FAKULTAS KESEHATAN
2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah melimpahkan
rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat
waktu.
Terimakasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berpartisipasi untuk
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi. Makalah ini
kami tulis berdasarkan buku panduan serta informasi dari media massa yang berhubungan
dengan topik yang dibicarakan.
Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi pembaca. Namun
terlepas dari itu kami memahami bahwa, makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Sehingga kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN
C. Tujuan .......................................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ................................................................................................................ 17
B. Saran .......................................................................................................................... 17
2
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
4
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
5
BAB II
PEMBAHASAN
1. Cacingan
Cacingan (ascariasis) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksicacing parasit
usus dari golongan Nematoda usus (WHO, 2016). Cacing parasit usus tersebut
diantaranya adalah cacing gelang (Ascarislumbricoides/ roundworm), cacing
tambang (Necator americanus,Ancylostoma duodenale/hookworm), dan cacing
cambuk (Trichuristrichiura) (Faridan, 2013). Cacing penyebab penyakit cacingan
tersebut dapat menembus kulit dan masuk kedalam tubuh anak atau masuk
melalui hewan perantara. Binatang seperti tikus, lalat, dan kecoa. Menurut
Herdiman (2007), ketiga binatang tersebut dapat membawa telur infektif cacing.
WHO (2006) mengatakan bahwa rantai penularan STH dapat dipengaruhi oleh
vektor, yakni serangga khusunya lalat. Astuty dkk (2012) menambahkan bahwa
sangat mungkin terdapat telur cacing pada makanan melalui lalat yang hinggap
pada makanan tersebut, dikarenakan lalat cenderung hinggap pada lingkungan
yang menjadi lokasi perkembangan telur dan larva cacing. Binatang-binatang
pembawa telur infektif cacing tersebut biasanya memiliki perilaku yang
cenderung untuk melakukan kontak dengan kotoran manusia dan hewan
(Ginting, 2008). Kotoran manusia dan hewan adalah sumber penyebaran
penyakit cacingan. Hewan seperti tikus dan kecoa adalah hewan dengan perilaku
dan habitat dekat dengan lingkungan dimana terdapat kotoran manusia dan
hewan, sehingga dapat menjadi vektor penyebaran penyebab penyakit cacingan
(Herdiman, 2007). Kedua hewan tersebut juga hidup dekat dengan lingkungan
manusia dan tidak jarang melakukan kontak langsung dengan makanan dan
minuman manusia (Ginting, 2008).
6
Jenis dan siklus hidup cacing pada manusia:
a. Cacing Gelang
7
b. Cacing Tambang
8
c. Cacing Cambuk
9
2. Kekurangan Kalori Protein
Kekurangan kalori protein adalah defisiensi gizi terjadi pada anak yang kurang
mendapat masukan makanan yang cukup bergizi, atau asupan kalori dan protein
kurang dalam waktu yang cukup lama (Ngastiyah, 1997).
Kurang kalori protein (KKP) adalah suatu penyakit gangguan gizi yang
dikarenakan adanya defisiensi kalori dan protein dengan tekanan yang bervariasi
pada defisiensi protein maupun energi (Sediatoema, 1999).
KKP ringan/sedang disebut juga sebagai gizi kurang (undernutrition) ditandai
oleh adanya hambatan pertumbuhan.
KKP berat, meliputi: Kwashiorkor, Marasmus
a. Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah bentuk kekurangan kalori protein yang berat, yang amat
sering terjadi pada anak kecil umur 1 dan 3 tahun (Jelliffe,1994).
Kwashiorkor adalah penyakit gangguan metabolik dan perubahan sel yang
menyebabkan perlemahan hati yang disebabkan karena kekurangan asupan
kalori dan protein dalam waktu yang lama (Ngastiyah, 1997).
Penyebab utama dari kwashiorkor adalah makanan yang sangat sedikit
mengandung protein (terutama protein hewani), kebiasaan memakan
makanan berpati terus-menerus, kebiasaan makan sayuran yang mengandung
karbohidrat.
10
b. Marasmus
Marasmus adalah penyakit yang timbul karena kekurangan energi (kalori)
sedangkan kebutuhan protein relatif cukup (Ngastiyah, 1997).
Marasmus merupakan gambaran KKP dengan defisiensi energi yang ekstrem
(Sediaoetama, 1999).
Penyebab marasmus yang paling utama adalah karena kelaparan. Kelaparan
biasanya terjadi pada kegagalan menyusui, kelaparan karena pengobatan, dan
kegagalan memberikan makanan tambahan.
11
B. Pencegahan Cacingan dan Kekurangan Kalori Protein
1. Pencegahan Cacingan
a. Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah melakukan kegiatan.
b. Minum air bersih dan air yang sudah dimasak sampai mendidih.
c. Memasak makanan (terutama ikan dan daging) sampai matang.
d. Menggunakan fasilitas jamban yang memenuhi syarat kesehatan.
e. Jaga agar makanan selalu ditutup supaya tidak terkena debu dan kotoran.
f. Membersihkan dan memotong kuku secara rutin
1. Penanganan Cacingan
a. Rutin untuk minum obat cacing setiap enam bulan satu dosis yang sesuai dan
dianjurkan. Jika sudah mengetahui terkena cacingan , segera bawa ke Dokter
agar dapat diperiksa lebih lanjut kejadian cacingan yang menyerang anggota
keluarga. Sehingga bisa mendapatkan obat cacingan yang diresepkan dan
sesuai.
12
b. Mencuci sprei, handuk, dan pakaian dalam (terpisah dari seluruh anggota
keluarga) dengan air hangat.
c. Pastikan ruangan mendapat cahaya matahari yang cukup, karena telur cacing
dapat rusak oleh cahaya matahari.
Makanan biasa sama dengan makanan sehari-hari yang beraneka ragam, bervariasi
dengan bentuk, tekstur, dan aroma yang normal. Makanan biasa diberikan kepada
pasien yang berdasarkan penyakitnya tidak memerlukan makanan khusus (diet).
a) Tujuan diet: memberikan makanan sesuai kebutuhan gizi untuk mencegah dan
mengurangi kerusakan jaringan tubuh.
b) Syarat diet pada makanan biasa adalah :
1) energi sesuai kebutuhan normal orang dewasa sehat dalam keadaan istirahat
2) protein 10-15% dari kebutuhan energi total
3) lemak 10-25% dari kebutuhan energi total
4) karbohidrat 60-75% dari kebutuhan energi total
5) cukup mineral, vitamin, dan kaya serat
6) makanan tidak merangsang saluran cerna
7) makanan sehari-hari yang beraneka ragam dan bervariasi.
c) Indikasi pemberian diberikan kepada pasien yang tidak memerlukan diet khusus
yang berhubungan dengan penyakitnya. Bahan makanan sehari dapat dilihat
contohnya pada tabel berikut :
13
Tabel 1. Bahan Makanan Sehari-hari
Bahan Makanan Berat (g) Porsi
Beras 300 4 ¼ gls nasi
Daging 100 2 ptg sdg
Telur Ayam 50 1 btr
Tempe 100 4 ptg sdg
Kacang Hijau 25 2 ½ sdm
Sayuran Campur 200 2 gls
Buah Pepaya 200 2 ptg sdg
Gula Pasir 25 2 ½ sdm
Minyak 30 3 sdm
Bahan makanan ini hanya sekedar contoh, bisa diganti dan disesuaikan dengan
kebiasaan makan setempat, dari contoh bahan makanan diatas dapatlah kita lihat nilai
gizi yang terkandung sebagai berikut :
Bahan makanan tersebut diatas dapat diolah dan menjadi makanan yang akan
diberikan kepada pasien terdiri dari tiga kali makan utama (pagi, siang, dan malam)
dan satu kali kudapan pada pukul 10.00 WIB. Contoh menunya misalnya makan pagi
dengan nasi, telur dadar, ketimun & tomat iris, bubur kacang hijau pada pukul 10.00,
14
dilanjutkan makan siang dengan nasi, ikan bumbu acar, tempe bacem, sayur asam
dan buah pepaya, makan malam dengan nasi, daging semur, tahu goreng, sup sayuran
dan buah pisang.
1. Tujuan Diet
Tujuan diet bermacam-macam, hanya saja sebagian besar masyarakat
mengartikan diet sebagai penurunan berat badan. Diet pada dasarnya adalah pola
makan, yang cara dan jenis makannanya diatur. Tujuannya adalah untuk menjaga
kesehatan tubuh secara keseluruhan. Selain itu, diet juga bertujuan untuk
mencapai atau menjaga berat badan yang terkontrol. Jenis diet sangat
dipengaruhi oleh latar belakang individu atau keyakinan yang dianut masyarakat
tertentu. Suatu kelompok masyarakat biasanya memiliki prefensi atau pantangan
terhadap beberapa jenis makanan.
Dalam perkembangannya, diet dalam konteks upaya mengatur asupan nutrisi
dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Menurunkan Berat Badan, misalnya bagi penderita obesitas
b. Meningkatkan Berat Badan, misalnya bagi penderita kurang gizi (KKP,KEP)
c. Pantang terhadap makanan tertentu, misalnya bagi penderita diabetes (rendah
karbohidrat dan gula)
15
2. Monitoring Pelaksanaan Diet
a. Perawat melakukan koordinasi terhadap semua pelayanan kesehatan yang
diterima dan bekerjasama dengan pasien dalam perencaan program diet
pasien.
b. Perawat dapat berperan sebagai inavator terhadap pasien dalam merubah
perilaku dan pola hidup yang berkaitan dengan peningkatan dan
pemeliharaan kesehatan.
c. Perawat merupakan tempat bertanya bagi pasien untuk memecahkan masalah
kesehatan, diharapkan perawat dapat memberikan solusi mengatasi masalah
kesehatan yang dihadapi.
d. Perawat memaksimalkan asupan makan dengan modifikasi lingkungan.
Setiap individu memiliki makanan kesukaan, cara mengolah makanan dan
kebiasaan yang berbeda-beda. Makanan dirumah sakit seringnya membuat
pasien stres karena tidak terbiasa dan membuat nafsu makan pasien
berkurang ditambah lagi proses penyakit yang dapat mempengaruhi fungsi
pencernaan. Pasien kritis memiliki proses penyembuhan yang kompleks
karena proses penyakit yang membutuhkan banyak energi untuk
mempertahankan hemodinamik. Tujuan perawat dalam mengelola nutrisi
pasien kritis adalah target nutrisi tercapai yang meliputi kualitas dan
kuantitas. Perawat berusaha memodifikasi lingkungan untuk mendukung
asupan makan.
e. Perawat memberi rasa nyaman dan bahagia, sebuah perasaan yang kental
akan keterikatan emosi antara perawat dan pasien akan menciptakan
kepercayaan antara perawat dan pasien. Kepercayaan ini akan mendukung
tujuan perawat untuk mencapai target nutrisi yang diinginkan.
f. Perawat juga berpendapat bahwa menciptakan lingkungan untuk mendukung
pasien makan adalah dengan melibatkan keluarga. Keluarga merupakan
sosok yang memiliki kedekatan emosi dengan pasien sehingga membangun
semangat pasien untuk makan. Oleh karena itu, perawat perlu mengajarkan
kepada keluarga bagaimana cara memberikan makan dan minum yang aman
pada pasien kritis.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil adalah cacingan dan kekurangan kalori
protein dapat disebabkan oleh beberpa hal. Hal tersebut sangat erat kaitannya dengan
kegitan sederhana yang kita laksanakan setiap hari. Gejala yang muncul apabila
seseorang terkena cacingan dan kekurangan kalori protein dapat di identifikasi dari
fisik penderita maupun dari tingkah lakunya. Ada beberapa hal yang dapat
dilakaukan agar kita terhindar dari cacingan, apabila sudah terkena cacingan kita
dapat melakukan pengobatan.
Maka dari itu, ada baiknya kita melakukan kegiatan dengan mementingkan
kesehatan diri dan tindakan yang dapat mencegah cacingan dan kekurangan kalori.
Serta mengetahui gejala yang muncul dari cacingan dan kekurangan kalori agar kita
bisa mengobati penyakit tersebut sebelum lebih parah.
B. Saran
Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan yang kami miliki, baik dari
tulisan maupun bahasan yang kami sajikan, oleh karena itu mohon diberikan
sarannya agar kami bisa membuat makalah lebih baik lagi, dan semoga makalah ini
bisa bermanfaat dan menjadi wawasan kita dalam memahami materi cacingan dan
kekurangan kalori protein.
17
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad. (2020). Gizi Peran Perawat Dalam Pelaksanaan Diet Pasien. Makalah, 1-4.
Angela, S. M. (2019). Eksplorasi Peran Perawat dan Ahli Gizi Dalam Pemberian Nutrisi pada
Pasien Kritis. Jurnal Perawat Indonesia, Volume 3, No 2, 109-116.
Kemenkes, R.I. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun
2017. Penanggulangan Cacingan, 23-28.
Irianto Kus, K. W. (2004). Gizi dan Pola Hidup Sehat. Bandung: Yrama Widya.
Kusumayanti, P. P. (2011). Makanan Padat Gizi Solusi Sehat Mengatasi Kekurangan Gizi
Pada Anak. Jurnal Ilmu Gizi, Volume 2 Nomor 2, 125-128.
Ns. Ida Mardalena, S. M. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Ilmu Gizi Keperawatan. Jakarta
Selatan: Pusdik SDM Kesehatan.
Nuraini, I. N. (2017). Dietetika Penyakit Infeksi. Jakarta Selatan: Badan Pengembangan dan
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.
Rita Puspa Sari, S. M. (2021). Konsep Pencegahan dan Penanganan KKP, Kekurangan
Vitamin, Anemia, dan Cacingan. Modul Kuliah Teori, 26.
18