Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

MIKROBIOLOGI UMUM
ACARA III
KERUSAKAN BAHAN PANGAN OLEH MIKROBA

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 4
1. AFNA NOVA ASTIKO (V1822002)
2. LAURA AMANDA P.S (V1822041)
3. NIKMATUL FAJRIYAH (V1822050)
4. NOFIA LIZA R (V1822051)
5. ADITIA TEGAR B (V1822070)

D3 TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2023
ACARA III
KERUSAKAN BAHAN PANGAN OLEH MIKROBA

A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum Mikrobiologi Umum Acara III “Kerusakan
Bahan Pangan Oleh Mikroba” adalah untuk mempelajari tipe-tipe kerusakan
yang disebaabkan oleh aktivitas mikroba.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Keamanan pangan merupakan tantangan kronis di seluruh dunia
karena meningkatnya keracunan makanan yang disebabkan oleh amina
biogenik atau mikroba yang mengancam kehidupan banyak orang.
Pemantauan pembusukan makanan adalah salah satu metode yang paling
efektif untuk mencegah keracunan makanan yang disebabkan mikroba.
meskipun keracunan makanan oleh mikroba dapat dicegah dengan merebus
makanan, amina biogenik tetap ada pada daging setelah proses perebusan,
bahkan di dalam lemari es. Kejadian ini dapat terjadi karena adanya mikroba
yang tidak bisa langsung mati hanya dengan perlakuan panas
(Kim et al., 2022). Kontaminasi mikroba dan oksidasi nutrisi adalah dua
alasan utama pembusukan makanan selama periode pemrosesan,
penyimpanan, transportasi, dan penjualan makanan yang mempengaruhi
keamanan produk makanan serta mengancam kesehatan manusia. Supaya
meningkatkan keamanan produk makanan dan memperpanjang umur
simpannya sejumlah besar peneliti ilmiah telah mengabdikan diri pada
penelitian dan pengembangan teknologi pengawetan makanan, seperti
perlakuan ultraviolet, sterilisasi fototerma, vakum dan modifikasi, dan
plasma dingin. Mikroorganisme biasanya mencemari permukaan produk
makanan melalui tanah, air dan udara. Mikroba utama yang menyebabkan
pembusukan terkait erat dengan jenis makanan, seperti Escherichia coli,
Salmonella spp, dan Listeria monocytogenes (Sun et al., 2022).
Bahan pangan industri yang beredar masih banyak yang mengandung
bahan kimia yang berbahaya serta belum memiliki keamanan untuk
dikonsumsi. Padahal masyarakat memiliki hak untuk mengetahui informasi
terhadap makanan yang akan dikonsumsi pada produk makanan. Menurut
BPOM menyatakan bahwa bahan makanan aman berarti bahan makanan
yang dikonsumsi harus bebas dari racun dan keselamatan manusia.
Penggunaan bahan tambahan pangan memiliki batas maksimal penggunaan
agar tetap menjaga kualitas bahan pangan. Keamanan pangan merupakan
suatu hal yang harus dijaga oleh setiap orang agar mendapatkan makanan
yang bermutu tinggi serta kandungan gizi yang lengkap dan aman
(Wibowo dkk., 2023). Foodborne disease terjadi akibat dari kurangnya
kesadaran keamanan pangan di kalangan konsumen. Foodborne disease
diartikan sebagai penyakit yang diakibatkan dari mengkonsumsi makanan
yang terkontaminasi dengan bakteri patogen, virus, parasit, atau zat kimia.
konsumen sering menggunakan istilah ‘penyakit bawaan makanan’ dan
‘keracunan makanan’ secara bergantian. Kecukupan sumber informasi
keamanan pangan penting dalam mengurangi risiko penyakit bawaan
makanan (Md Ariffin et al., 2023).
Susu adalah bahan pangan berbentuk cairan yang berwarna putih yang
disekresi oleh kelenjar susu yang memiliki kandungan gizi tinggi. Secara
kimiawi susu terdiri dari dua komponen, yakni kandungan air yang
berjumlah sebesar 87,5 % dan bahan yang berbentuk padat berjumlah sebesar
12,5%. Kandungan gizi pada susu seperti, lemak, protein, karbohidrat,
vitamin dan mineral yang mudah dicerna dan perbandingan yang optimal.
Jenis susu bermacam-macam seperti susu segar, susu pasteurisasi, susu steril,
susu UHT, susu bubuk, susu skim, dan lain sebagainya
(Harna dan Irawan, 2020). Susu segar dapat diolah menjadi produk olahan
susu non fermentasi maupun olahan susu fermentasi. Susu mentah dapat
mengandung bakteri patogen jika kondisi penyimpanan yang tidak steril.
Susu segar umumnya rentan terhadap mikroba sehingga akan cepat basi jika
tidak disimpan dengan penyimpanan yang sesuai standar (ketat). Supaya
susu dapat disimpan lama maka adanya teknik prosesing yang digunakan
untuk menentukan masa simpan (storage life) dan produk susu
(Soeparno dkk., 2009).
Supaya dapat menghitung jumlah koloni mikroba yang tumbuh pada
sampel maka membutuhkan suatu media yang biasanya disebut Plate Count
Agar (PCA). PCA adalah sebuah erlenmeyer sebanyak ± 10gram serta
dilakukan pengenceran saat pemakaian. Biasanya jumlah koloni per plate
yang boleh dihitung, yakni antara 30 s/d 300 CFU/gram (colony forming
unit). Koloni besar, koloni kecil serta koloni menjalar dapat dianggap berasal
dari 1 macam bakteri. Pada tiap wadah dari pengenceran memiliki perbedaan
proses menghitung jumlah koloninya dengan mengalikan pengenceran akan
didapat angka jumlah mikroba per 1 gram/ 1 ml. Jumlah mikroba yang ada
pada setiap 1 ml sampel adalah berbanding terbalik dengan pengenceran
Metode yang dapat digunakan dalam penanaman bakteri pada media PCA
menggunakan teknik pour plate atau metode tuang (Siregar dkk., 2022).
C. METODOLOGI
1. Alat
a. Bunsen
b. Cawan Petri
c. Gelas Beker
d. Kapas
e. Korek Api
f. Rak tabung reaksi
g. Propipet
h. Tabung erlenmeyer
i. Tabung reaksi
2. Bahan
a. Larutan fisiologis
b. Medium plate count agar (PCA)
a. Sampel susu pagi
b. Sampel susu 1 hari
3. Cara Kerja

Penyiapan alat dan bahan

Susu pagi (segar) dan Pengamatan perbedaan pada


susu 1 hari (basi) kedua sampel

225 ml larutan Pencampuran sampel


fisiologis steril dengan larutan

Pendiaman sebentar hingga


partikel mengendap

10-4 sampel pagi


Pembuatan seri pengenceran
10-6 sampel 1 hari

Penginokulasian secara
1 ml suspensi aseptik

Penuangan PCA pada petri


dish

Penginkubasian pada suhu


kamar selama 2 hari

Penghitungan koloni yang


tumbuh

Gambar 3.1 Diagram alir predominansi mikroba dalam bahan pangan


D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Food spoilage atau pembusukan makanan merupakan proses
metabolisme yang menyebabkan makanan menjadi tidak diinginkan atau
tidak dapat diterima untuk dikonsumsi manusia karena perubahan
karakteristik sensorik. Makanan yang busuk mungkin aman untuk dimakan,
karena tidak menyebabkan penyakit karena tidak ada patogen atau toksin,
tetapi perubahan tekstur, bau, rasa, atau penampilan menyebabkan makanan
tersebut ditolak. Pembusukan dapat timbul dari kerusakan serangga,
kerusakan fisik, aktivitas enzim asli pada jaringan hewan atau tumbuhan atau
oleh infeksi mikroba. Sebagian besar makanan alami memiliki umur simpan
yang terbatas (Rawat, 2015). Foodborne disease adalah penyakit yang terjadi
akibat mengkonsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh agen
mikroorganisme atau zat toksin. Foodborne disease adalah istilah untuk
penyakit yang disebabkan atau ditularkan melalui makanan yang
terkontaminasi oleh agen patogen penyebab penyakit. Penyebab utama
terkena foodborne disease adalah perilaku yang kurang menjaga kebersihan
dan kesehatan, sehingga agen penyebab mudah masuk melalui makanan
Foodborne diseases atau keracunan makanan, yang dapat mengakibatkan
penyakit bagi orang yang mengkonsumsinya. Hal ini disebabkan oleh bakteri
patogen, virus, jamur yang mencemari makanan tersebut
(Haskito dkk., 2019).
Beberapa bakteri penyebab foodborne diseases antara lain Salmonella
spp, Shigella spp, Shiga toxin-producing Eschericia coli (STEC), Listeria
monocytogenes, Vibrio spp, Brucella spp, Clostridium spp, Campylobacter
spp, Yersinia spp. dan lainnya. Bakteri Salmonella sebagian besar berasal
dari produk hasil peternakan Salmonella spp. non-typhoid menyebabkan
penyakit Salmonellosis. Bakteri yang sebagian lolos dari lambung akan
mengakibatkan infeksi usus halus yang berakibat diare. Kedua, bakteri
Campylobacter merupakan bakteri gram negatif yang hidup di dalam saluran
pencernaan hewan berdarah panas. Bakteri ini dapat dijumpai dalam
makanan yang berasal dari hewan karena terkontaminasi dengan kotoran
hewan selama proses pengolahan makanan. Campylobacter menyebabkan
infeksi pada saluran pencernaan yang mengakibatkan diare, mual, muntah
nyeri perut dan demam. Selanjutnya Genus Yersinia masih merupakan famili
Enterobacteriaceae, Gejala yang ditimbulkan saat mengalami yersiniosis
yaitu diare, sakit perut, demam dan muntah. Gejala lebih parah dapat timbul
di anak-anak yeng terinfeksi. Sumber utamanya bakteri ini berada di babi
yang terinfeksi, terutama di mulut dan saluran pencernaan babi. Lalu Listeria
monocytogenes, Bakteri ini dapat bertahan hidup di suhu lemari pendingin
yang merupakan bakteri penyebab penyakit listeriosis yang disebabkan
melalui makanan. Penyakit ini dapat berakibat sangat fatal karena tingkat
kematiannya yang tinggi. Gejala yang ditimbulkan yaitu infeksi yang meluas
ke dalam saluran darah (sepsis). Penyakit ini menyerang orang berusia lanjut
dan ibu hamil karena dapat menyebabkan infeksi kehamilan dan beresiko
infeksi sepsis pada bayi. Selanjutnya Clostridium botulinum menyebabkan
penularan penyakit melalui makanan yang mengandung toksin botulinum
yang diproduksi oleh spora bakteri Clostridium botulinum. Keracunan
dikarenakan memakan toksin botulinum yang terdapat pada makanan dengan
pengawetan yang kurang sempurna, misalnya pada proses pengalengan
makanan, dan fermentasi. Terakhir bakteri Staphylococcus aureus
merupakan bakteri gram positif bakteri yang menghasilkan enterotoksin
yang tahan panas dan menyebabkan keracunan makanan yang disebut
sebagai Staphylococcal. Racun yang dihasilkan oleh bakteri ini dapat
bertahan pada suhu dingin dan tidak rusak di suhu panas. Foodborne diseases
dapat terjadi akibat cemaran bakteri, virus, parasit atau bahan toksik lainnya.
Meskipun jumlah kasus cemaran bakteri hanya sekitar 30%, namun dapat
menyebabkan kejadian kematian dengan angka tinggi
(Muna dan Khariri, 2020).
Metode TPC merupakan metode untuk menghitung jumlah mikroba
yang terdapatpada sampel makanan dan produk hasil pertanian. Jumlah
mikroba harus dibatasi pada produk makanan dan hasil pertanian harus
mengikuti standar-standar yang sudah ditetapkan. Metode TPC dibedakan
atas dua cara, yakni metode tuang (pourplate), dan metode permukaan
(surface/spread plate). Pada metode tuang, sejumlah sampel (1ml atau 0,1ml)
dari pengenceran yang dikehendaki dimasukkan kecawan petri, kemudian
ditambah agar-agar cair steril yang didinginkan (47 – 50 oC) sebanyak 15 –
20 ml dan digoyangkan supaya sampelnya menyebar. Pada penanaman
dengan metode permukaan, terlebih dahulu dibuat agar cawan kemudian
sebanyak 0,1 ml sampel yang telah diencerkan dipipet pada permukaan agar-
agar tersebut. Kemudian diratakan dengan batang gelas melengkung yang
steril (Wati, 2018). Metode hitungan cawan atau Total Plate Count (TPC)
adalah menumbuhkan sel mikroorganisme yang masih hidup pada media
agar sehingga mikroorganisme akan berkembang biak dan membentuk
koloni yang dapat dilihat langsung dan dihitung dengan mata tanpa
menggunakan mikroskop. Tujuan dalam penentuan angka lempeng total
yaitu agar dapat melakukan pengenceran serial dan menentukan konsentrasi
suspensi bakteri dengan metode angka lempeng total (TPC) dengan
mengamati pertumbuhan bakteri setelah contoh diinkubasi pada suhu
35±1⁰C selama 24-48 jam (Masruro, 2017). Pengujian menggunakan metode
TPC dengan cara mensterilkan tangan dan meja dengan alkohol 70%.
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: (1) Mengambil 1 ml sampel;
(2) Menambahkan ke 9 ml pengencer (aquadessteril) dan dihomogenkan
dengan pengenceran 10-1; (3) Dari pengenceran 10-1 diambil 1 ml kemudian
dimasukkan ke 9 ml aquades steril dan dihomogenkan (sebagai pengencer
10-2) dan seterusnya hingga pengenceran 10-5; (4) Melakukan penanaman
mikrobia pada pengenceran (10-4 dan 10-5) dengan cara pour plate yaitu
diambil suspensinya sebanyak 1 ml masing-masing dimasukkan ke dalam
cawan petri; (5) Menuang masing-masing cawan petri dengan media PCA
(Plate Count Agar) pada suhu 45°C, dihomogenkan dan ditunggu hingga
padat; (6) Menginkubasi pada suhu 37°C selama 2x24 jam; (7) Mengamati
pertumbuhan koloni pada masing-masing cawan dan dihitung dengan colony
counter (8) Menghitung banyaknya koloni berdasarkan Standar Plate Count
(SPC) (Putri & Kurnia, 2018).
Kontaminasi bakteri pembusuk dapat menyebabkan kerusakan
makanan yang dapat diamati dengan adanya perubahan sifat sensoris seperti
penyimpangan aroma, rasa, tekstur, munculnya gas, timbulnya buih, dan
terbentuknya lendir. Mikroba bakteri dapat mengontaminasi selama proses
permanen bahan pangan segar maupun selama proses pengolahan dan
pengemasan serta penyimpanan (Fatma dkk., 2021). Mikroba yang
mengontaminasi susu dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu mikroba
patogen dan mikroba pembusuk. Mikroba atau bakteri patogen meliputi
Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Salmonella sp., sedangkan
untuk mikroba atau bakteri pembusuk antara lain adalah Micrococcus sp.,
Pseudomonas sp., dan Bacillus sp (Martin et al., 2021). Pada sampel susu
pagi (segar) terdapat mikroba pembusuk antara lain Micrococcus dan
Corynebacterium. Karakteristik pada Micrococcus bersifat gram positif,
umumnya berbentuk kokus dan bersifat mortal serta dapat menghasilkan
enzim katalase. Micrococcus mampu merespon untuk merombak bahan
organik pada wilayah eufotik (Saputri, 2016). Sedangkan karakteristik pada
Corynebacterium yaitu merupakan bakteri gram positif, tidak bergerak, tidak
membentuk spora dan terlihat seperti palu dengan membentuk granula
metakromatik pada ujungnya yang terlihat jelas dengan pewarnaan
methylene blue. Bakteri ini berbentuk batang pleoformatik dan berubah-ubah
dalam pewarnaan (Putranto dkk., 2014). Kemudian pada sampel susu 1 hari
terdapat lebih banyak mikroba bakteri pembusuk lainnya antara lain yaitu
Pseudomonas sp., dan Bacillus sp. Karakteristik yang dimiliki oleh
Pseudomonas sp. yaitu bersifat gram negatif, berbentuk batang (rods) atau
kokus, aerob obligat, motil mempunyai flagel polar
(Suyono dan Salahudin, 2011). Sedangkan karakteristik yang dimiliki oleh
Bacillus sp. yaitu merupakan bakteri aerob, gram positif dan berbentuk
batang serta bentuk sel-sel silindris sampai oval atau bentuk pear, dan motil
endospora. Bakteri ini dapat menekan perkembangan Salmonella sp. dan
E.colli (Sumardi dkk., 2012).
Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Kerusakan Bahan Pangan Oleh Mikroba

Sampel Warna Bau Viskositas Gelembung


gas
Putih Amis, segar, Encer Tidak ada
Susu Pagi kekuningan dan aroma
creamy khas
Putih Tengik Kental (Pecah- Tidak ada
Susu 1 hari Kekuningan pecah)
lebih pekat

Sumber: Hasil Pengamatan


Berdasarkan tabel 3.1 hasil pengamatan kerusakan bahan pangan oleh
mikroba pada sampel susu pagi berwarna putih bersih, mempunyai bau
amis, segar, aroma creamy yang khas dengan viskositas encer dan tidak ada
gelembung gas. Pada sampel susu 1 hari berwarna putih kekuningan berbau
tengik dengan viskositas kental seperti pecah-pecah dan tidak ada
gelembung gas. Menurut teori, warna yang dihasilkan susu berwarna putih
karena susu mengandung kasein, dan susu mengandung karoten yang
mengakibatkan susu kadang-kadang berwarna kekuningan. Susu yang
sudah basi memiliki warna putih kekuningan yang lebih pekat dibandingkan
dengan susu yang masih segar. Aroma yang diperoleh dari susu segar yaitu
aroma yang normal dan khas. Susu dapat mengeluarkan aroma yang tidak
enak akibat bakteri di dalam susu berkembang biak menjadi banyak dan
merusak laktosa. Bau asam menyengat dari susu adalah efek dari rekasi
kimia (Asmaq dan Marisa, 2020). Viskositas pada susu telah sesuai dengan
SNI 3141:2011 yang menyatakan bahwa kekentalan susu segar adalah
encer, tidak terdapat gumpalan pada susu serta warna susu segar yang
normal tidak mengalami perubahan. Tidak adanya kerusakan fisik dapat
dikarenakan susu telah dikemas dengan bahan tidak bereaksi dengan susu.
Sedangkan, kekentalan susu yang basi lebih pekat dan terdapat gumpalan-
gumpalan yang pecah (Pramesti dan Yudhastuti, 2017). Susu dapat
mengandung gelembung gas akibat proses oksidasi antara gas dan susu saat
terjadi pengocokan. Pada praktikum tidak terdapat gelembung gas karena
tidak terjadi pengocokan. Hal tersebut sudah sesuai dengan teori, karena
pada praktikum tidak terjadi pengocokan sehingga tidak terdapat gelembung
gas di susu segar maupun susu basi (Lidia dkk., 2018).
Tabel 3.2 Perhitungan Jumlah Mikroba

Sampel Kelompok Jumlah koloni per pengenceran SPC


10-2 10-3 10-4
Kelompok 4 A 88 100 Tidak 16.936
Susu pagi dihitung
Kelompok 4 B Tidak dihitung 215 56 24.414
Kelompok 5 A 267 170 64 45.135
Kelompok 5 B 205 145 152 45.225
Sampel Kelompok Jumlah koloni per pengenceran SPC
10-4 10-5 10-6
Kelompok 6 A TBUD 240 226 4.198.198
Sampel 1 Kelompok 6 B 81 35 TUBD 1.045.045
Hari Kelompok 7 A TUBD 188 148 3.027.027
Kelompok 7 B 150 45 35 2.072.072

Sumber: Hasil Pengamatan


Berdasarkan tabel 3.2 hasil perhitungan jumlah mikroba pada sampel susu
pagi dilakukan oleh kelompok 4A, kelompok 4B, kelompok 5A, dan kelompok 5B.
Jumlah koloni per pengenceran kelompok 4A untuk 10-2 diperoleh 88 mikroba,
untuk 10-3 diperoleh 100 mikroba, dan untuk 10-4 diperoleh 25 mikroba sehingga
tidak dihitung. Hasil SPC dari ketiga pengenceran tersebut adalah 17,09. Jumlah
koloni per pengenceran kelompok 4B untuk 10-2 diperoleh kurang dari 25 mikroba
sehingga tidak dihitung, untuk 10-3 diperoleh 215 mikroba, dan untuk 10-4 diperoleh
56 mikroba. Hasil SPC dari ketiga pengenceran tersebut adalah 24,63. Jumlah
koloni per pengenceran kelompok 5A untuk 10-2 diperoleh 267 mikroba, untuk 10-
3
diperoleh 170 mikroba, dan untuk 10-4 diperoleh 64 mikroba. Hasil SPC dari
ketiga pengenceran tersebut adalah 45,54. Jumlah koloni per pengenceran
kelompok 5B untuk 10-2 diperoleh 205 mikroba, untuk 10-3 diperoleh 145 mikroba,
dan untuk 10-4 diperoleh 152 mikroba. Hasil SPC dari ketiga pengenceran tersebut
adalah 45,63. Sedangkan untuk sampel susu 1 hari hasil pengamatan dan
perhitungan dilakukan oleh kelompok 6A, kelompok 6B, kelompok 7A, dan
kelompok 7B. Jumlah koloni per pengenceran kelompok 6A untuk 10-4 diperoleh
lebih dari 250 mikroba sehingga tidak bisa untuk dihitung (TBUD), untuk 10-5
diperoleh 240 mikroba, dan untuk 10-6 diperoleh 226 mikroba. Hasil SPC dari
ketiga pengenceran tersebut adalah 4.236. Jumlah koloni per pengenceran
kelompok 6B untuk 10-4 diperoleh lebih dari 81 mikroba, untuk 10-5 diperoleh 35
mikroba, dan untuk 10-6 diperoleh leboh dari 250 mikroba sehingga tidak bisa untuk
dihitung (TBUD). Hasil SPC dari ketiga pengenceran tersebut adalah 1.054. Jumlah
koloni per pengenceran kelompok 7A untuk 10-4 diperoleh lebih dari 250 mikroba
sehingga tidak bisa untuk dihitung (TBUD), untuk 10-5 diperoleh 188 mikroba, dan
untuk 10-6 diperoleh 148 mikroba. Hasil SPC dari ketiga pengenceran tersebut
adalah 3.027. Jumlah koloni per pengenceran kelompok 7B untuk 10-4 diperoleh
lebih dari 150 mikroba, untuk 10-5 diperoleh 45 mikroba, dan untuk 10-6 diperoleh
35 mikroba. Hasil SPC dari ketiga pengenceran tersebut adalah 2.072. Menurut
teori, Kandungan susu terdapat berbagai macam unsur dan sebagian besar terdiri
dari zat makanan yang digunakan untuk pertumbuhan bakteri. Hal inilah yang
menyebabkan pertumbuhan bakteri di dalam susu sangat cepat pada kondisi
lingkungan yang sesuai, contohnya pada suhu ruang. Mikroorganisme di dalam
susu dapat timbul dari berbagai macam media dan perlakuan, diantaranya dari susu
segar yang baru diambil sendiri sudah banyak mengandung Micrococcus dan
Corybacterium. Sehingga sudah dipastikan bakteri pada susu segar sudah tergolong
banyak apalagi jika susu tersebut sudah berada di suhu ruang selama beberapa hari
(Arini, 2017).
E. KESIMPULAN
Kesimpulan dari hasil praktikum Mikrobiologi Umum Acara III
“Kerusakan Bahan Pangan Oleh Mikroba” adalah penurunan kualitas bahan
pangan dapat terjadi apabila mengalami pembusukan. Pembusukan
makanan merupakan proses metabolisme yang menyebabkan makanan
menjadi tidak diinginkan atau tidak dapat diterima untuk dikonsumsi
manusia karena perubahan karakteristik sensorik. Salah satu penyebab
kerusakan bahan pangan adalah pertumbuhan mikroba.
DAFTAR PUSTAKA
Arini, L. D. (2017). Pengaruh Pasteurisasi Terhadap Jumlah Koloni Bakteri pada Susu
Segar dan UHT sebagai Upaya Menjaga Kesehatan . Indonesian Journal On
Medical Science – Vol. 4 Nomer 1, 120-121.
Asmaq, N., & Marisa, J. (2020, Juni). Karakteristik Fisik dan Organoleptik Susu Segar di
Medan Sunggal Physical Characteristics and Organoleptic of Fresh Milk in Medan
Sunggal. Jurnal Peternakan Indonesia JPI Vol. 22(2), 168-175.Harna, & Irawan,
A. (2020). Manfaat Susu untuk Kesehatan (p. 10). Jombang. Penerbit Eduvation.
Harna, & Irawan, A. (2020). Manfaat Susu untuk Kesehatan (p. 10). Jombang. Penerbit
Eduvation.
Haaskito, A. E., Sari, C., & Dameanti, F. N. (2019). Gambaran Pengetahuan Siswa SMA
N 8 Malang tentang Foodborne Diseae. Journal IPB 3(1), 15-16.
Kim, K. H., Park, C. S., Park, S. J., Kim, J., Seo, S. E., An, J. E., Ha, S., Bae, J., Phyo, S.,
Lee, J., Kim, K., Moon, D., Park, T. H., Song, H. S., & Kwon, O. S. (2022). In-situ
food spoilage monitoring using a wireless chemical receptor-conjugated graphene
electronic nose. Biosensors and Bioelectronics, 200(November 2021), 113908.
Lidia, Amalia, K., & Vebriola, F. (2018). Formulasi Gel Ekstrak Buah Tomat Benzofenob
Serta Uji Nilai SPF. Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia 6(2), Maret ISSN 2302-
187X, 1-48.
Maruro, H. A. (2017). Aktivitas Antibakteri Seduhan Daun Sirih (Piper Betle L) Pada Gigi
Tiruan. Akademi Farmasi Putra Indonesia Malang, 1-5.
Md Ariffin, U. K., Shohaimi, S., Mohamed, N. A., Seow, W. L., Mohamad Gobil, A. R.,
Norowi, N. M., Saudi, M. M., Mohd Zulkefli, N. A., Jamaluddin, T. Z. M. T., Haris,
R., Ng, S. W., & Amin-Nordin, S. (2023). Impact of FOODAlyzer application on
knowledge, attitude, and perception towards selecting commercial eateries to
prevent foodborne disease. Food Control, 147(July 2022), 109598.
Muna, F., & Khariri. (2020). Bakteri Patogen Penyebb Foodborne Dsieases. Jurnal Uin
Alaudin Jurusan Biologi September, 74-79.
N.H.Martin, P.Torres-Frenzel, & M.Wiedmann. (2021). Invited review: Controlling dairy
product spoilage to reduce food loss and waste. Journal of Dairy Science. Vol:
104(2), 1251-1261.
Pramesti, N. E., & Yudhastuti, R. (2017). Analisis Proses Distribusi Terhadap Peningkatan
Escherichia Coli Pada Susu Segar Produksi Peternakan X di Surabaaya Analysis of
Distribution Process to the Increasing of Escherichia Coli in Dairy Fresh Milk
Products From X Cattle Farm in Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 9,
No. 2 Juli, 181-190.
Putranto, R. H., Sariadji, K., Sunarno, & Roselinda. (2014). Corynebacterium diphtheria
Diagnosis Laboratorium Bakteriologi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Putri, A. M., & Kurnia, P. (2018). Identifikasi Keberadaan Bakteri Coliform Dan Total
Mikroba Dalam Es Dung-Dung Di Sekitar Kampus . Media Gizi Indonesia, Vol.
13, Nomer 1, 41-48.
Rawat, S. (2015). Food Spoilage: Microorganisms and their prevention. Asian Journal of
Plant Science and Research 5(4), 47-56.
Rd, F. F., NNPS, I. N., Hasbullah, U. H., Sari, M., Munthe, S. A., Argaheni, N. B.,
Trisutrisno, I. (2021). Sanitasi Makanan dan Minuman. Medan: Yayasan Kita
Menulis.
Saputri, R. A., Widyorini, N., & Purnomo, P. W. (2016). Identifikasi Dan Kelimpahan
Bakteri Pada Jenis Karang Acropora Sp. Di Reef Flat Terumbu Karang Pulau
Panjang Jepara. Indonesian Journal of Fisheries Science and Technology. Vol:
12(1), 35-39.
Siregar, S., Rizky, V. A., & Saragih, W. P. N. (2022). Perbedaan hasil pemeriksaan jumlah
koloni bakteri pada daging ayam broiler dengan pemberian parutan serai
(Cymbopogon citratus) setelah 24 jam. Jurnal SAGO Gizi Dan Kesehatan, 4(1),
97.
Soeparno, Suryanto, E., Setiyono, Nurliyani, Rihastuti, R. A., Erwanto, Y., & Syahlani, S.
P. (2009). Ilmu dan Pangan Lokal Hasil Ternak (pp. 26–29). Yogyakarta. Fakultas
Peternakan UGM.
Sumardi, Ekowati, C. N., Handayani1, K., & Nurhayati. (2012). Isolasi Dan Karakterisasi
Bacillus Sp. Penghasil Antimikroba Dari Saluran Pencernaan Ayam Kampung
(Gallus domesticus). Prosiding SNSMAIP III, 306-311.
Sun, X., Wang, J., Dong, M., Zhang, H., Li, L., & Wang, L. (2022). Food spoilage,
bioactive food fresh-keeping films and functional edible coatings: Research status,
existing problems and development trend. Trends in Food Science and Technology,
119 (December 2021), 122–132.
Suyono, Y., & Salahudin, F. (2011). Identifikasi Dan Karakterisasi Bakteri Pseudomonas
Pada Tanah Yang Terindikasi Terkontaminasi Logam. Jurnal Biopropal Industri.
Vol: 2(1), 8-13.
Wati, R. Y. (2018). Pengaruh Pemanasan Media Plate Count Agar (PCA) Berulang
Terhadap Uji Total Plate Count (TPC) di Laboratorium Mikrobiologi Teknologi
Hasil Pertanian Unand. Mikrobiologi THP Vol.1 Nomer 2, 44-46.
Wibowo, S., Hasnda, N. A., Nusa, U., & Sukabumi, P. (2023). Hak informasi konsumen
atas bahan pangan industri rumah tangga.
LAMPIRAN GAMBAR

Gambar 3.2 Sampel Susu Gambar 3.3 Tabung Reaksi


Segar Pagi Hari Tempat Sampel Susu Segar

Gambar 3.4 Pengambilan Gambar 3.5 Peletakan Sampel


Sampel Susu Segar dengan Teknik Aseptis
LAMPIRAN PERHITUNGAN

Rumus:
N: Jumlah koloni pada cawan/[(n1 x 1) + (n2 x 0,1) + (n3 x 0,01)] x d
Dimana:
N = SPC
n1 = jumlah cawan pada pengenceran pertama
n2 = jumlah cawan pada pengenceran kedua
n3 = jumlah cawan pada pengenceran ketiga
d = pengenceran pada cawan pertama
Perhitungan:
Susu Pagi
Kelompok 4A
N: Jumlah koloni pada cawan / [(n1 x 1) + (n2 x 0,1) + (n3 x 0,01)] x d
N = (88 + 100) / [(1 x 1) + (1 x 0,1) + (1 x 0,01)] x 10-2
= 188 / (1 + 0,1 + 0,01) x 10-2
= 188 / 1,11 x 10-2
= 188 / 0,0111
= 16.936
Kelompok 4B
N: Jumlah koloni pada cawan / [(n1 x 1) + (n2 x 0,1) + (n3 x 0,01)] x d
N = (215 + 56) / [(1 x 1) + (1 x 0,1) + (1 x 0,01)] x 10-2
= 271 / (1 + 0,1 + 0,01) x 10-2
= 271 / 1,11 x 10-2
= 271 / 0,0111
= 24.414
Kelompok 5A
N: Jumlah koloni pada cawan / [(n1 x 1) + (n2 x 0,1) + (n3 x 0,01)] x d
N = (267 + 170 + 64) / [(1 x 1) + (1 x 0,1) + (1 x 0,01)] x 10-2
= 501 / (1 + 0,1 + 0,01) x 10-2
= 501 / 1,11 x 10-2
= 501 / 0,0111
= 45.135
Kelompok 5B
N: Jumlah koloni pada cawan / [(n1 x 1) + (n2 x 0,1) + (n3 x 0,01)] x d
N = (205 + 145 + 152) / [(1 x 1) + (1 x 0,1) + (1 x 0,01)] x 10-2
= 502 / (1 + 0,1 + 0,01) x 10-2
= 502 / 1,11 x 10-2
= 502 / 0,0111
= 45.225

Susu 1 hari
Kelompok 6A
N: Jumlah koloni pada cawan / [(n1 x 1) + (n2 x 0,1) + (n3 x 0,01)] x d
N = (240 + 226) / [(1 x 1) + (1 x 0,1) + (1 x 0,01)] x 10-4
= 466 / (1 + 0,1 + 0,01) x 10-4
= 466 / 1,11 x 10-4
= 466 / 0,000111
= 4.198.198
Kelompok 6 B
N: Jumlah koloni pada cawan / [(n1 x 1) + (n2 x 0,1) + (n3 x 0,01)] x d
N = (81 + 35) / [(1 x 1) + (1 x 0,1) + (1 x 0,01)] x 10-4
= 116 / (1 + 0,1 + 0,01) x 10-4
= 116 / 1,11 x 10-4
= 116 / 0,000111
= 1.045.045
Kelompok 7A
N: Jumlah koloni pada cawan / [(n1 x 1) + (n2 x 0,1) + (n3 x 0,01)] x d
N = (188 + 148) / [(1 x 1) + (1 x 0,1) + (1 x 0,01)] x 10-4
= 336 / (1 + 0,1 + 0,01) x 10-4
= 336 / 1,11 x 10-4
= 336 / 0,000111
= 3.027.027
Kelompok 7B
N: Jumlah koloni pada cawan / [(n1 x 1) + (n2 x 0,1) + (n3 x 0,01)] x d
N = (150 + 45 + 35) / [(1 x 1) + (1 x 0,1) + (1 x 0,01)] x 10-4
= 230 / (1 + 0,1 + 0,01) x 10-4
= 230 / 1,11 x 10-4
= 230 / 0,000111
= 2.072.072

Anda mungkin juga menyukai