Anda di halaman 1dari 4

Dewasa ini, teknologi gadget (gawai) telah dikenal luas oleh masyarakat

Indonesia. Hal tersebut ditunjang oleh perkembangan teknologi digital dan internet yang
semakin massif. Saat ini, pengguna gawai dan internet di Indonesia cukup tinggi.
Berdasarkan data riset United Nations Children’s Fund (UNICEF) dan Kementerian
Komunikasi dan Informasi (Kominfo) menyebutkan bahwa 84 persen masyarakat
Indonesia memiliki smartphone (Kominfo, 2014). Semenatara itu, Assosiasi Pengguna
Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2018 melaporkan penetrasi pengguna internet
Indonesia mencapai 64,8 persen atau sebanyak 171.17 juta jiwa dari total penduduk
Indonesia (APJII, 2019).

Apabila ditelisik lebih jauh, pengguna gawai saat ini sangat beragam, tidak saja
orang dewasa tetapi juga anak. Hal tersebut terjadi karena gawai telah menjadi bagian
dari keseharian orang-orang dewasa sehingga gawai juga terpapar pada anak-anak. Usia
anak mulai menggunakan gawai saat ini cukup dini. Kabali et al. (2015) menyebutkan
bahwa anak mulai mengenal gawai sejak usia 2 tahun. Hal yang sama juga terlihat dari
hasil penelitian Sucipto dan Huda (2016) yang menemukan bahwa sebanyak 72 persen
anak usia 2-6 tahun sudah mengenal gawai dan 27 persen diantaranya mengenal gawai
pada usia kurang dari 2 tahun.

Gawai merupakan peranan teknologi komunikasi yang sangat penting karena


membuat hidup manusia menjadi semakin mudah, nyaman, dan perubahan pola pikir
seseorang bahkan perubahan sikap dan karakter manusia. Berdasarkan hasil survei satu
dari tiga anak bahkan mulai menggunakan smartphone ketika berumur tiga tahun
(Republika, 2014).

Pada era digital, penggunaan gawai pada anak semakin sulit untuk dihindari.
Mengingat tuntutan perkembangan zaman akan penguasaan teknologi yang kemudian
mendorong orang tua untuk mengenalkan anak pada teknologi sejak dini. Dampak
positifnya, gawai dapat menjadi media belajar bagi anak untuk menstimulasi
perkembangannya. Vitrianingsih, Khadijah dan Ceria (2018) menyebutkan bahwa
kegiatan yang dilakukan anak pada gawai diantaranya bermain games, bermain puzzle,
dan menonton video. Hal tersebut jika dilakukan secara tepat akan berdampak baik
untuk perkembangan anak. Beberapa penelitian juga menyebutkan bahwa
kontenkonten tertentu pada gawai dapat mengembangkan kemampuan motorik halus
dan kognitif anak (Sundus, 2018; Yenny, 2017).
Media sosial hadir sebagai bagian dari perkembangan internet. Kehadirannya
menawarkan cara berinteraksi, berkomunikasi, dan bersosialisasi yang mudah dan baru
dengan dukungan fitur yang menarik. Jumlah pengguna media sosial di Indonesia
didominasi kalangan remaja sehingga dampaknya sangat banyak dirasakan oleh remaja.
Penggunaan yang baik dapat meningkatkan prestasi, sebaliknya penggunaan yang buruk
dapat berakibat negatif terhadap diri anak dan remaja (Retnowati, 2015). Siswa sekolah
dasar sudah banyak memiliki media sosial. Media sosial banyak digunakan bukan hanya
di Indonesia. Studi yang dilakukan oleh Perrin selama 2005-2015 tentang profil
penggunaan media sosial melalui gawai, dinyatakan bahwa 65% orang Amerika, remaja
adalah pengguna media sosial. Penelitian tentang pengaturan media sosial (Grosseck
dan Hotescu, 2008; Kabilan, Ahmad dan Abidin, 2010; Lenhart, Purcell, Smith dan
Zickuhr, 2010; McCool, 2011; Wright, 2010) telah ditunjukkan bahwa media sosial dapat
digunakan dalam proses administratif, kebutuhan sosial, mencari informasi, dan hiburan
untuk tujuan pendidika. Dabbagh dan Kitsantas (2011) menyatakan bahwa media sosial
mendukung formal dan pembelajaran informal dan memungkinkan pembelajar untuk
mengatur pengaturan belajar pribadi sendiri.

Salah satu ungkapan yang sering didengar “Didiklah anak-anakmu sesuai dengan
jamannya, karena mereka hidup bukan di jamanmu“. Ungkapan tersebut memberikan
pesan untuk para orang tua, bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini akan berubah.
Ketika zaman berubah tentu tantangannya pun berubah, baik itu tantangan untuk
bertahan hidup, dalam pergaulan, menuntut ilmu, cara berkomunikasi dengan anak, dan
tantangan-tantangan lainnya. Orang tua diharapkan mampu melindungi anak-anak dari
ancaman era digital, tetapi tidak menghalangi potensi manfaat yang ditawarkannya.

Problematika yang sedang dihadapi oleh pendidik saat ini yakni terjadi pandemi
corona virus 2019 seperti yang dikemukakan Choerotunnisa (dalam Oktaria, 2020) yang
mengaharuskan semua aktivitas dipusatkan di rumah mulai dari bekerja, belajar, dan
sekolah melalui sistem pembelajaran daring, mengingat betapa ganas dan cepatnya
penularan virus ini, maka pemerintah menginstruksikan semua elemen lembaga
pendidikan untuk tetap melaksanakan proses pembelajaran melalui daring yang serba
online, sehingga pendidik diharuskan mampu beradaptasi dengan sistem pendidikan
yang baru dikenal dengan sebutan new normal. Dengan penerapan sistem pembelajaran
daring yang berpusat pada penggunaan gadget akan berdampak pada perkembangan
bahasa dan sosial anak. Penggunaan gadget menimbulkan dampak positif yang menjadi
alat pendidikan sebagai stimulasi perkembangan bahasa anak dan dampak negatif pada
perubahan perilaku yang signifikan yang semua ini harus diwaspadai oleh orang tua,
peran mengantisipasinya dengan cara mengawasi, memantau, dan mengendalikan anak
menggunakan gadget secara bijak. (Nirwana, 2018; M Sundus 2018; Harbi, 2015).

Perkembangan bahasa anak dipengaruhi oleh peran orang tua dalam mengajak
anak untuk berinteraksi kepada lingkungan sehingga anak dapat menambah kosa kota
yang diberikan orang tua. Kontribusi pendidikan orang tua menghasilkan dampak positif
dan negatif terkait perkembangan bahasa anak, orang tua dengan pendidikan menengah
mampu memberikan kontribusi perkembangan anak. Perkembangan bahasa anak juga
dipengaruhi oleh pengasuhan yang tepat saat diterima anak dengan menggunakan
metode yang efektif untuk mendorong perkembangan bahasa anak, meskipun orang tua
dengan pengetahuan yang cukup terkait intervensi perkembangan bahasa tetapi masih
banyak mereka tidak menggunakan metode yang sesuai. Peran orang tua sangat
dibutuhkan saat ini mengingat pandemi covid-19 yang masih berkepanjangan sehingga
orang tua diharapkan mampu memberikan kontribusi perkembangan bahasa yang
terbaik untuk anaknya agar membelajaran tetap berjalan optimal meskipun akan
berdampak pada perkembangan anak. (Zauche, 2017; Ganapathy, 2016; Pancsofar,
2010; Lemonda, 2009; Safwat, 2014).

Perkembangan sosial anak diperlukan untuk menumbuhkan aspek toleran, aktif,


dan meniru pada anak usia dini, sehingga anak dapat terhindar dari perilaku yang
menyimpang di kehidupan selanjutnya. Perkembangan sosial harus dibentuk sejak anak
usia dini yang bertujuan untuk memupuk nilai-nilai kebaikan pada anak yang nantinya
dapat menjadi suatu kebiasaan (habit) positif yang dapat menjadi pedoman mereka
ketika beranjak dewasa dan sebagai bekal pengetahuan untuk menempuh jenjang
pendidikan selanjutnya (Fitriyah, 2017; Suyanto, 2012). Perkembangan sosial pada anak
memerlukan peran guru dalam memberikan nilai-nilai sosial pada anak usia dini,
menurut Lickona, Schaps, dan Lewis serta Azra (dalam Suyanto, 2010) pendidik
diharapkan mampu memberikan pengarahan nilai-nilai sosial anak didik melalui aspek
toleran, meniru dan berperan aktif dalam berpartisipasi pada pengambilan keputusan
(Purwanto dkk, 2017). Perlunya peran pendidik untuk selalu mendampingi anak usia dini
dalam penanaman nilai-nilai sosial pada anak.

Anda mungkin juga menyukai