MAKALAH
Oleh:
Kelompok 1/Offering H/2015
Achmad Makin Amin 150342604504
Chomisatut Thoyibah 150342604725
Ida Nurpitasari 150342604029
Madaniyatus Saidah 150342608308
Rina Fiji Lestari 150342602674
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Golongan Jamur. Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata
kuliah Mikrobiologi. Meskipun terdapat beberapa hambatan dalam proses pengerjaan
makalah ini, tetapi kami berhasil menyelesaikannya dengan tepat waktu.
1. Prof. Dr. Dra. Utami Sri Hastuti, M.Pd selaku dosen mata kuliah Mikrobiologi
2. kedua orang tua kami yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual,
3. seluruh teman seperjuangan Biologi kelas H tahun 2015, yang banyak membantu
dan memberi masukan dalam pengerjakan makalah ini, dan
4. semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Penulis berharap adanya masukan yang bersifat membangun sehingga makalah
ini dapat lebih sempurna. Penulis juga berharap agar makalah ini nantinya dapat
berguna bagi semua kalangan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Cover ............................................................................................................... i
Kata Pengantar .............................................................................................. ii
Daftar Isi ........................................................................................................ iii
Bab 1 Pendahuluan ........................................................................................ 1
Latar Belakang .................................................................................... 1
Rumusan Masalah ............................................................................... 2
Tujuan Makalah ................................................................................... 2
Manfaat ............................................................................................... 3
Bab 2 Kajian Pustaka .................................................................................... 4
Ciri Ciri Koloni Jamur ...................................................................... 4
Struktur Tubuh Jamur ....................................................................... 7
Klasifikasi Koloni Jamur ..................................................................... 17
Ciri Ciri Koloni Khamir .................................................................. 27
Peranan Positif dan Negatif Jamur ...................................................... 35
Makanan yang Terkontaminasi Jamur ................................................ 38
Bab VI Penutup ............................................................................................. 42
Kesimpulan ......................................................................................... 42
Daftar Pustaka ................................................................................................ 44
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui ciri ciri morfologi koloni jamur ?
2. Untuk mengetahui strukrur bagian bagian tubuh jamur ?
3. Untuk mengetahui ciri ciri morfologi koloni khamir ?
4. Untuk mengetahui klasifikasi golongan jamur ?
5. Untuk mengetahui peranan positif dan negatif jamur terhadap lingkungan ?
6. Untuk mengetahui ciri ciri makanan yang terkontaminasi jamur ?
1.4 Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui ciri ciri morfologi koloni jamur ?
2. Mahasiswa dapat mengetahui strukrur bagian bagian tubuh jamur ?
3. Mahasiswa dapat mengetahui ciri ciri morfologi koloni khamir ?
4. Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi golongan jamur ?
3
Jamur mempunyai dua karakter yang sangat mirip dengan tumbuhan yaitu
dinding sel yang sedikit keras dan organ reproduksi yang disebut spora. Dinding sel
jamur terdiri atas selulosa dan kitin sebagai komponen yang dominan. Kitin adalah
polimer dari gugus amino yang lebih memiliki karakteristik seperti tubuh serangga
daripada tubuh tumbuhan. Spora jamur terutama spora yang diproduksi secara seksual
berbeda dari spora tumbuhan tinggi secara penampakan (bentuk) dan metode
produksinya ( Alexopoulus dan Mimms, 1979).
Banyak jamur yang sudah dikenal peranannya, yaitu jamur yang tumbuh diroti,
buah, keju, ragi dalam pembuatan bir, dan yang merusak tekstil yang lembab, serta
beberapa jenis cendawan yang dibudidayakan. Beberapa jenis memproduksi antibiotik
yang digunakan dalam terapi melawan berbagai infeksi bakteri (Tortora, 2001).
Diantara semua organisme, jamur adalah organisme yang paling banyak menghasilkan
enzim yang bersifat degradatif yang menyerang secara langsung seluruh material
oganik. Adanya enzim yang bersifat degradatif ini menjadikan jamur bagian yang
sangat penting dalam mendaur ulang sampah-sampah alam, dan sebagai dekomposer
dalam siklus biogeokimia ( Mc-Kane, 1996).
Tubuh buah suatu jenis jamur dapat berbeda dengan jenis jamur lainnya yang
ditunjukkan dengan adanya perbedaan tudung (pileus), tangkai (stipe), dan lamella
4
5
(gills) serta cawan (volva). Adanya perbedaan ukuran, warna, serta bentuk dari pileus
dan stipe merupakan ciri penting dalam melakukan identifikasi suatu jenis jamur (
Smith, 1997 ). Menurut Alexopoulus dan Mimms (1979), beberapa karakteristik umum
dari jamur yaitu: jamur merupakan organisme yang tidak memiliki klorofil sehingga
cara hidupnya sebagai parasit atau saprofit. Tubuh terdiri dari benang yang bercabang-
cabang disebut hifa, kumpulan hifa disebut miselium, berkembang biak secara aseksual
dan seksual. Fungi pada umumnya multiseluler (bersel banyak). Ciri-ciri fungi berbeda
dengan organisme lainnya dalam hal cara makan, struktur tubuh, pertumbuhan, dan
reproduksinya. Fungi benang terdiri atas massa benang yang bercabang-cabang yang
disebut miselium. Miselium tersusun dari hifa (filamen) yang merupakan benang-
benang tunggal. Badan vegetatif jamur yang tersusun dari filamen-filamen disebut
thallus. Berdasarkan fungsinya dibedakan dua macam hifa, yaitu hifa fertil dan hifa
vegetatif. Hifa fertil adalah hifa yang dapat membentuk sel-sel reproduksi atau spora-
spora. Apabila hifa tersebut arah pertumbuhannya keluar dari media disebut hifa udara.
Hifa vegetatif adalah hifa yang berfungsi untuk menyerap makanan dari substrat.
Jamur merupakan organisme eukariot. Anggotanya ada yang uniseluler dan ada
pula yang
multiseluler. Jamur tidak memiliki klorofil, yang berfungsi dalam fotosintesis. Dengan
kata lain, jamur tidak dapat menyintesis makanannya. Oleh karena itu, jamur
dikelompokkan sebagai organisme heterotrof. Jamur memperoleh makanan dengan
cara absorpsi, yaitu dengan menyekresikan suatu enzim. Kemudian, enzim tersebut
berfungsi menghancurkan makanan yang ada di luar tubuhnya. Makanan yang hancur
dalam bentuk molekul-molekul nutrien akan diserap oleh jamur. Cara hidup jamur
terbagi menjadi tiga macam, yaitu secara parasit, saprofit, dan mutualisme. Secara
parasit, jamur menyerap makanan dari organisme hidup lainnya, seperti tumbuhan,
hewan, atau bahkan jamur lainnya. Sari makanan akan diserap oleh jamur parasit dan
akhirnya dapat menyebabkan kerusakan, bahkan kematian bagi organisme tersebut.
Adapun jamur yang absorpsi makanannya secara saprofit ( Gambar 1 ) adalah dengan
cara menguraikan organisme mati untuk diserap bahan organiknya (Campbell, et
al.,2003 ).
6
Gambar 1. Jamur Murcor mucedo yang menguraikan organisme mati berupa batang
pohon (Campbell, et al., 2003)
Jamur yang hidup secara mutualisme adalah jamur bersimbiosis dengan
organisme lainnya, contohnya dengan tanaman. Jamur bersimbiosis pada organ akar
tanaman tingkat tinggi dan membentuk mikoriza. Hubungan tersebut saling
menguntungkan. Jamur akan mendapatkan makanannya, sedangkan tanaman yang
ditumpanginya akan dapat menyerap air dan mineral dari tanah. Hal tersebut
dikarenakan, jamur yang terdapat pada akar akan menyerap mineral dari dalam tanah.
Mineral tersebut akan digunakan tanaman untuk menyintesis makanan. Hasil sintesis
makanan oleh tanaman akan diserap oleh jamur sehingga keduanya saling diuntungkan
( Gambar 2 ).
Gambar 2. Simbiosis antara jamur Acaulospora dan akar tumbuhan tingkat tinggi
membentuk mikoriza ( Campbell, et al., 2003 ).
7
Jamur benang atau Kapang (mold, mould) atau fungi berfilamen merupakan
fungi multiseluler yang banyak dijumpai di lingkungan sekitar. Struktur umumnya
yaitu berupa hifa (filamen) yang berbentuk tabung, dinding sel rigid (kaku), dan terlihat
ada pergerakan protoplasma didalamnya. Kumpulan hifa dinamakan miselium.
Panjang hifa tidak terbatas tetapi diameternya konstan berukuran umumnya berkisar
antara 1-2 m atau 5-10 m tetapi ada yang mencapai 30 m. Hifa ada yang
mempunyai sekat (septa) atau tidak mempunyai sekat (senositik). Phylum Ascomycota
dan Basidiomycota mempunyai hifa bersepta sedangkan Oomycota dan Zygomycota
tidak bersepta. Walaupun terdapat septa tetapi masih memungkinkan adanya
pergerakan protoplasma karena septa tersebut berpori. Septa akan membagi hifa ke
dalam kompartemen-kompartemen yang masih bisa saling berhubungan. Hifa
basidimycota khas yaitu dalam satu kompartemen ada yang monokaryon (1 nucleus)
ataupun dikaryon (2 nucleus); mempunyai dolipore septum (septa khas dengan ciri pori
sentral sempit yatu 100-150 nm, terdapat sayap yang didominasi glukan mengelilingi
pori, dan terdapat parenthosom bermembran); dan mempunyai clamp connection
(seperti kait yang menghubungkan antar kompartemen) lihat Gambar 3 menunjukkan
hifa yang bersepta, tidak bersepta (senositik), dan pertumbuhan hifa dari spora ( Tortora,
2007 ).
9
Gambar 3. (a) Hifa bersepta (b) Hifa senositik (c) Pertumbuhan hifa dari spora (
Tortora, 2007 ) .
Hifa dapat mengalami differensiasi struktur yang biasa dikenal dengan
ultrastruktur hifa. Proses ultrastruktur hifa lihat Gambar 4.
Sel khamir mempunyai ukuran sel lebih besar daripada bakteri yaitu berkisar
antara 5-10m. Koloni khamir sepintas seperti koloni bakteri tetapi biasanya koloninya
tidak mengkilat dan warnanya seperti mentega. Gambar 6 memperlihatkan struktur sel
yeast ( Saccharomyces cerevisiae) yang sedang bertunas ( budding ) dan ada juga yang
mempunyai bekas pertunasan (bud scar) . Bud scar dapat sebagai tanda berapa kali sel
tersebut pernah bertunas. Secara ultrastruktur, sel yeast tidak berbeda secara
fundamental dengan hifa ( Gambar 7 ). Setiap sel yeast terdiri dari 1 nucleus dan
organellaorganella. Pertunasan (budding) dapat bersifat monopolar (1 kutub), bipolar (
2 kutub ) ataupun multipolar ( banyak kutub ). Bentuk umum sel yeast dapat bulat,
oval, silinder, triangular, apikulat, maupun pseudomiselium (miselium semu yaitu
sebenarnya merupakan tunas-tunas yang tidak memisahkan diri sehingga tampak
seperti miselium). Sel yeast dapat berupa sel uniseluler ( budding yeast ) hifa, maupun
dimorfik ( Tortora, 2007 ).
12
Beberapa sel yeast dapat mengalami dimorfik (dimorphic fungi) yaitu dapat
berubah antara fase yeast (Y) dan fase miselium (M) atau filamen (F) karena respon
terhadap perubahan lingkungan. Gambar 8 memperlihatkan dimorfisme pada Mucor
indicus yang tumbuh pada permukaan agar berupa yeastlike sedangkan dalam agar
berupa moldlike. Contoh yang paling umum ditemukan dimorfik adalah Candida
albicans yang dapat berupa yeast ketika tersebar di lapisan air atau cairan tubuh, tetapi
sebagai hifa ketika menginvasi jaringan. Perubahan bentuk tersebut mendukung
perkembangbiakannya dalam sel inang. C. albicans merupakan flora umum di
membran mukosa manusia dan tidak membahayakan tetapi ketika kondisi sekitarnya
berubah maka akan dapat memproduksi hifa yang menginvasi mukosa dan dapat
13
membahayakan. Contoh lain yaitu Mucor rouxii yang berbentuk miselium ketika ada
aerasi dan berbentuk yeast ketika suasana anaerob ( Tortora, 2007 ).
(a) (b) (c )
Gambar 10. Morfologi tubuh jamur berbentuk (a) jamur payung ( Amanita Spisa ),
(b) bulat ( Volvaria volvacea ) , dan (c) jamur kuping ( Hirneola polytricha ) (
Campbell, et al., 2003 ).
Tubuh jamur tersusun dari komponen dasar yang disebut hifa. Hifa membentuk
jaringan yang disebut miselium. Miselium menyusun jalinan-jalinan semu menjadi
tubuh buah. Hifa adalah struktur menyerupai benang yang tersusun dari dinding
berbentuk pipa. Dinding ini menyelubungi membran plasma dan sitoplasma hifa.
Sitoplasmanya mengandung organel eukariotik lihat Gambar 11. ( Campbell, et al.,
2003 ).
Kebanyakan hifa dibatasi oleh dinding melintang atau septa. Septa mempunyai
pori besar yang cukup untuk dilewati ribosom, mitokondria, dan kadangkala inti sel
15
yang mengalir dari sel ke sel. Akan tetapi, adapula hifa yang tidak bersepta atau hifa
senositik. Struktur hifa senositik dihasilkan oleh pembelahan inti sel berkali-kali yang
tidak diikuti dengan pembelahan sitoplasma. Hifa pada jamur yang bersifat parasit
biasanya mengalami modifikasi menjadi haustoria yang merupakan organ penyerap
makanan dari substrat; haustoria dapat menembus jaringan substrat ( Campbell, et al.,
2003 ).
Gambar 11. Hifa dan Miselium yang terdapat pada Jamur ( Boletus edulis ) (
Campbell, et al., 2003 ).
16
Struktur umum jamur biasanya terdiri dari tudung (pileus), rongga-rongga pada
tudung (scales), insang (gills, merupakan tempat terdapat basidiospora), cincin
(annulus), tangkai (stipe), dan volva lihat Gambar 12.
Gambar 12. Struktur Umum Jamur ( Amanita Spisa ) ( Campbell, et al., 2003 ).
Jamur multiselular memiliki sel-sel memanjang menyerupai benangbenang
yang disebut hifa. Hifa akan membentuk cabang-cabang seperti anyaman yang disebut
miselium. Miselium ini ada yang berdiferensiasi membentuk alat reproduksi, yang
disebut miselium generatif. Hifa pada jamur ada yang bersekat (hifa septa) dan ada pula
yang tidak bersekat. Pada hifa yang tidak bersekat, inti selnya menyebar dalam
sitoplasma. Hifa jamur tidak bersekat ini disebut juga hifa senositik. Selain itu ada pula
hifa khusus. Pada jamur parasit. Hifa pada jamur ini berfungsi menyerap makanan dari
inangnya. Hifa ini dinamakan hifa haustoria lihat Gambar 13 ( Campbell, et al., 2003
).
17
(c)
Gambar 13. Karakteristik hifa pada jamur (a) hifa bersekat (hifa septa) (b) hifa tidak
bersekat ( hifa sinositik), dan (c) hifa haustoria ( Campbell, et al., 2003 ).
1. Chitridiomycetes
Sebagian besar Chitridiomycetes adalah organisme aquatik.
Chitridomycetes merupakan jamur yang berflagel. Cara penyerapan
makanannya dengan cara absorbsi, dinding selnya terbuat dari kitin. Sebagian
besar Chitridiomycetes membentuk hifa senositik dan spora berflagel tunggal
atau disebut (Campbell et al., 2003).
(a) (b) 19
Gambar 14. (a) Saprolegnia sp. (b) Phytophtora sp. (Alexopoulus dan Mimms, 1979).
Dikatakan sebagai jamur air karena sebagian besar anggotanya hidup di air atau
di dekat badan air. Hanya sedikit yang hidup di darat. Miseliumnya terdiri atas hifa
yang tidak bersekat, bercabang, dan mengandung banyak inti. Hidup sebagai saprofit
dan ada juga yang parasit. Pembiakan aseksualnya dengan zoospora, dan dengan
sporangium untuk yang hidup di darat. Pembiakan seksualnya dengan oospora.
Beberapa contoh dan gambar dari kelompok ini antara lain: Saprolegnia sp., Achya sp.,
Phytophtora sp. ( Alexopoulus dan Mimms, 1979 ). Gambar 2 a,b,c adalah contoh dari
Chitridiomycetes.
Gambar 15. (a) Saprolegnia sp., (b) Achya sp., (c) Phytophtora sp. (Alexopoulus dan
Mimms, 1979).
2. Zygomycetes
Anggota Zygomycetes memiliki hifa yang tidak bersekat dan memiliki
banyak inti disebut hifa senositik. Kebanyakan kelompok ini saprofit.
Berkembangbiak secara aseksual dengan spora, dan secara seksual dengan
zigospora. Ketika sporangium pecah, sporangiospora tersebar, dan jika jatuh
pada medium yang cocok akan tumbuh menjadi individu baru, seperti makanan
yang ada pada gambar 3. a. Hifa yang senositik akan berkonjugasi dengan hifa
lain membentuk zigospora, (Moore-Landecker, 1982). Seperti gambar berikut
: 20
(a) (b)
Gambar 17. (a) Makan yang terdapat Zygomycetes, (b) Mikroskop Zygomycetes
(Moore-Landecker, 1982).
Keterangan :
3. Ascomycetes
Golongan jamur ini memiliki ciri dengan spora yang terdapat di dalam
kantung yang disebut askus. Askus adalah sel yang membesar yang didalamnya
terdapat spora yang disebut askospora. Setiap askus biasanya memiliki 2-8
askospora. Kelompok ini memiliki 2 stadium perkembangbiakan yaitu stadium
konidium (aseksual) dan stadium askus (seksual). Sebagian besar Ascomycetes
bersifat mikroskopis dan hanya sebagian kecil bersifat makroskopis yang
memiliki tubuh buah (Moore-Landecker, 1982).
Gambar 19. (a) Tuber melanosporum (b) Morchella esculenta (c) secra mikroskop
(Moore-Landecker, 1982).
Golongan jamur ini dicirikan dengan sporanya yang terletak di dalam kantung
yang disebut askus. Askus adalah sel yang membesar, yang di dalamnya terbentuk
spora yang disebut askuspora. Setiap askus biasanya menghasilkan 2-8 askospora (
Dwidjoseputro, 1978). Kelas ini umumnya memiliki 2 stadium perkembangbiakan
yaitu stadium askus atau stadium aseksual. Perkembangbiakan aseksual ascomycetes
berlangsung dengan cara pembelahan, pertunasan, klamidospora, dan konidium
tergantung kepada spesies dan keadaan sekitarnya ( Sastrahidayat, 1998). Seperti yang
di Gambar 20 ( Campbell et al.,2003 ). Selain itu menurut ( Dwidjoseputro ,1978),
kebanyakan Ascomycetes mikroskopis, hanya sebagian kecil yang memiliki tubuh
buah. Pada umumnya hifa terdiri atas sel-sel yang berinti banyak.
22
Keterangan:
1. Reproduksi aseksual pada ascomycota uniseluler: dengan membentuk tunas.
Pembentukan tunas (blastosphora) diawali dengan dinding sel menonjol keluar
membentuk tunas kecil. Nukleus didalam sel induk membelah dan salah satu nukleu
bergerak ke dalam sel tunas. Sel tunas kemudian memisahkan diri dari sel induk untuk
memebentuk individu baru. Kadang tunas hanya melekat pada induk memebentuk
rantai hifa semu (pseudohifa)
b. aseksual pada ascomycota multiseluler: dengan fragmentasi miselium dan
membentuk konidia (spora pada ujung konidifor).
2. Reproduksi seksual:
1) Pembentukan askospora didalam askus. dari 2 hifa berlainan jenis saling berdekatan.
Salah satu hifa membentuk alat kelamin jantan (anteridium) dan hifa lainnya
membentuk alat kelamin betina (askogonium). Setiap jenis kelamin punya inti haploid.
Pada askogonium tumbuh trikogin (menghubungkan arkegonium dan anteridium)
2) Plasma pindah dari anteridium ke askogonium (plasmogami). Kedua inti haploid nya
berpasangan
23
4. Basidiomycetes.
Kebanyakan anggota Basidiomycetes adalah jamur payung dan
cendawan. Basidiomycetes mempunyai hifa yang bersekat, fase seksualnya
dengan pembentukan basidiospora yang terbentuk pada basidium sedangkan
fase aseksualnya ditandai dengan pembentukan konidium seperti Gambar 21.
Konidium maupun basidiospora pada kondisi yang sesuai dapat tumbuh dengan
membentuk hifa bersekat melintang yang berinti satu (monokariotik).
Selanjutnya, hifa akan tumbuh membentuk miselium (Campbell et al., 2003).
24
Gambar 22 yang spora seksualnya menyebar di udara dengan cara yang berbeda dari
jamur berdaging lainnya. Struktur tersebut berkembang setelah fusi (penyatuan) dari
dua hifa haploid hasil dari formasi sel dikaryotik. Sebuah sel yang memiliki kedua inti
yang disumbangkan oleh sel yang kompatibel secara seksual. Sel-sel yang diploid
membelah secara meiosis menghasilkan basidiospora yang haploid. Basidiospora
dilepaskan dari cendawan, menyebar dan berkecambah menjadi hifa vegetatif yang
haploid. Proses tersebut berlanjut terus ( Mc-Kane, 1996 ). Kelas basiodiomycetes
ditandai dengan adanya basidiokarp yang makroskopik kecuali yang hidup sebagai
parasit pada daun dan pada bakal buah (Rahayu, 1994).
(a) (b)
Gambar 21.(a) Puffballs emitting spores (b) Maiden veil fungus (Dictyphora)
(Campbell et al., 2003).
5. Deuteromycetes
Menurut Mc-Kane ( 1996) mengatakan ada beberapa jenis jamur belum
diketahui siklus reproduksi seksualnya (disebut fase sempurna). Jamur ini
tidak sempurna karena belum ada spora seksual mereka yang ditemukan.
Anggota kelompok ini berkembang biak dengan klamidospora, arthrospora,
konidiospora, pertunasan juga terjadi. Deuteromycetes juga memiliki hifa yang
bersekat seperti gambar 23 (Tortora, et al., 2001).
26
(a ) (b)
Khamir merupakan bagian dari fungi, tetapi dibedakan dari kapang sebab
bentuknya yang uniseluler. Karena berupa sel uniseluler, khamir tumbuh dan
berkembang biak lebih cepat dibandingkan dengan kapang yang tumbuh dengan
pembentukan filamen. Khamir juga lebih efektif dalam memecah komponen kimia
dibandingkan dengan kapang karena mempunyai perbandingan luas permukaan
dengan volume yang lebih besar. Khamir juga berbeda dari ganggang karena tidak
dapat melakukan proses fotosintesis, dan berbeda dari protozoa karena mempunyai
dinding sel yang kuat. Khamir mudah dibedakan dari bakteri karena ukurannya yang
lebih besar dan morfologinya yang berbeda dengan bakteri (Harper, 1991). Koloni
khamir berbentuk serupa pasta, yaitu berifat lebih pekat dari pada bakteri.
28
Sel vegetatif yang berbentuk apikulat atau lemon merupakan karakteristik grup
khamir yang ditemukan pada tahap awal fermentasi alami buah-buahan dan bahan lain
yang mengandung gula, misalnya Hanseniaspora dan Kloeckera. Bentuk ogival adalah
bentuk memanjang di mana salah satu ujung bulat dan ujung yang lainnya runcing.
Bentuk ini merupakan karakteristik dari khamir yang disebut Brettanomyces. Khamir
yang berbentuk bulat misalnya Debaryomyces, berbentuk oval misalnya
Saccharomyces, dan yang berbentuk triangular misalnya Trygonopsis. Khamir tidak
mempunyai flagela atau organ lain untuk bergerak.
Dalam kultur yang sama, ukuran dan bentuk sel khamir mungkin berbeda
karena pengaruh umur sel dan kondisi lingkungan selama pertumbuhan. Sel yang muda
29
mungkin berbeda bentuknya dari yang tua karena adanya proses ontogeni, yaitu
perkembangan individu sel. Sebagai contoh, khamir yang berbentuk apikulat (lemon)
pada umumnya berasal dari tunas berbentuk bulat sampai oval yang terlepas dari
induknya, kemudian tumbuh dan membentuk tunas sendiri. Karena proses
pertunasannya bersifat bipolar, sel muda yang berbentuk oval membentuk tunas pada
kedua ujungnya sehingga mempunyai bentuk seperti lemon. Sel-sel yang sudah tua dan
telah mengalami pertunasan beberapa kali, mungkin mempunyai bentuk yang berbeda-
beda (Lihat Gambar 27).
Untuk mewarnai sel khamir dapat digunakan pewarna seperti yang digunakan
untuk bakteri, tetapi karena beberapa pewarna mungkin menutupi struktur sel, untuk
melihat lokasi masing-masing struktur di dalam sel dapat digunakan pewarna spesifik
(Cappucino, 1987). Mikrostruktur sel khamir terdiri dari kapsul, dinding sel, membran
30
sitoplasma, nukleus, satu atau lebih vakuola, mitokondria, globula lipid, volutin atau
polifosfat, dan sitoplasma. Beberapa khamir ditutupi oleh komponen ekstraseluler yang
berlendir dan disebut kapsul. Kapsul tersebut menutupi bagian luar dinding sel dan
terutama terdiri dari polisakarida termasuk glukofosfomanan, suatu polimer
menyerupai pati, dan heteropolisakarida yaitu polimer yang mengandung lebih dari
satu macam unit gula seperti pentosa, heksosa, dan asam glukuronat (Fardiaz, 1992).
Khamir tumbuh paling baik pada kondisi dengan persediaan air cukup, karena
khamir dapat tumbuh pada medium dengan konsentrasi solut (gula atau garam) lebih
tinggi daripada bakteri, dapat disimpulkan bahwa khamir membutuhkan air untuk
pertumbuhan lebih kecil dibandingkan kebanyakan bakteri (Fardiaz, 1992). Jenis
khamir tertentu mempunyai persyaratan Aw (aktivitas air) yang rendah yaitu tergolong
dalam osmofilik. Interval Aw untuk pertumbuhan secara normal adalah 0,89-0,94,
sedangkan untuk khamir osmofilik antara 0,62-0,65 (Rahayu dan Sudarmadji, 1989).
Keasaman dan suhu yang layak adalah penting bagi pertumbuhan dan aktivitas
khamir. Adapun pH yang disukai antara 4-4,5. Pada keadaan alkalis tidak dapat tumbuh
dengan baik, sedangkan keadaan yang aerobik sangat disukai (Savova dan Nikolova,
2002). Kisaran suhu untuk pertumbuhan kebanyakan khamir pada umumnya hampir
sama dengan kapang yaitu dengan suhu optimum 25-30C dan suhu maksimum 35-
47C. Beberapa khamir dapat tumbuh pada suhu 0C atau kurang. Pertumbuhannya
yang lambat dan kesanggupannya untuk bersaing kurang, khamir sering tumbuh pada
lingkungan yang kurang baik untuk pertumbuhan bakteri, lingkungan tersebut antara
lain pH rendah, kelembaban rendah, kadar gula dan garam yang tinggi, suhu
penyimpanan rendah, radiasi pada makanan dan adanya antibiotika (Viljoen et al.,
2003). Secara umum gula merupakan sumber energi yang paling baik, hanya untuk
jenis khamir oksidatif dapat menggunakan asam-asam organik dan alkohol Khamir
mampu menggunakan berbagai macam sumber nitrogen. Sebagai sumber nitrogen
31
untuk sintesis protein, kebanyakan khamir dapat menggunakan ion nitrat dan nitrit
(Fardiaz, 1992).
Sifat fisiologis yang digunakan dalam klasifikasi khamir adalah fermentasi dan
asimilasi. Fermentasi yaitu aktivitas metabolisme yang menghasilkan energi
(katabolisme) dan membutuhkan substrat, sedangkan asimilasi merupakan aktivitas
metabolisme yang memerlukan energi (anabolisme) dan menghasilkan senyawa
tertentu (Jarvis, 1978).
Khamir yang digunakan dalam pembuatan roti dan bir merupakan spesies
Saccharomyces yang bersifat fermentatif kuat. Tetapi dengan adanya oksigen, S.
cerevisiae juga dapat melakukan respirasi yaitu mengoksidasi gula menjadi
karbondioksida dan air. Oleh karena itu, tergantung dari kondisi pertumbuhan, S.
cerevisiae dapat mengubah sistem metabolismenya dari jalur fermentatif menjadi
oksidatif (respirasi). Kedua sistem tersebut menghasilkan energi, meskipun energi yang
dihasilkan melalui respirasi lebih tinggi dibandingkan dengan melalui fermentasi
(Jarvis 1978).
mana tidak dikehendaki proses fermentasi atau pembentukan alkohol. Jika konsentrasi
gula dipertahankan tetap rendah, kondisi yang sangat aerobik (oksigen berlebihan)
menyebabkan semua gula direspirasi menjadi karbondioksida dan air. Khamir yang
digunakan dalam pembuatan bir, yaitu Saccharomyces carlsbergenis, bersifat
fermentatif kuat dan oksidatif lemah (Fardiaz, 1992).
Banyak spesies khamir yang bersifat oksidatif kuat, yaitu tidak dapat
melakukan fermentasi alkohol. Khamir semacam ini bersifat aerobik karena
membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya, misalnya semua spesies Rhodotorula
dan Cryptococcus, dan beberapa spesies Candida, Torulopsis, dan beberapa jenis
lainnya. Selain itu beberapa spesies khamir bersifat oksidatif kuat tetapi dapat
melakukan fermentasi secara lemah, misalnya beberapa spesies dari jenis
Debaryomyces dan Pichia (Pelczar dan Chan, 1977).
Pada khamir yang bersifat fermentatif, 70% dari glukosa di dalam substrat akan
diubah menjadi karbondioksida dan alkohol, sedangkan sisanya sebanyak 30% tanpa
adanya nitrogen akan diubah menjadi produk penyimpanan cadangan. Produk
penyimpanan tersebut akan digunakan kembali melalui fermentasi endogenous jika
glukosa di dalam medium habis (Tarigan, 1988).
melepaskan diri dari sel induknya dan siklus replikasi telah lengkap (Pelczar dan Chan,
1977).
Reproduksi secara seksual pada khamir dengan membentuk spora seksual yang
terdiri dari basidiospora dan askospora. Askospora spora ini bersel satu dan terbentuk
di dalam suatu struktur semacam pundi atau kantung yang dinamakan askus. Biasanya
terdapat delapan askospora pada setiap askus (Lihat Gambar 29).
34
Basidiospora adalah spora seksual yang terbentuk di atas struktur seperti gada
yang disebut basidium (Lihat Gambar 30).
Basidiospora
Tabel 3. Beberapa Spesies Fungi yang Bermanfaat dalam Bidang Pengolahan Pangan
Gambar 32. Gejala penyakit bercak daun Cercospora ( Fuadi dan Yusuf,
2005 )
a. Gejala awal; b. Gejala lanjut
gizi, daya cerna ataupun daya simpannya. Selain itu pertumbuham mikroorganisme
dalam bahan pangan juga dapat mengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang tidak
diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak dikomsumsi. Kejadian ini
biasanya terjadi pada pembusukan bahan pangan (Amalia, 2013).
Banyak faktor yang mempengaruhi jumlah serta jenis mikroba yang terdapat
dalam makanan, diantaranya adalah sifat makanan itu sendiri (pH, kelembaban, nilai
gizi), keadaan lingkungan dari mana makanan tersebut diperoleh, serta kondisi
pengolahan ataupun penyimpanan. Jumlah mikroba yang terlalu tinggi dapat
mengubah karakter organoleptik, mengakibatkan perubahan nutrisi / nilai gizi atau
bahkan merusak makanan tersebut. Bahkan bila terdapat mikroba patogen, besar
kemungkinan akan berbahaya bagi yang mengkonsumsinya (badan POM RI, 2008).
Berbagai macam biji-bijian, a.l. : kacang tanah, kedelai, jagung, beras, dll dapat
mengalami kerusakan. Kerusakan dapat terjadi pada masa pertumbuhan, karena
diserang oleh serangga hama atau pada saat pasca panen akibat pemanenan yang
kurang cermat, sehingga mengakibatkan kerusakan pada kulit biji. Kerusakan pada
40
biji-bijian juga dapat terjadi pada saat disimpan dalam gudang penyimpanan, karena
dimakan oleh serangga hama gudang; sehingga biji-bijian menjadi berlubang-lubang
atau kulit biji terkelupas (Hastuti, 2010).
Kerusakan pada biji-bijian tersebut secara tidak langsung dapat menjadi jalan
masuk bagi spora-spora kapang kontaminan. Di dalam biji, spora-spora kapang
berkecambah membentuk hifa-hifa dan anyaman miselium. Selanjutnya kapang-
kapang tumbuh dan berkembangbiak serta melakukan metabolisme. Salah satu macam
metabolit sekunder yang dihasilkan oleh kapang ialah mikotoksin. Apabila mikotoksin
tertelan bersama-sama makanan yang telah terkontaminasi oleh kapang kontaminan
penghasil mikotoksin, maka dapat menyebabkan keracunan, yang disebut
mikotoksikosis. Kualitas makanan yang tercemar oleh kapang penghasil mikotoksin
akan berkurang sehingga tidak layak dikonsumsi (Hastuti, 2010).
Gambar 33. Foto biji-biji jagung yang Gambar 34. Foto beras merah yang
telah mengalami kerusakan dan mengalami kerusakan dan
terkontaminasi oleh kapang kontaminan terkontaminasi oleh kapag
(Hastuti, 2010) kontaminan (Hastuti, 2010).
Gambar 35.Foto roti yang mengalami Gambar 36. Foto wortel yang mengalami
kerusakan dan terkontaminasi oleh kerusakan dan terkontaminasi oleh kapang
kapag kontaminan ( Hastuti, 2010 ). kontaminan ( Hastuti, 2010 ).
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Jamur merupakan tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil sehingga
bersifat heterotrof, tipe sel eukarotik. Jamur ada yang uniseluler dan
multiseluler. Tubuhnya terdiri dari benang-benang yang disebut hifa yang
dapat membentuk anyaman bercabang-cabang (miselium). Organisme
yang disebut jamur bersifat heterotrof, dinding sel spora mengandung kitin,
tidak berplastid, tidak berfotosintesis, tidak bersifat fagotrof, umumnya
memiliki hifa yang berdinding yang dapat berinti banyak (multinukleat),
atau berinti tunggal (mononukleat), dan memperoleh nutrien dengan cara
absorpsi.
2. Tubuh jamur tersusun dari komponen dasar yang disebut hifa. Hifa
membentuk jaringan yang disebut miselium. Miselium menyusun jalinan-
jalinan semu menjadi tubuh buah. Hifa adalah struktur menyerupai benang
yang tersusun dari dinding berbentuk pipa. Dinding ini menyelubungi
membran plasma dan sitoplasma hifa. Sitoplasmanya mengandung organel
eukariotik. Kebanyakan hifa dibatasi oleh dinding melintang atau septa.
Septa mempunyai pori besar yang cukup untuk dilewati ribosom,
mitokondria, dan kadangkala inti sel yang mengalir dari sel ke sel. Akan
tetapi, adapula hifa yang tidak bersepta atau hifa senositik. Struktur hifa
senositik dihasilkan oleh pembelahan inti sel berkali-kali yang tidak diikuti
dengan pembelahan sitoplasma. Hifa pada jamur yang bersifat parasit
biasanya mengalami modifikasi menjadi haustoria yang merupakan organ
penyerap makanan dari substrat; haustoria dapat menembus jaringan
substrat.
3. Setiap jamur tercakup di dalam salah satu dari kategori taksonomi,
dibedakan atas dasar tipe spora, morfologi hifa dan siklus seksualnya.
Kelompok-kelompok ini adalah : Oomycetes, Zygomycetes, Ascomycetes,
42
43
DAFTAR RUJUKAN
Alexopoulus, C.J. Mims, C.W. 1979. Introductory Mycology. Third Editon. John
Wiley & Sons, Inc. USA.
Badan POM RI. 2008. Pegujian Mikrobiologi Pangan. infoPOM Vol. 9, No. 2, Maret
2008.
Brock, T.D., dan Madigan, M.T., 1991. Biology of Microorganisms. Sixth ed. New
York : PrenticeHall International,Inc.
Brooks, G.F., Butel, J.S., Ornston, L.N., Jawetz, E., Melnick, J.L., Adelberg, E.A.
2004, Jawetz, Melnick & Adelbergs: Medical Microbiology, 20 th edition,
Prentice-Hall International Inc, USA.
Campbell , N. A., Reece, J, B., Nitchel, L. G. 2003. Biologi: Edisi Kelima Jilid 2.
Jakarta: Erlangga.
Cappuccino, J., dan Sherman, N. 1987. Microbiology Fourth Edition. New York :
Addison-Wesley Publishing Company.
Deacon, J.W. 1997. Modern Mycology. 3rd ed. Blackwell Science. Berlin
Gandjar, W. Sjamsuridzal dan A. Oetari. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Jakarta
: Yayasan Obor Indonesia .
Hadioetomo, R.S. 1985. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek Teknik dan Prosedur
Dasar Laboratorium. Jakarta : Gramedia.
Harper, C. 1991. Microbiology 5 th Edition. New York : Lois Bership Harper Collins
Publishers.
Hastuti, U.S. 2010. Pencemaran Bahan Makanan Dan Makanan Hasil Olahan Oleh
Berbagai Spesies Kapang Kontaminan Serta Dampaknya Bagi Kesehatan.
Malang: Universitas Negeri Malang.
Jarvis, B. 1978. Methods for Detecting Fungi in Foods and Beverages. In Food and
Beverage Mycology. Wetsport : AVI Publ. Inc.
Lee, J. 1983. Microbiology. First Edition. USA: The Barnes and Nobel Outline Series.
Savova, I dan Nikolova, M. 2002. Isolation and Taxonomic Study of Yeast Strains
from Bulgarian Dairy Products. Journal of Culture Collections. 3: 59-65.
Smith, SE dan Read, DJ. 1997. Mycorrhizal symbiosis. Second edition. Academic
Press. Harcourt Brace & Company Publisher. London. Hlm. 32-79.
Tortora Gerard J. et. al. 2001. Microbiology : An Introduction. 7th ed. Pearson
Education, USA. Available from: http://www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/
Departemen/Mikrobiologi/inp.pdf. (Accessed 11 August 2008)
Viljoen B.C., Knox M.A., De Jager H.P., dan Lourens AH. 2003. Development of
Yeast Populations During Processing and Ripening of Blue Veined Cheese.
Bloemfontein : University of the Free State.
Winarno, F.G. dan T.S. Rahayu. 1994. Bahan Makanan Tambahan untuk Makanan
dan Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.