Nama:
Mikrobiologi adalah ilmu yang mempelajari organisme yang berukuran sangat kecil
sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang melainkan harus menggunakan bantuan
mikroskop. Organisme yang sangat kecil ini disebut sebagai mikroorganisme, atau sering
disebut mikroba ataupun jasad renik. Saat ini, mikrobiologi sangat berkembang luas pada
berbagai bidang ilmu pengetahuan, misalnya pertanian, industri, kesehatan, lingkungan
hidup, bidang pangan, bahkan bidang antariksa (Waluyo, 2009).
Bakteri dapat ditumbuhkan dan dibiakkan dalam suatu media buatan. Sesuai dengan
kebutuhan bakteri untuk kelangsungan hidupnya, penanaman juga harus memenuhi
persyaratan yang sesuai dengan syarat tumbuhnya.
Untuk melihat ada tidaknya baketeri dalam suatu specimen maka dilakukan
pengecatan. Pengecatan yang paling mudah adalah pengecatan sederhana. Disebut demikian
karena hanya digunakan satu macam bahan cat untuk mewarnai bakteri. Dengan pengecatan
ini memungkinkan dibedakannya bakteri dengan berbagai tipe morfologi ( coccus, bacillus,
vibrio dsb. )
Uji biokimiawi adalah uji untuk melihat hasil metabolisme suatu bakteri. Bakteri
memiliki enzim untuk mengolah nutrisi yang dibutuhkan. Beberapa reaksi Biokimiawi yang
dapat diperiksa antara lain : reaksi fermentasi terhadap karbohidrat, hidrolisis (hidrolisis
Gelatin, hidrolisis lipid), aktifitas reduksi nitrat, aktifitas urease, reaksi katalase, tes indol, tes
koagulase dan sebagainya.
Untuk melihat pergerakan bakteri perlu disediakan sediaan khusus. Sediaan ini adalah
sediaan bakteri hidup tanpa dimatikan dan tanpa dilakukan pengecatan .Tujuannya adalah
melihat pergerakan bakteri, bentuk, letak, besar dan susunan bakteri.
Untuk menentukan terapi suatu penyakit infeksi, kita (seorang dokter/ dokter gigi
harus mengerti dan mengetahui obat apa yang akan kita pakai dan yang akan kita berikan
kepada pasien.Yang perlu diperhatikan didalam pemakaian/ pemberian obat Antimikroba
adalah mikroorganisme penyebab infeksi harus peka terhadap obat Antimikroba yang kita
berikan, selain hal tersebut dosis dan waktu pemberian harus tepat. Untuk tujuan tersebut
maka perlu dilakukan Uji Kepekaan Bakteri Terhadap Obat/ Bahan Antimikroba.
1.2 Tujuan
Isolasi Mikroba Rongga Mulut (Kultur Sample Dari Saliva, Mukosa Kulit) Pada Media
Padat
a. Oese (kawat/loop), dari platina atau nikrom, ujung lurus atau berupa kolongan yang
berdiameter 1-3 mm
b. Spirtus brunder
c. Tabung plastik
d. Cotton palate
e. Plat agar
f. Korek api
Bahan
a. Saliva
b. Mukosa kulit
2. CARA KERJA
3. HASIL PRAKTIKUM
Gambar 3.1 Hasil penanaman bakteri dengan kultur saliva kelompok C21
Pada praktikum kami dapat terlihat pada plate agar terdapat koloni bakteri
yang terbentuk. Koloni yang terbentuk berwarna coklat, jika dilihat dari atas
bentuknya bulat, dan jika dari rata.
Hasil praktikum kelompok C 22
Gambar 3.3 Hasil penanaman bakteri dengan kultur saliva kelompok C22
Gambar 3.4 Hasil penanaman bakteri dengan mukosa kulit kelompok C22
Gambar 3.3 Hasil penanaman bakteri dengan kultur saliva dan mukosa kulit
kelompok C23
4. PEMBAHASAN
Isolasi mikroba ialah suatu cara untuk memisahkan atau memindahkan mikroba
tertentu dari lingkungan, sehingga kultur murni atau biakan murni sedangkan inokulasi
adalah proses memindahkan mikroorganisme dari medium yang lama ke medium baru.
Ada beberapa metode dalam mengisolasi mikroba bakteri (mikroorganisme), yaitu
dengan menggunakan metode gores, metode tuang, metode sebar, metode pengenceran
dan agar miring. Metode-metode ini berdasarkan pada prinsip yang sama, yaitu
mengencerkan organisme sedemikian rupa, sehingga tiap individu spesies dapat
dipisahkan dengan lainnya. Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari teknik-teknik di
dalam pengisolasian mikroba beserta pemurniannya.
Pengenceran ini bertujuan untuk mempermudah dalam perhitungan jumlah koloni
mikroba yang tumbuh, baik warna maupun karakteristik lainnya. Dari hasil praktikum
dapat diketahui bahwa bentuk, tepian, warna dan variasi dari bakteri. Untuk bakteri,
bentuknya ada yang bundar, rizoid, tidak beraturan dan menyebar dengan yang tepian
siliat, berlekuk, bercabang, berombak, dan licin. Warna yang dapat dilihat dari koloni
bakteri pada sampel ini adalah semua berwarna putih susu dan elevasi pada semua sampel
ini datar danada pula yang cembung.
Koloni - koloni yang telah ditentukan pada masing - masing medium, kemudian
diidentifikasi morfologinya yaitu bentuk luar, warna, struktur dalam koloni, tepi koloni,
elevasi. Pada masing-masing media sendiri, terdapat keanekaragaman dalam morfologi
tersebut. Koloni bakteri dapat dengan mudah dibedakan dari koloni lainnya, dengan
adnya penampakan umum berupa lender dan agak mengkilap. Bakteri, adalah salah satu
contoh mikroorganisme yang penting dan memiliki bentuk yang beragam. Pada
umumnya, bakteri berhubungan dengan makanan. Adanya bakteri dalam bahan pangan,
dapat mengakibatkan pembusukan yang tidak diinginkan atau menimbulkan penyakit
yang ditularkan melalui makanan, atau dapat melangsungkan fermentasi yang
menguntungkan. Kontaminasi dalam praktikum isolasi dan pemurnian mikroba dapat
mungkin terjadi, jika kondisi dari alat, bahan maupun praktikum tidak steril. Oleh karena
itu, dalam setiap prosedur kerja, baik saat pengenceran ataupun saat menyebar mikroba ke
dalam medium perlu kehati-hatian, agar tidak terjadi kontaminasi yang dapat merusak
hasil percobaan. Setiap pada praktikum kali ini, semua cawan biakan bahkan cawan
control pun terkontaminasi hal ini, dibuktikan pada cawan control terdapat koloni-koloni
bakteri. Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup, merupakan suatu
hal yang penting untuk diketahui.
Pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba
sangat penting didalam mengendalikan mikroba. Berikut ini faktor-faktor penting yang
mempengaruhi pertumbuhan mikroba sangat penting di dalam mengendalikan mikroba.
d. Ketersediaan oksigen
Mikroorganisme memeilki karakteristik sendiri-sendiri di dalam kebutuhannya
akan oksigen.
Faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya kontaminasi medium adalah:
1. Sterilisasi medium yang kurang sempurna.
2. Medium memenuhi semua kebutuhan nutrient.
3. Proses prkatikum yang tidak aseptis.
4. Lingkungan laboratorium yang kurang steril.
KESIMPULAN
Isolasi merupakan cara untuk memisahkan atau memindahkan mikroba tertentu dari
lingkungan, sehingga diperoleh kultur murni. Cara-cara pengisolasian mikroba dengan cara
isolasi ke media padat dan isolasi ke media cair. Teknik-teknik isolasi ke media padat dengan
cara agar miring, teknik sebar, teknik tuang, dan teknik gores.
TOPIK 2
2. CARA KERJA
Sampel 1 ( Saliva )
Sampel 3 ( Kulit )
1. Swab kulit lengan atas dengan cotton roll steril, dengan cara mengusap beberapa
kali.
2. Hasil swab dimasukkan dalam media cair.
3. Inkubasi seperti sampel no. 1
Sampel 4 dan 5 ( Stok )
1. Ambil 1 koloni dari stok mikroba media padat dengan menggunakan ose,
kemudian ditanam dalam media cair steril.
2. Ambil 0,1 ml dari stock mikroba media cair dengan menggunakan ose kemudian
ditanam pada media padat dengan cara streak quadrant.
3. Inkubasi dalam inkubator 37 derajat, 2x24 jam.
3. HASIL PRAKTIKUM
Nutrient Karbol
Swab Kulit Bacillus
Agar Fuchsin
Terdapat 4 cara isolasi bakteri. Cara pertama ialah poured plate atau shake
culture. Cara ini dilakukan dengan mencampur beberapa mililiter (ml) suspensi bakteri
dengan medium yang masih cair (belum membeku) dengan demikian akan diperoleh
piaraan adukan. Setelah inkubasi pada suhu dan waktu tertentu, koloni akan tumbuh
pada permukaan dan bagian bawah agar. Cara kedua adalah dengan streak plate atau
culture. Ujung kawat imokulasi yang membawa bakteri digesekkan atau digoreskan
dengan bentuk zig-zag pada permukaan agar-agar dalam cawan petri sampai meliputi
seluruh permukaan. Untuk memperoleh hasil yang baik diperlukan keterampilan, yang
biasanya diperoleh dari pengalaman. Metode cawan gores yang dilakukan dengan baik
kebanyakan akan menyebabkan terisolasinya mikroorganisme yang diinginkan. Dua
macam kesalahan yang umum sekali dilakukan ketika melakukan isolasi bakteri dengan
cara ini adalah tidak memanfaatkan permukaan medium dengan sebaik-baiknya untuk
digores sehingga pengenceran mikroorganisme menjadi kurang lanjut dan cenderung
untuk menggunakan inokulum terlalu banyak sehingga menyulitkan pemisahan sel-sel
yang digores. Cara selanjutnya adalah slant culture. Cara ini dilakukan dengan
mengesekkan ujung kawat yang membawakan bakteri pada permukaan agar-agar miring
dalam tabung reaksi. Dapat dilakukan dengan cara menggoreskan secara zig-zag pada
permukaan agar miring menggunakan ose yang bagian atasnya dilengkungkan. Cara ini
jugadilakukan pada agar tegak untuk meminimalisir pertumbuhan mikroba dalam
keadaan kekurangan oksigen. (Rusdimin, 2003). Cara yang keempat yang dapat
dilakukan adalah stab culture. Dalam cara ini, ujung kawat yang membawakan bakteri
ditusukkan pada media padat (agar-agar) dalam tabung reaksi, berbeda dengan slant
culture permukaan agar-agar ini tidak miring. Media agar setengah padat dalam tabung
reaksi, digunakan untuk menguji gerak bakteri secara makroskopis(Trianda, 2011).
Dari hasil praktikum kami, kami mendapati bahwa pada ketiga-tiga hasil penanaman
pada media cair terdapat pertumbuhan Streptobacillus yang berwarna merah. Hal ini
menunjukkan bahwa bakteri ini termasuk gram negative karena berwarna merah.
Streptobacillus banyak ditemui pada lapisan kulit. Bakteri ini berbentuk batang seperti
kapsul. Streptobacillus adalah bakteri basil yang bergandengan membentuk rantai.
Bakteri ini umumnya tumbuh pada medium yang mengandung oksigen (bersifat
aerobik).
Pada percobaan media padat yang menggunakan saliva pula didapati bahwa
terdapatnya pertumbuhan bakteri Staphylococcus. Bakteri ini terlihat berbentuk coccus
tersusun seperti buah anggur dan bersifat gram positif. Dikatakan bakteri bersifat gram
positif karena bakteri tersebut berwarna biru ketika diamati secara mikroskopik. Hal ini
menunjukkan Staphylococcus mengikat zat warna CGV (Carbol Gentian Violet).
Staphylcoccus berbentuk bulat dan mempunyai ukuran sekitar 1 mikron. Bakteri ini tidak
membentuk spora dan tidak mempunyai flagela. Koloni bakteri ini tumbuh cepat pada
media agar pada suhu normal (37o C) dan biasanya bergaris tengah 1-2 mm setelah
inkubasi 24 jam. Hal ini menunjukkan Staphylococcus banyak ditemui pada rongga
mulut. Pada percobaan media padat yang menggunakan plak gigi juga didapati
pertumbuhan bakteri yang sama yaitu bakteri Bacillus sp. Pada media ini bakteri
berbentuk batang dan bergerombol.
KESIMPULAN
UJI BIOKIMIA
a. Glukosa
b. Laktosa
c. Sukrosa
d. Maltosa
e. Medium Voges-Proskauer/Methyl Red
f. Medium KIA
g. Medium MIU
h. Medium S.citrat
i. Medium Indol
j. Phenol red
k. Broom Thymol Blue
l. Hidrogenperoksida 3%
m. Air
2. CARA KERJA
a) UJI FERMENTASI
1. Media gula yang terdiri dari air pepton dan gula/karbohidrrat disiapkan.
Beberapa gula adalah glukosa, laktosa, sukrosa, maltosa dan sebagainya dan
indikator phenol red (merah) atau Broom Thymol Blue/BTB (biru)
a. Pada media gula-gula ini terdapat gelas durham dalam posisi terbalik.
2. Kultur bakteri yang akan diuji dimasukkan, inkubasi selama 2x24 jam.
3. Amati hasilnya.
a. Apabila warna medium berubah menjadi kuning, artinya bakteri
tersebut membentuk asam dari hasil fermentasi terhadap karbohidrat
tersebut.
a. Apabila warna medium tetap (merah atau biru) maka bakteri tersebut
tidak mengadakan reaksi fermentasi.
4. Media agar yang mengandung karbohidrat dan indikator. Setelah itu dilakukan
pemanasan bakteri uji pada media tersebut. Setelah diinkubasi dilihat hasilnya.
3. HASIL PRAKTIKUM
Tabel 3.1 Hasil uji biokimia
Keterangan
No. Jenis Uji Hasil (Berlaku Fermentasi : +
Tidak Berlaku
Fermentasi : - )
1 Indol
Tabung 1 : -
Tabung 2 : -
Tabung 3 : +
2 Voges-
Proskauer/Methyl Tabung 1 : +
Red Tabung 2 : -
Tabung 3 : -
3 S. Citrat
Tabung 1 : -
Tabung 2 : -
Tabung 3 : -
4 Fermentasi
Tabung 1 : +
Tabung 2 : +
Tabung 3 : -
Tabung 4 : +
Tabung 5 : -
Tabung 6 : -
Tabung 7 : -
Tabung 8 : -
Tabung 9 : -
Tabung 10 : -
Tabung 11 : -
Tabung 12 : -
5 Uji MIU
Tabung 1 : +
Tabung 2 : +
Tabung 3 : +
6 Uji KIA
Tabung 1 : +
Tabung 2 : +
Tabung 3 : +
4. PEMBAHASAN
Indol
Perbenihan indol digunakan dalam melihat kemampaun bakeri untuk
mendegradasi asam amino triptofan secara enzimatik. Apabila dalam hasil uji indol
tidak terbentuk lapisan atau cincin berwarna merah muda pada permukaan biakan,
hasil yang diperoleh adalah negatif karena bakteri tidak membentuk indol dari
triptofan sebagai sumber karbon, yang diketahui dengan menambahkan larutan
kovaks. Asam amino tripofan dapat digunakan oleh mikroorganisme akibat
penguraian protein dengan mudah, karena tripofan merupakan komponen asam amino
yang lazim terdapat pada protein.
Bakteri pada tabung 1 dan 2 tidak mampu membentuk indol dari triptofan,
karena tidak terbentuk lapisan atau cincin berwarna merah pada permukaan
biakannya. Sedangkan pada tabung ketiga hasilnya positif, yang berarti bakteri
tersebut mampu membentuk indol dari triptofan sebagai sumber karbon.
Voges-Proskauer
Uji Voges-Proskauer bertujuan untuk menentukan kemampuan organisme
dalam melakukan fermentasi 2,3-butanadiol sebagai produk utama. Pada tabung
pertama, didapatkan perubahan warna menjadi merah muda pada medium setelah
ditambahkan dan KOH, yang berarti hasil akhir fermentasi bakteri
adalah asetil metil karbinol (asetoin) (Colome, 2001). Sedangkan pada tabung ke 2
dan 3 tidak didapatkan perubahan warna maupun adanya gelembung.
Simmon’s Citrate
Uji Simmon‟s Citrate digunakan untuk melihat kemampuan organisme enteric
berdasarkan kemampuan melakukan fermentasi sitrat sebagai sumber karbon. Pada
ketiga tabung, tidak ada perubahan warna menjadi biru yang berarti organisme coba
tidak mampu melakukan fermentasi sitrat sebagai sumber karbon. Asam akan
dihilangkan dari medium biakan apabila mikroorganisme mampu menggunakan sitrat,
sehingga terjadi peningkatan pH dan perubahan warna medium dari hijau menjadi
biru. (Ratna, 2012)
Uji Fermentasi
Fermentasi adalah salah satu aktivitas biokimia yang merupakan proses
pengubahan senyawa makromolekul organik menjadi senyawa yang lebih sederhana
oleh aktivitas mikroba dalam kondisi anaerob.
Jenis karbohidrat yang digunakan pada uji fermentasi karbohidrat ini antara
lain adalah glukosa, sukrosa, maltosa, dan laktosa. Sukrosa, maltosa, dan laktosa akan
dihidrolisis terlebih dahulu menjadi monosakarida penyusunnya, berbeda dengan
glukosa yang dapat langsung masuk dalam jalur fermentasi tahap pertama. Laktosa
akan dihidrolisis menjadi galaktosa dan glukosa, sukrosa dihidrolisis menjadi glukosa
dan fruktosa, dan maltosa akan dihidrolisis menjadi dua molekul glukosa. (Adam,
2001)
Pada hasil praktikum ini, pada tabung glukosa, sukrosa, maltosa memiliki
hasil positif yang berarti terjadi fermentasi pada karbohidrat tersebut, ditandai dengan
adanya perubahan warna menjadi kuning karena adanya pembentukan asam. Pada
hasil praktikum, tabung Durham kosong karena tidak disertai pembentukan gas.
Sedangkan pada laktosa tidak terjadi fermentasi karena hasilnya negatif.
KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil praktikum yang telah didapatkan bahwa dalam uji
biokimia yang digunakan untuk mengidentifikasi bakteri dapat dilihat bahwa tiap
jenis bakteri dapat mengekspresikan atau menunjukkan karakternya tersendiri jika
dilakukan berbagai macam uji.
TOPIK 4
CARA PENANAMAN DAN PERHITUNGAN JUMLAH MIKROBA
3. Goresan Kwadran
PENGHITUNGAN MIKROBA
1. Metode langsung (direct method) adalah metode di mana massa agar ditentukan
sesudah sel – selnya diendapkan oleh sentrifuse.
a. Menggunakan Kamar Hitung (Counting Chamber) :Perhitungan ini dapat
menggunakan hemositometer. Peteroff Hauser Bacteria Counter atau alat-alat
lain yang sejenis.
b. Menggunakan Cara Pengecatan dan Pengamatan Mikroskopik
c. Menggunakan Filter Membran
Cara ini dipakai untuk menentukan jumlah mikroba secara keseluruhan baik yang
mati maupun yang hidup.
2. Metode tidak langsung (indirect method) adalah metode yang didasari penentuan
intensif kekeruhan suspensi sel dan dapat digunakan untuk menetapkan massa.
a. Menggunakan Centrifuge
b. Berdasarkan kekeruhan (turbiditas/turbidimetri)
c. Menggunakan Perhitungan Elektronik (Elektronic Counter)
d. Berdasarkan Analisa Kimia
e. Berdasarkan Berat Kering
f. Menggunakan Cara Pengenceran
g. Menggunakan Cara Most Probable Number (MPN)
h. Menghitung Dengan Metode Cawan
i. Berdasarkan Jumlah Koloni
Cara ini dipakai untuk menentukan jumlah mikroba secara keseluruhan baik yang
hidup maupun yang mati atau hanya untuk menentukan jumlah mikroba yang hidup
saja tergantung cara yang digunakan.
PENGHITUNGAN MIKROBA
1. SATUAN : cfu (colony forming unit) / volume
2. Syarat penghitungan :
a. Jumlah koloni tiap cawan : 30 -300 koloni, jika memang tidak ada yang
memenuhi syarat dipilih jumlah yang mendekati 300
b. Tidak ada koloni yang menutup lebih besar dari setengah luas cawan petri,
disebut spreader.
c. Perbandingan jumlah bakteri dari hasil pengenceran yang berturut-turutan tara
pengenceran yang lebih besar dengan pengenceran sebelumnya, jika sama atau
lebih kecil dari 2 hasilnya dirata-rata, tetapi jika lebih besar dari 2 yang
dipakai jumlah mikroba dari hasil pengenceran sebelumnya
d. Jika dengan pengulangan pemeriksaan (duplo) setelah memenuhi syarat
hasilnya dirata-rata.
PENGHITUNGAN MIKROBA METODE CAWAN
FAKTOR PENGENCERAN
FAKTOR PENGENCERAN =
PENGENCERAN
4.3 Hasil Praktikum
Jumlah bakteri = 15 x
4.4 Pembahasan
Pengenceran bakteri
Sebelum perhitungan jumlah microorganism mulai, pengenceran harus dilakukan.
Dalam praktikum ini, pengenceran dilakukan dengan menggunakan tabung reaksi.
Pengenceran sel dapat membantu untuk memperoleh perhitungan jumlah mikroorganisme
yang benar. Namun pengenceran yang terlalu tinggi akan menghasilkan lempengan agar
dengan jumlah koloni yang umumnya relative rendah (Hadioetomo,1996). Pada metode
perhitungan cawan dilakukan pengenceran yang bertingkat untuk membentuk konsentrasi
dari suatu suspense bakteri. Sampel yang telah diencerkan ini dipindah kedalam mediumnya
agar. Kemudian setelah diinkubasi selama 24- 48 jam, amati koloni yang tumbuh dan koloni
yang diamati hanyalah koloni yang berjumlah 30- 300 koloni (Gobel, 2008).
Perhitungan Mikroba
Beberapa cara penghitungan jumlah mikrobia yaitu cara penghitungan pada lempeng
pembiakan, cara menghitung langsung (metode CAWAN), metode ukur kekeruhan, metode
turbi dimetridanne felometri serta dengan jumlah perkiraan terdekat (JPT). Cara
penghitungan pada lempeng pembiaakan disebut juga metode penghitungan bakteri hidup
atau metode penghitungan koloni. Penghitungan koloni dilakukan penyimpanan pada suhu
yang sesuai. Oleh karena itu, suatu bakteri dapat tumbuh menjadi satu koloni yang terhitung
mewakili jumlah bakteri hidup yang terdapat dalam tiap volum pengenceran yang
digunakan. Dalam hal ini pun, bahan pemeriksaan jika perlu harus diencerkan untuk
menghindari jumlah koloni terlalu banyak sehingga tidak dapat dihitung. Hasilhitungan yang
dapat diandalkan adalah antara 30-300 koloni pada tiap lempeng pembiakan (Agus et al,
2011).
Perhitungan jumlah suatu bakteri dapat melalui berbagai macam uji seperti uji
kualitatif koliform yang secara lengkap terdiri dari tiga tahap yaitu uji penduga (uji
kuantitatif, bias dengan metode MPN), uji penguat dan uji pelengkap. Waktu, mutusampel,
biaya, tujuan analisis merupakan beberapa factor penentu dalam uji kualitatif koliform.
Bakteri koliform dapat dihitung dengan menggunakan metode cawan petri (metode
perhitungan secara tidak langsung yang didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang
dapat hidupakan berkembang menjadi satu koloni yang merupakan suatu indeks bagi jumlah
organisme yang dapat hidup yang terdapat pada sampel) seperti yang dilakukan pada
percobaan ini (Penn,1991).
Metode Standar atau viable plate count adalah perhitungan cara tidak langsung hanya untuk
mengetahui jumlah mikroorganisme pada suatu bahan yang masih hidup saja (viabel count).
Dalam pelaksanaannya, ada beberapa cara yaitu :
1. Berdasarkan kekeruhannya
Mikroba dalam suatu bahan cair dapat dideteksi berdasarkan kekeruhannya.
Pertumbuhan sel bakteri didalam suatu medium cairakan meningkatkan kekeruhan
media, yang akan mempengaruhi jumlah sinar yang dapat ditransmisikan menembus
medium (Rukmi et al, 2008).
2. Berdasarkan jumlah lempeng total (plate count)
Berdasarkan lempeng total, caraini adalah cara yang paling umum digunakan untuk
menentukan jumlah mikroba yang masih hidup, berdasarkan jumlah koloni yang
tumbuh. Teknik ini diawali dengan pengenceran sampel secara seri, dengan kelipatan
1: 10. Masing-masing suspense pengenceran ditanam dengan metode tuang (pour
plate) atau sebar (spread plate). Bakteri akan bereproduksi pada medium agar dan
membentuk koloni setelah 18-24 jam inkubasi. Untuk menghitung jumlah koloni
dalam cawan petri dapat digunakan alat „colony counter‟ yang biasanya dilengkapi
dengan pencatat elektronik. (Rukmi et al , 2008).
Dengan metode cawan petri (total plate count) metode dengan penaksiran jumlah
kepadatan bakteri secara tidak langsung dan penghitungan bakterinya hanya yang hidup saja.
Dalam metode ini dilakukan pengenceran yang berseri 101-1010 agar populasi dapat terbaca,
pengenceran yang menghasilkan 30-300 bakteri saja yang dapat dibaca dan dikatakan
berhasil karena bila kuarang dari 30 untuk alasan statistic tidak dapat diterima bila lebih dari
300 kemungkinan ada koloni yang terlalu padat, terlalu dekat satu dengan yang lainya.
Kelebihan metode ini perhitungan lebih meyakinkan karena yang dihitung bakteri yang hidup
saja, dapat menghitung jasa drenik lain sekaligus serta mengidentifikasi dan mengisolasi
jasadrenik mengetahui pertumbuhan jasadrenik tersebut namun kekurangannya butuh waktu
yang lama, media serta kondisi inkubasi yang berbeda menghasilkan data yang berbeda,
membutuhkan media yang padat kering agar metode berhasil, dan terkadang hasil
perhitungan tidak menunjukan hasil sebenarnya karena sel mungkin membuat koloni lain.
Dalam praktikum ini, tabung reaksi yang digunakan untuk pengenceran adalah lima.
Hasil perhitungan bakteri dari tabung reaksi ketiga (1/1000) adalah 1.44 x 105. Dari tabung
reaksi keempat ditunjukkan hasil 530.000 sedangkan jumlah bakteri dari tabung reaksi
kelima adalah 15 x 105. Dapat disimpulkan bahwa tingkat pengenceran yang tinggi akan
menghasilkan koloni bakteri yang sedikit. Jika koloni bakteri lebih rendah dari 3 atau lebih
banyak dari 300, perhitungan bakteri tidak dapat dilakukan.
4.5 Kesimpulan
a. Alat
2. Tabung reaksi
3. Osse
4. Pipet tetes
5. Inkubator
b. Bahan
1.Media (Agar)
Prinsip :
Prinsip teknik difusi adalah melihat kekuatan obat atau bahan anti mikroba
terhadap suatu bakteri dengan mengukur radian zona bening.
Cara :
c. Disk yang berisi antimikroba diletakkan pada cawan agar yang telah ditanami
dengan bakteri (pada satu cawan bisa digunakan ± 3 macam antimikroba, jangan
lebih dari 3 macam karena akan mempengaruhi bentuk zona pertumbuhan).
Intpretasi Hasil :
Pada cawan akan terlihat zona bening di sekitar obat dengan diameter yang
berbeda.
a. Plate Counts
- Cawan petri yang berisi agar padat, ditanami dengan satu inokulum
bakteri (±5μl) dengan cara spreader (bila kultur terlalu padat dilakukan
pengenceran dahulu).
- Persyaratan jumlah koloni dalam satu cawan yang dapat dihitung adalah 30-
300 CFU.
1 . Ke l o m p o k C 2 1
Pada kelompok C 21, haisl praktikumnya dapat diamati bahwa diameter zona
hambat pada disk berlabel C lebih lebar jika dibandingkan dengan yang lainnya,
sedangkan pada disk yang berlabel B diamaeter zona hambatnya terlihat lebih kecil
jika dibandingkan dengan yang lainnya. Jika diurutkan zona hambat berturut-turut
yaitu C > D > A > B.
2. Kelompok C 22
Pada kelompok C22, hasil praktikumnya tidak terlihat jelas perbedaan diameter zona
hambat dari masing-masing disk, sehingga sulit dibedakan antara bakteri yang sensitive
dengan bakteri yang resisten terhadap antimikroba.
3 . Ke l o m p o k C . 2 3
Sensitivitas adalah suatu keadaan dimana mikroba sangat peka terhadap antibiotik
atau sensitivitas adalah kepekaan suatu antibiotik yang masih baik untuk memberikan daya
hambat terhadap mikroba. Uji sensitivitas terhadap suatu antimikroba untuk dapat
menunjukkan pada kondisi yang sesuai dengan efek daya hambatnya terhadap mikroba.
Suatu penurunan aktivitas antimikroba akan dapat menunjukkan perubahan kecil yang tidak
dapat ditunjukkan oleh metode kimia, sehingga pengujian secara mikrobiologis dan biologi
dilakukan. Biasanya metode merupakan standar untuk mengatasi keraguan tentang
kemungkinan hilangnya aktivitas antimikroba (Djide, 2008).
Intermediet adalah suatu keadaan dimana terjadi pergeseran dari keadaan sensitif ke
keadaan yang resisten tetapi tidak resisten sepenuhnya. Sedangkan resisten adalah suatu
keadaan dimana mikroba sudah peka atau sudah kebal terhadap antibiotik (Djide, 2008).
Resisten adalah ketahan suatu mikroorganisme terhadap suatu anti mikroba atau
antibiotik tertentu. Resisten dapat berupa resisten alamiah, resisten karena adaya mutasi
spontan (resisten kromonal) dan resisten karena terjadinya pemindahan gen yang resisten
(resistensi ekstrakrosomal) atau dapat dikatakan bahwa suatu mikroorganisme dapat resisten
terhadap obat-obat antimikroba, karena mekanisme genetik atau non-genetik (Djide, 2008).
Penyebab terjadiya resisten terhadap mikroorganisme adalah penggunaan antibiotik
yang tidak tepat, misalnya penggunaan dengan dosis yang tidak memadai, pemakaian
yang tidak teratur, demikian juga waktu pengobatan yang tidak cukup lama, sehingga untuk
mencegah atau memperlambat terjadinya resisten tersebut, maka cara pemakaian antibiotik
perlu diperhatikan (Djide, 2008).
Pada praktikum ini, kelompok kami menggunakan bakteri yang sudah ditanam
terlebih dahulu pada media agar yaitu Mueller Hinton sebelum diberikan antimikroba.
Antimikroba diberikan dengan menggunakan disk yang dicelupkan terlebih dahulu pada
botol yang berisi antimikroba, setelah itu diletakkan pada cawan petri yang berisi media agar
yang sudah ditanami bakteri. Antimikroba yang digunakan diberi label A, B, C, dan D.
Cawan petri yang berisi bakteri dibagi menjadi 4 bagian untuk membandingkan masing-
masing antimikroba yang diberikan pada bakteri tersebut. Setiap bakteri mempunyai sifat
sensitivitas yang berbeda-beda terhadap antimikroba, ada bakteri yang terlalu sensitif dan
ada juga bakteri yang resisten terhadap antimikroba.
Pada praktikum ini terdapat hasil yang berbeda-beda pada tiap kelompok. Pertama,
pada kelompok C.21 dapat dilihat bahwa diameter zona hambat dari masing-masing disk
berbeda-beda. Bakteri yang diberikan antimikroba dari botol C mempunyai diameter zona
hambat yang paling lebar jika dibandingkan dengan bakteri yang diberikan antimikroba
dari botol yang lain. Bakteri pada media agar tersebut memiliki sensitivitas yang tinggi
terhadap antimikroba dari botol C, sehingga diameter zona hambat disekitar disk terlihat
lebar. Bakteri yang diberikan antimikroba dari botol B tidak terlihat jelas zona hambatnya
yang ada disekitar disk seperti yang lainnya. Bakteri yang diberikan antimikroba dari botol B
memiliki sifat yang berbeda dengan antimikroba dari botol C, yaitu bakterinya sedikit
resisten terhadap antimikroba dari botol B, sehingga diameter zona hambat disekitar disk
terlihat kecil dan tidak terlihat jelas.
Semakin lebar diameter zona hambatan yang terbentuk dari antimikroba, maka
bakteri tersebut semakin sensitif. Kedua, pada kelompok C.22 tidak terlihat jelas perbedaan
diameter zona hambat dari masing-masing disk, sehingga sulit dibedakan antara bakteri yang
sensitif dengan bakteri yang resisten terhadap antimikroba. Hasil pada kelompok C.22
terlihat seolah-olah diameter zona hambat dari masing-masing disk sama lebarnya, sehingga
tidak dapat ditarik kesimpulan bakteri yang paling sensitif terhadap antimikroba ataupun
bakteri yang paling resisten terhadap antimikroba.
Ketiga, pada kelompok C.23 sama sekali tidak terlihat diameter zona hambatnya. Hal
tersebut bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Pada saat praktikum, mahasiswa yang
melakukan pengujian tersebut melakukan kesalahan sehingga membuat antibakteri tidak
berjalan sesuai fungsinya, hal ini dinamakan human eror. Selain itu, kesalahan hasil
praktikum pada kelompok tersebut bisa disebabkan karena masa inkubasi yang kurang
sehingga ketika diamati hasilnya tidak terlihat diameter zona hambatnya. Masa inkubasi
yang kurang bisa menyebabkan antibakteri belum bekerja maksimal pada bakteri dan
membuat hasil praktikum
5.5 Kesimpulan
Dari praktikum diatas dapat disimpulkan bahwa setiap bakteri mempunyai sifat
sensivitas yang berbeda-beda terhadap antimikroba. Hal tersebut dapat dilihat dari diameter
zona hambat yang dihasilkan, semakin lebar diameter zona hambatan yang terbentuk dari
antimikroba, maka bakteri tersebut semakin sensitive.
TOPIK 6
PEWARNAAN SPORA, BEAKER, DAN KRANZ
6.1Pengecatan Klein
6.1.1 Alat & Bahan
a. Bahan cat1
1. Carbol fuchsine
2. peluntur : H 2 SO 4 1%
b. Bahan cat2
1. Air methylen biru
2. air
6.1.2 Cara Kerja
1. Buat dahulu suspense bakteri sebagai berikut :
Ambil 1 cc air garam physiologis (pZ), kemudian larutkan kultur bakteri
yang akan diperiksa, lalu ambil suspense bakteri ini sebanyak 1 cc
campur dengan 1 cc bahan cat carbol fuchsine , kemudian panaskan
selama 6 menit. Tujuan dari perlakuan ini untuk membentuk sporadan
agar bahan cat bias menembus spora.
2. Ambil beberapa tetes dari larutan ini dan letakkan pada gelas obyek
yang sudah bersih, kemudi an keringkan dan fixer dengan api.
3. Lunturkan dengan larutan H 2 SO 4 1% selama 2-3 detik, lalu bilas
dengan air.
4. Cat dengan air methylen biru selama 4 menit, lalu keringkan. Spora
akan berwarna merah dan bentuk vegetatif terlihat biru.
Gambar 4.15 Gambar 4.17
Perangkat Pengecatan Spora Preparat dengan Pengecatan
Klein. Spora berwarna merah,vegetatif biru
a. Bahan cat 1
1. Malachite green 5 %
b. Bahan cat 2
6.4 Pembahasan
Endospora adalah struktur spesifik yang ditemukan pada beberapa jenis bakteri.
Karena kandungan air endospora sangat rendah bila dibandingkan dengan sel vegetatifnya,
maka endospora berbentuk sangat padat dan sangat refraktil bila dilihat di bawah mikroskop.
Endospora sangat sukar diwarnai dengan pewarna biasa, sehingga harus digunakan pewarna
spesifik dan yang biasa digunakan adalah malachite green. Dua jenis bakteri yang dapat
membentuk spora misalnya Clostridium dan Bacillus. Clostridium adalah bakteri yang
bersifat anaerobic, sedangkan Bacillus pada umumnya bersifat aerobic. Struktur endospora
mungkin bervariasi untuk setiap jenis spesies, tapi umumnya hamper sama. Endospora
bakteri merupakan struktur yang tahan terhadap keadaan lingkungan yang ekstrim misalnya
kering, pemanasan, dan keadaan asam.Bakteri pembentuk spora lebih tahan terhadap
desinfektan, sinar, kekeringan, panas, dan kedinginan. Kebanyakan bakteri pembentuk spora
tinggal di tanah, namun spora bakteri dapat tersebar di mana saja
Pada percobaan dengan menggunakan metode klein, telah dipelajari untuk mengamati
endospora bakteri dengan menggunakan prosedur pewarnaan spora atau pewarnaan Klein.
Kemudian, memahami setiap langkah dan reaksi-reaksi kimia yang terjadi dałam prosedur
tersebut. Sebagai praktek telah diaplikasikan beberapa prinsip dalam percobaan ini. Antara
yang digunakan adalah teknik aseptis dimana ia merupakan suatu teknik yang harus dipraktek
selama melakukan pengamatan bakteri. Hal ini demikian karena teknik aseptis merupakan
satu teknik yang dilakukan untuk menjamin preparasi atau pembiakan tersebut bebas dari
partikel dan kontaminasi luar pada waktu perlakuan. Prinsip seterusnya adalah pewarnaan
spora yang bermaksud spora bakteri tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan biasa,
diperlukan teknik pewarnaan khusus. Pewarnaan Klein adalah pewarnaan spora yang paling
banyak digunakan. Prinsip terakhir yang diaplikasikan dalam percobaan ini adalah ikatan ion.
Ketika bakteri diberikan pewarnaan, bakteri tersebut mengalamai ikatan ion antara komponen
selular dari bakteri dengan senyawa aktif dari pewarna yang disebut kromogen. Maka terjadi
ikatan ion karena adanya muatan listrik baik pada komponen seuler maupun pada pewarna.
Pada percobaan kali ini telah dilakukan pewarnaan spora menggunakan suspensi bakteri
Bacillus subtilis dan zat pewarna atau kromogen yaitu karbol fuksin dan metilen biru. Dibuat
suspensi bakteri yang terdiri dari biakan bakteri dan NaCl fisiologis ditabung reaksi.
Ditambahkan karbol fuksin sebanyak 1:1 ke dalam suspensi tersebut. Dipanaskan campuran
tersebut dalam pemanas air bersuhu 800C selama 10 menit. Dijaga jangan sampai mendidih
atau kering. Suhu suspense bakteri harus dijaga karena kalau suhunya terlalu tinggi ini
mungkin mempengaruhi hasil pengamatan dimana bakteri mati dan tidak dapat diamati.
Spora bakteri (endospora) tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan biasa, diperlukan teknik
pewarnaan khusus. Pewarnaan Klein adalah pewarnaan spora yang paling banyak digunakan.
Endospora sulit diwarnai dengan metode Gram. Untuk pewarnaan endspores, perlu
dilakukan pemanasan yamg dapat menyebabkan lapisan luar spora mengembang sehingga
pori-pori dapat membesar dan memudahkan zat warna, karbol fuksin meresap ke dalam
dinding pelindung spora bakteri. Seterusnya dimulai dengan pembuatan pewarnaan spora
dengan menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan. Olesan bakteri yang digunakan adalah
suspensi bakteri Bacillus subtilis. Sekian itu, telah dibersihkan preparat dengan alkohol 70%
lalu dikeringkan dengan kapas dimana perlakuan ini betujuan agar tidak ada kontaminasi
yang terjadi dan bebas dari lemak yang masih menempel pada kaca obyek karena lemak
tersebut cenderung berikatan dengan zat warna yang mampu memberikan hasil visualisasi
terhadap bakteri yang kurang efektif. Selanjutnya telah dilakukan pembuatan menandakan
batas pengamatan dengan menggunakan spidol pada kaca obyek yang bertujuan agar
diketahui bagian yang akan dioleskan dengan sampel kandungan bakteri dan lebih mudah
untuk diamati pada saat apabila diobservasi dibawah mikroskop karena setelah proses
pewarnaan. Sebagai langkah pertama ose atau innoculating loop terlebih dahulu harus di
fiksasi dengan meletakkan hujung bagian kawat ose pada api sehingga kawat pada ose
bertukar menjadi merah. Perlakan ini dilakukan untuk memastikan bahwa ose tersebut tidak
mengandung atau menpunyai penempelan sebarang bakteri dan kontaminan yang berada di
sekitar atau sekian pemakaian sebelumnya. Setelah fiksasi, ose didinginkan untuk beberapa
menit sehingga ose tidak panas lagi. Pendinginan ose adalah untuk memastikan bahwa ose
yang masih panas ketika dicelup kedalam sample bakteri berpotensi membunuh bakteri yang
ada pada sample sehingga hasil pengamatan tidak dapat dikenal pasti. Berikutan itu, diambil
suspensi bakteri Bacillus subtilis dari tabung reaksi dengan menggunakan ose yang telah
dingin berdekatan api dan dioleskan pada linkungan yang ditandai pada kaca objek secara
rata berdekatan api. Perlakuan ini dilakukan berdekatan dengan api untuk mengurangkan dan
mencegah paparan kontaminasi yang mungkin terjadi pada proses pengambilan sampel dan
pengolesan sampel.
Seterusnya, kaca objek yang dioleskan suspense bakteri Bacillus subtilis telah
dilewatkan pada api untuk beberapa detik sehingga kelihatan agak mengering dan tidak bisa
dilewatkan pada api terlalu lama karena bakteri pada kaca obyek itu akan mati. Proses
pengeringan itu bertujuan agar bakteri yang dioleskan tidak tercuci apabila proses pewarnaan
dilakukan. Setelah itu, preparat tersebut digenangi olesan dengan H2SO4 1% selama 2 detik
lalu dibilas dengan airu suling. Pada saat pembuatan preparat, waktu yang ditentukan untuk
penetesan zat warna dan H2SO4 sebaiknya tidak lebih ataupun kurang dari waktu yang telah
ditentukan, karena hal tersebut dapat mempengaruhi hasil preparat saat dilihat dbawah
mikroskop. Berikutan itu, dilanjut dengan proses pewarnaan dengan menggunakan pewarna
tandingan metilen biru yang telah digenangi secara merata pada preparat pada posisi
horizontal pada bak pewarna. Seterusnya, didiamkan selama 5menit agar pewarnaan tersebut
merata ke seluruh daerah dimana bakteri dioleskan dan melewati ikatan ion antara komponen
selular dari bakteri dengan senyawa aktif dari pewarna yang disebut kromogen. Kemudian
dibilas dengan air suling secara perlahan-lahan sehingga tidak ada bakteri yang tercuci ketika
proses pembilasan. Preparat tersbut kemudian telah dikeringkan dengan kertas saring pada
daerah diluar batas pengamatan karena bakteri pada preparat cenderung menempel pada
kertas saring maka proses pengeringan ini harus dilakukan secara berhati-hati dan perlahan.
Proses akhirnya adalah penetesan minyak emersi pada preparat yang bertujuan dapat
memberikan visualisasi yang lebih jelas dan terang ketika pengamatan dan juga melindungi
mikroskop itu sendiri. Minyak imersi memiliki indeks refraksi yang tinggi dibandingkan
dengan air atau udara sehingga objek yang kita amati dapat terlihat lebih jelas. Secara
akhirnya, telah diamati preparat yang adanya bakteri pada mikroskop majemuk dengan
kekuatan 10x dan 100x.
Sekian itu, hasil dari pengamatan telah dicatat dan telah dikenalpasti dimana pada
pengecatan metode spora metode Klein dapat dilihat bahwa bagian yang berwarna biru
merupakan sel bakteri itu sendiri karena bakteri pertama kali diberi zat pewarna karbol fuksin
ketika persiapan membuat suspensi bakteri tersebut. Sedangkan ada bintik-bintik kecil yang
berwarna merah, itulah yang disebut sebagai spora bakteri. Hal ini disebabkan setelah
mendapat perlakuan zat pewarna karbol fuksin, tabung reaksi terkandung suspensi bakteri
dipanaskan dalam sampai keluar uap (800C), dalam kondisi tersebut, lingkungan akan
merugikan sel bakteri karena dapat mematikan bakteri, pada kondisi seperti itu bakteri akan
membentuk spora untuk melindungi dirinya dari kondisi lingkungan yang merugikan
sehingga pada saat dicelupkan dengan asam sulfat (H2SO4) dan dibilas dengan air, pada saat
pencelupan dalam larutan asam sulfat, zat warna fuchsin akan merembes masuk ke dalam
spora dan spora menjadi berwarna merah, kemudian ditambahkan zat pewarna metilen biru,
sel vegetative bakteri yang awalnya transparan akan terwarna dengan methylene blue
tersebut, sehingga berwarna biru. Berdasarkan pengamatan, yang terlihat ialah bakteri
Bacillus subtilis dengan spora yang terminal, yaitu letak spora ada diujung sel. Sebenarnya
jenis letak spora ada 3 buah: sentral, yaitu letak spora berada di tengah-tengah sel; terminal,
yaitu letak spora ada diujung sel; sub terminal, yaitu letak spora diantara ujung dan di tengah-
tengah sel. Akan tetapi pada pengamatan kali ini hanya ada spora terminalis. Warna sporanya
merah sedangkan dan warna badan vegetatif adalah ungu.
Pada metode Schaeffer-Fulton yang banyak dipakai dalam pengecatan endospora,
endospora diwarnai pertama dengan malachite green dengan proses pemanasan. Larutan ini
merupakan pewarna yang kuat yang dapat berpenetrasi ke dalam endospora. Setelah
perlakuan malachite green, biakan sel dicuci dengan air lalu ditutup dengan cat safranin.
Teknik ini akan menghasilkan warna hijau pada endospora dan warna merah muda pada sel
vegetatifnya. Dua jenis bakteri yang dapat membentuk spora misalnya Clostridium dan
Bacillus. Clostridium adalah bakteri yang bersifat anaerobic, sedangkan Bacillus pada
umumnya bersifat aerobic. Struktur endospora mungkin bervariasi untuk setiap jenis spesies,
tapi umumnya hamper sama. Endospora bakteri merupakan struktur yang tahan terhadap
keadaan lingkungan yang ekstrim misalnya kering, pemanasan, dan keadaan asam.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengecatan spora :
1. Fiksasi
2. Smear terlalu tebal
3. Waktu pengecatan tidak tepat
4. Konsentrasi reaagen
5. Umur bakteri
6. Nutrisi
Pewarnaan Becker and Kranz Pewarnaan metode becker and kranz ini merupakan
salah satu dari pewarnaan khusus, yang di lakukan untuk mengetahui bagian â bagian kuman
yang sukar bila menggunakan pewarnaan biasa. Terutama untuk mengetahui spirocaetha
yang pada kelompok kami di ambil dari plak gigi. Pada praktikum kami plak gigi yang di
ambil di goreskan di atas gelas obyek, kemudian kami tuangkan bahan fiksasi dari Ruge -
Rose kurang lebih 2 menit 30 detik. Kemudian sediaan di cuci dengan air dan sediaan di
tuangi Tannine Beite selama 1 menit sambil di panaskan, tujuan dari pemansan ini ialah
untuk memudahkan spirochaeta menyerap bahan cat. Sedian di cuci kembali dan cat dengan
Carbol Gentian Violet selama 2 menit, lalu di sedian di panaskan sampai menguap, dan di
cuci lalu sediaan di keringkan. Dengan teknik ini spirochaeta akan tercat ungu tua. Pada
praktikum kelompok kami di dapatkan hasilseperti gambar di atas yang terdiri dari : 1.
Bentukan batang langsing berwarna ungu 2. Bentukan batang tebal berwarna ungu 3.
Bentukan batang berkelok / spiral berwarna ungu 4. Bentukan batang koma warna ungu
6.5 Kesimpulan
Bakteri Bacillus subtilis merupakan bakteri yang dapat membentuk spora. Hasil
pengamatan dari metode klein spora didapati berwarna merah dan badan vegetatif berwarna
ungu. Pada metode Schaeffer fultonvegetatif merah, spora batnang basil, susunan rantai,
spora hijau, letak spora central. Hasil dengan pewarnaan Becker & Kranz terlihat bentuk
batang langsing runcing berwarna ungu, bentuk batang tebal panjang berwarna ungu, bentuk
batang berlenggok berwarna ungu, dan bentuk batang koma berwarna ungu.
TOPIK 7
a. Alat
1. Object glass
2. Brander
b. Bahan
1. Carbol fuchsine ( bahan pewarna 1 )
2. HCl 3% dalam alcohol ( bahan peluntur )
3. Air methylen blue ( bahan pewarna 2 )
4. Air
2. Cara Kerja
Pada pengecatan ini bakteri yang tahan asam akan berwarna merah karena carbol
fuchsine tidak larut pada pelunturan dengan asam alcohol. Sedangkan bakteri tidak tahan
asam tidak tahan terhadap pelunturan sehingga warna pertama akan hilang dan mengambil
warna kedua yaitu methylen blue oleh karena itu bakteri tidak tahan asam akan berwarna biru.
Gambar 1. Hasil Uji Pengecatan Bakteri Tahan Asam Kelompok C21, C22, C23
B. PENGECATAN NEISSER
2. Cara Kerja
1. Campurkan dalam gelas ukur, 2 bagian Neisser A + 1 bagian Neisser B.
2. Gelas obyek yang telah diulas dengan kultur dicat dengan campuran dari Neisser A
dan B selama 1 menit.
3. Cat dibuang, cat kembali dengan Neisser C selama ½ menit, kemudian keringkan
dengan memakai kertas filter
4. Sediaan dikeringkan pada suhu kamar dan diperiksa dibawah mikroskop
3. Hasil Praktikum
Bakteri golongan Diphterie, poolkarrelnya ungu kehitaman dengan badan bakteri
berwarna coklat atau kekuningan biasanya ditemukan dengan berbagai susunan yang
menyerupai huruf V, L atau Y.
Cat pertama akan mewarnai butir-butir kutub kuman diphtheria dan akan dirubah
secara methchromatis dari warna bahan methylene blue – kristal violet menjadi warna lain
yaitu coklat. Protoplasma dari bakteri akan diwarnai dari bahan cat Neisser C, menjadi coklat
muda / kuning.
a. Alat
1. Oese
2. Brander
3. Object glass
4. Pipet
b. Bahan
1. Akuades
2. Kristal violet
3. Iodine
4. Alcohol 96 %
5. Safranin
2. Cara Kerja
1. Object glass yang sudah bersih dipulaskan bakteri yang akan diperiksa dan difiksasi
2. Pada sediaan dituangi warna crystal selama 1 menit. Crystal violet dibuang
3. Cuci dengan air
4. Tuang dengan larutan lugol/iodine (mordan) selama 1 menit, lugol dibuang
5. Cuci dengan air
6. Sediaan dilunturkan dengan alcohol 96% selama 5-15 detik (dalam praktek dapat
dilihat apabila zat warna pertama sudah tidak terlihat lagi menempel pada object glass
maka pelunturan dianggap sudah cukup)
7. Sediaan disiram dengan air selama 1 menit untuk menghilangkan sisa bahan peluntur
yang masih tertinggal pada sediaan. Kemudia sediaan dicat dengan safranin selama 30
detik
8. Sediaan disiram dengan air selama waktu yang diperlukan untuk menghilangkan sisa-
sisa warna, lalu dikeringkan
9. Dilihat di bawah mikroskop
10. Bakteri Gram positif berwarna ungu, Gram Negatif berwarna merah
3. Hasil Praktikum
Reaksi bakteri terhadap pengecatan Gram didasarkan pada jumlah peptidoglikan pada
dinding sel bakteri yang bersangkutan. Bakteri Gram Positif memiliki lapisan peptidoglikan
yang lebih tebal dibandingkan dengan Gram Negatif. Ikatan antara crystal violet, mordan dan
asam teikoat membentuk kompleks yang kuat sehingga cat pada gram positif tidak mudah
lepas waktu dilunturkan oleh bahan peluntur dibandingkan dengan Gram negatif.
4. Pembahasan
Pewarnaan gram adalah pewarnaan diferensial yang sangat berguna dan paling
banyak digunakan dalam laboratorium mikrobiologi, karena merupakan tahapan penting
dalam langkah awal identifikasi. Pewarnaan ini didasarkan pada tebal atau tipisnya lapisan
peptidoglikan di dinding sel dan banyak sedikitnya lapisan lemak pada membran sel bakteri.
Jenis bakteri berdasarkan pewarnaan gram dibagi menjadi dua yaitu gram positif dan gram
negatif. Bakteri gram positif memiliki dinding sel yang tebal dan membran sel selapis.
Sedangkan baktri gram negatif mempunyai dinding sel tipis yang berada di antara dua lapis
membran sel (manurung, 2010).
Penambahan violet pada bakteri. Kristal violet merupakan reagen yang berwarna
ungu. Kristal violet ini merupakan pewarna primer (utama) yang akan memberi warna pada
mikroorganisme target. Kristal violet bersifat basa sehingga mampu berikatan dengan sel
mikroorganisme yang bersifat asam. Dengan perlakuan seperti itu, sel mikroorganisme yang
transparan akan terlihat berwarna (ungu). Pemberian kristal violet pada bakteri gram positif
akan meninggalkan warna ungu muda. Perbedaan respon terhadap mekanisme pewarnaan
gram pada bakteri adalah didasarkan pada struktur dan komposisi dinding sel bakteri. Bakteri
gram positif mengandung protein dan gram negatif mengandung lemak dalam persentasi
lebih tinggi dan dinding selnya tipis. Kristal violet yang diteteskan didiamkan selama 1
menit bertujuan agar cat atau pewarna ini dapat melekat sempurna pada dinding sel bakteri.
Penambahan lugol pada bakteri. Lugol merupakan pewarna mordan, yaitu pewarna
yang berfungsi memfiksasi pewarna primer yang diserap mikroorganisme target atau
mengintensifkan warna utama. Pemberian lugol pada pengecatan gram dimaksudkan untuk
memperkuat pengikatan warna oleh bakteri. Kompleks zat lugol terperangkap antara dinding
sel dan membran sitoplasma organisme gram positif, sedangkan penyingkiran zat lipida dari
dinding sel organisme gram negatif dengan pencucian alkohol memungkinkan hilang dari
sel. Lugol yang diteteskan didiamkan selama 1 menit bertujuan agar pengikatan warna oleh
bakteri menjadi semakin lebih kuat.
Selanjutnya, 1 tetes alkohol 96% diteteskan di atas objek glass tersebut kemudian
didiamkan selama 45 detik. Setelah itu, kaca objek dibilas dengan air hingga warnanya
hilang. Etanol 95% merupakan solven organik yang berfungsi untuk membilas (mencuci)
atau melunturkan kelebihan zat warna pada sel bakteri (mikroorganisme). Tercuci tidaknya
warna dasar tergantung pada komposisi dinding sel, bila komponen dinding sel kuat mengikat
warna, maka warna tidak akan tercuci sedangkan bila komponen dinding sel tidak kuat
menelan warna dasar, maka warna akan tercuci. Pemberian alkohol pada pengecatan ini dapat
mengakibatkan terjadinya dua kemungkinan yaitu mikroorganisme (bakteri) akan tetap
berwarna ungu atau bakteri menjadi tidak berwarna. Pemberian alkohol 96% juga
menyebabkan terekstraksi lipid sehingga memperbesar permeabilitas dinding sel.
Selanjutnya diteteskan 1 tetes safranin di atas kaca objek tersebut kemudian
didiamkan selama 1 menit. Setelah itu, kaca objek dibilas dengan air hingga warnanya hilang.
Safranin merupakan pewarna tandingan atau pewarna sekunder. Zat ini berfungsi untuk
mewarnai kembali sel-sel yang telah kehilangan pewarna utama setelah perlakuan dengan
alkohol. Dengan kata lain, safranin memberikan warna pada mikroorganisme non target serta
menghabiskan sisa-sisa cat atau pewarna. Pewarnaan safranin masuk ke dalam sel dan
menyebabkan sel menjadi berwarna merah pada bakteri gram negatif sedangkan pada bakteri
gram positif dinding selnya terdehidrasi dengan perlakuan alkohol, pori – pori mengkerut,
daya rembes dinding sel dan membran menurun sehingga pewarna safranin tidak dapat
masuk sehingga sel berwarna ungu.
Pemberian reagen atau pewarna yang berganti dari satu pewarna ke pewarna lain
dengan waktu yang telah ditentukan disebabkan karena zat-zat warna tersebut dapat berikatan
dengan komponen dinding sel bakteri dalam waktu singkat. Karena itulah rentang waktu
pemberian zat warna yang satu ke yang lainnya tidak lama sehingga proses identifikasi
bakteri berlangsung cepat.
Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum ini kami dapat mengetahui dan memahami prosedur
pewarnaan gram dan pengelompokan bakteri. Bakteri ini merupakan bakteri gram
positif,dikarenakan pada bakteri ini mengandung banyak peptidogligan sehingga mudah
berikatan dengan kristal ungu. Sehingga pada saat sampai pewarnaan terakhir bakteri
berwarna biru atau ungu.
TOPIK 8
IMUNOLOGI
1. Tujuan
b) Mengetahui cara melakukan pemeriksaan golongan darah A, B, AB, O dan rhesus
c) Mengetahui reaksi yg terjadi pada pemeriksaan darah
d) Menentukan golongan darah
Gambar 8.1 Dari kiri ke kanan: a) kertas bioaktif, b) serum anti A,B, dan AB, c) pen lanset,
d) jarum lanset, e) tusuk gigi, f) alcohol 70%.
3. Cara Kerja
a) Sediakan gelas objek yang bersih.
b) bersihkan ujung jari telunjuk yang akan diambil darahnya dengan alkohol 70%.
c) Kemudian tusuk jari telunjuk tersebut dengan jarum lanset berukuran 3ml.
d) Setelah darah keluar, letakkan tiga tetes kecil darah pada objek gelas.
e) Tetesi tetesan darah pertama dengan anti serum A lalu aduk dengan ujung tusuk gigi.
f) Tetesi tetesan darah pertama dengan anti serum B lalu aduk dengan ujung tusuk gigi.
g) Tetesi tetesan darah pertama dengan anti serum AB lalu aduk dengan ujung tusuk
gigi.
h) Tetesi tetesan darah pertama dengan anti serum AB lalu aduk dengan ujung tusuk
gigi.
i) Tetesi tetesan darah pertama dengan anti serum D lalu aduk dengan ujung tusuk gigi.
j) Lalu cek hasilnya.
4. Hasil Praktikum
5. Pembahasan
Untuk mengetahui golongan darah seseorang dapat dilakukan dengan pengujian yang
menggunakan serum yang mengandung aglutinin. Dimana bila darah seseorang diberi serum
aglutinin A mengalami aglutinasi atau penggumpalan berarti darah orang tersebut
mengandung aglutinogen A. Dimana kemungkinan orang tersebut bergolongan darah A atau
AB. Bila tidak mengalami aglutinasi, berarti tidak menngandung antigen A, kemungkinan
darahnya adalah bergolongan darah B atau O (Kimball, 1999).
Tabel 1. Pedoman penggolongan darah sistem ABO (American Red Cross, 2013)
Pada percobaan kali ini yang dilakukan untuk mengetahui golongan darah dan rhesus,
mula-mula yang dilakukan adalah menyiapkan kartu uji golongan darah yang sudah diisi
biodata perserta golongan darah dan telah teriisi keterangan. Kartu uji golongan darah
berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan objek yang akan diamati. Kemudian mensterilkan
salah satu ujung jari yaitu dengan alkohol swab. Alkohol swab berfungsi untuk mensterilkan
jari manis dari kuman. Kemudian menusukkan lancet ke jari manis yang telah disterilkan
tadi, ditusukkan pada pembuluh darah arteri. Setelah itu, menekan ujung jari yang telah
ditusuk tadi sehingga mengeluarkan darah dan meneteskan darah tersebut pada kartu uji
golongan darah, di sebelah kiri dan sebelah kanan, kemudian meneteskan serum alfa di
sebelah darah yang berada disebelah kanan, dan meneteskan serum beta disebelah darah yang
berada di sebelah kiri, lalu mengaduknya dengan gerakan memutar dengan menggunakan
tusuk gigi. Serum alfa dan serum beta berfungsi untuk menentukan jenis golongan darah yang
ditandai dengan adanya aglutinasi dan tidak adanya aglutinasi.
Dikatakan bergolongan darah A, karena setelah darah tersebut dicampur dengan anti
A dan anti AB, darah tersebut mengalami aglutinasi. Aglutinasi terjadi dikarenakan di dalam
sel darah tersebut mengandung agutinogen A, dan serum darahnya dapat membuat aglutinin
anti-B.
Dikatakan bergolongan darah B, karena setelah darah tersebut dicampur dengan anti
B dan anti AB, darah tersebut mengalami aglutinasi. Aglutinasi terjadi dikarenakan di dalam
sel darah tersebut mengandung aglutinogen B, dan serum darahnya dapat membuat aglutinin
anti-A.
Dikatakan bergolongan darah O, karena tidak mengalami aglutinasi setelah
dicampurkan anti A, anti B, dan anti AB. Hal ini dikarenakan di dalam sel darah tersebut
tidak mengandung aglutinogen, dan serum darahnya dapat membuat aglutinin anti-A dan
aglutinin anti-B.
Dikatakan memiliki rhesus positif, karena mengalami aglutinasi setelah dicampurkan
serum anti RH. Aglutinasi terjadi dikarenakan di dalam sel darah tersebut mengandung
aglutinogen rhesus.
6. Kesimpulan
Golongan darah dan rhesus pada setiap orang berbeda-beda. Untuk menentukannya dapat
dilakukan tes penggolongan darah dan rhesus. Pada praktikum ini hasilnya adalah golongan
darah A ditandai dengan aglutinasi setelah pemberian anti A dan anti AB, golongan darah B
ditandai dengan aglutinasi setelah pemberian anti B dan anti AB, golongan darah O ditandai
dengan tidak ada aglutinasi setelah pemberian anti A, anti B, dan anti AB; dan rhesus (–)
ditandai dengan aglutinasi setelah pemberian anti RH.
TOPIK 9
PERGERAKAN BAKTERI
1. Tujuan:
1. Untuk menentukan ada atau tidak adanya kemampuan gerak bakteri
2. Untuk mengamati gerak bakteri
3. Cara Kerja
1. Sediaan Tetes Gantung :
Cara membuat preparat / sediaan:
1. Sediakan sebuah gelap penutup, letakkan
2. Lumasi ujung lidi dengan vaselin, sentuhkan pada semua tepi gelas penutup. Guna
vaselin adalah supaya gelas penutup dapat melekat dengan gelas obyek dan isolasi
agar bakteri tidak merembes keluar.
3. Ambil satu tetes biakan,, letakkan pada gelas penutup
4. Gelas obyek cekung ditempelkan pada gelas penutup
5. Bila keduanya sudah melekat, dibalik dengan cepat
6. Sediaan dilihat dibawah mikroskop dengan system kering, dengan pembesaran
pada lensa obyektif 10x atau 45x.
7. Pada pemeriksaan ini harus diingat adanya pergerakan aktif dan pasif:
a. Pergerakan aktif adalah pergerakan bakteri karena karena tubuhnya atau
flagelnya
b. Pergerakan pasif atau pergerakan molecular dari brown. Pergerakan ini terjadi
karena mengalirnya cairan atau benturan molekul yang berada pada cairan
dimana bakteri itu berada.
2. Sediaan yang diperiksa dibawah mikroskop Lapang Pandang ( Dark Field Microscope)
Pada pemeriksaan ini bakteri akan tampak jelas karena bakteri terlihat bercahaya,
sedangkan latar belakangnya gelap.
Cara membuat preparat:
1. Gelas obyek biasa di bagian tengahnya diberi kultur yang akan diperiksa
2. Di atas biakan ini ditempelkan gelas penutup yang tepi-tepinya sudah diberi
vaselin. Sediaan sudah siap dilihat dibawah mikroskop.
4. Hasil Praktikum
Gambar 1.1 Hasil mikroskopis diatas menunjukkan adanya pergerakan dari bakteri E.Coli
9.5 Pembahasan
Praktikum ini digunakan untuk mengamati gerak pada bakteri, dalam praktikum ini
digunakan metode “tetesan bergantung” . Metode ini bertujuan untuk mengamati gerak
bakteri, bakteri yang memilik flagel, dengan metode ini waktu menjadi lebih efisien dan
mudah dilakukan. Keuntungan lain karena memakai metode tetesan bergantung adalah
bakteri yang diamati tidak mudah mati dan bakteri dapat bergerak bebas. Dengan metode ini
juga lebih bersih karena kontak bakteri dengan tangan praktikan berkurang dan hasilnya
akurat. Dalam praktikum ini, sel bakteri yang diteteskan ke dalam kaca penutup dengan
mengunakan jarum inokulasi yang ujungnya lurus.
Gerak bakteri pada bakteri yang bersifat motil diakibatkan adanya struktur atau organ
sel bakteri yang berbentuk benang yang disebut flagel. Karena flagel pada bakteri berfungsi
untuk bergerak. Flagel berbentuk pajang dan ramping, pada umumnya memiliki panjang
sekitar 12 nm sampai 30 nm. Flagel dapat dilihat pada mikroskop cahaya jika ditambahkan
substansi khusus yaitu modran yang merupakan substansi yang dapat mempertajam
pengamatan yang berrfungsi untuk membesarkan garis lengan flagel, setelah itu pada sediaan
digunakan suatu zat warna sehingga flagel dapat terlihat (Volk 1988). Flagel tersusun atas
tiga bagian, yaitu pangkal (basal) adalah bagian yang berhubungan dengan membrane
plasma. “Hook” yang pendek dan filament yang berbentuk seperti benang, panjangnya
sampai beberapa kali melebihi panjang tubuhnya(taringan 1988).
Kemampuan suatu mikroorganisme untuk bergerak sendiri disebut motilitas (daya
gerak). Hampir semua sel bakteri spiral dan sebagian dari sel bakteri bersifat motil,
sedangkan bakteri yang berbentuk kokus bersifat tidak bergerak (non motil) (Volk, 1988).
Dari hasil pengamatan dalam praktikum ini, dari kedua koloni bakteri yang diamati,
salah satu koloni tidak memiliki kemampuan bergerak. Dari pengamatan bentuk bakteri
diketahui bahwa bentuk bateri yang diamati adalah bentuk kokus dan basil, sedangkan bakteri
yang berbentuk kokus memiliki kemampuan bergerak dan bakteri yang berbentuk basil tidak
memiliki kemampuan gerak. Hal ini bertolak belakang dengan pernyataan (Volk, 1988) yang
menyatakan bahwa sebagian bakteri berbentuk basil bersifat motil. Terdapat kesalahan yang
mengakibatkan bekteri ini tidak bergerak, pertama terlalu lama dalam memanaskan jarum
inokulasi pada saat ingin mengambil bakteri (keadaan jarum harus aseptik) membuat bakteri
yang ingin diamati mati terlebih dahulu karena jarum yang dipakai terlalu panas.
Pergerakan bakteri yang diamati berbeda dengan gerakan pada bakteri yang bersifat
non motil atau tidak bergerak. Pergerakan pada bakteri yang bersifat motil menunjukan
pergerakan yang lebih kompleks, menuju kearah tertentu (bukan gerak Brown) sedangkan
gerak pada bakteri yang bersifat tidak motil akan bergerak maju mundur secara zig-zag yang
disebut dengan gerak Brown. Gerak Brown terjadi karena adanya benturan dengan molekul
air (Volk, 1988). Gerak Brown adalah gerak partikel koloid yang bergerak dengan arah zig-
zag, gerakan ini disebabkan adanya tumbukan antara molekul-molekul pelarut dengan
molekul koloid. Tumbukan terjadi antara lentingan sempurna, artinya tenaga kinetik molekul
pelarut dan pertikel koloid sama tetapi karena partikel koloid lebih besar maka gerakannya
lebih lambat jika dibandingkan dengan molekul pelarut (Fariaty, 1995).
Flagel yang ada pada bakteri selalu berlekuk, apalagi jika bakteri sedang bergerak di
dalam medium cair, vibrio penyebab kolera dapat mencapai kecepatan 20 cm per-jam, ini
merupakan suatu prestasi yang luar biasa, sebab kecepatan itu sama dengan kecepatan lari
seseorang yang menempuh jarak 0,3 km per mmenit atau 18 km per jam. Gerakan flagel
menyebabkan bakteri terdorong kedepan, jadi flagel mempunyai fungsi seperti baling-baling
pada kapal laut (Dwijoseputro, 1978).
5. Kesimpulan
1. Dari hasil praktikum pengamatan pergerakan, bakteri yang diamati ada yang bergerak
(memiliki kemampuan) dan ada yang tidak bergerak (tidak memiliki kemampuan).
Bakteri yang bergerak adalah bakteri yang diambil dari medium pertama dan mempunyai
tipe pergerakan Brown. Bakteri yang diambil dari medium kedua tidak bergerak ini
menandakan bakteri ini tidak mempunyai kemampuan untuk bergerak.
2. Gerak bakteri yang ditemukan dalam praktikum ini hanya satu, yaitu yang bertipe
pergerakannya adalah gerak Brown. Gerak Brown mempunyai ciri yaitu bakteri akan
bergerak maju dan mundur ke tempat semula, pergerakan bakteri tidak terlalu cepat dan
bakteri tidak berpindah tempat saat diamati. Pada gerak Brown semua organisme
bergetar dengan laju yang sama dan menjaga hubungan ruang yang tetap satu sama lain.
DAFTAR PUSTAKA
Djide. 2005. Penuntun praktikum Instrumen Mikrobiologi Farmasi dasar, Jurusan Farmasi
Universitas Hasanuddin. Makassar
Puspitasari, G., Murwani, S., dan Herawati. 2012. Uji Daya Antibakteri Perasan Buah
Mengkudu Matang (Morinda citrifolia) Terhadap Bakteri Methicillin Resistan
Staphylococcus Aureus (MRSA) M.2036.T Secara In Vitro. Universitas Brawijaya,
Surabaya
Razali, U. 1987. Mikrobiologi Dasar.Jatinangor:FMIPA UNPAD.
Suryani, Y., Astuti, B. Oktavia, and S. Umniyati. (2010). Isolasi dan Karakterisasi Bakteri
Asam Laktat dari Limbah Kotoran Ayam sebagai Agensi Probiotik dan Enzim
Kolesterol Reduktase. Prosiding Seminar Nasional Biologi. Yogyakarta.
Unknown. 2013. Chapter 18. The Cardiovascular System: Blood. American Red Cross.