glukosa merupakan hasil produksi sukrosa dengan hidrolisis asam
(Anonim 2011). Gula memiliki kadar air yang cukup rendah. Namun walaupun
kadar air yang cukup rendah gula dapat ditumbuhi mikroba. Mikroba yang paling
umum terdapat pada gula adalah kapang dan khamir.

Mikroorganisme lain yang terdapat didalam gula adalah bakteri yang mengandung
spora thermofilik. Kontaminasi yang disebabkan dari spora thermofilik terbesar
terdapat pada karbohidrat. Spora thermofilik yang menyebabkan kerusakan atau
penyebab asam adalah jenis Bacillus dan Clostridium. kerusakan akan terjadi
sesuai dengan jenis bakteri yang terdapat dialam bahan pangan (rashan 2012).

Produk makanan berbahan dasar gula atau berkadar gula tinggi mudah uuntuk
terkena mikroba. Mikroba yang dapat hidup pada pangan yang berbahan dasar
gula yang mempunyai PH 4-4.5. bakteri tersebut adalah Bacillus
Stearothermophilus. Spora penyebab busuk asam dapat tumbuh pada PH<4adalah
bakteri Bacteri Coagulans. Sel vegetative pada sopra akan hilang dengan proses
pemanasa. Untuk mengetahui spora penyebab busuk asam saja maka harus
dilakukan pengujian dengan proses pemanasan.

Pada praktikum ini gula ditimbang sebanyak dan larfis sebanyak.


Suspensidihomegenkan kemudian dipanaskan didalam waterbath dengan suhu.
Pemasana akan membunuh sel vegetative dari bakteri sehingga hanya tersisa
spora penyebab bsuk asam saja. Setelah proses pemanasan suspense dimasukan
kedalam lima buah cawan lalu diberi media DTBPA. Media DTBPA akan
mengidentifikasi bakteri thermophilik yang menyebabkan spora pembusuk asam.

Media DTBA memiliki warna ungu yang dihasilkan oleh cresol brome purple
agar. Koloni yang mengandung spora penyebab kebusukan asam akan positif jika
berwarna kuning. Warna kuning merupakanhasil dari penurunan kadar PH yang
menyebabkan perubahan warna dari senyawa brome cresol perple agar menjadi
kuning. Warna kuning menandakan keadaan asam sedangkan warna ungu
menandakan keadaan netral. Namun berdasarkan hasil praktikum untuk semua
sampel gula (A dan B) menunjukan hasil negative. Hal ini dapat disebabkan oleh
beberapa faktor kesalahan. Faktor kesalahan nya antara lain adalah jumlah spora
penyebab kebusukan asam tidak teralalu domonan dan dapat juga dipengaruhi
oleh media DTBPA itu sendiri. Jika DTBPA sudah terlalu lama senyawa
bromecreol purple agar tidak mampu mengubah spora menjadi warna kuning atau
menjadi suasana asam. Sehingga hasil yang didapat menjai negative.

3.2 Uji Mikrobiologi Kaleng

Makanan kaleng merupakan makanan yang dikemas secara hermetis. Hermetis


merupakan suatu keadaan yang tidak ada oksigen terperangkap didalamnya atau
dalam keadaan tanpa oksigen. Dalam keadaan anerob bakteri dihambat
pertumbuhannya. Dengan pengahambatan bakteri, kebusukan makanan kaleng
dapat diminimalisir atau dicehag. Namun pada keadaan ini ada baketri yang masih
dapat tumbuh didalamnya adalah bakteri clostridium Botulinum . kaleng yang
tertutup dengan baik akan mencegah kebusukan, namun dengan adanya beberapa
proses setelah pemasakan akan membuat kontaminasi. Dalam proses distribusi
dan penyimpanan dapat membuat kebocoran pada kaleng. Kebocoran pada kaleng
akan membuat iksigen masuk kedalam kaleng. Oksigen yang masuk ke dalam
kaleng akan membuat keadaan menjadi aerob dan kebusukan akan meningkat.
Contoh kerusakan kaleng antara lain:

1. Flat Sour : kaleng tidak kembung namun sudah asam


2. Flipper: kaleng terlihat normal namun jika ditekan salah satu sisi akan
kembung.
3. Springer: salah satu ujung kaleng kembung

Makanan yang diawetkan dalam kaleng ini diolah melalui proses sterilisasi
dengan tujuan untuk menghilangkan berbagai kontaminan yang dapat mencemari
produk. Proses sterilisasi pada pengalengan bahan makanan biasanya dilakukan
melalui pemanasan dengan suhu 1200 C selama 20-40 menit. Namun untuk
sayuran dan buah-buahan yang memiliki pH lebih rendah dari daging digunakan
suhu yang lebih rendah dengan waktu pemanasan yang lebih singkat.
3.2.1 Pemeriksaan Luar Kaleng

Pada praktikum kali ini dilakukan pemeriksaan luar kaleng untuk mengetahui
apakah kaleng tersebut sudah mengalami kerusakan. Kerusakan makanan kaleng
dapat disebabkan oleh kapang, khamir dan bakteri. Tanda-tanda kebusukan
makanan kaleng oleh mikroorganisme dapat dilihat dari penampakan abnormal
dari kaleng (kembung, basah atau label yang luntur), penampakan produk yang
tidak normal serta bau yang menyimpang, produk hancur, pucat, dan keruh serta
tanda-tanda abnormal lain pada produk cair.

Dari ketiga jenis mikroba tersebut, bakteri merupakan penyebab kerusakan yang
utama. Kadaluarsa pada kaleng disebabkan aktivitas bakteri yang terdapat dalam
makanan tersebut telah aktif kembali. Selain itu kerusakan juga dipengaruhi
kaleng tempat penyimpanan produk yang rusak karena benturan serta lapisan
enamelnya yang sudah habis. Mikroba yang terdapat dalam makanan kaleng
tersebut adalah Clostrudium botulinum dan Bacillus. Agar produk pangan yang
dikemas steril maka harus dilakukan beberapa proses pemanasan seperti
pasturisasi yaitu proses pemanasan.

Pemeriksaan luar kaleng sarden dilakukan dengan memeriksa penampakan kaleng


yang ditandai oleh adanya penggembungan kaleng. Penggembungan kaleng
terjadi karena terbentuknya gas oleh mikroba, terutama CO2 dan H2. Penampakan
kaleng yang kembung dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu Flipper
dimana permukaan kaleng kelihatan datar, namun apabila salah satu ujung kaleng
ditekan, ujung lainnya akan cembung. Springer adalah penggembungan apabila
salah satu ujung kaleng sudah cembung secara permanen, sedangkan ujung yang
lain sudah cembung. Soft Swell adalah kedua ujung kaleng sudah cembung,
namun belum begitu keras sehingga masih bisa ditekan sedikit ke dalam. Hard
Swell adalah kedua ujung permukaan kaleng cembung dan begitu keras sehingga
tidak bisa ditekan ke dalam oleh ibu jari. Selain itu pemeriksaan luar kaleng juga
dilakukan dengan cara memeriksa sambungan tepi kaleng dan kebocoran.
Berdasarkan pemeriksaan luar kaleng, dapat dilihat bahwa semua pada sampel
makanan kaleng yang rusak tidak mengalami kebocoran dan penggembungan
kaleng. Sedangkan sampel makanan kaleng yang normal tidak mengalami
kerusakan secara fisik dan kimia. Kerusakan fisik pada kaleng misalnya kaleng
berkarat dan penyok karena benturan keras. Kerusakan fisik yang terjadi pada
makanan tidak membahayakan konsumen, meskipun pada akhirnya produk
menjadi tidak dikonsumsi karena penampakannya yang tidak baik. Tidak adanya
kebocoran dan penggembungan pada sampel makanan kaleng yang sudah rusak
menandakan bahwa makanan kaleng tersebut hanya mengalami kerusakan secara
fisik yang hanya berpengaruh terhadap penerimaan konsumen. Selain itu,
kerusakan pada kaleng yang rusak adalah kerusakan karena penurunan mutu. Hal
ini disebabkan produk kaleng yang diujikan sudah melewati batas kadaluarsa.

Penyebab kadaluarsa dapat disebabkan waktu pengalengan bahan terkontaminasi


dengan mikroorganisme, pengaruh suhu, kelembaban yang terlalu lama, bocor,
proses sterilisasi kurang bagus, serta tempat penyimpanan makanan kaleng yang
kurang bersih.

Penurunan mutu makanan kaleng bergantung pada sifat bahan, suhu sterilisasi dan
kondisi udara dalam head space-nya. Semakin lama disimpan, semakin rendah
daya simpannya (shelf life loss). Kemunduran daya simpan ini disebut kadaluarsa.
Apabila digunakan bahan baku yang baik, proses pemanasan sempurna dan bahan
pengemas yang tidak berbahaya, maka daya simpan makanan kaleng dapat
mencapai tiga tahun. Makanan kaleng biasanya tidak menuntut kondisi
penyimpanan tertentu, dalam arti dapat disimpan pada suhu kamar dan di segala
tempat. Namun, penyimpanan pada suhu rendah dan kering dapat memperpanjang
masa simpan. Di sisi lain penyimpanan pada tempat yang lembab dan basah dapat
melahirkan proses pengkaratan yang tidak diinginkan.

Kerusakan yang lain dapat terjadi karena kurang sempurnanya pengolahan.


Misalnya, selama proses sterilisasi, terjadi kebocoran kecil pada sambungan
kaleng yang menggelembung, tetapi kemudian tertutup kembali setelah
pendinginan. Apabila dalam proses pendinginannya digunakan air kurang bersih,
dapat dipastikan mikroba pembusuk akan hadir dalam kaleng melalui lubang kecil
tersebut. Selain itu apabila kondisi penyimpanan mendukung maka bakteri
tersebut akan tumbuh dan berkembang biak dan kelak dapat memproduksi racun
(Sri 2011).

3.2.2 Bakteri Penyebab Kebusukan Asam

Makanan kaleng dapat mengalami kebusukan atau kerusakan selama transport dan
penyimpanan. Kerusakan makanan kaleng dapat dibedakan atas kerusakan fisik,
kimia dan mikrobiologi. Makanan kaleng penyebab kerusakan busuk asam
memiliki kadar PH yang tinggi. PH asam tinggi yaitu < 4. Pada kondisi ini spora,
bakteri dapat tumbuh dan menyebabkan kerusakan. Kerusakan mikrobiologi
makanan kaleng dapat dibedakan atas dua kelompok, yaitu (1) tidak terbentuk gas,
dan (2) terbentuk gas. Salah satu contoh kerusakan makanan kaleng yang
disebabkan oleh mikroba yang tidak membentuk gas misalnya kerusakan “flat
sour” (busuk asam tanpa gas), dimana kaleng terlihat normal tetapi produk di
dalamnya menjadi asam.

Pada praktikum ini dilakukan pengujian dengan sampel kaleng yang masih dalam
keadaan baik maupun kaleng yang sudah dalam keadaan busuk. Sampel dilakukan
prapelakuan hingga menjadi sebuah suspense. Setelah menjadi suspense,
diamasukan kedalam cawan petri yang kemudian dituangkanmedia DTBPA
kedalamnya. Media Yang dituang kedalam cawan sebanyak 0.1 ml dan 1 ml.
media yang telah memadat akan diinkubasi selama 2 hari dan dilihat bagaimana
pertumbuhan baketri penyebab busuk dan asam.

Bakteri penyebab busuk asam adalah Bacillus. Bakteri ini biasanya tumbuh pada
keadaan oksigen yang mendukung. Spora yang tumbuh diakibatkan kebocoran
pada kaleng kaleng yang digunakan. Namun sesuai dengan hasil pengamatan, dari
kedua cawan memiliki hasil yang negative. Hal ini dapat disebabkan kondisi
kaleng masih dalam keadaan baik atau bagus sehingga spora dari bakteri tidak
terdapat pada makanan kaleng tersebut. Faktor media DTBPA yang digunakan
dapat juga menjadi faktor dari hasil negative yang dihasilkan. Penyimapanan
media DTBPA yang terlalu lama membuat keefektifan media menurun

Tanda-tanda kerusakan makanan kaleng rendah (pH > 4,0). Busuk asam (flat
sour),disebabkan oleh termofil (Bacillus stearothermophillus) yang ditandai
dengan kaleng datar, kemungkinan kehilangan vakum selama penyimpanan
kenampakan tidak berubah, pH menurun (asam), bau agak menyimpang, kadang-
kadang cairan menjadi keruh. Kerusakan makanan kaleng asam (pH 3,7 – 4,0)
busuk asam (flat sour) misalnya pada sari buah tomat,disebabkan oleh golongan
termofil (Bacillus thermoacidurans, Bacillus coagulans) kaleng datar, sedikit
perubahan vakum sedikit perubahan pH, bau dan flavor menyimpang.

3.2.3 Bakteri anaerob pada media Nutrient Broth

Nutrient broth (NB) adalah medium yang berbentuk cair dengan bahan dasar
adalah ekstrak beef dan peptone. Perbedaan Nutrient broth dan Nutrient agar yaitu
Nutrient broth berbentuk cair sedangkan Nutrient agar berbentuk padat. Fungsi
kimia dari Nutrient Agar dan broth sebagai medium pertumbuhan mikroba.
Medium Nutrient broth (NB) merupakan medium yang berwarna coklat yang
memiliki konsisternsi yang cair dimana medium ini berasal dari sintetik dan
memiliki kegunaaan sebagai medium pertumbuhan bakteri sama seperti media
NA.

Pada praktikum ini dilakukan pengujia terhadap empat buah sampel yang
diujikan. Sampel tersebut antara lain: sarden maya dalam keadaan bagus, sarden
ABC dalam keadaan rusak, jelly drink dalam keadaan baik, dan susu bear brand
dalam keadaan rusak. Sampel dilakukan dua kali perlakuan. Perlakuan pertma
yaitu tahap persiapan sampel dan perlakuan kedua adalah pengujuian
mikrobiologi. Pada uji mikrobiologi sampel diambil sebanyak 10 ml untuk sampel
cair dan 10 gram untuk sampel padat. Sampel dimasukan kedalam larfis 90 ml.
lalu dihomogenkan. Selanjutnya suspensi sampel dimasukan kedalam media
Nutrient broth. Setelah dimasukan kedalam NB, media Nutrient agar dituang
diatas media NB. Cara yang dilakukan adalah dengan meletakan media NB yang
telah berisi suspense sampel pada wadah yang diisikan air es lalu media NA
dituangkan kedalamnya. Media Nutrient Agar sangat cepat memadat kembali
karena bahan dasar yang digunakan adalah agar. Pada keadaan dingin media NA
akan cepat memadat. Pada pengujian ini akan terlihat pemisahan antara media NA
(diatas) dan media NB (dibawah). Setelah itu sampel diinkubasi pada suu 55ºC
dan 30 ºC selama dua hari setelah itu diamati.

Pada hasil pengamatan untuk media NB dalam keadaan anetob didapatkan hasil.
Pada suhu 30 ºC sampel kaleng rusak memberikan hasil positif. Hasil positif
ditandai dengan kekerah pada media NB.

Bakteri anaerob sendiri merupakan bakteri yang dapat tumbuh pada kondisi
sedikit oksigen bahkan tanpa oksigen sehingga kondisi ini cocok untuk
pertumbuhan bakteri tersebut. Selain itu adanya bakteri anaerob pada makanan
kaleng disebabkan ketika proses pengalengan udara yang ada di dalam kaleng
dikeluarkan ketika proses exhausting. Proses exhausting ini merupakan proses
untuk membuang udara yang terdapat pada head space (ruang antar tutup botol
dengan permukaan isi). Sehingga dapat mencegah terjadinya perubahan warna
dan kontaminasi mikroba aerob Exhausting juga bertujuan untuk memperkecil
terjadinya korosi pada kaleng dan menghilangkan kontaminasi. Proses exhausting
yaitu memanaskan botol beserta isinya sehingga mencapai cold point, yaitu titik
terlambat menerima panas mencapai 70ºC. Selain itu, botol langsung ditutup
rapat. Pentupan kaleng dilakukan secara hermetis dimana udara dari luar tidak
dapat masuk kedalam kemasan kaleng sehingga terbentuk keadaan yang semakin
tidak nyaman untuk pertumbuhan bakteri anaerob tersebut.

3.2.4 Bakteri Aerob pada media Nutrient Broth

Pada praktikum kali ini dilakukan pengamatan pada sampel makanan kaleng yang
normal dan abnormal. Makanan kaleng abnormal diamati oleh kelompok 1-4
sedangkan makanan kaleng normal diamati oleh kelompok 5-7. Metode yang
digunakan pada praktikum kali ini adalah dengan menggunakan media NB.
Seharusnya media yang digunakan adalah media TB, namun karena adanya
keterbatasan biaya maka media TB diganti dengan media NB.
Nutrient Broth (NB) adalah medium yang berbentuk cair dengan bahan dasar
adalah ekstract beef dan peptone. Nutrien Broth (NB) adalah medium umum
untuk uji air dan produk pangan. NB juga digunakan untuk pertumbuhan
mayoritas dari mikroorganisme yang tidak selektif, dalam artian mikroorganisme
heterotrof (Harry 2012). NB merupakan salah satu media yang umum digunakan
pada uji mikrobiologi untuk menguji adanya kandungan total bakteri pada sampel.
Perbedaan konsentris antara Nutrient Agar dengan Nutrient Broth yaitu Nutrient
Agar berbentuk padat dan Nutrient Broth berbentuk cair. Susunan kimia sama-
sama sintetik. Fungsi kimia dari Nutrient Agar dan Nutrient Broth sebagai
medium umum. Medium Nutrient Broth (NB) merupakan medium yang berwarna
coklat yang memiliki konsistensi yang cair dimana medium ini berasal dari
sintetik dan memiliki kegunaan sebagai medium untuk menumbuhkan bakteri
sama seperti medium NA (Anonim, 2008). Berdasarkan hasil pengamatan yang
terdapat pada Tabel, dapat diketahui bahwa pada media NB anaerob suhu 30oC
kelompok 3,4,7 dan 8 menunjukan hasil (-), begitupun pada suhu 55oC
menunjukan hasil (-) yang menandakan bakteri termofiliknya tidak tumbuh. Pada
kelompok 2 suhu 30oC dan suhu 55oC menunjukan hasil tidak terbentuk keadaan
anaerob. Pada kelompok 3 suhu 30oC dan 55oC menunjukan hasil (-).Bakteri
aerob merupak bakteri yang membutuhkan oksigen. Pertumbuhan bakteri jens ini
sanagta dipengaruhi oleh adanya oksegen dilingkungannya. Pada reaksi ini bakteri
membutuhkan glukosa untuk dirubah menjadi karbon dioksida (CO2) dan
dihidrogen oksida (H2O).

Perlakuan hasil yang menunjukan tidak terbentuk kondisi anaerob dipengaruhi


berarti pada saat penuangan media NA pada tabung NB, NA tercampur dengan
NB sehingga dapat dikatakan hasil yang didapat negatif. Oleh karena itu
pengujian anaerobik dengan menggunakan media NB dinyatakan tidak berhasil,
karena rata-rata kelompok tidak dapat menuang agar NA di permukaan NB
sehingga data pengamatan yang diperoleh sulit untuk dilihat hasilnya. Hal ini
menunjukan belum terampilnya praktikan melakukan penuangan media NA pada
tabung NB untuk menciptakan kondisi yang anaerob.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa ada


pemeriksaan kaleng, dapat dilihat bahwa semua pada sampel makanan kaleng
yang rusak tidak mengalami kebocoran tapi mengalami penggembungan kaleng.
Sedangkan sampel makanan kaleng yang normal tidak mengalami kerusakan
secara fisik dan kimia. Apabila dibandingkan antara perlakuan kaleng normal dan
kaleng rusak maka bakteri yang tumbuh lebih banyak pada sampel makanan
kaleng yang sudah rusak yaitu tumbuhnya bakteri anaerob pada media NB.

Berdasarkan praktikum kali ini, dapat disimpulkan bahwa pada sampel tepung
terigu A maupun B tidak mengandung spora penyebab busuk asam, begitupun
pada sampel gula yang menunjukan hasil negatif mengandung spora penyebab
busuk asam. Seharusnya pada pengujian ini terdapat sampel yang positif
mengandung spora penyebab busuk asam. Hal ini terjadi karena kesalahan
praktikan dalam praktikum atau ketidakefektifan media yang divgunakan.

4.2 Saran
Dalam melakukan praktikum kali ini, praktikan harus memahami prosedur kerja
yang akan dikerjakan, agar tidak terjadi kesalahan dalam melakukan uji. Praktikan
juga harus tetap menjaga kerja aseptik dalam melakukan uji, agar tidak terjadi
kontaminasi dan hasil yang didapatkan pun menjadi lebih akurat dan sesuai
dengan yang diharapkan. Selain itu, persediaan peralatan dan bahan disiapkan
semaksimal mungkin, supaya pada saat melakukan uji, praktikan tidak mengantri
terlalu lama yang akhirnya memerlukan waktu yang lama serta praktikan tidak
saling berebut dalam menggunakan alat ataupun bahan yang akan digunakan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Media Pertumbuhan Mikroorganisme.


Anonim. 2012. Kandungan Gizi Kacang Merah. Bandung

Ahmad, Riza Zainuddin. 2005. Pemanfaatan Khamir Saccharomyces cereviseae

Untuk Ternak. Jurnal Wartaroza Vol. 1 No. 1. Bogor: Balai Penelitian


Veteriner.

Dwidjoseputro. (2001). Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Djambatan

Harry. 2012. Komposisi NA. http://asalkamutahuaja.blogspot.com

Sri. 2011. Mikrobiologi Pangan http://srimutiar89.blogspot.com/


Waluyo, Lud. 2004. Mikrobiologi Umum. UMM PRESS, Malang.

LAMPIRAN

Pertanyaan – jawaban :

1. Sebutkan dan jelaskan sumber-sumber kontaminasi bakteri termofilik pada


tepung dan gula !
Jawab : sumber- sumber kontaminasi termofilik pada tepung dan gula
tergantung pH produk (pH 4.0-4.5) dan suhu (40-60ºC). Selain itu bakteri
termofilik juga menyerang bahan pangan yang mengandung banyak
karbohidrat.
2. Jelaskan tujuan pengukusan contoh pada analisa/uji bakteri termofilik pada
tepung dan gula !
Jawab : tujuan pengukusan contoh untuk menumbuhkan dan menjaga
kestabilan bakteri termofilik karena bakteri tersebut tumbuh pada suhu 40-
60ºC.
3. Jelaskan mengapa makanan kaleng yang dari luar terlihat rusak tetapi
setelah dilakukan pengujian mikrobiologi menunjukan bahwa isi kaleng
tersebut tetap steril !
jawab : hal tersebut terjadi karena kerusak fisik pada kaleng seperti
berkarat tidak mempengaruhi mutu produk karena tidak terjadi kontak
langsung antara produk dan lingkungan luar, kecuali kerusakan lunturnya
label, kaleng yang menggembung dan bocornya kaleng berpotensi besar
mutu produk sudah turun atau kedaluarsa.

4. Sebutkan keuntungan dan kerugian pengawetan makanan dengan


pengalengan dibandingkan dengan cara pengawetan lainnya.
Jawab :

Keuntungan:

 Dapat memformulasi dan mengalengkan berbagai jenis makanan.


 Mutunya baik dan stabil ( tetap ) baik pada skala besar dan kecil
 Kemasan kaleng melindungi isi dari segala bentuk benturan fisik sehingga
bentuk isi tetap utuh
 Daya awet makanan menjadi lebih lama
 Dapat dikonsumsi kapan saja dan dimana saja (cocok untuk makanan siap
saji)

Kerugian:

 Hydrogen Swell : Hydrogen swell terjadi karena adanya tekanan gas


hidrogen yang dihasilkan dari reaksi antara asam pada makanan dengan
logam pada kaleng kemasan.
 Interaksi antara bahan dasar kaleng dengan makanan. Kerusakan makanan
kaleng akibat interaksi antara logam pembuat kaleng dengan makanan
kehilangan zat gizi yang menyebabkan tercampurnya zat tersebut dengan
makanan.
 Kerusakan biologis
 Botulisme (kontaminasi oleh spora C. botulinum)
 Berpengaruah pada kandungan senyawa

Anda mungkin juga menyukai