Anda di halaman 1dari 13

TUGAS ANALISIS BAHAN MAKANAN

KEAMANAN PRODUK MAKANAN BERKAITAN DENGAN


PARAMETER MIKROBIOLOGI
Dosen Pengampu:
Puji Ardiningsih, S.Si, M.Si

Disusun oleh:
Cristina Svalen (H1031201048)

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2023
i
A. PENDAHULUAN
Kasus keracunan makanan yang terjadi di Indonesia kian meningkat setiap
tahunnya. Penyebab keracunan makanan adalah kebersihan makanan yang kurang
terjamin baik selama proses pembuatan atau penyimpanan. Makanan yang tidak
bersih dapat mengandung bakteri, khamir, dan kapang yang dapat menyebabkan
keracunan. Dari ketiga mikroorganisme tersebut, bakteri merupakan penyebab
paling dominan kasus keracunan makanan (Rorong dan Wilar, 2020).
Mikroorganisme dalam makanan dapat menyebabkan perubahan bentuk fisik dan
kimia makanan sehingga umumnya mudah diketahui. Beberapa mikroba yang
sering dan diduga menyebabkan keracunan produk makanan yaitu Staphylococcus
aureus, Bacillus cereus, Salmonella sp., Vibrio kolera, Escherichia coli dan
Pseudomonas aeruginosa (Lamotakan dkk, 2023).

Keracunan makanan merupakan masalah yang serius karena dapat


berdampak pada masalah kesehatan. Beberapa gejala keracunan meliputi masalah
penglihatan ditandai dengan pandangan mata yang kabur atau buram, gangguan
pada sistem saraf seperti kelemahan otot atau kesulitan menelan, masalah mulut
dan pencernaan seperti mual, muntah dan sakit perut. Selain menyebabkan
gangguan kesehatan, keracunan makanan oleh mikroba dapat berujung pada
kematian seperti mengonsumsi tahu bongkrek yang beracun. Kebusukan makanan
kemasan oleh bakteri dapat terjadi karena beberapa hal seperti dibiarkan terlalu
lama di ruang terbuka sebelum disterilisasi, terjadi kebocoran kemasan,
pemanasan yang tidak cukup, dan pengemasan yang tidak membunuh bakteri
termofilik (tahan panas) (Rorong dan Wilar, 2020).

Makanan kemasan yang telah rusak oleh bakteri dapat diketahui dengan
kemasan yang rusak atau kemasan tidak rusak namun berbau asam. Selain itu
terjadi perubahan kekenyalan pada produk-produk daging dan ikan karena
pemecahan struktur daging oleh berbagai bakteri, pembentukan lendir. Pada
produk-produk daging dan ikan disebabkan oleh pertumbuhan bakteri asam laktat,
Enterococcus, dan Bacillus thermosphacta. Pada sayuran pembentukan lendir
sering disebabkan oleh P. marjinalis dan Rhizoctonia sp; dan pembentukan asam
umumnya disebabkan oleh berbagai bakteri seperti Lactobacillus, Acinebacter,

1
Bacillus, Pseudomonas, proteus, Microrocci, Clostidium, dan enterokoki. Produk
olahan susu dan telur juga dapat terkontaminasi oleh bakteri yang berasal dari
lingkungan melalui kontak udara atau air (Rorong dan Wilar, 2020). Maka dari
itu, hal ini menjadi masalah bagi masyarakat Indonesia sehingga perlu adanya
analisis produk makanan untuk menjamin mutu makanan. Dari latar belakang
tersebut rumusan masalah yang diambil yaitu proses dan hasil analisis produk
makanan yang berkaitan dengan cemaran mikrobiologis.

B. TINJAUAN PUSTAKA
a) Mikroba Pencemar Makanan dan Batas Ambang Maksimum Kandungan
Cemaran pada Produk Makanan
Mikroba merupakan mikroorganisme yang dapat bermanfaat bagi manusia
sekaligus merugikan manusia. Mikroba yang menguntungkan berasal dari
sebagian jenis bakteri, sedangkan mikroba merugikan daapt berasal dari bakteri,
jamur dan virus. Bakteri Escherichia coli berperan untuk pembusukan makanan,
Rhizobium leguminosarum berfungsi mengikat nitrogen, Lactobacillus bulgaricus
bermanfaat untuk pembuatan Yogurt, Acetobacter xilinum bermanfaat untuk
pembuatan nata de coco, Lactobacillus casei bermanfaat untuk pembuatan keju,
Methanobecterium bermanfaat pembuatan biogas dan Streptomyces griceus
bermanfaat untuk pembuatan antibiotik Streptomisin. Beberapa jenis bakteri
lainnya juga bermanfaat dalam bidang pertanian, industri dan kesehatan. Adapun
bakteri patogen yang membahayakan manusia meliputi Escherichia coli,
Salmonella, Shigella, Pseudomonas cocovenenans, dan Clostiridium botulinum
(Rorong dan Wilar, 2020).

Karakteristik yang dimiliki bakteri pencemar makanan berbeda-beda


tergantung kemampuan pertumbuhannya. Namun kebanyakan bakteri tumbuh
dengan baik pada makanan berkadar air yang tinggi. Beberapa jenis bakteri yang
dapat menyebabkan kerusakan pada makanan adalah sebagai berikut.

1. Bakteri Termofilik; memiliki resistensi terhadap suhu tinggi dan dapat


tumbuh pada peralatan yang berkontak langsung dengan makanan sehingga
dapat menyebabkan kebusukan. Perkecambahan sporanya terjadi pada suhu
diatas 43°C dan tumbuh baik pada suhu diatas 30°C, contohnya Bacillus

2
stearothermophilus, B. coagulans, Clostridium thermosaccha-rolyticum,
Clostridium nigridicans dan C. thermosaccarolyti-cum.
2. Bakteri Mesofilik Pembentuk Spora; memiliki kemampuan untuk
memfermentasi gula sehiingga menyebabkan pembusukan atau
penggembungan pada kemasan makanan. Bakteri ini merupakan bakteri
pembentuk spora yang tumbuh pada rentang suhu 25°C -43°C dan optimum
pada suhu 37°C. Kebanyakan bakteri ini berasal dari spesies Clostridium
dan keberadaannya menandakan bahwa telah terjadi kebocoran pada
kemasan.
3. Bakteri Pembentuk Non-Spora; memiliki kemampuan untuk menghasilkan
asam laktat Bakteri yang termasuk dalam kelompok ini adalah mikrokoki
dan bakteri asam laktat (Rorong dan Wilar, 2020).

Mikroba dalam makanan tidak bisa dihilangkan sepenuhnya karena ada


banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Namun demikian, ada batasan
yang diperbolehkan untuk keberadaan bakteri dalam makanan. Menurut Badan
Pengawas Obat dan Makanan (2012), batas maksimum cemaran mikroba pada
makanan tergantung dari jenis makanan dengan ditunjukkan pada tabel dibawah
ini.

Tabel 1. Batas Maksimum Kandungan Cemaran Mikroba pada Makanan

No Jenis Makanan Parameter Uji Batas Maksimum


1 Nasi ALT 1×105 koloni/g
putih/lontong/produk
Salmonella sp. Negatif/25 g
olahan nasi
2 Mie bakso/bihun/produk ALT 1×105 koloni/g
olahannya S. aureus 1×102 koloni/g
3 Ikan dan olahannya ALT 1×105 koloni/g
4 Sayur dan olahannya ALT 1×105 koloni/g
5 Daging, unggas dan ALT 1×105 koloni/g
olahannya
6 Produk bakeri dan ALT 1×105 koloni/g
olahannya

3
7 Telur, tepung, umbi, ALT 1×105 koloni/g
biji-bijian, dan permen
8 Minuman es ALT 1×105 koloni/ml
9 Susu dan olahannya ALT 1×104 koloni/ml

b) Pembentukan Toksin Mikroba Pencemar pada Makanan


Mikroba pencemar dapat menyebabkan keracunan karena adanya senyawa
toksin yang dihasilkan. Toksin yang dikeluarkan oleh bakteri dapat menurunkan
kualitas dari produk makanan sehingga berkurang mutu dan keamanannya.
Beberapa jenis toksin yang dihasilkan oleh bakteri yaitu gas CO 2, gas H2, gas H2S,
asam butirat, asam laktat, asam bongkrek, toksoflavin, botulinin dan lain
sebagainya. Asam bongkrek dihasilkan dari produksi tempe yang berasal dari
ampas kelapa yang dapat mengganggu metabolisme glikogen dalam hati. soLeh
karena itu saat mengonsumsi tempe dari ampas kelapa, maka sekaligus
mengonsumsi senyawa toksin tersebut dan dapat berakibat fatal (Rorong dan
Wilar, 2020). Pembentukan senyawa toksin yang berlebihan berkaitan erat dengan
pertumbuhan bakteri yang terlalu banyak. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan bakteri dalam makanan yaitu kondisi lingkungan yang
menguntungkan bakteri dimana konsentrasi sel bakteri setara dengan mediumnya
atau bahan makanannya, kerapatan molekul medium lebih rendah daripada sel-sel
jasad renik, dan kerapatan molekul medium yang lebih besar dari sel-sel jasad
renik (Rorong dan Wilar, 2020).

c) Pengaruh Pengolahan terhadap Kandungan Cemaran Mikrobiologis


Pengolahan produk makanan sangat berperan penting untuk menjaga
kualitas dari makanan sehingga hal ini harus diperhatikan agar kandungan
cemaran mikrobiologis tidak melebihi ambang batas. Beberapa cara pengolahan
makanan yang dapat digunakan untuk mengurangi cemaran bakteri yaitu sebagai
berikut.

1. Pengolahan makanan dengan suhu tinggi; proses pengolahan makanan


menggunakan suhu tinggi bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam
makanan untuk membunuh mikroorganisme sehingga dapat memperpanjang

4
umur simpannya. Perbedaan ketahanan panas yang dimiliki mikroorganisme
mengharuskan perlakuan berbeda untuk setiap jenisnya. Campylobacter,
Salmonella, Lysteria dan E. coli O157 dapat diinaktivasi dengan
pasteurisasi. Bacillus cereus masih dapat bertahan pada kondisi pasteurisasi
karena memiliki ketahanan panas yang lebih besar dan bahkan mampu
tumbuh kembali pada suhu rendah. Jenis spora yang memiliki ketahanan
panas yang besar adalah Clostridium botulinum, merupakan bakteri patogen
bawaan dalam makanan dan sangat penting untuk diinaktivasi karena dapat
menyebabkan proses pembusukan makanan (Yuniastri dkk, 2018).
2. Pengolahan makanan beku; pengolahan bahan makanan dengan
penghilangan panas atau dengan penurunan suhu makanan memiliki
keuntungan dapat mempertahankan karakteristik sensori dan nilai gizinya.
Pendinginan digunakan pada teknik pengolahan ini, fungsinya untuk
memperpanjang umur simpan bahan makanan, dimana suhu makanan dijaga
pada -1°C dan 8°C. Suhu ini dipilih karena mampu mengurangi laju
perubahan biokimia dan mikrobiologis dalam makanan serta mampu
menginaktivasi bakteri karena membrane sel bakteri berada dalam kondisi
permeabel yang menyebabkan banyak protein mengalir keluar dari sel
bakteri (Yuniastri dkk, 2018).
3. Pengolahan makanan fermentasi; fermentasi dimanfaatkan untuk mengubah
bahan organik yang terkandung dalam bahan makanan menjadi bentuk lain
yang memiliki manfaat dan nilai tambah dengan bantuan mikroorganisme.
Mikroorganisme memiliki kemampuan menghasilkan senyawa metabolit
primer dan metabolit sekunder dalam kondisi lingkungan yang dikontrol.
Fermentasi bertujuan untuk mengawetkan bahan makanan, khususnya
makanan yang mudah rusak dan bersifat musiman. Produk komersial yang
dihasilkan dari fermentasi diantaranya tempe (Rhizopus oryzae), tape
(Chlamydomucor oryzae, Endomycopsis burtonii), cider/sari buah
(Saccharomyces cerevisiae) (Yuniastri dkk, 2018).
4. Penggaraman; penggaraman dapat memperpanjang umur simpan produk,
karena garam mempunyai sifat bakteriosid (daya membunuh) dan
bakteriostatik (daya menghambat). Aksi Osmotik larutan garam terhadap

5
bahan makanan disebabkan karena bahan makanan bertindak sebagai suatu
membran semipermiabel itu menurunkan kadar air sehingga garam berperan
untuk menghambat kegiatan bakteriologis dan enzimatis (Rorong dan Wilar,
2020).

Pengolahan makanan yang tepat dapat mengurangi cemaran bakteri patogen.


Sekalipun tidak bisa dihilangkan sepenuhnya, pengolahan yang tepat dan higenis
dapat mengurangi kandungan cemaran dalam makanan sampai dibawah ambang
batas maksimum (Yuniastri dkk, 2018)

d) Metode Analisis Kandungan Cemaran Mikrobiologis


Dalam menganalisa kandungan cemaran mikrobiologis pada makanan,
digunakan berbagai metode seperti deteksi atau identifikasi bakteri, Angka
Lempeng Total (ALT) dan Most probable number (MPN). Deteksi atau uji
kualitatif merupakan langkah awal yang dilakukan untuk mengetahui apakah
suatu makanan tercemar mikroba sehingga dapat dilakukan pengamatan ALT dan
MPN. Metode identifikasi bakteri umumnya menggunakan media agar seperti
Eosin Methylene Blue Agar (EMBA) untuk Escherichia coli dan Salmonellea
Shigella Agar (SSA) untuk Salmonella sp. Bakteri yang positif pada media agar
tersebut dapat dibandingkan dengan literatur dan dikonfirmasi jenis bakteri yang
terdapat pada makanan uji.

Metode ALT ini merupakan metode yang paling sensitif untuk menentukan
jumlah mikroorganisme. Metode ini digunakan untuk menghitung sel yang masih
hidup, menentukan jenis mikroba yang tumbuh dalam media tersebut dan dapat
mengisolasi serta mengidentifikasi jenis koloni mikroba tersebut. Keuntungan dari
metode angka lempeng total adalah dapat mengetahui jumlah mikroba yang
dominan (Fernandez dkk, 2020). Prinsip dari metode ALT yaitu adanya
perkembangbiakan sel mikroba membentuk koloni di cawan petri yang dapat
diamati dan dihitung secara makroskopis (Verawati dkk, 2019).

Metode MPN ditinjau berdasarkan pada jumlah tabung reaksi yang


larutannya berwarna keruh atau terbentuk gas dalam tabung durham yang
diletakkan pada posisi terbalik (dilakukan untuk bakteri pembentuk gas).
Prinsipnya terdiri dari uji penduga dan uji penegas yang memanfaatkan sampel

6
cair atau sampel padat yang diencerkan. Uji penduga didasarkan pada media cair
dalam tabung reaksi yang membentuk gas setelah diinkubasi pada suhu dan waktu
tertentu. Uji penegas didasarkan pada inokulasi pada agar cawan petri dengan
goresan kuadran sehingga dapat diketahui jumlah bakteri atau jenis bakteri yang
mengkontaminasi makanan (Verawati dkk, 2019).

C. PEMBAHASAN
Penelitian oleh Verawati dkk (2019) dilakukan di Kabupaten Ketapang
untuk mengetahui kandungan cemaran bakteri Colifrom dan Salmonella sp. pada
hasil produksi tahu di salah satu pabrik tahu. Metode yang digunakan yaitu MPN
dengan media Brilian green lactose broth (BGLB) atau Lactose broth (LB) dan
metode ALT dengan media Salmonella shigela agar (SSA).

1. Pengujian bakteri Colifrom. Uji dugaan dilakukan dengan membuat masing –


masing suspensi dari pengenceran 10-4 , 10-5 , dan 10-6 diambil sebanyak 1 ml
dan dimasukan ke dalam 3 tabung berisi 9 ml Lactose broth dengan tabung
durham terbalik. Suspensi sampel pengenceran 10-4 dimasukan ke dalam 3
seri pertama tabung reaksi berisi 9 ml Lactose broth sebanyak masing –
masing 1 ml. Selanjutnya suspensi sampel pengenceran 10 -5 diambil sebanyak
masing – masing 1 ml, dan dimasukan ke dalam 3 seri kedua tabung reaksi
berisi 9 ml Lactose broth. Teakhir suspensi sampel pengenceran 10 -6 diambil
sebanyak masing – masing 1 ml, dan dimasukan kedalam 3 seri ketiga tabung
reaksi berisi 9 ml Lactose broth. Seleruh tabung diinkubasikan pada suhu 37°
C selama 24 – 48 jam dan setelahnya dicatat jumlah tabung yang membentuk
gas pada masing-masing pengenceran. Uji penegasan dilakukan dengan
tabung dari uji dugaan yang positif (terbentuk gas) secara hati-hati dikocok
dengan vortex. Lalu setiap tabung tersebut diambil 1 ose, dan dipindahkan ke
tabung reaksi yang berisi 10 ml media Brilliant green lactose bile broth 2%
yang didalamnya terdapat tabung durham terbalik. Kemudian semua tabung
diinkubasi pada suhu 37° C selama 24 – 48 jam. Uji dinyatakan positif jika
terbentuk gas dalam tabung durham. Pembentukan gas pada tiap tabung
pengenceran dicatat jumlahnya, kemudian kombinasi tabung positif
disesuaikan dengan Tabel MPN (FDA BAM Appendix 2, 2001) dan
dinyatakan dalam satuan APM/g.

7
2. Pengujian bakteri Salmonella sp. Deteksi bakteri ini diawali dengan larutan
suspensi penegenceran 10-4 , 10-5 , dan 10-6 masing – masing diambil
sebanyak 0,2 ml. Kemudian larutan suspensi tersebut ditaburkan pada
permukaan medium spesifik Salmonella shigella agar (SSA) dan diratakan
dengan menggunakan batang L steril. Tiap seri pengenceran dibuat 3 kali
ulangan. Setelah semua seri pengenceran diinokulasikan, medium SSA
diionkubasi pada suhu 370 C selama 24 – 48 jam. Deteksi cemaran bakteri
Salmonella sp. di lihat dari ada (+) atau tidak ada (-) pertumbuhan bakteri
tersebut. Jika tumbuh koloni Salmonella sp. koloni tersebut tidak akan
berwarna (colorless) dengan inti hitam besar ditengah.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa tahu yang diproduksi oleh pabrik tahu
ini postif tercemar bakteri Colifrom dan Salmmonella sp. dengan hasil uji yang
melebihi ambang batas yang ditentukan yaitu sebanyak 6 APM/g. Berikut hasil
analisis bakteri Colifrom.

Gambar di atas menunjukkan bahwa tahu yang diproduksi tidak layak


untuk dikonsumsi karena sudah tercemar bakteri Colifrom yang melebihi ambang
batas dan dapat berbahaya bagi kesehatan. Keberadaan bakteri ini terjadi karena
adanya kondisi air yang tercemar akibat air perendaman tahuyang tidak diganti
dan dijaga kelembabannya sehingga bakteri ini dapat tumbuh dengan baik.

8
Analisis bakteri Salmonella sp. juga menunjukkan hasil yang positif
sehingga tahu ini tidak aman untuk dikonsumsi karena keberadaan Salmonella sp.
dapat menyebabkan penyakit disentri. Berikut hasil analisisnya.

Hasil di atas menunjukkan bahwa pada pengenceran 10 -6-10-4 terdapat


keberadaan Salmonella sp. yang mengindikasikan bahwa bagian terkecil dari tahu
tetap mengandung bakteri ini dan tidak aman untuk dikonsumsi. Keberadaan
bakteri ini menunjukkan bahwa kebersihan alat yang digunakan dalam pengolahan
tahu masih kurang terjaga sehingga mudah terkontaminasi bakteri patogen.

Penelitian oleh Lamotakan dkk (2023) dilakukan di Pasar Kue kota


Surakarta dengan mengambil 4 sampel kue jajanan yang dianalisis dengan metode
ALT dan identifikasi bakteri Escherichia coli. Jajanan paling banyak tercemar
oleh bakteri Escherichia coli yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan
berpengaruh sebagai peyumbang keracunan makanan. Identifikasi bakteri ini
dilakukan menggunakan EMBA yang dilakukan dengan uji dugaan, uji penegasan
dan uji pelengkap. Uji dugaan dan penegasan memiliki prosedur yang sama
seperti pada Colifrom. Tes Pelengkap dilakukan dengan hasil positif pada media
EC Broth yang ditumbuhkan pada media Eosin Metilen Blue Agar (EMBA) dan
hasil yang positif dilanjutkan dengan pemeriksaan uji biokimia yang
menunjukkan bahwa bakteri tidak mempertahankan warna metil merah pada uji
biokimia sehingga termasuk dalam bakteri gram negatif. Media EMBA adalah
media selektif dan diferensial yang digunakan untuk isolasi bakteri gram negatif
dari spesimen klinis dan non-klinis. Tes pelengkap dilakukan dengan menanam
hasil positif EC Broth sebanyak 1-3 ose ke media EMBA. Sampel diinkubasi
selama 18-24 jam pada suhu 37oC. Hasil positif pada media EMBA ditandai

9
dengan penampakan fisik warna hijau metalik. Hasil yang ditunjukkan pada
penelitian Lamotakan dkk (2023) yaitu terbentuknya bakteri Escherichia coli
yang bulat, berwarna hijau metalik, tepian halus dan elevasi datar pada media
EMBA. Dari hasil uji biokimia menunjukkan bahwa bakteri dalam sampel
makanan ini termasuk dalam bakteri gram negatif yang artinya membran luarnya
memiliki dinding sel yang mampu melindungi bakteri tersebut dari obat antibiotik
sehingga bakteri ini sangat berbahaya. Berikut hasil analisis EMBA

Riset terbaru yang dilakukan oleh Verawati dkk (2019) dan Lamatokan
dkk (2023) menunjukkan bahwa makanan terkontaminasi mikroba khususnya
bakteri di Indonesia masih sering terjadi. Beberapa faktor yang mempengarui
cemaran bakteri ini adalah kurangnya aspek higenis dan sanitasi dalam proses
produksi atau pengolahan, lingkungan atau area yang tercemar debu atau udara
yang tidak bersih sehingga toksin yang dihasilkan oleh bakteri dapat mencemari
makanan atau bahan dasar makanan. Bahaya yang ditimbulkan dari makanan
tercemar mikroba atau bakteri yaitu infeksi pernapasan, infeksi kulit dan jaringan,
infeksi mata dan bahkan dapat menyebabkan kematian.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan (Bpom Ri). 2012. Pedoman Kriteria
Cemaran Pada Makanan Siap Saji Dan Makanan Industri Rumah Tangga.

Fernandez, A.H., Sulistyowati, W., Agustin, T.I. 2020. Studi Kasus Cemaran
Logam Berat Dan Mikroba Pada Produk Olahan Ikan Beku Ud. Mitra Abadi
Lamongan. Jurnal Perikanan Dan Ilmu Kesehatan, P-Issn 2656-3746 E-Issn 2685-
0664 Hal. 77-86

10
Lamotakan, M.F.E., Sari, A.N., Nurhayati, Pramonodjati, F. 2023. Uji Cemaran
Bakteri Salmonella Sp., Escherichia, Shigella Sp., dan Staphylococcus Aureus
Pada Jajanan Kue Tradisional Di Pasar Kota Surakarta. Avicenna: Jurnal Of
Health Research, 6(1):11-20

Rorong, J.A. dan Wilar, W.F. 2020. Keracunan Makanan Oleh Mikroba. Techno
Science Jurnal, 2(2):47-60.

Verawati, N., Aida, N., Aufa, R. 2019. Analisa Cemaran Bakteri Coliform dan
Salmonella sp. pada Tahu di Kecamatan Delta Pawan. Jurnal Teknologi
Agroindustri, 6(1):61-71

Yuniastri, R., Ismawati, Putri, R.D. 2018. Mikroorganisme Dalam Pangan. Jurnal
Cemara, 15(2):15-20

11

Anda mungkin juga menyukai