Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH STAPHYLOCOCCUS AUREUS

PADA PRODUK PERIKANAN

MATA KULIAH
MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN

Oleh:
Fazza Faizatul Ummah
21.4.02.077

KEMENTRIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


BADAN RISET DAN SDM KELAUTAN DAN
PERIKANAN PERIKANAN POLITEKNIK KELAUTAN DAN
PERIKANAN SIDOARJO
2022

i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
Latar Belakang................................................................................................1
Rumusan Masalah..........................................................................................1
Tujuan.............................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................2
BAB III PROSEDUR IDENTIFIKASI..............................................................3
BAB IV PEMBAHASAN.................................................................................5
Keberadaan dan Tingkat Kontaminasi............................................................5
Isolasi Bakteri Staphylococcus........................................................................5
BAB V KESIMPULAN....................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................8

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara maritim dengan hasil perikanan yang tinggi. Ikan
termasuk dalam sumber pangan hewani yang memiliki nilai gizi tinggi, namun juga
memiliki rentang waktu yang singkat untuk pembusukan sehingga perlu dilakukan
pengawetan seperti penambahan garam yang hasilnya dikenal sebagai ikan asin.
Pengolahan ikan perlu memperhatikan higiene agar tidak terkontaminasi oleh bakteri
tahan garam seperti Staphylococcus aureus penghasil enterotoksin yang
menyebabkan keracunan makanan.
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram Positif yang memiliki bentuk
bulat bergerombol menyerupai buah anggur (Staphylococcus) dan koloni keemasan
(aureus). Manitol Salt Agar (MSA) adalah media pertumbuhan selektif dan diferensial
untuk bakteri Gram Positif.
Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri flora normal pada kulit dan
selaput lendir pada manusia.Staphylococcus dapat menjadi penyebab infeksi baik
pada manusia maupun pada hewan.Bakteri S.aureus dapat mengakibatkan infeksi
kerusakan pada kulit atau luka pada organ tubuh jika bakteri ini mengalahkan
mekanisme pertahanan tubuh. Saat bakteri masuk ke peredaran darah bakteri dapat
menyebar ke organ lain dan meyebabkan infeksi (Anwar, 1994 dalam Melki, 2011).
Pada manusia, S.aureus dapat menimbulkan berbagai macam penyakit, diantaranya
bisul borok, impetigo, pneumonia, osteomielistis, meningitis, mastitis, bakteremia,
keracunan makanan, infeksi urogenital dan sindrom syok toksik.

1.2. Rumusan Masalah


1. Keberadaan dan Tingkat Kontaminasi pada ikan
2. Isolasi Bakteri Staphylococcus pada ikan

1.3. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Keberadaan dan Tingkat Kontaminasi pada ikan
2. Untuk Mengetahui Isolasi Bakteri Staphylococcus pada ikan

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
Staphylococcus merupakan bakteri fakultatif anaerob, tidak membentuk spora,
dan tidak bergerak (Fischetti et al., 2000). Staphylococcus adalah bakteri yang dapat
ditemukan di udara, debu, pasir, air, susu, makanan, lingkungan dan saluran
pencernaan ikan. Penyakit yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi ikan tuna yang
mengandung bakteri Staphylococcus dalam jumlah yang cukup tinggi adalah
timbulnya kejadian keracunan histamin (Hwang et al., 2010).
Bakteri Staphylococcus memiliki keragaman spesies berjumlah 36 spesies dan
delapan sub-spesies. Beberapa dari spesies Staphylococcus merupakan spesies
yang bersifat patogen dan zoonosis (Kloos dan Musselwhite, 1975).
Penentuan keragaman spesies dan variasi genetik dari bakteri Staphylococcus
dapat dilakukan dengan menggunakan analisis sekuen 16S rRNA. Bavykin et al.,
(2004) menyatakan sekuen 16S rRNA adalah suatu metode yang umum digunakan
untuk menganalisis suatu DNA mikroorganisme,
Staphylococcus berbentuk bulat dan tersusun seperti untaian buah anggur
(Jawetz et al., 1995; Fischetti et al., 2000). Koloni tersebut diambil dan dimasukkan
pada media chelex selanjutnya dibawa ke Laboratorium Indonesian Biodiversity
Research Center (IBRC) Universitas Udayana, untuk dilakukan ekstraksi DNA.
Beberapa hasil studi menunjukkan bahwa keracunan Staphylococcus aureus
paling sering berasal dari penjamah pangan. Higiene penjamah pangan yang kurang
bersih selama penanganan dan pengolahan pangan, diikuti dengan penyimpanan
pangan di kondisi (suhu dan waktu) yang tidak tepat memungkinkan bakteri ini
bermultiplikasi dan memproduksi toksin (Argud'ın et al., 2010).

2
BAB III
PROSEDUR IDENTIFIKASI
3.1. Prosedur identifikasi
Identifikasi Staphylococcus aureus mengacu pada SNI 2332.9 (Badan
Standardisasi Nasional [BSN] 2015) dengan modifikasi pada tahap konfirmasi.
Ekstraksi DNA bakteri dilakukan dengan cara mengambil satu koloni Staphylococcus
dengan ose dan dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang sudah berisi 250 µL
chelex 10%. Selanjutnya tabung di-vortex selama satu menit, di-spin dengan
kecepatan 15.000 rpm selama 30 detik menggunakan microcentrifuge, dan
diinkubasikan selama 45 menit pada suhu 95oC menggunakan heating block.
Setelah selesai, tabung di-vortex Kembali selama satu menit, dan di-spin selama 30
detik.
Amplifikasi Gen
Amplifikasi menggunakan alat Thermal Cycler (Applied Biosystem). Tahapan
Pre-PCR selama 10 menit pada suhu 94°C. Proses PCR dilakukan sebanyak 38
siklus dengan tahap denaturasi 30 detik suhu 94°C, annealing 30 detik suhu 50°C,
extention selama 45 detik suhu 72°C. Post PCR 10 menit suhu 72°C dan satu menit
suhu 24°C. Setelah diamplifikasi, 16 sampel dinyatakan positif Staphylococcus.
Urutan DNA 16S rRNA dari 16 produk PCR bakteri Staphylococcus didapat dari hasil
sekuensing, kemudian diedit dengan menggunakan program MEGA 5 (Tamura et al.,
2011).
Hasil Analisis
Kategori pangan ikan dan produk perikanan, persyaratan jumlah Staphylococcus
aureus berada pada rentang 102 -103 koloni/g. Di beberapa negara, persyaratan
Staphylococcus aureus di dalam pangan siap konsumsi (RTE food) telah diatur,
misalnya di China, Australia dan Selandia Baru persyaratan Staphylococcus aureus
untuk pangan susyi adalah 104 koloni/g di dalam pangan siap konsumsi,
dikategorikan berpotensi membahayakan kesehatan manusia (potential hazard)
(Food and Environmental Hygiene Department, 2014; Food Standards Australia New
Zealand, 2016). Staphylococcus aureus di dalam pangan adalah salah satu patogen
penyebab penyakit bawaan pangan. Bakteri ini mampu memproduksi toksin
(enterotoksin) di dalam pangan saat jumlah sel >105 koloni/g yang dikenal dengan
SE. Toksin ini bersifat stabil dan resisten pada suhu tinggi dan kondisi lingkungan
berupa pembekuan dan pengeringan. Karakteristik toksin Staphylococcus aureus
yang stabil terhadap suhu tinggi merupakan salah satu ancaman yang signifikan bagi
industri pangan (Balaban & Rasooly, 2000; Hennekinne et al., 2012; Kadariya et al.,
2014).

3
Staphylococcus. aureus yang diisolasi menghasilkan hasil negatif untuk mecA
dan pvl, positif untuk gen sea, sed, sei, selj, dan ser. mengungkapkan tipe spa baru
(t13252) dan karakterisasi fenotipik dengan biotyping menunjukkan bahwa strain
tersebut berasal dari manusia. Hal ini disebabkan oleh kombinasi hasil sistem
biotyping untuk strain Staphylococcus. aureus yang diusulkan oleh Devriese (1984).
Sistem ini membedakan strain dari manusia dan hewan ke dalam ekovar dan biotipe
spesifik inang, yang tidak spesifik inang, dengan bantuan tes untuk hemolysin,
staphylokinase, koagulasi plasma sapi dan reaksi kristal-violet.

4
BAB IV
PEMBAHASAN
Koloni bakteri yang tumbuh pada media agar darah berukuran sedang sampai besar
dan berwarna kuning halus. Pada pewarnaan Gram setelah diamati di bawah
mikroskop cahaya terlihat bakteri Gram positif dengan bentuk menyerupai untaian
buah anggur. Koloni bakteri yang diduga sebagai bakteri Staphylococcus selanjutnya
diambil untuk dilakukan ekstraksi DNA dan amplifikasi 16S rRNA. Amplifikasi 16S
rRNA dilakukan dengan menggunakan primer TStaG422 dan TStaG765 (Martineau
et al., 2001).
4.1. Keberadaan dan Tingkat Kontaminasi
Kontaminasi dari S. aureus sering dihubungkan dengan pekerja (penjamah
pangan) karena permukaan kulit dan hidung manusia adalah habitat hidup S. aureus.
Hasil studi Yap et al. (2019) menunjukkan prevalensi S. aureus pada pekerja yang
menyiapkan pengolahan ikan, dengan dan tanpa menggunakan sarung tangan,
berturut-turut sebesar 2,6% (6/227) dan 21,7% (28/129). Yap et al. (2019)
menjelaskan bahwa tangan penjamah pangan tanpa sarung tangan memberikan
peluang kontaminasi silang lebih tinggi. tingginya frekuensi isolasi S. aureus dari
sampel penjamah pangan yang tidak menggunakan sarung tangan sebesar 30%
(18/60) dibandingkan dengan sarung tangan yaitu 8,3% (10/120) dan S. aureus yang
terkonfirmasi tersebut adalah galur yang memiliki SE.
Kontaminasi S. aureus di dalam pengolahan ikan juga dapat disebabkan oleh
kontaminasi silang antar bahan penyusun olahan ikan, selama proses preparasi dan
penjamahan, suhu dan waktu, kondisi sanitasi lingkungan pengolahan, higiene
penjamah pangan dan konsumen sebelum memproduksi ikan yang akan dikonsumsi
(Batista et al., 2017; Kadariya et al., 2014; Tiengtip, 2020).
4.2. Isolasi Bakteri Staphylococcus
Feses ikan diambil sedikit dengan menggunakan ose untuk ditanam dalam
media Blood agar. Selanjutnya media agar tersebut diinkubasikan selama 24 jam
dalam suhu 37ºC. Koloni yang tumbuh diidentifikasi bentuknya dengan pewarnaan
Gram. Slide pewarnaan Gram diamati di bawah mikroskop cahaya dengan
pembesaran 1.000 kali. Staphylococcus berbentuk bulat dan tersusun seperti untaian
buah anggur (Jawetz et al., 1995; Fischetti et al., 2000). Koloni tersebut diambil dan
dimasukkan pada media chelex selanjutnya dibawa ke Laboratorium Indonesian
Biodiversity Research Center (IBRC) Universitas Udayana, untuk dilakukan ekstraksi

5
DNA. Ekstraksi DNA bakteri dilakukan dengan cara mengambil satu koloni
Staphylococcus dengan ose dan dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
sudah berisi 250 µL chelex 10%. Selanjutnya tabung di-vortex selama satu menit, di-
spin dengan kecepatan 15.000 rpm selama 30 detik menggunakan microcentrifuge,
dan diinkubasikan selama 45 menit pada suhu 95oC menggunakan heating block.
Setelah selesai, tabung di-vortex Kembali selama satu menit, dan di-spin selama 30
detik.

6
BAB V
KESIMPUL;AN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa spesies
Staphylococcus yang dapat teridentifikasi Pada pewarnaan Gram setelah diamati di
bawah mikroskop cahaya terlihat bakteri Gram positif dengan bentuk menyerupai untaian
buah anggur. Feses ikan diambil sedikit dengan menggunakan ose untuk ditanam dalam
media Blood agar. Slide pewarnaan Gram diamati di bawah mikroskop cahaya dengan
pembesaran 1.000 kali. Ekstraksi DNA bakteri dilakukan dengan cara mengambil satu
koloni Staphylococcus dengan ose dan dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
sudah berisi 250 µL chelex 10%.

7
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, P. M. P., Besung, I. N. K., & Mahardika, I. G. N. K. (2015). Keragaman spesies dan genetik
bakteri staphylococcus pada ikan tuna dengan analisis sekuen 16s rrna. Jurnal
Veteriner, 16(3), 409-415.
Macori, G., Bellio, A., Bianchi, D. M., Gallina, S., Adriano, D., Zuccon, F., ... & Decastelli, L. (2016).
Molecular typing of Staphylococcus aureus isolate responsible for staphylococcal
poisoning incident in homemade food. Italian Journal of Food Safety, 5(2).
Riski, K. (2017). ISOLASI BAKTERI Staphylococcus aureus PADA IKAN ASIN TALANG-TALANG
(Scomberoides commersonnianus) DI KECAMATAN LEUPUNG KABUPATEN ACEH
BESAR (The Isolation of Staphylococcus aureus Bacteria on Talang-Talang Salted Fish
(Scomberoides commersonnianus) in Leupung, Aceh Besar). Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Veteriner, 1(3), 366-374.
Wu, X., & Su, Y. C. (2014). Growth of Staphylococcus aureus and enterotoxin production in pre-
cooked tuna meat. Food Control, 42, 63-70.
Yennie, Y., Dewanti-Hariyadi, R., Kusumaningrum, H. D., & Poernomo, A. (2022). Kontaminasi
Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus pada Sushi di Tingkat Ritel di Wilayah
Jabodetabek. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 25(2).
Wu, X., & Su, Y. C. (2014). Growth of Staphylococcus aureus and enterotoxin production in pre-
cooked tuna meat. Food Control, 42, 63-70.

Anda mungkin juga menyukai