Anda di halaman 1dari 53

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN INTENSITAS DAN JENIS PEMAKAIAN DALAM


PENGGUNAAN GADGET TERHADAP TINGKAT
EMOSIONAL PADA ANAK USIA SEKOLAH
DI SD NEGERI 04 KOBA
TAHUN 2022

Diajukan Oleh:
MARIYAMA
2018139p

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CITRA DELIMA BANGKA BELITUNG
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gadget merupakan sebuah istilah dalam bahasa Inggris yang

mengartikan sebuah alat elektronik kecil dengan berbagai macam fungsi

khusus gadget sebagai perangkat alat elektronik kecil yang memiliki banyak

fungsi bagi penggunanya sehingga dinilai lebih memudahkan (Rohman,

2017).

Gadget merupakan sebuah perangkat atau instrument elektronik

yang memiliki tujuan dan fungsi praktis untuk membantu

pekerjaan manusia Seiring perkembangan zaman yang semakin modern

kemampuan sosial anak juga dapat di pengaruhi oleh adanya gadget. Gadget

merupakan suatu istilah yang digunakan dalam menyebut beberapa macam

jenis alat teknologi yang sifatnya semakin berkembang pesat dan memiliki

fungsi khusus (Manumpil, 2015). Media elektronik gadget juga telah menjadi

pengasuh setia masyarakat, tidak terkecuali anak-anak. Anak lebih sering

menggunakan gadget untuk bermain game daripada untuk belajar atau

bermain di luar rumah bersama dengan temantemannya (Nurrahmawati,

2018).

Intensitas dalam kamus ilmiah popular kata “intens” berarti keras,

tekun, kuat, giat, semangat. Sedangkan kata “intensitas” bearti kemampuan

atau kekuatan, gigih dan kehebatan. Intensitas juga bisa diartikan keadaan
2

tingkat atau ukuran intensnya. Intensitas juga dapat diartikan keadaan

seseorang untuk melakukan sesuatu dengan kesungguhan hatinya dalam

melakukan suatu kegiatan atau seberapa sering seseorang melakukan kegiatan

yang ada dengan sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan optimal

(Nurrahmawati, 2018).

Jenis pemakaian merupakan bentuk segmen pasar berdasarkan

pengelompokan pemakai baik ringan, sedang dan bahkan berat. Untuk

menentukan pengelompokan segmen ini sebainya dibuat prestasi berdasarkan

jenis pemakaian (Ranuh, 2018).

Perkembangan sosial anak usia sekolah di era moderen semakin menurun

dikarenakan kebiasaan anak yang lebih memilih menghabiskan waktunya

untuk bermain gadget dari pada berinteraksi dengan lingkungan ataupun

bermain bersama teman-temannya. Pada usia prasekolah anak diharapkan

mampu untuk bersosialisasi dengan lingkungan yang baru dan

biasanya anak hanya mendapatkan pendidikan informal dari orang tua

ataupun keluarga serta akan mulai mengenal lingkungan luar rumah dan akan

bertemu dengan teman-teman sebayanya. Perkembangan sosial merupa

pencapaian kematangan dalam hubungan sosial meliputi kemampuan

mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan (Yusuf, 2017).

World Health Organization (WHO) mengungkapkan, sebanyak

93,52% penggunaan gadget oleh anak usia sekolah berada di usia 7-14 tahun

dan penggunaan internet sebanyak 65,34% berusia 7-14 tahun. Umumnya


3

anak-anak menggunakan internet untuk mengakses media sosial termasuk

youtube dan game daring (WHO, 2019).

World Health Organitation (WHO) tahun 2019 melaporkan bahwa di

seluruh dunia, 10-20% anak-anak dan remaja mengalami kondisi kesehatan

mental, seperti Cyber bullying, insomnia, cemas, depresi, gangguan psikotik,

cacat perkembangan, kecemasan, dan gangguan perilaku. Sebanyak 5-25%

dari anak-anak usia sekolah menderita gangguan perkembangan. Berbagai

masalah perkembangan anak, seperti keterlambatan motorik, bahasa,

emosional dan perilaku sosial dalam beberapa tahun terakhir ini semakin

meningkat. Secara global dilaporkan anak yang mengalami gangguan berupa

kecemasan sekitar 9% , mudah emosi 11-15%, gangguan perilaku 9-15%

(WHO, 2019).

World Health Organitation (WHO) tahun 2020 menunjukkan bahwa

pengguna gadget usia sekolah terbesar berada di Tiongkok pada 2020.

Jumlahnya mencapai 953,55 juta pengguna dengan frekuensi pemakaian

minimum sebulan sekali. Padahal, penetrasi smartphone di Negeri Tirai

Bambu baru menjangkau 66% penduduknya. Posisi Tiongkok disusul oleh

India dengan 492,78 juta pengguna smartphone pada tahun lalu. Penetrasi

smartphone di Negeri Bollywood itu baru sebesar 35,4% dari total populasi.

Setelahnya ada Amerika Serikat dengan 273,76 juta pengguna smartphone.

Penetrasi smartphone di AS mencapai 82,2% dari total populasi.


4

World Health Organitation (WHO) tahun 2020 Sedangkan Indonesia

menempati posisi keempat dengan 170,4 juta pengguna smartphone. Penetrasi

smartphone di dalam negeri telah mencapai 61,7% dari total populasi.

Adapun, Newzoo memperkirakan ada sekitar 3,6 miliar pengguna smartphone

di dunia pada 2020. Jumlah itu meningkat dibandingkan tahun sebelumnya

yang sebesar 3,4 miliar pengguna. Jumlah pengguna smartphone pun

diprediksi semakin meningkat kedepannya. Pada 2023, Newzoo memproyeksi

ada 4,3 miliar pengguna smartphone secara global.

Menurut Sumber data dan informasi pengguna Gadget di Indonesia

mencapai 142% dari populasi penduduk, artinya dari jumlah populasi

penduduk Indonesia 262 juta jiwa didapatkan sebanyak 371,4 juta pengguna

Gadget. Dengan demikian rata-rata setiap penduduk memakai 1,4 telepon

karena satu orang terkadang menggunakan 1-2 telepon. Dari jumlah 371,4

juta pengguna ponsel didapati 132,7 juta pengguna internet, 106 juta

pengguna media sosial aktif dan 92 juta pengguna media sosial

mobile aktif, 2017 (Sulianto, 2019).

Berdasarkan data dari Kementrian Komunikasi dan Informatika

Republik Indonesia tahun 2019 menyatakan bahwa penggunaan gadget di

Indonesia juga bertambah dengan pesat. Lembaga riset digital Marketing

Emarketer memperkirakan memperkirakan pada tahun 2019 julah

penggunaan aktif gadget di Indonesia lebih dari 100 juta orang. Saat ini

penggunaan gadget di Indonesia berjumlah 73,3 %, naik dari 64,8% dari

tahun 2018, dari jumlah penduduk Indonesia mencapai 100 juta jiwa. Jumlah
5

tersebut naik lagi dari 100 juta ke 171 juta di tahun 2019 dengan persentasi

73,7% atau naik sekitar 8,9% atau sekitar 25,5 juta pengguna (Kementrian

Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, 2019).

Sebanyak 29% anak usia dini di Indonesia menggunakan telepon

seluler dalam tiga tahun terakhir terhidung dari tahun 2019. Rinciannya, bayi

yang berusia kurang dari satu tahun sebesar 3,5%, anak balita 1-4 tahun

sebesar 25,9%, dan anak prasekolah 5-6 tahun sebesar 47,7%. Selain itu,

sebanyak 12% anak-anak pada usia ini mengakses internet. Anak prasekolah

memiliki proporsi paling besar, yakni 20,1%, dibandingkan anak balita yang

sebesar 10,7% dan bayi 0,9%. Sedangkan, hanya 0-1% anak usia dini yang

menggunakan komputer pada periode waktu yang sama (Kementrian

Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, 2019).

Berdasarkan data dari Kementrian Komunikasi dan Informatika

Bangka Belitung, jumlah orang yang menggunakan gadget khususnya di

Provinsi Bangka Belitung , berjumlah sekitar 132,7 ribu pada tahun 2018,

sedangkan penggunaan gadget pada tahun 2019 berjumlah sekitar 256,2 ribu

dan penggunaan gadget pada tahun 2020 berjumalah 1.124.602 orang dan

penggunaan gadget dapat terus naik dari tahun ke tahun dan Sumatra Selatan

adalah salah satu yang paling banyak menggunakan internet (Dinas

Komunikasi dan Informatika Provinsi Bangka Belitung, 2020).

Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan oleh yang berjudul

hubungan penggunaan gadget terhadap perkembangan emosional dan mental

anak usia sekolah. Hasil penelitian didapatkan penggunaan gadget yang


6

sering pada anak lebih beresiko membuat perkembangan emosional dan

mental anak menjadi semakin buruk hal tersebut karena durasi bermain

gadget yang lama dapat membuat otak anak menjadi tidak fokus terhadap ha-

hal sekitar selain dengan gadget dan fitur-fitur di dalmnya (Sartika, 2018).

Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan oleh (Triana Lestari

2021) dengan judul penelitian pengaruh gadget terhadap perkembangan

emosi anak. Penggunaan gadget ini memiliki pengaruh terhadap

perkembangan emosi, karena pemakaian gadget ini akan menjadikan anak

memiliki kecanduan. Semakin anak sering bermain gadget maka akan

memberikan pengaruh pula pada anak dalam perkembangan emosi seperti

misalnya anak akan lebih sering meluapkan emosinya, timbul rasa egois dan

ingin menang sendiri. Sehingga dalam mengurangi pengaruh yang timbul

ketika anak bermain gadget ini maka dibutukannya peran orang tua dalam

membimbing anak. Orang tua juga perlu menjauhkan anak dari gadget dan

permainan online, karena gadget dan permainan online ini akan

mendatangkan emosi yang tidak stabil bagi anak.

Berdasarkan survey awal di SD Negeri 04 Koba di dapatkan data

siswa/siswi yang aktif bermain gadget sebanyak 268 siswa/siswi yang

bersekolah di SD Negeri 04 koba dari total 315 siswa/siswi yang bersekolah

SD Negeri 04 Koba. Data tersebut di peroleh dengan menggunakan survey ke

setiap kelas dari kelas 1 sampai kelas 6. Berdasarkan data yang di dapat

banyak guru mengeluh terhadap tingkat prestasi belajar pada anak, prestasi

mereka menurun dari tahun ke tahunnya dan ada juga anak yang sebelumnya
7

tidak berprestasi bisa menjadi prestasi di kelasnya dan tingkah laku anak

cenderung menurun seperti seperti emosi yang sering labil, selalu kesulitan

untuk memahi pelajaran dan sering mengantuk saat jam ajar sedang

berlangsung.

Dari prestasi yang di ukur melalui nilai rapot ada banyak nilai siswa

siswi yang menurun, peneliti mengambil contoh sampel pada kelas 4 peneliti

mengobservasi nilai mereka dari 10 siswa siswi yang peneliti observasi rata-

rata nilai siswa siswi cenderung menurun dari tahun sebelumnya. Kemudian

peneliti mewawancarai salah satu guru kelas mengenai penurunan prestasi

belajar murud mereka, guru tersebut mengungkapkan terjadinya penurunan

prestasi salah satuny di sebabkan karena siswa siswi yang kurang konsentrasi

mengikuti pelajaran karena mereka mungkin terlalu banyak menggunakan

gadget pada malam hari jadi waktu siswa siswi mengikuti pelajaran mereka

merasakan ngantuk dan tidak konsen saat mengikuti pelajaran.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui

hubungan tingkat intensitas dan jenis pemakaian dalam penggunaan gadget

terhadap tingkat emosional pada anak usia sekolah di SD Negeri 04 Koba

tahun 2022.

A. Rumusan masalah

Gadget merupakan suatu alat yang memiliki tujuan dan fungsi praktis

yang dirancang lebih canggih seperti sebagai alat komunikasi dan hiburan,

tidak heran banyak orang yang asyik menggunakan gadget hingga lupa

waktu seperti bermain game. Pengaruh penggunaan gadget berlebihan


8

berdampak buruk bagi interaksi sosial seperti emosional, pemberontak

karena merasa sedang diganggu saat asyik bermain game, serta malas

mengerjakan rutinitas sehari-hari (Herimanto & Winarno, 2019).

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka rumusan masalah penelitian ini

adalah adakah “Hubungan intensitas dan jenis pemakaian dalam

penggunaan gadget terhadap tingkat emosional pada anak usia di SD

Negeri 04 Koba tahun 2022”.

B. Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan intensitas dan jenis pemakaian dalam

penggunaan gadget terhadap tingkat emosional pada anak usia sekolah (7

- 14 tahun) di SD Negeri 04 Koba tahun 2022.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan intensitas penggunaan gadget terhadap

tingkat emosional pada anak usia sekolah di SD Negri 04 Koba.

b. Untuk mengetahui hubungan jenis pemakaian penggunaaan gaeget

terhadap tingkat emosional pada anak usia sekolah di SD Negri 04

Koba.

C. Manfaat penelitian

1. Bagi Peneliti

a. Melalui penelitian ini peneliti dapat menerapkan dan memanfaatkan

ilmu yang didapat selama pendidikan dan menambah pengetahuan dan

pengalaman dalam melakukan penelitian.


9

b. Menambah pengetahuan peneliti tentang pentingnya melakukan

penyuluhan tangan bahaya penggunaan gadget pada anak prasekolah

terkait perkembangan emosi anak.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi

mahasiswa dan dapat memberikan masukan serta dapat dijadikan bahan

acuan dasar untuk peneliti selanjutnya.

3. Bagi Orang Tua/Guru

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi

orang tua atau guru di sekolah agar lebih bijak lagi untk membatasi anak

bermain gadget karena dapat menimbulkan dampak yang serius.

4. Bagi Institusi Kesehatan

Manfaat bagi institusi kesehatan khususnya puskesmas agar melakukan

penyuluhan kepada masyarakat umumnya yang menggunakan gadget

terkait bahaya penggunaan gadget pada anak terhadap interaksi sosial dan

emosional.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka adalah untuk mendukung permasalahan yang di

ungkapkan dalam usulan penelitian, di perlukan tinjauan kepustakaan yang

kuat. Tinjauan kepustakaan sangat penting dalam mendasari penelitian yang

akan di lakukan (Notoatmojo, 2012).

A. Konsep Anak Usia Sekolah

1. Pengertian Anak Usia Sekolah

Anak usia sekolah merupakan anak yang berusia 6-12 tahun yang

sudah dapat mereaksikan rangsang intelektual atau melaksanakan tugas-

tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan

kognitif seperti: membaca, menulis dan menghitung (Yusuf, 2016). Anak

usia sekolah merupakan masa dimana terjadi perubahan yang bervariasi

pada pertumbuhan dan perkembangan anak yang akan mempengaruhi

pembentukan karakteristik dan kepribadian anak. Periode usia sekolah ini

menjadi pengalaman inti anak yang dianggap mula bertanggung jawab atas

perilakunya sendiri dalam hubungan dengan teman sebaya, orang tua dan

lainnya. Usia sekolah merupakan masa anak memperoleh dasar-dasar

pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa

dan memperoleh keterampilan tertentu (Wong, 2017).

2. Tahap Tumbuh-Kembang Anak Usia Sekolah

Tumbuh kembang adalah sebagai satu kesatuan yang mencerminkan

berbagai perubahan yang terjadi selama hidup seseorang. Anak usia

10
sekolah mengalami beberapa perubahan sampai akhir dari periode masa

kanak-kanak dimana anak mulai matang secara seksual pada usia 12 tahun.

Periode perkembangan anak usia sekolah ketika anak diarahkan menjauh

dari kelompok keluarga dan berpusat pada di dunia sebaya yang lebih luas.

Tahap ini akan terjadi perkembangan fisik, mental, sosial yang kontinu

disertai dengan penekanan pada perkembangan kompetensi keterampilan.

Pada tahap ini, kerjasama sosial dan perkembangan moral dini lebih

penting dari dan relevan dengan tahap-tahap kehidupan berikutnya (Wong,

2017).

a. Pertumbuhan Fisik

Pertumbuhan selama periode ini rata-rata mengalami peningkatan

penaikkan berat badan 3-3,5 kg dan tinggi badan 6 cm atau 2,5 inchi

pertahunnya. Lingkar kepala akan mengalami perubahan ukuran sekitar

2-3 cm, yang menandakan pertumbuhan otak yang melambat karena

proses mielinisasi sudah sempurna pada usia 7 tahun (Behrman et al.,

2016). Anak laki-laki usia 6 tahun cenderung memiliki berat badan

sekitar 21 kg, kurang lebih 1 kg lebih berat dari pada anak perempuan.

Rata-rata kenaikan berat badan anak usia sekolah 6 – 12 tahun kurang

lebih sebesar 3,2 kg per tahun. Periode ini, perbedaan individu pada

kenaikan berat badan disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan.

Tinggi badan anak usia 6 tahun, baik laki-laki maupun perempuan

memiliki tinggi badan yang sama, yaitu kurang lebih 115 cm. Setelah

usia 12 tahun, tinggi badan kurang lebih 150 cm (Kozier et al., 2018).

11
Pertumbuhan wajah bagian tengah dan bawah terjadi secara bertahap.

Kekuatan otot, koordinasi dan daya tahan tubuh meningkat secara terus-

menerus. Organ-organ seksual secara fisik belum matang, namun pada

jenis kelamin yang berbeda dengan tingkah laku seksual yang aktif pada

anak-anak dapat meningkatkan secara progresif sampai pada masa

pubertas (Behrman et al., 2016).

b. Perkembangan Kognitif

Anak usia sekolah mempelajari alfabet dan perluasan simbol yang

disebut kata-kata, yang diatur dalam susunan struktur dan hubungannya

dengan alfabet. Keterampilan yang paling penting yaitu kemampuan

membaca yang diperoleh selama bertahun-tahun sekolah dan menjadi

hal yang paling berharga untuk mengobservasi kemandirian anak

(Hockenbery, 2017). Kemampuan untuk mengeksplorasi, berimajinasi

dan memperluas pengetahuan ditingkatkan dengan kemampuan

membaca. Anak usia sekolah mengalami perubahan dari cara berfikir

egosentris menjadi cara berfikir objektif dimana anak sudah mampu

melihat orang lain menurut sudut pandang anak, mencari validasi dan

mampu bertanya (Muscari, 2015). Anak usia sekolah masih mengalami

kesulitan untuk memahami hal-hal yang berhubungan dengan masa

depan dan kesulitan memahami dugaan atau hipotesis (Muscari, 2015).

Pada anak usia 7-11 tahun anak berfikir semakin logis dan masuk akal.

Anak-anak mampu mengklarifikasi, mengurutkan, menyusun dan

mengatur fakta tentang dunia untuk menyelesaikan masalah. Pada usia

12
ini anak mampu menghadapi sejumlah aspek berbeda dalam sebuah

situasi secara bersamaan. Anak tidak memiliki kemampuan untuk

menghadapi sesuatu yang abstrak, anak menyelesaikan masalah secara

konkret dan sistematis berdasarkan apa yang mereka rasakan. Pada saat

ini anak berfikir secara induktif, dimana cara berfikir tidak terlalu

berpusat pada diri sendiri. Anak dapat mempertimbangkan sudut

pandang orang lain secara berbeda dan sudut pandang mereka sendiri.

Dengan demikian cara berfikir menjadi semakin tersosialisasi (Wong,

2017).

c. Perkembangan Psikososial

Anak usia sekolah telah siap untuk bekerja dan berproduksi. Anak

mau terlibat dalam tugas dan aktivitas yang dapat mereka lakukan

sampai selesai dan menginginkan pencapaian yang nyata. Anak-anak

belajar berkompetisi dan bekerja sama dengan orang lain dan juga patuh

terhadap aturan-aturan. Periode ini merupakan pemantapan dalam

hubungan sosial anak dengan orang lain (Wong, 2017).

d. Perkembangan moral

Dalam tahap perkembangan anak juga mengalami perkembangan

dalam cara berfikir moral. Pada tahap pra konvensional anak

terorientasi secara budaya dengan label baik atau buruk, benar atau

salah. Pada tahap ini anak menentukan bahwa perilaku yang benar

terdiri atas sesuatu yang memuakan kebutuhan mereka sendiri. Pada

tahap konvensional anak lebih terfokus pada kepatuhan dan loyalitas.

13
Anak mematuhi aturan, melakukan tugas seseorang, menunjukkan rasa

hormat dan menjaga aturan sosial (Wong, 2017).

Pada masa kanak-kanak akhir usia 6-12 tahun, penalaran moral

anak ada pada angkatan II, yaitu pada moral yang conventional

(tahapan selengkapnya dapat dilihat pada uraian sebelumnya tentang

masa anak awal). Pada tingkat conventional ini individu

memberlakukan standar tertentu, tetapi standar ini ditetapkan oleh

orang lain, misalnya orang tua atau pemerintah (Soetjiningsih, 2012).

3. Tugas Perkembangan Anak Usia Sekolah

Tugas–tugas perkembangan anak sekolah dasar menurut

Havighurst dalam Hurlock (2018) adalah sebagai berikut :

a. Mempelajari ketrampilan fisik yang dipelukan untuh permainan-

permaianan yang umum.

b. Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai mahluk

yang sedang tumbuh.

c. Belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya

d. Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat.

e. Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca,

menulis dan berhitung.

f. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk

kehidupan sehari-hari.

g. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, tata dan tingkatan

nilai.

14
h. Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok social dan

lembaga-lembaga.

i. Mencapai kebebasan pribadi.

B. Intensitas Penggunaan Gadget

1. Definisi gadget

Gadget adalah sebuah istilah berasal dari bahasa Inggris yaitu

perangkat elektronik kecil yang memiliki tujuan dan fungsi khusus untuk

mengunduh informasi-informasi terbaru dengan berbagai teknologi

maupun fitur terbaru, sehingga membuat hidup manusia menjadi lebih

praktis. Gadget sendiri dapat berupa komputer atau laptop, tablet pc,

video game dan juga telepon seluler atau smartphone (Setianingsih,

2018).

Gadget merupakan sebuah inovasi dari teknologi terbaru dengan

kemampuan yang lebih baik dan fitur terbaru yang memiliki tujuan

maupun fungsi lebih praktis dan juga lebih berguna Saat ini tidak aneh

lagi melihat anak kecil sudah menggunakan gadget. Gadget adalah benda

ajaib yang berisi aneka aplikasi dan program ini telah menjadi sahabat

yang lekat bagianak, bahkan seolaholah bisa menyihir mereka untuk

duduk manis berjam-jam bersama gadget (Efastri S, dkk, 2018).

2. Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Gadget

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi anak-anak dalam

penggunaan gadget (Damayanti Riska, 2017). Faktor-faktor tersebut

meliputi:

15
a. Gadget menampilkan fitur-fitur yang menarik

Fitur-fitur yang ada didalam gadget membuat ketertarikan pada

anak-anak. Sehingga hal itu membuat anak-anak penasaran untuk

mengoperasikan gadget .

b. Kecanggihan dari gadget

Kecanggihan dari gadget dapat memudahkan semua kebutuhan

anak. Kebutuhan anak dapat terpenuhi dalam bermain game, sosial

media bahkan sampai berbelanja online.

c. Keterjangkauan harga gadget

Keterjangkauan harga disebabkan karena banyaknya persaingan

teknologi. Sehingga dapat menyebabkan harga dari gadget semakin

terjangkau. Dahulu hanyalah golongan orang menengah atas yang

mampu membeli gadget, akan tetapi pada kenyataan sekarang orang

tua berpenghasilan pas-pasan mampu membelikan gadget untuk

anaknya.

d. Lingkungan Lingkungan membuat adanya penekanan dari teman

sebaya dan juga masyarakat. Hal ini menjadi banyak orang yang

menggunakan gadget, maka masyarakat lainnya menjadi enggan

meninggalkan gadget. Selain itu sekarang hampir setiap kegiatan

menuntut seseorang untuk menggunakan gadget.

e. Faktor budaya Faktor budaya berpengaruh paling luas dan mendalam

terhadap perilaku anak. Sehingga banyak anak-anak mengikuti trend

16
yang ada didalam budaya lingkungan mereka, yang mengakibatkan

keharusan untuk memiliki gadget.

f. Faktor sosial Faktor sosial yang mempengaruhinya seperti kelompok

acuan, keluarga serta status sosial. Peran keluarga sangat penting

dalam faktor sosial, karena keluarga sebagai acuan utama dalam

perilaku anak.

3. Dampak Positif dan Negatif Penggunaan Gadget

Gadget memiliki dampak positif dan negatif dalam penggunaan

untuk anak menurut Marpaung (2018) :

a. Dampak Positif Penggunaan Gadget

1) Berkembangnya imajinasi (melihat gambar kemudian

menggambarnya sesuai imajinasinya yang melatih daya pikir

tanpa dibatasi kenyataan).

2) Melatih tingkat (dalam hal ini anak dapat ter biasa dengan

tulisan, angka, gambar yang membantu melatih proses belajar).

3) Meningkatkan rasa percaya diri (saat anak memegang suatu

permainan akan termotivasi untuk menyelesaikan permainan).

4) Mengembangkan kemampuan dalam membaca, matematika, dan

pemecahan masalah (dalam hal ini anak akan timbul sifat dasar

rasa ingin tahu akan suatu hal yang membuat anak akan muncul

kesadaran kebutuhan belajar dengan sendirinya tanpa perlu

dipaksa).

17
b. Dampak Negatif Penggunaan Gadget

1) Penurunan konsentrasi saat belajar (pada saat belajar anak

menjadi tidak fokus dan hanya teringat dengan gadget, misalnya

anak teringat dengan permainan gadget seolah-olah dia seperti

tokoh dalam game tersebut).

2) Malas menulis dan membaca (hal ini diakibatkan dari

penggunaan gadget misalnya pada saat anak membuka video

diaplikasi youtube anak cenderung melihat gambarnya saja

tanpa harus menulis apa yang mereka cari).

3) Penurunan dalam kemampuan bersosialisai (misalnya anak

kurang bermain dengan teman di lingkungan sekitarnya, tidak

memperdulikan keadaan disekelilingnya).

4) Kecanduan (anak akan sulit dan akan ketergantungan dengan

gadget karena sudah menjadi suatu hal yang menjadi kebutuhan

untuknya).

5) Dapat menimbulkan gangguan kesehatan (jelas dapat

menimbulkan gangguan kesehatan karena paparan radiasi yang

ada pada gadget, dan juga dapat merusak kesehatan mata anak).

6) Pekembangan kognitif anak terhambat (kognitif atau pemikiran

proses psikologis yang berkaitan bagaimana individu

mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan,

memperkirakan, menilai dan memikirkan lingkungannya akan

terhambat).

18
7) Menghambat kemampuan berbahasa (anak akan terbiasa

menggunakan gadget akan cenderung diam, sering menirukan

bahasa yang didengar, menutup diri dan enggan berkomunikasi

dengan teman atau lingkungannya).

8) Dapat mempengaruhi perilaku anak (seperti contoh anak

bermain game yang memiliki unsur kekerasan yang akan

mempengaruhi pola perilaku dan karakter yang dapat

menimbulkan tindak kekerasan terhadap teman).

4. Tanda-tanda kecanduan penggunaan gadget

Tanda seorang mengalami kecanduan menurut Wulansari (2017) :

a. Penggunaan gadget secara terus-menerus disertai kurangnya minat

untuk bersosialisasi

b. Menghabiskan waktu lebih dari 2 (dua) jam untuk menggunakan

gadget.

c. Melakukan protes atas segala pembatasan dan aturan soal gadget.

d. Tidak dapat melewatkan waktu sehari pun tanpa gadget.

e. Selalu minta di berikan gadget, jika tidak diberi, anak akan

mengamuk.

f. Tidak mau beraktivitas di luar rumah. Misalnya, bersikeras minta

pulang cepat agar bisa bermain gadget yaitu game di rumah.

g. Menolak melakukan rutinitas sehari-hari dan lebih memilih bermain

gadget. Seperti tidak mau di suruh orang tua untuk tidur atau mandi.

19
5. Durasi penggunaan gadget

Menurut Ummu Balqis (2018) Anak sudah paham dan berjanji

mematuhi batasan-batasan yang diberikan, namun tetap saja kita harus

memberikan batasan atau durasi penggunaan gadget. Hal ini untuk

menghindari adiksi anak yang dapat membahayakan pertumbuhan dan

perkembangan jiwanya. Penggunaan gadget menurut Starburger bahwa

seorang anak hanya boleh berada di depan layar kurang dari 1 jam setiap

harinya.

Sedangkan menurut asosiasi dokter anak Amerika dan Canada,

mengemukakan bahwa anak usia 3-5 tahun diberikan batasan durasi

bermain gadget sekitar 1 jam perhari, dan 2 jam perhari untuk anak usia

6-18 tahun (Pangestuti, 2017). Akan tetapi, faktanya di Indonesia masih

banyak anak-anak yang menggunakan gadget 4 – 5 kali lebih banyak dari

jumlah yang direkomendasikan. Penggunaan gadget yang terlalu lama

akan berdampak bagi kesehatan anak dan tingkat agresif pada anak.

6. Dampak Buruk Lama Penggunaan Gadget

Dampak menurut Agency (2016) antara lain:

a. Menjadi pribadi tertutup

Anak yang telah kecanduaan gadget akan menganggap perangkat itu

adalah bagian hidupnya dan akan cemas bilamana gadget akan

dijauhkan karena sebagian waktunya sudah dipergunakan untuk

bermain gadget. Hal itu akan mengganggu kedekatan dengan orang

20
tua, lingkungan, bahkan teman sebayanya. Jika dibiarkan saja keadaan

ini akan membuat anak menjadi tertutup atau inrovert.

b. Kesehatan otak terganggu

Otak bagian depan anak sebenarnya belumlah sempurna layaknya

orang yang sudah dewasa. Menurut para ahli kesehatan otak bagian

depan seorang individu matang pada usia 25 tahun. Sementara fungsi

otak bagian depan adalah pusat memerintahkan tubuh untuk

melakukan pergerakan dan reseptornya yang mendukung otak depan

adalah otak bagian belakang yang berfungsi menghasilkan hormon

dopamin yakni hormon yang menghasilkan perasaan nyaman atau

tenang. Bila anak bermain gadget lalu ia membuka informasi yang

negatif misalkan pornografi atau kekerasan. Maka informasi itu akan

terekam dalam memori otak dan sulit untuk dihapus dari pikiran

bahkan dalam waktu yang lama.

c. Kesehatan mata terganggu

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa ketika individu membaca

pesan teks atau browsing melalui gadget cenderung memegang

gadget ini lebih dekat dengan mata, sehingga otot-otot pada mata

cenderung bekerja lebih keras. Jika anak sudah berkacamata maka

jarak baca yang terlalu dekat maka mata anak yang berkacamata akan

bertambah bebanya, akibatnya satuan minus kacamata akan

bertambah. Bisa menyebabkan sakit kepala dan tegang di daerah

kelopak mata.

21
d. Kesehatan tangan terganggu

Ketika anak memainkan gadget misalnya main game dengan frekuensi

yang tinggi biasanyaa akan mengalami kecapekan di bagian tangan

terutama bagian jari. Penyakit ini disebut oleh ahli kesehatan dengan

nama “sindrom vibrasi”. Semakin lama menggunakan menekuk

tangan maka semakin rawan pergelangan mengalami cedera.

e. Gangguan tidur

Bagi anak sudah kecanduaan gadget tanpa adanya pengawasan orang

tua dan terus-menerus dilakukan tanpa adanya batasan waktu maka

akan mengganggu jam tidurnya.

f. Suka menyendiri

Ketika anak sudah merasa asyik bermain gadget maka ia merasa itu

adalah segalanya. Ia tak peduli lagi dengan apapun yang ada di

sekitarnya karena yang di butuhkan adalah bermain gadget itupun

dilakukanya sendiri tanpa ada siapapun. Ketika anak harus bertemu

dengan teman sebaya ia akan sulit berinteraksi ataupun berkomunikasi

secara sehat. Sebab konsentrasinya hanya pada gadget yang

menyajikan fantasi yang lebih menarik dari pada harus bergaul.

Dikehidupan yang nyata ia akan kesulitan untuk fokus akhirnya

jadilah ia anak yang menyendiri.

g. Perilaku kekerasan

22
Menurut penelitian perilaku kekerasan yang terjadi pada anak

dikarenakan anak sering mengonsumsi materi kekerasan baik itu

melalui game atau media yang menampilkan kekerasan. Adapun

perilaku kekerasan yang terjadi pada anak karena sebuah proses

belajar yang salah dimana proses kebiasaan melihat materi yang

berulang-ulang akan mengindikasikan perilaku kekerasan.

h. Pudarnya kreativitas

Dengan adanya gadget, anak cenderung kurang kreatif lagi karena

ketika ia diberi tugas oleh sekolah ia tinggal browsing internet untuk

menyelesaikan tugas itu

i. Jenis pemakaian gadget

Penggunaan gadget yang digunakan berlebihan akan membuat anak

menjadi ketergantungan dan menjadi aktivitas seharihari (Arnani &

Husna, 2021). Menurut Kwan, dkk dalam (Chasanah & Kilis, 2018)

kecanduan gadget merupakan perilaku yang maladaptive dengan ciri

penggunaan gadget berlebihan, kesulitan untuk mengontrol dan

mengganggu aktivitas sehari-hari. Bukan hanya orang dewasa yang

dapat mengalami kecanduan gadget akan tetapi, anak-anak juga bisa

mengalaminya ditambah lagi anak-anak masih belum dapat

mengontrol keinginannya untuk untuk bermain gadget, anak-anak

belum cukup mengerti jika penggunaan gadget yang berlebihan

memiliki dampak yang kurang baik terhadap tubuhnya. Kecanduan

gadget pada anak-anak bisa terjadi karena kurangnya pendampingan

23
dan control orang tua dalam penggunaan gadget, karena kesibukan

orang tua membiarkan anaknya untuk bermain gadget sampai tidak

disadari anak menjadi kecanduan gadget.

7. Perilaku yang Dipengaruhi dalam Lama Penggunaan Gadget

Perilaku jika menggunakan gadget dalam waktu lama Menurut Setiawati

(2017) :

a. Perilaku Emosi Jika anak sudah kebablasan bermain gadget sehari

lebih dari 2 jam dan jika gadget nya diambil si anak akan marah

sekali, menangis berlebihan atau berteriak-teriak (tantrum ). Si anak

tidak tahan jika harus berlama-lama berpisah dengan gadget nya.

Anak sudah terbiasa menggunakan gadget untuk mengisi kegiatan,

sumber penghiburan informasi, kegiatan bahkan gadget menjadi

teman setia karena selalu di bawa kemana-mana dan takut kalau tidak

ada wifi, takut lowbat atau blank area. Salah satu tanda anak adiksi

gadget, nilai akademisnya menurun.

b. Perilaku sosial

Jika perilaku emosi ( berhubungan dengan diri sendiri ) yang mulai

menyimpang tidak segera diatasi, maka level berikutnya adalah

gangguan pada perilaku sosial. Anak yang terlalu asyik menggunakan

gadget tidak peduli dengan lingkungan sekitar, sehingga tidak

memahami etika bersosialisasi. Selain itu anak yang menggunakan

gadget dalam waktu lama dapat membuat anak berpikir bahwa

mencari teman bisa dilakukan melalui gadget, dan melupakan

24
temanteman yang ada di sekitarnya. Kompas journal intant behavior

and development yang menjelaskan semakin lama penggunaan gadget

semakin parah gangguan yang di alaminya, dan anak semakin pasif.

Para penelitian menyakini bahwa apabila anak semakin tergantung

pada gadget, maka hubunganya dengan orang tua akan merenggang

dan dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan perilaku sosial

tersebut.

c. Perilaku Kekerasan atau Agresif

Pengaruh gadget pada peningkatan tindak kekerasan terhadap anak

yaitu anak laki-laki karena mereka lebih agresif dan tingkat emosinya

belum terkendali sehingga sesama anak laiki-laki sering bertengkar

dan kurang bisa menguasai emosinya. Tanpa sadar sedikit demi

sedikit perilaku anak berubah, mulai tantrum, malas bergaul,

kekerasan ringan hingga menjadi kebiasaan. Jika terus berlangsung

dalam jangka panjang ini bisa menjadi karakter anak.

d. Perilaku malas dan obesitas

Anak akan cenderung pasif atau malas, malas bergerak, malas

olahraga, malas keluar rumah (bermain diluar) dan bentuk lainya. Hal

ini akan menjadi anak menjadi pemalas dan berpotensi obesitas.

Perilaku semacam ini juga menggantikan aktivitas penting lainnya.

Terutama aktivitas bergerak yang pentig untuk kesehatan, maupun

aktifitas sosial.

25
e. Perilaku Tidur dan Belajar

Tidak semua anak orang tua mengawasi anaknya saat menggunakan

gadget sehingga kebanyakan anak pun menggunakan gadget dikamar

tidurnya. Survey yang dilakukan national sleep foundation (NSF)

terhadap 1.100 orang tua yang memiliki anak yang berusia 6-17 tahun

terungkap bahwa waktu tidur anak-anak lebih sedikit dari pada

direkomendasikan. Menurut The U.S. National Heart, Lung and Blood

Institute, anak-anak usia dini hingga anak sekolah dasar,

membutuhkan waktu tidur sekitar 8-9 jam setiap harinya. Sementara

itu, remaja membutuhkan sekitar 7 sampai 8 jam waktu tidur dan

orang dewasa 6-7 jam. Asik menggunakan gadget membuat rasa

ngantuknya hilang. Anak yang masih membawa gadget sampai ke

tempat tidur memliki waktu tidur yang berkurang, merubah pola

belajar, mengantuk di siang hari, mengantuk dikelas, melamun di

siang hari, mengganggu pola belajar, lamban dalam aktivitas di

sekolah, sulit kosentarasi dan tentunya berpengaruh pada kemampuan

anak. Para ahli sebenarnya sudah merekomendasikan agar gadget di

nonaktifkan minimal 1 jam sebelum waktu tidur. Gadget yang masih

menyala akan merangsang otak dan menekan pelepasan hormon

melatonin yang memicu kantuk.

26
C. Definisi Tingkat Dan Emosional

Tingkat merupakan kemampuan untuk menghadapi dan menyesuaikan

diri terhadap situasi baru secara tepat dan efektif. Kemampuan

menggunakan konsep abstrak secara efektif dan kemampuan untuk

mempelajari sesuatu secara cepat (Chaplin, 2017).

Emosional merupakan suatu pengalaman psikosiologikal yang

komplek yang dirasakan inidividu untuk berinteraksi dengan pengaruh

bikokimia (internal) dan lingkungan (eksternal).Pada manusia, emosi dasar

perwujudannya dalam bentuk fisiologis, perilaku ekspresif dan pengalaman

(Myers, 2016).

1. Tingkat Emosional Pada Anak

perkembangan sosial emosional anak usia dini adalah kemampuan

anak dalam mengelola dan mengekspresikan emosi secara lengkap baik

emosi positif maupun negatif. Anak mampu berienteraksi dengan teman

sebayanya atau orang dewasa disekitarnya secara aktif belajar dengan

mengeksplorasi lingkungannya. Perkembangan sosial emosional adalah

proses belajar anak dalam menyesuaikan diri untuk memahami keadaan

serta perasaan ketika berinteraksi dengan orang-orang di lingkungannya

yang diperoleh dengan cara mendengar, mengamati dan meniru hal-hal

yang dilihatnya (Amalia, 2017).

perkembangan sosial emosional anak usia dini merupakan proses

belajar pada diri anak tentang berinteraksi dengan orang disekitarnya yang

sesuai dengan aturan sosial dan anak lebih mampu dalam mengandalikan

27
perasaannya yang sesuai dengan kemampuannya dalam mengidentifikasi

dan mengungkapkan perasaannya yang diperoleh secara bertahap dan

melalui proses penguatan dan modeling.

Berdasarkan dua pengertian di atas maka dapat disimpulkan

perkembangan sosial emosional anak usia dini adalah proses

perkembangan anak dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya

kepada orang tua, teman sebaya dan orang dewasa. Serta proses

perkembangan keadaan jiwa anak dalam memberikan respon terhadap

keadaan dilingkungannyan yang sesuai dengan aturan sosial yang

diperoleh melalui mendengar, mengamati, meniru dan dapat distimulasi

melalui penguatan dan modeling.

Erwin (2017) tingkat emosonali terjadi sangat kuat pada usia 2,5-5,5 dan

6,4 – 9,5 tahun:

a. Reaksi emosi anak sangat kuat, anak akan merespon peristiwa dengan

kadar emosi yang sama. Semakin bertambah usia anak samakin mampu

untuk mengontrol emosinya.

b. Reaksi emosi muncul setiap peristiwa dengan cara yang diinginkannya

dan dengan waktu yang diinginkannya pula.

c. Emosi mudah berubah dan memperlihatkan reaksi spontanitas atau

kondisi asli dan anak sangat terbuka dengan pengalaman-pengalaman

hatinya.

d. Reaksi emosi berdsifat individual dan pemicu emosi yang sama, namun

reaksi yang ditimbulkan berbeda-beda. Hal ini diakibatkan oleh factor

28
pemicu emosi

e. Keadaan emosi anak dikendalikan dengan gejala tingkah laku yang

ditampilkan dan anak sulit mengungkapkan emosi secara verbal dan

emosi mudah dikenali melalui tingkah laku yang ditunjukkan.

2. Klasifikasi Tingkat Emosional Pada Anak

Pengelompokan taingkat emosional pada anak di bagi menjadi tiga

yaitu rinagn sedang dan berat. Gangguan emosional ringan biasanya tidak

mudah terdeteksi Karen orang tua biasanya menganggap hal ini sebagai

sesuatu yang wajar pada anak tetapi anak sudah dapat merasakan

mengenal dan merasakan emosinya sendiri. Misannya anak masih menolak

untuk berbagi mainannya, bahkan marah jika ada yang mencoba untuk

memegang mainnanya. Tingkat emosional sedang akan terlihat ketika anak

bertindak lebih jauh dari yang sebelumnya dan anak dapat memahami

emsosinya sendiri. Misalkan kemarahan membuatnya menyakiti teman

yang meminjam mainannya. Sedangkan tingkat emosional berat akan

terlihat bila anak mudah mengamuk untuk sesuatu hal yang tidak sesuai

keinginannya dan tidak dapat mengendalikan emosinya. Cara dia

mengamuk pun akan di ikuti dengan tindakan menyakiti diri, atau saat

ketakutan anak akan langsung pucat menjerit bahkan keluar keringan

dingin, (Namirotu Fauziah, 2018).

2. Tingkat Emosional

Menurut Dea Nava (2016) Tingkat emosinal merupakan

kemampuan mengenali, memahami, mengatur, menggunakan emosi secara

29
efektif.Davis memfokuskan pengertian tingkat emosional pada

pemahaman dan penggunaan emosi secara efektif. Sedangkan menurut

Goleman (2018) Tingkat emosinal merupakan kemampuan untuk

memotivasi diri sendiri, mengendalikan dorongan hati dan tidak

melebihlebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, menjaga agar beban

stress tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, serta berempati.

Jadi kesimpulan tingkat emosi menurut 2 pendapat diatas merupakan

kemampuan sesorang untuk memahami dan mengelola emosi diri sendiri

dan emosi orang lain secara efektif, sehingga interaksi dan hasil kerja

menjadi lebih produktif dan tidak menjadi beban yang berkelanjutan.

3. Aspek-Aspek Tingkat Emosional Pada Anak

Menurut Goleman (2018) ada 5 aspek yang masuk dalam tingkat

emosional, yaitu :

a. Mengenali emosi diri sendiri

Kemampuan untuk mengenali perasaan yang terjadi pada saat itu.

Kemampuan ini merupakan dasar dari tingkat emosi

b. Mengelola emosi

Kemampuan dalam menangani perasaan agar dapat terungkap

dengan tepat, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri.

c. Memotivasi diri sendiri

Memotivasi diri sendiri berkaitan dengan memberikan perhatian,

memotivasi diri sendiri, menguasai diri sendiri dan untuk berkreasi.

d. Mengenali emosi orang lain

30
Kemampuan mengenali emosi orang lain yang bisa disebut dengan

rasa empati kepada orang lain.

e. Membina hubungan dengan orang lain Ketrampilan yang menunjang

popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi.

Sedangkan aspek-aspek emosional yang dikemukakan oleh

Davis (2017) yaitu :

a) Mengenal emosi kemampuan seseorang dalam mengenal dan

memantau keadaan perasaan yang terjadi dari waktu ke waktu.

b) Memahami emosi ketrampilan seseorang dalam kesadaran diri,

memahami dan merasakan emosi secara efektif yang terjadi

pada dirinya.

c) Mengatur emosi kemampuan menangani perasaan agar dapat

terungkap dengan tepat. Tergantung pada kesadaran diri sendiri

dalam kemampuan untuk menghadapi emosi, memperkirakan

berapa lama emosi berlangsung dan kemampuan menahan diri.

d) Menggunakan emosi menggunakan emosi merupakan salah satu

kemampuan mengelola emosi. Seseorang harus mampu

mengenal dan mengelola emosinya agar dapat mengendalikan

diri.

4. Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Emosional Pada Anak

Menurut Goleman (2019) Faktor yang mempengaruhi tingkat

emosi anak diantaranya :

31
a. Lingkungan keluarga

Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama dalam mempelajari

emosi.Peran serta orang tua sangat dibutuhkan karena orang tua

adalah subyek pertama yang perilakunya diidentifikasi, diinternalisasi

yang pada akhirnya menjadi bagian dari kepribadian anak. Kehidupan

emosi yang dipupuk dalam keluarga sangat berguna bagi anak kelak di

kemudian hari, sebagai contoh: melatih kebiasaan hidup disiplin dan

bertanggung jawab, kemampuan berempati, kepedulian dan

sebagainya. Hal ini akan lebih menjadikan anak lebih mudah untuk

menangani dan menenangkan diri dalam menghadapi permasalahan,

sehingga anak-anak dapat berkonsentrasi dengan baik dan tidak

memiliki banyak masalah tingkah laku.

b. Lingkungan sosial

Dalam hal ini adalah lingkungan masyarakat dan lingkungan

penduduk.Tingkat emosi ini berkembang sejalan dengan

perkembangan fisik dan mental anak.Pembelajaran ini biasanya

ditunjukkan dalam aktivitas bermain anak seperti bermain peran.

Anak berperan sebagai individu di luar dirinya dengan emosi yang

menyertainya sehingga anak akan mulai belajar mengerti keadaan

orang lain. Pengembangan tingkat emosi dapat ditingkatkan melalui

berbagai macam bentuk pelatihan diantaranya adalah pelatihan

asertivitas, empati dan masih banyak lagi bentuk pelatihan yang

lainnya.

32
D. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah landasan teoritis adalah suatu titik tolak

pemikiran yang kebenarannya diterima. Bahwa setiap peneliti dapat

merumuskan postulat yang berbeda. Landasar teori semacam ini sangat

perlu dirumuskan secara jelas sebelum melangkah mengumpulkan data

(Notoatmojo, 2012).

Faktor yang mempengaruhi Tingkat Emosional


penggunaan gadget : pada anak usia
1. Gadget menampilkan fitur-fitur sekolah
yang menarik
2. Kecanggihan dari gadget
. Keterjangkauan harga gadget Manfaat tingkat emosional bagi anak :

4. Lingkungan 1. Mengatasi stress
5. Faktor budaya 2. Mengendalikan dorongan hati
6. Faktor sosial 3. Mengelola suasana hati
(Damayanti R, 2017) 4. Dapat memotivasi diri
5. Memiliki kemampuan sosial
6. Mampu memahami orang lain (Masaong
dan Tilomi, 2018)

1. intensitas
Perilaku yang dipengaruhi dalam
2. Jenis pemakaian
lama penggunaan gadget :
1. Perilaku emosi
2. Perilaku sosial
3. Perilaku kekerasan atau agresif
4. Perilaku malas dan obesitas
5. Perilaku tidur dan belajar
(Setiawan, 2017)

Gambar 1 kerangka teori


Hubungan Intensitas Dan Jenis Pemakaian Dalam Penggunaan
Gadget Terhadap Emosional Pada Anak Usia Sekol

33
BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPRASIONAL DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu hubungan yang akan

menghubungankan secara teoritis antara variabel-variabel penelitian yaitu,

antara variabel independen dengan variabel dependen yang akan di amati atau

di ukur melalui penelitian yang akan di laksanakan (Notoatmojo, 2012).

variabel dependen variabel independen

1. intensitas Tingkat Emosional pada


2. Jenis pemakaian anak usia sekolah

Gambar 2 Kerangka Konsep


Hubungan Intensitas Dan Jenis Pemakaian Dalam Penggunaan Gadget Terhadap
Tingkat Emosional Pada Anak Usia Sekolah Di SD Negeri 04 Koba
Tahun 2022.

34
35

B. Defenisi Operasional

definisi oprasional adalah karakteristik atau atribut dari individu atau

organisasi yang dapat diukur atau diobservasi yang bervariasi antara orang

dan organisasi yang diteliti. Variabel dapat diteliti sehingga menghasilkan

data yang bersifat kategori, data atau nominal, data kontinum : ordinal,

interval dan ratio. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

variabel independen variabel yang mempengaruhi dan variabel dependen

dipengaruhi, (Sugiyono 2019).

Table 1
Defenisi Operasional
No Variabel Defenisi Cara Ukur Alat Hasil Ukur Skala
Oprasional Ukur Ukur

1 Variable Kemampuan Observasi Kusioner 1. Ringan Nominal


dependen anak untuk (dapat
: memahami dan Mengenal
Tingkat mengelola dan
Emosiona emosional diri merasakan
l pada sendiri secara emosi
anak usia efektif, sendiri)
sekolah sehingga 2.Berat
interaksi dan (tidak
hasil kerja dapat
menjadi lebih mengendal
produktif. ikan
emosi)
2 Variabel Total waktu Menyebar kusioner 1.Singkat = Nominal
independ anak angket 2 jam
en: menggunakan dalam
gadget sehari
intensitas (laptop, 2. Berlebih
handphone, = > 3
tablet, ipad) jam
dalam setiap dalam
harinya sehari
3 Variabel Fitur-fitur yang Menyebar kusioner 1= positif Nominal
35

No Variabel Defenisi Cara Ukur Alat Hasil Ukur Skala


Oprasional Ukur Ukur

independ ada didalam angket (mengguna


en: gadget kan dalam
membuat hal
Jenis ketertarikan pembelajar
Pemakaia pada anak-anak. an)
n Sehingga hal itu 2= negatif
Pengguna membuat anak- (mengguna
n anak penasaran kan dalam
untuk hal non
mengoperasikan pembelajar
gadget. an)

A. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, patokan duga, atau dalil

sementara yang keberadaannya akan dibuktikan dalam penelitian

(Notoatmojo, 2018)

1. Ada Hubungan Antara Intensitas Penggunaan Gadget Terhadap Tingkat

Emosional Pada Anak Usia Sekolah di SD Negri 04 Koba.

2. Ada hubungan antara jenis pemakaian penggunaaan gadget terhadap

tingkat emosional pada anak usia sekolah di SD Negri 04 Koba.


BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian kuntitatif dengan

menggunakan metode survey analitik yaitu penelitian tidak hanya

mendeskripsikan saja tetapi sudah menganalisis hubungan antara variabel

dan di sajikan dalam tabel distribusi frekuensi Setiawan, (2018) dalam

Arani (2014).

Adapun jenis penelitian ini melalui pendekatan cross sectional yaitu suatu

penelitian untuk mempelajari dinamika hubungan antar variabel dependen

(Tingkat Emosional pada anak usia sekolah) dan variabel independen

(intensitas dan jenis pemakaian) dengana cara pengumpulan data

dilakukan bersama-sama atau sekaligus.

B. Populasi, Sampel Dan Teknik Sampling

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi,

populasi bukan hanya orang, tetapi juga objek dan benda-benda alam yang

lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah pada suatu obyek/subyek yang

dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik pada suatu objek Menurut

(Sugiyono,2018). Dapat disimpulkan bahwa populasi dalam penelitan ini

dalah keseluruhan objek yang akan diteliti, didalam penelitian ini yang

37
menjadi populasi adalah semua siswa siswi yang bersekolah di SD Negeri

04 koba yang aktif bermain gagdet dai kelas 1-6 di SD negeri 04 Koba

dengan jumlah keseluruhan siswa sebanyak 315 siswa .

2. Sampel

Sampel merupakan objek penelitian yang dianggap mewakili seluruh

populasi (Notoatmodjo, 2018). Pada dasarnya ada 2 syarat yang harus

dipenuhi yaitu representatif atau mewakili serta sampel harus banyak

(Nursalam,2020). Sampel dalam penelitian ini adalah siswa siswi yang

bersekolah di SD Negeri 04 Koba yang aktif bermain gadget dengan

jumlah keseluruhan siswa siswi sebanyak 315 siswa siswi. Besaran

sampel minimal di hitung dengan menggunakan rarumus Slovin Adalah

sebagai berikut :
2
N .z p.q
n= 2
d ( n−1 ) + z . p .q

315 ( 1,96 )2 .0,5 .0,5


¿ 2
( 0,05 )( 314−1 ) + ( 1,96 ) .0,5 .0,5

302,526
¿
16,6604

= 18,15 = 18

Keterangan

n = perilaku jumlah sampel

N = perkiraan besar sampel

z = nilai standar normal untuk = 0,05(1,96)

p = perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50%

37
q = 1-p (100%-p)

d = tingkat kesalahan yang dipilih (d = 0,05).

ini didapatkan dari perhitungan rumus Drop Out, yaitu

n
N=
1−f

keterangan:

N = besar sampel koreksi

n = besar sampel awal

f = perkiraan proporsi drop out

jadi, N = 18/ (1-10%)

= 18/ (1-0,01)

= 18/ 0,9

= 20 orang

untuk mengantisipasi terjadinya ketidak lengkapan dalam pengisian

kuisioner maka jumlah sampel penelitian hasil perhitungan akan

ditambahkan menjadi 20 orang responden.

3. Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel untuk

menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian (Sugiyono,

2018). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu dengan

menggunakan teknik non random (non probability) sampling dengan

purposive sampling. Teknik ini disebut juga sebagai sampel bertujuan

yang mana cara pengambilan subjeknya bukan didasarkan atas strata,

random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Teknik

37
ini biasanya dilakukan karena beberapa pertimbangan misalnya

keterbatasan waktu, tenaga dan biaya yang digunakan sehingga tidak dapat

mengambil sampel dalam jumlah besar (Notoadmodjo, 2012).

Pada metode ini menggunakan keriteria yang telah dipilih oleh

peneliti dalam memilih sampel. Kriteria pemilihan sampel terbagi menjadi

kriteria inklusi dan eksklusi. Adapun kriteria sampel pada penelitian ini

adalah:

a. Kriteria inklusi:

1) Anak yang bersekolah di SD Negeri 04 Koba

2) Siswa yang menggunakan gadget

3) Bersedi a memberikan informasi

4) Bersedia menjadi responden

b. Kriteria Eksklusi

1) Siswa yang tidak masuk sekolah karena sakit

2) Siswa yang tidak menggunakan gadget

C. Tempat Dan Waktu Penelitian

1. Tempa Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 04 Koba

2. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan November-Januari

D. Pengumpulan Data

1. Sumber data

Sumber data diperoleh dari data primer dan data skunder

a. Data primer adalah data yang didapatkan dari responden langsung

dengan menggunakan kuesioner.

37
b. Data sekunder adalah data yang di dapatkan observasi yang di lakukan

peneliti di SD Negeri 04 Koba.

2. Proses Pengumpulan Data

a. Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan surat permohonan

izin pengambilan data kepada institusi kampus STIKES Citra Delima

Bangka Belitung.

b. Setelah disetujui, peneliti mengajukan permohonan izin kepada kepala

Sekolah SD Negeri 04 Koba untuk mendapatkan persetujuan.

c. Mengidentifikasi responden sesuai dengan kreteria inklusi sampel

d. Menjelaskan tujuan peneliti, kerahasian data serta hak responden untuk

menolak keikutsertan dalam penelitian

e. Bila responden bersedia dan setuju, maka responden diminta untuk

menandatangani lembar persetujuan

f. Menjelaskan cara pengisian kuesioner

g. Setelah responden selesai mengisi lembar kuesioner, responden

diperbolehkan bertanya kepada peneliti apabila ada yang ingin

ditanyakan dan merasa kurang jelas.

h. Peneliti akan melakukan evaluasi atau pengecekan kuisoner yang

dibagikan apakah telah terisi secara lengkap.

i. Memberikan reward berupa hadiah kepada siswa yang telah membantu

peneliti untuk mengisi lembar kuensionernya.

37
3. Pengolahan data

Setelah data dikumpulkan , kemudian dilakukan pengolahan data dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

a. Editing data

Tahap ini dilakukan dengan memeriksa apakah seluruh data sudah terisi

semua, jika masih ada yang kosong peneliti mengembalikan kembali

kuesioner kepada responden untuk diisi kembali.

a. Coding data

Tahap ini setiap lembar kuesioner mempunyai kode masing-masing

yang diisi oleh peneliti untuk memudahkan peneliti melakukan

pengolahan data dan menjaga kerahasiaan rosponden. Peneliti juga

melakukan perekapan hasiil kuesioner untuk memudahkan dalam

pemasukan data kedalam komputer.

b. Entry data

Pada tahap ini, data yang sudah direkap dipindahkan atau dimasuukan

kedalam computer untuk diperoses menggunakan program statistik

SPSS.

c. Cleaning data

Pengecekan kembali data yang sudah dimasukan. Tahap ini

memastikan kembali bahwa semua data yang telah dimasukan siap

dilakukan analisa.

37
E. Analisa Data

Analisa data dilaksanakan untuk menyederhanakan data kedalam bentuk

yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Analisa data ini dilakukan

secara bertahap, yaitu analisa univariat dan analisa bivariat dengan

menggunakan program statistik. Selain itu juga untuk menguji secara

statistik kebenaran hipotesis yang telah ditetapkan. Jenis analisa data yang

digunakan adalah :

1. Anlisa univariat

Analisa ini digunakan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi

dan proporsi dan berbagai variabel independen (Tingkat intensitas dan

Jenis pemakaian gadget) dan variabel dependen (Tingkat Emosional pada

anak usia sekolah)

2. Analisa bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara

variabel independen (Tingkat intensitas dan Jenis pemakaian gadget)

dengan variabel dependen (tingkat emosional pada anak usia sekolah). Uji

yang digunakan dalam analisa bivariate ini adalah uji Chi Square untuk

melihat hasil kemaknaan perhitungan statistik digunakan batas kemaknaan

(0.05) sehingga nilai p value ≤ 0.05 maka hasil hitung statistik bermakna.

(O−E)²
Jika ≥0.05 maka hasil hitung statistik tidak bermakna. X ²=∑
E

X² = distribusi kuantitas

∑ = penjumlahan

O = nilai observasi

37
E = nilai ekspektasi

Keterbatasan uji “Chi square”

a. Tidak boleh ada nilai sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E)

kurang dari 1

b. Tidak boleh ada nilai sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E)

kuarang dari 5, lebih dari 20 % dari julam keseluruhan sel, jika table

2x2 mempunyai nilai E (harapan) kuarang dari 5, maka Chi Square

tidak bisa digunakan, solusinya menggunakan uji Fisher Exact.

F. Etika Penelitian

Etika merupakan suatu hal yang sangat penting khususnya dalam

melakukan penelitian ini karena melibatkan manusia secara langsung sebagai

objek dari penelitian sehingga dalam prosesnya tidak terlepas dari etika dan

sopan santun (Notoatmojo, 2012).

Adpun etika dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for humen dignity).

Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak dan subjek penelitian untuk

mendapatkan informasi tentang tujuan peneliti melakukan penelitian

tersebut. Disamping itu peneliti juga memberikan kebebasan kepada objek

untuk memberikan informasi atau tidak memberikan informasi.

2. Menghormati prifasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for privacy

and confidentiality)

Setiap orang mempunyai hak-hak individu dan privasi dan kebebasan

individu untuk memberikan informasi. Setiap orang berhak untuk tidak

37
memberikan apa yang diketahuinya kepada orang lain. Oleh sebab itu,

peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas dan

kerahasiaan identitas subjek.

3. Keadilan dan inklusivitas/keterbukaan (respect for justice inclusiveness).

Prinsip keterbukaan dan adil dan perlu dijaga oleh peneliti dan jujur,

keterbukaan, dan kehati-hatian. Untuk itu lingkungan penelitan perlu

dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yakni dengan

menjelaskan prosedur penelitian.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing

harms and benefits).

Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin

bagi masyarakat pada umumnya dan subjek penelitian padan kususnya.

Peneliti hendak meminimalisir dampak yang meerugikan bagi subjek. Oleh

sebab itu, penatalaksanaan peneliti harus dapat dicegah atau paling tidak

mengurangi rasa sakit, cidera, stress, maupun kematian subjek penelitian.

Penelitian ini adalah orang tua sebagai subjek dan tidak boleh bertentangan

dengan etika penelitian. Tujuan penelitian harus etis dalam hak responden

harus dilindungi. Pada penelitian ini, peneliti mendapat persetujuan dan

surat pengantar dari STIKES Citra Delima Bangka Belitung, untuk dapat

diserahkan kepada kepala institusi tempat penelitian yang bersangkutan.

Setelah mendapatkan persetujuan, baru melakukan penelitian dengan

menekankan masalah etika.

DAFTAR PUSTAKA

37
Al, B. E. (2016). Lmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta: Egc. Desmita.

Balqis. (2015). Hubungan Durasi Penggunaan Gadget Dengan Tingkat Emosional


Anak Usia 8-10.

Derry. (2014). Pengaruh Pemanfaatan Gadget Dalam Aktivitas Belajar. Ners, 7.

Dewi. (2017). Pengaruh Gadget Terhadap Kesehatan Mental Anak. Slamic Early
Childhood Education.

Kementrian Kesehatan Indonesia (2018). Profil Kesehatan Indonesia.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Profil Kesehatan Indonesia

Kementrian Kesehtan Bangka Belitung (2020).

Lestari. (2021). Pengaruh Gadget Terhadap Perkembangan Emosi Anak. Jurnal


Pendidikan Tambusai, 5.

Manumpil. (2015). Hubungan Penggunaan Gadget Dengan Tingkat Prestasi Siswa


Di Sma Negeri 9 Manado. Program Studi Ilmu Keperawatan, 6-7.

Muscari. (2017). Hubungan Tingkat Stres Pada Anak Usia Sekolah Di Unit Rawat
Inap Rsud Koja Jakarta Utara. Departemen Medikal Bedah, Stik Sint
Carolus Jakarta, Indonesia.

Ningsih. (2019). Hubungan Durasi Pemakaian Gadget Dengan Perkembangan


Emosional. Anak Pra Sekolah. 6-7.

Nirmala. Dampak Penggunaan Gadget Terhadap Perkembangan Psikologi Pada


Anak Sekolah Dasar. (2018).

Notoatmodjo, Soekidjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Pt


Rineka Cipta.

Nurrahmawati. (2018). Pengaruh Pola Asuh Anak Terhadap Perkembangan


Jaman. 5.

Ranuh. (2018). pertumbuhan dan perkembangan anak usia 3-9 tahun. 6.

Rohman. (2017). Dampak Pengaruh Smartphone Terhadap Motifasi. Lembaga


Publikasi Ilmiah Mahasiawa, 5-6.

sartika. (2018). berjudul hubungan penggunaan gadget terhadap perkembangan


emosional dan mental anak usia sekolah.

37
Sugiyono, (2017) . Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Pt Rineka Cipta.

Syifa. (2019). Dampak Penggunaan Gadget terhadap Perkembangan Psikologi


pada Anak Sekolah Dasar. Uni versitas Ganesha.

World Health Organization (2017).

yusuf. (2016). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: PGTKI
Press.

37
LAMPIRAN

37
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA

DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama :

Tanggal Lahir :

Alamat :

Menyatakan bersedia dan tidak keberatan untuk memberikan jawaban

pertanyaan pada penelitian ini yang dilakukan MARIYAMA 2018139p dari

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Citra Delima Bangka Belitung yang bertempat di

SD 04 Koba Bangka Tenah. Surat pernyataan persetujuan ini saya buat dengan

kesadaran saya sendiri tanpa ada tekanan maupun paksaan dari pihak manapun.

Koba, November 2022


Orang Tua Responden

(..................................)
LEMBAR KUISIONER

HUBUNGAN INTENSITAS DAN JENIS PEMAKAIAN DALAM


PENGGUNAAN GADGET TERHADAP TINGKAT
EMOSIONAL PADA ANAK USIA SEKOLAH
DI SD NEGERI 04 KOBA
TAHUN 2022

A. Kuisioner Durasi Penggunaan Gadget


Identitas Pribadi
Nama :
Jenis Kelamin :
Umur/Kelas :
Petunjuk Pengisian

1. Bacalah baik-baik setiap butir pernyataan dan alternatif jawaban

2. Isilah semua butir pernyataan dan jangan sampai ada yang terlewatkan

3. Pilih alternatif jawaban yang sesuai dengan pendapat dan keadaan anda

4. Beri tanda (√) pada pilihan yang telah disediakan dalam setiap pertanyaan .

5. Terimakasih atas partisipasinya

B. Kuisioner Tingkat Emosional

1. Bacalah baik-baik setiap butir pernyataan dan alternatif jawaban

2. Isilah semua butir pernyataan dan jangan sampai ada yang terlewatkan

3. Pilih alternatif jawaban yang sesuai dengan pendapat dan keadaan anda

4. Beri tanda ( ) pada alternatif jawaban yang dipilih


Contoh pengisian :

Lembar Kuisioner Tingkat Emosional:

Anda mungkin juga menyukai