Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

MIKROBIOLOGI DASAR
PEMERIKSAAN MIKROORGANISME PADA TUBUH MANUSIA

Dosen Pengampu:
Dra. Yulneriwarni, M.Si.
Dra. Noverita, M.Si.

Oleh:
Fathiya Rahma (196201516005) Fara Azzahra (196201516018)
Abdimas Nazhak H (196201516056) Raras Rizki Alviani (196201516068)
Dimas Firdiyanto (196201516060) M. Rifky Alfeny (196201516031)
Ziyadatul Hoiroh (196201516080) Nabila Arkania (196201516012)
Sari Cristhina S (196201516083) Dhandi Anugrah (196201516015)
Hanifa Antasya F (196201516086)

LABORATORIUM MIKROTIKA
FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2022
BAB I PENDAHULUAN

A. Pendahuluan
Mikroorganisme adalah organisme berukuran mikroskopis yang
ditemukan di segala tempat, tak terkecuali di dalam tubuh manusia. Selain
hidup bebas, mikroorganisme juga dapat hidup menumpang. Pada beberapa
keadaan tertentu, keberadaan mikroorganisme juga dapat menyebabkan
penyakit atau kerugian terhadap tubuh inang yang ditinggali. Mikroba yang
menetap pada suatu area tubuh tanpa menyebabkan penyakit disebut dengan
flora normal. Menurut Hutagoal (2017), flora normal paling umum dijumpai
pada tempat yang terpapar dengan dunia luar, yaitu kulit, mata, mulut, saluran
Pernapasan atas, saluran pencernaan dan saluran urogenital.

Flora normal pada manusia dibedakan menjadi 2 jenis :


1) Mikroorganisme tetap (resident microorganism), yaitu mikroorganisme
normal yang selalu ditemukan pada bagian tubuh tertentu, dapat
menghilang bila terjadi gangguan dan kembali seperti semula.
2) Mikroba sementara (transient microorganism), yaitu mikroorganisme
yang berasal dari lingkungan sekitar dan hanya menetap dalam waktu
tertentu, umumnya dijumpai pada selaput lender dan kelenjar mukosa.
Flora transien dapat bersifat pathogen atau non pathogen.

Flora tetap akan selalu bertahan hidup pada area yang menyediakan
kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhan mikroba, sedangkan flora
transien umumnya dapat dihilangkan dengan mencuci tangan.
Perkembangbiakan mikroba flora normal dipengaruhi oleh faktor suhu,
kelembaban, ada tidaknya makanan, dan bahan-bahan inhibitor (Yasir, 2015).
Meski mikroba flora normal bersifat alami pada tubuh, terdapat factor yang
membuat mikroba ini menyebabkan penyakit, salah satunya ketika terjadi
infeksi opurtunistik.
I. Pemeriksaan Mikroorganisme Pada Kulit
Kulit adalah bagian tubuh yang selalu mengalami kontak
langsung dengan udara dan lingkungan luar. Ini memungkinkan adanya
mikroorganisme dari udara menetap dan tumbuh pada kulit. Pada
umumnya, mikroba banyak dijumpai pada bagian epithelium dan
membentuk koloni pada permukaan sel-sel mati. Jenis bakteri kulit yang
sering dijumpai adalah Staphylococcus aureus yang dapat menyebabkan
timbulnya permasalahan kulit seperti bisul dan jerawat. Beberapa bakteri
pada kulit tidak akan bertahan dalam waktu yang lama karena kulit
mengeksresikan enzim lisozim melalui keringat, yang dapat
menghancurkan dinding sel bakteri.
Pada pemeriksaan mikroba kulit, digunakan media Manitol Salt
Agar (MSA). Media ini adalah media selektif diferensial yang di dalamnya
terkandung 7,5% NaCl, sehingga dikhususkan untuk membiakkan bakteri
halofil seperti S.aureus. Selain itu, media MSA juga mengandung mannitol
dan indicator fenol red untuk mendeteksi asam yang dihasilkan S.aureus
pada saat fermentasi, serta serta ekstrak daging dan pepton sebagai
sumber protein dan nitrogen bagi pertumbuhan mikroorganisme
(Novitasari et al. 2019). Apabila hasil pemeriksaan kulit positif terdapat
bakteri S.aureus, maka indikator akan mengalami perubahan warna
menjadi kuning karena adanya penurunan pH.

II. Pemeriksaan Mikroorganisme Pada Karies Gigi


Mulut merupakan tempat terjadinya proses pencernaan makanan
secara mekanik dengan bantuan gigi. Hal ini menyebabkan adanya
partikel-partikel makanan yang secara konstan terlarut dan menciptakan
lingkungan yang ideal bagi pertumbuhan bakteri. Mikroba yang umumnya
ditemukan pada gigi adalah Streptococcus mutans. Streptococcus mutans
biasanya ditemukan pada rongga mulut manusia, dan memegang peranan
terhadap terjadinya kerusakan gigi (Raisita et al. 2018). S.mutans adalah
bakteri penyebab karies gigi. Proses karies gigi diawali dengan terjadinya
demineralisasi gigi oleh adanya asam laktat dan asam organik lain yang
tertumpuk atau terakumulasi di dalam permukaan gigi melalui plak
(Nuzulia dan Santoso, 2017).
Mikroorganisme penyebab karies gigi dapat dideterminasi dengan
menggunakan medium Snyder test. Medium ini mengandung glukosa dan
indikator brom cresol green yang berwarna hijau pada pH 5,5. Setelah
inkubasi bakteri asam laktat yang terkandung dalam saliva akan
memfermentasi glukosa dan menghasilkan asam dengan pH rendah,
sehingga menyebabkan warna indikator dalam medium Snyder test
berubah menjadi kuning.

III. Pemeriksaan Mikroorganisme Pada Saluran Pernapasan Atas


Streptococcus merupakan genus bakteri yang sering
menginfeksi saluran pernapasan dibanding kelompok mikroorganisme
lain. Bakteri ini berbentuk coccus yang tersusun seperti rantai dan
bersifat positif gram. Umumnya bersifat fastidious yaitu membutuhkan
nutrisi yang lengkap untuk pertumbuhan. Kultur dalam laboratorium
membutuhkan medium diperkaya seperti agar darah (Yulneriwarni dan
Noverita, 2020).
Terdapat 3 jenis bakteri berdasarkan daya hemolisisnya :
a. Alfa-hemolisis : hemolisis parsial yang akan menimbulkan warna
hijau di sekitar koloni bakteri. Warna hijau berasal dari biliverdin
yang merupakan produk sampingan dari pemecahan hemoglobin
(Madigan et al. 2006).
b. Beta-hemolisis : proses lisis sempurna sehingga menyebabkan
terbentuknya zona jernih di sekitar koloni bakteri.
c. Gamma-hemolisis : tidak terjadi hemolisis terhadap eritrosit.
Umumnya bakteri ini bersifat non virulen.

IV. Pemeriksaan Mikroorganisme Pada Vagina


Infeksi mikroorganisme patogen pada vagina seringkali
dihubungkan dengan penyakit menular seksual (PMS) seperti sifilis,
gonorhoae dan sebagainya. Namun di samping itu infeksi juga dapat
berasal dari mikroorganisme oportunis yang secara alami hidup di vagina
seperti khamir Candida albicans. Karena berbagai faktor seperti
penggunan pil KB, antibiotika, kehamilan, diabetes, infeksi HIV, cairan
pembersih vagina dan pakaian dalam yang tidak menyerap keringat,
menyebabkan pertumbuhan Candida albicans dapat menjadi dominan
mengalahkan flora normal.

B. Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya
mikroorganisme penyebab penyakit pada kulit, karies gigi, saluran
Pernapasan bagian atas, dan vagina.
BAB II METODE PENGAMATAN

A. Alat dan Bahan


1. Pemeriksaan Mikroorganisme Penyebab Penyakit Kulit
Alat dan bahan yang digunakan pada pemeriksaan ini adalah medium
MSA di dalam cawan petri, swab yang telah disterilkan dan lampu
spirtus.
2. Pemeriksaan Mikroorganisme Penyebab Karies Gigi
Alat dan bahan yang digunakan pada pemeriksaan ini adalah medium
snydert test agar, saliva, cawan petri dan pipet yang telah disterilkan
dan lampu spirtus.
3. Pemeriksaan Mikroorganisme Pada Saluran Pernapasan
Alat dan bahan yang digunakan pada pemeriksaan ini adalah medium
agar darah, spatula dan swab yang telah disterilkan dan lampu spirtus.
4. Pemeriksaan Mikroorganisme Pada Vagina
Alat dan bahan yang digunakan pada pemeriksaan ini adalah medium
saboraut dekstrosa agar (SDA), swab yang telah disterilkan di dalam
tabung reaksi dan lampu spirtus.

B. Cara Kerja
1. Pemeriksaan Mikroorganisme Penyebab Penyakit Kulit
Sampel yang telah disiapkan dari praktikan diambil menggunakan
swab steril, terutama pada bagian yang diduga terinfeksi. Lakukan
penginokulasian secara langsung ke dalam medium MSA secara
merata. Setelah itu diinkubasi pada suhu 45°C selama 24 jam,
kemudian diamati koloni bakteri yang tumbuh pada media.
2. Pemeriksaan Mikroorganisme Penyebab Karies Gigi
Sampel saliva dikumpulkan di dalam cawan petri, kemudian medium
snydert test agar disiapkan dengan suhu 45°C. Saliva yang sudah siap
dimasukkan dengan pipet sebanyak 0,2 mL ke dalam medium snydert
test agar dan dikocok setelah itu dibiarkan membeku. Inkubasi pada
suhu 37°C selama 1 – 3 hari dan diamati perubahan warna medium
setiap hari.
3. Pemeriksaan Mikroorganisme Pada Saluran Pernapasan
Sampel diambil dengan cara mengusap tenggorokan, kemudian lidah
ditekan dengan spatula dan bagian belakang faring diusap dengan
menggunakan swab. Setelah itu dilakukan inokulasi dengan cara
menghapuskan swab secara merata di atas permukaan agar darah
kemudian diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 37°C. Kemudian
diamati perubahan medium di sekitar pertumbuhan koloni.
4. Pemeriksaan Mikroorganisme Pada Vagina
Pengambilan sampel dilakukan dengan mengusap vagina
menggunakan swab steril yang kemudian langsung diinokulasikan di
atas medium secara merata pada permukaan SDA. Dilakukan inkubasi
selanjutnya pada suhu kamar selama 2 – 4 hari dan diamati koloni
yang tumbuh.
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Pemeriksaan Karies Gigi

Inisial Waktu Inkubasi Aktivitas Karies


Praktikan 24 jam 48 jam 72 jam
D Positif Berat
N Negatif Negatif Positif Ringan
R Negatif Positif Sedang
R Negatif Positif Sedang
F Positif Berat
H Negatif Positif Ringan
F Negatif Negatif Positif Ringan
Z Positif Berat
A Negatif Negatif Negatif Negatif
D Negatif Negatif Positif Ringan

2. Pemeriksaan Mikroorganisme Kulit

Foto Mikroskopis Sampel A Foto Mikroskopis Sampel B


3. Pemeriksaan Mikroorganisme Saluran Pernapasan Atas

Foto Mikroskopis Sampel A Foto Mikroskopis Sampel B

4. Pemeriksaan Mikroorganisme Vagina

Foto Mikroskopis Sampel A Foto Mikroskopis Sampel B

B. Pembahasan
1. Pemeriksaan Karies Gigi
Mikroorganisme yang terdapat pada karies gigi yakni
Streptococcus mutans yang memiliki morfologi bervariasi. Karies gigi
merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan
sementum yang disebabkan oleh aktifitas suatu jasad renik dalam
suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Penyakit ini ditandai dengan
terjadinya demineralisasi pada jaringan keras gigi yang kemudian
diikuti oleh kerusakan bahan organiknya (Listrianah dkk, 2018).
Tes kepekaan karies gigi menggunakan medium snyder test
agar menggunakan prinsip menghitung jumlah asam yang dihasilkan
oleh bakteri Streptococcus mutans. Di mana warna sediaan awal yaitu
biru yang berubah menjadi kuning. Pada percobaan ini didapatkan
hasil dari 11 praktikan setelah 72 jam dilakukan inkubasi hasilnya
adalah 4 orang praktikan medianya berubah menjadi warna kuning, 3
orang praktikan medianya berwarna hijau dan 4 orang praktikan
medianya berwarna biru sedikit perubahan warna hijau di bagian atas
atau bawah medianya.
Pada medium snyder test agar yang telah diinkubasi selama
72 jam dan mengalami perubahan warna menjadi kuning menandakan
berisiko terkena karies gigi. Sedangkan medium snyder test agar yang
berwarna hijau menunjukkan bahwa bakteri sedang berada pada masa
inkubasi dan tidak ada faktor risiko karies gigi. Sedangkan pada
medium snyder test agar yang masih dominan berwarna biru
menandakan minim terkena karies gigi. Mikroba menunjukkan adanya
faktor risiko apabila aktivitas mikrobanya merubah medium snyder
test agar dari warna biru menjadi warna kuning. Warna kuning pada
medium juga menunjukkan adanya aktivitas karies gigi yang tinggi.

2. Pemeriksaan Mikroorganisme Pada Kulit


Sampel dalam pemeriksaan mikroba kulit didapatkan dari
swab kulit wajah 2 orang praktikan. Setelah diinokulasikan ke dalam
media MSA selama 24 jam, terlihat koloni bakteri berbentuk bintik
putih dalam jumlah yang sedikit pada media. Tidak terlihat adanya
perubahan warna media menjadi kuning, sehingga dapat diartikan
tidak terjadi fermentasi mannitol oleh mikroba. Lebih lanjut, sampel
mikroba dicuplik dan diamati di bawah mikroskop. Hasilnya
menunjukkan bahwa terdapat koloni bakteri berbentuk bulat (kokus)
dan bergerombol seperti anggur. Berdasarkan literatur, bakteri ini
memiliki ciri yang cukup signifikan dengan bakteri jenis
Staphylococcus sp.
Staphylococcus sp. merupakan mikroflora normal yang
terdapat di kulit, saluran pernapasan atas, dan saluran cerna. Selain itu,
Staphylococcus sp. juga merupakan penyebab terjadinya penyakit
pada manusia dalam keadaan yang tidak menguntungkan (Jawetz,
2008). Beberapa jenis dari bakteri ini dapat menghasilkan enterotoksin
yang dapat menyebabkan keracunan pada makanan. Staphylococcus
aureus adalah bakteri gram positif yang memiliki bentuk bulat
bergerombol menyerupai buah anggur (Staphylococcus) dan koloni
berwarna keemasan (aureus) (Novitasari et al. 2019). Perbedaan
antara jenis S. aureus dengan anggota genus Staphylococcus yang
lainnya adalah kemampuan dalam memfermentasikan mannitol. Hal
ini tidak sesuai dengan hasil praktikum yang tidak menunjukkan
adanya indicator fermentasi pada media MSA. Dengan demikian,
kemungkinan bakteri yang diisolasikan dari kulit A dan B adalah jenis
Staphylococcus epidermidis.

3. Pemeriksaan Mikroorganisme Pada Saluran Pernapasan Atas


Pada praktikum yang dilakukan untuk melihat mikroba dalam
saluram pernapasan, menunjukan hasil bahwa mikroba yang telah
diisolasi dan ditumbuhkan bukan merupakan mikroba hemolisis. Hal
ini dapat dilihat dari warna koloni yang berwarna putih, yaitu tidak
berwarna hijau maupun kuning. Penampakan mikroskopis mikoba
juga menunjukan bawa mikroba/bakteria yang ada pada koloni
tersebut berbentuk diplobasil, ini juga menunjukan bahwa bakteri ini
bukanlah bakteri dari jenis Streptococcus yang biasanya berbahaya
bagi sistem pernapasan, seperti bakteri Streptococcus viridans,
Streptococcus pneumonia, dan Streptococcus pyogenes (Yulneriwarni
& Noverita, 2020).
Berdasarkan bentuk mikroskopis pada saluran pernafasan 2
orang praktikan diketahui bentuk bakteri adalah diplobasil,
kemungkinan bakteri yang diisolasi merupakan bakteri
Porphyromonas gingivalis. Bakteri tersebut merupakan flora umum
pada rongga mulut terutama pada gusi, bakteri ini juga lah yang dapat
menyebabkan radang mulut, bakteri ini juga bukan bakteri yang
menghemolisis eritrosit dan hemoglobin (Katz et.al, 2011).

4. Pemeriksaan Mikroorganisme Pada Vagina


Vagina merupakan suatu kondisi lingkungan yang cocok bagi
kolonisasi ragi. Candida albicans sebagai spesies ragi yang paling
dominan dalam vagina merupakan suatu mikroorganisme yang
pleomorfik dengan bentuk pertumbuhan yang berbeda, yaitu
berbentuk batang, ragi, hifa atau pseudohifa, dan klamidospora. C.
albicans sebenarnya merupakan flora normal vagina, namun berbagai
faktor seperti adanya gangguan sistem imun maupun penggunaan
obat-obatan seperti obat antibiotik dan steroid dapat menyebabkan
flora normal tersebut menjadi patogen.
Kandidiasis vulvovaginitis ialah penyakit jamur candida yang
mengenai mukosa vagina dan vulva. Kandidiasis vulvovaginitis dapat
terjadi apabila ada faktor predisposisi baik eksogen maupun endogen.
Faktor eksogen untuk timbulnya kandidiasis vulvovaginitis adalah
kegemukan, DM, kehamilan, dan Infeksi kronik dalam servik atau
vagina. Sedangkan faktor eksogennya iklim, panas dan kelembaban
yang meningkat serta higyeni yang buruk.
Pada agar sabouraud yang dierakan pada suhu kamar atau
37⁰C selama 24 jam, spesies candida menghasilkan koloni-koloni
halus bewarna krem. Pada praktikum kali ini terdapat 1 sampel yang
menunjukkan adanya keberadaan C. albicans pada vagina dan 1
sampel tidak menunjukkan adanya keberadaan C. albicans.
Ketiadaan C. albicans pada sampel A bukan berarti bebas
dari jamur tersebut. Ada beberapa kekeliruan yang menyebabkan hal
tersebut, salah satunya kesalahan pada pencuplikan. Pencuplikan
sampel harus mengenai bagian vulva, karena pada bagian tersebut
memiliki suhu dan kelembaban cukup tinggi untuk pertumbuhan C.
albicans.
Keberadaan C. albicans pada sampel B terbilang cukup
banyak sehingga dikhawatirkan menyebabkan timbulnya penyakit
kandidiasis vulvovaginitis. Sebagai bentuk pencegahan jamur tersebut
bertumbuh lebih banyak, disarankan agar praktikan tetap menjaga
kekebalan tubuhnya dengan baik, hindari kelembaban berlebih pada
daerah vagina dan mengkonsumsi obat anti jamur apabila merasakan
panas atau gatal di area vagina.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Manusia memiliki flora normal yang secara alami menetap di bagian
tubuh tertentu dan umumnya tidak berbahaya, meski demikian
mikroba flora normal dapat menimbulkan penyakit (pathogen) apabila
terjadi ketidakseimbangan, misalnya jika mikroba ini mengalami
peningkatan jumlah yang berlebihan (Nabila).
2. Aktivitas bakteri Streptococcus mutans sebagai risiko penyebab karies
gigi dapat dilihat melalui pengujian pada medium snyder test agar
yang menunjukkan adanya perubahan warna medium dari biru menjadi
kuning (Raras).
3. Perubahan warna pada medium snyder test agar menunjukkan tingkat
risiko saliva yang terkena karies gigi. Dari hasil, didapatkan hasil yang
berwarna kuning berisiko terkena karies gigi, warna hijau tidak ada
faktor risiko terkena karies gigi, dan warna biru tidak berisiko terkena
karies gigi (Dhandi).
4. Candida albicans adalah salah satu jamur yang habitat aslinya
memang berada di tubuh manusia. Jamur Candida banyak ditemukan
pada tubuh yang memiliki suhu hangat dan kelembaban tinggi, seperti
vagina. Dalam batas wajar, Candida albicans tidak berbahaya.
Keberadaan jamur ini biasanya bisa terkendali dengan baik jika tubuh
manusia memiliki sistem kekebalan yang baik. Namun, jamur ini baru
akan menyebabkan masalah dan menimbulkan infeksi ketika
populasinya berkembang biak di luar kendali. Saat jumlah jamur
Candida albicans di dalam tubuh melebihi batas wajar, hal ini berisiko
menyebabkan infeksi berbahaya (Fara).
5. Pemeriksaan mikroba pernapasan menunjukan bahwa mikroba/bakteri
yang diisolasi bukanlah bakteri hemolisis (S. viridans, S. pyogenes, S.
pneumonia) , hal ini didasari dengan warna koloni dan penampakan
mikroskopisnya yang bukan berbentuk streptococcus (Rifky).
6. Pemeriksaan mikroba pada mulut, kulit, saluran perafasan dan vagina
menunjukkan adanya flora normal seperti Staphylococcus epidermidis
pada kulit, Porphyromonas gingivalis pada saluran pernafasan,
Candida albicans pada vagina. Adapun bakteri yang ditemukan pada
mulut merupakan bakteri normal yaitu Streptococcus mutans namun
karena jumlahnya yang banyak menyebabkan terjadi karies gigi
(Ziyadatul H).
7. Berdasarkan hasil yang didapat dalam parktikum yang telah dilakukan
pada pemeriksaan karies gigi terhadap 11 praktikan terdapat karies
dengan aktivitas yang berebeda dari ringan hingga berat. Pada
pemeriksaan kulit pada 2 praktikan didapatkanan bahwa bakteri yang
terdapat di kulit kedua praktikan yaitu Staphylococcus epidermidis.
Pada pemeriksaan saluran pernapasan atas didaptakan hasil bahwa
mikroba yang telah diisolasi dan ditumbuhkan bukan merupakan
mikroba hemolisis, namun bakteri diplobasil, kemungkinan bakteri
yang diisolasi merupakan bakteri Porphyromonas gingivalis.
Sedangkan pada pemeriksaan vagina pada 2 praktikan didapat untuk
sampel A tidak terdapat bakteri candida albians sedangkan pada
sampel B terdapat bakteri candida albians yang cukup banyak.
(Fathiya R)
8. Pada praktikum yang telah dilakukan pada pemeriksaan karies gigi
terhadap 11 praktikan terdapat karies dengan aktivitas yang berbeda
yaitu ringan hingga berat. Pada pemeriksaan kulit ditemukan adanya
bakteri yang terdapat di kulit kedua praktikan yaitu Staphylococcus
epidermidis. Pada pemeriksaan saluran pernapasan atas didapat hasil
bahwa mikroba yang telah diisolasi dan ditumbuhkan bukan
merupakan mikroba hemolisis, namun bakteri diplobasil. Sedangkan
pada pemeriksaan vagina didapat hasil untuk sampel A tidak terdapat
bakteri candida albicans sedangkan pada sampel B terdapat bakteri
candida albicans yang cukup banyak. (Dimas F).
9. Pada pemeriksaan karies gigi 4 praktikan mengalami karies gigi berat,
sedangkan 4 lainnya minim karies gigi, namun 3 diantaranya tidak
mengalami karies gigi. 72% dari seluruh praktikan yang mengalami
karies gigi ini disebabkan karena partikel-partikel makanan yang
secara konstan terlarut dan menciptakan lingkungan yang ideal bagi
pertumbuhan bakteri. (Abdimas N H).
10. Pada epidermis kulit rambut dan saliva terdapat mikroba asli yang
menghuni tubuh manusia atau sering disebut flora normal. Pada uji
praktikum bakteri yang diisolasi merupakan bakteri Porphyromonas
gingivalis, bakteri tersebut merupakan flora umum pada rongga mulut
terutama pada gusi. Terdapat mikroba yang ditemukan pada gigi yaitu
Streptococcus mutans yang menyebabkan terjadinya karies gigi,
Sedangkan Candida albicans yang merupakan penyebab kandidiasis
vaginalis dan spesies jamur patogen (Hanifa A).
11. Pada pemeriksaan mikroorganisme pada tubuh manusia digunakan
untuk mengetahui ada atau tidak adanya jenis jenis mikrooorganisme
penyebab penyakit (pada kulit, pada karies gigi,saluran pernafasan dan
pada vagina). Dalam melakukan uji pemeriksaan mikroorganisme pada
tubuh manusia menggunakan medium yang berbeda, contohnya pada
pemeriksaan kulit menggunakan medium manitol salt agar (MSA)
epidermis kulit, rambut dan saliva terdapat mikroba asli penghuni
tubuh manusia atau sering disebut flora normal. Flora normal itu
sendiri jika terdapat pada tubuh dalam jumlah yang normal tidak akan
merugikan inangnya, namun bila dala jumlah berlebihan dapat
menimbulkan penyakit. Banyak faktor yang mempengaruhi
fluktuatifnya jumlah mikroba pada tubuh manusia, antar lain< umur,
hormon, penerapan prinsip kesehatan dan kondisi lingkungan (Sari C
S).

B. Saran
1. Sebaiknya saat proses pengapusan pada medium, praktikan
mengapuskannya secara merata dan sedikit tebal agar mikroba yang
berada di medium terlihat lebih jelas.
2. Saat proses pengambilan sampel sebaiknya praktikan langsung
menginokulasikannya di atas medium agar sampel tidak tercampur
dengan mikroba lain yang ada di ruangan.
3. Sebaiknya dilakukan pewarnaan gram pada pemeriksaan
mikroorganisme kulit agar jenis bakteri dapat ditentukan dengan lebih
akurat berdasarkan gramnya, dan tidak hanya dari morfologi saja.
DAFTAR PUSTAKA

Hutagoal, I. F. 2017. Identifikasi Bakteri Pada Tangan Penjual Makanan Di


Kawasan SD Di Kelurahan Tanjung Rejo. Skripsi. .Universitas Sumatera
Utara. Tersedia pada http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/3708
diakses tanggal 25 Juli 2022.

Jawetz M, Adelberg, ED. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Yogyakarta: EGC.

Katz J, Onate MD, Pauley KM, Bhattacharyya I, Cha S. 2011. Presence of


Porphyromonas gingivalis in gingival squamous cell carcinoma. Int J
Oral Sci. 3(4):209-15. doi: 10.4248/IJOS11075.

Listrianah, dkk. 2018. Gambaran Karies Gigi Molar Pertama Permanen Pada
Siswa – Siswi Sekolah Dasar Negeri 13 Palembang Tahun 2018. Jurnal
Kesehatan Poltekkes Palembang, vol 13(2) : 136 – 149.

Madigan, M.T., Martinko, J.M., Dunlap, P.V. & Clark, D.P. (2006) Brock
Biology of Microorganisms. 12th ed. San Francisco: Pearson Education.

Novitasari, TM., Rohmi, R., dan Inayati, N. 2019. Potensi Ikan Teri Jengki
(Stolephorus indicus) Sebagai Bahan Media Alternatif untuk
Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus. Jurnal Analisis Medika
Biosains, vol.6(1).

Nuzulia, R. dan Santoso, O. 2017. Pengaruh Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum


basilicum Linn) Pada Berbagai Konsentrasi Terhadap Viabilitas Bakteri
Streptociccus mutans : Studi Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro. Diponegoro Medical Journal, vol.6(4): 1565-
1571.

Raisita, F., Isworo, JT., dan Dewi, SS. 2018. AKTIVITAS ANTIBAKTERI
EKSTRAK ETANOL DAUN CENGKEH TERHADAP BAKTERI
Streptococcus mutans DAN Klebsiella pneumonia. Thesis. Universitas
Muhammadiyah Semarang. http://repository.unimus.ac.id/3266/.
Wardhani, DP. 2017. Pemeriksaan Mikroorganisme Pada Tubuh Manusia.
Tersedia pada
https://www.academia.edu/44027325/Pemeriksaan_Mikroorganisme_Pad
a_Tubuh_Manusia. Diakses tanggal 26 Juli 2022.

Yasir, Y. 2015. Bakteri dan Kesehatan Manusia. Prosiding Seminar Nasional


Mikrobiologi Kesehatan dan Lingkungan, vol 1(1).

Yulneriwarni dan Noverita. 2020. Teknik Laboratorium Mikrobiologi. Jakarta:


Universitas Nasional.
LAMPIRAN

Hasil Pemeriksaan Bakteri Kulit pada Media MSA

Kulit A Kulit B

Hasil Pemeriksaan Bakteri Pernapasan Bagian Atas pada Media Agar Darah
Pernapasan A Pernapasan B

Hasil Pemeriksaan Bakteri Vagina pada Media SDA

Vagina A Vagina B
Sampel Pemeriksaan Karies Gigi Sebelum Inkubasi

Hasil Pemeriksaan Bakteri Karies Gigi Setelah Inkubasi

Karies Gigi D Karies Gigi N Karies Gigi R Karies Gigi R

Karies Gigi F Karies Gigi H Karies Gigi F Karies Gigi Z


Karies Gigi A Karies Gigi D Karies Gigi S

Anda mungkin juga menyukai