Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

JAMUR YANG MEMPENGARUHI WANITA DALAM BIDANG KEBIDANAN

Tugas Mata Kuliah Mikrobiologi

Disusun oleh :

1. Lutfi As Sifah (B2020009)


2. Na’imatul Khoiriyah (B2020012)
3. Talita Khairunisa J.H (B2020017)
4. Tyas Sayekti Pratama (B2020018)

PRODI DIII KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH


GOMBONG

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT kami dapat menyelesaikan
makalah tentang “JAMUR YANG MEMPENGARUHI WANITA DALAM
BIDANG KEBIDANAN” ini dengan baik tanpa hambatan. Kami mengucapkan
terimakasih banyak kepada para pembimbing dan semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan makalah. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan
persyaratan untuk menyelesaikan Tugas Mata kuliah Mikrobiologi.

Kami berharap semoga makalah ini menambah pengetahuan para pembaca.


Namun, terlepas dari itu kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Kebumen, 26 April 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar…………………………………………………………………………i

Daftar isi…………………………………………………………………………….…ii

BAB I PENDAHUAN

1.1 Latar belakang……………….………………………………………….…1

1.2 Rumusan Masalah……..…………………………………………………...1

1.3 Tujuan Masalah………………………………………………….…………1

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................…3

2.1 Pengertian Jamur…………………………………………………………...3

2.2 Habitat jamur……………………………………………………………….4

2.3 Reproduksi Jamur…………………………………………………………..5

2.4 Jamur Yang Memengaruhi Wanita………………………………………...11

2.5 Obat Anti Jamur…………………………………………………………….16

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………….19

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………..……..19

3.2 Saran………………………………………………………………………..19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jamur merupakan bagian dari fungi dan tidak seperti tumbuhan, jamur tidak
memiliki klorofil. Jamur bersifat saprofit atau parasit untuk memenuhi kebutuhan
pangannya. Sebagai saprofit jamur hidup pada sisa makhluk hidup yang telah
mati, seperti di tumpukan sampah organik, tumbuhan, atau kotoran hewan.
Sedangkan sebagai parasit, jamur hidup menempel pada organisme lain yang
biasanya bersifat merugikan.
Jamur tanpa disadari ada di sekitar kita. Jamur dapat ditemukan di halaman
rumput, di lapangan, di sekitar hutan dan lain-lain. Begitu banyaknya jamur di
sekitar alam sampai angka spesies jamur yang sudah diidentifikasi mencapai
angka 75.000 spesies dan diperkirakan masih ada ribuan lainnya yang belum di
temukan. Jika jamur tidak eksis di dunia ini, maka dunia ini akan terlihat
bagaikan kantung sampah raksasa, karena jamur memiliki peran yang sangat
penting di lingkungan alam yaitu jamur bertugas mendekomposisi materi organik
seperti tanaman dan binatang. Sisa dari proses degreadasi akan digunakan
kembali oleh tanaman dan binatang lainnya. Siklus tersebut terus terjadi di
ekosistem. Membentuk suatu keseimbangan yang menunjang kehidupan makhluk
hidup satu sama lain.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan jamur?


2. Dimana habitat hidup jamur?
3. Jelaskan cara reproduksi jamur?
4. Apa saja jamur yang dapat mempengaruhi wanita?
5. Apa saja obat anti jamur?

1
1.3 Tujuan dan Manfaat
1. Agar dapat memahami pengertian jamur.
2. Agar mengetahui habitat hidup jamur.
3. Agar mengetahui bagaimana cara reproduksi jamur.
4. Agar mengetahui jamur yang dapat mempengaruhi wanita.
5. Agar mengetahui obat anti jamur.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Jamur


Mikologi Berasal dari bahasa Yunani Mykes yang berarti Jamur dan Logos
yang berarti Ilmu. Mikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang jamur.
Dalam bahasa Inggris Jamur disebut Fungi / Fungus. Kajian dalam mikologi antara
lain meliputi klasifikasi fungi, kerugian dan peranan jamur dam kehidupan
manusia. Seiring perkembangan teknologi jambur banyak digunakan dalam
bioteknogi, misalnya pembuatan tempe, pembuatan pesellin.
Dilihat dari struktur tubuhnya, jamur memiliki ciri-ciri yang berguna untuk
mengenal apakah suatu organisme merupakan jamur atau bukan. Organisme yang
termasuk jamur bisa terdiri atas satu sel maupun terdiri atas banyak sel. Jamur yang
bersel tunggal (uniseluler), misalnya adalah ragi (Saccharomyces cerevisiae).
Sedangkan jamur yang tubuhnya bersel banyak (multiseluler) bisa berupa jamur
mikroskopis maupun jamur makroskopis. Jamur mikroskopis adalah jamur yang
hanya bisa dilihat dengan mikroskop, karena memiliki ukuran tubuh yang sangat
kecil. Contoh jamur mikroskopis multiseluler adalah Aspergillus sp. dan
Penicillium sp. Jamur multiseluler juga ada yang bersifat makroskopis, mudah
diamati dengan mata telanjang, yang berukuran besar. Contoh jamur makroskopis
adalah jamur merang (Volvariella valvacea) dan jamur kuping (Auricularia
polytricha).
Jamur merupakan organisme eukariotik (eu: sejati dan cariyon: inti), yaitu
organisme yang inti selnya memiliki selaput inti atau karioteka yang lengkap. Di
dalam sel jamur terdapat sitoplasma dan nucleus yang kecil. Jamur memiliki bentuk
tubuh bervariasi, ada yang bulat, bulat telur, maupun memanjang. Pada jamur
bersel banyak (multiseluler) banyak terdapat deretan sel yang membentuk benang,
disebut hifa. Pada jamur yang sifat hidupnya parasit, hifa mengalami modifi kasi,
disebut haustoria. Haustoria merupakan organ untuk menyerap makanan dari

3
substrat tempat hidup jamur, dan organ ini memiliki kemampuan untuk menembus
jaringan substrat.
Berdasarkan ada tidaknya sekat atau septa dikenal adanya hifa aseptat, hifa
septat uninukleus, dan hifa septat multinukleus. Beberapa jenis jamur memiliki hifa
yang tidak bersekat. Didalam hifa tersebut terdapat banyak intisel (multinukleus)
yang menyebar didalam sito- plasmanya. Bentuk hifa yang demikian disebut
soenositik.. Hifa jamur bercabang-cabang membentuk miselium. Kita mengenal ada
2 macam miselium, yaitu miselium vegetatif (berfungsi sebagai alat penyerap
makanan) dan miselium generatif (berfungsi sebagai alat reproduksi).

2.2 Cara hidup habitat jamur


Cara hidup jamur bervariasi, ada yang hidup secara soliter dan ada yang hidup
berkelompok (membentuk koloni). Pada umumnya jamur hidup secara
berkelompok atau berkoloni, karena hifa dari jamur tersebut saling bersambungan
atau berhubungan. Cara hidup ini dijumpai misalnya pada jamur tempe (Rhizopus
oryzae), jamur roti (Mucor mucedo), dan Aspergillus fl avus. Jadi, kalau kalian
melihat jamurjamur tersebut yang nampak adalah koloninya, sedangkan individu
yang menyusunnya berukuran sangat kecil. Habitat jamur juga bermacam-macam.
Berbagai jamur hidup di tempat-tempat yang basah, lembab, di sampah, pada sisa-
sisa organisme, atau di dalam tubuh organisme lain. Bahkan banyak pula jenis-jenis
jamur yang hidup pada organisme atau sisa-sisa organisme di laut atau air tawar.
Jamur juga dapat hidup di lingkungan asam, misalnya pada buah yang asam, atau
pada pada lingkungan dengan konsentrasi gula yang tinggi, misalnya pada selai.
Bahkan, jamur yang hidup bersimbiosis dengan ganggang (lumut kerak), dapat
hidup di habitat ekstrim dimana organisme lain sulit untuk bertahan hidup, seperti
di daerah gurun, gunung salju, dan di kutub. Jenis jamur lainnya juga dijumpai
hidup pada tubuh organisme lain, baik secara parasit maupun simbiosis.
Semua jenis jamur bersifat heterotrof. Namun, berbeda dengan organisme
lainnya, jamur tidak memangsa dan mencernakan makanan. Clntuk memperoleh
makanan, jamur menyerap zat organik dari lingkungan melalui hifa dan

4
miseliumnya, kemudian menyimpannya dalam bentuk glikogen. Oleh karena jamur
merupakan konsumen maka jamur bergantung pada substrat yang menyediakan
karbohidrat, protein, vitamin, dan senyawa kimia lainnya. Semua zat itu diperoleh
dari lingkungannya. Sebagai makhluk heterotrof, jamur dapat bersifat parasit
obligat, parasit fakultatif, atau saprofit.
Cara hidup jamur lainnya adalah melakukan simbiosis mutualisme. Jamur yang
hidup bersimbiosis, selain menyerap makanan dari organisme lain juga
menghasilkan zat tertentu yang bermanfaat bagi simbionnya. Simbiosis mutualisme
jamur dengan tanaman dapat dilihat pada mikoriza, yaitu jamur yang hidup di akar
tanaman kacang-kacangan atau pada liken.

2.3 Cara reproduksi jamur


Cara reproduksi jamur sangat bervariasi. Meskipun demikian, reproduksi jamur
umumnya terjadi dalam 2 cara, yaitu secara seksual (perkembangbiakan generatif )
dan secara aseksual (perkembangbiakan vegetatif ). Perkembangbiakan jamur
secara generatif adalah perkembangbiakan yang diawali dengan peleburan gamet
(sel-sel kelamin), yang didahului dengan penyatuan 2 hifa yang berbeda, yang
disebut konjugasi. Berdasarkan gametnya, proses ini dapat dikelompokkan sebagai
isogami, anisogami, oogami, gametangiogami, somatogami, dan spermatisasi.
Isogami yaitu peleburan 2 gamet yang sama bentuk dan ukuran nya, bila gamet-
gamet tersebut tidak sama ukurannya disebut anisogami. Apabila peleburan 2
gamet tersebut yang berbeda adalah bentuk dan ukurannya, maka disebut oogami.
Pada oogami, ovum yang dihasilkan dalam oogoium dibuahi oleh spermatozoid
yang dibentuk dalam anteridium. Sedangkan yang disebut dengan gametangiogami
adalah bila peleburan isi 2 gametangium yang berbeda jenisnya tersebut
menghasilkan zigospora.
Pada somatogami, yang terjadi yaitu peleburan 2 sel hifa. Dua sel hifa yang
tidak berdeferensiasi inti selnya berpasangan, kemudian terbentuk hifa diploid yang
selanjutnya akan dibentuk askospora. Sedangkan spermatisasi yaitu peleburan
antara spermatium (gamet jantan) dengan gametangium betina (hifa) yang

5
kemudian berkembang membentuk hifa baru (diploid) dan menghasilkan
askospora.
Seperti halnya reproduksi seksual, reproduksi aseksual juga dapat terjadi melalui
beberapa cara. Cara reproduksi yang paling sederhana adalah dengan pembentukan
tunas (budding) yang biasa terjadi pada jamur uniseluler, misalnya ragi
(Saccharomyces cerevisiae). Pada reproduksi dengan cara ini, jamur membentuk
semacam sel berukuran kecil yang kemudian tumbuh menjadi sel ragi dengan
ukuran sempurna yang akhirnya terlepas dari sel induknya menjadi individu baru.
Selain dengan tunas, reproduksi aseksual juga dapat terjadi dengan fragmentasi
dan spora aseksual. Fragmentasi adalah pemotongan bagian-bagian hifa dan setiap
potongan tersebut dapat tumbuh menjadi hifa baru. Reproduksi jamur secara
fragmentasi diawali dengan terjadinya pemisahan hifa dari sebuah miselium.
Selanjutnya hifa tersebut akan tumbuh dengan sendirinya menjadi miselium baru.
Pada kondisi tertentu, hifa akan terdegeneralisasi menjadi sporangia (penghasil
spora aseksual).
Cara reproduksi aseksual yang lain adalah dengan spora yang disebut spora
aseksual. Spora aseksual adalah spora yang dihasilkan dari pembelahan secara
mitosis. Pembentukan spora aseksual pada jamur terjadi melalui spora yang
dihasilkan oleh hifa tertentu. Spora tersebut merupakan sebuah sel reproduksi yang
dapat tumbuh langsung menjadi jamur. Hal ini mirip dengan perkecambahan biji
pada tumbuhan tingkat tinggi.
1. Infeksi jamur
Infeksi jamur merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur. Penyakit
ini dapat dialami oleh siapa saja. Namun demikian, individu dengan sistem
kekebalan tubuh lemah lebih berisiko terserang infeksi jamur. Misalnya,
penderita HIV/AIDS, pasien kemoterapi, serta pasien pasca transplantasi
organ.
Jamur adalah organisme yang dapat hidup secara alami di tanah atau
tumbuhan. Bahkan jamur bisa hidup di kulit manusia. Meskipun normalnya

6
tidak berbahaya, namun beberapa jamur dapat mengakibatkan gangguan
kesehatan serius.
2. Gejala Infeksi Jamur
Gejala infeksi jamur sangat beragam, tergantung bagian tubuh yang
terinfeksi, yang meliputi:
 Bintik merah atau ungu di kulit
 Muncul ruam kulit
 Kulit pecah-pecah
 Luka melepuh atau bernanah
 Gatal-gatal
 Rasa sakit di bagian yang terinfeksi
 Pembengkakan di area yang terinfeksi
 Batuk disertai darah atau lendir
 Sesak napas
 Demam
 Penglihatan kabur
 Mata merah dan sensitif pada cahaya
 Air mata keluar berlebihan
 Sakit kepala
 Hidung tersumbat
 Mual dan muntah
3. Penyebab Infeksi Jamur
Penyebab infeksi jamur atau mikosis tergantung kepada jenis infeksi itu
sendiri. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa jenis infeksi jamur,
penyebabnya, serta faktor risiko yang menyertainya.
 Candidiasis
Candidiasis disebabkan oleh infeksi jamur Candida. Pada kondisi
normal, jamur tersebut hidup secara alami di permukaan kulit. Namun

7
bila perkembangannya tidak terkendali, jamur tersebut akan
menyebabkan infeksi. Salah satu penyebab tumbuh suburnya jamur ini
adalah efek samping antibiotik. Perkembangan jamur Candida yang
tidak terkendali dapat dipicu oleh sejumlah hal, antara lain kurangnya
kebersihan diri, mengenakan pakaian ketat, iklim yang hangat, serta
kondisi kulit yang lembap atau tidak dikeringkan dengan benar.
 Infeksi Candida auris
Seperti namanya, infeksi ini disebabkan oleh jamur Candida
auris. Berbeda dari jamur Candida lain, Candida auris kebal terhadap
obat anti jamur yang biasa digunakan untuk mengobati candidiasis. Di
samping itu, jenis jamur ini juga dapat menyebabkan kematian pada
sebagian besar penderitanya. Candida auris menyebar dari orang ke
orang, melalui pemakaian bersama pada peralatan yang terkontaminasi.
 Kurap
Kurap disebabkan oleh jenis jamur yang hidup di tanah, yaitu
epidermophyton, microsporum, dan trichophyton. Seseorang bisa
terinfeksi bila menyentuh tanah yang terkontaminasi jamur tersebut.
Penyebaran dapat terjadi antara hewan ke manusia, atau dari manusia
ke manusia.
 Infeksi jamur kuku
Infeksi jamur kuku terjadi ketika terdapat jamur di kuku yang
tumbuh tidak terkendali. Jenis jamur penyebab infeksi jamur kuku sama
dengan jamur penyebab kurap. Infeksi jamur ini juga bisa terjadi pada
tangan (tinea manum). Meskipun dapat terjadi pada siapa saja, risiko
infeksi jamur kuku lebih tinggi pada penderita diabetes, lansia di atas
65 tahun, pengguna kuku palsu, orang yang mengalami cedera kuku,
dan individu dengan kekebalan tubuh lemah.
 Aspergillosis

8
Aspergillosis disebabkan oleh perpaduan antara sistem kekebalan
tubuh yang lemah dan paparan jamur Aspergillus. Jamur ini dapat
ditemukan di tumpukan kompos, tumpukan gandum, dan sayuran yang
membusuk. Selain pada individu dengan sistem kekebalan tubuh lemah
(misalnya kondisi sel darah putih rendah atau sedang mengonsumsi
obat kortikosteroid), risiko aspergillosis lebih tinggi pada penderita
asma atau cystic fibrosis.
 Infeksi jamur mata
Infeksi jamur mata adalah kondisi yang jarang, namun tergolong
serius. Infeksi jamur mata paling sering disebabkan oleh jamur
Fusarium yang hidup di pohon atau tanaman. Jamur Fusarium bisa
masuk ke mata bila mata tidak sengaja tergores bagian tanaman
tersebut. Selain akibat cedera mata, infeksi jamur mata dapat terjadi
pada pasien yang menjalani operasi katarak atau transplantasi kornea.
Pada kasus yang jarang, infeksi jamur mata juga terjadi akibat
penggunaan obat tetes mata atau cairan pembersih lensa kontak yang
sudah terkontaminasi, serta pengobatan dengan suntikan kortikosteroid
pada mata.
 Pneumocystis pneumonia (PCP)
PCP disebabkan oleh jamur Pneumocystis jirovecii, yang
menyebar melalui udara. PCP menyerang individu dengan sistem
kekebalan tubuh lemah, seperti penderita HIV/AIDS, atau pada pasien
pasca menjalani transplantasi organ dan obat imunosupresif.
 Cryptococcus neoformans
Infeksi ini disebabkan oleh jamur Cryptococcus neoformans.
Spora jamur tersebut dapat terhirup secara tidak sengaja, namun tidak
menyebabkan infeksi. Hanya saja, individu dengan kekebalan tubuh
lemah berisiko tinggi terinfeksi jamur ini.
 Histoplasmosis

9
Histoplasmosis disebabkan oleh jamur Histoplasma. Jamur ini
dapat ditemukan di tanah yang terpapar kotoran burung atau kelelawar.
Infeksi terjadi ketika spora jamur di tanah terhirup dan masuk ke
saluran pernapasan. Setiap orang dapat terjangkit histoplasmosis. Akan
tetapi, infeksi ini lebih rentan terjadi pada petani, peternak, penjelajah
gua, pekerja konstruksi, dan petugas pengendali hama.
 Mucormycosis
Mucormycosis terjadi akibat menghirup spora jamur golongan
Mucorales secara tidak sengaja. Infeksi juga dapat terjadi bila luka
terbuka di kulit terpapar jamur ini. Jamur Mucorales bisa ditemukan di
daun, kayu, tanah, atau di tumpukan kompos. Namun walaupun jamur
ini terdapat di alam, bukan berarti infeksi pasti terjadi pada setiap orang
yang terpapar spora jamur. Infeksi lebih berisiko terjadi pada orang
dengan sistem kekebalan tubuh lemah, seperti penderita kanker dan
diabetes.
 Sporotrichosis
Sporotrichosis disebabkan oleh jamur Sporothrix yang banyak
ditemukan di tanah atau tanaman. Infeksi terjadi ketika spora jamur
masuk ke tubuh melalui sentuhan, terutama melalui luka terbuka di
kulit. Meskipun sangat jarang, infeksi juga dapat terjadi bila menghirup
spora jamur secara tidak sengaja.
Beberapa orang dengan jenis pekerjaan tertentu lebih berisiko
terserang infeksi sporotrichosis, misalnya tukang kebun, petani, dan
pasien yang sedang menjalani terapi imunosupresif.
 Talaromycosis
Talaromycosis disebabkan oleh jamur Talaromyces marneffei.
Sama seperti beberapa jenis infeksi jamur lain, talaromycosis umumnya
menyerang orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah.

10
2.4 Jamur yang mempengaruhi wanita dalam bidang kebidanan
Penyebab utama infeksi jamur vagina adalah jamur Candida albicans. Pada
kondisi normal, jamur ini memang hidup di vagina dan berbagai tempat di dalam
tubuh, tanpa menyebabkan gangguan kesehatan. Namun, pada kondisi tertentu,
jamur ini bisa berkembang dan tumbuh dengan subur. Ketika jamur Candida
tumbuh terlalu banyak, jamur tersebut dapat menyebabkan infeksi pada vagina
dan menimbulkan gejala infeksi jamur vagina.
Pertumbuhan jamur Candida yang tidak terkendali dan memicu infeksi jamur
vagina dapat disebabkan oleh berbagai hal, yaitu:
 Efek samping obat-obatan, seperti antibiotik, pil KB, dan terapi hormon
estrogen
 Kehamilan, menyusui, atau menopause
 Diabetes yang tidak terkontrol
 Sistem kekebalan tubuh yang lemah, misalnya karena efek samping
kemoterapi, malnutrisi, dan HIV/AIDS
 Douching vagina, yaitu proses membersihkan bagian dalam vagina dengan
cara menyemprotkan cairan pembersih khusus
 Organ intim wanita yang sering basah atau lembap, misalnya akibat
penggunaan pakaian dalam yang terlalu ketat dan tidak dapat menyerap
keringat
 Selain itu, beberapa faktor lainnya, seperti riwayat infeksi jamur vagina
sebelumnya, berat badan berlebihan atau obesitas, gangguan hormon, stres,
dan kurang tidur juga dapat meningkatkan risiko seorang wanita mengalami
infeksi jamur vagina.

Infeksi jamur vagina bukan termasuk infeksi menular seksual karena kondisi
ini bisa dialami tanpa melalui hubungan seksual. Meski demikian, pada sebagian
kasus, seorang wanita bisa mengalami infeksi jamur vagina dari pasangan
seksualnya. Akan tetapi, penularan infeksi jamur vagina melalui hubungan seksual
jarang terjadi.

Ada beberapa macam pengobatan yang dapat diberikan oleh dokter untuk
mengobati infeksi jamur vagina, yaitu:

 Obat antijamur minum, seperti fluconazole dan itraconazole


 Obat antijamur oles dalam bentuk krim, salep, cairan, atau tablet vagina
(suppositoria), misalnya miconazole, clotrimazole, nystatin, sulfanilamide,
dan asam borat
 Obat antihistamin untuk mengurangi rasa gatal pada vagina

11
 Obat antijamur, baik yang diminum atau dioles, mungkin perlu digunakan
hingga berminggu-minggu atau berbulan-bulan, meski gejala yang Anda
alami sudah membaik. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa jamur
penyebab infeksi di vagina Anda sudah benar-benar hilang.

Sementara itu, obat antihistamin mungkin dapat dihentikan apabila keluhan


gatal di vagina Anda sudah membaik. Setelah pengobatan selesai, Anda perlu
kembali berkonsultasi ke dokter untuk memastikan apakah infeksi jamur vagina
yang Anda alami sudah sembuh.

1. Hasil identifikasi jamur Candida albicans berdasarkan karakteristik ibu


hamil
a. Hasil identifikasi jamur Candida albicans berdasarkan kelompok umur
Kejadian kandidiasis paling banyak ditemukan pada kelompok
umur 21-30 tahun. Hal ini dikarenakan pada wanita rentang umur 20-30
tahun merupakan puncak aktifitas sintesis hormon ovarium yang dapat
menyebabkan jumlah sekresi kelenjar serviks meningkat sehingga terjadi
keputihan (Aring, Mankodi, and Jasani (2012). Berdasarkan Penelitian,
didapatkan hasil yaitu 3 orang (11%) kelompok berumur 21-25 tahun.
Pada penelitian ini dapat disimpulkan terjadinya peningkatan tumbuhnya
jamur Candida albicans pada karakteristik umur. Beberapa penelitian lain
menunjukkan kesamaan hasil yaitu pada penelitian Okonkwo and
Umeanaeto (2010) didapatkan hasil positif Candida albicans pada ibu
hamil sebanyak 38 orang pada kelompok umur 26-30 tahun.
Hasil sama juga pada penelitian Yadav and Prakash (2016) yaitu
dari 157 subjek penelitian ibu hamil diperoleh hasil positif kandidiasis
sebanyak 35%, sedangkan kelompok umur tertinggi yaitu kelompok
umur 21-25 tahun yaitu 40,44%. Penelitian lain juga menunjukkan hasil
sama yaitu pada penelitian Afrianty, Rangkuti dan Kaban (2013)
didapatkan kandidiasis vulvovaginalis (KVV) tertinggi pada ibu hamil
yaitu sebanyak 16 orang (29,6%) pada kelompok umur 26-30 tahun.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kelompok umur dapat
mempengaruhi meningkatnya jamur Candida albicans.

12
b. Hasil identifikasi jamur Candida albicans berdasarkan tingkat pendidikan
Menurut Noor (2008), status sosial ekonomi merupakan variabel
yang sangat erat hubungannya dengan pekerjaan, jenis pekerjaan serta
besarnya pendapatan keluarga, karena tingkat pendidikan dapat
mempengaruhi jenis pekerjaan yang dimiliki. Menurut penelitian
Ocaktan, Baran and Akdur (2010), menunjukkan hasil bahwa wanita
yang bekerja dan berpendidikan tinggi, memiliki perilaku genital higienis
yang lebih baik dibandingkan dengan yang tidak bekerja dan
berpendidikan rendah.
Berdasarkan Penelitian, didapatkan hasil tertinggi yaitu 4 orang
(13%) pada tingkat pendidikan SMA dan 2 orang (7%) pada tingkat
pendidikan perguruan tinggi. Pada penelitian Afrianty, Rangkuti dan
Kaban (2013) didapatkan kandidiasis vulvovaginalis (KVV) tertinggi
pada ibu hamil yaitu sebanyak 20 orang (37%) pada tingkat pendidikan
SMA. Penelitian lain yang mendukung yaitu penelitian ini yaitu
penelitian Ezeigbo, Anolue and Nnadozie (2015) yaitu menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh tingkat pendidikan terhadap prevalensi
kandidiasis pada ibu hamil, dimana ibu hamil yang buta huruf memiliki
angka tertinggi kandidiasis yaitu sebesar 47,8% sementara yang paling
rendah diperoleh dari yang berpendidikan tersier yaitu sebesar 23,2%.
Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan perbedaan hasil terjadinya
kejadian adanya Candida albicans dengan tingkat pendidikan. Hal ini
dapat dikarenakan kurangnya sumber informasi yang didapat di kalangan
masyarakat khususnya ibu hamil mengenai risiko dari keputihan yang
disebabkan oleh Candida albicans.
c. Hasil identifikasi jamur Candida albicans berdasarkan umur kehamilan
Menurut Okonkwo and Umeanaeto (2010), prevalensi tertinggi
adanya jamur Candida albicans pada umur kehamilan trimester tiga,
karena faktor hormonal dan mulai menurunnya kekebalan tubuh
sehingga kurang mampu melawan penyakit atau infeksi di dalam tubuh.

13
Selain itu semakin bertambah umur kehamilan maka kadar hormon
estrogen dan progesteron terus meningkat yang dapat mengakibatkan
terjadinya keputihan berlebih.
Berdasarkan Penelitian, didapatkan hasil yaitu 3 orang (10%) pada
umur kehamilan trimester tiga, 2 orang (7%) pada umur kehamilan
trimester dua dan 1 orang pada umur kehamilan trimester pertama. Hasil
ini dapat disimpulkan terjadinya peningkatan tumbuhnya jamur Candida
albicans pada karakteristik umur kehamilan. Beberapa kesamaan hasil
dalam penelitian ini yaitu pada penelitian Okonkwo and Umeanaeto
(2010) didapatkan hasil positif Candida albicans terbanyak pada ibu
hamil sebanyak 65 orang pada umur kehamilan trimester tiga. Penelitian
lain juga mendukung hasil yang sama yaitu pada penelitian Ezeigbo,
Anolue and Nnadozie (2015) menunjukkan bahwa wanita pada trimester
ketiga mereka mencatat tingkat prevalensi tertinggi yaitu sebanyak 71
orang (38,0%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan pertumbuhan Candida albicans pada tingkat pendidikan.
d. Hasil identifikasi jamur Candida albicans berdasarkan riwayat kehamilan
Menurut Omole and Nwokedi (2011), riwayat kehamilan dapat
menyebabkan menurunnya kejadian keputihan. Pada kehamilan pertama
karena kurangnya pengalaman tentang perawatan organ reproduksi dan
kebersihan lingkungan, sehingga seiring bertambahnya jumlah kehamilan
maka pengalaman pada masa kehamilan bertambah dan dapat
berkurangnya paparan infeksi di vagina (Mahanani dan Natalia, 2015).
Terjadinya peningkatan tumbuhnya jamur Candida albicans pada
karakteristik riwayat kehamilan. Hal ini dapat disebabkan karena
kurangnya pengalaman dan informasi pada ibu hamil selama kahamilan.
e. Hasil identifikasi jamur Candida albicans berdasarkan mengonsumsi
antibiotic
Menurut penelitian Anindita dan Martini (2006), berdasarkan uji

14
Fisher’s exact didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara
konsumsi antibiotik dengan kejadian kandidiasis vaginalis. Risiko
terkena kandidiasis vaginalis pada responden yang mengonsumsi
antibiotik 4,261 lebih besar dibanding yang tidak mengonsumsi
antibiotik. Menurut Meurman (2007) bahwa pemberian antibiotik,
terutama yang mempunyai spektrum luas, dengan dosis tinggi dan waktu
lama dapat meningkatkan kolonisasi Candida, yang semula telah hidup di
dalam tubuh sebagai saprofit, kemudian mengubah sifatnya menjadi
patogen. Hal itu disebabkan penggunaan antibiotik menekan
pertumbuhan flora normal di vagina dan mengakibatkan terjadinya
kompetisi antara laktobasilus dan Candida sehingga Candida tumbuh
lebih subur.
Jamur Candida albicans yang paling banyak ditemukan pada ibu
hamil yang tidak mengonsumsi antibiotik. Hal ini dapat dikarenakan
jumlah responden ibu hamil yang diteliti tidak mengonsumsi antibiotik,
sehingga dari jumlah subjek dalam penelitian ini yang cenderung banyak
ditemukan adanya jamur Candida albicans yaitu pada ibu hamil yang
tidak mengonsumsi antibiotik.
f. Hasil identifikasi jamur Candida albicans berdasarkan kebiasaan
mengganti pakaian dalam
Menurut penelitian Getas, Danuyanti dan Widiartini (2013)
mengenai Hubungan Perilaku Hygiene dan Sanitasi Terhadap Tingkat
Kandidiasis dari Hasil Pemeriksaan Urine Wanita Penderita Diabetes
Mellitus di Puskesmas Narmada Kecamatan Narmada, Lombok Barat
didapatkan hasil Ada hubungan yang signifikan antara perilaku higienis
terhadap tingkat kandidiasis dari hasil pemeriksaan urine wanita
penderita diabetes mellitus di Puskesmas Narmada Kecamatan Narmada,
Lombok Barat.
amur Candida albicans yang paling banyak ditemukan pada ibu
hamil yang mengganti pakaian dalam dua kali dalam sehari atau lebih.

15
Hal ini dapat dikarenakan jumlah responden ibu hamil yang tidak merata
pada setiap kebiasaan mengganti pakaian dalam, sehingga dari jumlah
subjek dalam penelitian ini yang cenderung banyak ditemukan adanya
jamur Candida albicans yaitu pada kebiasaan mengganti pakaian dalam
dua kali dalam sehari atau lebih. Adapun faktor yang dimungkinkan
mempengaruhi perilaku higienis dari hasil penelitian ini yaitu pemilihan
pakaian dalam dan penggunaan celana yang ketat.

2.5 Obat anti jamur


1. Amfoterisin b
Amfoterisin A & B adlh hasil fermentasi Streptomyces nodosus. (98%
amfoterisin B),Tidak tahan suhu di atas 370C, tapi tahan pd suhu
40C.Amfoterisin B menyerang sel jamur yg sedang tumbuh dan sel matang .
Aktifitas anti jamur nyata pd pH 6,0 – 7,5 tapi berkurang pd Ph lebih rendah.
Amfoterisin B bersifat fungi statik dan fungisidal, tgt dosis dan senstivitas
jamur yg dipengaruhi. Amfoterisin B berikatan kuat dgn sterol pd membran sel
jamur. Ikatan tsb mrusak membran sel dan menyebabkan sel rusak permanen .
Resistensi tehadap Amfoterisin B diduga krn perubahan reseptor sterol pada
membran sel .
Sedikit sekali diserap melalui saluran cerna . Penyebaran & bitransformasi
belum diketahui. Seluruhnya . 95% obat beredar dlm plasma terikat
lipoprotein. Sebagian kecil mencapai CSS, humor vitreus dan cairan amnion.
Ekskresi lambat melalui ginjal, 24 jam 3% dlm urin . ES : kulit panas,
keringatan, sakit kepala, demam, mengigil, lesu, anoreksia, nyeri otot, flebitis,
kejang, penurunan fungsi ginjal . Dosis awal IV :50% mengigil; 25% muntah;
sebagian demam sampai 400C. Demam mengigil sering terjadi, dapat
dikurangi dgn hidrokortison 25-50 mg. Flebitis dpt dikurangi dgn penambahan
heparin 1000 unit ke dlm infus . Penurunan fungsi faal ginjal tjd>80% pasien
terapi Amfoterisin B akan kembali normal bila terapi dihentikan, ttpi menetap
pd pasien dgn dosis penuh Indikasi.

16
2. Ketokenazol
Turunan imidazol sintetik. Liofilik & larut dlm air & pH asam . Aktifitas
antijamur seperti mikonazol, efektif thdp Candida, aspergilus, H. capsulatum, C.
neoformans, B. dermatitis. Diserap baik peroral; berkurang pd pH
lambungtinggi/antasida; distribusi di lemak, saliva, urin & kult; 85% plasma;
15% sel darah; 1% bebas. Obat mengalami metabolisme lintas awal. Ekskresi
empedu ke usus, sedikit dlm urin; metabolit inaktif. ES : mual, pruritus, sakit
kepla, vertigo, fotofobia, nyeri epigastrik, gusi berdarah, erupsi
3. Flusitosin
Spektrum sempit, efektif dgn kandidosis, kriptokkokosis, kromomikosis,
torulosis & aspergilosis. Cryptococcus & candida dpt mjd resisten selama
pengobatan dgn flusitosin.
Infeksi saluran kemih bawah oleh candida yg sensitif flusitosin dpt diobati g
obat ini karena kdr dlm urin tinggi . Flusitosinmasuk ke dlm sel dibantu sitosin
deaminase, bergabung dengan RNA stlh deaminase dan fosforilasi mjd 5-FU è
menghambat sintesis DNA/protein. Diserap cepat & baik di saluran cerna.
Ekskresi 90% dlm ur flusitosinin. Insufiensi ginjal 200 jam.
4. Griseofulvin
Isolasi griseofulvin dr Penicillium janczewski . Efektif invitro terhadap
trychophyton, microsporum, epidermophyton . Tdk efktif thdp bakteri, jamur
lain & ragi, actonimyces dan Nocardia . Absorpsi kurang baik, metabolisme di
hati 50% dosis oral, ekskresi lewat urin selama 5 hari (metabolit)
5. Golongan imidazole
Spektrum luas termasuk mikonazol, klotimazol, ekonazol, isokonazol,
tiokonazol dan bifonazol . Mikonazol efektif thdp trychophyton, microsporum,
epidermophyton, candida, malassezia. Mekanisme kerusakan dinding sel jamur,
menganggu sintesis asam nukleat . Mikonazol topikal diindikasikan utk
deermatofitosis, tinea versikolor & kandidiasis mukokutan. Untuk dermatofitosis
sedang dan berat sebaiknya menggunakan
6. NISTATIN

17
Antibiotik polien dr Streptomyces noursei . Nistatin menghambat
pertumbuhan jamur & ragi, tdk aktif thdp protozoa, bakteri & virus. Bekerja dg
ikatan sterol pd membran sel jamur . Candida albicans sensitif thdp nistatin, tapi
C. tropicalis, C. guillermondi, C. stellatoides mulai resisten & tdk sensitf, juga
thdp amfoterisin B. Aborpsi saluran Cerna dapat diabaikan, tdk dipakai
parenteral. Ekskresi bersama feces/tinja.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Jamur merupakan bagian dari fungi dan tidak seperti tumbuhan, jamur tidak

memiliki klorofil. Jamur bersifat saprofit atau parasit untuk memenuhi kebutuhan

pangannya. Sebagai saprofit jamur hidup pada sisa makhluk hidup yang telah

mati, seperti di tumpukan sampah organik, tumbuhan, atau kotoran hewan.

Sedangkan sebagai parasit, jamur hidup menempel pada organisme lain yang

biasanya bersifat merugikan. Cara reproduksi jamur sangat bervariasi. Meskipun


demikian, reproduksi jamur umumnya terjadi dalam 2 cara, yaitu secara seksual
(perkembangbiakan generatif ) dan secara aseksual (perkembangbiakan vegetatif ).

3.2 Saran

Dengan makalah ini kita bisa paham mengenai jamur. Semoga makalah ini menjadi
bahan acuan dan referensi bagi para pembaca. Semoga kedepannya dapat dibuat lebih
banyak informasi mengenai jamur dan obat anti jamur yang diperlukan oleh mahasiswa
kebidanan ataupun masyarakat secara umum.

19
BAB III

PENUTUP

http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1/2014-2-02021-DS%20Bab1001.pdf

https://www.alodokter.com/infeksi-jamur

https://www.alodokter.com/antijamur

20

Anda mungkin juga menyukai