Disusun Oleh :
Olyn Silvania
169114096
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
PENDAHULUAN
“Teknologilah yang bisa memberikan dampak sosial terbesar di negara ini.
Bukan kebijakan atau policy.”
-Nadiem Marakim-
1
Pada tahun 2016, pengguna smartphone mencapai 65,2 juta jiwa. Pada tahun 2017,
pengguna meningkat menjadi 74,9 juta jiwa. Pada tahun 2018, pengguna meningkat
menjadi 83,5 juta jiwa. Terakhir, pada tahun 2019 pengguna meningkat menjadi 92
juta jiwa.
PEMBAHASAN
Anak-Anak Zaman Now Punya Smartphone Sendiri ? Sudah Tidak Biasa Kok!
Seiring dengan kemajuan teknologi komunikasi, smarphone tidak hanya
digunakan oleh orang dewasa saja namun juga anak-anak. Fenomena anak-anak
pengguna smartphone sudah biasa ditemui. Penulis sendiri sudah sering menjumpai
pemandangan anak SD yang sudah memiliki smartphone, anak-anak yang sejak
dini sudah mahir mengoperasikan smartphone tanpa harus diajari, balita yang sudah
dipaparkan smartphone sebagai “senjata anti rewel” atau agar mereka bisa duduk
tenang di tempat-tempat umum, dan lain sebagainya. Di sisi lain, banyak orang tua
dari kelas ekonomi atas hingga menengah ke bawah sudah mampu membelikan
anak-anaknya smartphone karena harganya yang semakin terjangkau seiring
banyaknya persaingan teknologi.
Berdasarkan hasil studi Mobile Device Usage Among Young Kids tahun
2014 menunjukkan bahwa 98 persen anak di Asia Tenggara sudah memiliki
smartphone. Adapun alasan anak-anak tersebut diberikan smartphone oleh orang
tuanya adalah sebagai sarana edukasi, sarana pengenalan teknologi sejak dini,
sebagai hiburan, dan semata-mata untuk menenangkan anak. Kemudian, hasil
survei lain yang dilakukan oleh Kementerian Informasi dan UNICEF tahun 2014
menunjukkan bahwa persentase pengguna smartphone yang termasuk kategori usia
anak-anak dan remaja di Indonesia cukup tinggi, yakni 79,5 persen. Studi tersebut
menggambarkan bahwa sebagian besar anak menggunakan smartphone untuk
mencari informasi, hiburan, dan menjalin relasi sosial.
2
sosial pada usia tiga tahun. Pada masa kanak-kanak awal (3 – 5 tahun), interaksi
anak pra sekolah semakin meningkat ketika mereka mulai melakukan permainan
(Berk, 2012). Di sisi lain, kemampuan interaksi sosial anak pra sekolah akan
berkembang pesat ketika ia mulai membentuk hubungan persahabatan dengan
teman sebayanya. Persahabatan di masa kanak-kanak awal memiliki keunikan
tersendiri di mana anak cenderung menganggap sahabat sebagai orang yang mereka
sukai dan dapat diajak bermain bersama. Kemudian pada masa kanak-kanak
pertengahan dan akhir (6 – 12 tahun), anak mulai terlibat ke dalam lingkungan
sosial yang lebih kompleks. Di masa ini, teman sebaya memiliki peran penting
dalam perkembangan sosial anak usia sekolah. Anak-anak di masa sekolah sudah
memiliki minat untuk beraktivitas dengan teman sebayanya dan berkeinginan kuat
untuk diterima sebagai anggota suatu kelompok pertemanan (Berk, 2012).
Berdasarkan uraian teori perkembangan sosial masa kanak-kanak tersebut, penulis
dapat menarik benang merah bahwa kemampuan interaksi sosial merupakan aspek
penting dalam kehidupan seorang anak. Kemampuan interaksi sosial seorang anak
dapat terasah secara optimal jika anak sering berinteraksi dengan dunia nyata.
Dengan demikian, anak mampu mengembangkan bentuk interaksi sosial asosiatif
berupa kerjasama, akomodasi, dan asimilasi serta interaksi sosial disosiatif berupa
persaingan, pertentangan, dan kontraversi yang dapat berguna di masa-masa
selanjutnya (Setiadi, 2013).
Penggunaan smartphone tentunya memberikan pengaruh terhadap interaksi
sosial anak di masyarakat. Ketika anak menggunakan smartphone, dapat dikatakan
bahwa mereka sedang tidak berinteraksi dengan dunia nyata melainkan dengan
dunia maya. Meskipun demikian, hal tersebut tidak sepenuhnya buruk bagi seorang
anak. Setidaknya, smartphone memiliki beberapa pengaruh positif terhadap
interaksi sosial anak. Pertama, smartphone dapat memudahkan anak berkomunikasi
dengan keluarga, teman, dan kerabatnya melalui telepon dan SMS. Selain itu, di
zaman sekarang anak dapat berkomunikasi dengan orang-orang terdekatnya
melalui fitur chatting seperti Line, WhatsApp, dan lain sebagainya. Kemudahan
berkomunikasi tersebut tidak hanya dirasakan oleh anak-anak normal, namun juga
anak-anak disabilitas. Dewasa ini, upaya menghadirkan teknologi digital untuk
3
membantu anak disabilitas dalam melakukan interaksi sosial sudah berkembang.
Sebagai contoh, terdapat aplikasi VoiceOver dari Apple yang membantu
membacakan segala tulisan dan tombol di aplikasi chatting bagi anak tunanetra.
Lalu, terdapat aplikasi Deaf Communicator yang membantu anak tunarungu
mengetahui apa yang dibicarakan orang-orang di sekitarnya. Kedua, smartphone
dapat memperluas jaringan pertemanan anak melalui media sosial seperti
Facebook, Instagram, Twitter, dan lain sebagainya (Zaeunidin, 2018). Adapun
survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia tahun
2017 memperlihatkan bahwa persentase penggunaan media sosial di berbagai
kalangan usia sangat tinggi yakni 87,13 persen.
Jika dilihat dari segi manfaat, smartphone memudahkan anak dalam
berinteraksi tanpa dibatasi ruang dan waktu. Namun, penggunaan smartphone yang
berlebihan justru dapat berpengaruh negatif terhadap interaksi sosial anak di
masyarakat. Smartphone dapat menyebabkan anak menjadi kurang peduli dengan
lingkungan di sekelilingnya. Anak menjadi cenderung lebih individualis karena
interaksi anak yang awalnya dilakukan secara langsung (tatap muka) berubah
menjadi interaksi dengan benda mati. Hal tersebut dapat diawali dari lingkungan
keluarga sebagai tempat pertama terjadinya interaksi sosial. Di dalam keluarga,
terdapat norma-norma sosial, internalisasi norma-norma, pembentukan frame of
reference, perilaku, dan lain-lain yang merupakan fondasi anak sebelum
berinteraksi dengan lingkungan luar (Lestari, Riana, dan Taftarzani, 2014). Di masa
kini, sudah banyak dijumpai pemandangan orang tua yang memanjakan anak-
anaknya dengan smartphone. Mayoritas orang tua memberikan anaknya
smartphone supaya anak bisa duduk tenang dan berperilaku baik, bahkan ada orang
tua yang menganggap bahwa smartphone adalah guru terbaik karena memiliki
konten-konten edukasi yang bisa mendidik anaknya. Jika penggunaan smartphone
berlangsung terus menerus, maka interaksi sosial antara orang tua kepada anak
tidak akan terjalin secara utuh. Komunikasi, kedekatan, dan bahkan keterlibatan
orang tua sebagai figur pengasuh sudah tidak lagi dirasakan secara maksimal.
Dengan kata lain, smartphone dapat menggantikan peran pengasuhan yang
seharusnya dilakukan oleh orang tua. Apabila dibiarkan tanpa pengawasan, maka
4
anak dapat mengakses konten yang tidak sesuai dengan usianya seperti konten
dewasa dan pornografi.
Pengaruh negatif smartphone lainnya adalah dapat menyebabkan anak
mengalami kecanduan sehingga interaksi sosialnya semakin terhambat bahkan
luntur. Fenomena anak yang kecanduan smartphone telah menjadi sorotan di
kalangan orang tua, guru, psikolog, dan bahkan masyarakat awam. Hal ini dapat
dilihat dari banyaknya kasus anak yang mengalami kecanduan smartphone. Pada
tahun 2017, seorang anak berusia 13 tahun di Amerika Serikat terpaksa dimasukkan
ke panti rehabilitasi bernama Restart Life Centre oleh kedua orang tuanya. Anak
tersebut mengalami ketergantungan smartphone yang cukup parah sehingga harus
menjalani proses pemulihan selama lebih dari delapan tahun. Kasus lain datang dari
tahun 2019 di Indonesia. Di Sukabumi, sebanyak 16 orang tua melaporkan anaknya
mengalami ketergantungan game di smartphone kepada LK3 Bina Sosial Kota
Sukabumi. Mayoritas anak yang ketergantungan tersebut masih berada di usia
sekolah tingkat SD – SMA. Sebagian besar dari mereka berjenis kelamin laki-laki
dibandingkan perempuan. Kedua contoh kasus tersebut menggambarkan bahwa
pengaruh smartphone terhadap interaksi sosial anak bukan main-main karena dapat
mengurangi produktivitas mereka. Selanjutnya, smartphone berdampak negatif
terhadap keterlibatan sosial anak. Penelitian yang dilakukan oleh Ihm (2018)
terhadap 2. 000 anak di Korea Selatan menunjukkan bahwa anak yang kecanduan
smartphone cenderung kurang terlibat dalam aktivitas sosial. Padahal seharusnya
masa kanak-kanak diisi dengan aktivitas yang membantu perkembangan fisik,
sosial, dan motoriknya seperti bermain dengan teman sebaya dan berolahraga.
PENUTUP
Masa kanak-kanak merupakan masa keemasan seseorang dalam
mengembangkan kemampuan interaksi sosialnya. Semakin sering anak terlibat
dalam aktivitas sosial, maka semakin baik pula kemampuan interaksi sosialnya.
Bagi kehidupan seorang anak, smartphone memiliki pengaruh positif dan negatif
terhadap interaksi sosialnya. Pengaruh positif dari penggunaan smartphone adalah
mempermudah komunikasi anak dengan kerabatnya, memudahkan anak disabilitas
5
dalam berinteraksi melalui beberapa fitur komunikasi, dan menambah relasi
pertemanan melalui media sosial. Sedangkan, pengaruh negatif dari penggunaan
smartphone adalah dapat membuat anak cenderung kurang peduli dengan
lingkungannya, menurunkan kualitas hubungan anak dengan keluarga sebagai
kelompok sosial pertama, dan menyebabkan anak mengalami kecanduan yang
mengurangi produktivitasnya. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika orang tua
meningkatkan quality time bersama anak. Lalu, sebaiknya orang tua mendampingi
sekaligus memberikan batasan anak dalam bermain smartphone. Hal ini bertujuan
agar anak tetap bisa berinteraksi dengan kerabat dan teman sebayanya sehingga
kemampuan interaksi sosialnya terasah dengan baik.
6
DAFTAR PUSTAKA
Berk, L. E. (2012). Development through the lifespan 5th ed. (Vol. 1). Boston:
Pearson Education Inc.
Christian, A. (2018, Desember 2). Dampak positif dan negatif teknologi terhadap
4 aspek besar. Diunduh dari:
https://www.kompasiana.com/andrewchristian/5c03f34c43322f66a05c9f37/
dampak-positif-dan-negatif-teknologi-terhadap-4-aspek-ekonomi-sosial-
budaya-dan-politik?
Lestari, I., Riana, A. W., & Taftarzani, B. M. (2014). Pengaruh gadget pada
interaksi sosial dalam keluarga. Prosiding KS : Riset dan PKM, 2 (2), 204 -
209.
7
Putra, D. A. E. (2017). Smartphone sebagai gaya hidup (studi desktriptif tentang
penggunaan smartphone sebagai gaya hidup mahasiswa FISIP USU)
(Artikel Penelitian). Universitas Sumatera Utara, Indonesia.
Riset Kominfo dan UNICEF mengenai perilaku anak dan remaja dalam
menggunakan internet. (2014). Diunduh pada 24 Agustus 2019, dari :
https://kominfo.go.id/content/detail/3834/siaran-pers-no-
17pihkominfo22014-tentang-riset-kominfo-dan-unicef-mengenai-perilaku-
anak-dan-remaja-dalam-menggunakan-internet/0/siaran_pers
Setiadi, E.M., Hakam, K.A., & Effendi, R. (2013). Ilmu sosial budaya dasar.
Jakarta : Kencana.
The Asian Parents Insights. (2014). Mobile device usage among young kids : A
southeast asia study (Publikasi). Singapore : Author.
Zaenudin, A. (2018, Maret 16). Membuka dan mendengar dunia dengan aplikasi
disabilitas. Diunduh dari: https://tirto.id/membuka-dan-mendengar-dunia-
dengan-aplikasi-disabilitas-cFH6