Anda di halaman 1dari 17

TUGAS MIKROBIOLOGI OBAT DAN PANGAN

“Candida albicans”

Di Susun Oleh :
KELOMPOK 4
Wa Ode Nurfilda. M (PO713251191097)
Afriani (PO713251201052)
Andi Nurazizah (PO713251201056)
Eliyanaswah (PO713251201064)
Marwah (PO713251201078)
Syamhijrah Awalia Sari (PO713251201095)
Putri Sri Rejeki Mokodompit (PO713251201087)

DOSEN PENGAMPUH : Dr.Sesilia R Pakadang, M.Si., Apt

JURUSAN FARMASI
POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR
2021

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah Swt. atas segala Rahmat-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan artikel ini. Tidak lupa pula Penyusun mengucapkan banyak
terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya, sehingga artikel mengenai “Candida
albicans” dapat selesai tepat pada waktunya.
Adapun tujuan penyusunan artikel ini adalah untuk memenuhi tugas dari Ibu
Dr.Sesilia R Pakadang, M.Si., Apt pada mata kuliah Mikrobiologi Obat Pangan.
Selain itu, artikel ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Candida
albicans bagi para Pembaca dan juga bagi Penyusun.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr.Sesilia R Pakadang, M.Si.,
Apt selaku dosen mata kuliah Mikrobiologi Obat Pangan yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi Penyusun.
Penyusun menyadari, artikel ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
Penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun dan semoga artikel ini
dapat memberikan manfaat bagi Penyusun pribadi, maupun Pembaca.

Makassar, 17 September 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………iii
BAB I LATAR BELAKANG
A. Pengertian Candida sp……………………………………………………..1
B. Dampak Salmonella sp…………………………………………………….1
C. Kasus Terakhir…………………………………………………………….2
D. Mekanisme Patogenesis…………………………………………………...3
BAB II PEMBAHASAN
A. Jenis-jenis Spesies…………………………………………………………5
B. Patogenesis………………………………………………………………...5
C. Morfologi………………………………………………………………….7
D. Klasifikasi…………………………………………………………………7
E. Cara Identifikasi Candida albicans………………………………………...7
F. Skema Identifikasi…………………………………………………………9
G. Uraian Skema Identifikasi………………………………………………..10
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
LATAR BELAKANG
A. Pengertian Candida sp
Candida sp merupakan jamur yang paling sering menyebabkan infeksi
oportunistik pada manusia. Candida sp adalah salah satu jamur patogen yang
paling sering diisolasi dari tubuh manusia. United States National Nosocomial
Infection Surveillance System menyatakan Candida sp sebagai penyebab dari
50% infeksi jamur. Lembaga ini juga menyatakan bahwa Candida sp adalah
penyebab tersering keempat infeksi pada darah, setelah Staphylococcus aureus
dan Entero coccus. Sebagai jamur yang dapat menyebabkan infeksi nosocomial,
Candida sp tercatat sebagai penyebab dari 31% infeksi saluran kemih di seluruh
Unit Gawat Darurat (UGD) di Amerika Serikat. Angka kematian yang
disebabkan oleh kandidemia, yaitu terdapatnya Candida sp dalam darah,
mencapai 30%.
Candida sp adalah pathogen yang potensial dan diduga merupakan mata
rantai yang terlupakan dalam berbagai penyakit saat ini. Organisme ini dapat
memproduksi toksin yang dapat mengganggu system imun. Bila infeksi ini
tidak segera ditangani, dapat menurunkan imunitas penderita dan menimbulkan
komplikasi. Kebanyakan orang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi oleh
organisme ini sampai mereka menderita kandidiasis yang parah. (Tyasrini, dkk.
2004)

B. Dampak Salmonella sp
Orang yang mengalami infeksi bakteri salmonella dapat mengalami gejala-
gejala berupa sakit pada perut bagian atas, diare dan muntah parah, demam
tinggi, sakit kepala, serta adanya darah pada tinja. Gejala ini dapat berlangsung
4-7 hari dan dapat sembuh dengan sendirinya tanpa antibiotic. Namun, beberapa
orang dapat mengalami diare yang sangat parah. Akibat paling buruk dari
infeksi ini adalah tersebarnya infeksi dari usus ke pembuluh darah dan organ
tubuh lain. Kondisi ini dapat menyebabkan kematian jika tidak segera ditangani.
(Risky, 2018)

1
C. Kasus Terakhir
Dilaporkan satu kasus Kandidiasis Kutaneus Generalisata akibat kandida
pada seorang bayi lakilaki berusia 4 bulan. Pemeriksaan langsung dan hasil
biakan menemukan adanya hifa semu dan tunas, sedangkan analisis Vitek
memberi hasil Candida ciferii.

KASUS :
Seorang bayi laki-laki berusia 4 bulan mengalami bercak kemerahan pada
beberapa bagian tubuh. Berdasarkan hasil anamnesis yang didapat dari ibu,
bercak ini dimulai sejak satu bulan sebelumnya, diawali dengan bercak merah
pada area popok yang makin meluas pada kulit sekitarnya. Bercak serupa
muncul pada leher dan kedua ketiak. Sekitar satu minggu sebelum pasien
berobat ke rumah sakit, mulai timbul bintil-bintil kecil kemerahan pada perut
dan punggung yang semakin bertambah banyak. Ibu pasien mengoleskan baby
oil dan baby cream pada bercak merah tersebut, namun semakin bertambah
parah. Kemudian pasien dibawa berobat ke bidan dan diberikan krim
hidrokortison tapi bercak kemerahan tidak berkurang sama sekali.
Sejak 2 hari yang lalu bayi menjadi rewel, tidak didapatkan demam, dan bayi
masih menyusu dengan normal. Untuk keseharian, pasien memakai popok
sekali pakai,namun ibu pasien tidak sering mengganti popok (rerata 3 kali
dalam sehari). Tidak terdapat keluhan seperti ini sebelumnya dan tidak terdapat
keluhan sariawan atau bercak putih di mulut. Pasien seringkali mengalami
buang air besar dengan konsistensi cair dengan frekuensi 4-6 kali / hari sejak 2
minggu terakhir.
Bayi ini adalah anak kedua dalam keluarga, lahir spontan pervaginam
dengan bidan dengan berat badan 3500 gram, aterm. Selama masa kehamilan
tidak didapatkan keluhan duh tubuh vagina, bercak kemerahan ataupun rasa
gatal pada vagina. Riwayat penyakit kencing manis pada kedua orang tua
maupun anggota keluarga lain tidak diketahui. Saat ini tidak didapatkan
keluhanbercak kemerahan ataupun gatal-gatal serupa pada anggota keluarga
lain.

2
Pada pemeriksaan dermatologis (gambar 1a-f) didapatkan plak eritematosa
multipel, sirkumskrip, bentuk irreguler dengan skuama kasar pada bokong,
leher, dan ketiak. Terdapat multipel papul dan pustul satelit di sekitar plak
eritematus. Pada perut, wajah, dan punggung terdapat multipel papul
eritematosa dan pustul disertai skuama kasar. Pada mukosa oral tidak terdapat
ulkus maupun membran putih.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, tanda vital dalam
batas normal, tidak didapatkan tanda dehidrasi, gangguan pernapasan maupun
distensi abdomen. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya leukositosis
(13.500/µl), sedangkan parameter lain dalam batas normal. Pemeriksaan kalium
hidroksida (KOH) dan pewarnaan Gram dari pustul memperlihatkan adanya
struktur hifa dan blastospora (gambar 2,3). Biakan dari pustul dilakukan pada
media agar Saburaud dengan suplementasi kloramfenikol dan selanjutnya
secara mikroskopis terlihat adanya hifa semu dan tunas.

D. Mekanisme Patogenesis
Mekanisme Patogenisitas C. albicans, sel ragi menempel pada permukaan
sel inang dengan ekspresi adhesin. Kontak dengan sel inang memicu transisi
ragi ke hipa dan mengarahlan pertumbuhan melalui tigmotropisme. Ekspresi
invasion memediasi penyerapan jamur oleh sel inang melalui endositosis yang
diinduksi. Adhesi, kekuatan fisik dan sekresi hydrolase jamur telah diusulkan
untuk memfasilitasi mekanisme invasi kedua, yaitu, penetrasi aktif yang
digerakkan oleh jamur ke dalam sel inang dengan menghancurkan penghalang.
Perlekatan sel ragi ke permukaan abiotic (misalnya, kateter) atau biotik (sel
inang) dapat menimbulkan pembentukan biofilm dengan sel ragi di bagian
bawah dan sel hifa di bagian atas biofilm. Plastisitas fenotipik (switching) telah
diusulkan untuk mempengaruhi antigenisitas dan pembentukan biofilm C.
albicans. Selain factor virulensi ini, beberapa sifat kebugaran mempengaruhi
patogenisitas jamur. Mereka termasuk respons stress yang kuat yang dimediasi
oleh protein kejutan panas (Hsps); auto-induksi pembentukan hifa melalui
penyerapan asam amino, eksresi ammonia (NH3) dan alkalinisasi ekstraseluler
secara bersamaan; fleksibilitas metabolic dan penyerapan senyawa yang

3
berbeda sebagai sumber karbon (C) dan nitrogen (N); dan penyerapan jejak
logam esensial, misalnya besi (Fe), seng (Zn), tembaga (Cu) dan mangan (Mn).

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Jenis-jenis Spesies
Spesies C. albicans memiliki dua jenis morfologi, yaitu bentuk seperti
khamir dan bentuk hifa. Selain itu, fenotipe atau penampakan mikroorganisme
ini juga dapat berubah dari berwarna putih dan rata menjadi kerut tidak
beraturan, berbentuk bintang, lingkaran, bentuk seperti topi, dan tidak tembus
cahaya.
Genus Candida sendiri terdiri dari lebih 2002 spesies dan merupakan spesies
ragi yang sangat beragam yang ikatannya sama dengan tidak adanya siklus
seksual. Tidak semua genus Candida dapat menyebabkan infeksi pada manusia,
hanya beberapa spesies yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia.
Spesies Candida yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia yaitu :
Candida albicans, Candida (Torulopsis) glabrata, Candida parapsilosis,
Candida tropicalis, Candida crusei, Candida kefyr, Candida guilliermondii,
Candida lusitaniae, Candida stellatoidea, dan Candida dubliniensis
(Dismukes, Pappas dan Sobel, 2003)
B. Patogenesis
C. albicans adalah jamur komensal yang secara normal hidup di mukosa
manusia maupun hewan. Infeksi oleh jamur ini disebut Candidiasis. Penyakit
ini terdapat diseluruh dunia, menyerang semua umur baik laki-laki maupun
perempuan. Penyakit ini timbul apabila terdapat factor predisposisi baik factor
yang bersifat endogen maupun eksogen. Factor-faktor predisposisi yang
berkaitan dengan infeksi Candida :
Faktor Endogen :
1. Perubahan Fisiologis
a. Kehamilan, adanya perubahan pH pada vagina
b. Kegemukan, karena banyaknya keringat
c. Debilitas
d. Iatrogenik
e. Endokrinopati, gangguan gula darah pada kulit

5
f. Penyakit-penyakit kronik dengan keadaan umum yang buruk
2. Umur : Orang tua dan bayi lebih mudah terinfeksi, dikarenakan status
imunologisnya yang tidak sempurna.
3. Imunologik

Faktor Eksogen :
1. Iklim, panas dan kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat
2. Kebersihan kulit
3. Kebiasaan, sebagai contoh kebiasaan merendam kaki yang terlalu lama
dapat menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur.
4. Kontak dengan penderita
Infeksi Candida berkaitan dengan perubahan bentuk sel-sel Candida dari
bentuk yeast menjadi bentuk mycelium. Bentuk mycelium berbentuk Panjang
dengan struktur seperti akar yang disebut rhizoid. Rhizoid dapat menembus
mukosa yang terdapat di mulut dan vagina, dan dapat juga masuk melalui sel-
sel epitel disaluran cerna. Invasi ini dapat berlanjut hingga ke pembuluh darah
dan menyebabkan septikemia. Selain itu, penggunaan kortikosteroid dan
antibiotic spektrum luas dalam jangka waktu yang lama juga mempermudah
terjadinya infeksi oleh jamur ini (Narins et al, 2003; Kayser et al, 2005)
Infeksi oleh Candida melibatkan perlekatan pada sel-sel epitel, kolonisasi,
penetrasi sel-sel epitel, dan invasi vascular yang diikuti dengan penyebaran,
perlekatan dengan sel-sel endotel dan penetrasi ke jaringan. Terdapat Sembilan
factor virulen pada C. albicans, yaitu (Arenas, 2001) :
1. Perubahan fenotip
2. Bentuk dan susunan hifa
3. Thigmotropism
4. Hydrophobicity
5. Molekul-molekul yang bersifat virulen terhadap permukaan mukosa
maupun epitel
6. Kemampuan untuk meniru molekul-molekul permukaan
7. Produksi enzim yang bersifat litik

6
8. Tingkat pertumbuhan
9. Kebutuhan nutrisi
C. Morfologi
Spesies Candida salah satunya Candida albicans merupakan flora normal
yang hidup mukosa oral, saluran pencernaan dan vagina. Infeksi vagina dan oral
Candisiasis diperkirakan terjadi sebanyak 40 juta infeksi per tahunnya. Candida
albicans terindentifikasi dalam biakan spesies berbentuk sel ragi (blatospora
atau yeast), dan oval (berukuran 3-6 µm). Candida albicans memperbanyak
diri dengan membentuk tunas yang akan terus memanjang membentuk hifa
semu. Candida albicans merupakan jamur yang pertumbuhannya cepat yaitu
sekitar 48-72 jam. Kemampuan Candida albicans tumbuh pada suhu 37°C
merupakan karakteristik penting untuk identifikasi. Spesies yang pathogen akan
tumbuh secara mudah pada suhu 25°C - 37°C (Komariah dan Sjam, 2012)
D. Klasifikasi
Klasifikasi Candida albicans yaitu sebagai berikut (Maharani, 2012) :
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Subphylum : Saccharomycotina
Class : Saccharomycetes
Ordo : Saccharomycetales
Family : Saccharomicetaceae
Genus : Candida
Spesies : Candida albicans
Sinonim : Candida stellatoidea dan Oidium albicans
E. Cara Identifikasi Candida albicans
a. Makroskopik
Identifikasi secara makroskopik disini berfungsi untuk melihat
morfologi dari Candida albicans. Prosedur yang digunakan untuk penilaian
makroskopik Candida albicans melalui proses penumbuhan jamur pada
media. Jamur Candida umumnya tumbuh dalam suhu kamar (25°C - 30°C)
dan suhu 37°C pada agar Sabouraud glukosa dengan atau tanpa antibiotika untuk

7
menekan pertumbuhan bakteri, biasanya digunakan kloramfenikol. Dalam 24-48
jam terbentuk koloni bulat, basah, mengkilat seperti koloni bakteri, berukuran
sebesar kepala jarum pentul. Satu sampai dua hari kemudian, koloni lebih besar,
putih kekuningan. Pada sediaan langsung dari Candida albicans ditemukan
klamidospora. Mula-mula permukaan koloni halus, licin, lama kelamaan
berkeriput dan berbau ragi. Candida albicans membentuk germ-tube seperti
kecambah bila diinkubasi 2 jam dengan serum pada suhu 37°C dan membentuk
klamidospora bila ditanam pada beberapa media khusus misalnya medium agar
tepung jagung (Ramali dan Werdani, 2001)
b. Mikroskopik
Setelah penilaian secara makroskopik, identifikasi dilanjutkan secara
mikroskopik. Koloni yang tumbuh pada media, dibuat sediaan,
membersihkan obyek glass dengan alcohol 70%, diatas obyek glass ditetesi
dengan KOH 10% atau dapat diwarnai dengan pewarnaan Gram kemudian ditutup
dengan over glass, dan selanjutnya dilihat di bawah mikroskop, yang dapat dilihat
adalah sel-sel ragi, blatospora dan hifa semua (pseudohifa) berbentuk oval, bulat,
lonjong atau bulat lonjong dengan sel anakan, dan berbentuk filament,
berkembangbiak dengan memperbanyak diri dengan spora yang tumbuh dari tunas
disebut blatospora (Koes Irianto,2003)
c. Prosedur persiapan sampel urine
1. Menyiapkan wadah untuk menampung urine
2. Membersihkan labia dengan air bersih
Keluarkan urine, aliran urine yang pertama dibuang. Aliran urine
selanjutnya ditampung dalam wadah steril yang disediakan.

8
F. Skema Identifikasi

Sampel Karies Gigi

Pemeriksaan
Mikroskopis

Pembiakan Pada Media


SDA

Pemeriksaan Pada
Media SDA

Uji Biokimia

Laktosa Glukosa, Maltosa,


Sukrosa

Candida albicans

Uji Germ Tube

(-) Germ Tube (+) Germ Tube

Candida albicans

9
G. Uraian Skema Identifikasi
a. Struktur dan Pertumbuhan Candida albicans
Jamur Candida tumbuh dengan cepat pada suhu 25-37oC pada media
perbenihan sederhana sebagai sel oval dengan pembentukan tunas untuk
memperbanyak diri, dan spora jamur disebut blastospora atau sel ragi/sel
khamir. Morfologi mikroskopis C. albicans memperlihatkan pseudohyphae
dengan cluster di sekitar blastokonidia bulat bersepta panjang berukuran 3-
7x3-14 µm. Jamur membentuk hifa semu/pseudohifa yang sebenarnya
adalah rangkaian blastospora yang bercabang, juga dapat membentuk hifa
sejati

Gambar 1. (1) Struktur dinding C. Albicans (2) Bentuk mikroskopis C. albicans.


b. Pemeriksaan Kultur pada Candida albicans
Sabouraud’s dextrose broth/SDB berguna untuk membedakan C.
albicans dengan spesies jamur lain seperti Cryptococcus, Hasenula,
Malaesezzia. Pemeriksaan ini juga berguna mendeteksi jamur kontaminan
untuk produk farmasi. Pembuatan SDB dapat ditempat dalam tabung atau
plate dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24-48 jam, setelah 3 hari
tampak koloni C. albicans sebesar kepala jarum pentul, 1-2 hari kemudian
koloni dapat dilihat dengan jelas. Koloni C. albicans berwarna putih
kekuningan, menimbul di atas permukaan media, mempunyai permukaan
yang pada permulaan halus dan licin dan dapat agak keriput dengan bau ragi
yang khas. Pertumbuhan pada SDB baru dapat dilihat setelah 4-6 minggu,
sebelum dilaporkan sebagai hasil negatif. Jamur dimurnikan dengan
mengambil koloni yang terpisah, kemudian ditanam seujung jarum biakan
pada media yang baru untuk selanjutnya dilakukan identifikasi jamur.

10
Pertumbuhan C. albicans dan jamur lain/C. dublinensis pada SDB dapat
dilihat pada Gambar 3 di berikut ini.

Gambar 2. (1) Pertumbuhan C. albicans dan C. dublinensis pada SDB. (2)


Pertumbuhan C. albicans pada SDA berbentuk krim berwarna putih, licin disertai
bau yang khas
c. Pemeriksaan Candida albicans dengan Uji Biokimiawi
Uji biokimiawi dilakukan dengan pemeriksaan asimilasi karbohidrat
untuk konfirmasi spesies kandida. Carbohydrate assimilation test yaitu
mengukur kekuatan yeast dalam memaksimalkan karbohidrat tertentu
sebagai bahan dasar karbon dalam oksigen. Hasil reaksi positif
mengindikasikan adanya pertumbuhan perubahan pH yang terjadi pada
media yang diuji dengan memanfaatkan gula sebagai bahan dasar.
Pemeriksaan ini membutuhkan waktu inkubasi selama 10 hari pada suhu
37ºC. Hasil produksi berupa gas dibandingkan pH standar merupakan
indikasi adanya proses fermentasi.
C. albcans
C.dublinensis
C.glabrata
C. guilliermondii
C. kefyr
C. Krusei
C. lusitanie
parapsilosis
C. tropicalis
C.stellatoidea
C. Pseudotropicalis

11
d. Pemeriksaan Aktivitas Fosfolipase Candida albicans
Pemeriksaan yang masih baru dan sudah mulai dilakukan pada tahap
penelitian adalah pemeriksaan aktivitas fosfolipase (Pz value). Pemeriksaan
ini mengukur enzim hidrolitik yang disekresi pada infeksi yang disebabkan
oleh C.albicans, dan juga dapat diukur aktivitasnya adalah proteinase.
Kedua enzim ini menyebabkan destruksi membran ekstraseluler dan
berperan pada proses infeksi C. albicans ketika terjadi invasi melalui
mukosa membran sel epitel. Sampel yang dipakai pada pemeriksaan ini
adalah strain C.albicans dari isolat yang sudah diketahui, kemudian ditanam
pada media agar yang mengandung SDA. Gambar 7 memperlihatkan zona
yang terbentuk dari koloni yang tumbuh pada media agar, dan pengukuran
aktivitas fosfolipase

Gambar 3. Aktivitas fosfolipase pada koloni C. albicans yang tumbuh pada


media agar
Pengukuran aktivitas fosfolipase dilakukan berdasarkan zona yang
terbentuk pada media agar kemudian dihitung dengan menggunakan rumus.
Hasil perhitungan tersebut kemudian dilakukan penilaian dengan
menggunakan Tabel standar PAGE. Pemeriksaan biologi molekuler untuk
Candida albians sangat berguna karena dapat memberikan hasil yang lebih
cepat dari pada pemeriksaan dengan biakan

e. Pemeriksaan Serologi dan Biologi Molekuler pada Candida albicans


Pemeriksaan serologi terhadap Candida albicans dapat menggunakan metode
imunofluoresen/fluorecent antibody test yang sudah banyak tersedia dalam bentuk
rapid test. Hasil pemeriksaan harus sejalan dengan keadaan klinis penderita, ini
disebabkan karena tingginya kolonisasi. Pemeriksaan Candida albicans dengan
metode serologis sangat berguna untuk kandidiasis sistemik. 8,19,23 Pemeriksaan

12
biologi molekuler untuk C.albicans dilakukan dengan polymerase chain
reaction/PCR, restriction fragment length polymorphism/RFLP, peptide nucleic
acid fluorescence in situ hybridization/PNA FISH dan sodium dodecyl sulphate-
poly acrylamide gel electrophoresis/SDS PAGE. Pemeriksaan biologi molekuler
untuk Candida albians sangat berguna karena dapat memberikan hasil yang
lebih cepat dari pada pemeriksaan dengan biakan

Gambar 4. Candida albicans pada PNA FISH terlihat berwarna hijau terang
berfluoresen yang dilakukan pembacaan dengan mikroskop fluoresen.26

13
DAFTAR PUSTAKA
Tyasrini, E., Winata, T., Susantina. 2004. Hubungan antara Sifat dan Metabolit
Candida sp. dengan Patogenesis Kandidiasis. Universitas Kristen Maranatha.
Jurnal.
Aprillian, R. Wirdanila. 2018. DAMPAK SALMONELLOSIS TERHADAP
KESEHATAN, SOSIAL DAN EKONOMI. Direktorat Kesehatan Masyarakat
Veteriner.
Komariah & Sjam, R. 2012. Kolonisasi Candida dalam rongga mulut. Majalah
Kedokteran UI, 28 (1), 39-47
Arenas R, Estrada R. 2001. Tropical Dermatology. Georgetown : Landes
Bioscience; 17-22
Arifandy, A.H., Nuryadi, W.H., Sulistyono, S. 2015. Interaksi Fungi dengan
Manusia – Interaksi Candida albicans pada Tubuh Manusia. Universitas Negeri
Yogyakarta, Yogyakarta

14

Anda mungkin juga menyukai