Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

OBAT ANTI CACING

Dosen Pengampu :

Kiaonarni Ongko W., Apt., M. MKes

Disusun Oleh :

1. Aisyah Tria Dewi (P27820122006)


2. Mbarep Ramadhani (P27820122029)

TINGKAT 1 KELAS REGULER A


PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN SOETOMO
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
SURABAYA
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-nya dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun
tema dari makalah ini adalah “Obat Anti Cacing”.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
dosen mata kuliah Farmakologi yang telah memberikan tugas terhadap kami. Kami
juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu
dalam pembuatan makalah ini.

Kami jauh dari sempurna. Dan ini merupakan langkah yang baik dari studi yang
sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka
kritik dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan semoga makalah ini
dapat berguna bagi saya pada khususnya dan pihak yang berkepentingan pada
umumnya.

Surabaya, 31 Januari 2023


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................3
BAB I................................................................................................................................4
PENDAHULLUAN.........................................................................................................4
1.1 Definisi.....................................................................................................................4
1.2 Sejarah.....................................................................................................................5
1.3 Patofisiologi.............................................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................7
PENGGOLONGAN DAN MEKANISME OBAT........................................................7
2.1 Penggolongan Obat Anti Cacing.............................................................................7
2.2 Mekanisme / Cara Kerja Obat Anti Cacing............................................................7
BAB III...........................................................................................................................11
FARMAKOKINETIK..................................................................................................11
3.1 Absorsi, Distribusi, Metabolisme, Ekskresi...........................................................11
BAB IV...........................................................................................................................14
FARMAKODINAMIK.................................................................................................14
4.1 Indikasi, Kontra Indikasi, Interaksi Obat, Penggunaan Klinis, Efek Samping, Efek
Merugikan, dan Efek Toksik.......................................................................................14
BAB V.............................................................................................................................19
SEDIAAN / KEMASAN DAN DOSIS.........................................................................19
5.1 Sediaan / Kemasan dan Dosis................................................................................19
BAB VI...........................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................23
BAB I

PENDAHULLUAN

1.1 Definisi

Cacingan adalah segala macam cacing yang ternyata hidup parasit dalam
lambung manusia.Mereka turut hidup parasit di dalam pencernaan manusia (Saydam,
2011). Diperkirakan lebih dari dua miliyar orang mengalami infeksi di seluruh dunia di
antaranya sekitar 300 juta menderita infeksi helminth yang berat dan sekitar 150.000
kematian terjadi setiap tahun akibat infeksi STH (Suriptiastuti, 2006).

Penyakit cacingan adalah penyakit cacing usus yang ditularkan melalui tanah
atau sering disebut “Soil Transmitted Helminthes” (STH). Infeksi parasit usus ini biasa
disebabkan oleh cacing dan protozoa yang merupakan masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia, dan cacing tambang (Kemenkes RI, 2006).

Anthelmetika atau obat-obat anticacing adalah obat-obat yang dapat memusnahkan


cacing parasit yang ada dalam tubuh manusia dan hewan. Infeksi oleh cacing
merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar di dunia, di Indonesia
termasuk penyakit rakyat yang umum dan sampai saat ini diperkirakan masih cukup
banyak anak-anak di Indonesia yang menderita infeksi cacing sehingga pemerintah
perlu mencanangkan pemberantasan cacing secara masal dengan pemberian obat cacing
kepada seluruh siswa sekolah dasar pada momen-momen tertentu.

Penularan penyakit cacing umumnya terjadi melalui mulut. meskipun ada juga yang
melalui luka dikulit. Larva dan telur cacing ada di mana-mana di atas tanah, terutama
bila sistim pembuangan kotoran belum memenuhi syarat-syarat hygiene. Gejala
penyakit cacing sering kali tidak nyata. Umumnya merupakan gangguan lambung usus
seperti mulas, kejang-kejang kehilangan nafsu makanan pucat (anaemi) dan lain-lain.
Pencegahannya sebenarnya mudah sekali yaitu:

 Menjaga kebersihan baik tubuh maupun makanan


 Mengonsumsi makanan yang telah di masak dengan benar (daging. ikan dii)
 Mencuci tangan sebelum makanan.
1.2 Sejarah

Kecacingan merupakan masalah kesehatan yang tersebar luas di daerah tropis


dan subtropis, dengan jumlah terbesar terjadi di sub-Sahara Afrika, Amerika, Cina dan
Asia Timur. Berdasarkan data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO)
lebih dari 1,5 miliar orang atau 24% dari populasi dunia terinfeksi Soil Transmitted
Helminths (STH) (WHO, 2017). Banyak dampak yang dapat ditimbulkan akibat infeksi
cacing. Cacingan mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan (digestif), penyerapan
(absorbsi), dan metabolisme makanan. Secara kumulatif, infeksi cacing dapat
menimbulkan kerugian zat gizi berupa kalori dan protein serta kehilangan darah. Selain
dapat menghambat perkembangan fisik, kecerdasan dan produktifitas kerja, dapat
menurunkan ketahanan tubuh sehingga mudah terkena penyakit lainnya (Kemenkes RI,
2006).

STH ditransmisikan melalui telur yang dikeluarkan bersama dengan kotoran manusia
yang terinfeksi. Di daerah dengan sanitasi yang buruk, telur ini dapat mencemari tanah.
Telur ini dihasilkan oleh cacing dewasa yang hidup dalam usus manusia. Telur STH
membutuhkan waktu selama tiga minggu untuk matang di tanah sebelum menjadi
infektif. Tidak ada penularan langsung dari orang ke orang oleh telur STH. Transmisi
lain dari telur STH dapat terjadi melalui air yang 1terkontaminasi, sayuran yang tidak
dimasak dengan hati-hati, tidak dicuci dengan baik dan pada sayuran yang tidak dikupas
sebelum dikonsumsi, serta pada anakanak yang bermain di tanah dan tidak mencuci
tangan sebelum makan dapat meningkatan transmisi dari telur STH (WHO, 2017).

Infeksi STH adalah salah satu infeksi yang paling umum ditemukan di seluruh dunia.
Spesies utama yang banyak menginfeksi masyarakat adalah cacing gelang (Ascaris
lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura) dan cacing kait (Necator americanus
dan Ancylostoma duodenale) (WHO, 2017).

1.3 Patofisiologi

Telur cacing keluar bersama tinja penderita, telur cacing yang telah dibuahi jka
jatuh di tanah yang lembab dan suhu yang optimal telur akan berkembang menjadi telur
infektif, yang mengandung larva cacing. Pada manusia infeksi terjadi dengan masuknya
telur cacing yang infektif bersama makanan atau minuman yang tercemar tanah yang
mengandung tinja penderita ascariasis. Di dalam usus halus bagian atas dinding telur
akan pecah kemudian larva keluar, menembus dinding usus halus dan memasuki vena
porta hati. Dengan aliran darah vena, larva beredar menuju jantung, paru – paru, lalu
menembus dinding kapiler masuk ke dalam alveoli. Masa migrasi larva ini berlangsung
sekitar 15 hari lamanya.

Sesudah itu larva cacing merambat ke bronki, trakea dan laring, untuk selanjutnya
masuk ke faring, usofagus, lalu turun ke lambung dan akhirnya sampai ke usus halus.
Selanjutnya larva berganti kulit dan tumbuh menjadi cacing dewasa. Migrasi larva
cacing dalam darah yang mencapai organ paru tersebut disebut “lung migration”. Dua
bulan sejak masuknya telur infektif melalui mulut, cacing betina mulai 13mampu
bertelur. Seekor cacing Ascaris lumbricoides dewasa mampu bertelur dengan jumlah
produksi telurnya dapat mencapai 200.000 butir per hari.
BAB II

PENGGOLONGAN DAN MEKANISME OBAT

2.1 Penggolongan Obat Anti Cacing

A. Cacing Kremi
 Mebendazole
 Piperazine
 Pirantel pamoat
B. Cacing Tambang
 Mebendazole
 Piperazine
 Pirantel pamoat
 Levamisol
C. Cacing Pita
 Niclosamid
D. Cacing Gelang
 Mebendazole
 Pirantel pamoat
E. Cacing Mikrofilaria
 Diethylcarbamazine
F. Cacing Cambuk
 Mebendazole
 Pirantel pamoat

2.2 Mekanisme / Cara Kerja Obat Anti Cacing

a) Piperazin

Piperazin merupakan obat alternatif dalam pengobatan askariasis, dengan angka


kesembuhan di atas 90%, bila dikonsumsi selama dua hari (Katzung, 2004:280).
Piperazin menyebabkan blokade respons otot cacing terhadap asetilkolin,
sehingga terjadi paralisis dan cacing mudah dikeluarkan oleh peristaltik usus.
Cacing biasanya keluar 1-3 hari setelah pengobatan dan tidak diperlukan
pencahar untuk mengeluarkan cacing itu. Diduga cara kerja piperazin pada otot
cacing dengan mengganggu permeabilitas membran sel terhadap ion-ion yang
berperan dalam mempertahankan potensial istirahat, sehingga menyebabkan
hiperpolarisasi dan supresi impuls spontan, disertai paralisis (Sukarban dan
Santoso, 1995:529). Dosis yang digunakan adalah 75 mg/kg/hari secara oral
(dosis maksimum 3,5 g) selama dua hari sebelum atau sesudah makan. Untuk
infeksi berat, pengobatan harus dilanjutkan untuk 3-4 hari atau diulangi setelah
satu minggu. Terdapat efek ringan yang terjadi sesekali, meliputi mual-mual,
muntah-muntah, diare, nyeri perut, pusing, dan sakit kepala. Piperazin tidak
dapat diberikan pada pasien-pasien dengan kerusakan fungsi ginjal atau hati,
atau dengan latar belakang epilepsi atau penyakit neurologis klinis.
Kewaspadaan harus dijaga pada pasien penderita malnutrisi parah atau anemia,
dan boleh diberikan pada wanita hamil hanya bila diindikasikan dengan jelas
dan jika obat alternatif tidak tersedia (Katzung, 2004:281).

b) Pirantel Pamoat
Mekanisme dari pirantel pamoat sebagai antelmintik yaitu dengan menghambat
impuls neuromuskular yang menyebabkan cacing menjadi paralisis dan
menyebabkan kematian, sehingga cacing dapat keluar dari tubuh hospes. Selain
itu juga kerja dari pirantel pamoat adalah mendepolarisasi otot cacing yang
menyebabkan pelepasan asetilkolin dan pemghambatan kolinestrese yang
menyebabkan paralisis dan kematian. Namun seperti halnya obat kimia yang
memiliki efek samping. Efek samping dari pirantel pamoat adalah gangguan
pencernaan hingga sakit kepala (Tjay dan Rahardja, 2007).

Penelitian Tiwow dkk (2013), mengatakan bahwa pirantel pamoat dapat


menimbulkan depolarisasi pada otot cacing dan dapat meningkatkan frekuensi
impuls. Keadaan tersebutlah yang dapat menyebabkan cacing menjadi lisis dan
dalam keadaan spatis. Pirantel pamoat merupakan zat yang mampu memberikan
efek menghambat enzim kolinesterase pada cacing.

c) Mebendazole
Mebenzole merupakan antelmintik spektrum luas dengan nama kimia methyl
[5(6)-(benzoyl)-benzimidazol-2-yl] carbamate, merupakan sintetik benzimidazol
(Urbani, 2001; Katzung, 2004). Mebendazol menyebabkan kerusakan struktur
subseluler, menghambat sekresi asetilkolinesterase cacing dan menghambat
ambilan glukosa sehingga terjadi pengosongan glikogen dan cacing akan mati
(Katzung, 2004; Hafiz, 2013). Mebendazol banyak digunakan sebagai
monoterapi untuk pengobatan massal terhadap penyakit kecacingan dan juga
pada infeksi campuran dua atau lebih cacing. Obat ini bekerja sebagai
vermicide, larvicid dan juga ovicid. Walaupun Mebendazol merupakan derivate
dari kelompok yang sama dengan senyawa seperti tiabendazol, mekanisme kerja
dan farmakologi keduanya sedikit berbeda. Mebendazol menyebabkan
kerusakan struktur subselular dan menghambat sekresi asetilkolinesterase
cacing. Obat ini juga menghambat sintesis mikrotubulus nematode yang
mengakibatkan gangguan pada mitosis dan pengambilan glukosa secara
irreversible sehingga terjadi pengosongan glikogen pada cacing, dan kemudian
cacing akan mati secara perlahan-lahan. Mebendazol juga menimbulkan
sterilitas pada telur cacing T. trichiura, cacing tambang dan A. lumbricoides
sehingga ovum ini gagal berkembang menjadi larva. Tetapi larva yang sudah
matang tidak dapat dipengaruhi oleh Mebendazol (Pasaribu, 1989; Sukarban dan
Santoso, 2001; Katzung, 2004; Amelia, 2013). Mebendazol merupakan
antelmintik broadspektrum yang sangat efektif terhadap cacing gelang, kremi,
cambuk dan tambang (Katzung, 2004; Hafiz, 2013).

d) Levamisol

Levamisol termasuk dalam obat anthelmintik atau obat cacing yang efektif
mengobati penyakit askariasis atau infeksi yang disebabkan oleh cacing gelang
(Ascaris lumbricoides). Obat levamisol juga bermanfaat sebagai obat terapi
kanker, terutama kanker kolon (usus besar) dan bersifat sebagai
imunomodulator.

Efek samping penggunaan obat ini adalah mual, muntah, diare, sakit kepala, dan
reaksi hipersensitivitas. Selain itu, levamisol juga dapat menyebabkan gangguan
hematologi seperti agranulositosis, leukopenia, dan trombositopenia.
levamisol memberikan dampak potensiasi untuk efek asetilkolin nikotinik pada
sistem saraf pusat, sehingga akan memperpanjang efek euforia kokain.
Levamisol juga akan dimetabolisme menjadi aminoreks, yang merupakan
substrat pengangkut serotonin, yang secara tidak langsung bekerja sebagai
agonis serotonin.

Levamisol bekerja sebagai antiparasit melalui aktivitas reseptor asetilkolin


nikotinik subtipe-L pada otot nematoda. Hal ini akan menyebabkan penurunan
kemampuan cacing jantan untuk mengontrol otot-otot reproduksinya dan
membatasi kemampuan untuk kopulasi. Cacing ini kemudian akan dikeluarkan
melalui mekanisme gerakan peristaltik usus dalam 24 jam

e) Niclosamide

Niclosamide adalah antihelminthic yang digunakan untuk pengobatan infeksi


cacing pita. Cacing adalah organisme multiseluler yang menginfeksi manusia
dalam jumlah sangat besar dan menyebabkan berbagai macam
penyakit.Niclosamide tidak merusak telur yang ada pada proglotid cacing pita,
sehingga telur-telur yang masih hidup dilepaskan ke dalam lumen usus hospes,
jadi perlu ditambah pencahar 1-2 jam setelah makan obat ini.

f) Diethylcarbomazine

Diethylcarbomazine ditemukan tahun 1974 dan merupakan obat pilihan pertama


untuk filariasis. Obat ini dipasarkan sebagai garam sitrat, berbentuk kristal, tidak
berwarna, rasanya tidak enak, dan mudah larut dalam air. DEC dapat
menghilangkan mikrofilaria dari peredaran darah dengan cepat. Ada dua cara
kerja obat ini terhadap mikrofilaria, yaitu:141. menurunkan aktivitas otot,
akibatnya parasit seakan-akan mengalami paralisis, dan mudah terusir dari
tempatnya yang normal dalam tubuh hospes.2. menyebabkan perubahan pada
permukaan membran mikrofilaria sehingga lebih mudah dihancurkan oleh daya
pertahanan tubuh hospes.DEC cepat diabsorpsi dari usus. Setelah pemberian
dosis tunggal oral sebanyak 200-400 mg, kadar puncak dalam darah dicapai
dalam waktu 1-2 jam. Konsentrasi efektif DEC dalam darah berkisar antara 0,8-
1 mcg/ml. Distribusi obat ini merata ke seluruh jaringan, kecuali jaringan lemak.
Dalam waktu 30 jam obat diekskresi bersama urin, 70% dalam bentuk
metabolitnya. Pada pemakaian berulang dapat menimbulkan sedikit akumulasi.

BAB III

FARMAKOKINETIK

3.1 Absorsi, Distribusi, Metabolisme, Ekskresi

1. Piperazin
A. Absorsi
Piperazin merupakan obat pilihan ke-2 untuk acsariasis dan enterobiasis.
Piperazin diabsorpsi melalui saluran pencernaan. Cacing biasanya keluar 1-3
hari setelah pengobatan dan tidak diperlukan pencahar untuk mengeluarkan
cacing itu. Cacing yang telah terkena obat dapat menjadi normal kembali
bila ditaruh dalam larutan garam faal pada suhu 37°C.
B. Distribusi
Penyerapan piperazin melalui saluran cerna, sangatlah baik. Piperazin dapat
memperkuat efek kejang pada penderita epilepsi. Karena itu piperazin tidak
boleh diberikan pada penderita epilepsi dan gangguan hati dan ginjal. Karena
piperazin menghasilkan nitrosamin, penggunaannya untuk wanita hamil
hanya kalau benar-benar perlu atau kalau tak tersedia obat alternatif.
Piperazin bersifat teratogenic.
C. Metabolisme
Sebagian obat yang diserap mengalami metabolisme, sisanya diekskresi
melalui urin.
D. Ekskresi
Yang diekskresi lewat urin sebanyak 20% dan dalam bentuk utuh. Obat yang
diekskresi lewat urin ini berlangsung selama 24 jam.
2. Pirantel Pamoat
A. Absorsi
Obat ini absorpsinya buruk di gastrointestinal. Sejumlah kecil obat yang
diserap oleh intestinal memberikan konsentrasi dalam serum sekitar 0,11
µg/mL (pada uji coba hewan), terjadi sekitar 1‒3 jam setelah konsumsi suatu
dosis obat
B. Distribusi
C. Diperkirakan distribusi obat ke organ-organ dan jaringan tubuh kadarnya
sangat sedikit karena absorpsinya yang buruk
D. Metabolisme
pirantel pamoat terjadi di hepar secara parsial. Waktu paruh terjadi sekitar 2
jam setelah konsumsi per oral pada uji coba dengan hewan.
E. Ekskresi
Sekitar 50% dari dosis obat per oral diekskresikan di feses dalam bentuk
tidak berubah.Sekitar 7% diekskresikan di urine, dalam bentuk tidak berubah
dan sebagai metabolit obat

3. Mebendazole
A. Absorsi
Mebendazol yang diminum hanya akan diabsorpsi kurang dari 10%.
Mebendazole yang diminum akan mencapai kadar puncak di dalam serum
sekitar 2‒4 jam. Absorbsi akan meningkat jika mebendazole dikonsumsi
dengan makanan.
B. Distribusi
Mebendazole dapat didistribusikan ke dalam darah, lemak omental, panggul,
paru-paru, kistik hepar, otot, melewati sawar plasenta, dan kadar tertinggi di
hepar. Mebendazole didistribusikan setelah berikatan dengan protein, dan
langsung diubah menjadi bentuk metabolit inaktif.
C. Metabolisme
Mebendazole dimetabolisme utama di hepar. Bentuk awal akan diubah
menjadi 2-amino-5-benzoyl benzimidazole dan beberapa bentuk inaktif
seperti metabolit hidroksi dan hidroksi amino.
D. Ekskresi
Waktu paruh yang dibutuhkan mebendazole pada dewasa tanpa gangguan
liver adalah 2,5‒5,5 jam. Pada pasien dewasa dengan adanya gangguan liver,
mebendazole akan bertahan dalam tubuh hingga 35 jam. Pada dewasa,
mebendazole yang dikonsumsi akan diekskresikan sebanyak 2% melalui urin
dan feses dalam bentuk metabolis awal.

4. Levamisol
A. Absorsi
Absorpsi dengan cepat dari saluran pencernaan (sekitar 2 jam)
B. Distribusi
Konsentrasi plasma maksimumnya akan dicapai setelah dikonsumsi 1,5-2
jam.
C. Metabolisme
Terjadi pada hati dengan waktu paruh terjadi 3-4 jam
D. Ekskresi
Levamisol diekresi di urin sebagai metabolit (70% dosis dieksresi di urin
selama 3 hari, 5% sebagai obat yang tidak berubah) dan sedikit difeses.
5. Niclosamide
A. Absorsi
Niclosamid tidak signifikan diabsorpsi pada saluran pencernaan.
B. Distribusi
Kadar jaringan tubuh sangat sedikit, sehingga sangat melemah
C. Metabolisme
Mengambat pengambilan glukosa, fosforilasi oksidatif dan metabolisme
anaerobik
D. Eksresi
Niclosamid diekskresi melalui urin, sebanyak 70% di bentuk dalam
metabolit.

6. Diethylcarbomazine
A. Absorsi Saluran pencernaannya di usus cepat
B. Distribusi Merata ke seluruh jaringan kecuali jaringan lemak
C. Metabolisme Metabolisme pursial terjadi pada diethylcarbamazine menjadi
diethylcarbamazine N-oksida
D. Eksresi Urin, 70% dl bentuk metabolit

BAB IV

FARMAKODINAMIK

4.1 Indikasi, Kontra Indikasi, Interaksi Obat, Penggunaan Klinis, Efek Samping,
Efek Merugikan, dan Efek Toksik

1. Piperazine
a) Indikasi

Enterobiasis , askariasis

b) Kontra Indikasi

Gangguan hati, gangguan ginjal, epilepsi

c) Interaksi obat
Dapat terjadi interaksi berlawanan jika dikonsumsi bersama dengan pirantel,
dapat menyebabkan efek ekstrapiramidal bila digunakan bersama
chlorpromazine dan fenotiazin.
d) Penggunaan klinis
- orang dewasa dan remaja 2 gram tiga kali sehari selama satu hari
- usia 0 sampai 2 tahun: dosis harus ditentukan oleh dokter
- usia 2 sampai 8 tahun: 2 gram sekali sehari selama satu hari
- usia 8 sampai 14 tahun: 2 gram dua kali sehari selama satu hari
e) Efek samping
mual, muntah, sakit perut, diare, sakit kepala, pusing, kebingungan, dan
ruam kulit
f) Efek merugikan
penglihatan kabur, gangguan pergerakan tubuh, kesemutan, demam, nyeri
sendi, rasa seperti dipelintir, terutama di wajah, lengan, dan kaki, ruam kulit
atau gatal.
g) Efek toksik
-
2. Pirantel Pamoat
a) Indikasi
askariasis dan ankilostomiasis
b) Kontra Indikasi
hipersensitivitas, obstruksi intestinal
c) Interaksi obat
anemia, gangguan fungsi hati, malnutrisi
d) Penggunaan klinis
- anak < 5 th : 1 tablet / hari
- anak 5-9 th : 2 tablet / hari,
- anak 10-15 th : 3 tablet / hari,
- usia 15 th ke atas : 4 tablet / hari
e) Efek samping : sistem saraf , sakit kepala, pusing, rasa melayang, sistem
gastrointestinal ( terasa kram pada lambung, lambung tidak nyaman, mual,
muntah, diare, anoreksia, peningkatan kadar enzim hepar transien ) dan
sistem integumentum (kemerahan pada kulit)
f) Efek merugikan
Efek spastik paralisis obat berdampak pada infestasi cacing dalam jumlah
yang banyak sehingga mengakibatkan obstruksi intestinal total
g) Efek Toksik
-
3. Mebendazole
a) Indikasi
infeksi cacing kremi (enterobiasis), infeksi cacing gelang, infeksi cacing pita,
infeksi cacing tambang, atau infeksi cacing cambuk
b) Kontra Indikasi
penyakit hati, gangguan pencernaan, seperti penyakit Chron, atau anemia
c) Interaksi obat
penurunan kadar mebendazole jika digunakan bersama carbamazepine,
fosphenytoin, atau phenytoin; peningkatan kadar mebendazole jika
digunakan bersama cimetidine; peningkatan risiko terjadinya sindrom
stevens-johnson dan nekrolisis epidermal toksik jika digunakan
bersama metronidazole
d) Penggunaan klinis
Penurunan kadar mebendazole jika digunakan bersama carbamazepine,
fosphenytoin, atau phenytoin; peningkatan kadar mebendazole jika
digunakan bersama cimetidine; peningkatan risiko terjadinya sindrom
stevens-johnson dan nekrolisis epidermal toksik jika digunakan
bersama metronidazole. Dosis 100 mg, 2 kali sehari, selama 3 hari berturut-
turut, atau 500 mg dalam dosis tunggal.
e) Efek samping
Sakit perut, Muntah, Kembung, Sakit kepala, Diare
f) Efek merugikan
Sakit perut parah, Mudah memar atau berdarah, Demam dan sakit
tenggorokan, Kelelahan yang tidak biasa, Penyakit kuning, Urine gelap,
Kejang
g) Efek Toksik
-
4. Levamisol
a) Indikasi
anthelmintik, sel kanker, infeksi cacing jenis A. lumbricoides  dan A.
duodenale
b) Kontra Indikasi
-
c) Interaksi obat
Capecitabine, Doxifluridine, Fluorouracil
d) Penggunaan klinis
50 mg diminum setiap 8 jam selama 3 hari (mulai hari ke 7-30 pasca
operasi). Obat ini dapat diberikan sebagai terapi perawatan selama 3 hari
pada interval 2 minggu selama 1 tahun
e) Efek samping
demam atau menggigil, Diare, feses berwarna gelap, urine atau feses
berdarah, batuk dan suara serak, sakit punggung bawah, pendarahan atau
memar yang tidak biasa, sariawan, penglihatan kabur, kejang, mati rasa di
wajah, telapak tangan, atau telapak kaki
f) Efek merugikan
Resiko kategori C (mungkin beresiko) pada kehamilan
g) Efek Toksik
-
5. Niclosamide
a) Indikasi
infeksi berbagai jenis cacing pita, mulai dari cacing kerdil (H. nana), hingga
cacing pita yang terdapat dalam daging (T. saginata, T. solium, dan D.
latum).
b) Kontra Indikasi
-
c) Interaksi obat
-
d) Penggunaan klinis
gunakan obat ini melalui mulut seperti yang diinstruksikan. kunyah obat
terlebih dahulu sebelum minum air putih. obat ini sebaiknya diminum
sebelum makan, atau ketika perut dalam keadaan kosong.
e) Efek samping
gangguan GI (seperti mual, muntah, sakit pada perut), kepala terasa ringan,
pruritus (gatal pada kulit)
f) Efek merugikan
gatal-gatal, kesulitan bernapas, pembengkakan pada wajah, bibir, lidah, atau
tenggorokan
g) Efek Toksik
-
6. Diethylcarbomazine
a) Indikasi
bancroft’s filariasis, eosinophilic paru-paru (tropical pulmonary eosinophilia;
tropical eosinophilia), loiasis, river blindness (onchocerciasis)
b) Kontra Indikasi
hipersensitif; bayi, lanjut usia atau pasien dengan kondisi lemah; fungsi
ginjal buruk; penyakit jantung.
c) Interaksi obat
-
d) Penggunaan klinis
Diethylcarbamazine adalah obat  yang sebaiknya diminum segera setelah
makan
e) Efek samping
gatal dan bengkak pada wajah, khususnya pada mata, demam, ruam pada
kulit
h) Efek merugikan
kehilangan penglihatan, rabun senja, Tunnel vision
BAB V

SEDIAAN / KEMASAN DAN DOSIS

5.1 Sediaan / Kemasan dan Dosis

1. Piperazine
a) Sediaan : tablet dan sirup
b) Dosis : oral
 Ascariasis
- Dewasa : bentuk fosfat 4,5 gram sebagai dosis tunggal yang diulangi 1
kali setelah 14 hari
- Anak : diberikan sebagai dosis tunggal dan diulangi 1 kali setelah 14
hari. Berikut dosis sesuai usia

• dibawah 1 tahun : hanya boleh dg resep dokter

• 1-3 tahun : 1,5 gram

• 4-5 tahun : 2,25 gram

• 6-8 tahun : 3 gram

• 9-12 tahun : 3,75 gram

 Enterobiasis
- Dewasa : 2,23 gram sebanyak 1 kali selama 7 hari. Pengobatan tahap
kedua apat diulangi setelah selang waktu 7 hari. Dapat diberikan sebagai
persiapan dengan pencahar dalam dosis tunggal 4 gram fosfat, dosis
ulangan setelah 14 hari
- Anak :

• Dibawah 1 tahun : hanya boleh dengan resep dokter

• 1-3 tahun : 750 mg

• 4-6 tahun : 1,125 gram

• 7-12 tahun : 1,5 gram


• 12 tahun keatas : sama dengan dosis dewasa

2. Pirantel Pamoat
a) Sediaan : tablet dan suspense
b) Dosis
 Combantrin Tablet 125 mg :
- Usia <12 tahun : 1-2 tablet sekali minum anak usia 2-6 tahun dan 2-3
tablet sekali minum untuk anak usia 6-12 tahun
- Usia >12 tahun : 3-4 tablet sekali minum
 Combantrin Tablet 250 mg :
- Usia <12 tahun : ½-1 tablet sekali minum untuk anak usia 2-6 tahun dan
1-1½ tablet sekali minum untuk anak usia 6-12 tahun
- Usia >12 tahun : 1½-2 tablet sekali minum
 Combantrin Suspensi :
- Usia <12 tahun : 1-2 sendok takar sekali minum untuk anak usia 2-6
tahun dan 2-3 sendok takar sekali minum untuk anak usia 6-12 tahun
- Usia >12 tahun : 3-4 sendok takar sekali minum
3. Mebendazole
a) Sediaan : tablet
b) Dosis :
 untuk pasien dewasa dan anak >2 tahun
- Kondisi infeksi cacing kremi (enterobiasis)

Dosis 100 mg sebagai dosis tunggal. Konsumsi obat dapat diulang 2-3
minggu kemudian jika diperlukan

- Kondisi infeksi cacing gelang (ascariasis), cacing cambuk (trichuriasis),


dan cacing tambang

Dosis 100 mg, 2x sehari selama 3 hari berturut-turut, atau 500 mg dalam
dosis tunggal

4. Levamisol
a) Sediaan : tablet
b) Dosis :
 Anak-anak : belum ada ketentuan dosis obat ini untuk anak-anak. Obat ini
bisa saja berbahaya untuk anak-anak
 Dewasa : 50 mg diminum setiap 8 jam selama 3 hari (mulai hari ke 7-30
pasca operasi). Obat ini dapat diberikan sebagai terapi perawatan selama 3
hari pada interval 2 minggu selama 1 tahun
5. Niclosamid
a) Sediaan : tablet
b) Dosis :
 Dosis untuk infeksi cacing pita dari babi
- Anak : jika berusia kurang dari 2 tahun, 500 mg sedangkan jika berusia
2-6 tahun sebanyak 1 gram. Semua perlu dikonsumsi sebagai dosis
tunggal setelah sarapan ringan
- Dewasa : 2 gram, sebagai dosis tunggal (dikonsumsi hanya satu kali)
setelah sarapan dengan makanan ringan
 Dosis untuk infeksi cacing pita
- Anak <2 tahun : sebanyak 500 mg pada hari pertama, lalu dilanjutkan
sebanyak 250 mg di hari-hari berikutnya selama 6 hari
- Anak 2-6 tahun : sebanyak 1 gram pada hari pertama, lalu dilanjutkan
sebanyak 500 mg di hari-hari berikutnya selama 6 hari
- Dewasa : dosis awal 2 gram pada hari pertama, lalu dilanjutkan
sebanyak 1 gram di hari-hari berikutnya selama 6 hari
 Dosis untuk infeksi cacing pita dari sapi atau ikan
- Anak <2 tahun : 250 mg setelah sarapan dan dilanjutkan 250 mg satu jam
setelahnya
- Anak 2-6 tahun : 500 mg setelah sarapan dan dilanjutkan 500 mg satu
jam setelahnya
- Dewasa : 1 gram setelah sarapan dan dilanjutkan 1 gram satu jam
setelahnya
6. Diethylcarbomazine
a) Sedian : tablet
b) Dosis :
 Untuk mengobati kaki gajah, loiasis, dan onchocerciasis
- Dosis : 2-3 mg/kgBB, sebanyak 3 kali sehari
 untuk mengobati toxocariasis
- Dosis : 1 mg/kgBB per dosis dapat ditingkatkan secara bertahap dalam 3
hari menjadi 6 mg/kgBB, yang diberikan selama 3 minggu

 Untuk mengobati tropical pulmonary eosinophilia

- Dosis : 6 mg/kgBB, sebanyak 3 kali sehari selama 14 hari


 Untuk mengobati mansonelliasis yang disebebkan oleh jamur streptocerca
- Dosis : 6 mg setiap hari selama 14 hari

 Untuk mencegah loiasis

- Dosis : 300 mg per minggu


BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

Alomedika. 2021. Pyrantel Pamoat. Diakses pada tanggal 30 Januari 2022 melalui
https://www.alomedika.com/obat/antiinfeksi/antelmintik/pirantel-pamoat/
farmakologi

Alomedika. 2021. Diethylcarbamazine. Diakses pada tanggal 30 Januari 2022 melalui


https://www.alomedika.com/drug/antiinfeksi/antelmintik/diethylcarbamazine/
farmakologi

Alomedika. 2021. Mebendazole. Diakses pada tanggal 30 Januari 2022 melalui


https://www.alomedika.com/obat/antiinfeksi/antihelmintik/mebendazole/
farmakologi

Alodokter. 2020. Mebendazole. Diakses pada tanggal 30 Januari 2022 melalui


https://www.alodokter.com/mebendazole

Alodokter. 2021. Diethylcarbamazine. Diakses pada tanggal 31 Januari 2022 melalui


https://www.alodokter.com/diethylcarbamazine

AMANDA, I. G. (20188). GAMBARAN KONTAMINASI TELUR CACING


SAYURAN KUBIS PADA WARUNG MAKAN LALAPAN DIWILAYAH
KERJA PUSKESMAS ABIANSEMAL I KECAMATAN ABIANSEMAL
KABUPATEN BANDUNG 2018. Poltekkes Denpasar Respository, 5.

Ariwati, N. L. (2019). INFEKSI PARASIT USUS. erepo.unud.ac.id, 24.

Arofah, Nur. 2021. Makalah Anti Cacing. id.scribd.com. Diakses pada tanggal 26
Januari 2022 melalui https://id.scribd.com/document/438166906/Makalah-Anti-
Cacing
Diyan. (2022, September 24). DISTRIBUSI PEMBERIAN OBAT PENCEGAHAN
MASSAL (POPM) KECACINGAN DI SD/MI WILAYAH KECAMATAN
BATANGAN . DETAIL BERITA .

Hellosehat. Lika Aprilia Samiadi. 2021. Piperazine. Diakses pada tanggal 30 Januari
2022 melalui https://hellosehat.com/obat-suplemen/piperazine/

Hellosehat. Lika Aprilia Samiadi. 2021. Levamisole. Diakses pada tanggal 31 Januari
2022 melalui https://hellosehat.com/obat-suplemen/levamisole/

Heridyatno, Lila. 2015.Makalah Obat Cacing. pdfcoffee.com. Diakses pada tanggal 25


Januari 2022 melalui https://pdfcoffee.com/makalah-obat-cacing-pdf-free.html

Klikdokter. 2022. Combantrin. Diakses pada tanggal 30 Januari 2022 melalui


https://www.klikdokter.com/obat/combantrin#:~:text=Dosis%20%26%20Cara
%20Penggunaan%20Combantrin%20Cara%20Penggunaan%20Combantrin,tahun
%3A%203-4%20tablet.%20Berikan%20setiap%206%20bulan%20sekali.

Lestari, P. (2019). UJI EFEKTIVITAS ANTELMINTIK EKSTRAK METANOL


DAGING LABU KUNING (Cucurbita moschata (Duch.) Poir) TERHADAP
Ascaris suum Goeze SECARA IN VITRO. digilib.unisa.ac.id, 23-24.

Pati, T. M. (2019). FARMAKOLOGI 2. yogyakarta: CV Budi Utama.

Pionas. 2015. Obat Kecacingan. pionas.pom.go.id. Diakses pada tanggal 25 Januari


2022 melalui http://pionas.pom.go.id/artikel/obat-kecacingan

Riyaturrobby, S. S. (2014). Uji Aktivitas Antelmintik Ekstrak Etanol Biji Kabocha,


Buah Kabocha, Dan Kombinasi Biji-Buah Kabocha (Cucurbita Maxima
Duchesne Ex Lamk) Pada Cacing Dewasa Dan Telur Cacing Ascaris Suum
Secara In Vitro. respositoryunisba.ac.id, 15-16.

Viinosa, Belladonna Darmaa. 2021. Makalah Spesialite Obat Anti Cacing.


www.scribd.com . Diakses pada tanggal 25 Januari 2022 melalui
https://www.scribd.com/doc/304967644/Makalah-Spesialite-Obat-Anti-Cacing

Anda mungkin juga menyukai