Email. ingrytleokuna@gmail.com
Kampus: IKIP Siliwang
Abstract
Abstrak
Internet telah melahirkan dunia baru dengan karakteristik interaksi yang berbeda
dengan dunia nyata. Pertumbuhan yang pesat ini telah mengubah cara kita
berkomunikasi, belajar, menghibur diri sendiri, dan berperilaku. Saat ini pandemi
COVID 19 tersebar di seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia. Menyikapi hal
tersebut, Pemerintah Indonesia mulai menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial
Skala Besar (PSBB) di beberapa daerah, yang salah satu strateginya adalah jarak
fisik. Dengan diterapkannya jarak fisik, khususnya remaja yang sebagian besar
sedang menuntut ilmu, sebagian besar aktivitasnya dilakukan dari rumah.
Penerapan kebijakan ini, khususnya bagi remaja yang sedang bersekolah dan
kuliah berpotensi meningkatkan penggunaan internet dalam kehidupan sehari-
hari. Potensi kecanduan internet dan cara menggunakan internet secara bijak dan
sehat perlu disadari, tidak hanya oleh remaja, tetapi juga oleh praktisi pendidikan
dan pembuat kebijakan.
Kata Kunci: Negatif Internet, Anak-Anak Remaja, Covid-19
PENDAHULUAN
Remaja di era ini telah terpapar dan dipengaruhi oleh internet dan teknologi
digital sejak awal kehidupannya. Kelompok penduduknya yang saat ini lebih
dikenal dengan generasi Z cenderung mengalami adiksi internet karena proses
adaptasi terhadap interaksi lingkungan dan budaya yang mereka hadapi tidak
diimbangi dengan kemampuan literasi digital yang memadai. Dalam konteks
remaja yang menempuh pendidikan formal berbasis kelas, adanya tuntutan
akademik yang tinggi juga mampu mendorong mereka untuk memanfaatkan
internet semaksimal mungkin. Pengguna internet tidak hanya sebatas menjadi
solusi utama yang praktis untuk memenuhi kebutuhan pemecahan masalah
akademik, tetapi juga sebagai alat rekreasi di tengah beban kognitif sehari-hari
(Kurniasanti et al., 2019).
Saat ini dunia sedang menghadapi pandemi COVID-19. Infeksi Severe
Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang secara klinis
bermanifestasi terutama pada sistem pernafasan ini (COVID-19), memiliki tingkat
penularan yang tinggi di berbagai belahan dunia sehingga WHO akhirnya
menetapkan status pandemi. untuk penyakit menular ini, hal ini bahkan
mendorong beberapa negara untuk menerapkan kebijakan lockdown guna
mencegah penyebaran virus ini secara meluas dan masif (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2020).
Di Indonesia sendiri, hingga awal April 2020, lebih dari 5.000 orang telah
dipastikan positif COVID-19. Pemerintah Indonesia saat ini sedang bekerja keras
untuk mengurangi tingkat penularan dan kematian akibat infeksi ini setiap hari.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah penerapan kebijakan Pembatasan Sosial
Skala Besar (PSBB). Salah satu bentuk implementasi kebijakan ini adalah
penerapan physical distancing (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2020). Jarak fisik sendiri dapat diartikan sebagai upaya menjaga jarak fisik antara
satu orang dengan orang lain dan membatasi aktivitas di luar rumah (Ahmed,
Zviedrite dan Uzicanin, 2018).
Implikasi dari kebijakan jarak fisik ini secara kontekstual di lapangan dapat
berupa himbauan untuk bekerja / belajar / beribadah di rumah. Di bidang
pendidikan, hal ini membuat remaja yang menamatkan jenjang pendidikannya
dari kegiatan tatap muka di sekolah / kampus dan menggantinya dengan metode
pembelajaran jarak jauh berbasis internet (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2020).
Teknik analisis data dalam penelitian ini berupa analisis deskriptif, yaitu
teknik mengungkapkan dan menjelaskan pendapat responden berdasarkan
jawaban atas instrumen penelitian yang telah dikemukakan oleh peneliti. Dari data
yang telah terkumpul, selanjutnya dilakukan analisis data deskriptif dengan
menjelaskan keadaan di lapangan secara objektif dan sistematis.
Teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang pesat saat ini adalah
internet. Internet tidak hanya menjadi teknologi untuk berbagi data, tetapi juga
menyediakan berbagai situs seperti jejaring sosial (Whatsapp, Instagram dan Line)
yang saat ini sangat populer di kalangan remaja. Internet merupakan kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi yang memberikan peluang untuk
memperoleh informasi secara cepat, tepat dan terjangkau.
Selain itu dampak positif yang ditimbulkan oleh internet antara lain
memfasilitasi korespondensi, berkirim pesan, mengobrol, mengambil atau
mengirim informasi dan sarana hiburan (Fauziawati, 2015). Namun pada
umumnya remaja belum mampu memfilter hal baik atau buruk dari internet,
sehingga remaja rentan terhadap dampak negatif dari pemanfaatannya.
Hal ini juga sejalan dengan Rachman dalam (Alia & Irwansyah, 2018) yang
menyatakan bahwa dampak negatif dan efek samping penggunaan teknologi
internet antara lain menurunnya prestasi belajar akibat penggunaan yang
berlebihan, membatasi aktivitas fisik yang dibutuhkan untuk tumbuh kembang
anak, gangguan kesehatan mata. , dan lain-lain. Orang tua sering mengeluhkan
ketidakteraturan penggunaan smartphone yang mengganggu proses belajar
mengajar, karena digunakan tidak pada waktu yang tepat. Misalnya, ketika
seorang anak mendapat pekerjaan rumah dari sekolah, anak itu sebenarnya sedang
bersenang-senang bermain di smartphone dan orang tua yang melakukannya. Hal
ini tentunya akan mempengaruhi konsentrasi belajar anak. Apabila konsentrasi
anak menurun akan berdampak pada tidak seriusnya belajar dan memahami
materi karena dalam pikirannya ia hanya ingin bermain di smartphone. Selain itu,
perilaku anak juga berubah karena ketagihan menggunakan smartphone. Mereka
menjadi sensitif, mudah emosional dan dapat mengganggu kesehatan mereka juga.
Selain itu, terdapat tujuh hal atau dimensi yang menjadi tolak ukur dalam
menilai adiksi internet, antara lain:
KESIMPULAN