Anda di halaman 1dari 83

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI

Nama:

1. Krisnynda Ayu Pridanti 021611133137 15. Amalia Nurul Fitri 021611133152


2. Nadia Chairony 021611133138 16. Fajarinayah S.P 021611133153
3. Resgita Nadila Masya 021611133139 17. M. Alwino Bayu F 021611133154
4. Prisca Agustina N P 021611133140 18. Candrika Thiyagu 021611133155
5. Virna Septianingtyas 021611133142 19. Koh Wan huei 021611133156
6. Dian Pramita A K 021611133143 20. Chong Sin Ying 021611133157
7. Vina Zavira Nizar 021611133144 21. Azizah Aqilah 021611133158
8. Fiona Cherrilia Adji 021611133145 22. Karthiyayinee 021611133159
9. Andari Sarasati 021611133146 23. Alisa Sufia 021611133160
10. Nadya Melinda 021611133147 24. Eshleen Nisha 021611133161
11. Febrianti Nuraisyah 021611133148 25. Ellyonord Diana Bosawer 021611133162
12. Yayas Qori Awwali 021611133149 26. Indira Arella 021611133163
13. Monica Cynthia Hariadi 021611133150 27. Sharyna Emyra 021611133164

MATA KULIAH MIKROBIOLOGI-DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mikrobiologi adalah ilmu yang mempelajari organisme yang berukuran sangat kecil
sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang melainkan harus menggunakan bantuan
mikroskop. Organisme yang sangat kecil ini disebut sebagai mikroorganisme, atau sering
disebut mikroba ataupun jasad renik. Saat ini, mikrobiologi sangat berkembang luas pada
berbagai bidang ilmu pengetahuan, misalnya pertanian, industri, kesehatan, lingkungan
hidup, bidang pangan, bahkan bidang antariksa (Waluyo, 2009).

Dalam mikrobiologi, dibutuhkan suatu teknik khusus untuk mempelajari


mikroorganisme. Di laboratorium mikrobiologi dan bakteriologi untuk menumbuhkan dan
mempelajari sifat-sifat mikroorganisme seperti bakteri diperlukan suatu media sebagai tempat
pertumbuhan mikroorganisme (Collyn and Lyne, 1987). Pengembangan media kultur bakteri
memegang peranan yang sangat penting di bidang mikrobiologi. Dengan mengisolasi suatu
bakteri dan menumbuhkanya dengan media buatan kita dapat mengidentifikasi, dan
mempelajari sifat suatu bakteri.

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada praktikum ditujukan untuk


identifikasi bakteri. Identifikasi bakteri ini digunakan untuk menentukan diagnosa laboratotis.

Spesimen merupakan bahan pemeriksaan mikrobiologi (termasuk bakteri) yang akan


diidentifikasi. Spesimen untuk pemeriksaan bakteri dapat berupa : saliva, plak, pus, jaringan
mukosa, kulit, urine, darah, serum, jaringan periodontal, jaringan karies, saluran akar dan
sebagainya

Bakteri dapat ditumbuhkan dan dibiakkan dalam suatu media buatan. Sesuai dengan
kebutuhan bakteri untuk kelangsungan hidupnya, penanaman juga harus memenuhi
persyaratan yang sesuai dengan syarat tumbuhnya.

Untuk melihat ada tidaknya baketeri dalam suatu specimen maka dilakukan
pengecatan. Pengecatan yang paling mudah adalah pengecatan sederhana. Disebut demikian
karena hanya digunakan satu macam bahan cat untuk mewarnai bakteri. Dengan pengecatan
ini memungkinkan dibedakannya bakteri dengan berbagai tipe morfologi ( coccus, bacillus,
vibrio dsb. )
Uji biokimiawi adalah uji untuk melihat hasil metabolisme suatu bakteri. Bakteri
memiliki enzim untuk mengolah nutrisi yang dibutuhkan. Beberapa reaksi Biokimiawi yang
dapat diperiksa antara lain : reaksi fermentasi terhadap karbohidrat, hidrolisis (hidrolisis
Gelatin, hidrolisis lipid), aktifitas reduksi nitrat, aktifitas urease, reaksi katalase, tes indol, tes
koagulase dan sebagainya.

Untuk melihat pergerakan bakteri perlu disediakan sediaan khusus. Sediaan ini adalah
sediaan bakteri hidup tanpa dimatikan dan tanpa dilakukan pengecatan .Tujuannya adalah
melihat pergerakan bakteri, bentuk, letak, besar dan susunan bakteri.

Untuk menentukan terapi suatu penyakit infeksi, kita (seorang dokter/ dokter gigi
harus mengerti dan mengetahui obat apa yang akan kita pakai dan yang akan kita berikan
kepada pasien.Yang perlu diperhatikan didalam pemakaian/ pemberian obat Antimikroba
adalah mikroorganisme penyebab infeksi harus peka terhadap obat Antimikroba yang kita
berikan, selain hal tersebut dosis dan waktu pemberian harus tepat. Untuk tujuan tersebut
maka perlu dilakukan Uji Kepekaan Bakteri Terhadap Obat/ Bahan Antimikroba.

Selain mempelajari tentang bakteri, ilmu mikrobiologi juga mempelajari tentang


imunologi yang melibatka sistem imun manusia. Sistem imun erat kaitannya dengan darah
yang didalamnya terdapat antigen dan antibodi.Antigen dan antibodi pada setip manusia
berbeda tergantung golongan darahnya. Setiap manusia mempunyai golongan darah.
Terdapat beberapa cara dalam menentukan golongan darah. Prinsip penentuan golongan
darah berdasarkan reaksi antigen dan antibodi dimana apabila antigen bertemu dengan
antibodi spesifik akan terjadi reaksi.

1.2 Tujuan

Dapat melakukan identifikasi bakteri secara mikroskopis dan makroskopis kuman


penyebab penyakit infeksi secara umum.
TOPIK 1

Isolasi Mikroba Rongga Mulut (Kultur Sample Dari Saliva, Mukosa Kulit) Pada Media
Padat

1. ALAT DAN BAHAN


Alat

a. Oese (kawat/loop), dari platina atau nikrom, ujung lurus atau berupa kolongan yang
berdiameter 1-3 mm
b. Spirtus brunder
c. Tabung plastik
d. Cotton palate
e. Plat agar
f. Korek api
Bahan

a. Saliva
b. Mukosa kulit

2. CARA KERJA

a. Dengan menggunakan kultur saliva

1. Siapkan saliva kurang lebih 3 ml dan masukkan ke dalam tabung plastik


2. Nyalakan api pada brunder
3. Panaskan ujung ose inokulasi sampai membara
4. Buka tutup tabung plastik yang berisi saliva
5. Masukkan ose ke dalam saliva, ambil saliva
6. Buka tutup plate agar yang berisi media steril
7. Masukkan saliva diujung ose ke dalam plate dengan teknik streaked
8. Ose yang telah digunakan dipanaskan sampai membara
9. Masukkan media ke dalam inkubator
b. Dengan menggunakan mukosa kulit

1. Goreskan cotton palate ke kulit mahasiswa coba


2. Buka tutup plate agar yang berisi media steril
3. Goreskan cotton palate ke dalam plate dengan di swab pada agar
4. Masukkan media ke dalam inkubator

3. HASIL PRAKTIKUM

Hasil praktikum kelompok C21

Gambar 3.1 Hasil penanaman bakteri dengan kultur saliva kelompok C21

Pada praktikum kami menggunakan teknik streaked yang memiliki


keuntungan menghemat bahan dan waktu. Dari gambar di atas, dapat terlihat pada
plate agar terdapat banyak koloni bakteri yang terbentuk. Koloni yang terbentuk
berwarna putih kekuningan, jika dilihat dari atas bentuknya tidak teratur, dan jika dari
samping terlihat timbul hingga mendatar.
Gambar 3.2 Hasil penanaman bakteri dengan mukosa kulit kelompok C21

Pada praktikum kami dapat terlihat pada plate agar terdapat koloni bakteri
yang terbentuk. Koloni yang terbentuk berwarna coklat, jika dilihat dari atas
bentuknya bulat, dan jika dari rata.
Hasil praktikum kelompok C 22

Gambar 3.3 Hasil penanaman bakteri dengan kultur saliva kelompok C22
Gambar 3.4 Hasil penanaman bakteri dengan mukosa kulit kelompok C22

Hasil Praktikum kelompok C23

Gambar 3.3 Hasil penanaman bakteri dengan kultur saliva dan mukosa kulit
kelompok C23

Pada praktikum kami menanam bakteri dengan kultur saliva menggunakan


teknik streaked yang memiliki keuntungan menghemat bahan dan waktu. Dari gambar
diatas, hasil dari ketiga kelompok C21, C22, C23 dapat terlihat pada plate agar
terdapat banyak koloni bakteri yang terbentuk. Koloni yang terbentuk berwarna putih
kekuningan, jika dilihat dari atas bentuknya tidak teratur, dan jika dari samping timbul-
datar.
Pada praktikum pennaman bakteri menggunakan bahan dari mukosa kulit juga
dapat terlihat pada plate agar dari ketiga kelompok C21, C22, C23. Pada hasil terdapat
koloni bakteri yang terbentuk. Koloni yang terbentuk berwarna coklat, jika dilihat dari
atas bentuknya bulat, dan jika dilihat dari samping rata.

4. PEMBAHASAN
Isolasi mikroba ialah suatu cara untuk memisahkan atau memindahkan mikroba
tertentu dari lingkungan, sehingga kultur murni atau biakan murni sedangkan inokulasi
adalah proses memindahkan mikroorganisme dari medium yang lama ke medium baru.
Ada beberapa metode dalam mengisolasi mikroba bakteri (mikroorganisme), yaitu
dengan menggunakan metode gores, metode tuang, metode sebar, metode pengenceran
dan agar miring. Metode-metode ini berdasarkan pada prinsip yang sama, yaitu
mengencerkan organisme sedemikian rupa, sehingga tiap individu spesies dapat
dipisahkan dengan lainnya. Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari teknik-teknik di
dalam pengisolasian mikroba beserta pemurniannya.
Pengenceran ini bertujuan untuk mempermudah dalam perhitungan jumlah koloni
mikroba yang tumbuh, baik warna maupun karakteristik lainnya. Dari hasil praktikum
dapat diketahui bahwa bentuk, tepian, warna dan variasi dari bakteri. Untuk bakteri,
bentuknya ada yang bundar, rizoid, tidak beraturan dan menyebar dengan yang tepian
siliat, berlekuk, bercabang, berombak, dan licin. Warna yang dapat dilihat dari koloni
bakteri pada sampel ini adalah semua berwarna putih susu dan elevasi pada semua sampel
ini datar danada pula yang cembung.
Koloni - koloni yang telah ditentukan pada masing - masing medium, kemudian
diidentifikasi morfologinya yaitu bentuk luar, warna, struktur dalam koloni, tepi koloni,
elevasi. Pada masing-masing media sendiri, terdapat keanekaragaman dalam morfologi
tersebut. Koloni bakteri dapat dengan mudah dibedakan dari koloni lainnya, dengan
adnya penampakan umum berupa lender dan agak mengkilap. Bakteri, adalah salah satu
contoh mikroorganisme yang penting dan memiliki bentuk yang beragam. Pada
umumnya, bakteri berhubungan dengan makanan. Adanya bakteri dalam bahan pangan,
dapat mengakibatkan pembusukan yang tidak diinginkan atau menimbulkan penyakit
yang ditularkan melalui makanan, atau dapat melangsungkan fermentasi yang
menguntungkan. Kontaminasi dalam praktikum isolasi dan pemurnian mikroba dapat
mungkin terjadi, jika kondisi dari alat, bahan maupun praktikum tidak steril. Oleh karena
itu, dalam setiap prosedur kerja, baik saat pengenceran ataupun saat menyebar mikroba ke
dalam medium perlu kehati-hatian, agar tidak terjadi kontaminasi yang dapat merusak
hasil percobaan. Setiap pada praktikum kali ini, semua cawan biakan bahkan cawan
control pun terkontaminasi hal ini, dibuktikan pada cawan control terdapat koloni-koloni
bakteri. Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup, merupakan suatu
hal yang penting untuk diketahui.
Pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba
sangat penting didalam mengendalikan mikroba. Berikut ini faktor-faktor penting yang
mempengaruhi pertumbuhan mikroba sangat penting di dalam mengendalikan mikroba.

Faktor-faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba:


a. Suplai nutrisi
Mikroba sama dengan makhluk hidup lainnya, memerlukan suplai nutrisi sebagai
sumber energy dan pertumbuhan selnya. Unsur-unsur dasar tersebut adalah: karbon,
nitrogen, hydrogen, oksigen, sulfur, fosfor, zat besi, dan seju,lah kecil logam lainnya.
Ketiadaan atau kekurangan sumber-sumber nutrisi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan
mikroba hingga pada kahirnya dapat menyebabkan kematian. Kondisi tidak bersih dan
higienis pada lingkungan adalah kondisi yang menyediakan sumber nutrisi bagi
pertumbuhan mikroba sehingga mikroba dapat tumbuh berkembang di lingkungan seperti
ini. Oleh karena itu prinsip daripada menciptakan lingkungan bersih dan higienis adalah
meminimalisir sumber nutrisi bagi mikroba agar pertumbuhannya terkendali.
b. Suhu atau temperature
Suhu merupakan salah satu faktor penting di dalam mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme. Suhu dapat mempengaruhi mikroba dalam dua cara yang berlawanan:
1. Apabila suhu naik maka kecepatan metabolism naik dan pertumbuhan dipercepat.
Sebaliknya apabila suhu turun, maka kecepatan metabolism akan menurun dan
pertumbuhan diperlambat.
2. Apabila suhu naik atau turun secara drastic, tingkat pertumbuhan akan terhenti,
komponen sel menjadi tidak aktif dan rusak sehingga sel-sel menjadi mati.
Berdasarkan hal diatas, maka suhu yang berkaitan dengan pertumbuhan mikroorganisme
digolongkan menjadi tiga, yaitu:
1. Suhu minimum yaitu suhu yang apabila berada di bawahnya maka pertumbuhan
terhenti.
2. Suhu optimum yaitu suhu dimana pertumbuhan berlangsung paling cepat dan
optimum disebut juga suhu inkubasi.
3. Suhu maksimum yaitu suhu yang apabila berada di atasnya maka pertumbuhannya
tidak terjadi.

c. Keasaman atau kebasaan (pH)


Setiap organisme memiliki pH masing-masing dan memiliki pH optimum yang
berbeda-beda. Kebanyakan mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran pH 8 dan nilai pH
di luar kisaran 2 sampai 10 biasanya bersifat merusak.

d. Ketersediaan oksigen
Mikroorganisme memeilki karakteristik sendiri-sendiri di dalam kebutuhannya
akan oksigen.
Faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya kontaminasi medium adalah:
1. Sterilisasi medium yang kurang sempurna.
2. Medium memenuhi semua kebutuhan nutrient.
3. Proses prkatikum yang tidak aseptis.
4. Lingkungan laboratorium yang kurang steril.

KESIMPULAN
Isolasi merupakan cara untuk memisahkan atau memindahkan mikroba tertentu dari
lingkungan, sehingga diperoleh kultur murni. Cara-cara pengisolasian mikroba dengan cara
isolasi ke media padat dan isolasi ke media cair. Teknik-teknik isolasi ke media padat dengan
cara agar miring, teknik sebar, teknik tuang, dan teknik gores.
TOPIK 2

UJI MAKROSKOPIK DAN UJI MIKROSKOPIK

1. ALAT DAN BAHAN


a. Brender
b. Inkubator
c. Mikropipet plate
d. Eksavator
e. Cotton roll steril
f. Ose
g. Saliva 5 ml
h. Batang L
i. BHIB 5 ml
j. Media cair
k. Media blood Agar
l. Alkohol 70%

2. CARA KERJA
Sampel 1 ( Saliva )

1. Saliva ditampung dalam tabung reaksi sejumlah 5 ml ( antar mahasiswa).


2. Ambil 0,1 ml dengan mikropipet plate, ratakan dengan batang L.
3. Diinkubasi dalam inkubator 37 derajat selama 2 x 24 jam .
Sampel 2 ( Plaque )

1. Ambil plak dengan eksavator pada seluruh permukaan gigi .


2. Masukkan dalam 5ml BHIB .
3. Diinkubasi dalam inkubator 37 derajat selama 2 x 24 jam (penanaman ini
dilakukan secara dekat dengan brunder, supaya asepsis).

Sampel 3 ( Kulit )

1. Swab kulit lengan atas dengan cotton roll steril, dengan cara mengusap beberapa
kali.
2. Hasil swab dimasukkan dalam media cair.
3. Inkubasi seperti sampel no. 1
Sampel 4 dan 5 ( Stok )

1. Ambil 1 koloni dari stok mikroba media padat dengan menggunakan ose,
kemudian ditanam dalam media cair steril.
2. Ambil 0,1 ml dari stock mikroba media cair dengan menggunakan ose kemudian
ditanam pada media padat dengan cara streak quadrant.
3. Inkubasi dalam inkubator 37 derajat, 2x24 jam.

3. HASIL PRAKTIKUM

Tabel 3.1 Hasil pengecatan sederhana kelompok C21

Gambar Hasil Media Sediaan Bahan Cat Bentuk


Tanam Bakteri

Blood Agar Saliva Karbol Bacillus


plate Fuchsin
Nutrient Swab kulit Karbol Coccus
fuchsin
agar

Nutrient agar Swab kulit Methylen Bacillus


blue
BHI Saliva Methylen Coccus
blue

Tabel 3.2 Hasil pengecatan sederhana kelompok C22

Gambar Hasil Media Tanam Sediaan Bahan Cat Bentuk


Bakteri

Blood Agar plate Saliva Karbol Fuchsin Bacillus

Nutrient agar Swab kulit Methylen blue Bacillus


BHI Saliva Methylen blue Coccus
Tabel 3.3 Hasil pengecatan sederhana kelompok C2

Gambar Hasil Media Sediaan Bahan Cat Bentuk


Tanam Bakteri

Nutrient agar Swab kulit Methylen Bacillus


blue

Nutrient Karbol
Swab Kulit Bacillus
Agar Fuchsin

BHI Saliva Methylen Coccus


blue
4. PEMBAHASAN
Secara alami, mikroba di alam ditemukan dalam populasi campuran. Untuk
memperoleh biakan murni dapat dilakukan isolasi. Proses isolasi mikroba adalah
memisahkan mikroba satu dengan mikroba lain yang berasal dari campuran berbagai
mikroba untuk dapat mempelajari sifat biakan, morfologi dan sifat mikroba lainnya
(Suryani, 2010). Proses tersebut dilakukan dengan cara menumbuhkannya sebagai
biakan dalam medium buatan. Setelah didapatkan sifat-sifat mikrobanya akan dilakukan
penentuan suatu nama atau jenis spesies yang sudah diidentifikasi dengan berbagai
macam uji dan pengamatan (Puspitasari, 2012).
Pada pengujian mikrobiologi, bakteri dibiakkan dalam bahan berisi nutrisi yang
disebut media.Media harus menunjang pertumbuhan bakteri yang memiliki persyaratan
diantaranya yaitu mengandung semua zat makanan yang diperlukan oleh bakteri tersebut
agar dapat tumbuh dengan optimal. Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
mikroba terutama adalahkomponen dari medium biakan seperti: pH, aktivitas air, dan
tekanan osmose, serta beberapa faktor yang berasal dari luar seperti suhu, oksigen dan
tekanan. Kesemua ini akan mempengaruhi laju pertumbuhan mikroba dalam media.
Media dapat berupa cairan seperti kaldu dan dapat pula berupa padatan seperti agar dan
gelatin (Gusmailina, 2010).
Pada media padat, pertumbuhan bakteri berupa pertumbuhan yang melekat pada
permukaan medium (attached growth). Cara penanamannya yaitu dengan menggoreskan
suspense campuran sel pada permukaan media padat dalam cawan petri kemudian
menginkubasinya. Dengan cara ini setiap sel akan tumbuh membentuk koloni sehingga
mudah untuk memisahkannya.

Sedangkan pada medium cair tipe pertumbuhannya akan menyerupai suspense


larut (suspended growth). Bakteri dalam keadaan tersuspensi akan tumbuh merata di
semua bagian medium, baik yang di permukaan, di kolom air, bahkan di dasar. Bakteri
akan mendapatkan oksigen untuk respirasi apabila berada di daerah permukaan yang
terpapar langsung dengan udara. Sedangkan bakteri yang tumbuh di daerah kolom air
dan di dasar akan mendapatkan oksigen berupa oksigen terlarut dalam air (Puspitasari,
2012).

Semua proses pemindahan bakteri harus dilakukan dengan proses aseptik.


Aseptik berarti bebas dari sepsis, yaitu kondisi terkontaminasi karena mikroorganisme
lain. Teknik aseptic ini sangat penting bila bekerja dengan bakteri (Puspitasari, 2012).
Tujuan isolasi bakteri adalah untuk mengetahui karakteristik isolat (bakteri yang
diisolasi) sesuai atau tidak dengan dugaan mengenai spesies bakteri isolate tersebut.
Spesies bakteri didefinisikan secara deskriptif (fenotip). Setiap macam bakteri dianggap
sebagai suatus pesies yang dibentuk dari kumpulan strain yang memberikan beberapa
gambaran sangat berbeda dari strain lain. Suatu strain merupakan subkultur dari isolat
koloni tunggal dalam kultur murni (Puspitasari, 2012).

Terdapat 4 cara isolasi bakteri. Cara pertama ialah poured plate atau shake
culture. Cara ini dilakukan dengan mencampur beberapa mililiter (ml) suspensi bakteri
dengan medium yang masih cair (belum membeku) dengan demikian akan diperoleh
piaraan adukan. Setelah inkubasi pada suhu dan waktu tertentu, koloni akan tumbuh
pada permukaan dan bagian bawah agar. Cara kedua adalah dengan streak plate atau
culture. Ujung kawat imokulasi yang membawa bakteri digesekkan atau digoreskan
dengan bentuk zig-zag pada permukaan agar-agar dalam cawan petri sampai meliputi
seluruh permukaan. Untuk memperoleh hasil yang baik diperlukan keterampilan, yang
biasanya diperoleh dari pengalaman. Metode cawan gores yang dilakukan dengan baik
kebanyakan akan menyebabkan terisolasinya mikroorganisme yang diinginkan. Dua
macam kesalahan yang umum sekali dilakukan ketika melakukan isolasi bakteri dengan
cara ini adalah tidak memanfaatkan permukaan medium dengan sebaik-baiknya untuk
digores sehingga pengenceran mikroorganisme menjadi kurang lanjut dan cenderung
untuk menggunakan inokulum terlalu banyak sehingga menyulitkan pemisahan sel-sel
yang digores. Cara selanjutnya adalah slant culture. Cara ini dilakukan dengan
mengesekkan ujung kawat yang membawakan bakteri pada permukaan agar-agar miring
dalam tabung reaksi. Dapat dilakukan dengan cara menggoreskan secara zig-zag pada
permukaan agar miring menggunakan ose yang bagian atasnya dilengkungkan. Cara ini
jugadilakukan pada agar tegak untuk meminimalisir pertumbuhan mikroba dalam
keadaan kekurangan oksigen. (Rusdimin, 2003). Cara yang keempat yang dapat
dilakukan adalah stab culture. Dalam cara ini, ujung kawat yang membawakan bakteri
ditusukkan pada media padat (agar-agar) dalam tabung reaksi, berbeda dengan slant
culture permukaan agar-agar ini tidak miring. Media agar setengah padat dalam tabung
reaksi, digunakan untuk menguji gerak bakteri secara makroskopis(Trianda, 2011).

Dari hasil praktikum kami, kami mendapati bahwa pada ketiga-tiga hasil penanaman
pada media cair terdapat pertumbuhan Streptobacillus yang berwarna merah. Hal ini
menunjukkan bahwa bakteri ini termasuk gram negative karena berwarna merah.
Streptobacillus banyak ditemui pada lapisan kulit. Bakteri ini berbentuk batang seperti
kapsul. Streptobacillus adalah bakteri basil yang bergandengan membentuk rantai.
Bakteri ini umumnya tumbuh pada medium yang mengandung oksigen (bersifat
aerobik).

Pada percobaan media padat yang menggunakan saliva pula didapati bahwa
terdapatnya pertumbuhan bakteri Staphylococcus. Bakteri ini terlihat berbentuk coccus
tersusun seperti buah anggur dan bersifat gram positif. Dikatakan bakteri bersifat gram
positif karena bakteri tersebut berwarna biru ketika diamati secara mikroskopik. Hal ini
menunjukkan Staphylococcus mengikat zat warna CGV (Carbol Gentian Violet).
Staphylcoccus berbentuk bulat dan mempunyai ukuran sekitar 1 mikron. Bakteri ini tidak
membentuk spora dan tidak mempunyai flagela. Koloni bakteri ini tumbuh cepat pada
media agar pada suhu normal (37o C) dan biasanya bergaris tengah 1-2 mm setelah
inkubasi 24 jam. Hal ini menunjukkan Staphylococcus banyak ditemui pada rongga
mulut. Pada percobaan media padat yang menggunakan plak gigi juga didapati
pertumbuhan bakteri yang sama yaitu bakteri Bacillus sp. Pada media ini bakteri
berbentuk batang dan bergerombol.

KESIMPULAN

Isolasi bakteri adalah mengambil mikroorganisme yang terdapat di alam dan


menumbuhkannya dalam suatu medium buatan. Prinsip dari isolasi mikroba adalah
memisahkan satu jenis mikroba dengan mikroba lainnya yang berasal dari campuran
bermacam-macam mikroba. Hal ini dapat dilakukan dengan menumbuhkannya dalam
media. Sel-sel mikroba akan membentuk suatu koloni sel pada media tersebut.
Mengidentifikasi bakteri pada tubuh manusia dapat dilakukan dengan mengambil sampel
dari bagian tubuh manusia yang banyak mengandung bakteri misalnya kulit dan mukosa
rongga mulut.
TOPIK 3

UJI BIOKIMIA

1. ALAT DAN BAHAN


Alat:
a. Pipet tetes
b. Brander spiritus
c. Inkubator
d. Korek
e. Tabung durham
f. Tabung reaksi
g. Rak tabung reaksi
Bahan:

a. Glukosa
b. Laktosa
c. Sukrosa
d. Maltosa
e. Medium Voges-Proskauer/Methyl Red
f. Medium KIA
g. Medium MIU
h. Medium S.citrat
i. Medium Indol
j. Phenol red
k. Broom Thymol Blue
l. Hidrogenperoksida 3%
m. Air

2. CARA KERJA

a) UJI FERMENTASI
1. Media gula yang terdiri dari air pepton dan gula/karbohidrrat disiapkan.
Beberapa gula adalah glukosa, laktosa, sukrosa, maltosa dan sebagainya dan
indikator phenol red (merah) atau Broom Thymol Blue/BTB (biru)
a. Pada media gula-gula ini terdapat gelas durham dalam posisi terbalik.
2. Kultur bakteri yang akan diuji dimasukkan, inkubasi selama 2x24 jam.
3. Amati hasilnya.
a. Apabila warna medium berubah menjadi kuning, artinya bakteri
tersebut membentuk asam dari hasil fermentasi terhadap karbohidrat
tersebut.
a. Apabila warna medium tetap (merah atau biru) maka bakteri tersebut
tidak mengadakan reaksi fermentasi.
4. Media agar yang mengandung karbohidrat dan indikator. Setelah itu dilakukan
pemanasan bakteri uji pada media tersebut. Setelah diinkubasi dilihat hasilnya.

b) CARA UJI KATALASE


1. 2 tetes hidrogen peroksida 3% diletakkan pada tabung reaksi yang bersih.
Bakteri dioleskan pada ujung tabung reaksi dengan menggunakan ose.
2. Adanya gelembung oksigen menunjukkan bakteri yang bersangkutan
mengandung enzim katalase yang mengubah hydrogen peroksida menjadi air
dan oksigen.
c) CARA UJI KOAGULASE
1. Setetes air diletakkan pada tabung reaksi yang bersih.
2. Ose biakan bakteri diambil dan diratakan diatas air tersebut.
3. 2 ose penuh plasma kelinci diambil ke atas suspense bakteri, lalu campurkan.
4. Bila dalam waktu 5-15 detik terlihat gumpalan fibrin, berarti bakteri yang
bersangkutan mempunyai enzim koagulase. Dikatakan bahwa koagulase
positif.

3. HASIL PRAKTIKUM
Tabel 3.1 Hasil uji biokimia

Keterangan
No. Jenis Uji Hasil (Berlaku Fermentasi : +
Tidak Berlaku
Fermentasi : - )
1 Indol
Tabung 1 : -
Tabung 2 : -
Tabung 3 : +
2 Voges-
Proskauer/Methyl Tabung 1 : +
Red Tabung 2 : -
Tabung 3 : -
3 S. Citrat
Tabung 1 : -
Tabung 2 : -
Tabung 3 : -
4 Fermentasi
Tabung 1 : +
Tabung 2 : +
Tabung 3 : -
Tabung 4 : +
Tabung 5 : -
Tabung 6 : -
Tabung 7 : -
Tabung 8 : -
Tabung 9 : -
Tabung 10 : -
Tabung 11 : -
Tabung 12 : -
5 Uji MIU
Tabung 1 : +
Tabung 2 : +
Tabung 3 : +
6 Uji KIA
Tabung 1 : +
Tabung 2 : +
Tabung 3 : +

4. PEMBAHASAN
Indol
Perbenihan indol digunakan dalam melihat kemampaun bakeri untuk
mendegradasi asam amino triptofan secara enzimatik. Apabila dalam hasil uji indol
tidak terbentuk lapisan atau cincin berwarna merah muda pada permukaan biakan,
hasil yang diperoleh adalah negatif karena bakteri tidak membentuk indol dari
triptofan sebagai sumber karbon, yang diketahui dengan menambahkan larutan
kovaks. Asam amino tripofan dapat digunakan oleh mikroorganisme akibat
penguraian protein dengan mudah, karena tripofan merupakan komponen asam amino
yang lazim terdapat pada protein.
Bakteri pada tabung 1 dan 2 tidak mampu membentuk indol dari triptofan,
karena tidak terbentuk lapisan atau cincin berwarna merah pada permukaan
biakannya. Sedangkan pada tabung ketiga hasilnya positif, yang berarti bakteri
tersebut mampu membentuk indol dari triptofan sebagai sumber karbon.

Voges-Proskauer
Uji Voges-Proskauer bertujuan untuk menentukan kemampuan organisme
dalam melakukan fermentasi 2,3-butanadiol sebagai produk utama. Pada tabung
pertama, didapatkan perubahan warna menjadi merah muda pada medium setelah
ditambahkan dan KOH, yang berarti hasil akhir fermentasi bakteri
adalah asetil metil karbinol (asetoin) (Colome, 2001). Sedangkan pada tabung ke 2
dan 3 tidak didapatkan perubahan warna maupun adanya gelembung.

Simmon’s Citrate
Uji Simmon‟s Citrate digunakan untuk melihat kemampuan organisme enteric
berdasarkan kemampuan melakukan fermentasi sitrat sebagai sumber karbon. Pada
ketiga tabung, tidak ada perubahan warna menjadi biru yang berarti organisme coba
tidak mampu melakukan fermentasi sitrat sebagai sumber karbon. Asam akan
dihilangkan dari medium biakan apabila mikroorganisme mampu menggunakan sitrat,
sehingga terjadi peningkatan pH dan perubahan warna medium dari hijau menjadi
biru. (Ratna, 2012)

Uji Fermentasi
Fermentasi adalah salah satu aktivitas biokimia yang merupakan proses
pengubahan senyawa makromolekul organik menjadi senyawa yang lebih sederhana
oleh aktivitas mikroba dalam kondisi anaerob.
Jenis karbohidrat yang digunakan pada uji fermentasi karbohidrat ini antara
lain adalah glukosa, sukrosa, maltosa, dan laktosa. Sukrosa, maltosa, dan laktosa akan
dihidrolisis terlebih dahulu menjadi monosakarida penyusunnya, berbeda dengan
glukosa yang dapat langsung masuk dalam jalur fermentasi tahap pertama. Laktosa
akan dihidrolisis menjadi galaktosa dan glukosa, sukrosa dihidrolisis menjadi glukosa
dan fruktosa, dan maltosa akan dihidrolisis menjadi dua molekul glukosa. (Adam,
2001)
Pada hasil praktikum ini, pada tabung glukosa, sukrosa, maltosa memiliki
hasil positif yang berarti terjadi fermentasi pada karbohidrat tersebut, ditandai dengan
adanya perubahan warna menjadi kuning karena adanya pembentukan asam. Pada
hasil praktikum, tabung Durham kosong karena tidak disertai pembentukan gas.
Sedangkan pada laktosa tidak terjadi fermentasi karena hasilnya negatif.

Uji Kliger Iron Agar (KIA)


Uji KIA merupakan media gabungan yang mengandung glukosa, laktosa,
phenol merah dan ferri sulfat. Pada bagian dasar menunjukkan fermentasi glukosa,
dan pada bagian tebing menunjukkan bagian fermentasi laktosa. Hasil percobaan ini
semuanya positif yang menandakan organisme yang melakukan fermentasi glukosa
atau laktosa menghasilkan asam, sehingga mengubah indikator fenol merah menjadi
kuning. Akan tetapi, tidak ada produksi H2S oleh mikroorganisme karena tidak
terdapat warna hitam pada hasil praktikum.

Uji Motil Indol Urea (MIU)


Uji MIU bertujuan untuk melihat adanya pergerakan bakteri yang ditunjukkan
dengan adanya penyebaran koloni di sekitar tusukan. Pada praktikum ini, didapatkan
hasil positif karena hasil menunjukkan adanya cincin merah di atas permukaan tabung
setelah penambahan pereaksi kovac, yang berarti ada pergerakan bakteri dalam hasil
praktikum.

KESIMPULAN

Berdasarkan dari hasil praktikum yang telah didapatkan bahwa dalam uji
biokimia yang digunakan untuk mengidentifikasi bakteri dapat dilihat bahwa tiap
jenis bakteri dapat mengekspresikan atau menunjukkan karakternya tersendiri jika
dilakukan berbagai macam uji.
TOPIK 4
CARA PENANAMAN DAN PERHITUNGAN JUMLAH MIKROBA

4.1 Alat & Bahan


a. Bahan
1. Media Steril
2. Kultur/ Sampel
b. Alat
1. Oese
2. Mikropipet
3. Spiritus Brunder

4.2 Cara Kerja


CARA PENANAMAN BAKTERI PADA SUATU MEDIA

1. Perhatikan jangan sampai kontaminasi


 Semua bahan dan alat yang digunakan harus dalam keadaan steril
 Pekerjaan dilakukan deka tapi. Idealnya penanaman dilakukan di dalam kotak
kaca yang steril (Laminar flow)
 media harus steril : otoklaf, filter, tyndalisasi
2. Bahan dan Alat yang disiapkan untuk proses penanaman
3. Langkah-langkah melakukan penanaman
A. dari kultur cair/padat ke media cair
B. dari kultur cair/padat ke media padat
→ ISOLASI :

a) Teknik Streaked Plate/Penggoresan agar


b) Teknik agar tuang/ Poured plate
c) Teknik agar sebar/ Spread plate
CARA MELAKUKAN PENANAMAN

CARA GORESAN / STREAK


1. Goresan Sinambung
2. Goresan T

3. Goresan Kwadran

METODE CAWAN TUANG


METODE CAWAN SEBAR

PENGHITUNGAN MIKROBA

Macam metode perhitungan koloni menurut Schelgel (1994), adalah :

1. Metode langsung (direct method) adalah metode di mana massa agar ditentukan
sesudah sel – selnya diendapkan oleh sentrifuse.
a. Menggunakan Kamar Hitung (Counting Chamber) :Perhitungan ini dapat
menggunakan hemositometer. Peteroff Hauser Bacteria Counter atau alat-alat
lain yang sejenis.
b. Menggunakan Cara Pengecatan dan Pengamatan Mikroskopik
c. Menggunakan Filter Membran
Cara ini dipakai untuk menentukan jumlah mikroba secara keseluruhan baik yang
mati maupun yang hidup.
2. Metode tidak langsung (indirect method) adalah metode yang didasari penentuan
intensif kekeruhan suspensi sel dan dapat digunakan untuk menetapkan massa.
a. Menggunakan Centrifuge
b. Berdasarkan kekeruhan (turbiditas/turbidimetri)
c. Menggunakan Perhitungan Elektronik (Elektronic Counter)
d. Berdasarkan Analisa Kimia
e. Berdasarkan Berat Kering
f. Menggunakan Cara Pengenceran
g. Menggunakan Cara Most Probable Number (MPN)
h. Menghitung Dengan Metode Cawan
i. Berdasarkan Jumlah Koloni
Cara ini dipakai untuk menentukan jumlah mikroba secara keseluruhan baik yang
hidup maupun yang mati atau hanya untuk menentukan jumlah mikroba yang hidup
saja tergantung cara yang digunakan.

PENGHITUNGAN MIKROBA METODE CAWAN


 Prinsip metode :sel mikroba yang masih hidup ditumbuhkan pada media agar padat,
maka sel mikroba akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat
langsung dengan mata tanpa mikroskop.
 Sebaiknya jumlah koloni mikroba yang tumbuh dan dapat dihitung berkisar antara 30-300
koloni. Metode cawan dengan jumlah koloni yang tinggi (>300) sulit untuk dihitung
sehingga kemungkinan kesalahan perhitungan sangat besar.
 Pengenceran sampel membantu untuk memperoleh perhitungan jumlah yang benar,
namun pengenceran yang terlalu tinggi akan menghasilkan jumlah koloni yang
rendah/menghancurkan koloni.
 Metode perhitungan cawan merupakan cara yang paling sensitive untuk menghitung
jumlah mikroba.
Keuntungan Kerugian
1. Hanya sel yang hidup 1. Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel mikroba
yang dapat dihitung. yang sebenarnya karena beberapa sel yang berdekatan
2. Beberapa jenis mikroba membentuk satu koloni.
dapat dihitung sekali 2. Media dan kondisi yang berbeda menghasilkan nilai yang
gus. berbeda pula.
3. Digunakan untuk 3. Mikroba yang tumbuh harus pada media padat dan
isolasi & identifikasi membentuk koloni yang kompak ,jelas serta tidak menyebar.
mikroba 4. Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi beberapa hari
sehingga pertumbuhan koloni baru dapat dihitung.

PENGHITUNGAN MIKROBA
1. SATUAN : cfu (colony forming unit) / volume
2. Syarat penghitungan :
a. Jumlah koloni tiap cawan : 30 -300 koloni, jika memang tidak ada yang
memenuhi syarat dipilih jumlah yang mendekati 300
b. Tidak ada koloni yang menutup lebih besar dari setengah luas cawan petri,
disebut spreader.
c. Perbandingan jumlah bakteri dari hasil pengenceran yang berturut-turutan tara
pengenceran yang lebih besar dengan pengenceran sebelumnya, jika sama atau
lebih kecil dari 2 hasilnya dirata-rata, tetapi jika lebih besar dari 2 yang
dipakai jumlah mikroba dari hasil pengenceran sebelumnya
d. Jika dengan pengulangan pemeriksaan (duplo) setelah memenuhi syarat
hasilnya dirata-rata.
PENGHITUNGAN MIKROBA METODE CAWAN

1. Metode Tuang (Pour Plate)


1 ml larutan uji dimasukkan cawan petri , ke media cair steril dengan suhu ± 50oC
sebanyak 15 ml. Cawan petri digerakkan di atas meja dengan gerakan melingkar seperti
angka 8, gunanya untuk menyebarkan sel mikroba secara merata. Setelah agar memadat,
cawan diinkubasikan dalam incubator dengan posisi terbalik pada suhu 35oC-37oC selama
24 jam. Koloni yang terbentuk dihitung dengan Quebec Colony Counter. Larutan
pengencer yang biasa digunakan adalah NaCl 0,9%; larutan buffer fosfat, atau larutan
ringger.

2. MetodePermukaan (Surface Plate)


Media cair steril dituang kedalam cawan petri, setelah membeku dituang 0,1 ml sediaan
yang telah diencerkan, lalu diratakan dengan alat pengusap di atas permukaan media,
kemudian diinkubasi dalam inkubator. Cara ini dilakukan minimal duplo (2 kali).

PENGHITUNGAN MIKROBA BERDASARKAN JUMLAH KOLONI


 Cara ini paling umum digunakan untuk perhitungan jumlah mikroba. Dasarnya adalah
membuat suatu seri pengenceran bahan dengan kelipatan 10 dari masing-masing
pengenceran diambil 1 cc dan dibuat taburan dalam Petridis (pour plate) dengan
medium agar yang macam dan caranya tergantung pada macamnya mikroba. Setelah
diinkubasikan dihitung jumlah koloni tiap Petridis dari masing-masing pengenceran.
Dari jumlah kolonitiap Petridis dapat ditentukan jumlah bakteri tiap cc atau gram
bahan, yaitu dengan mengalikan jumlah koloninya dengan pengenceran yang dipakai.
 Jumlah koloni bakteri yang didapat x pengenceran
 Misalnya jika pengenceran yang dipakai 103dan koloni yang didapat 45 koloni
bakteri, maka bakteri tiap cc (ml) adalah
45 Koloni bakteri x 103 = 45.000 bakteri.
 Untuk membantu menghitung jumlah koloni dalam Petridis dapat digunakan “colony
counter” yang biasanya dilengkapi dengan register elektronik.
RUMUS PENGHITUNGAN JUMLAH KOLONI BAKTERI

JUMLAH BAKTERI SESUNGGUHNYA =

JUMLAH KOLONI BAKTERI

FAKTOR PENGENCERAN

FAKTOR PENGENCERAN =

JUMLAH /VOLUME YANG DITANAM

PENGENCERAN
4.3 Hasil Praktikum

Jumlah bakteri = 144 x = 1.44 x

Jumlah bakteri = 53 x = 530.000

Jumlah bakteri = 15 x

4.4 Pembahasan

Pengenceran bakteri
Sebelum perhitungan jumlah microorganism mulai, pengenceran harus dilakukan.
Dalam praktikum ini, pengenceran dilakukan dengan menggunakan tabung reaksi.
Pengenceran sel dapat membantu untuk memperoleh perhitungan jumlah mikroorganisme
yang benar. Namun pengenceran yang terlalu tinggi akan menghasilkan lempengan agar
dengan jumlah koloni yang umumnya relative rendah (Hadioetomo,1996). Pada metode
perhitungan cawan dilakukan pengenceran yang bertingkat untuk membentuk konsentrasi
dari suatu suspense bakteri. Sampel yang telah diencerkan ini dipindah kedalam mediumnya
agar. Kemudian setelah diinkubasi selama 24- 48 jam, amati koloni yang tumbuh dan koloni
yang diamati hanyalah koloni yang berjumlah 30- 300 koloni (Gobel, 2008).

Tingkat pengenceran yang diperlukan didasarkan pada pendugaan populasi bakteri


yang ada dalam contoh. Hasil yang baik adalah jika pada pengenceran yang lebih rendah
contoh yang diduga lebih banyak menunjukkan hasil uji positif (adanyapertumbuhanbakteri)
dan pada pengenceran lebih tinggi contoh yang diduga lebih sedikit menunjukkan hasil uji
negatif (tidak ada pertumbuhan bakteri). Oleh karena itu jumlah populasi bakteri yang ada
dalam contoh diduga tinggi maka contoh harus diencerkan sampai diperoleh tingkat
pengenceran yang lebih tinggi sehingga nilai maksimum dapat dihitung. Metoda
pengenceran yang paling mudah dengan melakukan pengenceran 10 kali lipat dengan
menggunakan 3 atau 5 tabung pengenceran sekali gus (Fridaz et al, 1992).

Untuk metode perhitungan cawan, menurut Waluyo (2005), tahapan pengenceran


dimulai dari membuat larutan sampel sebanyak 10 ml (campuran 1 ml/1gr sampel dengan 9
ml larutan fisiologis). Dari larutan tersebut diambil sebanyak 1 ml dan masukkan kedalam 9
ml larutan fisiologis sehingga didapatkan pengenceran 10-2. Dari pengenceran 10-2 diambil
lagi 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan fisiologis sehingga
didapatkan pengenceran 10-3, begitu seterusnya sampai mencapai pengenceran yang kita
harapkan.

Perhitungan Mikroba

Beberapa cara penghitungan jumlah mikrobia yaitu cara penghitungan pada lempeng
pembiakan, cara menghitung langsung (metode CAWAN), metode ukur kekeruhan, metode
turbi dimetridanne felometri serta dengan jumlah perkiraan terdekat (JPT). Cara
penghitungan pada lempeng pembiaakan disebut juga metode penghitungan bakteri hidup
atau metode penghitungan koloni. Penghitungan koloni dilakukan penyimpanan pada suhu
yang sesuai. Oleh karena itu, suatu bakteri dapat tumbuh menjadi satu koloni yang terhitung
mewakili jumlah bakteri hidup yang terdapat dalam tiap volum pengenceran yang
digunakan. Dalam hal ini pun, bahan pemeriksaan jika perlu harus diencerkan untuk
menghindari jumlah koloni terlalu banyak sehingga tidak dapat dihitung. Hasilhitungan yang
dapat diandalkan adalah antara 30-300 koloni pada tiap lempeng pembiakan (Agus et al,
2011).

Perhitungan jumlah suatu bakteri dapat melalui berbagai macam uji seperti uji
kualitatif koliform yang secara lengkap terdiri dari tiga tahap yaitu uji penduga (uji
kuantitatif, bias dengan metode MPN), uji penguat dan uji pelengkap. Waktu, mutusampel,
biaya, tujuan analisis merupakan beberapa factor penentu dalam uji kualitatif koliform.
Bakteri koliform dapat dihitung dengan menggunakan metode cawan petri (metode
perhitungan secara tidak langsung yang didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang
dapat hidupakan berkembang menjadi satu koloni yang merupakan suatu indeks bagi jumlah
organisme yang dapat hidup yang terdapat pada sampel) seperti yang dilakukan pada
percobaan ini (Penn,1991).

Metode Standar atau viable plate count adalah perhitungan cara tidak langsung hanya untuk
mengetahui jumlah mikroorganisme pada suatu bahan yang masih hidup saja (viabel count).
Dalam pelaksanaannya, ada beberapa cara yaitu :

1. Berdasarkan kekeruhannya
Mikroba dalam suatu bahan cair dapat dideteksi berdasarkan kekeruhannya.
Pertumbuhan sel bakteri didalam suatu medium cairakan meningkatkan kekeruhan
media, yang akan mempengaruhi jumlah sinar yang dapat ditransmisikan menembus
medium (Rukmi et al, 2008).
2. Berdasarkan jumlah lempeng total (plate count)
Berdasarkan lempeng total, caraini adalah cara yang paling umum digunakan untuk
menentukan jumlah mikroba yang masih hidup, berdasarkan jumlah koloni yang
tumbuh. Teknik ini diawali dengan pengenceran sampel secara seri, dengan kelipatan
1: 10. Masing-masing suspense pengenceran ditanam dengan metode tuang (pour
plate) atau sebar (spread plate). Bakteri akan bereproduksi pada medium agar dan
membentuk koloni setelah 18-24 jam inkubasi. Untuk menghitung jumlah koloni
dalam cawan petri dapat digunakan alat „colony counter‟ yang biasanya dilengkapi
dengan pencatat elektronik. (Rukmi et al , 2008).
Dengan metode cawan petri (total plate count) metode dengan penaksiran jumlah
kepadatan bakteri secara tidak langsung dan penghitungan bakterinya hanya yang hidup saja.
Dalam metode ini dilakukan pengenceran yang berseri 101-1010 agar populasi dapat terbaca,
pengenceran yang menghasilkan 30-300 bakteri saja yang dapat dibaca dan dikatakan
berhasil karena bila kuarang dari 30 untuk alasan statistic tidak dapat diterima bila lebih dari
300 kemungkinan ada koloni yang terlalu padat, terlalu dekat satu dengan yang lainya.
Kelebihan metode ini perhitungan lebih meyakinkan karena yang dihitung bakteri yang hidup
saja, dapat menghitung jasa drenik lain sekaligus serta mengidentifikasi dan mengisolasi
jasadrenik mengetahui pertumbuhan jasadrenik tersebut namun kekurangannya butuh waktu
yang lama, media serta kondisi inkubasi yang berbeda menghasilkan data yang berbeda,
membutuhkan media yang padat kering agar metode berhasil, dan terkadang hasil
perhitungan tidak menunjukan hasil sebenarnya karena sel mungkin membuat koloni lain.

Dalam mikrobiologi , Colony Forming Unit (CFU) adalah perkiraan yang


layak bakteri atau jamur angka. Tidak seperti langsung mikroskopis jumlah mana semua sel,
mati dan hidup, dihitung, CFU memperkirakan sel layak. Untuk membantu menghitung
jumlah koloni dalam petri, colony counter dapat digunakan. Rumus untuk menghitung jumlah
koloni bacteri adalah seperti berikut:

Jumlah bakteri= jumlah koloni bakteri X fakto rpengenceran

Faktor pengenceran = Jumlah/Volume yang ditanam X pengenceran

Dalam praktikum ini, tabung reaksi yang digunakan untuk pengenceran adalah lima.
Hasil perhitungan bakteri dari tabung reaksi ketiga (1/1000) adalah 1.44 x 105. Dari tabung
reaksi keempat ditunjukkan hasil 530.000 sedangkan jumlah bakteri dari tabung reaksi
kelima adalah 15 x 105. Dapat disimpulkan bahwa tingkat pengenceran yang tinggi akan
menghasilkan koloni bakteri yang sedikit. Jika koloni bakteri lebih rendah dari 3 atau lebih
banyak dari 300, perhitungan bakteri tidak dapat dilakukan.

4.5 Kesimpulan

Penghitungan bakteri dengan metoda hitungan cawan dilakukan karena mempunyai


kelebihan yakni mudah dan efektif dalam proses penghitungan mikroba dan juga bakteri yang
dihitung adalah bakteri yang hidup. Selain itu, beberapa jenis mikroba dapat dihitung sekali
gus. Sedangkan kekurangannya yakni bahan yang digunakan relative lebih banyak dan hasil
perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel mikroba yang sebenarnya. Hasil pengenceran
bakteri dapat dikatakan berhasil karena semakin besar pengencerannya maka jumlah koloni
bakteri yang tumbuh akan semakin kecil sehingga lebih mudah dihitung.
TOPIK 5

UJI KEPEKAAN ANTIMIKROBA

5.1 Alat & Bahan

a. Alat

1. Cawan petri berisi media (agar)

2. Tabung reaksi

3. Osse

4. Pipet tetes

5. Inkubator

b. Bahan

1.Media (Agar)

5.2 Cara Kerja

Prinsip :

Prinsip teknik difusi adalah melihat kekuatan obat atau bahan anti mikroba
terhadap suatu bakteri dengan mengukur radian zona bening.

Cara :

a. Media agar yang biasa dipakai adalah Mueller Hinton.

b. Media tersebut ditanami dengan 1 macam bakteri yg akan diuji.

c. Disk yang berisi antimikroba diletakkan pada cawan agar yang telah ditanami
dengan bakteri (pada satu cawan bisa digunakan ± 3 macam antimikroba, jangan
lebih dari 3 macam karena akan mempengaruhi bentuk zona pertumbuhan).

d. Kemudian diinkubasikan dalam almari inkubator selama 18-24 jam.

Intpretasi Hasil :
Pada cawan akan terlihat zona bening di sekitar obat dengan diameter yang
berbeda.

a. Φ zona diukur dan dicocokkan dengan standart NCCLS.

b. Tentukan batas sensitif dan resisten obat tersebut.

Metode Menghitung Jumlah Koloni

a. Plate Counts

- Cawan petri yang berisi agar padat, ditanami dengan satu inokulum
bakteri (±5μl) dengan cara spreader (bila kultur terlalu padat dilakukan
pengenceran dahulu).

- Pengenceran dilakukan seperti biasa 1/10; 1/100 atau 1/1000 tergantung


kepadatan.

- Persyaratan jumlah koloni dalam satu cawan yang dapat dihitung adalah 30-
300 CFU.

b. Dengan menghitung secara elektronis menggunakan alat penghitung.

- Menghitung jumlah bakteri pada petak-petak dalam gelas obyek khusus

→ jml bakteri dalam petak kecil x konsentrasi.

- Menghitung massa bakteri → satuan Optical Density (kekeruhan)


misalnya : Spektrofotometre
5.3 Hasil Praktikum

1 . Ke l o m p o k C 2 1

Pada kelompok C 21, haisl praktikumnya dapat diamati bahwa diameter zona
hambat pada disk berlabel C lebih lebar jika dibandingkan dengan yang lainnya,
sedangkan pada disk yang berlabel B diamaeter zona hambatnya terlihat lebih kecil
jika dibandingkan dengan yang lainnya. Jika diurutkan zona hambat berturut-turut
yaitu C > D > A > B.
2. Kelompok C 22

Pada kelompok C22, hasil praktikumnya tidak terlihat jelas perbedaan diameter zona
hambat dari masing-masing disk, sehingga sulit dibedakan antara bakteri yang sensitive
dengan bakteri yang resisten terhadap antimikroba.
3 . Ke l o m p o k C . 2 3

Pada kelompok C.23, hasil praktikumnya sama sekali tidak


terlihat diameter zona hambatnya pada masing-masing disk
5.4 Pembahasan

Uji sensitivitas bakteri merupakan suatu metode untuk menentukan tingkat


kerentanan bakteri terhadap zat antibakteri dan untuk mengetahui senyawa murni yang
memiliki aktivitas antibakteri. Metode uji sensitivitas bakteri adalah metode cara bagaimana
mengetahui dan mendapatkan produk alam yang berpotensi sebagai bahan anti bakteri serta
mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan bakteri pada
konsentrasi yang rendah. Uji sensitivitas bakteri merupakan suatu metode untuk
menentukan tingkat kerentanan bakteri terhadap zat antibakteri dan untuk mengetahui
senyawa murni yang memiliki aktivitas antibakteri. Seorang ilmuan dari perancis
menyatakan bahwa metode difusi agar dari prosedur Kirby-Bauer, sering digunakan untuk
mengetahui sensitivitas bakteri. Prinsip dari metode ini adalah penghambatan terhadap
pertumbuhan mikroorganisme, yaitu zona hambatan akan terlihat sebagai daerah jernih di
sekitar cakram kertas yang mengandung zat antibakteri. Diameter zona hambatan
pertumbuhan bakteri menunjukkan sensitivitas bakteri terhadap zat antibakteri. Selanjutnya
dikatakan bahwa semakin lebar diameter zona hambatan yang terbentuk bakteri tersebut
semakin sensitif (Waluyo, 2008).

Sensitivitas adalah suatu keadaan dimana mikroba sangat peka terhadap antibiotik
atau sensitivitas adalah kepekaan suatu antibiotik yang masih baik untuk memberikan daya
hambat terhadap mikroba. Uji sensitivitas terhadap suatu antimikroba untuk dapat
menunjukkan pada kondisi yang sesuai dengan efek daya hambatnya terhadap mikroba.
Suatu penurunan aktivitas antimikroba akan dapat menunjukkan perubahan kecil yang tidak
dapat ditunjukkan oleh metode kimia, sehingga pengujian secara mikrobiologis dan biologi
dilakukan. Biasanya metode merupakan standar untuk mengatasi keraguan tentang
kemungkinan hilangnya aktivitas antimikroba (Djide, 2008).

Intermediet adalah suatu keadaan dimana terjadi pergeseran dari keadaan sensitif ke
keadaan yang resisten tetapi tidak resisten sepenuhnya. Sedangkan resisten adalah suatu
keadaan dimana mikroba sudah peka atau sudah kebal terhadap antibiotik (Djide, 2008).

Resisten adalah ketahan suatu mikroorganisme terhadap suatu anti mikroba atau
antibiotik tertentu. Resisten dapat berupa resisten alamiah, resisten karena adaya mutasi
spontan (resisten kromonal) dan resisten karena terjadinya pemindahan gen yang resisten
(resistensi ekstrakrosomal) atau dapat dikatakan bahwa suatu mikroorganisme dapat resisten
terhadap obat-obat antimikroba, karena mekanisme genetik atau non-genetik (Djide, 2008).
Penyebab terjadiya resisten terhadap mikroorganisme adalah penggunaan antibiotik
yang tidak tepat, misalnya penggunaan dengan dosis yang tidak memadai, pemakaian
yang tidak teratur, demikian juga waktu pengobatan yang tidak cukup lama, sehingga untuk
mencegah atau memperlambat terjadinya resisten tersebut, maka cara pemakaian antibiotik
perlu diperhatikan (Djide, 2008).

Zona hambat merupakan tempat dimana bakteri terhambat pertumbuhannya akibat


antibakteri atau antimikroba. Zona hambat adalah daerah untuk menghambat pertumbuhan
mikroorganisme pada media agar oleh antibiotik. Contohnya: Tetracycline, Erytromycin,
dan Streptomycin. Tetracycline merupakan antibiotik yang memiliki spektrum yang luas
sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri secara luas (Djide, 2008).

Pada praktikum ini, kelompok kami menggunakan bakteri yang sudah ditanam
terlebih dahulu pada media agar yaitu Mueller Hinton sebelum diberikan antimikroba.
Antimikroba diberikan dengan menggunakan disk yang dicelupkan terlebih dahulu pada
botol yang berisi antimikroba, setelah itu diletakkan pada cawan petri yang berisi media agar
yang sudah ditanami bakteri. Antimikroba yang digunakan diberi label A, B, C, dan D.
Cawan petri yang berisi bakteri dibagi menjadi 4 bagian untuk membandingkan masing-
masing antimikroba yang diberikan pada bakteri tersebut. Setiap bakteri mempunyai sifat
sensitivitas yang berbeda-beda terhadap antimikroba, ada bakteri yang terlalu sensitif dan
ada juga bakteri yang resisten terhadap antimikroba.

Pada praktikum ini terdapat hasil yang berbeda-beda pada tiap kelompok. Pertama,
pada kelompok C.21 dapat dilihat bahwa diameter zona hambat dari masing-masing disk
berbeda-beda. Bakteri yang diberikan antimikroba dari botol C mempunyai diameter zona
hambat yang paling lebar jika dibandingkan dengan bakteri yang diberikan antimikroba
dari botol yang lain. Bakteri pada media agar tersebut memiliki sensitivitas yang tinggi
terhadap antimikroba dari botol C, sehingga diameter zona hambat disekitar disk terlihat
lebar. Bakteri yang diberikan antimikroba dari botol B tidak terlihat jelas zona hambatnya
yang ada disekitar disk seperti yang lainnya. Bakteri yang diberikan antimikroba dari botol B
memiliki sifat yang berbeda dengan antimikroba dari botol C, yaitu bakterinya sedikit
resisten terhadap antimikroba dari botol B, sehingga diameter zona hambat disekitar disk
terlihat kecil dan tidak terlihat jelas.

Semakin lebar diameter zona hambatan yang terbentuk dari antimikroba, maka
bakteri tersebut semakin sensitif. Kedua, pada kelompok C.22 tidak terlihat jelas perbedaan
diameter zona hambat dari masing-masing disk, sehingga sulit dibedakan antara bakteri yang
sensitif dengan bakteri yang resisten terhadap antimikroba. Hasil pada kelompok C.22
terlihat seolah-olah diameter zona hambat dari masing-masing disk sama lebarnya, sehingga
tidak dapat ditarik kesimpulan bakteri yang paling sensitif terhadap antimikroba ataupun
bakteri yang paling resisten terhadap antimikroba.

Ketiga, pada kelompok C.23 sama sekali tidak terlihat diameter zona hambatnya. Hal
tersebut bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Pada saat praktikum, mahasiswa yang
melakukan pengujian tersebut melakukan kesalahan sehingga membuat antibakteri tidak
berjalan sesuai fungsinya, hal ini dinamakan human eror. Selain itu, kesalahan hasil
praktikum pada kelompok tersebut bisa disebabkan karena masa inkubasi yang kurang
sehingga ketika diamati hasilnya tidak terlihat diameter zona hambatnya. Masa inkubasi
yang kurang bisa menyebabkan antibakteri belum bekerja maksimal pada bakteri dan
membuat hasil praktikum

5.5 Kesimpulan

Dari praktikum diatas dapat disimpulkan bahwa setiap bakteri mempunyai sifat
sensivitas yang berbeda-beda terhadap antimikroba. Hal tersebut dapat dilihat dari diameter
zona hambat yang dihasilkan, semakin lebar diameter zona hambatan yang terbentuk dari
antimikroba, maka bakteri tersebut semakin sensitive.
TOPIK 6
PEWARNAAN SPORA, BEAKER, DAN KRANZ

6.1Pengecatan Klein
6.1.1 Alat & Bahan
a. Bahan cat1
1. Carbol fuchsine
2. peluntur : H 2 SO 4 1%
b. Bahan cat2
1. Air methylen biru
2. air
6.1.2 Cara Kerja
1. Buat dahulu suspense bakteri sebagai berikut :
Ambil 1 cc air garam physiologis (pZ), kemudian larutkan kultur bakteri
yang akan diperiksa, lalu ambil suspense bakteri ini sebanyak 1 cc
campur dengan 1 cc bahan cat carbol fuchsine , kemudian panaskan
selama 6 menit. Tujuan dari perlakuan ini untuk membentuk sporadan
agar bahan cat bias menembus spora.
2. Ambil beberapa tetes dari larutan ini dan letakkan pada gelas obyek
yang sudah bersih, kemudi an keringkan dan fixer dengan api.
3. Lunturkan dengan larutan H 2 SO 4 1% selama 2-3 detik, lalu bilas
dengan air.
4. Cat dengan air methylen biru selama 4 menit, lalu keringkan. Spora
akan berwarna merah dan bentuk vegetatif terlihat biru.
Gambar 4.15 Gambar 4.17
Perangkat Pengecatan Spora Preparat dengan Pengecatan
Klein. Spora berwarna merah,vegetatif biru

6.1.3 Hasil Praktikum


Gambar kelompok C21

Gambar kelompok C22

Gambar kelompok C23


6.2 Pengecatan Schaeffer Fulton
6.2.1 Alat & Bahan

a. Bahan cat 1

1. Malachite green 5 %

b. Bahan cat 2

1. Safranin(dalam air 0,5 %)

6.2.2 Cara Kerja


1. Gelas obyek bersih dipulas bakteri yang akan diperiksa.
2. Sediaan dituangi bahan cat 1 (malachite green), selama 30 –60 detik,
dipanaskan sampai 1 kali menguap dan didiamkan selama 5 menit.
3. Disiram dengan air selama ± 30 detik.
4. Sediaan dituangi bahan cat 2 ( Safranin), didiamkan selama 1 menit,
disiram air dan dikeringkan.
5. Spora akan berwarna hijau dan vegetatifnya berwarna merah

Gambar 4.18 : Preparat dengan Pengecatan Schaeffer Fulton


Spora tampak berwarna hijau.
6.2.3 Hasil Praktikum

Gambar praktikum C21

Gambar Praktikum C22

6. 3 Pengecatan Becker & Krantz


6.3.1 Alat & Bahan
a. Bahan diambil langsung dari material alba, atau plak gigi.

6.3.2 Cara Kerja


1. Bahan yang diambil digoreskan di atas gelas obyek, tuangkan di
atasnya bahan fiksasi dari Ruge-Ross 2 x ½ menit.
2. Sediaan dicuci dengan air, kemudian tuangi tannine beite selama 1
menit sambil dipanas i, lalu cuci kembali dengan air. Pemanasan
dimaksudkan untuk memudahkan spirochaeta menyerap bahan cat.
3. Cat dengan Carbol Gentian Violet selama 2 menit, panasi sampai
menguap 1 kali. Cuci dengan air dan keringkan, Spirochaeta akan
tercat ungu tua.

Gambar 4.19 Gambar 4.19


Perangkat Pengecatan Pengecatan Preparat dengan Pengecatan
Becker & Kranz

6.4 Pembahasan

Endospora adalah struktur spesifik yang ditemukan pada beberapa jenis bakteri.
Karena kandungan air endospora sangat rendah bila dibandingkan dengan sel vegetatifnya,
maka endospora berbentuk sangat padat dan sangat refraktil bila dilihat di bawah mikroskop.
Endospora sangat sukar diwarnai dengan pewarna biasa, sehingga harus digunakan pewarna
spesifik dan yang biasa digunakan adalah malachite green. Dua jenis bakteri yang dapat
membentuk spora misalnya Clostridium dan Bacillus. Clostridium adalah bakteri yang
bersifat anaerobic, sedangkan Bacillus pada umumnya bersifat aerobic. Struktur endospora
mungkin bervariasi untuk setiap jenis spesies, tapi umumnya hamper sama. Endospora
bakteri merupakan struktur yang tahan terhadap keadaan lingkungan yang ekstrim misalnya
kering, pemanasan, dan keadaan asam.Bakteri pembentuk spora lebih tahan terhadap
desinfektan, sinar, kekeringan, panas, dan kedinginan. Kebanyakan bakteri pembentuk spora
tinggal di tanah, namun spora bakteri dapat tersebar di mana saja
Pada percobaan dengan menggunakan metode klein, telah dipelajari untuk mengamati
endospora bakteri dengan menggunakan prosedur pewarnaan spora atau pewarnaan Klein.
Kemudian, memahami setiap langkah dan reaksi-reaksi kimia yang terjadi dałam prosedur
tersebut. Sebagai praktek telah diaplikasikan beberapa prinsip dalam percobaan ini. Antara
yang digunakan adalah teknik aseptis dimana ia merupakan suatu teknik yang harus dipraktek
selama melakukan pengamatan bakteri. Hal ini demikian karena teknik aseptis merupakan
satu teknik yang dilakukan untuk menjamin preparasi atau pembiakan tersebut bebas dari
partikel dan kontaminasi luar pada waktu perlakuan. Prinsip seterusnya adalah pewarnaan
spora yang bermaksud spora bakteri tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan biasa,
diperlukan teknik pewarnaan khusus. Pewarnaan Klein adalah pewarnaan spora yang paling
banyak digunakan. Prinsip terakhir yang diaplikasikan dalam percobaan ini adalah ikatan ion.
Ketika bakteri diberikan pewarnaan, bakteri tersebut mengalamai ikatan ion antara komponen
selular dari bakteri dengan senyawa aktif dari pewarna yang disebut kromogen. Maka terjadi
ikatan ion karena adanya muatan listrik baik pada komponen seuler maupun pada pewarna.
Pada percobaan kali ini telah dilakukan pewarnaan spora menggunakan suspensi bakteri
Bacillus subtilis dan zat pewarna atau kromogen yaitu karbol fuksin dan metilen biru. Dibuat
suspensi bakteri yang terdiri dari biakan bakteri dan NaCl fisiologis ditabung reaksi.
Ditambahkan karbol fuksin sebanyak 1:1 ke dalam suspensi tersebut. Dipanaskan campuran
tersebut dalam pemanas air bersuhu 800C selama 10 menit. Dijaga jangan sampai mendidih
atau kering. Suhu suspense bakteri harus dijaga karena kalau suhunya terlalu tinggi ini
mungkin mempengaruhi hasil pengamatan dimana bakteri mati dan tidak dapat diamati.
Spora bakteri (endospora) tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan biasa, diperlukan teknik
pewarnaan khusus. Pewarnaan Klein adalah pewarnaan spora yang paling banyak digunakan.
Endospora sulit diwarnai dengan metode Gram. Untuk pewarnaan endspores, perlu
dilakukan pemanasan yamg dapat menyebabkan lapisan luar spora mengembang sehingga
pori-pori dapat membesar dan memudahkan zat warna, karbol fuksin meresap ke dalam
dinding pelindung spora bakteri. Seterusnya dimulai dengan pembuatan pewarnaan spora
dengan menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan. Olesan bakteri yang digunakan adalah
suspensi bakteri Bacillus subtilis. Sekian itu, telah dibersihkan preparat dengan alkohol 70%
lalu dikeringkan dengan kapas dimana perlakuan ini betujuan agar tidak ada kontaminasi
yang terjadi dan bebas dari lemak yang masih menempel pada kaca obyek karena lemak
tersebut cenderung berikatan dengan zat warna yang mampu memberikan hasil visualisasi
terhadap bakteri yang kurang efektif. Selanjutnya telah dilakukan pembuatan menandakan
batas pengamatan dengan menggunakan spidol pada kaca obyek yang bertujuan agar
diketahui bagian yang akan dioleskan dengan sampel kandungan bakteri dan lebih mudah
untuk diamati pada saat apabila diobservasi dibawah mikroskop karena setelah proses
pewarnaan. Sebagai langkah pertama ose atau innoculating loop terlebih dahulu harus di
fiksasi dengan meletakkan hujung bagian kawat ose pada api sehingga kawat pada ose
bertukar menjadi merah. Perlakan ini dilakukan untuk memastikan bahwa ose tersebut tidak
mengandung atau menpunyai penempelan sebarang bakteri dan kontaminan yang berada di
sekitar atau sekian pemakaian sebelumnya. Setelah fiksasi, ose didinginkan untuk beberapa
menit sehingga ose tidak panas lagi. Pendinginan ose adalah untuk memastikan bahwa ose
yang masih panas ketika dicelup kedalam sample bakteri berpotensi membunuh bakteri yang
ada pada sample sehingga hasil pengamatan tidak dapat dikenal pasti. Berikutan itu, diambil
suspensi bakteri Bacillus subtilis dari tabung reaksi dengan menggunakan ose yang telah
dingin berdekatan api dan dioleskan pada linkungan yang ditandai pada kaca objek secara
rata berdekatan api. Perlakuan ini dilakukan berdekatan dengan api untuk mengurangkan dan
mencegah paparan kontaminasi yang mungkin terjadi pada proses pengambilan sampel dan
pengolesan sampel.
Seterusnya, kaca objek yang dioleskan suspense bakteri Bacillus subtilis telah
dilewatkan pada api untuk beberapa detik sehingga kelihatan agak mengering dan tidak bisa
dilewatkan pada api terlalu lama karena bakteri pada kaca obyek itu akan mati. Proses
pengeringan itu bertujuan agar bakteri yang dioleskan tidak tercuci apabila proses pewarnaan
dilakukan. Setelah itu, preparat tersebut digenangi olesan dengan H2SO4 1% selama 2 detik
lalu dibilas dengan airu suling. Pada saat pembuatan preparat, waktu yang ditentukan untuk
penetesan zat warna dan H2SO4 sebaiknya tidak lebih ataupun kurang dari waktu yang telah
ditentukan, karena hal tersebut dapat mempengaruhi hasil preparat saat dilihat dbawah
mikroskop. Berikutan itu, dilanjut dengan proses pewarnaan dengan menggunakan pewarna
tandingan metilen biru yang telah digenangi secara merata pada preparat pada posisi
horizontal pada bak pewarna. Seterusnya, didiamkan selama 5menit agar pewarnaan tersebut
merata ke seluruh daerah dimana bakteri dioleskan dan melewati ikatan ion antara komponen
selular dari bakteri dengan senyawa aktif dari pewarna yang disebut kromogen. Kemudian
dibilas dengan air suling secara perlahan-lahan sehingga tidak ada bakteri yang tercuci ketika
proses pembilasan. Preparat tersbut kemudian telah dikeringkan dengan kertas saring pada
daerah diluar batas pengamatan karena bakteri pada preparat cenderung menempel pada
kertas saring maka proses pengeringan ini harus dilakukan secara berhati-hati dan perlahan.
Proses akhirnya adalah penetesan minyak emersi pada preparat yang bertujuan dapat
memberikan visualisasi yang lebih jelas dan terang ketika pengamatan dan juga melindungi
mikroskop itu sendiri. Minyak imersi memiliki indeks refraksi yang tinggi dibandingkan
dengan air atau udara sehingga objek yang kita amati dapat terlihat lebih jelas. Secara
akhirnya, telah diamati preparat yang adanya bakteri pada mikroskop majemuk dengan
kekuatan 10x dan 100x.
Sekian itu, hasil dari pengamatan telah dicatat dan telah dikenalpasti dimana pada
pengecatan metode spora metode Klein dapat dilihat bahwa bagian yang berwarna biru
merupakan sel bakteri itu sendiri karena bakteri pertama kali diberi zat pewarna karbol fuksin
ketika persiapan membuat suspensi bakteri tersebut. Sedangkan ada bintik-bintik kecil yang
berwarna merah, itulah yang disebut sebagai spora bakteri. Hal ini disebabkan setelah
mendapat perlakuan zat pewarna karbol fuksin, tabung reaksi terkandung suspensi bakteri
dipanaskan dalam sampai keluar uap (800C), dalam kondisi tersebut, lingkungan akan
merugikan sel bakteri karena dapat mematikan bakteri, pada kondisi seperti itu bakteri akan
membentuk spora untuk melindungi dirinya dari kondisi lingkungan yang merugikan
sehingga pada saat dicelupkan dengan asam sulfat (H2SO4) dan dibilas dengan air, pada saat
pencelupan dalam larutan asam sulfat, zat warna fuchsin akan merembes masuk ke dalam
spora dan spora menjadi berwarna merah, kemudian ditambahkan zat pewarna metilen biru,
sel vegetative bakteri yang awalnya transparan akan terwarna dengan methylene blue
tersebut, sehingga berwarna biru. Berdasarkan pengamatan, yang terlihat ialah bakteri
Bacillus subtilis dengan spora yang terminal, yaitu letak spora ada diujung sel. Sebenarnya
jenis letak spora ada 3 buah: sentral, yaitu letak spora berada di tengah-tengah sel; terminal,
yaitu letak spora ada diujung sel; sub terminal, yaitu letak spora diantara ujung dan di tengah-
tengah sel. Akan tetapi pada pengamatan kali ini hanya ada spora terminalis. Warna sporanya
merah sedangkan dan warna badan vegetatif adalah ungu.
Pada metode Schaeffer-Fulton yang banyak dipakai dalam pengecatan endospora,
endospora diwarnai pertama dengan malachite green dengan proses pemanasan. Larutan ini
merupakan pewarna yang kuat yang dapat berpenetrasi ke dalam endospora. Setelah
perlakuan malachite green, biakan sel dicuci dengan air lalu ditutup dengan cat safranin.
Teknik ini akan menghasilkan warna hijau pada endospora dan warna merah muda pada sel
vegetatifnya. Dua jenis bakteri yang dapat membentuk spora misalnya Clostridium dan
Bacillus. Clostridium adalah bakteri yang bersifat anaerobic, sedangkan Bacillus pada
umumnya bersifat aerobic. Struktur endospora mungkin bervariasi untuk setiap jenis spesies,
tapi umumnya hamper sama. Endospora bakteri merupakan struktur yang tahan terhadap
keadaan lingkungan yang ekstrim misalnya kering, pemanasan, dan keadaan asam.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengecatan spora :
1. Fiksasi
2. Smear terlalu tebal
3. Waktu pengecatan tidak tepat
4. Konsentrasi reaagen
5. Umur bakteri
6. Nutrisi
Pewarnaan Becker and Kranz Pewarnaan metode becker and kranz ini merupakan
salah satu dari pewarnaan khusus, yang di lakukan untuk mengetahui bagian â bagian kuman
yang sukar bila menggunakan pewarnaan biasa. Terutama untuk mengetahui spirocaetha
yang pada kelompok kami di ambil dari plak gigi. Pada praktikum kami plak gigi yang di
ambil di goreskan di atas gelas obyek, kemudian kami tuangkan bahan fiksasi dari Ruge -
Rose kurang lebih 2 menit 30 detik. Kemudian sediaan di cuci dengan air dan sediaan di
tuangi Tannine Beite selama 1 menit sambil di panaskan, tujuan dari pemansan ini ialah
untuk memudahkan spirochaeta menyerap bahan cat. Sedian di cuci kembali dan cat dengan
Carbol Gentian Violet selama 2 menit, lalu di sedian di panaskan sampai menguap, dan di
cuci lalu sediaan di keringkan. Dengan teknik ini spirochaeta akan tercat ungu tua. Pada
praktikum kelompok kami di dapatkan hasilseperti gambar di atas yang terdiri dari : 1.
Bentukan batang langsing berwarna ungu 2. Bentukan batang tebal berwarna ungu 3.
Bentukan batang berkelok / spiral berwarna ungu 4. Bentukan batang koma warna ungu

6.5 Kesimpulan
Bakteri Bacillus subtilis merupakan bakteri yang dapat membentuk spora. Hasil
pengamatan dari metode klein spora didapati berwarna merah dan badan vegetatif berwarna
ungu. Pada metode Schaeffer fultonvegetatif merah, spora batnang basil, susunan rantai,
spora hijau, letak spora central. Hasil dengan pewarnaan Becker & Kranz terlihat bentuk
batang langsing runcing berwarna ungu, bentuk batang tebal panjang berwarna ungu, bentuk
batang berlenggok berwarna ungu, dan bentuk batang koma berwarna ungu.
TOPIK 7

A. PENGECATAN BAKTERI TAHAN ASAM

1. Alat & Bahan

a. Alat
1. Object glass
2. Brander
b. Bahan
1. Carbol fuchsine ( bahan pewarna 1 )
2. HCl 3% dalam alcohol ( bahan peluntur )
3. Air methylen blue ( bahan pewarna 2 )
4. Air

2. Cara Kerja

1. Bahan diambil dari sputum pagi


2. Sputum diletakkan dalam cawan hitam, cari bagian yang kuning kehijauan dan keras
dibuat sediaan
3. Ambil 2 glass object steril, ambil sputum dan letakkan di atas object glass, lalu
tipiskan dengan object glass yang kedua serta tekan kira-kira 5 menit di atas api
4. Sediaan dikeringkan kemudian difiksasi selama 3x1 detik dan siap dilakukan
pengecatan
5. Tuangi carbol fuchsine selama 5 menit dengan pemanasan sedikit sehingga menguap
2-3 menit kemudian cat dibuang dan disiram dengan air
6. Lunturkan dalam alcohol bermulut besar yang berisi HCl 3% dalam alcohol selama 1-
2 detik kemudia siram dengan air
7. Cat dengan methylen blue selama 3 menit kemudian siram dengan air kembali dan
dikeringkan
3. Hasil Praktikum

Pada pengecatan ini bakteri yang tahan asam akan berwarna merah karena carbol
fuchsine tidak larut pada pelunturan dengan asam alcohol. Sedangkan bakteri tidak tahan
asam tidak tahan terhadap pelunturan sehingga warna pertama akan hilang dan mengambil
warna kedua yaitu methylen blue oleh karena itu bakteri tidak tahan asam akan berwarna biru.

Gambar 1. Hasil Uji Pengecatan Bakteri Tahan Asam Kelompok C21, C22, C23

B. PENGECATAN NEISSER

1 Alat & Bahan


a. Alat
1. Object glass
2. Pinset
3. Oese
4. Brander
5. Bak pengecatan
6. Kapas
b. Bahan
Neisser A
1. Methylen blue 1 gram
2. Alkohol 96% 20 cc
3. Aquades 1000 cc
4. Acid acetic glacial 50 cc
Neisser B
1. Kristal violet 1 gram
2. Alkohol 96% 10 cc
3. Akuades 300 cc
Neisser C
1. Chrysoidine 1 gram dilarutkan dalam air panas sebanyak 300 cc lalu difilter

2. Cara Kerja
1. Campurkan dalam gelas ukur, 2 bagian Neisser A + 1 bagian Neisser B.
2. Gelas obyek yang telah diulas dengan kultur dicat dengan campuran dari Neisser A
dan B selama 1 menit.
3. Cat dibuang, cat kembali dengan Neisser C selama ½ menit, kemudian keringkan
dengan memakai kertas filter
4. Sediaan dikeringkan pada suhu kamar dan diperiksa dibawah mikroskop

3. Hasil Praktikum
Bakteri golongan Diphterie, poolkarrelnya ungu kehitaman dengan badan bakteri
berwarna coklat atau kekuningan biasanya ditemukan dengan berbagai susunan yang
menyerupai huruf V, L atau Y.
Cat pertama akan mewarnai butir-butir kutub kuman diphtheria dan akan dirubah
secara methchromatis dari warna bahan methylene blue – kristal violet menjadi warna lain
yaitu coklat. Protoplasma dari bakteri akan diwarnai dari bahan cat Neisser C, menjadi coklat
muda / kuning.

Gambar 2. Hasil Uji Pengecatan Neisser Kelompok C21, C22, C23


C. PENGECATAN GRAM

1. Alat & Bahan

a. Alat
1. Oese
2. Brander
3. Object glass
4. Pipet
b. Bahan
1. Akuades
2. Kristal violet
3. Iodine
4. Alcohol 96 %
5. Safranin

2. Cara Kerja
1. Object glass yang sudah bersih dipulaskan bakteri yang akan diperiksa dan difiksasi
2. Pada sediaan dituangi warna crystal selama 1 menit. Crystal violet dibuang
3. Cuci dengan air
4. Tuang dengan larutan lugol/iodine (mordan) selama 1 menit, lugol dibuang
5. Cuci dengan air
6. Sediaan dilunturkan dengan alcohol 96% selama 5-15 detik (dalam praktek dapat
dilihat apabila zat warna pertama sudah tidak terlihat lagi menempel pada object glass
maka pelunturan dianggap sudah cukup)
7. Sediaan disiram dengan air selama 1 menit untuk menghilangkan sisa bahan peluntur
yang masih tertinggal pada sediaan. Kemudia sediaan dicat dengan safranin selama 30
detik
8. Sediaan disiram dengan air selama waktu yang diperlukan untuk menghilangkan sisa-
sisa warna, lalu dikeringkan
9. Dilihat di bawah mikroskop
10. Bakteri Gram positif berwarna ungu, Gram Negatif berwarna merah
3. Hasil Praktikum
Reaksi bakteri terhadap pengecatan Gram didasarkan pada jumlah peptidoglikan pada
dinding sel bakteri yang bersangkutan. Bakteri Gram Positif memiliki lapisan peptidoglikan
yang lebih tebal dibandingkan dengan Gram Negatif. Ikatan antara crystal violet, mordan dan
asam teikoat membentuk kompleks yang kuat sehingga cat pada gram positif tidak mudah
lepas waktu dilunturkan oleh bahan peluntur dibandingkan dengan Gram negatif.

Gambar 3. Hasil Uji Pengecatan Gram Kelompok C21, C22, C23

4. Pembahasan
Pewarnaan gram adalah pewarnaan diferensial yang sangat berguna dan paling
banyak digunakan dalam laboratorium mikrobiologi, karena merupakan tahapan penting
dalam langkah awal identifikasi. Pewarnaan ini didasarkan pada tebal atau tipisnya lapisan
peptidoglikan di dinding sel dan banyak sedikitnya lapisan lemak pada membran sel bakteri.
Jenis bakteri berdasarkan pewarnaan gram dibagi menjadi dua yaitu gram positif dan gram
negatif. Bakteri gram positif memiliki dinding sel yang tebal dan membran sel selapis.
Sedangkan baktri gram negatif mempunyai dinding sel tipis yang berada di antara dua lapis
membran sel (manurung, 2010).
Penambahan violet pada bakteri. Kristal violet merupakan reagen yang berwarna
ungu. Kristal violet ini merupakan pewarna primer (utama) yang akan memberi warna pada
mikroorganisme target. Kristal violet bersifat basa sehingga mampu berikatan dengan sel
mikroorganisme yang bersifat asam. Dengan perlakuan seperti itu, sel mikroorganisme yang
transparan akan terlihat berwarna (ungu). Pemberian kristal violet pada bakteri gram positif
akan meninggalkan warna ungu muda. Perbedaan respon terhadap mekanisme pewarnaan
gram pada bakteri adalah didasarkan pada struktur dan komposisi dinding sel bakteri. Bakteri
gram positif mengandung protein dan gram negatif mengandung lemak dalam persentasi
lebih tinggi dan dinding selnya tipis. Kristal violet yang diteteskan didiamkan selama 1
menit bertujuan agar cat atau pewarna ini dapat melekat sempurna pada dinding sel bakteri.
Penambahan lugol pada bakteri. Lugol merupakan pewarna mordan, yaitu pewarna
yang berfungsi memfiksasi pewarna primer yang diserap mikroorganisme target atau
mengintensifkan warna utama. Pemberian lugol pada pengecatan gram dimaksudkan untuk
memperkuat pengikatan warna oleh bakteri. Kompleks zat lugol terperangkap antara dinding
sel dan membran sitoplasma organisme gram positif, sedangkan penyingkiran zat lipida dari
dinding sel organisme gram negatif dengan pencucian alkohol memungkinkan hilang dari
sel. Lugol yang diteteskan didiamkan selama 1 menit bertujuan agar pengikatan warna oleh
bakteri menjadi semakin lebih kuat.
Selanjutnya, 1 tetes alkohol 96% diteteskan di atas objek glass tersebut kemudian
didiamkan selama 45 detik. Setelah itu, kaca objek dibilas dengan air hingga warnanya
hilang. Etanol 95% merupakan solven organik yang berfungsi untuk membilas (mencuci)
atau melunturkan kelebihan zat warna pada sel bakteri (mikroorganisme). Tercuci tidaknya
warna dasar tergantung pada komposisi dinding sel, bila komponen dinding sel kuat mengikat
warna, maka warna tidak akan tercuci sedangkan bila komponen dinding sel tidak kuat
menelan warna dasar, maka warna akan tercuci. Pemberian alkohol pada pengecatan ini dapat
mengakibatkan terjadinya dua kemungkinan yaitu mikroorganisme (bakteri) akan tetap
berwarna ungu atau bakteri menjadi tidak berwarna. Pemberian alkohol 96% juga
menyebabkan terekstraksi lipid sehingga memperbesar permeabilitas dinding sel.
Selanjutnya diteteskan 1 tetes safranin di atas kaca objek tersebut kemudian
didiamkan selama 1 menit. Setelah itu, kaca objek dibilas dengan air hingga warnanya hilang.
Safranin merupakan pewarna tandingan atau pewarna sekunder. Zat ini berfungsi untuk
mewarnai kembali sel-sel yang telah kehilangan pewarna utama setelah perlakuan dengan
alkohol. Dengan kata lain, safranin memberikan warna pada mikroorganisme non target serta
menghabiskan sisa-sisa cat atau pewarna. Pewarnaan safranin masuk ke dalam sel dan
menyebabkan sel menjadi berwarna merah pada bakteri gram negatif sedangkan pada bakteri
gram positif dinding selnya terdehidrasi dengan perlakuan alkohol, pori – pori mengkerut,
daya rembes dinding sel dan membran menurun sehingga pewarna safranin tidak dapat
masuk sehingga sel berwarna ungu.

Pemberian reagen atau pewarna yang berganti dari satu pewarna ke pewarna lain
dengan waktu yang telah ditentukan disebabkan karena zat-zat warna tersebut dapat berikatan
dengan komponen dinding sel bakteri dalam waktu singkat. Karena itulah rentang waktu
pemberian zat warna yang satu ke yang lainnya tidak lama sehingga proses identifikasi
bakteri berlangsung cepat.

Setiap akhir pemberian reagen atau pewarna, selalu dilakukan pembilasan


terhadap kaca objek dengan menggunakan air. Pembilasan ini bertujuan untuk mengurangi
kelebihan setiap zat warna yang sedang diberikan. Setiap akhir pembilasan pada masing-
masing reagen, perlu dilakukan penyerapan air bilasan dari air dengan menggunakan kertas
tissu agar aquades tidak tercampur dengan reagen atau pewarna baru yang akan diberikan.
Setelah pembilasan terakhir, gelas benda dikeringkan dan diamati di bawah mikroskop. Jika
terbentuk warna ungu maka termasuk golongan bakteri gram positif , dan jika terbentuk
warna merah atau merah muda maka termasuk golongan bakteri gram negatif.

Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum ini kami dapat mengetahui dan memahami prosedur
pewarnaan gram dan pengelompokan bakteri. Bakteri ini merupakan bakteri gram
positif,dikarenakan pada bakteri ini mengandung banyak peptidogligan sehingga mudah
berikatan dengan kristal ungu. Sehingga pada saat sampai pewarnaan terakhir bakteri
berwarna biru atau ungu.
TOPIK 8
IMUNOLOGI

1. Tujuan
b) Mengetahui cara melakukan pemeriksaan golongan darah A, B, AB, O dan rhesus
c) Mengetahui reaksi yg terjadi pada pemeriksaan darah
d) Menentukan golongan darah

2. Alat dan Bahan


a) Alat
1) Kertas bioaktif
2) Pen lanset
3) Jarum lanset
4) Tusuk gigi
b) Bahan
a) Alcohol 70%
b) Serum anti A
c) Serum anti B
d) Serum anti AB
e) Serum anti D

Gambar 8.1 Dari kiri ke kanan: a) kertas bioaktif, b) serum anti A,B, dan AB, c) pen lanset,
d) jarum lanset, e) tusuk gigi, f) alcohol 70%.
3. Cara Kerja
a) Sediakan gelas objek yang bersih.
b) bersihkan ujung jari telunjuk yang akan diambil darahnya dengan alkohol 70%.
c) Kemudian tusuk jari telunjuk tersebut dengan jarum lanset berukuran 3ml.
d) Setelah darah keluar, letakkan tiga tetes kecil darah pada objek gelas.
e) Tetesi tetesan darah pertama dengan anti serum A lalu aduk dengan ujung tusuk gigi.
f) Tetesi tetesan darah pertama dengan anti serum B lalu aduk dengan ujung tusuk gigi.
g) Tetesi tetesan darah pertama dengan anti serum AB lalu aduk dengan ujung tusuk
gigi.
h) Tetesi tetesan darah pertama dengan anti serum AB lalu aduk dengan ujung tusuk
gigi.
i) Tetesi tetesan darah pertama dengan anti serum D lalu aduk dengan ujung tusuk gigi.
j) Lalu cek hasilnya.

4. Hasil Praktikum

Gambar 8.2 Hasil Praktikum Kelompok C21


Gambar 8.3 Hasil Praktikum Kelompok C22
Gambar 8.4 Hasil Praktikum Kelompok C23
Dari hasil praktikum diatas, dapat dilihat bahwa seseorang yang bergolongan darah A
apabila diberi serum anti A maka akan terjadi penggumpalan .Apabila diberi serum anti B
tidak terjadi penggumpalan. Sedangkan, apabila diberi serum anti AB maka akan terjadi
penggumpalan.
Sedangkan, seseorang yang bergolongan darah B apabila diberi serum anti A maka
tidak terjadi penggumpalan. Apabila diberi serum anti B akan terjadi penggumpalan.
Sedangkan, apabila diberi serum anti AB maka akan terjadi penggumpalan
Sedangkan, seseorang yang bergolongan darah AB apabila diberi serum anti A,
serum anti B, dan serum anti AB makan akan terjadi pengumpalan.
Sedangkan, seseorang yang bergolongan darah O apabila diberi serum anti A, serum anti B,
dan serum anti AB maka tidak akan terjadi pengumpalan.
Dari praktikum diata, kita juga dapan menentukan rhesus dengan menggunakan serum
anti D. Seseorang yang memiliki rhesus + apabila diberi serum anti D maka terjadi
pengumpalan. Sedangkan, seseorang yang memiliki rhesus – apabila diberi serum anti D
maka tidak akan terjadi penggumpalan.

5. Pembahasan
Untuk mengetahui golongan darah seseorang dapat dilakukan dengan pengujian yang
menggunakan serum yang mengandung aglutinin. Dimana bila darah seseorang diberi serum
aglutinin A mengalami aglutinasi atau penggumpalan berarti darah orang tersebut
mengandung aglutinogen A. Dimana kemungkinan orang tersebut bergolongan darah A atau
AB. Bila tidak mengalami aglutinasi, berarti tidak menngandung antigen A, kemungkinan
darahnya adalah bergolongan darah B atau O (Kimball, 1999).
Tabel 1. Pedoman penggolongan darah sistem ABO (American Red Cross, 2013)

Pada percobaan kali ini yang dilakukan untuk mengetahui golongan darah dan rhesus,
mula-mula yang dilakukan adalah menyiapkan kartu uji golongan darah yang sudah diisi
biodata perserta golongan darah dan telah teriisi keterangan. Kartu uji golongan darah
berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan objek yang akan diamati. Kemudian mensterilkan
salah satu ujung jari yaitu dengan alkohol swab. Alkohol swab berfungsi untuk mensterilkan
jari manis dari kuman. Kemudian menusukkan lancet ke jari manis yang telah disterilkan
tadi, ditusukkan pada pembuluh darah arteri. Setelah itu, menekan ujung jari yang telah
ditusuk tadi sehingga mengeluarkan darah dan meneteskan darah tersebut pada kartu uji
golongan darah, di sebelah kiri dan sebelah kanan, kemudian meneteskan serum alfa di
sebelah darah yang berada disebelah kanan, dan meneteskan serum beta disebelah darah yang
berada di sebelah kiri, lalu mengaduknya dengan gerakan memutar dengan menggunakan
tusuk gigi. Serum alfa dan serum beta berfungsi untuk menentukan jenis golongan darah yang
ditandai dengan adanya aglutinasi dan tidak adanya aglutinasi.
Dikatakan bergolongan darah A, karena setelah darah tersebut dicampur dengan anti
A dan anti AB, darah tersebut mengalami aglutinasi. Aglutinasi terjadi dikarenakan di dalam
sel darah tersebut mengandung agutinogen A, dan serum darahnya dapat membuat aglutinin
anti-B.
Dikatakan bergolongan darah B, karena setelah darah tersebut dicampur dengan anti
B dan anti AB, darah tersebut mengalami aglutinasi. Aglutinasi terjadi dikarenakan di dalam
sel darah tersebut mengandung aglutinogen B, dan serum darahnya dapat membuat aglutinin
anti-A.
Dikatakan bergolongan darah O, karena tidak mengalami aglutinasi setelah
dicampurkan anti A, anti B, dan anti AB. Hal ini dikarenakan di dalam sel darah tersebut
tidak mengandung aglutinogen, dan serum darahnya dapat membuat aglutinin anti-A dan
aglutinin anti-B.
Dikatakan memiliki rhesus positif, karena mengalami aglutinasi setelah dicampurkan
serum anti RH. Aglutinasi terjadi dikarenakan di dalam sel darah tersebut mengandung
aglutinogen rhesus.

6. Kesimpulan
Golongan darah dan rhesus pada setiap orang berbeda-beda. Untuk menentukannya dapat
dilakukan tes penggolongan darah dan rhesus. Pada praktikum ini hasilnya adalah golongan
darah A ditandai dengan aglutinasi setelah pemberian anti A dan anti AB, golongan darah B
ditandai dengan aglutinasi setelah pemberian anti B dan anti AB, golongan darah O ditandai
dengan tidak ada aglutinasi setelah pemberian anti A, anti B, dan anti AB; dan rhesus (–)
ditandai dengan aglutinasi setelah pemberian anti RH.
TOPIK 9
PERGERAKAN BAKTERI

1. Tujuan:
1. Untuk menentukan ada atau tidak adanya kemampuan gerak bakteri
2. Untuk mengamati gerak bakteri

2. Alat dan Bahan :


1. Sediaan Tetes Gantung :
a. Gelas obyek khusus yaitugelas obyek yang tebal dan di tengahnya berbentuk
cekungan
b. Gelas penutup
c. Vaselin
d. Kultur padat atau cair yang berisi bakteri yang akan diperiksa pergerakannya

3. Cara Kerja
1. Sediaan Tetes Gantung :
Cara membuat preparat / sediaan:
1. Sediakan sebuah gelap penutup, letakkan
2. Lumasi ujung lidi dengan vaselin, sentuhkan pada semua tepi gelas penutup. Guna
vaselin adalah supaya gelas penutup dapat melekat dengan gelas obyek dan isolasi
agar bakteri tidak merembes keluar.
3. Ambil satu tetes biakan,, letakkan pada gelas penutup
4. Gelas obyek cekung ditempelkan pada gelas penutup
5. Bila keduanya sudah melekat, dibalik dengan cepat
6. Sediaan dilihat dibawah mikroskop dengan system kering, dengan pembesaran
pada lensa obyektif 10x atau 45x.
7. Pada pemeriksaan ini harus diingat adanya pergerakan aktif dan pasif:
a. Pergerakan aktif adalah pergerakan bakteri karena karena tubuhnya atau
flagelnya
b. Pergerakan pasif atau pergerakan molecular dari brown. Pergerakan ini terjadi
karena mengalirnya cairan atau benturan molekul yang berada pada cairan
dimana bakteri itu berada.
2. Sediaan yang diperiksa dibawah mikroskop Lapang Pandang ( Dark Field Microscope)
Pada pemeriksaan ini bakteri akan tampak jelas karena bakteri terlihat bercahaya,
sedangkan latar belakangnya gelap.
Cara membuat preparat:
1. Gelas obyek biasa di bagian tengahnya diberi kultur yang akan diperiksa
2. Di atas biakan ini ditempelkan gelas penutup yang tepi-tepinya sudah diberi
vaselin. Sediaan sudah siap dilihat dibawah mikroskop.

4. Hasil Praktikum

Gambar 1.1 Hasil mikroskopis diatas menunjukkan adanya pergerakan dari bakteri E.Coli

9.5 Pembahasan
Praktikum ini digunakan untuk mengamati gerak pada bakteri, dalam praktikum ini
digunakan metode “tetesan bergantung” . Metode ini bertujuan untuk mengamati gerak
bakteri, bakteri yang memilik flagel, dengan metode ini waktu menjadi lebih efisien dan
mudah dilakukan. Keuntungan lain karena memakai metode tetesan bergantung adalah
bakteri yang diamati tidak mudah mati dan bakteri dapat bergerak bebas. Dengan metode ini
juga lebih bersih karena kontak bakteri dengan tangan praktikan berkurang dan hasilnya
akurat. Dalam praktikum ini, sel bakteri yang diteteskan ke dalam kaca penutup dengan
mengunakan jarum inokulasi yang ujungnya lurus.
Gerak bakteri pada bakteri yang bersifat motil diakibatkan adanya struktur atau organ
sel bakteri yang berbentuk benang yang disebut flagel. Karena flagel pada bakteri berfungsi
untuk bergerak. Flagel berbentuk pajang dan ramping, pada umumnya memiliki panjang
sekitar 12 nm sampai 30 nm. Flagel dapat dilihat pada mikroskop cahaya jika ditambahkan
substansi khusus yaitu modran yang merupakan substansi yang dapat mempertajam
pengamatan yang berrfungsi untuk membesarkan garis lengan flagel, setelah itu pada sediaan
digunakan suatu zat warna sehingga flagel dapat terlihat (Volk 1988). Flagel tersusun atas
tiga bagian, yaitu pangkal (basal) adalah bagian yang berhubungan dengan membrane
plasma. “Hook” yang pendek dan filament yang berbentuk seperti benang, panjangnya
sampai beberapa kali melebihi panjang tubuhnya(taringan 1988).
Kemampuan suatu mikroorganisme untuk bergerak sendiri disebut motilitas (daya
gerak). Hampir semua sel bakteri spiral dan sebagian dari sel bakteri bersifat motil,
sedangkan bakteri yang berbentuk kokus bersifat tidak bergerak (non motil) (Volk, 1988).
Dari hasil pengamatan dalam praktikum ini, dari kedua koloni bakteri yang diamati,
salah satu koloni tidak memiliki kemampuan bergerak. Dari pengamatan bentuk bakteri
diketahui bahwa bentuk bateri yang diamati adalah bentuk kokus dan basil, sedangkan bakteri
yang berbentuk kokus memiliki kemampuan bergerak dan bakteri yang berbentuk basil tidak
memiliki kemampuan gerak. Hal ini bertolak belakang dengan pernyataan (Volk, 1988) yang
menyatakan bahwa sebagian bakteri berbentuk basil bersifat motil. Terdapat kesalahan yang
mengakibatkan bekteri ini tidak bergerak, pertama terlalu lama dalam memanaskan jarum
inokulasi pada saat ingin mengambil bakteri (keadaan jarum harus aseptik) membuat bakteri
yang ingin diamati mati terlebih dahulu karena jarum yang dipakai terlalu panas.
Pergerakan bakteri yang diamati berbeda dengan gerakan pada bakteri yang bersifat
non motil atau tidak bergerak. Pergerakan pada bakteri yang bersifat motil menunjukan
pergerakan yang lebih kompleks, menuju kearah tertentu (bukan gerak Brown) sedangkan
gerak pada bakteri yang bersifat tidak motil akan bergerak maju mundur secara zig-zag yang
disebut dengan gerak Brown. Gerak Brown terjadi karena adanya benturan dengan molekul
air (Volk, 1988). Gerak Brown adalah gerak partikel koloid yang bergerak dengan arah zig-
zag, gerakan ini disebabkan adanya tumbukan antara molekul-molekul pelarut dengan
molekul koloid. Tumbukan terjadi antara lentingan sempurna, artinya tenaga kinetik molekul
pelarut dan pertikel koloid sama tetapi karena partikel koloid lebih besar maka gerakannya
lebih lambat jika dibandingkan dengan molekul pelarut (Fariaty, 1995).
Flagel yang ada pada bakteri selalu berlekuk, apalagi jika bakteri sedang bergerak di
dalam medium cair, vibrio penyebab kolera dapat mencapai kecepatan 20 cm per-jam, ini
merupakan suatu prestasi yang luar biasa, sebab kecepatan itu sama dengan kecepatan lari
seseorang yang menempuh jarak 0,3 km per mmenit atau 18 km per jam. Gerakan flagel
menyebabkan bakteri terdorong kedepan, jadi flagel mempunyai fungsi seperti baling-baling
pada kapal laut (Dwijoseputro, 1978).
5. Kesimpulan
1. Dari hasil praktikum pengamatan pergerakan, bakteri yang diamati ada yang bergerak
(memiliki kemampuan) dan ada yang tidak bergerak (tidak memiliki kemampuan).
Bakteri yang bergerak adalah bakteri yang diambil dari medium pertama dan mempunyai
tipe pergerakan Brown. Bakteri yang diambil dari medium kedua tidak bergerak ini
menandakan bakteri ini tidak mempunyai kemampuan untuk bergerak.

2. Gerak bakteri yang ditemukan dalam praktikum ini hanya satu, yaitu yang bertipe
pergerakannya adalah gerak Brown. Gerak Brown mempunyai ciri yaitu bakteri akan
bergerak maju dan mundur ke tempat semula, pergerakan bakteri tidak terlalu cepat dan
bakteri tidak berpindah tempat saat diamati. Pada gerak Brown semua organisme
bergetar dengan laju yang sama dan menjaga hubungan ruang yang tetap satu sama lain.
DAFTAR PUSTAKA

Bukle, KA., 1987, Ilmu pangan, Universitas Jakarta: Jakarta.

Caray.2013.“Pembuatan Media Agar dan sterilisasi”.

Djide. 2005. Penuntun praktikum Instrumen Mikrobiologi Farmasi dasar, Jurusan Farmasi
Universitas Hasanuddin. Makassar

Djide, M. Natsir.Penuntun Praktikum Mikrobiologi Farmasi Dasar, Makassar


:Unhas.2011 Dwijoseputro, D., 1989, Dasar-dasar Mikrobiologi, Djambatan:
Malang. Dwidjoseputro.Dasar – dasar Mikrobiologi.Jakarta : Djambatan.1998.
Emma,Kharisma.2013.”Isolasi dan Inokulasi”. Ghoni, Achmad.2013.”Isolasi dan
Inokulasi Bakteri”.

Hadioetomo, Ratna S., 1990, Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek, PT.


Gramedia,Jakarta
Karuniawati, risdiyani, s. Nilawati, prawoto, y. Rosana, b. Alisyahbana, i. Parwati, wia melia,
dan t.m. sudiro. 2005. Perbandingan tan thiam hok, ziehl neelsen dan fluorokrom
sebagai metode pewarna basil tahan asam untuk pemeriksaan mikroskopik sputum.
Makara kesehatan vol. 9 no. 1.

Kimball, J. W 1999 Biologi Umum. Jakarta: Erlangga.


Jawetz, E., Joseph Melnick&Edward Aldeberg.1996. Mikrobiologi Kedokteran,
diterjemahkan oleh Edi Nugroho dan R. F Maulany.Jakarta: Penerbit Buku
kedokteran EGC.

Pelzcar dan Chan, 1986, Dasar-dasar Mikrobiologi, UI Pres: Jakarta.


Purwoko, tjahjadi. Dkk. 2010. Petunjuk praktikum mikrobiologi. Laboratorium mikrobiologi
uns.

Puspitasari, G., Murwani, S., dan Herawati. 2012. Uji Daya Antibakteri Perasan Buah
Mengkudu Matang (Morinda citrifolia) Terhadap Bakteri Methicillin Resistan
Staphylococcus Aureus (MRSA) M.2036.T Secara In Vitro. Universitas Brawijaya,
Surabaya
Razali, U. 1987. Mikrobiologi Dasar.Jatinangor:FMIPA UNPAD.

Rusdimin. 2003. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta: Pt Gramedia

Sumantri, Debby M, dkk., 2009, Diktat Penuntun Prkatikum Mikrobiologi Pangan,


Universitas
Pajajaran, bandung.Fardiaz, S., 1992, Mikrobiologi Pangan 1, Gramedia Pustaka
utama, Jakarta.

Suryani, Y., Astuti, B. Oktavia, and S. Umniyati. (2010). Isolasi dan Karakterisasi Bakteri
Asam Laktat dari Limbah Kotoran Ayam sebagai Agensi Probiotik dan Enzim
Kolesterol Reduktase. Prosiding Seminar Nasional Biologi. Yogyakarta.

Tarigan, Jeneng. 1988. Pengantar Mikrobiologi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan

Trianda. 2011. Inokulasi Mikroba Mkrobiologi.Jogja : gajah mada

Unknown. 2013. Chapter 18. The Cardiovascular System: Blood. American Red Cross.

Volk, W.A dan Margaret Fwheeler.1988.Mikrobiologi Dasar, diterjemahkan oleh:


Markham,M.sc.Jakarta: Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai