Anda di halaman 1dari 53

HUBUNGAN ADIKSI INTERNET TERHADAP POLA TIDUR

MAHASISWA PRE-KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UIN


SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mendapat Gelar


SARJANA KEDOKTERAN

DISUSUN OLEH:

MALIKAH JAWHARAH SAID


11181330000027

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH


JAKARTA
1441 H/2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Istilah Adiksi Internet (Internet Addiction Disorder) merupakan suatu kondisi patologi,
gangguan obsesif/ kompulsif, yang mendorong seseorang untuk menggunakan teknologi ini secara
berlebihan. Kecanduan internet ini sulit untuk dihilangkan karena terkait dengan mengejar
kesenangan dan kebahagiaan. Hal tersebut dapat berdampak buruk terhadap kehidupan orang
sehari-hari, seperti kurangnya minat dengan kegiatan sehari-hari, menjadi individu yang pasif,
mengalami perubahan suasana hati (mood modification), toleransi (tolerance), penarikan diri
(withdrawal), perselisihan (conflict), dan kemungkinan terjadi kembali ke kebiasaan buruk
(relapse)1.

Berdasarkan survei dari 148 negara2 menemukan bahwa pada tahun 2011 sebanyak 32% orang
dewasa pernah mengakses internet. Persentase tersebut meningkat cukup signifikan. Mayoritas
mereka menggunakan internet untuk mengakses e-mail, mengobrol (chatting), pesan singkat
(instant messaging), penelitian (researching), belanja (shopping), dan media sosial3. Tidak hanya
orang dewasa, jumlah remaja di Amerika Serikat yang mengakses internet juga cukup banyak.
Berdasarkan Youth Risk Behavior Survey, pada tahun 2013 remaja di Amerika Serikat mengalami
peningkatan yang cukup signifikan di mana penggunaan internet oleh remaja terdapat 41,3% 4, yang
menghabiskan waktu online pada hari aktif masuk sekolah. Jenis penggunaan internet yang paling
sering adalah game online, mewakili 50,9% pengguna internet dan layanan informasi, mewakili
46,8%5.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada tahun 2017 di tiga provinsi, yaitu DKI
Jakarta, Banten dan Jawa Barat dengan menggunakan dan mengembangkan kuesioner Youth Risk
Behavior Survey versi terjemahan bahasa Indonesia didapatkan bahwa sebagian besar pengguna
internet berkisar antara usia 15 sampai 18 tahun (94,7%) dari 2071 responden. Selain itu diketahui
sekitar 1868 (90%) siswa yang menggunakan internet dalam 30 hari terakhir. Dari mereka, terdiri
dari 93% perempuan dan 87% laki-laki. Berdasarkan jenis kelamin, mahasiswi lebih sering setiap
hari menggunakan internet selama 30 hari terakhir dibandingkan laki-laki. Kelompok etnis
mahasiswa pada umumnya adalah Jawa (56%) dan umumnya beragama Islam6.

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat angka penggunaan internet di
Indonesia dengan responden berusia di atas 13 tahun telah mencapai 171,17 juta jiwa dari total
populasi Indonesia 264,16 juta orang (64,8%) pada akhir tahun 2018. Hasil catatan APJII untuk
pengguna internet tahun 2018 sedikit berbeda dari proyeksi pertumbuhan pengguna internet pada
tahun 2017 yaitu sebesar 143,26 juta jiwa. Survei ini terbagi menjadi di enam wilayah besar di
Indonesia yaitu Jawa, Bali-Nusa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku-Papua. Wilayah
Jawa menduduki presentase penggunaan internet sebesar 55,70%. Ditinjau dari durasi penggunaan
internet, 19,60% pengguna mengakses internet lebih dari delapan jam per hari 7. Sebagian dari
mereka berstatus sebagai mahasiswa, baik mahasiswa program sarjana, maupun pasca sarjana. Hal
ini dikarenakan tuntutan akademis dan aktivitas lain yang memaksa mahasiswa untuk mencari
informasi tambahan melalui internet dan mungkin juga disebabkan oleh kesibukan dan aktivitas
yang banyak dari mahasiswa yang membuat mereka mencari hiburan melalui internet 7.

Adanya teknologi internet berdampak besar bagi kehidupan manusia pada era digital yang terus
berkembang ini, dan mempengaruhi generasi saat ini. Aksesibilitas internet menimbulkan risiko
penggunaan Internet yang berlebihan, dimana perkembangan remaja banyak yang tidak sesuai
dengan tugas-tugas perkembangannya. disebabkan banyak faktor, salah satunya kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi sehingga tidak bisa terlepas dari internet atau media sosial yang sangat
mudah dijelajahi dan tidak memiliki batas ruang dan waktu89.

Adapun dampak dari adiksi internet dapat dilihat dalam bidang akademik, hubungan
(relationship), pekerjaan (occupational), keuangan (financial), fisik, gangguan tidur, kecemasan dan
mendapatkan masalah psikologi yang serius di kemudian hari. Begitupun dengan mahasiswa karena
mahasiswa identik dengan perangkat computer, laptop maupun gadget seperti handphone atau
smartphone, dan Tablet Mobile Phone yang memudahkan mereka dalam mengakses internet.
Dengan mudahnya mengakses internet tentunya kecenderungan mengalami kecanduan internet
semakin besar pada mahasiswa10.

Gangguan pola tidur pada mahasiswa adalah keadaan saat mahasiswa merasakan kesulitan tidur,
tidur tidak tenang, kesulitan menahan tidur, sering terbangun di pertengahan malam, dan sering
terbangun di awal. Keadaan tersebut bisa berlangsung selama beberapa hari atau beberapa minggu
yang dialami mahasiswa yang masih aktif kuliah11. Berdasarkan penelitian, Prevalensi gangguan
tidur di dunia diperkirakan antara 5-15%12. Sedangkan gangguan tidur di Indonesia sekitar 10%
yang berarti 28 juta dari total 256,2 juta penduduk Indonesia13.

Berbagai hasil penelitian telah menunjukkan hubungan antara adiksi internet dan gangguan tidur
sehingga mengurangi waktu tidur14, kecenderungan untuk tidur larut15, insomnia16, peningkatan
kelelahan17, dan kantuk di siang18. Selain itu, paparan cahaya terang telah dikaitkan dengan
penekanan sekresi melatonin dan penundaan tidur dan terjaga, yang dapat meningkatkan kesadaran
dan gangguan tidur1920.
Melihat dampak dari kecanduan internet khususnya dalam pola tidur. Oleh karena itu penulis
merasa tertarik untuk meneliti hubungan kecanduan internet terhadap pola tidur Mahasiswa Pre-
Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta perlu
dilaksanakan.

1.2. Rumusan Masalah


Mengetahui apakah terdapat hubungan Adiksi Internet terhadap Pola tidur Mahasiswa Pre-klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.3.Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan umum
Mengetahui terdapat hubungan Adiksi Internet Terhadap Pola Tidur Mahasiswa Pre-Klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.4.2 Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi Mahasiswa Pre-Klinik yang menderita Adiksi Internet di Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
b. Mengidentifikasi Pola Tidur Mahasiswa Pre-Klinik Fakultas Kedokteran Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
c. Menganalisis hubungan Adiksi Internet terhadap Pola Tidur Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.4. Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi informasi bagi ilmu psikologi atau kejiwaan
mengenai hubungan antara adiksi internet terhadap pola tidur, khususnya pada mahasiswa.
1.5.2 Manfaat praktis
a. Bagi Peneliti : mengetahui tingkat adiksi internet dan ada tidaknya hubungan
dengan pola tidur pada mahasiswa pre- klinik Fakultas Kedokteran UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
b. Bagi Institusi : diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk mengambil
pencegahan atas dampak negatif pengunaan internet, terutama pola tidur.
c. Bagi Masyarakat : hasil penelitian diharapkan dapat menjadi salah satu media untuk
mempromosikan pentingnya menerapkan kebiasaan tidur yang baik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Internet Addiction
2.1.1 Definisi Internet Addiction
Istilah Adiksi Internet (Internet Addiction), merupakan suatu ketergantungan seseorang
terhadap "jaringan" sebagai patologi, gangguan obsesif/kompulsif, yang mendorong seseorang
untuk menggunakan teknologi ini secara berlebihan dan mencakup beragam perilaku dan masalah
dengan kontrol impuls. Adiksi Internet menimbulkan keadaan di mana pengguna merasa bahwa
mereka membutuhkan internet dalam kehidupan sehari-hari mereka sehingga dapat menyebabkan
Problematic Internet Use (PIU) 21.
Menurut Young (2009)22, internet addiction/ compulsive internet use/ pathological internet
use merupakan ketidakmampuan individu untuk mengontrol penggunaan internet sehingga dapat
menyebabkan terjadinya masalah psikologis, sosial, dan pekerjaan pada kehidupannya. Individu
dikatakan mengalami kecanduan internet jika dirinya menggunakan internet lebih dari 20 jam
setiap minggu.
Kecanduan internet adalah salah satu gangguan kejiwaan yang ditandai dengan keasyikan
yang berlebihan atau tidak terkontrol terhadap penggunaan komputer dan akses internet yang
menyebabkan gangguan atau distress4. Menurut The American Association Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorder (DSM V)23, internet addiction termasuk ke dalam
gangguan kejiwaan, yaitu Internet Adddiction Disorder23.
2.1.2 Penyebab Adiksi Internet
Adiksi internet termasuk dalam masalah kesehatan mental. Penyebab kecanduan internet paling
sering karena pelampiasan depresi. Keterlibatan dunia maya merangsang pelepasan
neurotransmitter yang bertanggung jawab atas perasaan kepuasan dan relaksasi, seperti oksitosin
dan endorfin.
Beberapa bentuk kecanduan terhadap internet terlihat dari intensi waktu yang digunakan
seseorang untuk terpaku berjam-jam bahkan berhari-hari di depan komputer atau segala macam
alat elektronik yang memiliki koneksi internet. Banyaknya waktu yang digunakan untuk
mengakses internet membuat seseorang lupa akan kehidupan di sekitarnya22.
Alasan mengapa orang menjadi adiksi internet sangat luas. Beberapa teori untuk menjelaskan
gangguan kecanduan berakar pada behavioural explaination, psychodynamic and personality
explanations, sociocultural explanations, and biomedical explanations24.
1) Pandangan behavioural
Hal ini didasari oleh teori operant conditioning24. Dimana subjek dapat diberi imbalan positif,
negatif, atau dihukum karena tindakan mereka. Contohnya adalah seorang individu yang selalu
malu untuk bertemu orang baru dan berkenalan. Bagi individu ini internet akan mewakili sarana
untuk mengalami cinta, benci, kepuasan, dan pemenuhan tanpa berinteraksi tatap muka. Secara
behavioural terbagi menjadi dua kelompok yaitu:
 Non-dependent (pengguna internet secara normal)
Kelompok ini menggunakan internet sebagai sarana untuk memperoleh informasi dan
menjaga hubungan yang sudah terbentuk melalui komunikasi elektronik, selain itu
kelompok non-dependent ini menggunakan internet antara 4 hingga 5 jam per minggu25.
 Dependent (pengguna internet yang adiktif)
Pada kelompok dependent menggunakan internet yang berupa komunikasi dua arah
untuk bertemu, bersosialisasi dan bertukar ide dengan orang-orang yang baru dikenal
melalui internet. Selain itu kelompok dependent menggunakan internet antara 20 hingga
80 jam per minggu dan kelompok ini masuk kedalam kriteria pecandu internet25.
Secara neurobiologis pengaruh behavioural terhadap adiksi internet dikarenakan adanya
defisiensi reward, khususnya dengan berkurangnya aktivitas korteks prefrontal medial ventral dan
keterlibatan jalur mesolimbik dopaminergik26. Sehingga pada korteks orbitofrontal kanan, nukleus
accumbens kanan, korteks prefrontral dorsolateral kanan, dan nukleus kaudatus kanan berbeda
dengan kelompok kontrol27. Selain itu sebuah studi PET menemukan keterlibatan antara
behavioural terhadap kelompok Internet Addicton yaitu terjadinya peningkatan pelepasan
dopamine striatal28.
2) Pandangan psikodinamika dan personalitas
Pandangan ini menjelaskan bahwa sikap adiktif individu berhubungan dengan masa lalunya.
Kejadian yang dialami individu pada pada masa anak-anak dapat mempengaruhi dirinya untuk
mengembangkan perilaku adiktif atau tidak. Subjek atau aktivitas bukanlah hal yang penting dalam
kasus ini, tapi individu, dan apa yang mendasari individu tersebut mengalami perilaku adiktif.
3) Pandangan sosiokultural
Pandangan sosiokultural menggambarkan pecandu menurut ras, jenis kelamin, usia, status
ekonomi, agama, dan negara mereka. Namun, saat ini pernyatan tersebut tidak cukup valid.
Misalnya alkoholisme telah dikatakan lebih umum terjadi pada penduduk asli Amerika, orang
Amerika Irlandia, dan orang- orang Katolik24.
4) Pandangan biomedis
Berhubungan dengan faktor genetik, kongenital, dan ketidakseimbangan kimiawi di otak dan
neurotransmiter24.

2.1.3 Faktor yang mempengaruhi Adiksi Internet


Beberapa ahli menjelaskan bahwa kecanduan internet yang dialami oleh individu dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain sebagai berikut.
1) Kemudahan mengakses internet
Pada masa kini, fasilitas internet sangat mudah didapatkan mulai dari yang gratis hingga
berbayar. Internet dapat diakses di berbagai tempat seperti di sekolah, kampus, tempat kerja, bahkan
di rumah. Internet juga dapat diakses sengan berbagai media seperti komputer, laptop, smartphone,
dan lain sebagainya. Jika individu dapat memanfaatkan penggunaan internet dengan bijak, internet
dapat digunakan untuk mendukung kebutuhan akademik atau pekerjaan. Sebaliknya, penggunaan
internet yang berlebihan dapat menyebabkan berbagai dampak negatif 29.
2) Adanya interaksi dua arah antar pengguna internet
Individu dapat mengalami kecanduan karena terdapat suatu ketertarikan pada keuntungan-
keuntungan yang diberikan oleh internet, salah satunya tersedianya layanan komunikasi. Individu
mendapatkan kesenangan tersendiri saat mereka dapat berinteraksi dua arah melalui dunia maya
dimana hal tersebut tidak bisa mereka dapatkan di dunia nyata30.
3) Kemampuan kontrol diri yang rendah
Menurut Young (1999)31, kontrol diri yang rendah dapat menyebabkan individu tidak mampu
mengatur waktu penggunaan internetnya sehingga terjadi pemakaian yang berlebihan. Kontrol diri
merupakan faktor penting dalam terjadinya kecanduan internet. Individu yang memiliki kontrol diri
rendah cenderung memiliki ketertarikan terhadap respons dari penggunaan internet. Kontrol diri
yang rendah juga dapat mempersulit individu dalam mengatur penggunaan internet mereka22.
4) Kurangnya pengawasan dan kontrol dari luar
Pengawasan yang kurang dari orang-orang di sekitar membuat individu menggunakan internet
secara berlebihan hingga menimbulkan kecanduan32.
5) Sarana pelarian diri dari masalah
Individu beranggapan bahwa saat mereka mengakses internet dan berada dalam dunia maya
terdapat kehidupan lain yang dapat digunakan sebagai media pelarian diri dari masalah yang
dihadapi di dunia nyata. Individu memilih mengakses internet secara berlebihan karena mereka
mendapatkan kenyamanan tersendiri yang tidak bisa didapatkan di dunia nyata33.
Berdasarkan hasil temuan Dr dr Kristiana Siste, Sp. KJ dalam disertasi gelar doktornya di
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, terdapat beberapa faktor lain yang mempengaruhi
dalam adiksi internet3435, yaitu:
1) Keinginan aktualisasi diri
2) Teman sebaya jadi figur penting
3) Pembentukkan identitas diri
4) Beban akademis hingga rasa ingin tahu yang tinggi
5) Meningkatnya tren penggunaan telepon pintar
2.1.4 Tipe Adiksi Internet
Menurut beberapa ahli, ada beberapa tipe kecanduan internet ditinjau dari aktivitas yang
dilakukan, yaitu:
1) Cyber Sexual Addiction
Yaitu keadaan dimana individu kecanduan untuk mengunduh, menggunakan, dan
memperdagangkan materi pornografi di internet. Mereka juga sangat sering terlibat dalam chat
room dewasa, terobsesi oleh seks dunia maya dan materi pornografi maya21.
2) Cyber Relationship Addiction
Yaitu suatu keadaan adiksi dimana individu senang mencari teman maupun relasi secara
online. Individu ini menjadi kecanduan dengan layanan room chat dan seringkali terlibat dalam
hubungan pertemanan maupun perselingkuhan virtual22.
3) Information Overload
Suatu kondisi dimana individu menggunakan internet untuk melakukan web surfing yang
bersifat kompulsif. Penggunaan dapat dalam bentuk pengumpulan data, pencarian data22.
4) Computer Addiction
Merupakan suatu kecenderungan individu berlaku obsesif terhadap game online yang dapat
menimbulkan masalah terhadap kehidupannya22. Guerreschi (2011)36 menjelaskan bahwa pada
tahun 80-an, permainan komputer seperti Solitaire dan Minesweeper yang diprogram ke dalam
komputer menyebabkan permainan komputer obsesif dan menjadi bermasalah dalam pengaturan
organisasi21.
5) Social Network Addiction
Social network addiction merupakan komunitas virtual dimana setiap orang dapat membuat
profil publik atau semi publik. Pada masa ini Facebook adalah jaringan sosial yang paling
terkenal21.
6) Net-compulsion
Individu senang menggunakan layanan yang termasuk dalam net-compulsion, misalnya judi
online, belanja online, maupun perdagangan online22. Kecanduan internet dapat menyebabkan
ketidaknyamanan psikologis dan perubahan perilaku. Para ahli mengatakan bahwa anak-anak,
remaja dan orang dewasa lebih senang mencari kepuasan dengan mengakses internet daripada
melakukan kontak sosial dengan orang lain (teman/ keluarga) 21. Selain itu, kecanduan internet juga
dapat menyebabkan sebuah sindrom yang disebut the online loneliness syndrome21.

2.1.5 Kriteria Adiksi Internet


Seseorang yang mengalami kecanduan internet akan menunjukkan perilaku tertentu. Berikut
pendapat beberapa ahli mengenai kriteria seseorang mengalami kecanduan internet.
1) Griffiths (2008)1
a) Salience
Hal ini terjadi saat penggunaan internet atau permainan video game menjadi aktivitas yang
paling penting dalam kehidupan seseorang, mendominasi pemikiran mereka (kesibukan dan
distorsi kognitif), perasaan (hasrat) dan perilaku (kemunduran perilaku sosial). Misalnya, meski
tidak benar-benar berada di internet, individu tersebut memikirkan kapan dia akan menggunakan
internet kembali37.
b) Mood modification
Hal ini mengacu pada pengalaman subjektif seseorang yang dilaporkan orang sebagai
konsekuensi dari penggunaan internet, dan dapat dilihat sebagai strategi coping (mereka
mengalami "buzz" yang menggembirakan atau "tinggi" atau, paradoks, merasa tenang
"melarikan diri" atau "mati rasa")37.
c) Tolerance
Merupakan proses di mana intensitas penggunaan internet atau bermain video game meningkat
untuk mencapai efek mood modifying sebelumnya. Hal ini berarti bahwa seseorang secara
bertahap meningkatkan jumlah waktu yang mereka habiskan untuk mengakses internet37.
d) Withdrawal Syndrome
Withdrawal syndrome merupakan keadaan perasaan tidak menyenangkan yang terjadi saat
penggunaan internet dihentikan atau tiba-tiba berkurang37.
e) Conflict
Mengacu pada konflik antara pengguna internet dan orang-orang di sekitar mereka
(interpersonal conflict), konflik dengan kegiatan sehari-hari, pekerjaan, tugas sekolah,
kehidupan sosial, hobi dan minat atau dari dalam individu itu sendiri (konflik intrapsik dan/ atau
perasaan subjektif kehilangan kontrol) yang peduli dengan menghabiskan terlalu banyak waktu
terlibat dalam penggunaan internet37.
f) Relapse
Merupakan kecenderungan untuk melakukan hal yang sama dengan pola sebelumnya37.
2) F. Saliceti (2015)21
Gejala perilaku yang paling jelas terlihat pada orang yang kecanduan internet antara lain:
1. Perlu menghabiskan lebih banyak waktu di Internet untuk merasa puas.
2. Kurangnya minat dalam semua kegiatan kecuali internet.
3. Ketika penggunaan internet dikurangi atau terganggu, mengalami agitasi psikomotor,
kecemasan, depresi.
4. Pemikiran obsesif tentang apa yang terjadi di internet.
5. Kebutuhan untuk selalu login ke internet lebih sering dan lebih lama dibandingkan dengan
apa yang direncanakan sebelumnya.
6. Banyak membuang waktu untuk aktivitas terkait internet.
7. Terus menggunakan internet walaupun individu tersebut sadar telah terjadi masalah
kesehatan, sosial, psikologis pada dirinya.
3) Kimberly Young (2009)22
1. Withdrawl Syndrome: merasa gelisah, murung, marah, bahkan depresi ketika mencoba
untuk mengurangi atau menghentikan penggunaan internet.
2. Loss of Control: merasa sibuk dengan internetnya.
3. Priority Enhancement: berani melakukan pengorbanan demi internet.
4. Negative Consequences: berbohong dan melakukan hal-hal yang merugikan orang lain demi
mencapai kepuasan dalam mengakses internet.
5. Mood Modification: merasa membutuhkan internet dan akan menambah waktu penggunaan
demi mencapai kepuasan.
6. Salience: mengakses internet lebih lama dari yang direncanakan.
7. Impairment: berulang kali mencoba untuk mengontrol waktu atau penggunaan internet
namun selalu gagal.
2.1.6 Dampak negatif kecanduan Internet
Pengguna internet terdiri dari semua rentang usia sehingga kecanduan internet dapat terjadi
kepada siapa saja, tidak terkecuali remaja. Remaja memiliki peluang untuk kecanduan internet
karena mereka sedang berada pada masa yang krisis. Faktor kemudahan mengakses internet juga
menjadi alasan remaja menjadi kecanduan32. Young (2009)22 mengatakan bahwa kecanduan
internet dapat menimbulkan dampak buruk bagi remaja karena penggunaannya yang telah
melebihi batas wajar. Dampak dari kecanduan internet tidak jauh berbeda dengan kecanduan
terhadap obat-obatan, alkohol, atau judi. Young (1999)31 menjelaskan dampak negatif dari
kecanduan internet sebagai berikut.
1) Kondisi fisik
Kondisi fisik orang yang mengalami kecanduan internet dapat terganggu karena sesi online
mereka yang terlalu lama. Individu yang telah kecanduan akan menghabiskan waktu 20 hingga 48
jam per minggu dengan waktu 15 jam per sesi online. Hal tersebut dapat berpengaruh terhadap
kesehatan fisik mereka karena dapat menyebabkan berkurangnya waktu tidur. Kecanduan internet
juga dapat menimbulkan beberapa masalah kesehatan lain sepreti nyeri punggung, sakit kepala,
Carpal Turner Syndrome, mata lelah, dan kebiasaan makan yang buruk21.
2) Hubungan sosial
Individu yang kecanduan internet akan menghabiskan banyak waktu mereka dengan mengakses
internet. Hal tersebut berdampak terhadap kehidupan sosial mereka yaitu menurunnya intensitas
interaksi individu dengan dunia nyata. Hal tersebut dapat berdampak memburuknya hubungan
sosial individu dengan orang- orang di sekitarnya maupun dengan keluarga38.
Pierce (2009)38 mengatakan bahwa individu yang mengalami kecanduan internet tidak merasa
nyaman jika harus berbicara dengan orang lain secara tatap muka dan merasa lebih nyaman
berbicara secara online, di mana hal tersebut disebut dengan kecemasan sosial (perasaan cemas
ketika harus berbicara tatap muka).
3) Masalah keuangan
Pengguna internet yang telah mengalami kecanduan akan melakukan segala cara agar selalu bisa
terhubung dengan internet. Untuk dapat selalu terhubung dengan internet, individu rela menabung
demi dapat memenuhi kebutuhan akan akses internet mereka.
4) Kegagalan akademik
Masalah kegagalan akademik dapat terjadi karena individu lebih banyak menggunakan
waktunya untuk mengakses internet baik itu chatting, web surfing, maupun bermain game online
sehingga mereka memiliki waktu yang lebih sedikit untuk belajar.
2.1.7 Psikoterapi Adiksi Internet
Psikoterapi untuk adiksi internet serupa dengan mengobati jenis adiksi lainnya. Hal ini
melibatkan terapi perilaku kognitif (cognitive behavioral therapy), psikoterapi interpersonal
(interpersonal psychotherapy), dan kelompok pendukung (support groups)39.
 Cognitive Behavioral Therapy (CBT) adalah psikoterapi jangka pendek dan berfokus pada
masalah. Ini berfokus pada membantu klien mempertimbangkan hubungan antara
keyakinan, pikiran, dan perasaan serta mengikuti pola dan tindakan perilaku. Para peneliti
telah mendokumentasikan bahwa menggunakan cognitive behavioral therapy (CBT) adalah
pengobatan yang efektif untuk kecanduan internet 40. Cognitive behavioral therapy (CBT)
biasanya membutuhkan waktu 3 bulan pengobatan atau sekitar 12 sesi mingguan 39. Terdapat
tahapan dalam Cognitive behavioral therapy (CBT), yaitu:
1) Modifikasi perilaku (Behavior Modification) adalah tahap awal terapi yang berfokus
pada perilaku dan situasi tertentu di mana gangguan kontrol impuls menyebabkan
kesulitan yang signifikan dan digunakan untuk mengontrol penggunaan internet
kompulsif dan mengurangi waktu yang dihabiskan untuk online oleh pecandu39.

2) Restrukturisasi kognitif (Cognitive Restructuring) merupakan tahap kedua yang


diterapkan untuk mengidentifikasi, menantang, dan menyesuaikan gangguan kognitif
dan keyakinan negatif yang menyebabkan penggunaan Internet secara kompulsif dan
berpengaruh pada perilaku kecanduan40.
3) Terapi pengurangan dampak buruk (Harm Reduction Therapy) adalah tahap ketiga yang
merupakan terapi baru dan belum teruji, yang digunakan untuk kelanjutan pemulihan
dan pencegahan kekambuhan. Terapi ini digunakan untuk mengenali dan
menyembuhkan masalah kejiwaan yang terkait dengan adiksi internet dan menangani
masalah sosial dalam hubungan dengan keluarga, teman sebaya, dan teman. Hal ini
meminimalkan konsekuensi berbahaya dari penyalahgunaan Internet dan membantu
pecandu yang pulih mengembangkan strategi penanggulangan yang baru dan sehat41.
 Interpersonal Psychotherapy (psikoterapi interpersonal) adalah jenis perawatan yang
berkonsentrasi pada peningkatan koneksi interpersonal dan hubungan sosial aktual dengan
teman, orang tua, dan orang lain. Oleh karena itu, terapi ini bertujuan untuk menemukan
metode interaksi baru dan mencakup intervensi berikut: mendorong pengaruh,
mengembangkan teknik dan strategi komunikasi, pemodelan, dan permainan peran40.
 Support Groups (kelompok pendukung) mungkin membantu dalam pengobatan kecanduan
internet. Kelompok pendukung ini harus diterapkan untuk membantu pecandu dalam
mendapatkan dukungan yang tepat yang memfasilitasi pemulihan. Selain itu, konseling
pasangan dapat menjadi bagian penting dari pemulihan di antara pecandu internet, yang
hubungan perkawinan dan keluarganya telah terpengaruh secara negatif oleh kecanduan
internet42.
2.2. Konsep Pola Tidur
2.2.1 Pengertian Tidur
Tidur adalah proses biologis yang bersiklus yang bergantian dengan periode yang lebih lama
dari keterjagaan. Siklus tidur-terjaga mempengaruhi dan mengatur fungsi fisiologis dan respon
perilaku43.
Menurut teori tidur adalah waktu perbaikan dan persiapan untuk periode terjaga berikutnya.
Tidur adalah suatu keadaan yang berulang-ulang, perubahan status kesadaran yang terjadi selama
periode tertentu43.
Selama tidur, dalam tubuh seseorang terjadi perubahan proses fisiologis 44. Perubahan
tersebut antara lain:
a. Penurunan tekanan darah, denyut nadi
b. Dilatasi pembuluh darah perifer
c. Kadang-kadang terjadi peningkatan aktivitas traktus gastrointerstinal.
d. Relaksasi otot-otot rangka
e. Basal metabolic rate (BMR) menurun 10-30 %
Pada waktu tidur terjadi perubahan tingkat kesadaran yang berfluaktasi. Tingkat kesadaran
pada organ-organ pengindraan berbeda-beda. Organ pengindraan yang mengalami penurunan
kesadaran yang paling dalam selama tidur adalah indra penciuman hal ini dapat dibuktikan dengan
banyaknya kasus kebakaran yang terjadi pada malam hari tanpa disadari oleh penghuninya yang
sedang tidur. Organ pengindraan yang mengalami penurunan tingkat kesadaran yang paling kecil
adalah indra pendengaran dan rasa sakit. Ini menjelaskan mengapa orang-orang yang sakit dan
berada di lingkungan yang bising acap kali tidak dapat tidur44.
Tidur tidak dapat diartikan sebagai manifestasi deaktifasi sistem saraf pusat. Sebab pada
saat orang tidur, sistem saraf pusatnya aktif dalam sinkronisasi terhadap neuron-neuron substansia
retikularis dari batang otak. Ini dapat diketahui melalui pemeriksaan electroenchepalogram
(EEG). Alat tersebut dapat memperlihatkan fluktuasi-energi (gelombag otak) pada kertas grafik44.
Tidur sangat berperan penting dalam memainkan fungsi efektif otak. Para peneliti di AS
telah mencobanya pada kucing, namun mungkin pula memberi implikasi ada manusia yang ingin
meningkatkan kemampuan belajar dan mengingat. Pelajar yang sering mengalami mimpi buruk
akan lebih baik jika mendapatkan tidur malam awal dibandingkan tidur setelah larut malam yang
melelahkan. Para ahli juga menemukan bahwa tidur secara dramatis meningkatkan beberapa
perubahan yang terjadi di antara sel-sel saraf di otak44.

2.2.2 Fisiologi Tidur


Fisiologi tidur dibedakan menjadi dua tipe: tidur rapid eye movement (REM) dan non -
rapid eye movement (NREM). Kedua tipe ini ditentukan oleh perbedaan dalam pola
electroencephalogram (EEG), gerakan mata, dan tonus otot45.
Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur yang melibatkan mekanisme serebral
secara bergantian dengan periode yang lebih lama, agar mengaktifkan pusat otak untuk dapat tidur
dan terjaga43. Tidur diatur oleh tiga proses, yaitu: mekanisme homeostasis, Ritme sirkadian dan
ritme ultradian46.
1. Mekanisme homeostasis
Sebuah mekanisme menyebabkan sesorang terjaga dan yang lain menyebabkan tertidur43.
Sistem aktivasi reticular (SAR) berlokasi pada batang otak teratas. SAR terdiri dari sel
khusus yang mempertahankan kewaspadaan dan terjaga. SAR dapat menerima stimulus
sensori visual, auditori, nyeri dan taktil serta aktivitas korteks serebral seperti rangsangan
emosi dan berpikir. Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin
seperti norepinefrin dan pada saat tidur disebabkan adanya pelepasan serum serotonin dari
sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah yaitu Bulbar Synchronizing Regional
(BSR). Sistem pada batang otak yang mengatur siklus dalam tidur yaitu RAS dan BSR.
Tidur REM (Rapid Eye Movement) dimulai dengan meningkatnya asetilkolin, yang
mengaktifkan korteks serebrum sementara bagian otak lain tidak aktif, kemudian tidur REM
(Rapid Eye Movement) diakhiri dengan meningkatnya serotonin dan norpinefrin serta
meningkatkan aktivasi otak depan hingga mencapai keadaan bangun47.
2. Ritme sirkadian
Istilah sirkadian berasal dari bahasa latin “Circa” yang artinya sekitar dan “Dies” yang berarti
satu hari. Ritme sirkadian adalah perubahan fisik, mental, dan perilaku pada suatu
organisme yang terjadi dalam lama periode (dari puncak kembali ke puncak) 24 jam
mengikuti suatu ritme tertentu. Ritme ini menunjukkan proses adaptasi dari organisme
terhadap banyak perubahan yang terjadi karena rotasi bumi pada porosnya, perubahan
cahaya, tekanan udara dan temperatur48.
Ritme sirkadian diarahkan oleh master jam biologis dalam struktur otak tertentu di
hipotalamus yang disebut Suprachiasmatic Nuclei (SCN) yang berada di dalam hipotalamus.
SCN ini berfungsi sebagai jam biologis atau penentu ritme sirkadian. Jalur saraf dari
reseptor-reseptor khusus yang terletak di belakang mata mengantarkan informasi ke SCN
dan memungkinkan SCN merespons perubahan cahaya atau kegelapan sekitar. SCN
kemudian mengirimkan pesan yang membuat otak dan tubuh kita beradaptasi dengan
perubahan-perubahan ini, jam-jam biologis lain juga muncul, terpisah satu sama lain di
seluruh tubuh dan beberapa dapat bekerja secara mandiri, terlepas dari SCN49.
Ritme sirkadian dapat terganggu atau tidak sejalan dengan ritme lainnya ketika rutinas
harian mengalami perubahan. Hal ini dinamakan Desinkronisasi Internal (Internal
Desynchronization) yang terjadi pada mereka yang terbang melewati beberapa zona waktu.
Pola tidur dan terjaga biasanya dapat menyesuaikan diri dengan cepat, tapi siklus temperatur
tubuh dan hormon biasanya membutuhkan beberapa hari untuk kembali ke kondisi normal.
Kelelahan bisa mempengaruhi tingkat energi, keterampilan mental dan koordinasi motorik50.
3. Ritme ultradian
Ritme ultradian merupakan kejadian berulang pada jam biologis yang kurang dari 24
jam. Siklus ultradian pada tahap tidur terdapat dua tahapan, yaitu tidur rapid eye movement
(REM) dan tidur non-rapid eye movement (NREM).
2.2.3 Pola Tidur
Pola tidur yang dimiliki setiap orang seperti halnya jam dimana tubuh individu dapat
memahami kapan waktunya untuk tertidur dan kapan waktunya untuk bangun. Waktu tidur
diatur oleh jam biologis/irama sirkadian yang terletak di kedalaman otak. Ketika jam
biologis menentukan waktu tidur, ini akan bekerja dengan fungsi tubuh lainnya untuk
membantu menyiapkan individu untuk tertidur di malam hari, dan berhentinya berbagai
fungsi tubuh yang berkaitan dengan waktu terjaga atau bangun. Hal ini juga terjadi
kebalikannya ketika individu terbangun.
Setiap orang memiliki siklus bangun tidur yang sudah biasa dilakukan, ini menentukan
kapan waktu yang tepat untuk seseorang tertidur. Waktu tersebut dapat didukung oleh
cahaya lampu atau matahari di siang hari, kebiasaan waktu makan dan aktivitas yang
dilakukan seperti biasanya dalam waktu tertentu setiap harinya. Seseorang yang memiliki
pola tidur- bangun yang teratur lebih menunjukkan tidur yang berkualitas dan performa
yang lebih baik daripada orang yang memiliki pola tidur-bangun yang berubah-ubah46.
Pola tidur-bangun yang berubah-ubah dan apabila individu belum beradaptasi dengan
perubahan tersebut maka akan mengakibatkan gangguan pola tidur. Dimana gangguan pola
tidur merupakan kondisi ketika individu mengalami atau beresiko mengalami perubahan
pada kualitas dan kuantitas pola istirahat yang menimbulkan ketidaknyamanan atau
menganggu gaya hidup yang diinginkan. Kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi beberapa
faktor, seperti penyakit, lingkungan, gaya hidup, stres emosional, dan lain-lain51.

2.2.4 Tahapan dan siklus tidur


 Tahapan tidur
Tahapan tidur berhubungan dengan banyak perubahan elektrofisiologis yang terjadi di
seluruh otak dengan aktivitas listrik yang cepat, tidak beraturan, dan beramplitudo yang
rendah menuju gelombang tinggi. Perubahan ini dapat dilihat dengan menggunakan alat
Electroenchepalograph yang berfungsi untuk memantau aktivitas listrik di otak. Ketika
seseorang dalam keadaan terjaga, pola tidur terlihat pada alat EEG (Electroenchepalograph)
yang menampilkan dua jenis gelombang yaitu gelombang alfa dan beta52.
Gelombang beta menunjukkan bahwa seseorang dalam keadaan terjaga, sedangkan
gelombang alfa adalah gelombang yang terjadi saat kita dalam keadaan rileks tapi masih
terbangun, gelombang ini bersifat lambat, amplitude meningkat dan teratur. Lima tahapan
tidur dibedakan oleh jenis pola gelombang yang terdeteksi oleh alat Electroenchepalograph
(EEG) dan kedalaman tidur bervariasi dari satu tahap ke tahap lainnya. Tahapan siklus tidur
yaitu tahap Non-Rapid Eye Movement (NREM) yang terdiri dari 4 tahap dan tahapan Rapid
Eye Movement (REM)52.
Non-Rapid Eye Movement disebut dengan tidur gelombang lambat atau slow wave sleep.
Jenis tidur ini dikenal dengan tidur yang dalam, istirahat penuh, gelombang otak yang lambat,
atau juga dikenal dengan tidur nyenyak. Ciri–ciri tidur nyenyak adalah bangun segar, tanpa
mimpi, atau tidur dengan gelombang delta, keadaan istirahat penuh, tekanan darah menurun,
frekuensi napas menurun, pergerakan bola mata melambat, mimpi berkurang, dan
metabolisme turun. Tidur NREM terdiri dari 4 tahap yaitu: tahap I, merupakan tahap transisi
antara bangun dan tidur yang ditandai dengan adanya gelombang teta dengan frekuensi lebih
lambat dan amplitudo lebih besar dari gelombang alfa. Ciri tidur seseorang pada tahap 1
sebagai berikut: rileks, masih sadar dengan lingkungan, merasa mengantuk, bola mata
bergerak dari samping ke samping, frekuensi nadi dan napas sedikit menurun, serta dapat
bangun segera selama tahap ini berlangsung sekitar 5 menit52.
Tahap II, merupakan tahapan tidur yang lebih dalam dri kualitas tidur pada tahap I, dengan
gelombang teta yang lebih lambat dengan gelombang yang berbentuk sangat tajam yang
disebut sleep spindles. Tahap II merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun
dengan ciri sebagai berikut: mata menetap, denyut jantung dan frekuensi napas menurun,
temperatur tubuh menurun, metabolisme menurun, serta berlangsung pendek dan berakhir 10-
15 menit.
Tahap III, ditandai dengan adanya gelombang delta sebesar 50 persen dengan ciri sebagai
berikut: denyut nadi, frekuensi napas, dan proses tubuh lainnya melambat. Hal ini disebabkan
oleh adanya dominasi sistem saraf parasimpatis sehingga sulit untuk bangun5152.
Tahap IV, ditandai dengan adanya gelombang delta sebesar 50 persen, tidur delta
merupakan tidur yang paling lelap, ketika seseorang dibangunkan pada tahap ini biasanya
seseorang tersebut akan bingung dan kehilangan orientasi. Tahap IV mempunyai ciri yaitu
kecepatan jantung dan pernapasan turun, jarang bergerak, sulit dibangunkan, gerak bola mata
cepat, sekresi lambung menurun dan tonus otot menurun52.
Tidur Rapid Eye Movement (REM) merupakan tahap aktif dari tidur dan mimpi sering
terjadi pada tahap ini. Saat tidur REM, jika dilihat melalui alat EEG menunjukkan gelombang
cepat mirip dengan gelombang ketika seseorang dalam keadaan rileks dan bola mata saat tidur
bergerak naik turun kanan dan kiri. Tidur REM dapat berlangsung pada tidur malam yang
terjadi selama 5-20 menit, rata-rata timbul 90 menit. Periode pertama terjadi selama 80-100
menit. Ciri tidur REM adalah sebagai berikut: biasanya disertai dengan mimpi aktif, lebih sulit
dibangunkan daripada selama tidur nyenyak NREM, tonus otot selama tidur nyenyak sangat
tertekan, menunjukkan inhibisi kuat proyeksi spinal atas sistem pengaktivasi retikularis,
frekuensi jantung dan pernapasan menjadi tidak teratur, pada otot perifer terjadi beberapa
gerakan otot yang tidak teratur, mata cepat tertutup dan terbuka, nadi cepat dan irregular,
tekanan darah meningkat dan berfluktuasi, sekresi gaster meningkat, dan metabolisme
meningkat, serta tidur ini penting untuk keseimbangan mental, emosi, berperan dalam belajar,
memori, dan adaptasi52.
 Siklus tidur
Pada usia dewasa pola tidur rutin dimulai pada periode sebelum tidur dengan rasa kantuk
yang bertahap. Periode ini secara normal berlangsug 10-30 menit, tetapi seseorang yang
memiliki keluhan sulit tidur akan berlangsung satu jam atau lebih. Ketika seseorang tidur
terjadi 4 - 5 siklus setiap waktu tidur. setiap siklus tidur berakhir selama 80-120 menit. Tahap
NREM 1-3 berlangsung selama 30 menit kemudian diteruskan ke tahap 4 kembali ke tahap 3
dan 2 selama ± 20 menit. Tahap REM muncul sesudahnya dan berlangsung selama 10 menit,
melengkapi siklus yang pertama52.
Gambar 1. Siklus tidur orang dewasa menurut Poter & Perry (2005)43

Tahap pratidur

NREM tahap 1 NREM tahap 2 NREM tahap 3NREM tahap 4

Tidur REM

NREM tahap 2NREM tahap 3

2.2.5 Fungsi dan Tujuan Tidur


Tidur memiliki fungsi dan tujuan yang dapat digunakan untuk menjaga kesehatan mental,
emosional, kesehatan, mengurangi stres pada paru-paru, kardiovaskuler, endokrin, dan lain-lain.
Selama tidur terdapat proses penyimpanan energi yang nantinya dapat digunakan kembali pada
fungsi seluler yang penting. Terdapat dua efek fisiologi dari tidur yaitu efek terhadap sistem saraf
yang dapat memberikan pemulihan kepekaan normal serta keseimbangan di antara berbagai
susunan saraf dan efek terhadap struktur tubuh yang dapat memberikan kesegaran dan pemulihan
organ karena selama proses tidur terjadi penurunan13.
2.2.6 Kebutuhan Pola Tidur
Setiap individu berdasarkan kelompok usia memiliki durasi tidur yang berbeda-beda. Pola
tidur dewasa relatif lebih stabil sepanjang masa dewasa muda hingga dewasa menengah. Siklus
tidur dewasa muda dan menengah terdiri dari tahap 3 mencapai 38%, tahap 4 mencapai 10-15%
serta tahap 2 yang mendominasi sekitar 45-55% dari total tidur. Secara keseluruhan tahapan tidur
dewasa muda dan menengah terdiri dari 75-80% tidur NREM dan 20-25% tidur REM (Library of
Congress Cataloging-inPublication Data, 2012)53. National Sleep Foundation mengajurkan pada
usia dewasa muda untuk tidur dengan waktu 7-9 jam setiap malam dan mencapai tahapan tidur
yang optimal sehingga merasakan segar saat bangun di pagi hari dan tubuh melakukan aktivitas
sesuai fungsinya. Kebutuhan tidur yang cukup tidak ditentukan dari jumlah jam tidur (kuantitas
tidur) tetapi juga kedalaman tidur (kualitas tidur). Seseorang dapat tidur dengan waktu singkat
dengan kedalaman tidur yang cukup sehingga pada saat bangun tidur terasa segar kembali dan
pola tidur demikian tidak akan menganggu kesehatan akan tetapi jika kurang tidur sering terjadi
dan berlangsung terus menerus dapat menganggu kesehatan fisik maupun psikis. Kualitas tidur
seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak
mengalami masalah dalam tidurnya52.
2.2.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Tidur
1. Penyakit
Orang yang sakit memerlukan waktu tidur lebih banyak dari tidur yang normal. Namun
sebaliknya, keadaan sakit menjadikan pasien kurang tidur atau tidak dapat tidur. Misalnya
pada pasien dengan gangguan pernapasan seperti asma, bronkitis, penyakit kardiovaskular,
alzheimer dan penyakit persarafan54.
2. Lingkungan
Lingkungan dapat mendukung atau menghambat tidur. Temperatur, ventilasi,
penerangan ruangan, dan kondisi kebisingan sangat berpengaruh terhadap tidur seseorang55.
3. Motivasi
Keinginan untuk tetap terjaga seringkali berpengaruh terhadap tidur seseorang. Sebagai
contoh adalah saat dimana seorang ingin tetap terjaga ketika melihat pertunjukkan musik,
maka orang tersebut akan tetap terjaga meskipun dalam keadaan lelah56.
4. Stress dan kecemasan
Depresi dan kecemasan seringkali mengganggu tidur. Seseorang yang dipenuhi dengan
masalah mungkin tidak bisa rileks untuk bisa tidur. Kecemasan akan meningkatkan kadar
norepinephrin dalam darah yang akan merangsang sistem saraf simpatis. Perubahan ini
menyebabkan berkurangnya tahap IV NREM dan tidur REM56.
5. Nutrisi
Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat proses tidur. Protein yang
tinggi dapat mempercepat terjadinya proses tidur, karena adanya tryptophan yang
merupakan asam amino dari protein yang dicerna. Demikian sebaliknya, kebutuhan gizi
yang kurang dapat juga mempengaruhi proses tidur, bahkan terkadang sulit untuk tidur57.
6. Obat-obatan dan alcohol
Beberapa obat-obatan berpengaruh terhadap kualitas tidur. Obat-obatan yang
mengandung diuretik menyebabkan Insomnia, anti depresan akan memsupresi REM. Orang
yang minum alkohol terlalu banyak seringkali mengalami gangguan tidur58.
7. Merokok
Nikotin mempunyai efek menstimulasi tubuh dan perokok seringkali mempunyai lebih
banyak kesulitan untuk bisa tidur dibandingkan dengan yang tidak perokok. Dengan
menahan untuk tidak merokok setelah makan malam orang biasanya akan tidur lebih baik.
Banyak perokok melaporkan pola tidurnya menjadi lebih baik ketika mereka berhenti
merokok 59.
8. Chronotype
Dalam ranah kajian kronobiologi atau jam biologis pada tubuh manusia, terdapat dua tipe
yang membedakan pola tidur manusia atau yang disebut Chronotype. Kedua tipe itu adalah
Morning Types dan Evening Types. Perbedaan pola tidur manusia ini sangat erat kaitannya dan
dipengaruhi oleh apa yang dinamakan Ritme Sirkadian60.
2.2.8 Komponen kualitas tidur
1. Kualitas tidur
Kualitas tidur adalah perasaan segar dan siap menghadapi hidup baru setelah bangun
tidur. Konsep ini meliputi beberapa karakteristik seperti waktu yang di perlukan untuk
memulai tidur, frekuensi terbangun pada malam hari, lama tidur, kedalaman tidur dan
ketenangan61. Kualitas tidur menyangkut pengkajian subjektif yaitu beberapa menyegarkan
dan tenangnya tidur mereka dan pengkajian objektif yang dapat diketahui dari rekaman
poligrafi, gerakan pergelangan tangan, gerakan kepala dan mata62.
2. Waktu yang dibutuhkan untuk dapat tidur (sleep latency)
Waktu yang dibutuhkan untuk dapat tidur adalah waktu yang dihabiskan seseorang sejak
munculnya keinginan untuk tidur sampai tercapainya tidur pada tahap REM. Orang yang
dapat beristirahat dengan baik memerlukan waktu 15 hingga 20 menit untuk tertidur 63. Tetapi,
jika seseorang membutuhkan waktu 30 menit sampai berjam-jam untuk bisa tertidur di malam
hari, maka kemungkinan mengalami salah satu masalah tidur64.
3. Total jam tidur
Total jam tidur adalah lamanya waktu tidur dikurangkan dengan lamanya waktu
terbangun saat tidur. Tidur siang hanya dianjurkan jika malam sebelumnya kekurangan tidur.
Karena tidur siang akan mengurangi hutang tidur, padahal hutang tidur diperlukan untuk
meningkatkan dorongan homeostatic untuk tidur. Tidur siang selama 15 menit biasanya sudah
cukup memberikan kesegaran untuk beraktivitas65.
4. Frekuensi terbangun
Frekuensi terbangun adalah sering atau tidaknya seseorang terbangun dari tidurnya yang
dapat dipengaruhi oleh lingkungan ataupun akibat adanya keinginan untuk buang air kecil 66.
Terbangun pada malam hari berpengaruh pada pengurangan total waktu tidur atau lamanya
tertidur. Frekuensi terbangun pada malam hari ini meningkat sesuai penambahan usia.
Pemotongan tidur berpengaruh terhadap kualitas tidur yang tidak adekuat atu kualitas tidur
yang rendah. Kesuliatan untuk kembali tertidur berpengaruh secara nyata terhadap penurunan
jumlah tidur67.
5. Kepuasan tidur
Tidur yang cukup dan berkualitas akan membantu seseorang memiliki energi dan gairah
dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Setiap manusia menghabiskan seperempat sampai
sepertiga dari kehidupannya untuk tidur68. Kepuasan tidur tergantung kondisi lingkungan,
kesehatan fisik, dan kesehatan jiwa69.
6. Perasaan terbangun di pagi hari
Secara normal, orang yang tidurnya cukup akan merasa segar setelah terbangun dari
tidurnya karena tidur berfungsi sebagai penyimpanan energi untuk digunakan pada hari
berikutnya70. Akan tetapi pada pasien yang cemas dimana total waktu tidurnya sudah
berkurang akan menyebabkan perasaan tidak segar setelah terbangun dan rasa kantuk yang
berlebihan di siang hari43.
2.2.9 Jenis Gangguan Tidur
Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III WHO
(PPDGJ III)71, gangguan tidur secara garis besar dibagi dua, yaitu dissomnia dan parasomnia.
Dissomnia merupakan suatu kondisi psikogenik primer dengan ciri gangguan utama pada
jumlah, kualitas, atau waktu tidur yang terkait faktor emosional. Termasuk dalam golongan
ini antara lain adalah insomnia, hipersomnia, dan gangguan jadwal tidur. Parasomnia
merupakan peristiwa episodik abnormal yang terjadi selama masa tidur. Termasuk dalam
golongan ini adalah somnabulisme, teror tidur, dan mimpi buruk. Penggolongan gangguan
tidur lain berdasarkan PPDGJ III adalah gangguan tidur organik, gangguan nonpsikogenik
termasuk narkolepsi dan katapleksi, apnea waktu tidur, gangguan pergerakan episodik
termasuk mioklonus nokturnal, dan enuresis71.
Menurut DSM-V (American Psychiatric Association)72 gangguan tidur dibagi menjadi
insomnia, hipersomnia, narkolepsi, gangguan tidur yang berhubungan dengan pernapasan
(Obstructive Sleep Apnoe Hypopnea, Central Sleep Apnea, Sleep-Related Hypoventilation),
gangguan tidur irama sirkadian, gangguan munculnya tidur NREM, gangguan mimpi buruk,
gangguan tidur REM, restless legs syndrome, gangguan tidur terkait kondisi medis, dan
gangguan tidur yang diinduksi zat.
Berikut merupakan definisi dari beberapa jenis gangguan tidur diatas (DSM-V)72:
a) Insomnia
Insomnia merupakan keadaan tidak dapat tidur atau keadaan terjaga yang abnormal.
Keadaan ini merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan.
b) Hipersomnia
Hipersomnia merupakan keadaan tidur yang berlebihan atau keinginan untuk tidur
yang berlebihan. Keadaan ini terjadi karena lesi pada ventrikulus tertius, tumor otak,
ensefalitis, bronchitis kronis, dan penyakit otot. Hipersomnia juga terjadi pada
kelainan endokrin seperti miksedema dan diabetes insipidus.
c) Narkolepsi
Narkolepsi merupakan serangan mendadak tidur yang tidak dapat dikendalikan.

d) Sleep Apnea Syndrome


Sleep apnea merupakan keadaan berhentinya mendadak pernafasan yang terjadi secara
berulang – ulang selama tidur. Sleep Apnea Syndrome adalah kelainan yang meliputi
fluktuasi kecepatan dan kekuatan respirasi selama tidur REM dengan episode apnea
yang singkat. Apnea disebabkan oleh berkurangnya stimulasi pada pusat pernafasan,
berhentinya gerakan diafragma, obstruksi jalan nafas atau kombinasi semua faktor ini.
Gambaran sindrom ini yang sering ditemukan berupa suara mendengkur yang keras.
e) Mimpi Buruk
Mimpi buruk merupakan keadaan selama tidur, ditandai oleh perasaan tidak enak yang
ekstrim atau ketidaknyamanan atau mimpi menakutkan. Ketidaknyamanan tersebut
dirasakan sebagai tekanan yang berat pada perut atau dada atau gerakan tubuh yang
tidak terkendali. Keadaan ini terutama terjadi pada tidur REM.
f) Somnabulisme
Somnabulisme adalah keadaan bangkit dari tempat tidur dan berjalan dalam kondisi
tidur disebut juga berjalan pada saat tidur atau sleep walking. Keadaan ini bervariasi
bentuknya dari hanya duduk di tempat hingga berjalan dengan mata terbuka. Episode
ini berlangsung selama beberapa menit hingga setengah jam. Somnabulisme terjadi
selama tidur NREM.
g) Enuresis Nokturnal
Enuresis merupakan keadaan buang air kecil di luar kemauan pada saat tidur. Keadaan
ini juga disebut mengompol. Enuresis sering dijumpai pada anak-anak.
h) Kelainan Gerak Selama Tidur
Kelainan gerakan terjadi segera setelah tertidur. Kelainan ini ditandai oleh gerakan
menyentak yang mendadak pada lengan atau tungkai. Sleep start merupakan bentuk
klonus yang bersifat fisiologis. Kelainan gerakan yang lain berupa perbuatan
mengertakkan gigi, membentur-benturkan kepala dan lengan atau tungkai yang terus
digerak-gerakan.

2.3 Pola Tidur Islami


Nabi Muhammad SAW. sebagai tuntunan umat muslim di seluruh dunia telah
mengajarkan berbagai kebaikan sebagai petunjuk bagi umat manusia yang mau
mengamalkan. Tak hanya dalam masalah agama, islam juga mengajarkan bagaimana hidup
sehat ala Rasulullah saw. Hingga masalah tidurpun, Nabi Muhammad SAW. sebenarnya
sudah memberi contoh, bagaimana cara tidur, dan pola tidur yang baik bagi kesehatan 73. Oleh
karena itu, rasul memiliki pola tidur yang cukup sederhana tapi sangat bermanfaat bagi
kesehatan73, di antaranya:
a. Sebelum tidur Rasul bersuci terlebih dahulu. Upaya lain yang dapat meningkatkan
semangat untuk bangun dan tidur dalam melaksanakan ibadah atau sebelum melakukan
aktivitas tidur adalah tidur dengan keadaan suci baik hati maupun badan. Rasulullah
SAW. menganjurkan kepada kita agar tidur dalam keadaan suci karena dalam hal itu
terdapat pahala yang besar74.
b. Rasul sebelum melaksanakan tidur melakukan dzikir sampai jatuh tertidur. Diantara
usaha yang dapat membantu seseorang giat melakukan qiyamullail adalah selalu
berdzikir yang disyariatkan oleh Rasulullah sebelum ia tidur. Serta membaca doa
sebelum tidur itu merupakan benteng yang kuat, yang atas izin Allah dapat menjaga dari
syaitan dan membantu agar bisa tertidur diawal malam dan bangun diawal pagi73.
c. Rasulullah saw mempunyai kebiasaan tidur pada awal malam kemudian bangun pada
permulaan paruh kedua malam. Pada saat itu beliau bangun lalu bersiwak, berwudhu dan
melaksanakan sholat tahajjud (artinya maksimal sekitar pukul 9 malam nabi Muhammad
sudah tidur, dan bangun kira- kira pukul 3 pagi)75.
d. Rasulullah SAW. selalu tidur dalam keadaan miring, terutama dalam posisi miring
kekanan76. Alasan rasul tidur menghadap ke kanan dapat di jelaskan secara ilmiah:
1) Untuk jalan nafas, tidur miring mencegah jatuhnya lidah kebelakang yang dapat
menyumbat jalan nafas. Lain halnya jika tidur pada posisi terlentang maka relaksasi lidah
pada saat tidur dapat mengakibatkan penghalangan jalan nafas, penampakan dari luar
berupa mendengkur. Orang yang mendengkur mengakibatkan tubuh kekurangan oksigen
bahkan dapat terjadi henti nafas untuk beberapa detik yang akan membangunkan orang
yang tidur dengan posisi demikian. Orang tersebut biasanya akan bangun dengan keadaan
pusing karena kurangnya pasokan oksigen ke otak. Tentunya ini sangat mengganggu pola
tidur74.
2) Untuk jantung, tidur miring kesebelah kanan membuat jantung tidak tertimpa
organ lainnya ini karena posisi jantung yang memang berada lebih disebelah kiri. Tidur
bertumpu pada sisi kiri menyebabkan curah jantung yang berlebihan karena darah yang
masuk ke atrium juga banyak, sebab paru kanan berada di atas dan paru kanan
mendapatkan pasokan darah yang lebih banyak dari paru kiri77.
3) Bagi kesehatan paru, paru kiri lebih kecil dibandingkan dengan paru kanan. Jika
tidur miring kesebelah kanan, jantung akan jatuh kesebelah kanan, itu tidak menjadi
masalah karena paru kanan lebih besar, lain halnya jika bertumpu pada sebelah kiri,
jantung akan menekan paru kiri yang berukuran lebih kecil77.
4) Rasulullah SAW. tidak pernah tidur dalam kondisi perut penuh makanan dan
minuman, hal ini dikarenakan dapat menyebabkan sulitnya proses peencernaan,
meningkatkan kadar gas, memicu gangguan pencernaan (dispepsia) dan memperbesar
perut, sehingga mengakibatkan keluar bau tak sedap dari mulut dan nafas77.
2.4 Berharganya Waktu
Begitu berharganya waktu, menyia-nyiakannya adalah bentuk puncak kerugian, bahkan
lebih berbahaya dari kematian78. Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata,

ُ
‫والموت يقطعك عن الدنيا وأهلها‬ َّ ‫إضاعةُ الوقت أش ُّد من الموت ؛‬
،‫ألن إضاعة الوقت تقطعك عن هللا والدار اآلخرة‬

“Menyia-nyiakan waktu lebih berbahaya dari kematian, karena menyia-nyiakan waktu


akan memutuskanmu dari Allah dan negeri akhirat, sedangkan kematian hanya
memutuskan dirimu dari dunia dan penduduknya”. [Al-Fawaid hal 44]78.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan pentingnya
memanfaatkan waktu, sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini:
ُ ‫اس الصِّ َّحةُ َو ْالفَ َرا‬
‫غ‬ ٌ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم نِ ْع َمتَا ِن َم ْغب‬
ِ َّ‫ُون فِي ِه َما َكثِي ٌر ِم ْن الن‬ َ ‫س قَا َل قَا َل النَّبِ ُّي‬
ٍ ‫ع َْن ا ْب ِن َعبَّا‬
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, dia berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Dua kenikmatan, kebanyakan manusia tertipu pada keduanya, (yaitu) kesehatan
dan waktu luang”. [HR Bukhari, no. 5933]78.
Hadits yang mulia ini memberitakan bahwa waktu luang adalah nikmat yang besar dari
Allah Ta’ala, tetapi banyak manusia tertipu dan mendapatkan kerugian terhadap nikmat
ini. Di antara bentuk kerugian ini adalah:
 Seseorang tidak mengisi waktu luangnya dengan bentuk yang paling sempurna.
Seperti menyibukkan waktu luangnya dengan amalan yang kurang utama, padahal ia
bisa mengisinya dengan amalan yang lebih utama79.
 Dia tidak mengisi waktu luangnya dengan amalan-amalan yang utama, yang
memiliki manfaat bagi agama atau dunianya. Namun kesibukkannya adalah dengan
perkara-perkara mubah yang tidak berpahala79.
 Dia mengisinya dengan perkara yang haram, ini adalah orang yang paling tertipu dan
rugi. Karena ia menyia-nyiakan kesempatan memanfaatkan waktu dengan perkara
yang bermanfaat. Tidak hanya itu, bahkan ia menyibukkan waktunya dengan perkara
yang akan menggiringnya kepada hukuman Allah di dunia dan di akhirat79.
Banyak orang mengetahui nilai dan urgensi waktu, dan mengetahui perkara-perkara
bermanfaat yang seharusnya dilakukan untuk mengisi waktu, tetapi karena lemahnya
kehendak dan tekad, sehingga tidak melakukannya. Maka seorang muslim wajib
mengobati perkara ini dan bersegera serta berlomba melaksanakan amalan-amalan shalih,
serta memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala. Jika benar-benar mengerti tujuan hidup,
dan benar-benar memahami nilai waktu, maka seharusnya mengisi waktu dengan perkara
yang akan menjadikan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala7879.
2.5 Kerangka Teori
Tidur memiliki tiga mekanisme, yaitu homeostasis, ritme sirkadian, ritme ultradian 46. Ketiga
mekanisme ini dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu, psikodinamika dan personalitas berupa stress
emosional, lalu faktor sosiokultural yaitu, jenis kelamin, usia, lingkungan, pekerjaan dan gaya
hidup, dan yang terakhir faktor biomedis, diantaranya penyakit, nutrisi, obat, alkohol, dan genetik.
Hal-hal tersebut sangat mempengaruhi sekaligus merupakan penyebab terjadinya gangguan pola
tidur.
Terutama gaya hidup sangat mempengaruhi gangguan pola tidur, baik secara kualitas maupun
kuantitas. Hal tersebut karena sudah menjadi behavioural. Secara neurobiologis dalam behavioural,
jika terjadi penurunan aktivitas korteks prefrontal medial ventral dan keterlibatan jalur mesolimbik
dopaminargik maka merupakan tanda adanya perilaku adiksi internet. Dalam adiksi internet
terdapat kriteri37 yaitu Salience, Tolerance, Mood modification, Withdrawl syndrome, Conflict dan
Relaps.

Karena adanya adiksi internet mengakibatkan penurunan Rapid Eye Movement (REM) sehingga
sering terjaga dan terbangun saat siklus tidur yang akan mempengaruhi gangguan mekanisme tidur
yaitu pada mekanisme ritme sirkadian, dimana adanya gangguan ritme sirkadian ini menyebabkan
gangguan pula pada proses keluarnya neurotransmitter serotonin dan kortisol, sehingga terjadilah
gangguan pola tidur. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2. Berikut,
Gambar 2. Kerangka Teori

Tidur

Homeostasis Ritme Ultradian Ritme Sirkadian

Psikodinamika dan Sosiokultural Biomedis


personalitas
Jenis kelamin Penyakit
Stress Emosional
Usia Nutrisi
Lingkungan Obat

Pekerjaan Alkohol

Gaya Hidup Genetik

Kuantitas
Gangguan Pola Tidur
Kualitas

Behavioural
Neurobiologis

Adiksi Internet

Salience Tolerance Mood Withdrawl Conflict Relaps


modification Syndrome

Tidur

Homeostasis Ritme Ultradian Ritme Sirkadian

Psikodinamika dan Biomedis Sosiokultural


personalitas
Penyakit Jenis kelamin
Stress Emosional
Nutrisi Usia

Obat Lingkungan

Alkohol Pekerjaan

Genetik Gaya Hidup

Behavioural

Neurobiologis
Kuantitas Gangguan Penurunan Adiksi Internet
Pola Tidur tidur REM
Kualitas
Salience

Tolerance
Mood
modification

Withdrawl
Syndrome

Conflict

Relaps

Mempertahankan homeostasis
kewaspadaan atau terjaga

Kuantitas Kejadian berulang pada Mekanisme


Pola Tidur Ritme Ultradian
jam biologis Tidur
Kualitas

Proses adaptasi terhadap


Ritme Sirkadian
banyak perubahan
Buruk Baik

Faktor-faktor yang
Gangguan mempengaruhi
Pola Tidur
 Penyakit  Kebutuhan
 Lingkungan  Keinginan
Behavioural Neurobiologis
Gangguan keluarnya  Stress emosional  Keterpaksaan
neurotransmitter  Nutrisi atau tuntutan
serotonin dan kortisol  Obat-obatan/alcohol Berkurangnya aktivitas
 Pekerjaan korteks prefrontal medial
 Gaya hidup Adiksi Internet ventral dan keterlibatan jalur
 mesolimbik dopaminergik
Sering Penurunan
terjaga tidur REM Kriteria:
Faktor-faktor penyebab:
 Salience
 Psikodinamika dan
Terbangun saat  Tolerance
personalitas
siklus tidur
 Sosiokultural (jenis  Mood modification
kelamin, usia, status
ekonomi, akademik dll)  Withdrawl syndrome
 Biomedis (genetik,  Conflict
ketidakseimbangan otak
dan neurotransmitter)  Relaps

Gangguan
mekanisme tidur
Keterangan:
: Mempengaruhi

2.6 Kerangka Konsep


Kerangka konsep ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Adiksi Internet terhadap Pola
Tidur Mahasiswa Pre-Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, maka dapat dibuat kerangka konsep sebagai
berikut:

Faktor-faktor penyebab

Psikodinamika dan Sosiokultural Biomedis


personalitas
Jenis kelamin Penyakit
Stress Emosional
Usia Nutrisi
Lingkungan Obat

Pekerjaan Alkohol

Gaya Hidup Genetik

 Tidak pernah Gangguan Pola Tidur


 Jarang
 Sering
 Selalu
Adiksi Internet

 Normal
 Ringan
 Sedang
 berat

Faktor-faktor penyebab Faktor-faktor yang


 behavioural mempengaruhi
 psikodinamika dan  Penyakit
personalitas  Lingkungan
 sosiokultural (jenis
 Stress emosional
kelamin, usia, status
 Nutrisi
ekonomi, akademik dll)
 Gaya hidup
 biomedis (genetik,
ketidakseimbangan otak  Obat-obatan/alkohol
dan neurotransmitter)  Pekerjaan

Adiksi Internet Gangguan


Pola Tidur

 Normal
 Ringan  Tidak pernah
 Sedang  Jarang
 berat  Sering
 Selalu

Gambar 3. Kerangka konsep hubungan adiksi internet dengan pola tidur pada mahasiswa Pre-
Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Keterangan :
: Tidak diteliti
: Diteliti

2.7 Definisi Operasional


Definisi operasional adalah pemberian arti atau makna pada masing-masing variabel
berdasarkan karakteristik masing-masing untuk kepentingan akurasi, komunikasi, dan replikasi
agar memberikan pemahaman yang sama kepada setiap orang mengenai variabel-variabel yang
dirumuskan di dalam sebuah penelitian (Nursalam, 2013).
Tabel 2.1 Definisi operasional hubungan Adiksi Internet terhadap Pola Tidur Mahasiswa Pre-
Klinik Fakultas Kedokteran

Variable Definisi Parameter Alat Ukur Skala Skor


Operasional
Variable Adiksi internet Indicator adiksi Kuesioner Ordinal Penilaian
Independen: merupakan internet: Internet dilakukan
Adiksi perilaku 1. Salience: Addiction Test dengan
Internet kompulsif pikiran (IAT) milik melakukan
terhadap terdominasi Young31 dan kombinasi
penggunaan oleh disusun dan
internet penggunaan berdasarkan modifikasi
dimana internet. aspek-aspek kuesioner
individu 2. Mood yang disusun Internet
cenderung sulit Modification: oleh Griffths1. Addiction
untuk segera merasa Kuesioner Test (IAT)
mengontrol puas dapat Diagnostik dan
penggunaan menggunakan Adiksi Internet Kuesioner
internetnya21. internet. (KDAI) yang Diagnostik
3. Tolerance atau dikembangkan Adiksi
Loss of oleh dr. Internet
Control: Kristiana Siste, (KDAI)
peningkatan SpKJ(K). yang terdiri
penggunaan Sesuai dengan dari 23
internet secara aspek-aspek pernyataan
progresif. yang disusun dengan
4. Withdrawal: oleh Kimberly penilaian
merasa gelisah Young22. jika skor:
saat tidak 1) 0 – 19:
dapat normal
mengakses 2) 20 – 49:
internet. ringan
5. Conflict atau 3) 50 – 79:
Negative sedang
Consequences: 80 – 100:
muncul berat
konflik antara
dirinya dengan
orang-orang di
sekitarnya
karena
penggunaan
internet yang
berlebihan.
6. Relapse atau
Impairment:
telah mencoba
mengurangi
waktu untuk
mengakses
internet
namun selalu
gagal.
7. Priority
Enhancement:
berani
melakukan
pengorbanan
demi internet.
Vareiabel Gangguan Pola Indikator Kuesioner PSQI Ordinal Penilaian
Dependen: tidur adalah gangguan pola (The Pittsburgh dilakukan
Gangguan keadaan saat tidur: Sleep Quality dengan
Pola Tidur mahasiswa 1. Kualitas tidur Index). PSQI menggunak
Mahasiswa merasakan subjektif merupakan an
kesulitan tidur, 2. Latensi tidur suatu metode kuesioner
tidur tidak 3. Durasi tidur penilaian yang PSQI (The
tenang, 4. Efisiensi digunakan untuk Pittsburgh
kesulitan kebiasaan tidur mengukur Sleep
menahan tidur, 5. Gangguan kualitas tidur Quality
sering tidur karena dan gangguan Index).
terbangun di adiksi internet tidur orang yang terdiri
pertengahan 6. Penggunaan dewasa dalam dari 19 buah
malam, dan obat tidur interval satu pertanyaan
sering 7. Gangguan bulan. dengan
terbangun di fungsi tidur penilaian
awal. Keadaan jika skor:
tersebut bisa 1) 0 : tidak
berlangsung pernah
selama 2) 1: jarang
beberapa hari 3) 2 :
atau beberapa sering
minggu yang 4) 3 : selalu
dialami
mahasiswa
yang masih
aktif kuliah11.
2.8 Hipotesis
Terdapat hubungan Adiksi Internet Terhadap Pola Tidur Mahasiswa Pre-Klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain penelitian ini menggunakan deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional.
Pendekatan cross sectional dilakukan dengan menekankan waktu pengukuran atau observasi
data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu waktu. Penelitian ini
menganalisa hubungan Adiksi Internet terhadap Pola Tidur Mahasiswa Pre-Klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pemilihan
lokasi ini karena dapat dijangkau oleh peneliti dan berdasarkan tujuan peniliti ingin
mengetahui hubungan adiksi internet terhadap pola tidur Mahasiswa Pre-klinik Fakultas
Kedokteran UIN Syarif Hiadayatullah Jakarta. Selain itu di lokasi tersebut juga terdapat
fasilitas WiFi yang memudahkan para mahasiswa untuk dapat mengakses internet di
lingkungan kampus. Penelitian dilaksanakan dengan target pada bulan April 2020 sampai
dengan Juli 2021.
3.3 Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian adalah subyek (misalnya manusia; klien) yang memenuhi kriteria
yang telah ditetapkan80. Populasi dibagi menjadi dua yaitu, populasi target dan terjangkau. Populasi
target adalah populasi yang memenuhi kriteria sampling dan menjadi sasaran akhir penelitian.
Populasi terjangkau adalah populasi yang memenuhi kriteria penilaian dan dapat dijangkau oleh
peneliti. Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah Mahasiswa Pre-Klinik Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjumlah 333 Mahasiswa.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subyek penelitian melalui
sampling80.
 Kriteria inklusi penelitian ini adalah:
1. Mahasiwa Pre-Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Mahasiswa yang bersedia menjadi responden.
3. Responden yang mengisi kuesioner secara lengkap dan jelas.
 Kriteria eksklusi penelitian ini adalah:
1. Mahasiswa yang tidak memiliki akses internet.
2. Mahasiswa yang mengalami gangguan tidur tanpa dipengaruhi aktivitas internet (contohnya;
pekerjaan, penyakit, gaya hidup, konsumsi obat, dll).
Untuk menentukan besar sampel yang digunakan rumus Slovin80, sebagai berikut:

n= N
1 + N (e)²
Keterangan :
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
e = taraf kesalahan
Dalam penelitian ini jumlah populasinya sebanyak 333 mahasiswa dan mahasiswi pre-klinik,
maka :
333
n=
1 + 333(0,05)²
333
n=
1 + 333(0,0025)

333
n=
1 + 333(0,0025)

333
n=
1 + 0,8325

333
n=
1,8325

n = 181,718
n = 182
Jadi, setelah dilakukan perhitungan didapatkan besar sampel sebanyak 182 mahasiswa Pre-
Klinik Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.3.3 Teknik Sampling


Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi. Teknik
sampling pada penelitian ini menggunakan nonprobability sampling purposive sampling yaitu suatu
teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi yang sesuai dengan
keseluruhan subyek penelitian80. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah
stratified random sampling, artinya strata atau kedudukan subyek (seseorang) di masyarakat 80. Jenis
sampling ini digunakan peneliti untuk mengetahui beberapa variabel pada populasi yang
merupakan hal yang penting untuk mencapai sampel representative.
Agar penyebaran data merata dan seimbang, maka digunakan rumus sebaran data81, yaitu :

Jumlah strata sampel x sampel


Jumlah strata sampel =
populasi

Angkatan 2018 123


×182=67,22=67 Mahasiswa
333

Angkatan 2019 96
×182=52,46=53 Mahasiswa
333

Angkatan 2020 114


× 182=62,30=62 Mahasiswa
333
Jumlah Sampel 182 Mahasiswa

3.4 Identifikasi Variabel


Variabel merupakan konsep dari berbagai level abstrak untuk fasilitas pengukuran dan atau
memanipulasi penelitian bersifat konkret dan dapat diukur80.
1. Variabel independen (Variabel bebas)
Variabel independen (bebas) adalah variabel yang nilainya menentukan variabel yang lain.
Suatu kegiatan stimulus yang dimanipulasi oleh peneliti menciptakan dampak pada variabel
dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah Mahasiswa pengguna gadget.
2. Variable dependen (Variabel Terikat)
Variable dependen (terikat) adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain.
Variable dalam penelitian ini adalah gangguan pola tidur.

3.5 Instrument Penelitian

Peneliti mengumpulkan data dengan cara memberikan link g-form kuesioner kepada responden.
Kuesioner ini terdiri dari lima bagian antara lain:

1) Kuesioner data demografi responden yang terdiri dari nama, jenis kelamin, usia, angkatan,
alat yang digunakan akses internet, ketersediaan WiFi di kediaman, tempat yang paling
sering menggunakan akses internet, tempat tinggal, anak keberapa, alasan menggunakan
internet, media sosial yang paling sering digunakan.
2) Kuesioner Internet Addiction Test (IAT)
Kuesioner ini digunakan untuk menilai tingkat adiksi internet yang terdiri dari 20 pernyataan
yang diambil dari Internet Addiction Test (IAT) milik Young (1998) dan berdasarkan aspek-
aspek yang disusun oleh Griffiths1. Kuesioner ini menggunakan penilaian skala likert
dimana setiap item memiliki alternatif jawaban dengan skor dari nol sampai lima. Jika
responden menjawab tidak pernah diberi skor nol, jarang skor satu, kadang-kadang skor dua,
sering skor tiga, sangat sering skor empat, dan jika selalu skor lima. Dimana setiap
pertanyaan akan mengukur tingkat adiksi yang dimiliki, dengan demikian semakin tingginya
poin yang diperoleh maka akan semakin tinggi pula tingkat adiksi yang dialami. Peneliti
melakukan kombinasi dan modifikasi Instrumen Internet Addiction Test (IAT) ini sehingga
didapatkan 23 pernyataan. Parameter adiksi internet antara lain salience, mood modification,
tolerance, withdrawal, conflict, dan relapse. Parameter salience terdapat dalam pernyataan
nomor 5 dan 12, mood modification terdapat dalam pernyataan nomor 2, 3 dan 4, tolerance
terdapat dalam pernyataan nomor 1, 8, 10, 16, 17, 21 withdrawal terdapat dalam pernyataan
nomor 13, 14, 15, 23, conflict terdapat dalam pernyataan 6, 7, 11, 18, 20, 22, serta relapse
terdapat dalam pernyataan nomor 9 dan 19. Interpretasi kuesioner ini adalah jika total skor
20-49 maka penggunaan internet sedikit berlebihan namun masih dapat dikontrol, total skor
50-79 dinyatakan adiksi internet sedang, skor 80-100 maka dinyatakan adiksi internet berat.

Tabel 3.1 Blue Print Kuesioner Internet Addiction Test (IAT)

No. Indikator Nomor Jumlah


Pernyataa
n
1. Salience: pikiran terdominasi oleh 5, 12 2
penggunaan internet
2. Mood Modification: segera merasa puas saat 2, 3, 4 3
dapat menggunakan internet
3. Tolerance: peningkatan penggunaan internet 1, 8, 10, 6
secara progresif 16, 17, 21
4. Withdrawal: Merasa gelisah saat tidak dapat 13, 14, 15, 4
mengakses internet 23
5. Conflict: muncul konflik antara dirinya 6, 7, 11, 6
dengan orang lain di lingkungan sekitarnya 18, 20, 22
karena penggunaan internet yang berlebihan
6. Relapse: telah mencoba mengontrol waktu 9, 19 2
untuk mengakses internet namun selalu
gagal
Total 23
3) Kuesioner Diagnostik Adiksi Internet (KDAI)
Kuesioner ini digunakan untuk menilai adiksi internet yang dikembangkan oleh dr. Kristiana
Siste, SpKJ(K), dengan budaya remaja Indonesia sehingga pernyataan yang ada pada KDAI
dapat dimengerti oleh remaja dari berbagai latar belakang. Kuesioner Diagnostik Adiksi
Internet (KDAI) terdiri dari 44 pernyataan dan Instrumen KDAI ini memiliki sensitivitas
yang cukup tinggi sebagai alat skrining, dan sesuai dengan aspek-aspek yang disusun oleh
Kimberly Young22. Kuesioner ini menggunakan penilaian skala likert dimana setiap item
memiliki alternatif jawaban dengan skor dari nol sampai lima. Jika responden menjawab
tidak pernah diberi skor nol, jarang skor satu, kadang-kadang skor dua, sering skor tiga,
sangat sering skor empat, dan jika selalu skor lima. Dimana setiap pernyataan akan
mengukur adanya adiksi yang dimiliki, dengan demikian semakin tingginya poin yang
diperoleh maka akan semakin tinggi pula tingkat adiksi yang dialami. Peneliti melakukan
kombinasi dan modifikasi Instrument Kuesioner Diagnostik Adiksi Internet (KDAI) ini
sehingga didapatkan 23 pernyataan. Parameter adiksi internet yang digunakan antara lain
salience, mood modification, priority enhancement, withdrawal, loss of control, negative
consequences, dan Impairment. Parameter salience terdapat dalam pernyataan nomor 5, 12
mood modification terdapat dalam pernyataan nomor 2, 3 dan 4, priority enhancement
terdapat dalam pernyataan nomor 11, 21 withdrawal terdapat dalam pernyataan nomor 13,
14, 15, 23, loss of control terdapat dalam pernyataan nomor 1, 8, 10, 16, 17, negative
consequences terdapat dalam pernyataan nomor 6, 7, 18, 20, 22 serta Impairment terdapat
dalam pernyataan nomor 9 dan 19. Karena mengunakan melakukan kombinasi kuesioner,
maka interpretasi instrument ini adalah jika total skor 20-49 maka penggunaan internet
sedikit berlebihan namun masih dapat dikontrol, total skor 50-79 dinyatakan adiksi internet
sedang, skor 80-100 maka dinyatakan adiksi internet berat.
Tabel 3.2 Blue Print Kuesioner Diagnostik Adiksi Internet (KDAI)

No. Indikator Nomor Jumlah


Pernyataa
n
1. Salience: pikiran terdominasi oleh 5, 12 2
penggunaan internet
2. Mood Modification: segera merasa puas saat 2, 3, 4 3
dapat menggunakan internet
3. Priority Enhancement: berani melakukan 11, 21 2
pengorbanan demi internet
4. Withdrawal: Merasa gelisah saat tidak dapat 13, 14, 15, 4
mengakses internet 23
5. Loss of Control: merasa sibuk dengan 1, 8, 10, 5
internetnya 16, 17
6. Negative Consequences: muncul konflik 6, 7, 18, 5
antara dirinya dengan orang lain 20, 22
disekitarnya karena penggunaan internet
yang berlebihan
7. Impairment: telah mencoba mengontrol 9, 19 2
waktu untuk mengakses internet namun
selalu gagal
Total 23

4) Kuesioner PSQI
Instrumen yang digunakan adalah kuesioner PSQI (Pitsburgh Sleep Quality Index), yang
diadaptasi dari teori yang dikemukakan oleh Buysse (1989) 82. PSQI merupakan alat ukur
tidur yang paling subyektif. Instrumen ini telah digunakan peneliti lain dan diterjemahkan
kedalam Bahasa Indonesia83. PSQI mengukur kualitas tidur dalam tujuh aspek yaitu kualitas
tidur subjektif, latensi tidur, gangguan saat tidur, durasi tidur, efisiensi dalam kebiasaan
tidur, penggunaan obat tidur, dan gangguan dalam aktivitas di siang hari.
Tabel 3.3 Blue Print Kuesioner Pitsburgh Sleep Quality Index (PSQI)

No. Indikator Pertanyaan Jumlah


1. Kualitas tidur subjektif 6 1
2. Latensi tidur 2, 5a 2
3. Gangguan saat tidur karena aktivitas 5b 1
internet
4. Durasi tidur 4 1
5. Efisiensi dalam kebiasaan tidur 1, 3, 4 3
6. Penggunaan obat tidur 7 1
7. Gangguan dalam aktivitas di siang hari 8, 9 2
Total 19
Kuesioner PSQI terdiri dari 7 kelompok dengan total 19 buah pertanyaan tentang
kebiasaan-kebiasaan tidur seseorang dalam sebulan terakhir. Berdasarkan responden
terhadap pertanyaan tersebut, masing-masing sub bagian akan dikalkulasikan dalam skala
Likert 0 sampai 3. Angka 0 menunjukkan tidak adanya kebiasaan tersebut, sedangkan angka
3 menunjukkan presentasi yang tinggi dari kebiasaan tersebut. Total skor kuesioner PSQI
diperoleh dengan menjumlahkan skor 1-7 dengan rentang 0-21. Skor tinggi menunjukkan
kualitas tidur yang buruk82.

3.6 Manajemen Penelitian


3.6.1 Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
memberikan subjek instrument pengukuran psikologis menggunakan skala. Metode skala
adalah suatu metode penelitian dengan menggunakan daftar pertanyaan atau pernyataan yang
berisi aspek-aspek yang hendak diukur, yang harus di jawab atau di kerjakan oleh subyek, dan
berdasar atas jawaban atau isian itu peneliti mengambil kesimpulan mengenai subyek yang
diteliti84.
Secara teknis Proses pengambilan data penelitian ini melalui beberapa tahap yang
dilakukan untuk mengambil subjek penelitian sesuai dengan kebutuhan penelitian. Beberapa
langkah tersebut meliputi:
1. Penetapan subjek penelitian, yaitu mahasiswa pre-klinik fakultas kedokteran UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Mengajukan perizinan ke kepala atau pusat Program studi untuk mengambil data
penelitian.
3. Mengambil data penelitian maksimal memakan waktu 10 hingga 15 menit sehingga
tidak mengganggu jalannya pembelajaran.
4. Setelah selesai mengisi kuesioner, peneliti mengumpulkan kuesioner dalam bentuk
google form, kemudian memeriksa kembali kelengkapan jawaban yang telah diisi serta
mengecek jumlah responden yang masuk dalam g-form (kuesioner).
5. Dilakukan tindak lanjut dengan wawancara bagi yang teridentifikasi mengalami adiksi
internet pada gangguan pola tidur.

Skala yang di gunakan dalam penelitian ini bersifat langsung dan tertutup yaitu
pernyataan dalam skala tersebut jawabannya sudah disediakan, subyek tinggal memilih salah
satu jawaban yang sudah disediakan sesuai dengan kondisi atau keadaann dirinya. Pada
penelitian ini terdapat dua kategori data utama. Kategori data pertama adalah data demografis
subjek, yang meliputi nama, usia, jenis kelamin, dan berbagai pertanyaan lain mencakup
penggunaan internet dan pola tidur dalam keseharian. Data demografis diperoleh dengan
menggunakan kuisioner tertutup dengan jawaban yang telah disediakan untuk dipilih oleh
subjek penelitian. Data demografis selanjutnya dianalisa secara sebaran frekuensinya untuk
didapatkan profil atau gambaran pengguna internet dan pola tidur pada kalangan Mahasiswa
Pre-Klinik Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.6.2 Cara Analisis Data


1) Tahap persiapan, peneliti memeriksa kelengkapan data responden.
Dalam penelitian ini, kelengkapan tersebut meliputi lembar persetujuan (informed
consent), kelengkapan kuesioner, serta kelengkapan isian item oleh responden.
2) Tahap Tabulasi
a. Coding, yaitu memberi kode pada setiap kuesioner yang masuk dalam kategori
yang diteliti. Tujuan dari coding adalah untuk mempermudah dalam melakukan
tabulasi dan analisis data.

Tabel 3.4 pengodean adiksi internet


Kriteria Kode
Normal 1
Adiksi ringan 2
Adiksi sedang 3
Adiksi berat 4

Tabel 3.5 Pengodean Gangguan tidur

Kriteria Kode
Baik 1
Buruk 2
b. Scoring, merupakan pemberian skor terhadap jawaban yang memerlukan skor.
Pada penelitian ini scoring dilakukan pada kuesioner kecanduan internet dan
gangguan pola tidur.
a) Variabel kecanduan internet
Scoring pada kuesioner adiksi internet untuk pertanyaan nomor 1-20 adalah
tidak pernah =0, jarang =1, kadang =2, sering =3, sangat sering =4, selalu=5.
b) Variabel gangguan tidur
Scoring pada kuesioner gangguan tidur untuk pertanyaan nomor 1-19 adalah
tidak pernah = 1, jarang = 2, sering = 3, selalu = 4. Pengelompokkan dilakukan
dengan menggunakan software SPSS for windows versi 25 dengan
menentukan skor minimal, maksimal, rentang dan mean data.
c. Tabulating, merupakan proses memasukkan data yang telah dituliskan sesuai
pengkodean dalam suatu tabel untuk mempermudah entry data ke komputer.
d. Entry yaitu proses memasukkan data hasil tabulasi yang sudah dilakukan dalam
program komputer.
3) Tahap Analisis Statistik
Data penelitian yang telah didapat dalam penelitian ini akan dilakukan uji
statistik untuk mengukur hubungan antar variabel yang ada. Analisis data dalam
penelitian ini menggunakan uji statisik Spearman untuk mengetahui signifikasi
hubungan antara variabel independen dan variabel dependen dengan skala numerik,
dan tingkat kemaknaan α = 0,05. Artinya jika hasil uji statistik menunjukkan p <
0,05 maka terdapat hubungan yang signifikan antara variabel independen dengan
variabel dependen.
Uji korelasi ini juga digunakan untuk mengetahui arah suatu hubungan. Tanda
positif (+) menunjukkan arah hubungan positif yang berarti jika variabel dependen
tinggi maka variabel independen juga tinggi, sedangkan tanda variabel (-)
menunjukkan arah hubungan negatif yang berarti jika variabel dependen tinggi maka
variabel independen akan turun dan sebaliknya. Analisis statistik ini menggunakan
SPSS 25 dalam penelitian ini yang dihubungkan antara kecanduan internet dengan
gangguan pola tidur mahasiswa pre-klinik Fakultas kedokteran UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Tabel 3.6 derajat kekuatan hubungan (koefisien korelasi) (Dahlan, 2014)85

Koefisien Korelasi Interpretasi


0,0 - < 0,2 Sangat lemah
0,2 - < 0,4 Lemah
0,4 - < 0,6 Sedang
0,6 - < 0,8 Kuat
0,8 - < 1,0 Sangat kuat

3.6.3 Penyajian Data


Seluruh data yang diperoleh dari penelitian yang telah dikumpulkan kemudian diolah
dengan menggunakan sistem pengolahan data lalu dilakukan analisis. Hasil akan disajikan
dalam bentuk tabel, diagram, dan narasi sesuai pustaka yang ada.
3.7 Jadwal Penelitian

No. Kegiatan Waktu


1. Bimbingan Proposal dengan dosen pembingbing April 2020-Februari 2021
2. Pendaftaran Ujian Proposal Skripsi Maret 2021
3. Ujian Proposal Skripsi April 2021
4. Revisi Proposal Skripsi April-Mei 2021
5. Pengumpulan data Penelitian Mei-Juli 2021
6. Penyusunan Laporan Hasil Penelitian Juli-Agustus 2021
7. Pendaftaran Ujian Skripsi Agustus 2021
8. Ujian Skripsi Agustus 2021
9. Revisi Skripsi September 2021-Oktober 2021

3.8 Uji Validitas dan Realibilitas


3.8.1 Uji Validitas
Teknik untuk mengukur validitas kuesioner dalam penelitian ini yaitu dengan menghitung
korelasi antara data pada masing-masing pertanyaan dengan skor total perhitungan memakai
rumus korelasi Pearson pada software SPSS for windows versi 25. Suatu pernyataan
dikatakan valid dan dapat mengukur variabel penelitian yang dimaksud jika r hitung > r
tabel85.
3.8.2 Uji Reabilitas
Teknik untuk mengukur reliabilitas kuesioner diukur dengan reliabilitas Alpha Cronbach (α)
yang dipergunakan untuk kuesioner pada software SPSS for windows versi 25. Dalam uji
reabilitas r hasil adalah alpha. Jika r Alpha > r tabel pertanyaan tersebut dinyatakan reliable
jika memberikan nilai Alpha Cronbach > 0,684.

Etika Penelitian
Pengajuan kepada komisi etik FK UIN Jakarta
DAFTAR PUSTAKA

1. Griffiths MD. Diagnosis and management. ACC Curr J Rev. 2008;4(5):26–9.

2. moslehpour, M.; Batjargal U. factors influencing internet addiction among adolescents


of malaysia and mongolia. J Adm bisnis. 2013;9(2):5–20.

3. Molinos Martin. The Relationship Between Video Game Usi, Internet Use, Addiction
and Subjective Well-Being. University of California; 2016.

4. Jorgenson, A. G. dan Hsiao RC. Internet Addiction and Other Behavioral Addictions.
2016.

5. Siomos KE et al. Internet Addiction among Greek Adolescent Students.


CyberPsychology Behav. 2008;11(6):653–657.

6. Ekayanti F, Risahmawati, Mardjikoen B, Fadhilah M, Hendarmin LA. Internet use


behavior among senior high schools’ students: A 2017 survey study in Indonesia. Ecol
Environ Conserv. 2019;25(3):1185–95.

7. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. Penetrasi & Profil Perilaku Pengguna
Internet Indonesia. Apjii [Internet]. 2017;51. Available from:
https://apjii.or.id/survei2018s/download/TK5oJYBSyd8iqHA2eCh4FsGELm3ubj pada
tanggal 15 Mei 2020 pukul 12:36

8. Mahendra B. Eksistensi Sosial Remaja (Perspektif Komunikasi). Visi Komun.


2017;16:151–60.

9. Siste K, Wiguna T, Bardasono S, Sekartini R, Pandelaki J, Sarasvita R, et al. Internet


addiction in adolescents: Development and validation of Internet Addiction Diagnostic
Questionnaire (KDAI). Psychiatry Res [Internet]. 2021;298(May 2020):113829.
Available from: https://doi.org/10.1016/j.psychres.2021.113829

10. Chou, C; Condron, L; Belland J. A Review of the Research on Internet Addiction.


Educ Psychol Rev [Internet]. 2005;(17(4)):363–89. Available from:
http://dx.doi.org/10.1007/106-4-8005-8138-1. pada tanggal 25 April 2020 pukul 12:36.

11. Rahmat DH. Pengantar Psikolog Untuk Tenaga Kesehatan Ilmu Perilaku Manusia.
Jakarta: TIM; 2009.
12. Levenson JC, Kay DB BD. The Pathophysiology of Insomnia. 2015;147:1179-92.

13. Musfirotun, A. & Muhith A. Hubungan Intensitas Penggunaan Internet dengan


Kualitas Tidur pada Mahasiswa Semester VI di Sekolat Tinggi Ilmu Kesehatan
Majapahit Mojokerto. Mojokerto: STIKES Majapahit STIKES Majapahit; 2014.

14. Hardie E. TM. Excessive Internet use: the role of personality, loneliness and social
support networks in Internet Addiction. Aust J Emerg Technol Soc. 2007;5:34–7.

15. Van den Bulck J. Television viewing, computer game playing, and Internet use and
self-reported time to bed and time out of bed in secondary-school children. Sleep.
2004;27:101–4.

16. Cheung L.M. WW. The effects of insomnia and internet addiction on depression in
Hong Kong Chinese adolescents: an exploratory cross-sectional analysis. J Sleep Res.
2011;20:311–7.

17. Caci H., Robert P. BP. Novelty seekers and impulsive subjects are low in morningness.
Eur Psychiatry. 2004;(19):79–84.

18. Lin M.-P., Ko H.-C. WJY-W. Prevalence and psychosocial risk factors associated with
Internet addiction in a nationally representative sample of college students in Taiwan.
Cyberpsychol, Behav Soc Netw. 2011;(14):741–6.

19. Higuchi S., Motohashi Y., Liu Y. MA. Effects of playing a computer game using a
bright display on presleep physiological variables, sleep latency, slow wave sleep and
REM sleep. J Sleep Res. 2005;(14):267–73.

20. Touitou Y., Touitou D. RA. Disruption of adolescents’ circadian clock: the vicious
circle of media use, exposure to light at night, sleep loss and risk behaviors. J Physiol
Paris. 2016;110:101–4.

21. Saliceti F. Internet Addiction Disorder (IAD). 2015;1372–6.

22. Young KS. The Evaluation and treatment of Internet Addiction. 19th ed. L.
VandeeCreek dan T. Jackson, editor. The American Journal of Family Therapy. USA:
Ammerican Behavioral Scientist; 2009. 355–372 p.

23. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental


Disorder Edition (DSM-V). Washington: American Psychiatric Publishing.; 2013.

24. Heffner CL. Internet Addiction Disorder, Allpsych. 2013; Available from:
http://allpsych.com/journal/internetaddiction/ pada tanggal 15 April 2020 pukul 14:30.

25. Nalwa K. AAP. Internet addiction in students: a cause for concern. Cyberpsychol
Behav. 2013;6:653–6.

26. Brand M., Young K.S. LC. Prefrontal control and internet addiction: a theoretical
model and review of neuropsychological and neuroimaging findings. Front Hum
Neurosci. 2014;(8):375.

27. Ko C.H., Lin G.C., Hsiao S. et. al. rain activities associated with gaming urge of
online gaming addiction. J Psychiatr Res. 2016;(43):739–47.

28. Koepp M.J., Gunn R.N., Lawrence A.D. et. al. vidence for striatal dopamine release
during a video game. 2011;(393):266–8.

29. Widiana, H. s., Retnowati, S. dan Hidayat R. Kontrol Diri dan Kecenderungan
Kecanduan Internet. Indones Psychol J. 2004;1(Humanitas).

30. Young K et al. Cyber-Disorders: The Mental Health Concern for the New Millenium.
CyberPsychology Behav. 2000;5(5):475–9.

31. Young KS. Internet Addiction: The emergence of a new clinical disorder.
CyberPsychology Behav. 1999;1(3):237–44.

32. Andaryani. Perbedaan Tingkat Self Control Remaja Laki-Laki dan Remaja Perempuan
yang Kecanduan Internet. J Psikol Pendidik dan Perkemb. 2013;3:206–8.

33. Widyanto, L. dan McMurran M. The Psychometric Properties of the Internet Addiction
Test. CyberPsychology Behav. 2004;7:433–50.

34. Siste K. Development of kuesioner diagnostik adiksi Internet for adolescents: Brain
functional connectivity through fMRI BOLD, study of prevalence, risk factors, and
protective factors. In Indonesia: Universitas Indonesia: Indonesia; 2019.

35. Siste, K., Hanafi, E., Sen, L. T., Christian, H., Adrian, Siswidiani, L. P. L, A. P.,
Murtani, B. J., & Suwartono C. The Impact of Physical Distancing and Associated
Factors Towards Internet Addiction Among Adults in Indonesia During COVID-19
Pandemic: A Nationwide Web-Based Study. Front Psychiatry. 2020;1–11.

36. Guerreschi C. Alla scoperta di nuove forme di dipendenza. Fam oggi n. 2011;5.

38. Pierce T. Computers in Human Behavior Social Anxiety and Technology: Face-to-face
Communication Versus Technological Communication Among Teens. Comput Human
Behav. 2009;25(6):1367–72.

39. Şenormanci Ö, Konkan R, Sungur MZ. Internet addiction and its cognitive behavioral
therapy. Anadolu Psikiyatr Derg. 2010;11(3):261–8.

40. Young KS. Cognitive behavior therapy with Internet addicts: Treatment outcomes with
Internet addicts. CyperPsychology Behav. 2007;70(5):671–9.

41. Fischer G, Brunner R, Parzer P et al. Depression, deliberate self-harm and suicidal
behavior in adolescents engaging in risky and pathological Internet use. Prax der
Kinderpsychologie und Kinderpsychiatrie. 2012;61:16–31.

42. Young KS. CBT-IA: The first treatment model to address Internet addiction. J Cogn
Ther. 2011;25:304–12.

43. Potter PA & Perry AG. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan
Praktik. 4th ed. Jakarta: EGC; 2005.

44. Asmadi. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. In Jakarta: Salemba Medika; 2008.

45. CDC. Perceived insufficient rest or sleep among adults. United States. 2008;

46. Harkreader, H., Hogan, M.A., & Thobaben M. Fundamental of nursing caring and
clinical judgment. 3rd ed. St. Louis, Missouri: Saunders Elsevier; 2007.

47. King LA. Psikolog umum: sebuah pandangan apresiatif. Jakarta: Salemba Medika;
2010.

48. Czeisler, CA., & Gooley J. Sleep and circadian rhythms in humans. Cold spring Harb
Symp Quant Biol. 2007;72:579–97.

49. Guo, Y. F dan Stein PK. Circadian Rhythm in Cardiovascular System: Consideration
in Non-Invasive Electrophysiology. 2012;6(3):267–72.
50. Wade C& CT. No Title. 1st ed. Psikolog. Jakarta: Erlangga; 2008.

51. Rudimin, Harianto, T. & Rahayu W. Hubungan Tingkat Umur dengan Kualitas Tidur
pada Lansia di Posyandu Permadi Kelurahan Tlogomas Kecamasan Lowokwaru
Malang. Nurs News (Meriden). 2017;(2(1)):119–27.

52. Pitaloka RD, Utami GT NR. Hubungan kulitas tidur dengan tekanan darah dan
kemampuan kosentrasi belajar mahasiswa program studi Ilmu Keperawatan
Universitas Riau. JOM. 2015;2(2):1435-1443.

53. Anonymous. Library of Congress Cataloging-in-Publication Data, Clinical Sleep


Disorders. 2012;

54. Haug S, Castro RP, Kwon M, Filler A, Kowatsch T SM. Smartphone use and
smartphone addiction among young people in Switzerland. J BehavAddictions.
2015;4(4):299–307.

55. Dimitriou, D. Knight, F. L. C. & Milton P. The Role of Enviromental Factors on Sleep
Patterns and School Performance in Adolescents. Front Psychiatry [Internet].
2015;6:1–9. Available from: https://doi.org/10.3389/fpsyg.2015.01717

56. Castro, M.C.M. & Daltro C. Sleep patterns and symptoms of anxiety and depression in
patients with chronic pain. Arq Neuropsiquiatr. 2009;67(1):25–8.

57. Hidayat AAA. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika; 2006.

58. Hasler, C.M. and Blumberg J. Symposium on Phytochemicals: Biochemistry and


Physiology. J Nutr. 2012;129:756S-757S.

59. Jaehne A, Unbehaun T, Feige B, Ulrich CL, Batra A RD. How Smoking effect sleep:
A polysomnographical analysis. Sleep Med. 2012;13(10):1286–92.

60. Adan, A.,Archer, S. N., Hidalgo, M. P., Dimilia, L., Natale, V., Randler C. Circardian
Typology: A Comprehensive Review. Chronobiol Int. 2012;29(9):1153–75.

61. Eser I dkk. Journal of Gerontological Nursing about Sleep Quality of Older Adults In
Nursing Homes In turkey. 2007; Available from:
http://journal.gerontologicalnursing.com
62. McArthur AJ, Lewy AJ SR. Non-24-hour sleep-wake syndrome in a sighted man:
circadian rhythm studies and efficacy of melatonin treatment. Sleep. 1997;544–53.

63. Maas JB. Power Sleep: Kiat – kiat sehat untuk mencapai kondisi dan prestasi puncak.
Bandung: Kaifa; 2002.

64. Rafknowledge. Insomnia dan Gangguan Tidur Lainnya. Jakarta: Elex Media
Komputindo; 2004.

65. Prasadja A. Ayo Bangun Dengan Bugar Karena Tidur Yang Benar. Jakarta: Penerbit
Hikmah; 2009.

66. Kaneita, Y., Ohida, T., Osaki, Y., Tanihata T., Minowa, M., Suzuki, K., Wada, K.,
Kanda, H & Hayashi K. Insomnia Among Japanese Adolescents: A Nationwide
Representative Survey. Sleep. 2006;29(12):1543–50.

67. Lueckenotte AG. Gerontologic Nursing Second Edition. Mosby, Inc; 2000.

68. Prijosaksono, A dan Sembel R. Management Series. Jakarta: PT.Elexmedia


Komputindo; 2002.

69. Lieberman JA ND. Understanding Insomnia: Diagnosis and Management of a


Common Sleep Disorder. J Fam Pract. 2007;56(35):50a.

70. Nancy Roper. Perawatan Personal Hygiene. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2002.

71. Muslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan PPDGJ III dan DSM IV. Jakarta: FK
Unika Atmajaya; 2013.

72. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental


Disorder Edition (DSM-V). Washington: American Psychiatric Publishing; 2013.

73. Nor RK. Pola hidup dan Tidur Sehat Ala Rasulullah SAW. Jakarta: PT. Gramedia;
2014.

74. Ash-Shai’ari M bin SM bin S. Menggungah semangat Qiyamullail. Jakarta: PT. Darul
Falah; 2007.

75. As Sidokare AA. Kitab Shahih Bukhari Terjemahan. Yogyakarta: Kiswah; 2011.

76. Kunnah, MA dkk. Kiat Tidur Sehat dan Berpahala. Yogyakarta: Kiswah; 2014.
77. Sofyan dkk. Pola Hidup sehat Ala Rasulullah. In 2012. Available from:
http://www.imsa.us/index.php?option=com_content&view=article&id=177:-pola-
hidup-sehat-ala-rasulullah&catid=57:article-ramadan2010&Itemid=10

78. Yusuf Al-Qardhawi. “al-Waqtu fi Hayati al-Muslim”, terj. Ali Imron, Waktu Adalah
Kehidupan. Yogyakarta: Mardhiyah Press; 2012. 1 p.

79. M. Ahmad Abdul Jawwad. Manajemen Waktu. Bandung: Syaamil; 2010.

80. Nursalam. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Pendekatan Praktis. Jakarta:


Salemba Medika; 2013.

81. Suyanto. Metodelogi dan Aplikasi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika;
2011.

82. Buysse, D. J., Reynolds, C. F., Monk, T. H., Berman, S. R., & Kupfer DJ. The
Pittsburgh Sleep Quality Index: a new instrument for psychiatric practice and research.
Psychiatry Res. 1989;28(2):193–213.

83. Ratnasari CD. Gambaran Kualitas Tidur Pada Komunitas Game Online Mahasiswa
Teknik Elektro Universitas Diponegoro. In Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro; 2016.

84. Sujarweni wiratna. Metodelogi Penelitian: Lengkap, praktis, dan mudah dipahami.
Yogyakarta: PT Pustaka Baru; 2014.

85. Dahlan A. Populasi dan Sampel Penelitian. 2014; Available from:


http://www.eurekapendidikan.com/2014/10/Populasi-dan-sampelpenelitian/

Anda mungkin juga menyukai