Anda di halaman 1dari 24

Laporan Praktikum

Hari/Tgl : Selasa, 10 November 2015

Analisis Mutu Mikrobiologi Pangan

Dosen

: Neni Maryani, STP Msi

Asisten : Revita, A.Md


Siti Dita, A.Md

UJI MIKROBIOLOGI TEPUNG DAN GULA


Oleh:

Annisa Ulfah

J3E214106

Intan Ayu Hapsari

J3E114070

M.Bagus S.O

J3E114060

Septiany Ayuning Tyas

J3E114012

SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN


PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus atau
sangat halus tergantung pemakaiannya. Tepung memiliki kadar air yang
rendah serta memiliki daya serap air yang tinggi dengan komposisi
karbohidrat dalam bentuk pati. Pati tersusun dari unsur karbon, hidrogen,
oksigen, serta komponen amilosa dan amilopektin. Pati dapat terpecahkan
menjadi senyawa yang lebih sederhana terutama dalam bentuk glukosa
oleh bakteri amilolitik. Kebanyakan bakteri amilolitik tumbuh subur pada
tepung. Jenis mikroorganisme bakteri amilolitik adalah kapang, namun ada
pula beberapa bakteri. Salah satu jenis yang mempunyai spesies bersifat
amilolitik adalah Clostridium butyricium dan Bacillus subtilis. Proses
pembuatan tepung menggunakan panas yaitu pada proses pengeringan.
Proses tersebut memungkinkan adanya bakteri termofilik yaitu bakteri
yang dapat hidup pada suhu tinggi.
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber
energi dan perdagangan utama. Gula yang paling banyak di perdagangkan
dalam bentuk Kristal sukrosa padat. Gula sebagai sukrosa terbuat dari nira
tebu, bit gula, atau aren. Proses untuk
menghasilkan gula mencakup ekstraksi dan pemurnian melalui distilasi
(penyulingan). Dengan kadar gula yang tinggi masih dapat adanya
pertumbuhan mikroba, yaitu kelompok asmofilik. Dan pada gula juga
terdapat bakteri termofilik.
Produk karbohidrat seperti gula dan tepung sering terkontaminasi
oleh mikroba karena kondisi pengepakan maupun penyimpanan pada
umumnya yang kurang higienis. Untuk menngetahui adanya kontaminasi
atau tidak pada tepung dan gula sehingga dilakukan uji mikrobiologi.
Spora-spora termofilik yang sering mengkontaminasi produk karbohidrat
seperti tepung dan gula diantaranya penyebab kebusukan spesifik yaitu
pertama spora penyebab kebusukan asam tanpa gas(flat sour) misalnya
Bacillus coagulans yang tumbuh pada produk makanan asam pH kuranng
dari 4,5 dan Bacillus stearothermophillus tumbuh pada produk berasam
rendah(pH 4,0-4,5), yang kedua yaitu spora bakteri anaerobic penyebab
kebusukan sulfide(sulfide spoilage) yaitu Clostridium nigrificans yang
memproduksi H2S dan Bacillus betanigrificans yang bersifat anaerobic
fakultatif, dan yang ketiga adalah spora bakteri anaerobic yang tidak
memproduksi H2S (thermopillus anaerobic spoilage) misalnya
C.botolinum dan C.sporogenes.

1.2 Tujuan
Mengetahui jumlah spora penyebab kebusukan asam tanpa gas
(flat sour) pada sampel tepung dan gula.

BAB II
METODOLOGI
2.1. Alat dan Bahan
1. Alat
- Cawan petri steril
- Erlenmeyer 100 ml
- Pipet mikro 1 ml
- Timbangan
- Stemer
- Sudip
- Plastic steril
- Bunsen
2. Bahan
Tepung
- Tepung terigu A
- Tepung terigu B
- Tepung beras A
- Tepung beras B
Gula
-

Gula pasir kemasan


Gula pasih asah

Media
-

DTBA (Destrose Tryptone Brom Cresol Purple Agar)

2.2 Diagram Alir

Penentuan spora penyebab kebusukan asan tanpa gas(flat sour)


a. Tepung

dia DTBA+Suspensi di panaskan pada waterbath 85-90o C selama 8 menit


20 ml
Tepung di timbang 10 gram

Larfis 100 ml

Dipanaskan pada waterbath 85-90o C

Suspense
Media
tepung
DTBA

20 ml
Gula di timbang 10 gram

Larfis 90 ml

b. Gula

Larutan Gula

Media DTBA

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil

Kelompok
1

Perlakuan
sampel
Tepung terigu B

Jumlah koloni

Perhitungan jumlah koloni

10+3+0+0+19=3
2

100
10
x
x 32= 1,6 x
10,051 20

102 g/10 g
2

Tepung terigu A

1+1+0+0+0=2

100
10
x
x 2=
20 10,0500

1,0

x 100 g/10 g
3

Tepung beras B

4+11+6+0+20=4
1

100
10
x x 41=
10,068 20

2,0 x

102 g/10 g
4

Tepung beras A

10+4+2+1+0 =
17

100 10
x x 17=
10 20

8,5 x

101 g/10 g
5

Gula curah B

0+3+0+0+0=3

100 10
x x 3 =1,5 x 101
20 10

g/10 g
6

Gula curah A

0+17+33+36+57
=143

100
10
x
x 143 =7,1 x
20 10,060

102 g/10 g
7

Gula kemasan
B

1+0+0+0+0 = 1

100 10
x x 1=
20 10

5,0 x 100

g/10 g
8

Gula kemasan
A

0+0+1+0+1=2

100 10
x x 2=
20 10

1,0 x 101

g/10 g

3.2 Pembahasan
Makanan dan minuman merupakan bahan pangan yang sangat dibutuhkan
manusia sebagai sumber energi dan sumber gizi untuk kelangsungan hidupnya.
Namun, bahan pangan juga merupakan tempat yang sangat baik untuk
pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu perlu diusahakan berbagai macam cara
untuk menjaga bahan pangan agar tidak ditumbuhi mikroba, misalnya dengan

pengawetan bahan pangan. Bahan pangan yang sudah diawetkan belum tentu
tidak ditumbuhi oleh mikroba. Oleh karena itu untuk menjamin keamanan suatu
bahan pangan layak dikonsumsi manusia atau tidak dilakukan pengujian kualitas
bahan pangan, disamping itu dengan pengujian kualitas bahan pangan sekaligus
dapat diketahui tinggi rendahnya kualitas bahan pangan yang akan dikonsumsi.
Adanya kebusukan pada makanan dapat disebabkan oleh beberapa jenis
bakteri yang tumbuh dalam makanan tersebut. Beberapa diantara mikroorganisme
dapat mengubah rasa beserta aroma dari makanan sehingga dianggap merupakan
mikroorganisme pembusuk. Proses yang terjadi dalam pembusukan gula,
mikroorganisme yang menghasilkan enzim proteolitik mampu merombak proteinprotein (Rita, 2012).
Mikroorganisme seperti bakteri, khamir (yeast) dan kapang (mould) dapat
menyebabkan perubahan yang tidak dikehendaki pada penampakan visual, bau,
tekstur atau rasa suatu makanan. Mikroorganisme ini dikelompokkan berdasarkan
tipe aktivitasnya, seperti proteolitik, lipolitik, dll. Mikroorganisme ini juga
dikelompokkan berdasarkan kebutuhan hidupnya seperti termofilik, halofilik dan
lain-lain.
Produk karbohidrat seperti tepung dan gula merupakan bahan makanan
kering yang sering terkontaminasi oleh mikroba, karena kondisi pengepakan
maupun penyimpanan pada umumnya kurang higienis. Tepung dan gula sering
mengandung spora bakteri termofilik, yaitu bakteri yang tumbuh pada suhu 4060oC atau lebih. Spora bakteri termofilik penyebab kerusakan makanan pada
umumnya tergolong jenis Bacillus dan Clostridium.
Bakteri termofilik merupakan kelompok bakteri yang mampu tumbuh pada
suhu 450C sampai 650C (Brock, 1986). Suhu di atas 60 0C di alam bagi
mikroorganisme terdapat pada daerah-daerah tertentu seperti daerah geothermal
dan kompos. Menurut Brock dan Mardigan (1991), mikroba termofilik memiliki
beberapa keistimewaan diantaranya enzim dan protein yang dihasilkan bersifat
termostabil dan mampu berfungsi optimal pada suhu tinggi.
Kemampuan bakteri ini untuk bertahan pada suhu tinggi disebabkan oleh
enzim, membran sel, dan makro molekul sel yang telah teradaptasi. Enzim yang
dimiliki oleh bakteri kelompok termofilik memiliki komposisi asam amino yang

berbeda dengan bakteri pada umumnya. Di samping itu, protein yang terdapat sel
memiliki ikatan hidrofobik dan ikatan ionik yang sangat kuat. Komposisi
membran selnya didominasi oleh asam lemak jenuh sehingga bersifat lebih stabil
dan fungsional pada suhu tinggi. Hal ini disebabkan oleh kuatnya ikatan
hidrofobik pada rantai asam lemak jenuh bila dibandingan dengan asam lemak tak
jenuh (Rita, 2012).
Dalam suhu yang sedemikian ekstrem, DNA bakteri lain tentu sudah
meleleh. Enzim, protein, dan DNA bakteri ini stabil dan bekerja optimal pada
suhu ekstrem. Bakteri termofilik memiliki beberapa cara untuk menjaga DNA
mereka utuh. Kimiawi sel mereka mampu mencegah denaturasi protein. Stabilitas
mereka juga diperoleh karena formasi dan jumlah ikatan protein yang lebih
banyak. Kandungan garam, seperti potassium dan magnesium yang tinggi
mencegah penurunan ikatan fosfodiester. Beberapa DNA bakteri termofilik berupa
lilitan. DNA untai ganda memiliki lilitan yang lebih banyak sehingga bakteri lebih
tahan panas (Anne 2011).
Tarigan (1988) menjelaskan bahwa bakteri penghasil racun (enterotoksin
atau eksotoksin) dapat mencemari badan air, misalnya spora Clostridium
perfringens, C. Botulinum, Bacillus cereus, dan Vibrio parahaemolyticus. Spora
dapat masuk ke dalam air melalui debu atau tanah, kotoran hewan, dan limbah
makanan. Jika makanan atau minuman dan air bersih tercemari air tersebut, maka
dalam keadaan yang memungkinkan, bakteri tersebut akan mengeluarkan racun
sehingga makanan atau minuman mengandung racun dan apabila dikonsumsi
dapat menyebabkan keracunan makanan.
Produk makanan yang banyak mengandung gula sering terkontaminasi
oleh mikroba karena kondisi pengempakan ataupun penyimpanannya yang kurang
higienis. Mikroba yang sering tumbuh pada sirup terdiri dari jenis spora penyebab
busuk asam (spora flat sour), spora bakteri anaerobik dan spora bakteri anaerobik
termofilik. Spora bakteri penyebab busuk asam (flat sour) yang mudah tumbuh
pada

makanan

berasam

rendah

dengan

pH

4,5

adalah Bacillus

stearothermophillus. Spora bakteri busuk asam yang sering tumbuh pada makanan
asam dengan pH < 4 adalah Bacillus coagulans (Bacillus thermoacudurans).

Cara yang bisa dilakukan untuk menghitung jumlah spora termofilik,


sampel harus mengalami perlakuan pemanasan untuk membunuh sel-sel vegetatif
dan untuk memberikan kejutan panas (Hariyadi dan Dewanti, 2011). Spora
pembentuk asam (flat sour) yang diijinkan tidak lebih dari 50 spora per 10 gram
sampel. Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian spora pembusuk asam tanpa
gas (flat sour) dengan menggunakan sampel tepung pada kelompok 1,2,3,4 dan
sampel gula pada kelompok 5 dan 6 dimana kelompok 7 menggunakan sampel
minuman serbuk.
3.2.1 Uji Spora Penyebab Busuk Asam Tanpa Gas (Flat Sour) pada
Tepung
Tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus atau sangat
halus tergantung pemakaiannya. Biasanya tepung digunakan untuk keperluan
penelitian, rumah tangga, dan bahan baku industri. Tepung bisa berasal dari bahan
nabati misalnya tepung terigu dari gandum, tepung tapioka dari singkong, tepung
maizena dari jagung atau yang berasal dari bahan hewani misalnya tepung tulang
dan tepung ikan (Anonim, 2012).
Tepung merupakah salah satu produk dengan kadar air yang rendah serta
memiliki daya serap terhadap air yang tinggi. Namun, bukan berarti tidak terdapat
mikroba yang tumbuh pada tepung. Hal ini disebabkan tepung merupakan produk
yang menggunakan proses panas yaitu proses pengeringan sehingga pada produk
ini kemungkinan terdapat bakteri termofilik yaitu bakteri yang dapat hidup pada
lingkungan atau keadaan yang panas. Oleh karena itu dilakukan uji mikrobiologi
pada tepung untuk mengidentifikasi adanya spora pembentuk asam tanpa gas.
Pada praktikum kali ini digunakan pengujian dengan beberapa sampel
tepung. Sebelum dilakukan pengujian, terlebih dahulu dilakukan pra perlakuan
(persiapan sampel) pada tepung. Sebanyak 10 gram tepung dimasukkan ke dalam
90 larutan fisiologis. Setelah itu larutan tersebut dikocok selama 2 menit agar
tepung dan larutan fisiologis tersebut menjadi homogen.
Pra perlakuan ini bertujuan agar sampel tepung tidak menggumpal atau
mengalami gelatinisasi ketika dimasukkan kedalam media DTBPA (Dextrose
Tryptone Cresol Purple Agar) sehingga akan mempermudah ketika dilakukan

pengujian. Gelatinisasi adalah perubahan granula pati akibat pemanasan yang


terus-menerus dalam waktu lama sehingga granula pati membengkak luar biasa
dan pecah dan tidak dapat kembali ke bentuk semula. Suhu pada saat granula pati
pecah disebut suhu gelatinisasi yang dapat dilakukan dengan penambahan air
panas (Winarno, 2008). Pada proses gelatinisasi, ikatan hidrogen yang mengatur
integritas struktur granula pati akan melemah. Terdapatnya gugus hidroksil yang
bebas akan menyerap molekul air sehingga terjadi pembengkakan granula pati.
Ketika granula mengembang, amilosa akan keluar dari granula. Granula hanya
mengandung amilopektin, rusak, dan terperangkap dalam matriks amilosa
membentuk gel.
Pada uji spora penyebab busuk asam tanpa gas sebanyak 20 ml suspensi
tepung dimasukkan kedalam 100 ml DTBPA. Dextrose Agar Trypton Bromcresol
Purple Agar biasa digunakan untuk identifikasi bakteri mesofilik dan termofilik
pada produk pangan. Bromcresol Purple digunakan sebagai indikator pH. Ketika
bakteri termofilik diisolasi, suhu plating yang digunakan adalah 55C. Komposisi
media DTBPA adalah tryptone sebanyak 10 gr, bromcresol purple sebanyak 0,04
gr, dextrose sebanyak 5 gram dan agar sebanyak 15 gram.
Setelah suspensi dimasukkan ke dalam media, media tersebut dipanaskan
di dalam waterbath dengan suhu 90oC selama 12 menit dan sesekali dikocok.
Pemanasan menggunakan waterbath ini dilakukan karena pengujian yang diuji
adalah spora dari bakteri termofilik. Pemanasan ini bertujuan agar bakteri tersebut
dapat tumbuh pada media. Selain itu pemanasan ini juga bertujuan untuk
membunuh sel vegetatif dari bakteri sehingga yang dapat tumbuh hanyalah spora
dari bakteri.
Spora bakteri adalah bentuk bakteri yang sedang dalam usaha
mengamankan diri terhadap pengaruh buruk dari luar. Spora bakteri mempunyai
fungsi yang sama seperti kista amoeba, sebab bakteri dalam bentuk spora dan
amoeba dalam bentuk kista merupakan suatu fase dimana kedua mikroorganisme
itu berubah bentuk untuk melindungi diri terhadap faktor luar yang tidak
menguntungkan (Dwidjoseputro, 2001).
Pada saat pemanasan, terdapat endapan

berwarna ungu pada media

DTBPA. Endapan tersebut timbul karena pada media tersebut telah ditambahkan

tepung. Tepung yang ditambahkan kedalam media mengandung pati dan pati
yang ada pada media tergelatinisasi.
Proses gelatinisasi merupakan proses yang terjadi pada saat pati yang ada
pada tepung dan air yang ada dari bahan terkena panas dan menyebabkan granula
pati membengkak. Pembengkakan granula pati ini merupakan akibat dari translusi
larutan pati. Translusi larutan ini terjadi karena energi kinetik molekulmolekul
air menjadi lebih kuat daripada daya tarikmenarik antar molekul pati di dalam
granual, air dapat masuk kedalam butirbutir pati. Hal inilah yang menyebabkan
bengkaknya granula tersebut.
Indeks refraksi butir-butir pati yang membengkak ini mendekati indeks
refraksi air dan hal inilah yang menyebabkan sifat translusen. Akibat jumlah
gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar, maka kemampuan menyerap air
juga sangat besar sehingga terjadi peningkatan viskositas. Peningkatan viskositas
ini disebabkan air yang dulunya berada di luar granula dan bebas bergerak
sebelum dipanaskan, kini sudah berada dalam butirbutir pati dan tidak dapat
bergerak bebas lagi. Sedangkan warna ungu yang timbul pada endapan
dikarenakan media DTBPA ini berwarna ungu yang berasal dari pewarna
Bromcresol Purple yang terdapat pada media sehingga ketika terjadi gelatinisasi,
air yang masuk merupakan air dari media yang berwarna ungu karena pengaruh
Bromcresol Purple. Selain itu pengadukan juga berfungsi untuk mengurangi
tepung yang tergelatinisasi.
Setelah pemanasan, media didiamkan sebentar. Hal ini bertujuan agar
media DTBPA dingin. Setelah itu media DTBPA tersebut dituang ke dalam 5
cawan petri sampai media tersebut habis. Ketika akan dituang, endapan pati yang
tergelatinisasi diaduk dengan menggunakan batang sudip untuk mengambil
endapan serta batang pengaduk untuk menghomogenkan bahan tersebut. Setelah
itu kelima cawan tersebut diinkubasi selama 2-3 hari dengan suhu 55 oC. Inkubasi
ini bertujuan agar pada media tersebut mikroba pembentuk spora dapat tumbuh.
Setelah dua hari diinkubasi, cawan yang berisi media dengan suspensi
tepung suspensi diamati. Berdasarkan hasil yang terdapat pada Tabel 1, dapat
ditunjukkan bahwa semua sampel menunjukan hasil positif yang menandakan
terdapatnya spora bakteri penyebab kebusukan asam tanpa gas. Hal ini

ditunjukkan dengan adanya koloni berwarna kuning. Hanya pada sampel


kelompok 4 dimana 4 cawan yang diujikan menunjukkan hasil positif, dan 2
cawan menunjukkan hasil negatif. Sampel yang tidak bisa teridentifikasi ini dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kesalahan praktikan saat melakukan
pengujian, konsentrasi media yang terlalu rendah, atau karena sampel tepung yang
sudah terkontaminasi.
Tumbuhnya koloni yang tumbuh pada media DTBPA disebabkan pada
media ini terdapat nutrisi yang dibutuhkan oleh bakteri pembentuk spora
penyebab kebusukan asam tanpa gas yaitu dextrose dan tryptophan. Selain nutrisi
yang telah tersedia, suhu dari media juga merupakan suhu yang cocok untuk
tempat pertumbuhan bakteri tersebut yaitu 550C, dimana pada suhu tersebut
bakteri termofilik (bakteri yang tahan pada suhu tinggi) dan bakteri yang tahan
terhadap panas tersebut biasanya mempunyai kemampuan untuk membentuk
spora. Selain itu pada media DTBPA tersebut koloni yang tumbuh adalah koloni
berwarna kuning. Koloni tersebut disebabkan karena spora dari bakteri termofilik
yang dapat menghasilkan asam sehingga pH di dalam media menurun dan
menyebabkan warna dari indikator Bromcresol Purple berubah dari warna ungu
(pada pH netral) menjadi berwarna kuning (pada pH asam).
Adanya bakteri termofilik pada tepung ini disebabkan tepung sendiri
merupakan salah satu produk yang melalui proses pengeringan yang
menggunakan suhu tinggi. Pada suhu pengeringan ini hampir semua bakteri akan
mati karena DNA yang ada pada bakteri akan meleleh. Namun selain bakteri yang
sudah meleleh tersebut, masih terdapat bakteri yang mampu hidup. Hal ini
disebabkan enzim, protein, dan DNA bakteri ini stabil dan bekerja optimal pada
suhu ekstrem. Bakteri termofilik memiliki beberapa cara untuk menjaga DNA
mereka utuh. Kimiawi sel mereka mampu mencegah denaturasi protein. Stabilitas
bakteri termofilik ini juga diperoleh karena formasi dan jumlah ikatan protein
yang lebih banyak. Kandungan garam, seperti potassium dan magnesium yang
tinggi, mencegah penurunan ikatan fosfodiester. Beberapa DNA bakteri termofilik
berupa lilitan. DNA untai ganda memiliki lilitan yang lebih banyak sehingga lebih
tahan panas (Anne 2011).

Selain itu, bakteri termofilik ini juga mempunyai kemampuan untuk


membentuk spora. Pembentukan spora ini melalui beberapa tahap. Pada tahap
pertama bakteri membentuk filamen aksial dimana pembentukan filamen aksial
tidak berlangsung lama. Pada tahap kedua terjadi pembentukan septum asimetris
yang menghasilkan sel induk dan calon sel pra-spora. Masing-masing sel
menerima DNA anakan. Selanjutnya terjadi fagositosis sel praspora oleh sel
induk, sehingga sel praspora menjadi bentukan yang disebut protoplas (Rakhmat
2012). Tahap ketiga adalah perkembangan protoplas yang disebut perkembangan
spora-awal (forespore). Pada perkembangan spora awal belum terbentuk
peptidoglikan, sehingga bentuk spora-awal tidak beraturan (amorfus). Setelah itu
terjadi

pembentukan

korteks

(peptidoglikan).

Spora

awal

menyintesis

peptidoglikan sehingga spora-awal mempunyai bentuk pasti. Pembentukan


peptidoglikan oleh spora-awal disebut juga pembentukan korteks (Rakhmat,
2012).
Selanjutnya terjadi pembentukan pembungkus (coat) dimana spora awal
menyintesis berlapis-lapis pembungkus spora. Pembungkus spora disintesis baik
secara terus-menerus maupun terputus-putus, sehingga tampak seperti penebalan
korteks. Material korteks dan pembungkus spora berbeda sehingga terjadi
pematangan spora. Spora bakteri menyintesis asam dipokolinat dan melakukan
pengambilan kalsium. Dua komponen ini merupakan karakteristik resistensi dan
dorman. Tahap terakhir adalah pelepasan spora dimana terjadi lisis sel induk,
sehingga spora yang telah matang keluar (Rakhmat, 2012). Pada bakteri termofilik
ini spora yang terbentuk dapat menghasilkan asam dan asam yang terbentuk itulah
yang membuat warna dari indikator Bromcresol Purple berubah menjadi kuning.
Pada praktikum yang kami lakukan didapatkan hasil yang menyimpang
antara tepung terigu A dan tepung terigu B, yang seharusnya jumlah spora pada
tepung terigu A lebih banyak daripada tepung terigu B. Sama halnya pada tepung
beras A seharusnya lebih banyak spora yang tumbuh dibandingkan dengan tepung
beras B karena tepung terigu A dan tepung beras A dilalukan perlakuan dengan
penambahan Bacillus. Kesalahan tersebut mungkin dikarenakan kesalahan dalam
penimbangan sampel maupun pemipetan sampel ke larfis atau saat plating.

3.2.2 Uji Spora Penyebab Busuk Asam Tanpa Gas (Flat Sour) pada Gula
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan
komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam
bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa makanan atau
minuman menjadi manis. Gula sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari
sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi yang akan
digunakan oleh sel (Anonim 2011).
Gula merupakan bahan makanan kering yang sering terkontaminasi
mikroba. Hal ini umumnya disebabkan oleh pengepakan dan penyimpanan kurang
higienis. Oleh karena itu, pada gula sering mengandung spora bakteri termofilik,
yakni bakteri yang tumbuh pada suhu 400-600C atau lebih. Kontaminasi bakteri
termofilik pada produk-produk karbohidrat dapat menimbulkan masalah, terutama
bila produk tersebut digunakan sebagai bahan dasar pengolahan makanan. Spora
bakteri termofilik penyebab kerusakan makanan pada umumnya disebabkan jenisjenis Bacillus dan Clostridium. Kerusakan yang diakibatkan bervariasi tergantung
dari jenis bakteri (Rashan, 2012).
Produk makanan yang banyak mengandung gula sering terkontaminasi
oleh mikroba karena kondisi pengempakan ataupun penyimpanannya yang kurang
higienis. Spora bakteri penyebab busuk asam (flat sour) yang mudah tumbuh pada
makanan berasam rendah dengan pH 4-4,5 adalah Bacillus stearothermophillus.
Spora bakteri busuk asam yang sering tumbuh pada makanan asam dengan pH < 4
adalah Bacillus coagulans (Bacillus thermoacudurans). Untuk menghitung jumlah
spora termofilik, sampel harus mengalami perlakuan pemanasan untuk membunuh
sel-sel vegetatif dan untuk memberikan kejutan panas (heat shock). Spora
pembentuk asam (flat sour) pada gula yang diijinkan tidak lebih dari 50 spora per
10 gram sampel.
Pada praktikum kali ini, dilakukan pengujian mikrobiologi pada gula dan
serbuk minuman. Proses analisis dimulai dengan melakukan persiapan sampel
terlebih dahulu. Pertama-tama dibuat larutan gula dengan perbandingan 1:5 (20 g
gula dilarutkan dalam air steril sampai volume 100 ml), kemudian dipanaskan
dalam waterbath selama 8 menit. Pemanasan menggunakan waterbath ini
dilakukan karena pengujian yang diuji adalah spora dari bakteri termofilik.

Pemanasan ini bertujuan agar bakteri tersebut dapat tumbuh pada media. Selain
itu pemanasan ini juga bertujuan untuk membunuh sel vegetatif dari bakteri
sehingga yang dapat tumbuh hanyalah spora dari bakteri.
Spora bakteri adalah bentuk bakteri yang sedang dalam usaha
mengamankan diri terhadap pengaruh buruk dari luar. Spora bakteri mempunyai
fungsi yang sama seperti kista amoeba, sebab bakteri dalam bentuk spora dan
amoeba dalam bentuk kista merupakan suatu fase dimana kedua mikroorganisme
itu berubah bentuk untuk melindungi diri terhadap faktor luar yang tidak
menguntungkan (Dwidjoseputro, 2001).
Setelah pemasakan selesai, ditambahkan kembali air steril pada larutan
sampel agar volumenya tetap 100 ml. Penambahan air ini dilakukan untuk
menggantikan air yang teruapkan selama pengukusan. Setelah itu sampel pun siap
untuk dilakukan pengujian.
Pengujian dilakukan dengan mengambil sebanyak 2 ml larutan gula ke
dalam 5 cawan petri steril, lalu dituang ke dalam DTBPA (Dextrose Brom Cresol
Purple Agar) cair ke dalam masing-masing cawan petri dan ratakan. Setelah itu
kelima cawan tersebut diinkubasi selama 2-3 hari dengan suhu 55 oC. Inkubasi ini
bertujuan agar pada media tersebut mikroba pembentuk spora dapat tumbuh.
Dextrose Agar Trypton Bromcresol Purple Agar biasa digunakan untuk
identifikasi bakteri mesofilik dan termofilik pada produk pangan. Bromcresol
Purple digunakan sebagai indikator pH. Ketika bakteri termofilik diisolasi, suhu
plating yang digunakan adalah 55C. Komposisi media DTBPA adalah tryptone
sebanyak 10 gr, bromcresol purple sebanyak 0,04 gr, dextrose sebanyak 5 gram
dan agar sebanyak 15 gram.
Berdasarkan hasil yang terdapat pada Tabel 1, dapat diketahui pengujian
sampel gula dilakukan oleh kelompok 5,6, dan 7. Hasil pengamatan cawan yang
dilakukan kelompok 5 menunjukkan hasil positif. Untuk kelompok 6 hanya 2
cawan yang positif dan 3 lainnya negatif. Sedangkan untuk kelompok 7 sampel
gula yang dipakai adalah serbuk minuman segar. Berdasarkan hasil yang
diperoleh dari kelima cawan, terdapat satu cawan yang negatif dan 4 lainnya
positif. Hasil positif tersebut menandakan terdapat areal berwarna kuning dalam
cawan berisi media DTBPA dan sampel, sedangkan cawan yang hasilnya negatif

menandakan tidak terdapatnya areal berwarna kuning. Kesalahan tersebut


kemungkinan terjadi karena terjadinya kontaminasi yang terlalu banyak dari
praktikan dan perlakuan yang kurang aseptis selama proses praktik berlangsung.
Selain itu kesalahan juga dapat disebabkan konsentrasi media yang digunakan
terlalu sedikit sehingga menunjukkan hasil negatif.
Tumbuhnya koloni yang tumbuh pada media DTBPA disebabkan
terdapatnya nutrisi yang dibutuhkan oleh bakteri pembentuk spora penyebab
kebusukan asam tanpa gas yaitu dextrose dan tryptophan. Selain nutrisi yang telah
tersedia, suhu dari media juga merupakan suhu yang cocok untuk tempat
pertumbuhan bakteri tersebut yaitu 550C, dimana pada suhu tersebut bakteri
termofilik (bakteri yang tahan pada suhu tinggi) dan bakteri yang tahan terhadap
panas tersebut biasanya mempunyai kemampuan untuk membentuk spora. Selain
itu pada media DTBPA tersebut koloni yang tumbuh adalah koloni berwarna
kuning. Koloni tersebut disebabkan karena spora dari bakteri termofilik yang
dapat menghasilkan asam sehingga pH di dalam media menurun dan
menyebabkan warna dari indikator Bromcresol Purple berubah dari warna ungu
(pada pH netral) menjadi berwarna kuning (pada pH asam).
Pada hasil praktikum dapat diketahui bahwa bakteri pembusuk asam tanpa
yang dapat tumbuh atau berkembang biak pada gula adalah bakteri pembentuk
spora seperti Bacillus dan Clostridium yaitu bakteri yang berbentuk basil.
Terdapatnya spora pada gula biasanya disebabkan pada proses pengolahan gula
yang pada saat tahap pengeringan kurang maksimal sehingga spora bakteri dapat
tumbuh.
Selain itu adanya spora bakteri termofilik pada tepung ini karena tepung
merupakan salah satu produk yang melalui proses pengeringan yang
menggunakan suhu tinggi. Pada suhu pengeringan ini hampir semua bakteri akan
mati karena DNA yang ada pada bakteri akan meleleh. Namun selain bakteri yang
sudah meleleh tersebut, masih terdapat bakteri yang mampu hidup. Hal ini
disebabkan enzim, protein, dan DNA bakteri ini stabil dan bekerja optimal pada
suhu ekstrim. Bakteri termofilik memiliki beberapa cara untuk menjaga DNA
mereka utuh. Kimiawi sel mereka mampu mencegah denaturasi protein. Stabilitas
bakteri termofilik ini juga diperoleh karena formasi dan jumlah ikatan protein

yang lebih banyak. Kandungan garam, seperti potassium dan magnesium yang
tinggi, mencegah penurunan ikatan fosfodiester. Beberapa DNA bakteri termofilik
berupa lilitan. DNA untai ganda memiliki lilitan yang lebih banyak sehingga lebih
tahan panas (Anne 2011).
Pada praktikum yang kami lakukan hasil yang didapatkan antara sampel
gula curah dan kemasan sudah sesuai dengan literatur. Penambahan Bacillus di
lakukan pada sampel gula curah A dan gula kemasan A.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa dalam
praktikum kali ini dilakukan pengujian pada sampel tepung dan gula untuk
mengidentifikasi adanya spora penyebab kebusukan asam tanpa gas. Pada sampel
tepung, hasil menunjukkan bahwa semua sampel menunjukan hasil positif yang
menandakan terdapatnya spora bakteri penyebab kebusukan asam tanpa gas,
hanya pada sampel kelompok 4 dimana 4 cawan yang diujikan menunjukkan hasil
positif, dan 2 cawan menunjukkan hasil negatif.
Selain itu pada pengujian dengan sampel gula, hasil menunjukkan bahwa
bahwa pengamatan cawan yang dilakukan kelompok 5 menunjukkan hasil positif.
Pada kelompok 6 hanya 2 cawan yang positif dan 3 lainnya negatif. Sedangkan
untuk kelompok 7 sampel gula yang dipakai adalah serbuk minuman segar
dimana terdapat satu cawan yang menunjukkan hasil negatif dan 4 lainnya positif.
4.2 Saran
Berdasarkan praktikum yang dilakukan disarankan agar kebutuhan
peralatan praktikum lebih dilengkapi. Selain itu disarankan untuk meminimalisir
kesalahan-kesalahan yang dilakukan praktikan untuk menghindari ketidaktepatan
data yang dihasilkan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Gula. http://wikipedia.com/gula [13November 2015]


Anonim. 2012. Tepung. http://wikipedia.com/tepung [14 November 2015]
Anne. 2012. Bakteri Termofilik. http://www.anneahira.com [13 November 2015]
Brock. 1986. Thermophiles, General and Applied Microbiology. New York: A
Whiley Interscience Publication
Brock dan Mardigan. 1991. Biology of Microorganism. New Jersey: Prentice Hall
International
Dwidjoseputro. 2001. Dasar - Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan
Hariyadi dan Dewanti. 2011. Pengendalian dan pengujian pangan komersial.
[jurnal]. Bogor: Fakultas Teknologi dan Ilmu Pangan, Institut Pertanian
Bogor.
Martanti, Rita. 2012. Dasar Teori Mikroba. http://ridderisdererecta.blogspot.com/
[12 November 2015]
Pratama, Rashan. 2012. Mikrobiologi. http://akarashansz.blogspot.com
[13 November 2015]
Rakhmat.

2012.

Spora

Bakteri.

http://rakhmatwahyudi.blogspot.com

[13November 2015]
Tarigan. 1988. Pengantar Mikrobiologi. Jakarta: Departeman Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Winarno. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka

LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Pengamatan Uji Penyebab Kebusukan Asam Tanpa Gas


Tepung dan Gula
Kelompo
k
1

Sampel
Tepung terigu B

Tepung terigu A

Tepung beras B

Tepung beras A

Gula curah B

Hasil pengamatan

Gula curah A

Gula kemasan B

Gula kemasan A

Lampiran 2. SNI Tepung (01-3751-2006)

Lampiran 3. SNI Gula (3547-1-2008)

Anda mungkin juga menyukai