Anda di halaman 1dari 51

GOLONGAN JAMUR

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Mikrobiologi


Yang dibina oleh Prof. Dr. Dra. Utami Sri Hastuti, M.Pd

Oleh:
Kelompok 1/Offering H/2015
Achmad Makin Amin 150342604504
Chomisatut Thoyibah 150342604725
Ida Nurpitasari 150342604029
Madaniyatus Saidah 150342608308
Rina Fiji Lestari 150342602674

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS NEGERI MALANG
JURUSAN BIOLOGI
Maret 2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Golongan Jamur. Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata
kuliah Mikrobiologi. Meskipun terdapat beberapa hambatan dalam proses pengerjaan
makalah ini, tetapi kami berhasil menyelesaikannya dengan tepat waktu.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Dra. Utami Sri Hastuti, M.Pd selaku dosen mata kuliah Mikrobiologi
2. kedua orang tua kami yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual,
3. seluruh teman seperjuangan Biologi kelas H tahun 2015, yang banyak membantu
dan memberi masukan dalam pengerjakan makalah ini, dan
4. semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Penulis berharap adanya masukan yang bersifat membangun sehingga makalah
ini dapat lebih sempurna. Penulis juga berharap agar makalah ini nantinya dapat
berguna bagi semua kalangan.

Malang, 15 Maret 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Cover ............................................................................................................... i
Kata Pengantar .............................................................................................. ii
Daftar Isi ........................................................................................................ iii
Bab 1 Pendahuluan ........................................................................................ 1
Latar Belakang .................................................................................... 1
Rumusan Masalah ............................................................................... 2
Tujuan Makalah ................................................................................... 2
Manfaat ............................................................................................... 3
Bab 2 Kajian Pustaka .................................................................................... 4
Ciri Ciri Koloni Jamur ...................................................................... 4
Struktur Tubuh Jamur ....................................................................... 7
Klasifikasi Koloni Jamur ..................................................................... 17
Ciri Ciri Koloni Khamir .................................................................. 27
Peranan Positif dan Negatif Jamur ...................................................... 35
Makanan yang Terkontaminasi Jamur ................................................ 38
Bab VI Penutup ............................................................................................. 42
Kesimpulan ......................................................................................... 42
Daftar Pustaka ................................................................................................ 44

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jamur dalam kehidupan sehari-hari sudah kita kenal meskipun tidak sebaik
tumbuhan lainnya. Hal itu disebabkan karena jamur hanya tumbuh pada waktu tertentu,
pada kondisi tertentu dengan lingkungan yang mendukun dan lama hidupnya pun
terbatas. Jamur banyak muncul pada musim hujan di kayu-kayu lapuk, serasah,
maupun tumpukan jerami, akan tetapi jamur ini segera mati setelah musim kemarau
tiba. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia telah
mampu membudidayakan jamur dalam medium buatan, misalnya jamur merang, jamur
tiram, dan jamur kuping. Jamur merupakan tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil
sehingga bersifat heterotrof, tipe sel sel eukarotik ( Gandjar, 2006 ).
Jumlah spesies jamur yang sudah diketahui sampai saat ini kurang lebih 69.000
dari perkiraan 1.500.000 spesies yang ada di dunia dan di Indonesia kurang lebih
200.000 spesies. Jamur yang termasuk Fungi sebenarnya (true fungi) dibedakan
menjadi Chytridiomycota, Zygomycota, Ascomycota, Deuteromycota, dan
Basidiomycota. Klasifikasi fungi menurut Alexopoulus (1996) yang termasuk true
fungi adalah Chytridiomycota, Zygomycota, Ascomycota, dan Basidiomycota (
Deacon, 1997 ).
Jamur ada yang uniseluler dan multiseluler. Tubuhnya terdiri dari benang-
benang yang disebut hifa, hifa dapat membentuk anyaman bercabang-cabang yang
disebut miselium. Reproduksi jamur, ada yang dengan cara vegetatif ada pula dengan
cara generatif. Selain memiliki berbagai macam cara untuk berkembangbiak, jamur
juga terdiri dari aneka macam jenis baik yang bermanfaat maupun yang
berbahaya/beracun (Alexopoulus, 1996). Saat ini sebagian besar jamur yang
dibudidayakan masyarakat adalah jamur yang bermanfaat, khususnya jamur konsumsi
yang bisa dimakan atau dimanfaatkan sebagai obat. Sebagai makhluk heterotrof, jamur
dapat bersifat parasit obligat, parasit fakultatif, atau saprofit. Cara hidup jamur lainnya
adalah melakukan simbiosis mutualisme. Jamur yang hidup bersimbiosis, selain
menyerap makanan dari organisme lain juga menghasilkan zat tertentu yang

1
2

bermanfaat bagi simbionnya. Simbiosis mutualisme jamur dengan tanaman dapat


dilihat pada mikoriza, yaitu jamur yang hidup di akar tanaman kacang-kacangan atau
pada liken. Jamur berhabitat pada bermacam - macam lingkungan dan berasosiasi
dengan banyak organisme. Meskipun kebanyakan hidup di darat, beberapa jamur ada
yang hidup di air dan berasosiasi dengan organisme air. Bedasarkan hal tersebut
makalah disusun supaya pembaca lebih mengenal golongan jamur yang ada di
limgkungan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana ciri ciri morfologi koloni jamur ?
2. Bagaimana strukrur bagian bagian tubuh jamur ?
3. Bagaimana ciri ciri morfologi koloni khamir ?
4. Bagaimana klasifikasi golongan jamur ?
5. Bagimana peranan positif dan negatif jamur terhadap lingkungan ?
6. Bagaimana ciri ciri makanan yang terkontaminasi jamur ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui ciri ciri morfologi koloni jamur ?
2. Untuk mengetahui strukrur bagian bagian tubuh jamur ?
3. Untuk mengetahui ciri ciri morfologi koloni khamir ?
4. Untuk mengetahui klasifikasi golongan jamur ?
5. Untuk mengetahui peranan positif dan negatif jamur terhadap lingkungan ?
6. Untuk mengetahui ciri ciri makanan yang terkontaminasi jamur ?

1.4 Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui ciri ciri morfologi koloni jamur ?
2. Mahasiswa dapat mengetahui strukrur bagian bagian tubuh jamur ?
3. Mahasiswa dapat mengetahui ciri ciri morfologi koloni khamir ?
4. Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi golongan jamur ?
3

5. Mahasiswa dapat mengetahui peranan positif dan negatif jamur terhadap


lingkungan ?
6. Mahasiswa dapat mengetahui ciri ciri makanan yang terkontaminasi jamur ?
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Ciri Ciri Morfologi Golongan Jamur
Jamur merupakan tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat
heterotrof, tipe sel eukarotik. Jamur ada yang uniseluler dan multiseluler. Tubuhnya
terdiri dari benang-benang yang disebut hifa yang dapat membentuk anyaman
bercabang-cabang (miselium). Organisme yang disebut jamur bersifat heterotrof,
dinding sel spora mengandung kitin, tidak berplastid, tidak berfotosintesis, tidak
bersifat fagotrof, umumnya memiliki hifa yang berdinding yang dapat berinti banyak
(multinukleat), atau berinti tunggal (mononukleat), dan memperoleh nutrien dengan
cara absorpsi ( Gandjar, 2006).

Jamur mempunyai dua karakter yang sangat mirip dengan tumbuhan yaitu
dinding sel yang sedikit keras dan organ reproduksi yang disebut spora. Dinding sel
jamur terdiri atas selulosa dan kitin sebagai komponen yang dominan. Kitin adalah
polimer dari gugus amino yang lebih memiliki karakteristik seperti tubuh serangga
daripada tubuh tumbuhan. Spora jamur terutama spora yang diproduksi secara seksual
berbeda dari spora tumbuhan tinggi secara penampakan (bentuk) dan metode
produksinya ( Alexopoulus dan Mimms, 1979).
Banyak jamur yang sudah dikenal peranannya, yaitu jamur yang tumbuh diroti,
buah, keju, ragi dalam pembuatan bir, dan yang merusak tekstil yang lembab, serta
beberapa jenis cendawan yang dibudidayakan. Beberapa jenis memproduksi antibiotik
yang digunakan dalam terapi melawan berbagai infeksi bakteri (Tortora, 2001).
Diantara semua organisme, jamur adalah organisme yang paling banyak menghasilkan
enzim yang bersifat degradatif yang menyerang secara langsung seluruh material
oganik. Adanya enzim yang bersifat degradatif ini menjadikan jamur bagian yang
sangat penting dalam mendaur ulang sampah-sampah alam, dan sebagai dekomposer
dalam siklus biogeokimia ( Mc-Kane, 1996).
Tubuh buah suatu jenis jamur dapat berbeda dengan jenis jamur lainnya yang
ditunjukkan dengan adanya perbedaan tudung (pileus), tangkai (stipe), dan lamella

4
5

(gills) serta cawan (volva). Adanya perbedaan ukuran, warna, serta bentuk dari pileus
dan stipe merupakan ciri penting dalam melakukan identifikasi suatu jenis jamur (
Smith, 1997 ). Menurut Alexopoulus dan Mimms (1979), beberapa karakteristik umum
dari jamur yaitu: jamur merupakan organisme yang tidak memiliki klorofil sehingga
cara hidupnya sebagai parasit atau saprofit. Tubuh terdiri dari benang yang bercabang-
cabang disebut hifa, kumpulan hifa disebut miselium, berkembang biak secara aseksual
dan seksual. Fungi pada umumnya multiseluler (bersel banyak). Ciri-ciri fungi berbeda
dengan organisme lainnya dalam hal cara makan, struktur tubuh, pertumbuhan, dan
reproduksinya. Fungi benang terdiri atas massa benang yang bercabang-cabang yang
disebut miselium. Miselium tersusun dari hifa (filamen) yang merupakan benang-
benang tunggal. Badan vegetatif jamur yang tersusun dari filamen-filamen disebut
thallus. Berdasarkan fungsinya dibedakan dua macam hifa, yaitu hifa fertil dan hifa
vegetatif. Hifa fertil adalah hifa yang dapat membentuk sel-sel reproduksi atau spora-
spora. Apabila hifa tersebut arah pertumbuhannya keluar dari media disebut hifa udara.
Hifa vegetatif adalah hifa yang berfungsi untuk menyerap makanan dari substrat.
Jamur merupakan organisme eukariot. Anggotanya ada yang uniseluler dan ada
pula yang
multiseluler. Jamur tidak memiliki klorofil, yang berfungsi dalam fotosintesis. Dengan
kata lain, jamur tidak dapat menyintesis makanannya. Oleh karena itu, jamur
dikelompokkan sebagai organisme heterotrof. Jamur memperoleh makanan dengan
cara absorpsi, yaitu dengan menyekresikan suatu enzim. Kemudian, enzim tersebut
berfungsi menghancurkan makanan yang ada di luar tubuhnya. Makanan yang hancur
dalam bentuk molekul-molekul nutrien akan diserap oleh jamur. Cara hidup jamur
terbagi menjadi tiga macam, yaitu secara parasit, saprofit, dan mutualisme. Secara
parasit, jamur menyerap makanan dari organisme hidup lainnya, seperti tumbuhan,
hewan, atau bahkan jamur lainnya. Sari makanan akan diserap oleh jamur parasit dan
akhirnya dapat menyebabkan kerusakan, bahkan kematian bagi organisme tersebut.
Adapun jamur yang absorpsi makanannya secara saprofit ( Gambar 1 ) adalah dengan
cara menguraikan organisme mati untuk diserap bahan organiknya (Campbell, et
al.,2003 ).
6

Gambar 1. Jamur Murcor mucedo yang menguraikan organisme mati berupa batang
pohon (Campbell, et al., 2003)
Jamur yang hidup secara mutualisme adalah jamur bersimbiosis dengan
organisme lainnya, contohnya dengan tanaman. Jamur bersimbiosis pada organ akar
tanaman tingkat tinggi dan membentuk mikoriza. Hubungan tersebut saling
menguntungkan. Jamur akan mendapatkan makanannya, sedangkan tanaman yang
ditumpanginya akan dapat menyerap air dan mineral dari tanah. Hal tersebut
dikarenakan, jamur yang terdapat pada akar akan menyerap mineral dari dalam tanah.
Mineral tersebut akan digunakan tanaman untuk menyintesis makanan. Hasil sintesis
makanan oleh tanaman akan diserap oleh jamur sehingga keduanya saling diuntungkan
( Gambar 2 ).

Gambar 2. Simbiosis antara jamur Acaulospora dan akar tumbuhan tingkat tinggi
membentuk mikoriza ( Campbell, et al., 2003 ).
7

2.2 Strukrur Bagian Bagian Tubuh Jamur


Bentuk pertumbuhan fungi yang termasuk kelompok true fungi dapat
dibedakan menjadi 3 macam yaitu kapang (mold, mould, multiseluler); khamir (yeast,
sel ragi, uniseluler); dan cendawan (mushroom, berdaging, multiseluler). Contoh
species yang termasuk kelompok kapang adalah Aspergillus niger, A. oryzae, Rhizopus
oryzae, Trichoderma harzianum,dan lain sebagainya. Contoh species yang termasuk
kelompok yeast adalah Saccharomyces cerevisiae, Candida albicans, Yarrowia
lipolytica, Schizosaccharomyces pombe, dan lain-lain. Sedangkan species yang
termasuk cendawan misalnya Volvariella volvacea, Agaricus bisporus, Amanita
muscaria, dan lain lain. Thallus merupakan istilah untuk badan atau struktur vegetatif
fungi ( Tjitrosoepomo, 1991 ).
Menurut Brooks ( 2005 ), jamur tumbuh dalam dua bentuk dasar, sebagai
yeast/ragi dan molds. Pertumbuhan dalam bentuk mold adalah dengan produksi koloni
filamentosa multiseluler. Koloni ini mengandung tubulus silindris yang bercabang
yang disebut hifa, diameternya bervariasi dari 2-10 m. Massa hifa yang jalin-menjalin
dan berakumulasi selama pertumbuhan aktif adalah miselium. Beberapa hifa terbagi
menjadi sel-sel oleh dinding pemisah atau septa, yang secara khas terbentuk pada
interval yang teratur selama pertumbuhan hifa. Hifa yang menembus medium
penyangga dan mengabsorbsi bahan-bahan makanan adalah hifa vegetatif atau hifa
substrat. Sebaliknya, hifa aerial menyembul di atas permukaan miselium dan biasanya
membawa struktur reproduktif dari mold.
Ragi adalah sel tunggal, biasanya berbentuk bulat atau elips dan diameternya
bervariasi dari 3-15 m. Kebanyakan ragi bereproduksi melalui pertunasan. Beberapa
spesies menghasilkan tunas yang mempunyai ciri khas gagal melepaskan diri dan
menjadi memanjang; kesinambungan dari proses pertunasan kemudian menghasilkan
suatu sel ragi panjang yang disebut pseudohifa (Brooks, 2005).
Semua jamur mempunyai dinding sel kaku yang penting untuk menentukan
bentuknya. Dinding-dinding sel sebagian besar terbentuk oleh lapisan karbohidrat,
rantai-rantai panjang polisakarida, juga glikoprotein dan lipid. Selama infeksi, dinding
8

sel jamur mempunyai sifat-sifat patobiologi yang penting. Komponen permukaan


dinding memperantai penempelan jamur pada sel inang. Beberapa ragi dan mold
memberi melanin pada dinding sel, memberikan pigmen coklat atau hitam. Jamur yang
demikian adalah dematiaceous. Dalam beberapa penelitian, melanin berhubungan
dengan virulensi ( Brooks, 2005).

2.2.1 Struktur Umum Kapang

Jamur benang atau Kapang (mold, mould) atau fungi berfilamen merupakan
fungi multiseluler yang banyak dijumpai di lingkungan sekitar. Struktur umumnya
yaitu berupa hifa (filamen) yang berbentuk tabung, dinding sel rigid (kaku), dan terlihat
ada pergerakan protoplasma didalamnya. Kumpulan hifa dinamakan miselium.
Panjang hifa tidak terbatas tetapi diameternya konstan berukuran umumnya berkisar
antara 1-2 m atau 5-10 m tetapi ada yang mencapai 30 m. Hifa ada yang
mempunyai sekat (septa) atau tidak mempunyai sekat (senositik). Phylum Ascomycota
dan Basidiomycota mempunyai hifa bersepta sedangkan Oomycota dan Zygomycota
tidak bersepta. Walaupun terdapat septa tetapi masih memungkinkan adanya
pergerakan protoplasma karena septa tersebut berpori. Septa akan membagi hifa ke
dalam kompartemen-kompartemen yang masih bisa saling berhubungan. Hifa
basidimycota khas yaitu dalam satu kompartemen ada yang monokaryon (1 nucleus)
ataupun dikaryon (2 nucleus); mempunyai dolipore septum (septa khas dengan ciri pori
sentral sempit yatu 100-150 nm, terdapat sayap yang didominasi glukan mengelilingi
pori, dan terdapat parenthosom bermembran); dan mempunyai clamp connection
(seperti kait yang menghubungkan antar kompartemen) lihat Gambar 3 menunjukkan
hifa yang bersepta, tidak bersepta (senositik), dan pertumbuhan hifa dari spora ( Tortora,
2007 ).
9

Gambar 3. (a) Hifa bersepta (b) Hifa senositik (c) Pertumbuhan hifa dari spora (
Tortora, 2007 ) .
Hifa dapat mengalami differensiasi struktur yang biasa dikenal dengan
ultrastruktur hifa. Proses ultrastruktur hifa lihat Gambar 4.

Gambar 4. Memperlihatkan Ultrastruktur Hifa ( Tortora, 2007 ).


Hifa dapat mengalami diferensiasi yaitu sebagai berikut:
1. Daerah pucuk hifa (panjang berkisar 1-5m) terdapat banyak Apical Vesicle Cluster
(AVC) yang berguna untuk pertumbuhan.
2. Daerah apical, yang kaya organela (mitokondria, retikulum endoplasma, ribosom)
dan sedikit vakuola.
10

3. Daerah belakang pucuk yang banyak vakuola


4. Daerah lebih tua terdapat lipid bodies, woronin bodies. Woronin bodies berbentuk
spherical, berdiameter 0,2 m, dan berkaitan dengan septa. Woronin bodies
merupakan salah satu organella khas yang dijumpai pada hifa dan berfungsi sebagai
pendukung struktural dan pelindung dari kerusakan. Organella ini seperti saklar yang
akan menutup pori pada septa sehingga apabila terjadi kerusakan pada salah satu
kompartemen maka tidak akan berlanjut ke kompartemen yang lain.
5. Daerah paling tua, selnya biasanya kosong, dinding pecah (mengalami autolisis),
dan dapat survive dengan pembentukan chlamydospora ( klamidospora ; spora
istirahat). Karena klamidospora terbentuk pada daerah hifa paling tua maka biasanya
baru bisa diamati ketika umur biakan fungi sudah tua (ada yang sampai 2 minggu).
Hifa tumbuh dengan perpanjangan pada bagian ujungnya. Fungi ada yang mampu
tumbuh cepat, misalnya Rhizopus sp., Mucor sp., dan Synchepalastrum sp. yang
koloninya mampu memenuhi cawan petri selama 2 hari inkubasi. Fungi yang
pertumbuhannya lambat bisa mencapai 7-10 hari misalnya Aspergillus sp., Penicillium
sp., dan Trichoderma sp. Setiap bagian hifa dapat tumbuh menjadi individu baru
sehingga ketika hifa putus (fragmentasi hifa) maka fragmen tersebut dapat menjadi hifa
baru.
Bagian dari hifa yang berfungsi untuk mendapatkan nutrisi dinamakan hifa
vegetatif sedangkan bagian hifa yang berfungsi untuk reproduksi dinamakan hifa
reproduktif atau hifa aerial ( Gambar 5.a ). Penamaan hifa aerial karena tumbuh ke atas
permukaan medium. Gambar 5.b. memperlihatkan koloni kapang yang tumbuh pada
medium agar plate. Warna koloni dapat diakibatkan karena pigmentasi hifa (melamin),
pigmen yang dikeluarkan, maupun produksi spora ( paling umum ) ( Tortora, 2007 ).
11

Gambar 5. ( a ) Gambar mikroskopik hifa vegetatif dan aerial Aspergillus niger ( b )


Koloni A. niger yang tumbuh pada medium glukosa agar plate ( Tortora, 2007 ).

2.2.2 Struktur Umum Khamir

Sel khamir mempunyai ukuran sel lebih besar daripada bakteri yaitu berkisar
antara 5-10m. Koloni khamir sepintas seperti koloni bakteri tetapi biasanya koloninya
tidak mengkilat dan warnanya seperti mentega. Gambar 6 memperlihatkan struktur sel
yeast ( Saccharomyces cerevisiae) yang sedang bertunas ( budding ) dan ada juga yang
mempunyai bekas pertunasan (bud scar) . Bud scar dapat sebagai tanda berapa kali sel
tersebut pernah bertunas. Secara ultrastruktur, sel yeast tidak berbeda secara
fundamental dengan hifa ( Gambar 7 ). Setiap sel yeast terdiri dari 1 nucleus dan
organellaorganella. Pertunasan (budding) dapat bersifat monopolar (1 kutub), bipolar (
2 kutub ) ataupun multipolar ( banyak kutub ). Bentuk umum sel yeast dapat bulat,
oval, silinder, triangular, apikulat, maupun pseudomiselium (miselium semu yaitu
sebenarnya merupakan tunas-tunas yang tidak memisahkan diri sehingga tampak
seperti miselium). Sel yeast dapat berupa sel uniseluler ( budding yeast ) hifa, maupun
dimorfik ( Tortora, 2007 ).
12

Gambar 6. Sel yeast Saccharomyces cerevisiae ( Tortora, 2007).

Gambar 7. Ultrastruktur Sel Yeast ( Deacon, 1997)

Beberapa sel yeast dapat mengalami dimorfik (dimorphic fungi) yaitu dapat
berubah antara fase yeast (Y) dan fase miselium (M) atau filamen (F) karena respon
terhadap perubahan lingkungan. Gambar 8 memperlihatkan dimorfisme pada Mucor
indicus yang tumbuh pada permukaan agar berupa yeastlike sedangkan dalam agar
berupa moldlike. Contoh yang paling umum ditemukan dimorfik adalah Candida
albicans yang dapat berupa yeast ketika tersebar di lapisan air atau cairan tubuh, tetapi
sebagai hifa ketika menginvasi jaringan. Perubahan bentuk tersebut mendukung
perkembangbiakannya dalam sel inang. C. albicans merupakan flora umum di
membran mukosa manusia dan tidak membahayakan tetapi ketika kondisi sekitarnya
berubah maka akan dapat memproduksi hifa yang menginvasi mukosa dan dapat
13

membahayakan. Contoh lain yaitu Mucor rouxii yang berbentuk miselium ketika ada
aerasi dan berbentuk yeast ketika suasana anaerob ( Tortora, 2007 ).

Gambar 8. Dimorfisme pada fungi (Mucor indicus) ( Tortora, 2007 ).

2.2.3 Struktur Umum Cendawan

Cendawan ( mushroom ) dapat banyak ditemukan terutama pada musim


penghujan. Habitatnya dapat bermacam-macam, contohnya Crucibulum vulgare dapat
ditemukan pada sarang burung ( Gambar 9.a) dan Amanita muscaria dapat ditemukan
biasanya dekat dengan akar tanaman (Gambar 9.b.). Cendawan termasuk multiseluler
dan mayoritas masuk dalam Phylum Basidiomycota.

Gambar 9. Cendawan ( a ) Crucibulum vulgare ; ( b ) Amanita muscaria ( Tortora,


2007).
14

Tubuh buah cendawan (basidiocarp) umumnya berdaging, berbentuk seperti


payung dengan warna yang beraneka macam. Cendawan ada yang dapat dimakan dan
ada yang beracun. Perbedaan mana yang beracun atau tidak, sukar dilakukan tetapi
biasanya orang awam beranggapan bahwa cendawan yang berwarna cerah biasanya
beracun ( Gambar 9.b ) Amanita muscaria, menghasilkan neurotoksin).
Umumnya, dinding sel jamur tersusun dari kitin. Jamur multiseluler memiliki
morfologi atau bentuk tubuh yang bermacam-macam, ada yang seperti kuping, payung,
bulat, ataupun setengah lingkaran lihat Gambar 10.

(a) (b) (c )
Gambar 10. Morfologi tubuh jamur berbentuk (a) jamur payung ( Amanita Spisa ),
(b) bulat ( Volvaria volvacea ) , dan (c) jamur kuping ( Hirneola polytricha ) (
Campbell, et al., 2003 ).
Tubuh jamur tersusun dari komponen dasar yang disebut hifa. Hifa membentuk
jaringan yang disebut miselium. Miselium menyusun jalinan-jalinan semu menjadi
tubuh buah. Hifa adalah struktur menyerupai benang yang tersusun dari dinding
berbentuk pipa. Dinding ini menyelubungi membran plasma dan sitoplasma hifa.
Sitoplasmanya mengandung organel eukariotik lihat Gambar 11. ( Campbell, et al.,
2003 ).
Kebanyakan hifa dibatasi oleh dinding melintang atau septa. Septa mempunyai
pori besar yang cukup untuk dilewati ribosom, mitokondria, dan kadangkala inti sel
15

yang mengalir dari sel ke sel. Akan tetapi, adapula hifa yang tidak bersepta atau hifa
senositik. Struktur hifa senositik dihasilkan oleh pembelahan inti sel berkali-kali yang
tidak diikuti dengan pembelahan sitoplasma. Hifa pada jamur yang bersifat parasit
biasanya mengalami modifikasi menjadi haustoria yang merupakan organ penyerap
makanan dari substrat; haustoria dapat menembus jaringan substrat ( Campbell, et al.,
2003 ).

Gambar 11. Hifa dan Miselium yang terdapat pada Jamur ( Boletus edulis ) (
Campbell, et al., 2003 ).
16

Struktur umum jamur biasanya terdiri dari tudung (pileus), rongga-rongga pada
tudung (scales), insang (gills, merupakan tempat terdapat basidiospora), cincin
(annulus), tangkai (stipe), dan volva lihat Gambar 12.

Gambar 12. Struktur Umum Jamur ( Amanita Spisa ) ( Campbell, et al., 2003 ).
Jamur multiselular memiliki sel-sel memanjang menyerupai benangbenang
yang disebut hifa. Hifa akan membentuk cabang-cabang seperti anyaman yang disebut
miselium. Miselium ini ada yang berdiferensiasi membentuk alat reproduksi, yang
disebut miselium generatif. Hifa pada jamur ada yang bersekat (hifa septa) dan ada pula
yang tidak bersekat. Pada hifa yang tidak bersekat, inti selnya menyebar dalam
sitoplasma. Hifa jamur tidak bersekat ini disebut juga hifa senositik. Selain itu ada pula
hifa khusus. Pada jamur parasit. Hifa pada jamur ini berfungsi menyerap makanan dari
inangnya. Hifa ini dinamakan hifa haustoria lihat Gambar 13 ( Campbell, et al., 2003
).
17

(c)
Gambar 13. Karakteristik hifa pada jamur (a) hifa bersekat (hifa septa) (b) hifa tidak
bersekat ( hifa sinositik), dan (c) hifa haustoria ( Campbell, et al., 2003 ).

2.3 Klasifikasi Jamur


Setiap jamur tercakup di dalam salah satu dari kategori taksonomi, dibedakan
atas dasar tipe spora, morfologi hifa dan siklus seksualnya. Kelompok-kelompok ini
adala : Oomycetes, Zygomycetes, Ascomycetes, Basidiomycetes dan Deuteromycetes.
Terkecuali untuk deuteromycetes, semua jamur menghasilkan spora seksual yang
spesifik. Berikut ini disajikan Tabel 1 untuk membedakan 5 kelompok jamur ( Mc-
Kane , 1996).
Tabel 1. Pengelompokan Jamur dan Ciri-ciri Umumnya

Kelompok Hifa Spora Seksual Spora Aseksual Beberapa


Yang Umum Genera
Yang Penting
Oomycetes Nonseptate Oospora Zoopora Plasmopara,
Scerospora,
Phytphthora
Zygomycetes Nonseptate Zygospora Sporangiospora Mucor 18
Rhizopus
Ascomycetes Septate Ascospora Conidia, Aspergillus,
Arthrospora, Histoplasme,
Blastospora Trichophyton,
Penicillium
Basidiomycetes Septate Basidiospora Tidak ada Cryptococcus,
karakteristik Amanita
khusus (cendawan
malaikat
pembunuh)
Deuteromycetes Septate Tidak ada Conidia, Candida,
Arthrospora, Sporotris,
Blastospora, Coccidioides
Chlamydospora

Jamur terdiri dari lima kelas utama yaitu :

1. Chitridiomycetes
Sebagian besar Chitridiomycetes adalah organisme aquatik.
Chitridomycetes merupakan jamur yang berflagel. Cara penyerapan
makanannya dengan cara absorbsi, dinding selnya terbuat dari kitin. Sebagian
besar Chitridiomycetes membentuk hifa senositik dan spora berflagel tunggal
atau disebut (Campbell et al., 2003).

(a) (b) 19

Gambar 14. (a) Saprolegnia sp. (b) Phytophtora sp. (Alexopoulus dan Mimms, 1979).

Dikatakan sebagai jamur air karena sebagian besar anggotanya hidup di air atau
di dekat badan air. Hanya sedikit yang hidup di darat. Miseliumnya terdiri atas hifa
yang tidak bersekat, bercabang, dan mengandung banyak inti. Hidup sebagai saprofit
dan ada juga yang parasit. Pembiakan aseksualnya dengan zoospora, dan dengan
sporangium untuk yang hidup di darat. Pembiakan seksualnya dengan oospora.
Beberapa contoh dan gambar dari kelompok ini antara lain: Saprolegnia sp., Achya sp.,
Phytophtora sp. ( Alexopoulus dan Mimms, 1979 ). Gambar 2 a,b,c adalah contoh dari
Chitridiomycetes.

(a) (b) (c)

Gambar 15. (a) Saprolegnia sp., (b) Achya sp., (c) Phytophtora sp. (Alexopoulus dan
Mimms, 1979).
2. Zygomycetes
Anggota Zygomycetes memiliki hifa yang tidak bersekat dan memiliki
banyak inti disebut hifa senositik. Kebanyakan kelompok ini saprofit.
Berkembangbiak secara aseksual dengan spora, dan secara seksual dengan
zigospora. Ketika sporangium pecah, sporangiospora tersebar, dan jika jatuh
pada medium yang cocok akan tumbuh menjadi individu baru, seperti makanan
yang ada pada gambar 3. a. Hifa yang senositik akan berkonjugasi dengan hifa
lain membentuk zigospora, (Moore-Landecker, 1982). Seperti gambar berikut
: 20

(a) (b)

Gambar 17. (a) Makan yang terdapat Zygomycetes, (b) Mikroskop Zygomycetes
(Moore-Landecker, 1982).

Kelompok Zygomycetes terkadang disebut sebagai jamur rendah yang


dicirikan dengan hifa yang tidak bersekat (coneocytic), dan berkembang biak secara
aseksual dengan zigospora yang di jelaskan gambar 17. Kebanyakan anggota kelompok
ini adalah saprofit. Pilobolus, Mucor, Absidia, Phycomyces termasuk kelompok ini
(Wallace, et al.,1986). Rhizopus nigricans adalah contoh dari anggota kelompok ini,
berkembang biak juga melalui hifa yang koneositik dan juga berkonjugasi dengan hifa
lain. Rhizopus nigricans juga mempunyai sporangiospora. Ketika sporangium pecah,
sporangiospora tersebar, dan jika mereka jatuh pada medium yang cocok akan
berkecambah dan tumbuh menjadi individu baru. Spora seksual pada kelompok jamur
ini disebut zygospora (Tortora et al., 2001).
20

Gambar 18. Daur hidup Zygomycetes ( Campbell et al.,2003 )

Keterangan :

1. Hifa (+) dan hifa(-) saling berdekatan


2. Gametangium (+) dan gametangium (-) saling bersinggungan
3. Terjadi peleburan hingga terbentuk zygesporangium yang diploid (2n)
4. Ukuran zygesporangium bertambah besar dan memasuki masa dormansi
5. Zygosporagium berkecambah
6. Sporangium terbentuk di ujung sorangiofor
7. Sporangium akan pecah, dan spora akan tersebar keluar sehingga terjadi
reproduksi aseksual
8. Terbentuk individu baru
9. Reproduksi aseksual akan terjadi setelah sporangium pecah dan spora tersebar,
spora yang jatuh ke tempat yang baru akan menjadi individu baru
21

3. Ascomycetes
Golongan jamur ini memiliki ciri dengan spora yang terdapat di dalam
kantung yang disebut askus. Askus adalah sel yang membesar yang didalamnya
terdapat spora yang disebut askospora. Setiap askus biasanya memiliki 2-8
askospora. Kelompok ini memiliki 2 stadium perkembangbiakan yaitu stadium
konidium (aseksual) dan stadium askus (seksual). Sebagian besar Ascomycetes
bersifat mikroskopis dan hanya sebagian kecil bersifat makroskopis yang
memiliki tubuh buah (Moore-Landecker, 1982).

(a) (b) (c)

Gambar 19. (a) Tuber melanosporum (b) Morchella esculenta (c) secra mikroskop
(Moore-Landecker, 1982).

Golongan jamur ini dicirikan dengan sporanya yang terletak di dalam kantung
yang disebut askus. Askus adalah sel yang membesar, yang di dalamnya terbentuk
spora yang disebut askuspora. Setiap askus biasanya menghasilkan 2-8 askospora (
Dwidjoseputro, 1978). Kelas ini umumnya memiliki 2 stadium perkembangbiakan
yaitu stadium askus atau stadium aseksual. Perkembangbiakan aseksual ascomycetes
berlangsung dengan cara pembelahan, pertunasan, klamidospora, dan konidium
tergantung kepada spesies dan keadaan sekitarnya ( Sastrahidayat, 1998). Seperti yang
di Gambar 20 ( Campbell et al.,2003 ). Selain itu menurut ( Dwidjoseputro ,1978),
kebanyakan Ascomycetes mikroskopis, hanya sebagian kecil yang memiliki tubuh
buah. Pada umumnya hifa terdiri atas sel-sel yang berinti banyak.
22

Gambar 20. Daur Hidup Ascomycetes (Campbell et al.,2003)

Keterangan:
1. Reproduksi aseksual pada ascomycota uniseluler: dengan membentuk tunas.
Pembentukan tunas (blastosphora) diawali dengan dinding sel menonjol keluar
membentuk tunas kecil. Nukleus didalam sel induk membelah dan salah satu nukleu
bergerak ke dalam sel tunas. Sel tunas kemudian memisahkan diri dari sel induk untuk
memebentuk individu baru. Kadang tunas hanya melekat pada induk memebentuk
rantai hifa semu (pseudohifa)
b. aseksual pada ascomycota multiseluler: dengan fragmentasi miselium dan
membentuk konidia (spora pada ujung konidifor).
2. Reproduksi seksual:
1) Pembentukan askospora didalam askus. dari 2 hifa berlainan jenis saling berdekatan.
Salah satu hifa membentuk alat kelamin jantan (anteridium) dan hifa lainnya
membentuk alat kelamin betina (askogonium). Setiap jenis kelamin punya inti haploid.
Pada askogonium tumbuh trikogin (menghubungkan arkegonium dan anteridium)
2) Plasma pindah dari anteridium ke askogonium (plasmogami). Kedua inti haploid nya
berpasangan
23

3) Askogonium membentuk hifa. kumpulan hifa askogonium dikariotik membentuk


askokarp. Ujung hifapada askokarp membentuk askus dengan 2 inti haploid
berpasangan.
4) kedua inti mengalami kariogami (penyatuan inti) sehingga terbentuk diploid.
5) Diploid mengalami meiosis membentuk 4 inti haploid.
6) Masing masing membelah secara mitosis
7) Didalam askus terdapat 8 inti haploid
8) Kedelapan inti dikelilingi dinding sel membentuk askosphora.
9) Askosphora masak akan pecah keluar jatuh di tempat yang cocok akan berkecambah
membentuk hifa haploid baru (miselia)

4. Basidiomycetes.
Kebanyakan anggota Basidiomycetes adalah jamur payung dan
cendawan. Basidiomycetes mempunyai hifa yang bersekat, fase seksualnya
dengan pembentukan basidiospora yang terbentuk pada basidium sedangkan
fase aseksualnya ditandai dengan pembentukan konidium seperti Gambar 21.
Konidium maupun basidiospora pada kondisi yang sesuai dapat tumbuh dengan
membentuk hifa bersekat melintang yang berinti satu (monokariotik).
Selanjutnya, hifa akan tumbuh membentuk miselium (Campbell et al., 2003).
24

Gambar 21. Daur Basidiomycetes hidup (Campbell et al.,2003)

Gambar 22. Macam-macam bentuk tubuh Basidiomycetes (Mc-Kane, 1996).

Basidiomycetes dicirikan memproduksi spora seksual yang disebut


basidiospora, Kebanyakan anggota basiodiomycetes adalah cendawan, jamur payung
dan cendawan berbentuk bola yang disebut jamur berdaging, seperti yang ditunjukkan
25

Gambar 22 yang spora seksualnya menyebar di udara dengan cara yang berbeda dari
jamur berdaging lainnya. Struktur tersebut berkembang setelah fusi (penyatuan) dari
dua hifa haploid hasil dari formasi sel dikaryotik. Sebuah sel yang memiliki kedua inti
yang disumbangkan oleh sel yang kompatibel secara seksual. Sel-sel yang diploid
membelah secara meiosis menghasilkan basidiospora yang haploid. Basidiospora
dilepaskan dari cendawan, menyebar dan berkecambah menjadi hifa vegetatif yang
haploid. Proses tersebut berlanjut terus ( Mc-Kane, 1996 ). Kelas basiodiomycetes
ditandai dengan adanya basidiokarp yang makroskopik kecuali yang hidup sebagai
parasit pada daun dan pada bakal buah (Rahayu, 1994).

(a) (b)

Gambar 21.(a) Puffballs emitting spores (b) Maiden veil fungus (Dictyphora)
(Campbell et al., 2003).
5. Deuteromycetes
Menurut Mc-Kane ( 1996) mengatakan ada beberapa jenis jamur belum
diketahui siklus reproduksi seksualnya (disebut fase sempurna). Jamur ini
tidak sempurna karena belum ada spora seksual mereka yang ditemukan.
Anggota kelompok ini berkembang biak dengan klamidospora, arthrospora,
konidiospora, pertunasan juga terjadi. Deuteromycetes juga memiliki hifa yang
bersekat seperti gambar 23 (Tortora, et al., 2001).
26

(a ) (b)

Gambar 23.(a) Pilobolus (b) Arbuscular mycorrhizae. (Tortora et al., 2001).

Konidia, Pada umumnya tidak terdapat alat pembiakan generatif, sehingga


lazimnya berlangsung somatogami seperti Gambar 24. Anyaman hifa yang
membentuk mendukung himenium disebut himenofore. Himenofore dapat berupa rigi-
rigi, lamella, papan-papan dan dengan demikian menjadi sangat luas permukaan lapis
himenium ( Tjitrosoepomo, 1991 ).

Gambar 24. Daur hidup Deuteromycetes (Campbell et al., 2003)


27

Untuk jamur yang belum diketahui cara perkembangbiakan secara generatifnya


dikelompokkan ke dalam kelas khusus Deuteromycetes. Deuteromycetes merupakan
jamur yang hifanya bersekat dan menghasilkan konidia, namun jamur ini belum
diketahui cara perkembangbiakan secara generatifnya ( Dwidjoseputro, 1978 ).
Deuteromycetes disebut juga jamur imperfecti (jamur tidak sempurna). Penamaan atau
pengelompokkan ini bersifat sementara karena apabila telah diketahui cara reproduksi
generatifnya (pembentukan askus) maka dikelompokkan ke dalam kelas Ascomycetes.
Deuteromycetes secara filogenitik bukan merupakan suatu kelompok taksonomi (
Gandjar, 2006 ).

Menurut Dwidjoseputro ( 1978 ) menerangkan bahwa karakteristik dari


Basiodiomycetes antara lain kebanyakan makroskopik, sedikit yang mikroskopik.
Basidium berisi 2-4 basiodiospora, masing-masing pada umumnya mempunyai inti
satu. Diantara Basiodiomycetes ada yang berguna karena dapat dimakan, tetapi banyak
juga yang merugikan karena merusak tumbuhan, kayu-kayu dan perabot rumah tangga.
Selain itu tubuh Basidiomycetes terdiri dari hifa yang bersekat dan berkelompok padat
menjadi semacam jaringan, dan tubuh buah menonjol daripada Ascomycetes.
Misellium terdiri dari hifa dan sel-sel yang berinti satu hanya pada tahap tertentu saja
terdapat hifa yang berinti dua.

2.4 Ciri - Ciri Khamir

Khamir merupakan bagian dari fungi, tetapi dibedakan dari kapang sebab
bentuknya yang uniseluler. Karena berupa sel uniseluler, khamir tumbuh dan
berkembang biak lebih cepat dibandingkan dengan kapang yang tumbuh dengan
pembentukan filamen. Khamir juga lebih efektif dalam memecah komponen kimia
dibandingkan dengan kapang karena mempunyai perbandingan luas permukaan
dengan volume yang lebih besar. Khamir juga berbeda dari ganggang karena tidak
dapat melakukan proses fotosintesis, dan berbeda dari protozoa karena mempunyai
dinding sel yang kuat. Khamir mudah dibedakan dari bakteri karena ukurannya yang
lebih besar dan morfologinya yang berbeda dengan bakteri (Harper, 1991). Koloni
khamir berbentuk serupa pasta, yaitu berifat lebih pekat dari pada bakteri.
28

2.4.1 Morfologi Khamir

Khamir adalah fungi uniseluler yang bersifat mikroskopik. Sel khamir


mempunyai ukuran yang bervariasi, yaitu dengan panjang 1-5 mikrometer sampai 20
mikrometer, dan lebar 1-10 mikrometer. Bentuk sel khamir bermacam-macam yaitu
bulat, oval, silinder atau batang, segitiga melengkung, berbentuk botol, bentuk apikulat
atau lemon, membentuk pseudomiselium dan sebagainya (Fardiaz, 1992) (Lihat
Gambar 26).

Gambar 26. Bentuk-bentuk Khamir (Fardiaz, 1992)

Sel vegetatif yang berbentuk apikulat atau lemon merupakan karakteristik grup
khamir yang ditemukan pada tahap awal fermentasi alami buah-buahan dan bahan lain
yang mengandung gula, misalnya Hanseniaspora dan Kloeckera. Bentuk ogival adalah
bentuk memanjang di mana salah satu ujung bulat dan ujung yang lainnya runcing.
Bentuk ini merupakan karakteristik dari khamir yang disebut Brettanomyces. Khamir
yang berbentuk bulat misalnya Debaryomyces, berbentuk oval misalnya
Saccharomyces, dan yang berbentuk triangular misalnya Trygonopsis. Khamir tidak
mempunyai flagela atau organ lain untuk bergerak.

Dalam kultur yang sama, ukuran dan bentuk sel khamir mungkin berbeda
karena pengaruh umur sel dan kondisi lingkungan selama pertumbuhan. Sel yang muda
29

mungkin berbeda bentuknya dari yang tua karena adanya proses ontogeni, yaitu
perkembangan individu sel. Sebagai contoh, khamir yang berbentuk apikulat (lemon)
pada umumnya berasal dari tunas berbentuk bulat sampai oval yang terlepas dari
induknya, kemudian tumbuh dan membentuk tunas sendiri. Karena proses
pertunasannya bersifat bipolar, sel muda yang berbentuk oval membentuk tunas pada
kedua ujungnya sehingga mempunyai bentuk seperti lemon. Sel-sel yang sudah tua dan
telah mengalami pertunasan beberapa kali, mungkin mempunyai bentuk yang berbeda-
beda (Lihat Gambar 27).

Gambar 27.Perkembangan Bentuk Sel pada Khamir Berbentuk Lemon


(Hanseniaspora).

Morfologi sel khamir dapat diamati menggunakan beberapa cara yaitu:


pengamatan langsung dengan mikroskop biasa, pengamatan dengan mikroskop biasa
setelah diwarnai dengan pewarna tertentu, terutama untuk melihat kondisi lokasi
komponen tertentu di dalam sel. Pengamatan dengan mikroskop elektron terhadap
dinding sel yang telah dipisahkan dari selnya dan pengamatan dengan mikroskop
elektron terhadap irisan tipis sel khamir (Hadioetomo, 1985).

Untuk mewarnai sel khamir dapat digunakan pewarna seperti yang digunakan
untuk bakteri, tetapi karena beberapa pewarna mungkin menutupi struktur sel, untuk
melihat lokasi masing-masing struktur di dalam sel dapat digunakan pewarna spesifik
(Cappucino, 1987). Mikrostruktur sel khamir terdiri dari kapsul, dinding sel, membran
30

sitoplasma, nukleus, satu atau lebih vakuola, mitokondria, globula lipid, volutin atau
polifosfat, dan sitoplasma. Beberapa khamir ditutupi oleh komponen ekstraseluler yang
berlendir dan disebut kapsul. Kapsul tersebut menutupi bagian luar dinding sel dan
terutama terdiri dari polisakarida termasuk glukofosfomanan, suatu polimer
menyerupai pati, dan heteropolisakarida yaitu polimer yang mengandung lebih dari
satu macam unit gula seperti pentosa, heksosa, dan asam glukuronat (Fardiaz, 1992).

2.4.2 Fisiologi Khamir

Khamir tumbuh paling baik pada kondisi dengan persediaan air cukup, karena
khamir dapat tumbuh pada medium dengan konsentrasi solut (gula atau garam) lebih
tinggi daripada bakteri, dapat disimpulkan bahwa khamir membutuhkan air untuk
pertumbuhan lebih kecil dibandingkan kebanyakan bakteri (Fardiaz, 1992). Jenis
khamir tertentu mempunyai persyaratan Aw (aktivitas air) yang rendah yaitu tergolong
dalam osmofilik. Interval Aw untuk pertumbuhan secara normal adalah 0,89-0,94,
sedangkan untuk khamir osmofilik antara 0,62-0,65 (Rahayu dan Sudarmadji, 1989).

Keasaman dan suhu yang layak adalah penting bagi pertumbuhan dan aktivitas
khamir. Adapun pH yang disukai antara 4-4,5. Pada keadaan alkalis tidak dapat tumbuh
dengan baik, sedangkan keadaan yang aerobik sangat disukai (Savova dan Nikolova,
2002). Kisaran suhu untuk pertumbuhan kebanyakan khamir pada umumnya hampir
sama dengan kapang yaitu dengan suhu optimum 25-30C dan suhu maksimum 35-
47C. Beberapa khamir dapat tumbuh pada suhu 0C atau kurang. Pertumbuhannya
yang lambat dan kesanggupannya untuk bersaing kurang, khamir sering tumbuh pada
lingkungan yang kurang baik untuk pertumbuhan bakteri, lingkungan tersebut antara
lain pH rendah, kelembaban rendah, kadar gula dan garam yang tinggi, suhu
penyimpanan rendah, radiasi pada makanan dan adanya antibiotika (Viljoen et al.,
2003). Secara umum gula merupakan sumber energi yang paling baik, hanya untuk
jenis khamir oksidatif dapat menggunakan asam-asam organik dan alkohol Khamir
mampu menggunakan berbagai macam sumber nitrogen. Sebagai sumber nitrogen
31

untuk sintesis protein, kebanyakan khamir dapat menggunakan ion nitrat dan nitrit
(Fardiaz, 1992).

Sifat fisiologis yang digunakan dalam klasifikasi khamir adalah fermentasi dan
asimilasi. Fermentasi yaitu aktivitas metabolisme yang menghasilkan energi
(katabolisme) dan membutuhkan substrat, sedangkan asimilasi merupakan aktivitas
metabolisme yang memerlukan energi (anabolisme) dan menghasilkan senyawa
tertentu (Jarvis, 1978).

2.4.3 Metabolisme dan Substrat Untuk Pertumbuhan Khamir

Khamir dapat dibedakan atas dua kelompok berdasarkan sifat metabolismenya,


yaitu yang bersifat : (1) fermentatif, dan (2) oksidatif. Khamir fermentatif dapat
melakukan fermentasi alkohol, yaitu memecah glukosa melalui jalur glikolisis
(Embden Meyerhoff-Parnas) dengan total reaksi sebagai berikut:

Khamir yang digunakan dalam pembuatan roti dan bir merupakan spesies
Saccharomyces yang bersifat fermentatif kuat. Tetapi dengan adanya oksigen, S.
cerevisiae juga dapat melakukan respirasi yaitu mengoksidasi gula menjadi
karbondioksida dan air. Oleh karena itu, tergantung dari kondisi pertumbuhan, S.
cerevisiae dapat mengubah sistem metabolismenya dari jalur fermentatif menjadi
oksidatif (respirasi). Kedua sistem tersebut menghasilkan energi, meskipun energi yang
dihasilkan melalui respirasi lebih tinggi dibandingkan dengan melalui fermentasi
(Jarvis 1978).

Pasteur adalah peneliti yang pertama kali mendemonstrasikan bahwa khamir


yang bersifat fermentatif, jika diberi aerasi aktivitas fermentasinya akan menurun, dan
sebagian glukosa akan direspirasi (dioksidasi) menjadi karbondioksida dan air.
Fenomena ini disebut efek Pasteur, dan telah diterapkan dalam produksi ragi roti, di
32

mana tidak dikehendaki proses fermentasi atau pembentukan alkohol. Jika konsentrasi
gula dipertahankan tetap rendah, kondisi yang sangat aerobik (oksigen berlebihan)
menyebabkan semua gula direspirasi menjadi karbondioksida dan air. Khamir yang
digunakan dalam pembuatan bir, yaitu Saccharomyces carlsbergenis, bersifat
fermentatif kuat dan oksidatif lemah (Fardiaz, 1992).

Banyak spesies khamir yang bersifat oksidatif kuat, yaitu tidak dapat
melakukan fermentasi alkohol. Khamir semacam ini bersifat aerobik karena
membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya, misalnya semua spesies Rhodotorula
dan Cryptococcus, dan beberapa spesies Candida, Torulopsis, dan beberapa jenis
lainnya. Selain itu beberapa spesies khamir bersifat oksidatif kuat tetapi dapat
melakukan fermentasi secara lemah, misalnya beberapa spesies dari jenis
Debaryomyces dan Pichia (Pelczar dan Chan, 1977).

Pada khamir yang bersifat fermentatif, 70% dari glukosa di dalam substrat akan
diubah menjadi karbondioksida dan alkohol, sedangkan sisanya sebanyak 30% tanpa
adanya nitrogen akan diubah menjadi produk penyimpanan cadangan. Produk
penyimpanan tersebut akan digunakan kembali melalui fermentasi endogenous jika
glukosa di dalam medium habis (Tarigan, 1988).

2.4.4 Reproduksi Khamir

Kebanyakan sel khamir memperbanyak diri dengan cara membentuk tunas


(budding). Meskipun demikian ada sebagian kecil sel khamir yang dapat
memperbanyak diri dengan membelah diri sama besar (binary fission). Dalam proses
pertunasan, mula-mula diawali dengan lisisnya dinding sel pada daerah tertentu.
Dengan tidak adanya dinding sel pada daerah tersebut, menyebabkan terjadinya
tekanan dari isi sel keluar membentuk struktur seperti balon yang dikelilingi dinding
sel induknya. Bagian ini kemudian membesar, nucleus membelah secara mitosis dan
nucleus hasil pembelahan kemudian berpindah menuju tunas yang terbentuk tadi.
Tunas baru yang sudah terbentuk dan sudah dilengkapi dengan nucleus kemudian
melanjutkan pertumbuhannya. Setelah pertumbuhan cukup, akhirnya tunas akan
33

melepaskan diri dari sel induknya dan siklus replikasi telah lengkap (Pelczar dan Chan,
1977).

Sel khamir yang telah melepaskan tunasnya seringkali meninggalkan tanda


berupa bekas luka (bud scar) pada dinding selnya. Beberapa species khamir dapat
menghasilkan tunas lebih dari satu sebelum pemisahan tunas terjadi. Bila setelah
terbentuk satu tunas tidak dilanjutkan dengan pemisahan tunas, maka suatu rantai sel
berbentuk bola dapat terbentuk. Kegagalan dalam memisahkan tunas-tunas baru yang
terbentuk secara terus menerus akan menyebabkan dihasilkannya suatu rantai sel
khamir yang memanjang yang menyerupai hifa (benang) dan disebut pseudohyphae (
Brock & Madigan,1991) (Lihat Gambar 28).

Gambar 28: Pembentukan Pseudohyphae ( Brock & Madigan,1991).

Reproduksi secara seksual pada khamir dengan membentuk spora seksual yang
terdiri dari basidiospora dan askospora. Askospora spora ini bersel satu dan terbentuk
di dalam suatu struktur semacam pundi atau kantung yang dinamakan askus. Biasanya
terdapat delapan askospora pada setiap askus (Lihat Gambar 29).
34

Gambar 29: Proses pembentukan askospora. ( Lee, 1983 ).

Basidiospora adalah spora seksual yang terbentuk di atas struktur seperti gada
yang disebut basidium (Lihat Gambar 30).

Basidiospora

Gambar 30.Proses pembentukan basidiospora ( Lee, 1983)


35

2.5 Pengaruh Positif dan Negatif Fungi pada Lingkungan

1. Dampak positif fungi terhadap manusia


a. Beberapa spesies fungi dapat digunakan sebagai pengendali hayati tanaman
( Tabel 2 ), diantaranya:
Tabel 2. Spesies fungi yang digunakan sebagai pengendali hayati pada
tanaman ( Nurhayati, 2011)

Trichoderma viride, T. harzianum,T. Mikroparasit pesaing, antibiotik dan


koningii, T. hamatum, T. enzimatik
pseudokoningii
Penicillium sp
Peniophora gigantean Pesaing dan antibosis
Phytium oligandrum
Sporodesmium sclerotivorum Mikoparasit
Gliocladium virens
Laccaria laccata Pesaing,proteksi silang dengan jenis
Lactarius sp Fusarium yang tidak virulen
Fusarium solani,
F.oxysporum
Ampelomyces quisqualis
Mikoparasit

b. Hubungan yang bersifat antagonis satu dengan lainnya sehingga


berpotential digunakan sebagai agensia hayati. Diantara contoh jamur yang
bersifat antagonis ini adalah Trichoderma sp., Penicillium sp. dan
Gliocladium . Jamur-jamur tersebut dapat bersifat antagonis terhadap
patogen tanaman baik yang terdapat pada tanah, permukaan inang seperti
biji, benih dan didekat bagian terinfeksi. Kelompok jamur Trichoderma saat
ini telah diformulasikan sebagai biofungisida terdaftar untuk pengendalian
hayati beberapa patogen pertanian dan kehutanan (Nurhayati,2011).
c. Beberapa golongan jamur seperti Ascomycetes, Basidiomycetes dan jamur
inferfect umumnya dapat menghasilkan senyawa-senyawa antibiotik.
Antibiotik merupakan senyawa yang bersifat toksik terhadap pathogen dan
36

mempunyai sebaran yang sangat luas. Kemampuan menghasilkan senyawa


toksin tersebut akan sangat penting dalam menentukan keuntungan
persaingan ( Nurhayati,2011 ).

d. Selain itu, fungi juga bermanfaat dalm bidang pangan yaitu:

Tabel 3. Beberapa Spesies Fungi yang Bermanfaat dalam Bidang Pengolahan Pangan

Berperan dalam pembuatan tempe


Rhyzopus oryzae
Berperan dalam pembuatan oncom
Neurospora sitophila
Berperan dalam pembuatan kecap dan
Aspergillus wentii dan Aspergillus
tauco
oryzae
Berperan dalam pembuatan tape, roti
Saccharomyces cerevisiae
dan minuman beralkohol

2. Dampak negatif fungi terhadap manusia


a. Beberapa fungi (tabel 4) dapat menyebabkan penyakit. Mikosis pada kulit
dapat terjadi akibat masuknya spora melalui udara yang masuk, dan
menyebar ke seluruh tubuh melalui darah. Mikosis pada kulit disebabkan
oleh jamur dermatofit yang memanfaatkan keratin kulit, rambut atau kuku
dengan mengeluarkan enzim keratinase. Nama lain dari infeksi ini adalah
Ringworm. Mikosis sistemik dapat disebabkan oleh Histoplasma
capsulatum dan berhubungan dengan daerah yang dikontaminasi oleh
kotoran kelelawar atau burung (Hogg,2005).
b. Aspergillus fumigatus adalah contoh dari oportunistik, yaitu, organisme
yang meskipun biasanya tidak berbahaya, dapat bertindak sebagai patogen
pada individu yang tahan terhadap infeksi yang diturunkan. mikosis
oportunistik lainnya termasuk Candidiasis dan Pneumocystis pneumonia.
37

yang ditemukan dalam persentase yang tinggi pada pasien sindrom


defisiensi kekebalan tubuh (AIDS). Organisme penyebabnya yaitu,
sebelumnya dianggap protozoa, dan telah digolongkan sebagai jamur dalam
dekade terakhir, sebagai akibat dari bukti urutan DNA / RNA.
Pneumocystis carinii hidup secara komensal dalam berbagai mamalia, dan
mungkin menular ke manusia melalui kontak dengan anjing ( Hogg, 2005).
Tabel 4. penyakit yang disebabkan oleh fungi ( Hogg , 2005)

c. Banyak jamur menghasilkan mikotoksin alami, yang jika dikonsumsi oleh


manusia, dapat menyebabkan keracunan makanan yang kadang-kadang
bisa berakibat fatal. Spesies jamur tertentu termasuk genus Amanita
mengandung zat yang sangat beracun bagi manusia. Contoh lain dari
penyakit mikotoksin termasuk ergotism dan keracunan aflatoksin.
Aflatoksin adalah racun karsinogenik yang dihasilkan oleh Aspergillus
flavus (gambar 31) yang tumbuh pada kacang disimpan. Pada awal 1960-
an, industri kalkun di Inggris hampir lumpuh oleh ' penyakit Turki X ', yang
disebabkan oleh konsumsi pakan terkontaminasi oleh A. flavus
(Hogg,2005).
38

Gambar 31. Aspergillus flavus ( Hogg, 2005 ).


d. Jamur Colletotricum capsici menyebabkan penyakit busuk buah dan bercak
ranting dan penyakit bercak daun Cercospora (gambar 32) (Fuadi dan
Yusuf,2005).

Gambar 32. Gejala penyakit bercak daun Cercospora ( Fuadi dan Yusuf,
2005 )
a. Gejala awal; b. Gejala lanjut

2.6 Ciri Ciri Makanan yang Terkontaminasi Jamur


Pada umumnya, jamur tumbuh dengan baik di tempat yang lembab. Tetapi
jamur juga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehingga jamur dapat di
temukan di semua tempat di seluruh dunia termasuk di gurun pasir yang panas
(Gandahusada, et al,. 1998 dalam Amalia, 2013). Bahan makanan, selain merupakan
sumber gizi bagi manusia, juga merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme
terutama jamur. Pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan dapat
menyebabkan perubahan yang menguntungkan seperti perbaikan bahan pangan secara
39

gizi, daya cerna ataupun daya simpannya. Selain itu pertumbuham mikroorganisme
dalam bahan pangan juga dapat mengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang tidak
diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak dikomsumsi. Kejadian ini
biasanya terjadi pada pembusukan bahan pangan (Amalia, 2013).

Banyak faktor yang mempengaruhi jumlah serta jenis mikroba yang terdapat
dalam makanan, diantaranya adalah sifat makanan itu sendiri (pH, kelembaban, nilai
gizi), keadaan lingkungan dari mana makanan tersebut diperoleh, serta kondisi
pengolahan ataupun penyimpanan. Jumlah mikroba yang terlalu tinggi dapat
mengubah karakter organoleptik, mengakibatkan perubahan nutrisi / nilai gizi atau
bahkan merusak makanan tersebut. Bahkan bila terdapat mikroba patogen, besar
kemungkinan akan berbahaya bagi yang mengkonsumsinya (badan POM RI, 2008).

Jenis jamur yang sering mengkontaminasi makanan dan biasa di temukan di


udara antara lain Aspergillus sp. Aspergillus sp. yaitu jenis jamur multiseluler yang
bersifat opportunistic. Jamur ini tersebar luar di alam dan kebanyakan spesies (
Aspergillus flavus, Aspergillus niger, Aspergillus oryzae, Aspergillus terreus,
Aspergillus fumigatus) ini sering menyebabkan kerusakan makanan karena
menghasilkan zat-zat racun yang di kenal sebagai aflatoksin. Aflatoksin dapat
menyebabkan kanker dan menurunkan imunitas (Sardjono, 1998 dalam Amalia, 2013).

Pertumbuhan mikroorganisme kontaminan, baik pada bahan makanan maupun


makanan hasil olahan dapat menyebabkan perubahan tekstur, warna, aroma, dan rasa,
sehingga menjadi tidak layak dikonsumsi. Selain itu beberapa spesies kapang
kontaminan dapat menghasilkan racun yang disebut : mikotoksin, sehingga bahan
makanan atau makanan hasil olahan menjadi tidak layak dikonsumsi dan dapat
membahayakan kesehatan konsumen berupa keracunan makanan (Hastuti, 2010).

Berbagai macam biji-bijian, a.l. : kacang tanah, kedelai, jagung, beras, dll dapat
mengalami kerusakan. Kerusakan dapat terjadi pada masa pertumbuhan, karena
diserang oleh serangga hama atau pada saat pasca panen akibat pemanenan yang
kurang cermat, sehingga mengakibatkan kerusakan pada kulit biji. Kerusakan pada
40

biji-bijian juga dapat terjadi pada saat disimpan dalam gudang penyimpanan, karena
dimakan oleh serangga hama gudang; sehingga biji-bijian menjadi berlubang-lubang
atau kulit biji terkelupas (Hastuti, 2010).

Kerusakan pada biji-bijian tersebut secara tidak langsung dapat menjadi jalan
masuk bagi spora-spora kapang kontaminan. Di dalam biji, spora-spora kapang
berkecambah membentuk hifa-hifa dan anyaman miselium. Selanjutnya kapang-
kapang tumbuh dan berkembangbiak serta melakukan metabolisme. Salah satu macam
metabolit sekunder yang dihasilkan oleh kapang ialah mikotoksin. Apabila mikotoksin
tertelan bersama-sama makanan yang telah terkontaminasi oleh kapang kontaminan
penghasil mikotoksin, maka dapat menyebabkan keracunan, yang disebut
mikotoksikosis. Kualitas makanan yang tercemar oleh kapang penghasil mikotoksin
akan berkurang sehingga tidak layak dikonsumsi (Hastuti, 2010).

Bahan makanan yang telah terkontaminasi oleh kapang akan mengalami


perubahan tesktur, misalnya : berserbuk pada permukaannya, berserabut halus, hancur
sebagian. Warna bahan makanan juga dapat mengalami perubahan karena tertutup oleh
spora-spora kapang yang berwarna-warni. Aroma bahan makanan ataupun makanan
hasil olahan juga dapat mengalami perubahan akibat pertumbuhan kapang kontaminan
yang menghasilkan senyawa-senyawa tertentu. Kapang kontaminan melakukan
biodegradasi terhadap senyawa-senyawa kompleks dalam bahan makanan menjadi
senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Melalui proses biodegradasi tersebut dapat
dihasilkan senyawa-senyawa yang menimbulkan aroma yang kurang sedap pada bahan
makanan sehingga tidak layak dikonsumsi. Bahan makanan yang telah terkontaminasi
oleh kapang penghasil mikotoksin dapat membahayakan kesehatan, bila tetap
dikonsumsi (Hastuti, 2010). Contoh bahan makanan yang terkontaminasi dapat dilihat
pada gambar 33, 34, 35 dan 36.
41

Gambar 33. Foto biji-biji jagung yang Gambar 34. Foto beras merah yang
telah mengalami kerusakan dan mengalami kerusakan dan
terkontaminasi oleh kapang kontaminan terkontaminasi oleh kapag
(Hastuti, 2010) kontaminan (Hastuti, 2010).

Gambar 35.Foto roti yang mengalami Gambar 36. Foto wortel yang mengalami
kerusakan dan terkontaminasi oleh kerusakan dan terkontaminasi oleh kapang
kapag kontaminan ( Hastuti, 2010 ). kontaminan ( Hastuti, 2010 ).
BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Jamur merupakan tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil sehingga
bersifat heterotrof, tipe sel eukarotik. Jamur ada yang uniseluler dan
multiseluler. Tubuhnya terdiri dari benang-benang yang disebut hifa yang
dapat membentuk anyaman bercabang-cabang (miselium). Organisme
yang disebut jamur bersifat heterotrof, dinding sel spora mengandung kitin,
tidak berplastid, tidak berfotosintesis, tidak bersifat fagotrof, umumnya
memiliki hifa yang berdinding yang dapat berinti banyak (multinukleat),
atau berinti tunggal (mononukleat), dan memperoleh nutrien dengan cara
absorpsi.
2. Tubuh jamur tersusun dari komponen dasar yang disebut hifa. Hifa
membentuk jaringan yang disebut miselium. Miselium menyusun jalinan-
jalinan semu menjadi tubuh buah. Hifa adalah struktur menyerupai benang
yang tersusun dari dinding berbentuk pipa. Dinding ini menyelubungi
membran plasma dan sitoplasma hifa. Sitoplasmanya mengandung organel
eukariotik. Kebanyakan hifa dibatasi oleh dinding melintang atau septa.
Septa mempunyai pori besar yang cukup untuk dilewati ribosom,
mitokondria, dan kadangkala inti sel yang mengalir dari sel ke sel. Akan
tetapi, adapula hifa yang tidak bersepta atau hifa senositik. Struktur hifa
senositik dihasilkan oleh pembelahan inti sel berkali-kali yang tidak diikuti
dengan pembelahan sitoplasma. Hifa pada jamur yang bersifat parasit
biasanya mengalami modifikasi menjadi haustoria yang merupakan organ
penyerap makanan dari substrat; haustoria dapat menembus jaringan
substrat.
3. Setiap jamur tercakup di dalam salah satu dari kategori taksonomi,
dibedakan atas dasar tipe spora, morfologi hifa dan siklus seksualnya.
Kelompok-kelompok ini adalah : Oomycetes, Zygomycetes, Ascomycetes,

42
43

Basidiomycetes dan Deuteromycetes. Terkecuali untuk deuteromycetes,


semua jamur menghasilkan spora seksual yang spesifik.
4. Khamir pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan sifat-sifat
fisiologinya, dan tidak atas perbedaan morfologinya, seperti pada kapang.
Beberapa khamir tidak membentuk spora (asporogenous) dan digolongkan
ke dalam fungi imperfecti, dan yang lainnya membentuk spora seksual
sehingga digolongkan ke dalam Ascomycetes dan Basidiomycetes.
5. Pertumbuhan mikroorganisme kontaminan, baik pada bahan makanan
maupun makanan hasil olahan dapat menyebabkan perubahan tekstur,
warna, aroma, dan rasa, sehingga menjadi tidak layak dikonsumsi. Selain
itu beberapa spesies kapang kontaminan dapat menghasilkan racun yang
disebut : mikotoksin, sehingga bahan makanan atau makanan hasil olahan
menjadi tidak layak dikonsumsi dan dapat membahayakan kesehatan
konsumen berupa keracunan makanan.
44

DAFTAR RUJUKAN
Alexopoulus, C.J. Mims, C.W. 1979. Introductory Mycology. Third Editon. John
Wiley & Sons, Inc. USA.

Alexopoulus, J., C. Mims, and M. Blackwell. 1996. Introductory Mycology. John


Wiley & Sons. Inc. New York
Amalia, N. 2013. Identifikasi Jamur Aspergillus Flavus Pada Kacang Tanah (Arachis
hypogaea L ) yang Dijual Di Pasar Kodim. Jurnal Analis Kesehatan klinikal
Sains ISSN : 2338-4921 Volume : 1 No. 1 Halaman 1-10.

Badan POM RI. 2008. Pegujian Mikrobiologi Pangan. infoPOM Vol. 9, No. 2, Maret
2008.

Board. R.G. 1983. A Modern Introduction to Food Microbiology. Oxford : Blackwell


Scientific Publications.

Brock, T.D., dan Madigan, M.T., 1991. Biology of Microorganisms. Sixth ed. New
York : PrenticeHall International,Inc.

Brooks, G.F., Butel, J.S., Ornston, L.N., Jawetz, E., Melnick, J.L., Adelberg, E.A.
2004, Jawetz, Melnick & Adelbergs: Medical Microbiology, 20 th edition,
Prentice-Hall International Inc, USA.

Campbell , N. A., Reece, J, B., Nitchel, L. G. 2003. Biologi: Edisi Kelima Jilid 2.
Jakarta: Erlangga.

Cappuccino, J., dan Sherman, N. 1987. Microbiology Fourth Edition. New York :
Addison-Wesley Publishing Company.

Davis, R. H. 2000. Neurospora: Contributions of a Model Organism. Oxford


University Press, New York, N.Y.

Deacon, J.W. 1997. Modern Mycology. 3rd ed. Blackwell Science. Berlin

Dwidjoseputro, O. 1978. Pengantar Mikologi. Bandung: Penerbit Alumni.


45
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Fuadi, I. dan R. Yusuf. 2005. Penerapan System Pengendalian Hama Terpadu


Pada Tanaman Cabe. Sagu: 1-5

Gandjar, W. Sjamsuridzal dan A. Oetari. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Jakarta
: Yayasan Obor Indonesia .

Gregory,M. (2004). Biodiversity Of Fungi. London: Elsevier Academic Press.

Hadioetomo, R.S. 1985. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek Teknik dan Prosedur
Dasar Laboratorium. Jakarta : Gramedia.

Harper, C. 1991. Microbiology 5 th Edition. New York : Lois Bership Harper Collins
Publishers.

Hastuti, U.S. 2010. Pencemaran Bahan Makanan Dan Makanan Hasil Olahan Oleh
Berbagai Spesies Kapang Kontaminan Serta Dampaknya Bagi Kesehatan.
Malang: Universitas Negeri Malang.

Hogg,S.2005. Essential Microbiology. England: John Willey & Sons ltd.

Jarvis, B. 1978. Methods for Detecting Fungi in Foods and Beverages. In Food and
Beverage Mycology. Wetsport : AVI Publ. Inc.

Lee, J. 1983. Microbiology. First Edition. USA: The Barnes and Nobel Outline Series.

Mc-Kane, L. 1996. Microbiology Applied dan Practice. Mc-Graw Hill Book


Company. New York.

Moore-Landecker, E. 1982. Fundamentals of The Fungi, Second Edition. Prentice-


Hall, Inc. New Jersey.

Nurhayati.2011. Penggunaan Jamur dan Bakteri dalam Pengendalian Penyakit


Tanaman secara Hayati yang Ramah Lingkungan. Prosiding Semirata
Bidang Ilmu-ilmu Pertanian BKS-PTN Wilaya Barat Tahun 2011 ISBN:
978-979-8389-18-4
Pelczar, M.J., Chan, E.C.S., dan Crieg, N.R. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jilid
Dua. Jakarta: Penerbit UI Press.

Rahayu, K., dan Sudarmadji, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Yogyakarta : PAU 46


Pangan dan Gizi UGM.

Sastrahidayat, I. R. 1998. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Surabaya: Usaha Nasional.

Savova, I dan Nikolova, M. 2002. Isolation and Taxonomic Study of Yeast Strains
from Bulgarian Dairy Products. Journal of Culture Collections. 3: 59-65.

Smith, SE dan Read, DJ. 1997. Mycorrhizal symbiosis. Second edition. Academic
Press. Harcourt Brace & Company Publisher. London. Hlm. 32-79.

Tarigan, J. 1988. Pengantar Mikrobiologi. Jakarta: P2LPTK.

Tjitrosoepomo, G. 1991. Taksonomi Tumbuhan (Schizophyta, Thallophyta Bryophyta.


Pteridophyta). Yogyakarta: Gadjahmada University Press.

Tortora Gerard J. et. al. 2001. Microbiology : An Introduction. 7th ed. Pearson
Education, USA. Available from: http://www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/
Departemen/Mikrobiologi/inp.pdf. (Accessed 11 August 2008)

Viljoen B.C., Knox M.A., De Jager H.P., dan Lourens AH. 2003. Development of
Yeast Populations During Processing and Ripening of Blue Veined Cheese.
Bloemfontein : University of the Free State.

Winarno, F.G. dan T.S. Rahayu. 1994. Bahan Makanan Tambahan untuk Makanan
dan Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai