Anda di halaman 1dari 13

TERAPI BERMAIN PUZZLE BLOCK

PADAS AN. V YANG MENGALAMI KECEMASAN


SELAMA DI RUMAH SAKIT
DI RUANG MELATI II RSUD Dr. MOEWARDI

DISUSUN OLEH:

Zahra Nur Hanifa


071191031

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang memiliki alasan yang
berencana atau darurat sehingga mengharuskan anak untuk tinggal di
rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya
kembali ke rumah. Selama proses tersebut anak dan orangtua dapat
mengalami kejadian yang menurut beberapa penelitian ditunjukan dengan
pengalaman traumatic dan penuh dengan stress. Perasaan yang sering
muncul yaitu cemas, marah, sedih, takut, dan rasa bersalah (Wulandari &
Erawati, 2016).
Menurut WHO pada tahun tahun 2008 didapatkan sebanyak hampir
80% anak mengalami perawatan di rumah sakit. Pada tahun 2010 di
Indonesia sebanyak 33,2% dari 1.425 anak mengalami dampak
hospitalisasi berat, 41,6% mengalami hospitalisasi sedang. Menurut hasil
dari (SUSENAS) pada tahun 2010 jumlah anak usia prasekolah di
Indonesia sebesar 72% dari jumlah total penduduk Indonesia, diperkirakan
dari 35 per 100 anak menjalani hospitalisasi dan 45% diantaranya
mengalami kecemasan. Selain membutuhkan perawatan yang special
dibanding pasien lain, waktu yang dibutuhkan untuk merawat penderita
anak-anak 20%-45% melebihi waktu untuk merawat orang dewasa.
Respon anak secara umum yang terjadi saat dirawat inap antara lain
mengalami regresi, kecemasan perpisahan, apatis, ketakutan, dan
gangguan tidur, terutama terjadi pada anak dibawah usia 7 tahun. Perasaan
cemas merupakan dampak dari hospitalisasi, cemas dan stress yang
dialami anak disebabkan oleh karena adanya perubahan status kesehatan
dan kebiasaan kegiatan pada saat sehat maupun saat sakit, atau adanya
perpisahan dengan keluarga saat masa perawatan (Hockkenberry &
Wilson, 2009). Kecemasan pada anak akan membuat proses penyembuhan
anak menjadi terganggu, anak kesulitan untuk kooperatif dengan segala
tindakan yang dilakukan selama perawatan di ruang rawat.
Terapi bermain diharapkan dapat berpengaruh pada anak untuk
menghilangkan batasan, hambatan dalam diri seperti menarik diri, takut
berbicara serta kecemasan (Yusuf dkk, 2013). Salah satu cara mengatasi
kecemasan yang dialami oleh anak ketika dirawat dirumah sakit yaitu
dengan bermain puzzle. Puzzle juga merupakan sebuah permainan yang
menarik perhatian anak, melalui puzzle anak akan belajar sesuatu yang
rumit serta bagaimana puzzle ini akan tersusun dengan benar. Puzzle juga
meningktkan daya pikir anak dan konsentrasi anak (kaluas dkk, 2015).
Menurut jurnal Handajani dkk. (2019) dengan judul “Apakah Ada
Pengaruh Terapi Bermain Puzzle terhadap Tingkat Kecemasan Anak Usia
Prasekolah yang Mengalami Hospitalisasi di RS Bhakti Rahayu
Surabaya ?” dari hasil penelitian ada pengaruh terapi bermain puzzle
terhahap tingkat kecemasan anak usia prasekolah yang mengalami
hospitalisasi di RS Bhakti Rahayu Surabaya.
Hasil pengkajian An. V mengalami kecemasan karena bosan berada
di rumah sakit. Berdasarkan uraian diatas, maka penyusun merasa tertarik
untuk melakukan kegiatan terapi bermain puzzle block di melati 2 RSUD
Dr. Moewardi,

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan terapi bermain selama kurang lebih 20 menit
diharapkan anak dapat kecemasan yang dirasakan menurun.
2. Tujuan khusus
Setelah mengikuti permainan selama 20 menit anak mampu.
a. Anak dapat melakukan interaksi dan bersosialisasi dengan tenaga
medis dan teman sebaya
b. Menurunkan perasaan hospitalisasi
c. Mengurangi rasa takut dengan tenaga kesehatan (terutama
perawat)
d. Memberikan perasaan bahagia pada anak

C. SASARAN
An. V dengan diagnosa medis ALL di ruang Melati 2 RSUD Dr.
Moewardi.
BAB II
DESKRIPSI KASUS

A. PRINSIP BERMAIN MENURUT TEORI


Menurut Supartini (2008), agar anak dapat bermain dengan maksimal,
maka permainan harus memperhatikan keamanan dan kenyamanan. Anak
kecil perlu rasa aman nyaman dan yakin terhadap benda-benda yang
dikenalnya, seperti kerajinan membentuk buah-buahan dari pasir. Permainan
tidak memerlukan banyak energy dan waktu yang cukup sehingga stimulus
yang diberikan dapat optimal. Pengetahuan cara bermain juga dibutuhkan
untuk anak, sehingga anak akan lebih terarah dan pengetahuan anak akan
lebih terarah dan pengetahuan anak lebih berkembang dalam menggunakan
alat permainan tersebut. Teman bermain juga diperlukan untuk
mengembangkan sosiolisasi anak membantu anak dalam menghadapi
perbedaan. Orang tua dapat dijadikan sebagai teman bermain bagi anak. Bila
permainan dilakukan bersma dengan orang tua, hubungan orang tua dan anak
menjadi lebih akrab (Wong, 2009).

B. HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM BERMAIN


Menurut (Wong, 2009).
1. Bermain/alat bermain harus sesuai dengan taraf perkembangan anak.
2. Permainan disesuaikan dengan kemampuan dan minat anak.
3. Ulangi suatu cara bermain sehingga anak terampil, sebelum meningkat
pada keterampilan yang lebih majemuk.
4. Jangan memaksa anak bermain, bila anak sedang tidak ingin bermain.
5. Jangan memberikan alat permainan terlalu banyak atau sediki

C. KARAKTERISTIK PERMAINAN MENURUT TEORI


Supartini (2018) menyebutkan beberapa jenis permainan yang
menggambarkan karakteristiki sosial, diantaranya onlooker play dan
solitary play.
1. Onlooker play
Merupakan permainan dimana anak hanya mengganti temanya
yang sedang bermain, tanpa ada inisiatif untuk berpatisipasi dalam
permainan. Jadi, anak tersebut bersifat pasif, tetapi ada proses
pengamatan terhadap permainan yang sedang dilakukan temannya.
2. Solitary play
Anak tampak berada dalam kelompok permainanya, tetapi anak
bermain sendiri dangan alat permainan yang digunakan temannya,
tidak ada kerja sama ataupun komunikasi dengan teman
sepermainanya.

Menurut Wong (2009), membagi permainan berdasarkan karakteristik


sosial menjadi parallel play dan assoiciative paly
1. Parallel play
Anak dapat menggunakan alat permainan yang sama, tetapi
antara satu anak dengan anak lain tidak terjadi kontak satu sama lain
sehingga tidak ada sosialisasi satu sama lain. Biasanya permainan ini
dilakukan oleh anak usia toddler.
2. Associative play
Sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan anak lain,
tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin atau yang memimpin
dengan tujuan permainan tidak jelas. Contoh permainan tidak jelas.
Contoh, bermain boneka, bermain hujan-hujanan, dan bermain masak-
masakan.

BAB III
METODE PERMAINAN

A. JUDUL PERMAINAN
“Bermain puzzle block untuk menghilangkan rasa bosan”
B. TUJUAN PERMAINAN
Tujuan dilakukan program bermain ini adalah:
1. Mengurangi dampak hospitalisasi anak (cemas, rasa takut, marah,
bosan dan nyeri)
2. Untuk merespon indra pendengaran dan penglihatan
3. Memberikan rasa bahagia kepada anak
4. Dapat menjalin komunikasi dengan anak

C. KETERMAPILAN YANG DI PERLUKAN


1. Berkonsentrasi
2. Kreatif
3. Partisipatif

D. WAKTU PELAKSANAAN
Tempat: Kamar 9 G di ruang melati 2
Hari/tanggal : 30 Januari 2020
Waktu : 09.30 WIB

E. MEDIA
1. Puzzle block

F. METODE PERMAINAN
1. Ceramah
2. Bermaian bersama

G. RENCANA PELAKSANAAN
KEGIATAN
NO TAHAP WAKTU KEGIATAN
PESERTA
1. Pembukaan 5 menit a. Memberi salam Menjawab salam
b. Perkenalan dengan perawat Mendengarkan
c. Menjelaskan proses bermain Mendengarkan

2. Pelaksanaan 10 menit a. Menjelaskan pada anak dan Memperhatikan


keluarga tentang tujuan dan
manfaat permaian
b. Memberi kesempatan anak Memperhatikan
untuk bertanya
c. Meminta anak untuk
menyusun puzzle sambil
KEGIATAN
NO TAHAP WAKTU KEGIATAN
PESERTA
menyanyi Mendemonstrasikan

3. Penutup 5 menit b. Memvalidasi perasaan anak Mendengarkan


terhadap permainan yang
telah dilakukan
c. Memvalidasi respon orang tua Menjawab
d. Memberi reinforcement pertanyaan
e. Memberi salam penutup Menjawab salam

H. KRITERIA EVALUASI
a. Evaluasi struktur
Melakukan evaluasi terhadap persiapan sebelum pelaksanaan terapi
bermain, melipui persiapan tempat, persiapan pasien, serta media yang
akan digunakan.
Kriteria Keberhasilan:
1) Kontrak waktu dengan klien dan orang tua klien telah disepakati
sebelum pelaksanaan kegiatan
2) Persetujuan telah didapatkan dari klien dan orang tua klien
sebelum pelaksanaan kegiatan
3) Tempat dan media yang akan digunakan telah siap sebelum
pelaksanaan kegiatan
b. Evaluasi Proses
Melakukan evaluasi terhadap respond dan Feedback klien dan
orang tua klien selama dilakukan kegiatan
Kriteria keberhasilan :
1) Klien di harapkan kooperatif selama pelaksanaan kegiatan
2) Klien diharapkan mampu mengikuti program terapi bermain
3) Klien diharapkan menjadi senang dan tidak bosan
4) Klien diharapkan dapat berinteraksi dengan lingkugan sekitar
5) Diharapakan klien dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitar
c. Evaluasi Hasil
Keefektifan pelaksanaan kegiatan terapi bermain dievaluasi dengan
metode observasi dan wawancara terhadap klien.
1) Setelah mengikuti kegiatan terapi bermain selama 20 menit
diharapkan anak mampu mengatasi rasa bosan, cemas, jenuh,
marah atau nyerinya
2) Orang tua diharapkan menerapkan terapi bermain saat anaknya
mulai bosan selama menjalani pengobatan di rumah sakit
3) Orang tua diharapkan dapat memodifikasi terapi bermain sesuai
dengan kebutuhan klien.
DESKRIPSI KEGIATAN TERAPI BERMAIN PUZZLE

Sebelum melakukan terapi bermain penyusun sudah kontrak waktu dengan


pasien dan keluarga. Penyusun sudah mempersiapkan perlengkapan untuk terapi
bermain puzzle block. Terapi puzzle block berupa pipa sehingga menyusun pipa
menjadi berbagai bentuk seperti mobil, rumah, baling-baling dll. Terapi bermain
dilaksanakan pada hari kamis tanggal 30 Januari 2020 pukul 09.30 WIB selama
20 menit. Pada hari H anak sangat senang dan antusias untuk membentuk puzzle
yang sudah disiapkan. Anak merasa ada kegiatan dan merasa tidak bosan ketika di
rumahsakit. Orangtua pasien juga sangat senang karena anaknya bisa bermain
tidak berketergantungan dengan HP. Setelah saya evaluasi pukul 13.00 pasien
tampak masih senang dan masih bermain puzzle dengan orangtuanya.

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah dilaksanakan program terapi bermain puzzle, klien dan
orangtua tampak senang. Kecemasan yang dialami oleh pasien dapat
berkurang, pasien merasa ada kegiatan dan tidak bosan selama di rumah
sakit. Bermain merupakan aktivitas penting pada masa anak-anak, untuk
perkembangan aspek fisik, perkembangan aspek motorik kasar dan halus,
perkembangan aspek sosial, perkembangan aspek emosi atau kepribadian,
perkembangan aspek kognisi, mengasah ketajaman penginderaan,
menjadikan anak kreatif yang harus dipenuhi meskipun dalam tahap
perawatan di rumah sakit. Terapi puzzle juga efektif untuk pasien usia
sekolah yang mengalami hospitalisasi.
DAFTAR PUSTAKA

Aditama, Paat, T.C. 2010. Analisa Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Perilaku
Kooperatif Ada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) Selama Menjalani
Perawatan di Ruang Ester Rumah Sakit Umum Pancaran Kasih GMIM
Manado : Universitas Sam Ratulanggi.
Alice Zellawati. 2011. Terapi Bermain Untuk Mengatasi Permasalahan Pada
Anak. Majalah Ilmiah INFORMATIKA Vol. 2 No. 3.
Damayanti, M., & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Anak. Bandung: Citra
Buku.
Dewi, R. C., Oktiawati, A., & Saputri, L. D. (2015). Teori dan Konsep Tumbuh
Kembang Bayi, Toddler, Anak dan Usia Remaja. Yogyakarta: Nuha Medika
Greenstein. B & Diana.F. W. 2016. Ed2. Sistem Endokrin. Jakarta: Airlangga
Handajani dkk. 2019. Apakah Ada Pengaruh Terapi Bermain Puzzle terhadap
Tingkat Kecemasan Anak Usia Prasekolah yang Mengalami Hospitalisasi di
RS Bhakti Rahayu Surabaya ?. Fakultas Kesehatan, Universitas
Muhammadiyah Gresik.
Kaluas I, Ismanto A, Kundre R. Perbedaan Terapi Bermain Puzzle dan Bercerita
Terhadap Kecemasan Anak Usia Prasekolah (3-5 Tahun) Selama
Hospitalisasi di Ruang Anak RS TK. III. R. W. Mongonsidi Manado. J
Keperawatan UNSRAT 2015; 3: 1–8
Martin, Dian. 2013. Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak. Jakarta :
Salemba Medika.
Refika Setiawan dkk. 2014. Keperawatan Anak & Tumbuh Kembang (Pengkajian
dan Pengukuran).Yogyakarta: Nuha Medika
Saputro H, & Fazrin I. 2017. Anak Wajib Bermain di Rumah Sakit (Penerapan
Terapi Bermain Anak Sakit Proses, Manfaat, dan Pelaksanaannya).
Ponorogo: FORIKES.
Supartini, Y. 2011. Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta.EGC.
Sitohang, Nur Asnah. 2016. Pengaruh Terapi Musik Terhadap Stres Hospitalisasi
pada Anak di RSUD.dr. Pirngadi medan. Jurnal Ilmu Kesehatan (JIK)
Wong, L. Donna. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Vol. 1. Edisi 6. .
Jakarta: EGC.
Yusuf, H. 2013. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Tingkat Kooperatif
Anak Usia 3-5 Tahun Dalam Perawatan Gigi Dan Mulut. Skripsi Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makasar.
Wulandari & Erawati. 2016. Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta : Pustaka
pelajar.

Anda mungkin juga menyukai