Pembimbing:
Disusun oleh:
Malikah Jawharah Said
41211396100021
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Riwayat Imunisasi................................................................................................................... 4
iii
3.1.4 Patofisiologi ................................................................................................................. 16
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Gizi buruk adalah keadaan kurang gizi tingkat berat pada anakberdasarkan
indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) <-3 SD (Kemenkes, 2008).
Berdasarkan Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa proporsi status gizi buruk
(severe wasting) pada balita telah menurun dari 6,2% (2007) menjadi 3,5% (2018).
Provinsi yang mempunyai angka sangat tinggi adalah NTB (14,4%) sedangkan
provinsi dengan proporsi terendah adalah Kalimantan Utara (4,6%) pada tahun
2018. Kejadian gizi buruk dapat meningkatkan angka kesakitan dan angka
kematian pada anak.1,2,3
Short bowel syndrome (SBS) atau sindrom usus pendek merupakan
malabsorpsi yang diakibatkan oleh tindakan pembedahan atau reseksi pada usus
halus sehingga usus tersebut kehilangan fungsi absorpsinya. Short bowel syndrome
biasanya terjadi setelah reseksi masif dari usus halus. Tanda- tandanya berupa
diare, kekurangan elektrolit dan cairan, dan malnutrisi. Biasanya reseksi usus
sampai 70% masih dapat ditoleransi jika ileum terminal dan valvula ileosekal
masih ada. Tidak adanya Ileum terminal mengakibatkan gangguan pada
penyerapan vitamin B12 dan garam empedu. Reseksi pada bagian proximal lebih
dapat ditoleransi lebih baik dari pada reseksi pada distal. Reseksi pada jejenum
lebih dapat ditolelir daripada reseksi ileum. Alasan pengangkatan sebagian besar
usus kecil adalah penyakit crohn, penyumbatan pada arteri yang mensuplai darah
menuju sebagian besar usus (mesenteric infarction), peradangan pada usus
disebabkan oleh radiasi (radiation enteritis), kanker, usus membelit (volvulus),
dan cacat lahir.5,6
1
BAB II
ILUSTRASI KASUS
Nama : An. SR
Usia : 14 th 1 bln 25 hr
Agama : Islam
2.2 Anamnesis
Dilakukan Alloanamnesis dengan ayah pasien di Gedung Teratai lantai 3
Selatan RSUP Fatmawati tanggal 05 Agustus 2023.
Keluhan Utama
Lemas sejak 4 bulan SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
Anak perempuan usia 14 tahun 1 bulan datang ke RSUP Fatmawati
dengan keluhan lemas sejak 4 bulan SMRS. Ayah pasien mengatakan anaknya menjadi
sering lemas setelah mengalami diare terus menerus selama 4 bulan terakhir.
Frekuensi diare >3x/hari dengan jumlah kurang lebih 150-200 cc tiap diare. Orang tua tidak
pernah memberi obat apapun untuk keluhan tersebut, namun hanya memberikan minum
lebih sering untuk anaknya. Pasien juga mengeluhkan nyeri diseluruh bagian
perutnya, nyeri tersebut seperti dipelintir disertai dengan rasa panas diseluruh
perut dan dirasakan terus- menerus. Nafsu makan pasien baik, sehari bisa makan
3x, namun selama pasien diare, porsi makan pasien menjadi lebih sedikit dari
biasanya. Ayah pasien mengatakan berat badan 4 bulan SMRS adalah sekitar
32 kg namun tidak pernah ditimbang rutin dan saat masuk RS berat badan pasien
24,9 kg. Keluhan demam disangkal. Keluhan sesak saat berbaring atau saat
2
beraktivitas disangkal. Keluhan mual, muntah, rasa panas di dada disangkal.
Keluhan banyak makan, banyak minum, dan banyak BAK disangkal. Keluhan
muncul keringat dingin dan berdebar-debar pada pasien disangkal. BAK pasien
normal, tidak ada nyeri, berwarna bening, frekuensi 3-4x/hari masing-masing
sekitar 125 cc -150 cc setiap BAK.
Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan ini merupakan yang kedua kali dirasakan. Sebelumnya pasien
pernah mengalami keluhan serupa selama 5 bulan setelah operasi usus terpelintir
pada bulan April 2022. Sejak saat itu, pasien selalu diare setiap kali makan, konsistensi
cair namun masihada ampas sedikit, warna kuning, tidak ada darah dan lendir. Gejala awal
yang dirasakan pasien sebelum dilakukan operasi adalah nyeri perut terus
menerus, semakin lama perut membesar, muntah-muntah dan tidak bisa BAB.
Usus pasien dipotong sebanyak 170 cm. Selain itu pada tahun 2016 pasien
pernah operasi kista hepar dan pada tahun 2021 menjalani operasi usus buntu.
Ayah pasien mengatakan sebelum tahun 2016 anaknya tidak pernah menderita
penyakit serius dan tidak pernah dirawat di RS. Riwayat alergi, asma dan kontak
TBC pada pasien disangkal. Riwayat batuk-batuk lama disangkal. Riwayat
penyakit jantung dan ginjal disangkal.
Riwayat Nutrisi
Pasien minum ASI sejak lahir. Ayah pasien mengatakan anaknya hampir
tidak pernah diberikan susu formula sampai berusia 12 bulan. Setelah itu pasien
mulai minum susu formula dan ASI.
3
Pasien mulai mendapat MPASI saat usia 6 bulan. Pasien berhenti ASI saat
usia 26 bulan. Sejak saat lahir sampai didiagnosis usus terpelintir pasien
tidak pernah mengalami kesulitan makan atau nafsu makan menurun. Ayah
pasien mengatakan semua bahan makanan yang dibeli selalu dicuci dengan air
bersih dan memasak makanan hingga matang. Pasien dan keluarga minum
menggunakan air galon isi ulang, selalu cuci tangan sebelum makan, serta
peralatan makan selalu dicuci dengan bersih.
Riwayat Imunisasi
Menurut ayah pasien imunisasi pasien lengkap.
Suhu : 36,8 °C
SaO2 : 98% RA
4
Status Gizi
Pasien perempuan usia 14 tahun 1 bulan dengan berat badan 27.4 kg, tinggi badan
147,5 cm.
BB/U : 27.4/49 x 100% = 55,91%
HA : 11 tahun 6 bulan
BBI : 40 kg
RDA : 40 – 65 kkal
Kebutuhan Kalori : RDA x BBI = (40 – 65 kkal) x 40 = 1600 – 2600 ~ 1600 kkal
Status Generalis
Kepala : Normosefali, rambut hitam bersebar, tidak mudah dicabut
Mata : Edema palpebra -/-, mata cekung -/-, konjungtiva tidak anemissklera
tidak ikterik, RCL +/+, RCTL +/+, pupil bulat isokor 3mm/3mm
THT
Telinga : Nyeri tekan tragus -/-, normotia, liang telinga lapang,serumen -/-
, pre auricular tag (-), infiltrat (-).
Hidung : Napas cuping hidung -/-, terpasang NGT, sekret -/-,deviasi-/-
Tenggorokan : Uvula di tengah, faring hiperemis -/-. Tonsil T1/T1,detritus tidak
ada, dinding faring posterior hiperemis -/-
Mulut : Mukosa lembab, lidah kotor (-), sianosis (-)
Leher : Trakea di tengah, KGB submental, submandibula, supraklavikula,dan
infraklavikula tidak teraba, kelenjar tiroid membesar (-)
Jantung : I : Ictus kordis tidak terlihat
P : Ictus kordis teraba pada ICS V midklavikula sinistra
P : Batas kiri atas jantung pada ICS II linea parasternalis
sinistra,
Batas kiri bawah jantung pada ICS V linea midclavicular
sinistra.
5
Batas kanan atas jantung pada ICS II linea parasternalis
dextra,
Batas kanan bawah jantung pada ICS IV linea parasternalis
dextra
A : BJ I dan II reguler normal, murmur (-), gallop (-)
Paru : I : Pergerakan dada simetris statis dan dinamis, retraksi sela iga (-
)
P : Nyeri tekan (-/-), ekspansi dada simetris saat statis dan dinamis
P : Sonor di seluruh lapang paru
A : Vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-
Abdomen : I : Tampak cembung, tegang, skar (+)
A : Bising usus (+) normal
P : Timpani, shifting dullness (-)
P : Lemas, tidak teraba massa, nyeri tekan epigastrium (-), nyeri
tekanterlokalisir (-), hepar & lien tidak teraba, turgor baik
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, pitting edema (-/-), sianosis (-/-)
HEMATOLOGI
Ht 46.2 35 – 43 %
6
Eritrosit 5.42 3.60-5.20 juta/UL
INDEKS ERITROSIT
7
Foto Thorax AP/ Lateral (14/12/2022)
pH 6.50 4.80-7.40
8
Sel Epitel 20.0 <=45.6/uL
9
2.5 Resume
Anak perempuan usia 14 tahun 1 bulan datang ke RSUP Fatmawati
dengan keluhan lemas sejak 4 bulan SMRS setelah mengalami diare terus menerus,
konsistensi cair namun masih ada ampas minimal, warna kuning, tidak ada darah dan lendir.
Frekuensi diare >3x/hari dengan jumlah kurang lebih 150-200 cc, diketahui diare sering terjadi
pascaoperasi pemotongan usus karena usus terpelintir. Pasien juga mengeluhkan
nyeri diseluruh bagian perutnya seperti dipelintir disertai dengan rasa panas
diseluruh perut dan dirasakan terus-menerus. Nafsu makan pasien baik. BB
pasien turun 7kg dalam waktu 4 bulan. BAK normal. Berdasarkan pemeriksaan fisik
didapatkan pasien tampak sakit sedang, tanda vital normal, status gizi pasien adalah
gizi buruk, perawakan baik, berat badan sangat kurang. Pemeriksaan fisik lain
dalam batas normal. Pada pemeriksaan elektrolit didapatkan hipokalemia (2.3
mmol/L), pada urinalisis didapatkan bakteri 85,8/uL, leukosit 18.3/uL, eritrosit
30.7/uL namun telah dilakukan kultur urin dan hasilnya negatif. Kultur darah
negatif, Foto thorax dalam batas normal.
2.6 Diagnosis
2.7 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad Malam
Quo ad sanasionam : Dubia ad Malam
10
2.8 Follow-Up Pasien
S/ BAB 1x, sedikit cair, ampas S/ BAB hari ini 4 x (terakhir jam S/ BAB hari ini 4x (terakhir jam S/ BAB hari ini 1x, sedikit encer,
(+), darah (-). Mual, muntah (-). 15.30), tidak encer, ampas (+), 15.00) tidak encer, ampas (+), ampas (+), darah (-). Mual muntah
Makan dan susu habis, tidak ada darah (-).Mual, muntah (-). darah (-), mual muntah (-). Makan (-). Makan dan susu habis, tidak
yang terlewat. BB naik 200 gr Makan dan susu habis, tidak ada dan susu habis, tidak ada yang ada yang terlewat. BB naik 700 gr
dalam 1 hari (27,4 kg 27,6 kg) yang terlewat. BB naik 400 gr terlewat. BB naik 500 gr dalam 1 dalam1 hari (28.5 kg -> 29.2 kg)
dalam 1 hari (27,6 kg 28,0 kg) hari (28.0 kg 28.5 kg)
O/ Tampak sakit sedang, CM, T
O/ Tampak sakit sedang, CM, T
36.5 C, FN 94 x/menit, mata :
O/ Tampak sakit sedang, CM, T O/ Tampak sakit sedang, CM,T 36.6 C, FN 93 x/menit, mata :
anemis-/-, sklera ikterik -/-, mata
36.6 C, FN 90 x/menit, mata : 36.4 C, FN 92 x/menit, mata : anemis-/-, sklera ikterik -/-, mata
cekung -/-, leher pembesaran
anemis-/-, sklera ikterik -/-, mata anemis-/-, sklera ikterik -/-, mata cekung -/-, leher pembesaran
KGB -, Jantung : BJ I II normal,
cekung -/-, leher pembesaran KGB cekung -/-, leher pembesaran KGB -, Jantung : BJ I IInormal,
gallop -, murmur -, Paru :
-, Jantung :BJ I II normal, gallop -, KGB -, Jantung :BJ I II normal, gallop -, murmur -, Paru :
vesikuler +/+, Wheezing -/-,
murmur -, Paru : vesikuler +/+, gallop -, murmur -, Paru : vesikuler +/+, Wheezing -/-,
Rhonki -/-, Abdomen : supel,
Wheezing -/-, Rhonki -/-, Abdomen vesikuler +/+, Wheezing -/-, Rhonki -/-, Abdomen :supel,
turgor baik, BU + normal,
: supel, turgor baik, BU + normal, Rhonki -/-, Abdomen : supel, turgor baik, BU + normal,
Ekstremitas : akral hangat, CRT
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 turgorbaik, BU + normal, Ekstremitas : akral hangat, CRT
<2 detik, edema -.
detik, edema -. Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik, edema -.
<2 detik, edema -.
Pasien perempuan usia 14tahun
Pasien perempuan usia 14tahun Pasien perempuan usia 14
1 bulan dengan berat badan
1 bulan dengan berat badan Pasien perempuan usia 14 tahun 1 bulan dengan berat
27,6 Kg, tinggi badan 147,5
28,0 Kg, tinggi badan 147,5 tahun 1 bulan dengan berat badan 29,20 Kg,tinggi badan
cm.
cm. badan 28,5 Kg, tinggi badan 147.5 cm
BB/U : 27,6/49 x 100% =
BB/U : 28,0/49 x 100% = 147.5 cm. BB/U : 29,20/49 x 100% =
56,32%
57,14% BB/U : 28,5/49 x 100% = 59,5%
TB/U : 147,5/160 x 100%
TB/U : 147,5/160 x 100% 58,16% TB/U : 147.5/160 x 100% =
= 92,18%
= 92,18% TB/U : 147,5/160 x 100% 92,18%
BB/TB : 27,6/40 x 100% =
BB/TB : 28,0/40 x 100% = 92,18% BB/TB : 29,20/40 x 100% =
69%
= 70% BB/TB : 28,5/40 x 100% 73%
HA : 11 tahun 6 bulan
HA : 11 tahun 6 bulan = 71,25% HA : 11 tahun 6 bulan
BBI : 40 kg
BBI : 40 kg HA : 11 tahun 6 bulan BBI : 40 kg
RDA : 40 – 65 kkal Kebutuhan
RDA : 40 – 65 kkal Kebutuhan BBI : 40 kg RDA : 40 – 65 kkal
Kalori: RDA xBBI = (40 – 65 Kalori: RDA xBBI = (40 – 65
kkal) x 40 RDA : 40 – 65 kkal Kebutuhan Kalori: RDA x BBI
kkal) x 40 Kebutuhan Kalori: RDA x = (40 – 65 kkal) x 40 = 1600 –
= 1600 – 2600 ~ 1600 kkal
= 1520 – 2470 ~ 1600 kkal BBI = (40 – 65 kkal) x 40 2600 ~ 1600 kkal
A/ Gizi Buruk, Perawakan = 1600 – 2600 ~ 1600 kkal
A/ Gizi Buruk, Perawakan
baik, BB sangat kurang, A/ Gizi kurang, Perawakan A/ Gizi kurang, Perawakan baik,
baik, BB sangat kurang,
Short bowel syndrome post baik, BB sangat kurang, Short BB sangat kurang, Short bowel
Short bowel syndrome post
operasi volvulus usus bowel syndrome postoperasi syndrome post operasi volvulus
operasi volvulus usus
volvulus usus usus
P/fase rehabilitasi (H10) :rawat
P/ fase rehabilitasi (H11) :rawat
inap, Peptamen 8 x 250 ml per P/ fase rehabilitasi (H12) : P/ fase rehabilitasi (H13) :
inap, Peptamen 8 x 250 ml per
NGT (= 10 takar) = 1600 kkal. rawat inap, Peptamen 8 x 250 rencana pulang, Peptamen 8 x
NGT (= 10 takar) = 1600 kkal.
Total kalori 1600 kkal, Zink 1x ml per NGT (= 10 takar) = 250 ml per NGT (= 10 takar) =
Total kalori 1600 kkal, Zink 1x
20 mg po (H6), As. Folat 1x 1 1600 kkal. Total kalori 1600 1600 kkal. Total kalori 1600
20 mg po (H7), As. Folat 1x 1
mg (H6), Vit. B1 1 x 80mg po kkal, Zink 1x 20 mg po (H8), kkal, Zink 1 x 20 mg po (H9),
mg (H7), Vit. B1 1 x 80mg po
(H6). As. Folat 1x 1 mg (H8), Vit. B1 As. Folat 1 x 1 mg (H9), Vit.
(H7).
1 x 80mg po (H8). B1 1 x 80mg po (H9).
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut WHO, kekurangan gizi adalah suatu kondisi yang dapat terjadi secara
akut dan kronis disebabkan oleh masukan zat gizi yang tidak memadai, gangguan
penyerapan dan/ atau metabolisme zat gizi akibat penyakit yang ditandai oleh salah
satu atau lebih tanda berikut :
Berdasarkan ada atau tidaknya komplikasi, gizi buruk dikategorikan sebagai berikut:
a. lingkar lengan atas (LiLA) < 11,5 cm untuk balita berusia 6-59 bulan
2. Gizi buruk dengan komplikasi, yang ditandai oleh hal tersebut di atas dan
adanyasatu atau lebih komplikasi berikut (sama dengan tanda bahaya pada
MTBS):
a. anoreksia
b. dehidrasi berat (muntah terus-menerus, diare)
c. letargi atau penurunan kesadaran
d. demam tingi
e. pneumonia berat (sulit bernafas atau bernafas cepat)
f. anemia berat
a. usia kurang dari 6 bulan dengan BB/PB (atau BB/TB) kurang dari -3 SD,
atau edema bilateral yang bersifat pitting (tidak kembali setelah ditekan).
12
b. usia 6-59 bulan: dengan BB/PB (atau BB/TB) kurang dari -3 SD atau LiLA
< 11,5 cm, atau edema bilateral yang bersifat pitting.3,4
3.1.1 Epidemiologi
Secara global pada tahun 2019, 149 juta anak di bawah usia 5 tahun mengalami
stunting, hampir 50 juta wasting, 340 juta menderita defisiensi mikronutrien dan 38,2
juta mengalami kelebihan berat badan dan obesitas. Kebutuhan gizi anak dan remaja
bersifat unik dan ketersediaan yang buruk atau akses yang terbatas terhadap makanan
dengan kualitas gizi yang memadai menyebabkan kelompok populasi yang besar
mengalami gizi kurang, status gizi buruk, kelebihan berat badan dan obesitas. Menurut
data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, prevalensi wasting pada balita sebanyak 10.2%
dan 3.5 % atau sekitar 805.000 balita diantaranya merupakan gizi buruk (severe
wasting).
13
Riskesdas 2018 memberikan gambaran proporsi status gizi “sangat kurus” (gizi
buruk) dan “kurus” (gizi kurang) pada balita menurut provinsi pada tahun 2013 dan
2018. Provinsi yang mempunyai angka sangat tinggi diantaranya adalah: NTB (14,4%
pada tahun 2018 dan sedikit meningkat dari tahun 2013) sedangkan provinsi dengan
proporsi terendah diantaranya adalah: Kalimantan Utara (4,6% pada tahun 2018).1,2
3.1.2 Etiologi
mortalitas anak.3,4
Gambar 3. Kerangka hubungan antara faktor penyebab kekurangan gizi pada ibu dan anak
14
3.1.3 Faktor Resiko
1. Asupan makanan
2. Kekebalan tubuh terhadap infeksi, yang antara lain dipengaruhi oleh kelengkapan
pemberian imunisasi dasar
3. Terpapar sumber infeksi penyakit menular baik internal maupun eksternal
4. Ketersediaan jamban keluarga dan air bersih
5. Kondisi lingkungan misalnya yang berkaitan dengan polusi, termasuk polusiindustri,
kendaraan bermotor, asap rokok, dll.3
3.1.4 Patofisiologi
15
gastrointestinal akan dipecah untuk memenuhi kebutuhan energi, Selain tubuh
melakukan proses adaptasi reduktif, tubuh juga akan melakukan penghematan energi.
Penghembatan energi dilakukan dengan membatasi aktivitas fisik dan pertumbuhan,
mengurangi metabolism basal dan fungsi organ, dan dengan mengurangi proses
inflamasi dan respon imun. Perubahan elektrolit utama termasuk retensi natrium dan
penipisan kalium intraseluler dapat dijelaskan dengan penurunan aktivitas pompa
natrium bergantung energi yang sensitif terhadap glikosida untuk meningkatkan
permeabilitas membran sel di kwashiorkor.
Imunitas seluler terpengaruh karena atrofi timus dan kelenjar getah bening. Ada
penurunan cluster of differential (CD) 4 dengan limfosit CD8-T normal, hilangnya
hipersensitivitas tertunda, gangguan fagositosis, dan penurunan imunoglobulin A
sekretori. Akibatnya, kerentanan terhadap infeksi (infeksi saluran cerna, infeksi saluran
kemih, septikemia, dll) meningkat. Atrofi vili dengan akibat hilangnya disakaridase,
hipoplasia kripta, dan perubahan permeabilitas usus menyebabkan malabsorpsi. Aspek
umum lainnya adalah pertumbuhan bakteri yang berlebihan dan atrofi pankreas yang
mengakibatkan malabsorpsi lemak. Metabolisme obat dapat menurun karena
penurunan albumin plasma dan penurunan fraksi glikoprotein yang bertanggung jawab
untuk mengikat obat.
- Kwashiorkor
Istilah “kwashiorkor” berasal dari bahasa Kwa Ghana dan artinya setara
dengan “penyakit penyapihan”. Kwashiorkor dianggap sebagai hasil dari protein yang
tidak memadai tetapi asupan kalori yang cukup normal. Ini pertama kali dilaporkan
pada anak-anak dengan diet jagung (anak-anak ini disebut "bayi gula", karena diet
mereka biasanya rendah protein tetapi tinggi karbohidrat). Kwashiorkor sering terjadi
di negara berkembang dan terutama melibatkan bayi dan anak kecil. Ini sebagian besar
terjadi di daerah kelaparan atau dengan persediaan makanan terbatas, dan khususnya
di negara-negara di mana makanannya terutama terdiri dari jagung, beras dan kacang-
kacangan. Kwashiorkor merupakan respon maladaptif terhadap kelaparan. Edema
adalah karakteristik yang membedakan kwashiorkor, yang tidak ada pada marasmus,
dan biasanya hasil dari kombinasi albumin serum yang rendah, peningkatan kortisol,
dan ketidakmampuan untuk mengaktifkan hormon antidiuretik. Biasanya dimulai
sebagai edema kaki (derajat I), kemudian edema wajah (derajat II), edema paraspinal
dan dada (derajat III) hingga berhubungan dengan asites (derajatIV). Selain edema,
gambaran klinisnya adalah berat badan yang hampir normal untuk usia, penyakit kulit,
rambut hipopigmentasi, perut buncit, dan hepatomegali. Rambut biasanya kering,
jarang, rapuh, dan depigmentasi, tampak kuning kemerahan. Manifestasi kulit adalah
karakteristik dan berkembang selama berhari-hari dari kulit atrofi kering dengan area
pertemuan hiperkeratosis dan hiperpigmentasi, yang kemudian membelah ketika
diregangkan, mengakibatkan erosi dan kulit eritematosa yang mendasarinya.
- Kwashiorkor marasmik
17
3.1.6 Penegakan Diagnosis
A. Anamnesis
Kejadian mata cekung yang baru saja muncul, lama dan frekuensi diare dan
muntah, tampilan muntah dan diare, terakhir berkemih, kapan tangan dan kaki teraba
dingin, Pola makan sebelum sakit, Riwayat ASI, Asupan makan dan minum beberapa
hari terakhir, Hilangnya napsu makan, Kontak dengan pasien campak atau tb paru,
Riwayat campak 3 bulan terakhir, Batuk kronik, Kejadian kematian saudara kandung,
BB lahir, Riwayat tumbuh kembang, Riwayat imunisasi, Apakah ditimbang tiap bulan,
Lingkungan keluarga, Riwayat HIV.3
B. Pemeriksaan Fisik
18
Gambar 5. Tabel anamnesis dan pemeriksaan fisik pada anak dengan gizi buruk
3.1.7 Tatalaksana
A. Pencegahan
Prinsip Umum
b. Pemenuhan kebutuhan gizi balita yang dimulai dari sejak lahir, dengan
“standaremas makanan bayi”:
o Inisiasi menyusu dini (< 1 jam setelah lahir);
o ASI eksklusif dalam 6 bulan pertama kehidupan;
o Makanan pendamping ASI (MP-ASI) mulai diberikan pada usia 6 bulan dan
diberikan secara: i) tepat waktu; ii) kandungan gizi cukup dan seimbang; iii)
aman; dan iv) diberikan dengan cara yang benar;
19
o ASI dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun atau lebih.
Kapasitas lambung balita usia 2-32 bulan adalah 25-30 ml/kg, sehingga belum
dapat menampung makanan dalam jumlah besar. MPASI yang diberikan harus berupa
makanan padat gizi sesuai dengan kebutuhan anak dengan volume yang tidak terlalu
besar. Minyak atau lemak merupakan sumber energi yang efisien bagi tambahan
MPASI tanpa memperbesar jumlah/volume makanan. Proporsi lemak yang dianjurkan
agar MPASI menjadi makanan padat gizi ialah sebanyak 30-45% dari total kebutuhan
energi per hari.
20
Usia Total Kalori /hari
600 kkal/hari dengan porsi ASI 60-70%, MPASI 200 kkal dankandungan
6-8 bulan
lemak 30-45% dari kebutuhan energi.
800 kkal/hari dengan porsi ASI 60-70%, MPASI 300 kkal dankandungan
9-11 bulan
lemak 30-45% dari kebutuhan energi.
1100 kkal/hari dengan porsi ASI 30-40%, MPASI 550 kkal dan
12-23 bulan
kandungan lemak 30-45% dari kebutuhan energi.
b. Pencegahan Penyakit
B. Tatalaksana
21
Terdapat 4 fase perawatan dan pengobatan gizi buruk pada balita yaitu :
a. Fase Stabilisasi
Merupakan fase awal perawatan yang terjadi pada 1-2 hari, namun dapat berlanjut
sampai 1 minggu seseuai kondisi klinis anak. Pemantauan fase stabilisasi dilakukan
dengan memantau tanda vital, tanda bahaya, derajat edema, asupan formula, frekuensi
defekasi, konsistensi feses, volume urin dan berat badan.
b. Fase Transisi
Merupakan masa peralihan dari fase stabilisasi ke fase rehabilitasi dengan tujuan
memberi kesempatan bagi tubuh untuk beradaptasi terhadap pemberian energi dan
protein yang semakin meningkat. Pemantauan pada fase transisi sama seperti pada fase
stabilisasi.
c. Fase Rehabilitasi
Merupakan fase pemberian makanan untuk tumbuh kejar. Pemberian energi sebesar
150-220 kkal/kgBB/hari dalam bentuk F100 atau RUTF, bertahap ditambah makanan
yang sesuai berat badan. Biasanya berlangsung selama 2-4 minggu. Kemajuan terapi
dinilai dari kenaikan berat badan setelah fase transisi dan mendapat F100 atau RUTF.
Pemantauan dilakukan dengan mencatat asupan formula dan kenaikan Berat badan.
Pada fase ini perawatan dapat dilakukan di layanan rawat jalan dan rawat inap.
22
10 Tatalaksana Gizi Buruk3
Tanda Tatalaksana
Sadar Berikan larutan Glukosa 10% atau larutan gula
50 ml
23
Tidak Sadar Berikan Larutan dekstrosa/ Glukosa 10% IV,
5 ml x kgBB Selanjutnya berikan larutan
Glukosa 10% atau larutan gula pasir 10% secara
oral atau NGT (bolus) sebanyak 50 ml
Syok Beri cairan iv berupa infus Ringer Laktat dan
Glukosa 10% perbandingan 1:1 (= RLG 5%)
sebanyak 15 ml x kgBB untuk 1 jam
Berikan Larutan Dekstrosa/ Glukosa 10% secara
intravena (iv) sebanyak 5 ml x kgBB
*) 5 gram gula pasir (= 1 sendok teh munjung) + air matang s/d 50 ml
2. Atasi/cegah hipotermia
Suhu aksiler < 36 C (ukur selama 5 menit). Biasanya terjadi bersama-sama
dengan hipoglikemia. Bila terjadi hipotermia dan hipoglikemia merupakan tanda dari
adanya infeksi sistemik serius. Cadangan energi balita gizi buruk sangat terbatas tidak
mampu memproduksi panas untuk mempertahankan suhu tubuh. Pertahankan suhu
tubuh balita gizi buruk dengan cara menyelimuti tubuhnya dengan baik. Tindakan
menghangatkan tubuh merupakan usaha penghematan penggunaan cadangan energi.
24
Suhu Tatalaksana
36 – 37,0 ºC 1. Tutuplah tubuh balita termasuk kepalanya
yang basah
mencapai 37ºC
3. Atasi/cegah dehidrasi
Semua balita gizi buruk dengan diare atau penuruanan jumlah urin dianggap
mengalami dehidrasi. Pada dehidrasi ringan atau sedang upayakan memberi terapi
rehidrasi oral, cairan diberikan melalui pipa nasogastrik hingga anak bisa minum. Cara
mencegah dan mengatasi dehidrasi dengan memberi ReSoMal (rehidration
25
solution for malnutrition) yang terbuat dari oralit yang diencerkan, gula pasir,
larutanelektrolit/mineral mix dan air.
- Oralit : oralit harus diencerkan 2 kali agar kadar natrium menjadi lebih rendah untuk
menghindari terjadinya retensi air, edema dan gagal jantung
Bila anak diare, maka pemberian ReSoMal diberi setiap kali anak diare. Bila
anak usia <2 tahun : 50-100 ml setiap diare. Bila anak usia >2 tahun : 100-200 ml setiap
kali BAB.
Gambar 9. cara membuat cairan ReSoMal bila lauratan mineral mix tidak tersedia
26
5. Obati Infeksi
Balita gizi buruk seringkali menderita infeksi namun sering tidak ditemukan
tanda/gejala infeksi bakteri seperti demam. Oleh karena itu, semua balita gizi buruk
dianggap menderita infeksi pada saat datang ke fasilitas kesehatan dan segera diberi
antibiotik. Hipoglikemia dan hipotermia seringkali menjadi tanda infeksi yang berat.
Tatalaksananya : (1) Antibiotik spektrum luas pada semua balita gizi buruk (2)
imunisasi campak jika balita berusia >= 6 bulan dan atau belum pernah diimunisasi
atau mendapat imunisasi campak sebelum usia 9 bulan. Imunisasi dapat diberikan
sebelum anak pulang dari tempat perawatan (fase rehabilitasi).
- Amoksisilin 15 mg/kgBB p.o tiap 8 jam selama 5 hari. Bila berat badan bayi <3 Kg,
pemberiannya menjadi tiap 12 jam. Jika Amoksisilin tidak tersedia, beri Ampisilin 50
mg/kg po setiap 6 jam selama 5 hari.
- Bila ada infeksi khusus, antibiotika khusus sesuai dengan penyakitnya. Misalnya TB.
o Zat besi atau Fe baru boleh diberikan setelah memasuki Fase Rehabilitasi
karena biladiberikan pada fase sebelumnya zat besi dapat memperberat
infeksi.
o Zat Besi atau Fe diberikan setiap hari selama 4 minggu atau lebih
o Dosis Fe : 1 – 3 mg Fe elemental/kg berat badan/hari
27
7. Makanan untuk Fase Stabilisasi dan Transisi
Gambar 10 Kebutuhan Zat Gizi Anak Gizi Buruk menurut Fase Pemberian Makanan
Pada fase rehabilitasi terjadi pemulihan jaringan tubuh sehingga dibutuhkan energi
dan protein yang cukup, diberikan energi 150-220 kkal/kgBB/hari, protein 4-6
gr/kgBB/hari. Terapi gizi dapat diberikan f100 atau RUTF yang secara bertahap
ditambah makanan padat gizi.
Bila balita keluar dari rawat inap setelah sembuh maka dianjurkan untuk kontrol
pada 1 x /minggu pada bulan pertama, 1x/2minggu pada bulan kedua, selanjutnya
1x/bulan sampai 6 bulan atau lebih. Anjurkan juga untuk melengkapi imunisasi dasar
ataupun ulangan sesuai Program Pengembangan Imunisasi.
28
Penilaian kemajuan
Kemajuan terapi dinilai dari kecepatan kenaikan berat badan setelah Fase Transisi
dan mendapat F-100 atau RUTF.
Timbang dan catat berat badan setiap pagi sebelum diberi makan. Hitung dan catatkenaikan
berat badan setiap 3 hari dalam gram/kgBB/hari.
Bila kenaikan berat badan:
a. Kurang, yaitu bila kenaikan berat badan kurang dari 5 g/kg BB/hari atau
<50g/kgbb/minggu, balita membutuhkan penilaian ulang lengkap;
b. Sedang, yaitu bila kenaikan berat badan 5-10 g/kg BB/hari, perlu diperiksa
apakahtarget asupan terpenuhi, atau mungkin ada infeksi yang tidak terdeteksi;
c. Baik, yaitu bila kenaikan berat badan lebih dari 10 g/kg BB/hari atau ≥
50 g/kgBB/per minggu
Kriteria pulang dari layanan rawat inap dan pindah ke layanan rawat jalan:
a. Tidak ada komplikasi medis
b. Edema berkurang
c. Nafsu makan baik
d. Secara klinis baik.
Kriteria pindah dari layanan rawat inap ke layanan rawat jalan tidak berdasarkan
kriteria antropometri tapi berdasarkan kondisi klinis.
Kriteria sembuh untuk balita gizi buruk (selama 2 minggu berturut-turut):
29
Bila balita gizi buruk masuk dengan bilateral edema, maka kriteria sembuh adalah:
(1) LiLA ≥ 12.5cm (hijau)
Ibu/pengasuh :
1. Sudah dapat membuat makanan yang diperlukan untuk tumbuh kejardirumah
2. Ibu sudah mampu merawat serta memberikan makan dengan benar kepada
anaknya
i. Komplikasi
Dampak Gizi Buruk
a. Jangka pendek: meningkatkan angka kesakitan, kematian dan disabilitas.
b. Jangka panjang: dapat berpengaruh tidak tercapainya potensi yang ada ketika
dewasa; perawakan pendek, mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, menurunkan
kecerdasan, produktivitas kerja dan fungsi reproduksi; serta meningkatkan risiko
(pada usia dewasa) untuk mengalami obesitas, menderita diabetes, hipertensi,
penyakit jantung, keganasan dan penyakit generatif lainnya.
30
Gambar 11. Dampak Gizi Buruk
Gizi pada janin dan bayi, faktor infeksi dan faktor lingkungan lainnya, serta faktor
genetik dapat berdampak seperti :
b. Gangguan pertumbuhan otot dan tulang, serta komposisi berat dan tinggi badan
yang berakibat gangguan imunitas dan kapasitas kerja pada jangka panjang.
Prevalensi SBS adalah 3 – 4 orang/1 juta orang. Angka kejadian SBS mencapai
15% dari penderita yang melakukan reseksi usus dengan ¾ dari kasus ini hasil dari
reseksi usus massif dan ¼ adalah dari beberapa reseksi berurutan. (Seetharam, 2011).
Meski secara keseluruhan kejadian SBS hanya 1200 / 100.000 kelahiran hidup, tingkat
kematian penyakit ini cukup tinggi. Angka kematian anak dengan SBS mencapai 11%
(Duro, 2008).6
Pasien yang memerlukan reseksi usus akan mengalami SBS. Kondisi pasien
yang dapat mengalami SBS adalah pasca operasi pengangkatan usus (25%), iradiasi/
kanker (24%), penyakit pembuluh darah masentrik (22%), Crohn’s disease (16%)
dan penyebab tumor jinak yang lain (13%).
Manifestasi dari SBS disebabkan oleh:
1. Kehilangan luas permukaan absorpsi
2. Kehilangan site-specific proses transportasi
3. Kehilangan site-specific sel endokrin dan hormon gastrointestinal
4. Kehilangan valvula ileocecal (Seetharam, 2011)
32
Gambar 12. Etiologi SBS pada Anak
Akibat utama dari reseksi extensif usus adalah hilangnya luas permukaan
absorbsi yang akan menyebabkan malabsorbsi makronutrien, mikronutrien, elektrolit
dan air. Kebanyakan makronutrien diserap pada 100 – 150 cm proximal usus.
Mikronutrien diserap dari daerah khusus di dalam usus halus. Sisa-sisa panjang usus
berhubungan dengan derajatkeparahan penyakit ini. Reseksi setengah dari usus halus
dapat ditoleransi tubuh dengan baik. SBS akan terjadi pada penderita dengan
kehilangan dua pertiga dari usus halus. Nutrisi parenteral permanen diperlukan pada
penderita dengan panjang usus halus kurang dari 120 cm (tanpa ileum terminal) dan
kurang dari 60 cm (dengan ileum terminal). Selain itu, kehilangan luas permukaan
absorbsi usus menyebabkan malabsorbsi air dan elektrolit yang bermanifestasi sebagai
diare volumik, hipovolemia, hiponatrimia dan hipokalemia (Seetharam, 2011).
Penyerapan beberapa mikronutrien tergantung pada tempat tertentu di usus halus. Besi,
fosforus dan vitamin larut air kebanyakannya diserap pada usus halus proksimal
sedangkan kalsium dan magnesium di distal usus halus. Akibat kehilangan dari
sebagian atau keseluruhan dari ileum, malabsorpsi vitamin B12 dan garam empedu
akan terjadi. Bahkan dapat terjadi defisiensi hormon Gastrin, cholecystokinin, secretin,
gastric inhibitory polipeptide dan motilin yang dihasilkan oleh sel endokrin pada
traktus gastrointestinal proksimal. Pada penderita SBS, kekurangan hormon tersebut
adalah normaldan akan menyebabkan kekosongan gaster dengan cepat, pemendekan
waktu transit usus dan hipergastrinemia. Dengan adanya valvula ileoceacal, akan
meningkatkan fungsi kapasitas sisa usus (Seetharam, 2011).5
33
3.2.3 Tanda dan Gejala Short bowel syndrome
Hal ini adalah tujuan utama dalam manajemen SBS. Kehilangan cairan dan
elektrolit dari traktus gastrointestinal mungkin terjadi lebih berat pada saat awal post
operatif dan memerlukan perhatian dan pergantian cairan serta elektrolit. Terapi nutrisi
parenteral diperlukan pada saat awal post operatif dan nutrisi enteral harus diberikan
dengan sedini mungkin (Seetharam, 2011).
Penderita dengan reseksi ileum yang terkontrol (kurang dari 100 cm) boleh
diberikan makanan solid yang intak pada saat akhir fase post operatif. Penderita ini
akan mengalami diare atau steatorrhea dengan asupan makanan diet yang reguler
karena malabsorpsi lemak, dimana akan menyebabkan kekurangan vitamin larut lemak,
vitamin B12, kalsium dan magnesium. Kekurangan dari nutrisi ini harus dilihat dan
harus ditambah jika diperlukan. Tatalaksana nutrisi menjadi lebih penting jika terjadi
diare, dimana diare adalah normal pada penderita SBS, dan mungkin berhubungan
dengan hipersekresi asam lambung, waktu transit usus cepat dan malabsorbsi lemak.
Adapun tipe diet yang digunakan pada Short bowel syndrome adalah:
a. Formula enteral
Karbohidrat: biasanya tidak dapat ditoleransi baik karena keterbatasan mukosa
areaabsorpsi dan menimbulkan peningkatan osmotik pada usus halus distal dan
kolon sehingga sebaiknya diberikan tidak melebihi 40% dari kalori dan bebas
34
laktosa.
b. Parenteral Nutrisi
Penggunaan parenteral nutrisi bertujuan sebagai sumber utama nutrisi karena
penyerapan nutrisi pasien dari saluran cerna terganggu dan mencegah deplesi nutrisi
pada pasien yang tidak mampu mentoleransi nutrisi enteral. Parenteral nutrisi
sebaiknya diberikan dengan menggunakan jalur sentral dan dilakukan evaluasi setiap
2-3 minggu berupa pemeriksaan klinis, berat badan, tinggi badan, laboratorium dan
nilai intake.7,8
35
BAB IV
ANALISIS KASUS
36
dibuktikan dari foto thorax dalam batas normal, kultur urin, dan kultur darah pasien
hasilnya biakan negatif.
Tatalaksana gizi buruk yang didapatkan pasien adalah tatalaksana dalam fase
stabilisasi (2 hari), fase transisi (sampai hari ke-7) dan fase rehabilitasi. Pemberian
energi, protein dan cairan sesuai fase yang sedang dijalani. Peningkatan berat badan
harian dalam kriteria baik yaitu lebih dari 10 gr/kgbb/hari.
37
BAB V
KESIMPULAN
Kasus ini merupakan gizi buruk yang terjadi pada anak dengan Short bowel syndrome
e.c. reseksi usus halus akibat volvulus. Kondisi SBS menyebabkan malabsorpsi nutrien
sehingga menyebabkan pasien menderita gizi buruk. Intake dan nafsu makan pasien baik
sebelum maupun sesudah di operasi, sehingga dipikirkan faktor penyebab gizi buruk pasien
adalah kondisi SBS yang dialami. Saat di rawat inap telah diberikan tatalaksana gizi buruk
berdasarkan 3 fase yaitu fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi dan juga menerapkan 10
langkah tatalaksana gizi buruk. Peningkatan berat badan harian pada pasien secara umum dalam
kategori baik. Pada pasien tidak ditemukan adanya tanda-tanda infeksi.
38
DAFTAR PUSTAKA
39