Dosen
Annisa Ulfah
J3E214106
J3E114070
M.Bagus S.O
J3E114060
J3E114012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus atau
sangat halus tergantung pemakaiannya. Tepung memiliki kadar air yang
rendah serta memiliki daya serap air yang tinggi dengan komposisi
karbohidrat dalam bentuk pati. Pati tersusun dari unsur karbon, hidrogen,
oksigen, serta komponen amilosa dan amilopektin. Pati dapat terpecahkan
menjadi senyawa yang lebih sederhana terutama dalam bentuk glukosa
oleh bakteri amilolitik. Kebanyakan bakteri amilolitik tumbuh subur pada
tepung. Jenis mikroorganisme bakteri amilolitik adalah kapang, namun ada
pula beberapa bakteri. Salah satu jenis yang mempunyai spesies bersifat
amilolitik adalah Clostridium butyricium dan Bacillus subtilis. Proses
pembuatan tepung menggunakan panas yaitu pada proses pengeringan.
Proses tersebut memungkinkan adanya bakteri termofilik yaitu bakteri
yang dapat hidup pada suhu tinggi.
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber
energi dan perdagangan utama. Gula yang paling banyak di perdagangkan
dalam bentuk Kristal sukrosa padat. Gula sebagai sukrosa terbuat dari nira
tebu, bit gula, atau aren. Proses untuk
menghasilkan gula mencakup ekstraksi dan pemurnian melalui distilasi
(penyulingan). Dengan kadar gula yang tinggi masih dapat adanya
pertumbuhan mikroba, yaitu kelompok asmofilik. Dan pada gula juga
terdapat bakteri termofilik.
Produk karbohidrat seperti gula dan tepung sering terkontaminasi
oleh mikroba karena kondisi pengepakan maupun penyimpanan pada
umumnya yang kurang higienis. Untuk menngetahui adanya kontaminasi
atau tidak pada tepung dan gula sehingga dilakukan uji mikrobiologi.
Spora-spora termofilik yang sering mengkontaminasi produk karbohidrat
seperti tepung dan gula diantaranya penyebab kebusukan spesifik yaitu
pertama spora penyebab kebusukan asam tanpa gas(flat sour) misalnya
Bacillus coagulans yang tumbuh pada produk makanan asam pH kuranng
dari 4,5 dan Bacillus stearothermophillus tumbuh pada produk berasam
rendah(pH 4,0-4,5), yang kedua yaitu spora bakteri anaerobic penyebab
kebusukan sulfide(sulfide spoilage) yaitu Clostridium nigrificans yang
memproduksi H2S dan Bacillus betanigrificans yang bersifat anaerobic
fakultatif, dan yang ketiga adalah spora bakteri anaerobic yang tidak
memproduksi H2S (thermopillus anaerobic spoilage) misalnya
C.botolinum dan C.sporogenes.
1.2 Tujuan
Mengetahui jumlah spora penyebab kebusukan asam tanpa gas
(flat sour) pada sampel tepung dan gula.
BAB II
METODOLOGI
2.1. Alat dan Bahan
1. Alat
- Cawan petri steril
- Erlenmeyer 100 ml
- Pipet mikro 1 ml
- Timbangan
- Stemer
- Sudip
- Plastic steril
- Bunsen
2. Bahan
Tepung
- Tepung terigu A
- Tepung terigu B
- Tepung beras A
- Tepung beras B
Gula
-
Media
-
Larfis 100 ml
Suspense
Media
tepung
DTBA
20 ml
Gula di timbang 10 gram
Larfis 90 ml
b. Gula
Larutan Gula
Media DTBA
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Kelompok
1
Perlakuan
sampel
Tepung terigu B
Jumlah koloni
10+3+0+0+19=3
2
100
10
x
x 32= 1,6 x
10,051 20
102 g/10 g
2
Tepung terigu A
1+1+0+0+0=2
100
10
x
x 2=
20 10,0500
1,0
x 100 g/10 g
3
Tepung beras B
4+11+6+0+20=4
1
100
10
x x 41=
10,068 20
2,0 x
102 g/10 g
4
Tepung beras A
10+4+2+1+0 =
17
100 10
x x 17=
10 20
8,5 x
101 g/10 g
5
Gula curah B
0+3+0+0+0=3
100 10
x x 3 =1,5 x 101
20 10
g/10 g
6
Gula curah A
0+17+33+36+57
=143
100
10
x
x 143 =7,1 x
20 10,060
102 g/10 g
7
Gula kemasan
B
1+0+0+0+0 = 1
100 10
x x 1=
20 10
5,0 x 100
g/10 g
8
Gula kemasan
A
0+0+1+0+1=2
100 10
x x 2=
20 10
1,0 x 101
g/10 g
3.2 Pembahasan
Makanan dan minuman merupakan bahan pangan yang sangat dibutuhkan
manusia sebagai sumber energi dan sumber gizi untuk kelangsungan hidupnya.
Namun, bahan pangan juga merupakan tempat yang sangat baik untuk
pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu perlu diusahakan berbagai macam cara
untuk menjaga bahan pangan agar tidak ditumbuhi mikroba, misalnya dengan
pengawetan bahan pangan. Bahan pangan yang sudah diawetkan belum tentu
tidak ditumbuhi oleh mikroba. Oleh karena itu untuk menjamin keamanan suatu
bahan pangan layak dikonsumsi manusia atau tidak dilakukan pengujian kualitas
bahan pangan, disamping itu dengan pengujian kualitas bahan pangan sekaligus
dapat diketahui tinggi rendahnya kualitas bahan pangan yang akan dikonsumsi.
Adanya kebusukan pada makanan dapat disebabkan oleh beberapa jenis
bakteri yang tumbuh dalam makanan tersebut. Beberapa diantara mikroorganisme
dapat mengubah rasa beserta aroma dari makanan sehingga dianggap merupakan
mikroorganisme pembusuk. Proses yang terjadi dalam pembusukan gula,
mikroorganisme yang menghasilkan enzim proteolitik mampu merombak proteinprotein (Rita, 2012).
Mikroorganisme seperti bakteri, khamir (yeast) dan kapang (mould) dapat
menyebabkan perubahan yang tidak dikehendaki pada penampakan visual, bau,
tekstur atau rasa suatu makanan. Mikroorganisme ini dikelompokkan berdasarkan
tipe aktivitasnya, seperti proteolitik, lipolitik, dll. Mikroorganisme ini juga
dikelompokkan berdasarkan kebutuhan hidupnya seperti termofilik, halofilik dan
lain-lain.
Produk karbohidrat seperti tepung dan gula merupakan bahan makanan
kering yang sering terkontaminasi oleh mikroba, karena kondisi pengepakan
maupun penyimpanan pada umumnya kurang higienis. Tepung dan gula sering
mengandung spora bakteri termofilik, yaitu bakteri yang tumbuh pada suhu 4060oC atau lebih. Spora bakteri termofilik penyebab kerusakan makanan pada
umumnya tergolong jenis Bacillus dan Clostridium.
Bakteri termofilik merupakan kelompok bakteri yang mampu tumbuh pada
suhu 450C sampai 650C (Brock, 1986). Suhu di atas 60 0C di alam bagi
mikroorganisme terdapat pada daerah-daerah tertentu seperti daerah geothermal
dan kompos. Menurut Brock dan Mardigan (1991), mikroba termofilik memiliki
beberapa keistimewaan diantaranya enzim dan protein yang dihasilkan bersifat
termostabil dan mampu berfungsi optimal pada suhu tinggi.
Kemampuan bakteri ini untuk bertahan pada suhu tinggi disebabkan oleh
enzim, membran sel, dan makro molekul sel yang telah teradaptasi. Enzim yang
dimiliki oleh bakteri kelompok termofilik memiliki komposisi asam amino yang
berbeda dengan bakteri pada umumnya. Di samping itu, protein yang terdapat sel
memiliki ikatan hidrofobik dan ikatan ionik yang sangat kuat. Komposisi
membran selnya didominasi oleh asam lemak jenuh sehingga bersifat lebih stabil
dan fungsional pada suhu tinggi. Hal ini disebabkan oleh kuatnya ikatan
hidrofobik pada rantai asam lemak jenuh bila dibandingan dengan asam lemak tak
jenuh (Rita, 2012).
Dalam suhu yang sedemikian ekstrem, DNA bakteri lain tentu sudah
meleleh. Enzim, protein, dan DNA bakteri ini stabil dan bekerja optimal pada
suhu ekstrem. Bakteri termofilik memiliki beberapa cara untuk menjaga DNA
mereka utuh. Kimiawi sel mereka mampu mencegah denaturasi protein. Stabilitas
mereka juga diperoleh karena formasi dan jumlah ikatan protein yang lebih
banyak. Kandungan garam, seperti potassium dan magnesium yang tinggi
mencegah penurunan ikatan fosfodiester. Beberapa DNA bakteri termofilik berupa
lilitan. DNA untai ganda memiliki lilitan yang lebih banyak sehingga bakteri lebih
tahan panas (Anne 2011).
Tarigan (1988) menjelaskan bahwa bakteri penghasil racun (enterotoksin
atau eksotoksin) dapat mencemari badan air, misalnya spora Clostridium
perfringens, C. Botulinum, Bacillus cereus, dan Vibrio parahaemolyticus. Spora
dapat masuk ke dalam air melalui debu atau tanah, kotoran hewan, dan limbah
makanan. Jika makanan atau minuman dan air bersih tercemari air tersebut, maka
dalam keadaan yang memungkinkan, bakteri tersebut akan mengeluarkan racun
sehingga makanan atau minuman mengandung racun dan apabila dikonsumsi
dapat menyebabkan keracunan makanan.
Produk makanan yang banyak mengandung gula sering terkontaminasi
oleh mikroba karena kondisi pengempakan ataupun penyimpanannya yang kurang
higienis. Mikroba yang sering tumbuh pada sirup terdiri dari jenis spora penyebab
busuk asam (spora flat sour), spora bakteri anaerobik dan spora bakteri anaerobik
termofilik. Spora bakteri penyebab busuk asam (flat sour) yang mudah tumbuh
pada
makanan
berasam
rendah
dengan
pH
4,5
adalah Bacillus
stearothermophillus. Spora bakteri busuk asam yang sering tumbuh pada makanan
asam dengan pH < 4 adalah Bacillus coagulans (Bacillus thermoacudurans).
DTBPA. Endapan tersebut timbul karena pada media tersebut telah ditambahkan
tepung. Tepung yang ditambahkan kedalam media mengandung pati dan pati
yang ada pada media tergelatinisasi.
Proses gelatinisasi merupakan proses yang terjadi pada saat pati yang ada
pada tepung dan air yang ada dari bahan terkena panas dan menyebabkan granula
pati membengkak. Pembengkakan granula pati ini merupakan akibat dari translusi
larutan pati. Translusi larutan ini terjadi karena energi kinetik molekulmolekul
air menjadi lebih kuat daripada daya tarikmenarik antar molekul pati di dalam
granual, air dapat masuk kedalam butirbutir pati. Hal inilah yang menyebabkan
bengkaknya granula tersebut.
Indeks refraksi butir-butir pati yang membengkak ini mendekati indeks
refraksi air dan hal inilah yang menyebabkan sifat translusen. Akibat jumlah
gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar, maka kemampuan menyerap air
juga sangat besar sehingga terjadi peningkatan viskositas. Peningkatan viskositas
ini disebabkan air yang dulunya berada di luar granula dan bebas bergerak
sebelum dipanaskan, kini sudah berada dalam butirbutir pati dan tidak dapat
bergerak bebas lagi. Sedangkan warna ungu yang timbul pada endapan
dikarenakan media DTBPA ini berwarna ungu yang berasal dari pewarna
Bromcresol Purple yang terdapat pada media sehingga ketika terjadi gelatinisasi,
air yang masuk merupakan air dari media yang berwarna ungu karena pengaruh
Bromcresol Purple. Selain itu pengadukan juga berfungsi untuk mengurangi
tepung yang tergelatinisasi.
Setelah pemanasan, media didiamkan sebentar. Hal ini bertujuan agar
media DTBPA dingin. Setelah itu media DTBPA tersebut dituang ke dalam 5
cawan petri sampai media tersebut habis. Ketika akan dituang, endapan pati yang
tergelatinisasi diaduk dengan menggunakan batang sudip untuk mengambil
endapan serta batang pengaduk untuk menghomogenkan bahan tersebut. Setelah
itu kelima cawan tersebut diinkubasi selama 2-3 hari dengan suhu 55 oC. Inkubasi
ini bertujuan agar pada media tersebut mikroba pembentuk spora dapat tumbuh.
Setelah dua hari diinkubasi, cawan yang berisi media dengan suspensi
tepung suspensi diamati. Berdasarkan hasil yang terdapat pada Tabel 1, dapat
ditunjukkan bahwa semua sampel menunjukan hasil positif yang menandakan
terdapatnya spora bakteri penyebab kebusukan asam tanpa gas. Hal ini
pembentukan
korteks
(peptidoglikan).
Spora
awal
menyintesis
3.2.2 Uji Spora Penyebab Busuk Asam Tanpa Gas (Flat Sour) pada Gula
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan
komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam
bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa makanan atau
minuman menjadi manis. Gula sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari
sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi yang akan
digunakan oleh sel (Anonim 2011).
Gula merupakan bahan makanan kering yang sering terkontaminasi
mikroba. Hal ini umumnya disebabkan oleh pengepakan dan penyimpanan kurang
higienis. Oleh karena itu, pada gula sering mengandung spora bakteri termofilik,
yakni bakteri yang tumbuh pada suhu 400-600C atau lebih. Kontaminasi bakteri
termofilik pada produk-produk karbohidrat dapat menimbulkan masalah, terutama
bila produk tersebut digunakan sebagai bahan dasar pengolahan makanan. Spora
bakteri termofilik penyebab kerusakan makanan pada umumnya disebabkan jenisjenis Bacillus dan Clostridium. Kerusakan yang diakibatkan bervariasi tergantung
dari jenis bakteri (Rashan, 2012).
Produk makanan yang banyak mengandung gula sering terkontaminasi
oleh mikroba karena kondisi pengempakan ataupun penyimpanannya yang kurang
higienis. Spora bakteri penyebab busuk asam (flat sour) yang mudah tumbuh pada
makanan berasam rendah dengan pH 4-4,5 adalah Bacillus stearothermophillus.
Spora bakteri busuk asam yang sering tumbuh pada makanan asam dengan pH < 4
adalah Bacillus coagulans (Bacillus thermoacudurans). Untuk menghitung jumlah
spora termofilik, sampel harus mengalami perlakuan pemanasan untuk membunuh
sel-sel vegetatif dan untuk memberikan kejutan panas (heat shock). Spora
pembentuk asam (flat sour) pada gula yang diijinkan tidak lebih dari 50 spora per
10 gram sampel.
Pada praktikum kali ini, dilakukan pengujian mikrobiologi pada gula dan
serbuk minuman. Proses analisis dimulai dengan melakukan persiapan sampel
terlebih dahulu. Pertama-tama dibuat larutan gula dengan perbandingan 1:5 (20 g
gula dilarutkan dalam air steril sampai volume 100 ml), kemudian dipanaskan
dalam waterbath selama 8 menit. Pemanasan menggunakan waterbath ini
dilakukan karena pengujian yang diuji adalah spora dari bakteri termofilik.
Pemanasan ini bertujuan agar bakteri tersebut dapat tumbuh pada media. Selain
itu pemanasan ini juga bertujuan untuk membunuh sel vegetatif dari bakteri
sehingga yang dapat tumbuh hanyalah spora dari bakteri.
Spora bakteri adalah bentuk bakteri yang sedang dalam usaha
mengamankan diri terhadap pengaruh buruk dari luar. Spora bakteri mempunyai
fungsi yang sama seperti kista amoeba, sebab bakteri dalam bentuk spora dan
amoeba dalam bentuk kista merupakan suatu fase dimana kedua mikroorganisme
itu berubah bentuk untuk melindungi diri terhadap faktor luar yang tidak
menguntungkan (Dwidjoseputro, 2001).
Setelah pemasakan selesai, ditambahkan kembali air steril pada larutan
sampel agar volumenya tetap 100 ml. Penambahan air ini dilakukan untuk
menggantikan air yang teruapkan selama pengukusan. Setelah itu sampel pun siap
untuk dilakukan pengujian.
Pengujian dilakukan dengan mengambil sebanyak 2 ml larutan gula ke
dalam 5 cawan petri steril, lalu dituang ke dalam DTBPA (Dextrose Brom Cresol
Purple Agar) cair ke dalam masing-masing cawan petri dan ratakan. Setelah itu
kelima cawan tersebut diinkubasi selama 2-3 hari dengan suhu 55 oC. Inkubasi ini
bertujuan agar pada media tersebut mikroba pembentuk spora dapat tumbuh.
Dextrose Agar Trypton Bromcresol Purple Agar biasa digunakan untuk
identifikasi bakteri mesofilik dan termofilik pada produk pangan. Bromcresol
Purple digunakan sebagai indikator pH. Ketika bakteri termofilik diisolasi, suhu
plating yang digunakan adalah 55C. Komposisi media DTBPA adalah tryptone
sebanyak 10 gr, bromcresol purple sebanyak 0,04 gr, dextrose sebanyak 5 gram
dan agar sebanyak 15 gram.
Berdasarkan hasil yang terdapat pada Tabel 1, dapat diketahui pengujian
sampel gula dilakukan oleh kelompok 5,6, dan 7. Hasil pengamatan cawan yang
dilakukan kelompok 5 menunjukkan hasil positif. Untuk kelompok 6 hanya 2
cawan yang positif dan 3 lainnya negatif. Sedangkan untuk kelompok 7 sampel
gula yang dipakai adalah serbuk minuman segar. Berdasarkan hasil yang
diperoleh dari kelima cawan, terdapat satu cawan yang negatif dan 4 lainnya
positif. Hasil positif tersebut menandakan terdapat areal berwarna kuning dalam
cawan berisi media DTBPA dan sampel, sedangkan cawan yang hasilnya negatif
yang lebih banyak. Kandungan garam, seperti potassium dan magnesium yang
tinggi, mencegah penurunan ikatan fosfodiester. Beberapa DNA bakteri termofilik
berupa lilitan. DNA untai ganda memiliki lilitan yang lebih banyak sehingga lebih
tahan panas (Anne 2011).
Pada praktikum yang kami lakukan hasil yang didapatkan antara sampel
gula curah dan kemasan sudah sesuai dengan literatur. Penambahan Bacillus di
lakukan pada sampel gula curah A dan gula kemasan A.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa dalam
praktikum kali ini dilakukan pengujian pada sampel tepung dan gula untuk
mengidentifikasi adanya spora penyebab kebusukan asam tanpa gas. Pada sampel
tepung, hasil menunjukkan bahwa semua sampel menunjukan hasil positif yang
menandakan terdapatnya spora bakteri penyebab kebusukan asam tanpa gas,
hanya pada sampel kelompok 4 dimana 4 cawan yang diujikan menunjukkan hasil
positif, dan 2 cawan menunjukkan hasil negatif.
Selain itu pada pengujian dengan sampel gula, hasil menunjukkan bahwa
bahwa pengamatan cawan yang dilakukan kelompok 5 menunjukkan hasil positif.
Pada kelompok 6 hanya 2 cawan yang positif dan 3 lainnya negatif. Sedangkan
untuk kelompok 7 sampel gula yang dipakai adalah serbuk minuman segar
dimana terdapat satu cawan yang menunjukkan hasil negatif dan 4 lainnya positif.
4.2 Saran
Berdasarkan praktikum yang dilakukan disarankan agar kebutuhan
peralatan praktikum lebih dilengkapi. Selain itu disarankan untuk meminimalisir
kesalahan-kesalahan yang dilakukan praktikan untuk menghindari ketidaktepatan
data yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA
2012.
Spora
Bakteri.
http://rakhmatwahyudi.blogspot.com
[13November 2015]
Tarigan. 1988. Pengantar Mikrobiologi. Jakarta: Departeman Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Winarno. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka
LAMPIRAN
Sampel
Tepung terigu B
Tepung terigu A
Tepung beras B
Tepung beras A
Gula curah B
Hasil pengamatan
Gula curah A
Gula kemasan B
Gula kemasan A