Anda di halaman 1dari 3

UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL

1. Identifikasi sebuah masalah bangsa yang dapat diantisipasi melalui pendidikan


kewarganegaraan. Apakah masalah itu muncul dari perkembangan IPTEKS, tuntutan
dan kebutuhan masyarakat, ataukah tantangan global saat ini?
2. Kumpulkanlah data dan informasi untuk mendeskripsikan lebih lanjut tentang
masalah tersebut
3. Kemukakan program pendidikan kewarganegaraan seperti apa yang dapat dilakukan
guna mengantisipasi masalah tersebut
4. Susunlah bentuk program tersebut secara tertulis

Rendahnya Minat Jiwa Sosial di Kalangan Remaja

1. Masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa perubahan dialami oleh
semua remaja. Perubahan yang dialami berupa perubahan psikologis, biologis, dan
sosial. Perubahan psikologis seperti perubahan emosi/kestabilan emosi, perubahan
kognitif/cara berpikir dan sebagainya. Ada banyak permasalah yang dihadapi saat
memasuki masa remaja yaitu kenakalan remaja seperti mabuk-mabukan, geng motor
dan ketergantungan gadget. Di era disrupsi seperti ini di tambah lagi dengan adanya
pandemi Covid-19 yang hampir 2 tahun ini melanda Indonesia dan berbagai negara di
dunia. Hal tersebut membuat seluruh kegiatan diberbagai sektor terhambat salah
satunya bidang pendidikan. Adanya pandemi Covid-19 membuat kegiatan
pembelajaran di sekolah dihentikan. Pembelajaran tatap muka diganti dengan
pembelajaran jarak jauh via daring. Itu membuat remaja generasi Z saat ini hidup
berdampingan dengan gadget. Mereka dapat mengakses berbagai situs saat ini tanpa
adanya pembatasan karena alasan pembelajaran via daring. Dengan intensitas melihat
gadget yang tinggi membuat para remaja saat ini kurang bisa bersosialisasi dengan
keadaan diluar. Hal tersebut juga berdampak kepada rasa empati yang dimiliki oleh
remaja. Saat ini remaja generasi Z menjadi malas beraktifitas, sering menyendiri,
kurang bersosialisasi dan menjadi pribadi yang tertutup karena sering mengurung diri
dirumah maupun dikamar yang berdampak buruk pada kesehatan dan psikologis.
Remaja menjadi susah mengontrol emosinya karena tidak bisa dipisahkan oleh gadget
hingga mengabaikan sekelilingnya seperti saat orang tua meminta tolong remaja
sering mengatakan nanti, remaja menjadi kurang berempati, atau kurang peka
terhadap sekelilingnya.
2. Berdasarkan Penilaian Siswa Internasional atau OECD Programme for International
Student Assessment (PISA), sebanyak 41 persen siswa Indonesia dilaporkan pernah
mengalami perundungan, setidaknya beberapa kali dalam sebulan. Data pengaduan
KPAI juga menyebut, pada 2020 terjadi lonjakan pengaduan mengenai keluarga dan
pengasuhan alternatif, pendidikan, pornografi dan cybercrime, serta kasus
perlindungan anak lainnya. Pandemi Covid-19 yang mengharuskan anak sekolah
daring pun tidak memutuskan rantai perundungan. Sebab perundungan yang biasanya
terjadi secara langsung turut berubah menjadi secara daring (cyberbullying). Beberapa
sekolah yang telah mengadakan pembelajaran tatap muka di jenjang SD, SMP, dan
SMA. Akhir-akhir ini muncul kembali berita mengenai perilaku bullying di sekolah.
Seperti contohnya pada kasus bullying siswa SD di Jepara yang viral di media sosial.
Dari data-data tersebut menunjukkan bahwa perilaku bullying terjadi karena
kurangnya rasa empati terhadap sesama. Terlalu lama menggunakan gadget pun
menjadi faktor utama mengapa remaja memiliki sikap empati yang rendah.
3. Fenomena rendahnya minat jiwa sosial di kalangan remaja tentunya sangat merugikan
bagi remaja itu sendiri. Generasi Z merupakan generasi penerus di masa depan yang
mana mereka harus memiliki perilaku yang baik agar kelak mereka pun diharapkan
menjadi penerus yang baik pula. Perilaku bullying yang terjadi karena hilangnya rasa
empati terhadap orang lain yang dialami remaja saat ini tidak sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila yang ada sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara. Pada sila kedua
yaitu Kemanusiaan yang adil dan beradab dalam praktiknya belum di
implementasikan secara penuh terutama dalam kehidupan remaja saat ini. Selain itu,
perilaku tersebut juga tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Program
pendidikan kewarganegaraan yang dapat dilakukan guna mengantisipasi
permasalahan tersebut adalah dengan menanamkan kembali jiwa-jiwa sosial tersebut
yang sesuai dengan norma dan Pancasila di kalangan remaja. Peran guru dan orang
tua sebagai pengawas sangat diperlukan untuk mengawal remaja dalam berperilaku
sesuai dengan norma yang ada.
4. Program pendidikan tersebut dapat berupa sosialisasi menyeluruh kepada para remaja
oleh guru dan orang tua bekerja sama dengan psikolog. Selain itu membuat program
berupa aplikasi menarik yang memuat tentang pendidikan kewarganegaraan yang
dapat mengedukasi para remaja terkait penerapan nilai-nilai Pancasila dan norma-
norma dalam kehidupan sehari-hari.

REFERENSI

Sudirman, S. J. (2019). Dinamika Empati Pada Remaja Yang Kecanduan Gadget. Skripsi
thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diakses dari
http://eprints.ums.ac.id/77539/

Anggadini, Galuh K. dan Eko Nusantoro. (2015). Meningkatkan Empati Melalui Layanan
Penguasaan Konten dengan Teknik Permainan Boneka. Indonesian Journal of
Guidance dan Counseling: Theory and Application, 4(1).

Tim KPAI. (2020). Sejumlah Kasus Bullying Sudah Warnai Catatan Masalah Anak di Awal 2020,
Begini Kata Komisioner KPAI. Diakses pada https://www.kpai.go.id/publikasi/sejumlah-kasus-
bullying-sudah-warnai-catatan-masalah-anak-di-awal-2020-begini-kata-komisioner-kpai

Anda mungkin juga menyukai