Anda di halaman 1dari 51

i

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH


LHOKSEUMAWE

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERILAKU


ANAK USIA SEKOLAH MENGGUNAKAN GADGET
DI GAMPONG COT BATEE KECAMATAN KUALA
KABUPATEN BIREUEN

OLEH :

KHAIRUNNISAK
NIM. 1907201055

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
LHOKSEUMAWE
2023

i
i

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH


LHOKSEUMAWE

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERILAKU


ANAK USIA SEKOLAH MENGGUNAKAN GADGET
DI GAMPONG COT BATEE KECAMATAN KUALA
KABUPATEN BIREUEN

Diajukan Sebagai Salah Salah Satu Syarat Melakukan Penelitian Dalam Rangka
Penulisan SkripsiUntuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

OLEH :

KHAIRUNNISAK
NIM. 1907201055

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
LHOKSEUMAWE
2023

i
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi membawa perubahan

hampir pada seluruh tatanan kehidupan manusia. Di era globalisasi ini kemajuan

media informasi dan teknologi sudah di rasakan hampir seluruh lapisan

masyarakat ( E. Dewi, 2019). Teknologi adalah benda-benda atau alat-alat yang

diciptakan oleh menusia untuk membantu dan mempermudah pekerjaan manusia

dalam melakukan beberapa hal (Husaini, 2019; Saputri & Pambudi, 2018).

Semakin berkembangnya teknologi dan informasi membuat semua orang

semakin mudah mengakses segala macam informasi (Azizul, Riski, Fitriyani, &

Sari, 2020; Lestari, 2018). Salah satu wujud dari perkembangan teknologi adalah

dengan adanya gadget (E. Dewi, 2019; Patricia, 2020).Gadget adalah perangkat

elektronik kecil yang memiliki fungsi khusus. Gadget merupakan media yang

berkembang di era modern yang dapat mempermudah kegiatan komunikasi

manusia (Arwansyah & Wahyuni, 2020; Hudaya, 2018).

Teknologi berupa gadget sangat mudah menarik perhatian dan minat

anak-anak. Semakin berkembangnya teknologi menjadi salah satu faktor

meningkatnya persetase anak menggunakan gadget. Berdasarkan penelitian

terdahulu diketahui bahwa terjadi peningkatan penggunaan media dan gadget pada

anak yaitu 38% pada tahun 2011 dan meningkat menjadi 72% pada tahun 2013

(Nurhalipah, Yustiana, Saeni, & Muslih, 2020). Gadget memiliki banyaknya fitur-

fitur seperti games dan gadget ini mudah untuk digunakan. Namun, dengan
2

keberadaan gadget juga bisa digunakan sebagai alat atau media pembelajaran

yang sangat efektif (Alia & Irwansyah, 2018).

Menururt Hidayatuladkia (2021). dapat dikatakan bahwa penggunaan

teknologi gadget pada saat ini memiliki dampak positif dan negatif bagi anak.

Dampak positif penggunaan gadget sebagai berikut. (1) menambah pengetahuan,

dengan menggunakan gadget yang berteknologi canggih, anak-anak dengan

mudah dan cepat untuk mendapatkan informasi mengenai tugasnya disekolah

(Damayanti, Ahmad, & Bara, 2020; Nurhalipah et al., 2020), (2) memperluas

jaringan persahabatan karena dapat dengan mudah dan cepat bergabung ke sosial

media jadi kita dengan mudah berbagi bersama teman kita, (3) mempermudah

komunikasi karena gadget suatu alat yang memiliki teknolgi yang canggih

sehingga semua orang dapat dengan mudah berkomunikasi dengan orang lain dari

seluruh penjuru dunia, dan (4) melatih kreativitas anak (Pujilestari, 2020;

Rikizaputra & Sulastri, 2020).

Selain menjadi pendidik, orang tua juga memiliki peran sebagai

pendamping dan pembimbing yang erat kaitnnya dengan fungsi pengawasan

terhadap pembelajaran anak. Peran orang tua sebagai pendamping dan

pembimbing juga berguna untuk mengontrol apa yang anak lakukan. Menjadi

seorang pendamping serta pembimbing secara bersamaan dapat menjangkau

aktivitas anak agar tidak terjadi penyimpangan atau penyalahgunaan gadget.

Sehingga, orang tua dapat memantau atau melihat perkembangan anak dalam

pembelajaran atau hal- hal yang terkait dengan pendidikan (Kurniati et al., 2020).

Berdasarkan hasil riset Kominfo dan UNICEF mengenai perilaku anak dan

remaja di Indonesia dalam penggunaan internet menyimpulkan: 1) Ada 98% anak-


3

anak dan remaja mengetahui tentang internet dan 79,5% diantaranya adalah

pengguna internet; 2) Maraknya akses dan penggunaan internet di kalangan anak-

anak dan remaja dikarenakan meningkatnya pengguna smartphone yang

sebelumnya cenderung menggunakan personal komputer di warung internet dan

laboratorium sekolah serta laptop di rumah; 3) Motivasi utama anakanak dan

remaja mengakses internet untuk mencari informasi, untuk terhubung dengan

teman lama dan baru, dan untuk hiburan; dan 4) Orangtua dan guru semakin

menyadari pemanfaatan gadget dan internet sebagai sarana pendukung pendidikan

dan pembelajaran anak (Broto, 2014). Berdasarkan data terbaru yang

dipublikasikan oleh Hootsuite pada bulan Januari 2018 terdapat 177,9 juta jiwa

penduduk Indonesia adalah pengguna aktif mobile phone dari total penduduk

265,4 juta jiwa. Berikut disajikan Gambar 2,3 dan 4 pada saat melaksanakan

kegiatan sosialisasi dan diskusi dengan para guru dan siswa tentang dampak

penggunaan gadget pada remaja. ( Zakiyuddin, 2020 ).

Menurut survey yang dilakukan oleh common sense media yang

ditunjukan kepada 350 orang tua di Philadelphia, amerika serikat menyatakan

bahwa anak yang berusia 4 tahun sudah mempunyai gadget pribadi, dan tanpa

pengawasan dari orang tua. 25% orang tua juga mengaku bahwa mereka sering

meninggalkan anak mereka untuk bermain gadget. 45% orang tua mengaku

anaknya sering bermain game, menonton video, dan bermain aplikasi di gadget

dan 70% orang tua mengaku membiarkan anaknya untuk menggunakan gadget

( Zaini & Soenarto 2019 ).

Lima tahun terakhir, penggunaan gadget di Indonesia menunjukkan

perkembangan yang pesat. Perkembangan beberapa indikator pemanfaatan gadget


4

di Indonesia memperlihatkan bahwa perkembangan indikator gadget yang paling

pesat terlihat pada penggunaan internet dalam rumah tangga yang mencapai angka

78,18 persen. Berdasarkan hasil survey dari BPS (Badan Pusat Statistik) tentang

persentase penduduk usia 5-12 tahun yang menggunakan gadget beserta

internetnya mengatakan bahwa ada peningkatan dari tahun 2018, tahun 2019

hingga tahun 2020. Jumlah pengguna gadget dan internet pada anak-anak usia 5

tahun hingga 12 tahun di Indonesia terus meningkat, pada tahun 2018 sebanyak

5,69% pada tahun 2019 mengalami peningkatan sebanyak 7,93% dan pada tahun

2020 mengalami peningkatan sebanyak 9,55% dari jumlah penduduk yang ada di

Indonesia. (BPS, 2021)

Pengguna internet di indonesia sampai dengan tahun 2021 adalah

sebanyak 210 juta jiwa dari total 270 Juta jiwa penduduk Indonesia. Dan

berdasarkan data APJII (2022) terjadi peningkatan persentase penetrasi internet di

Indonesia yaitu sebanyak 77,02% (APJJI, 2022). Selain itu dalam hal waktu

penggunaan internet tidak sedikit yang menggunakannya lebih dari 10 jam,

sehingga dapat dikatakan bahwa banyak masyarakat di Indonesia banyak yang

menggunakan Gadgetnya untuk berinternet lebih dari 10 Jam dan penggunaanya

pun beragam termasuk anak-anak. (Zulfahmi dkk, 2022 ).

Provinsi Aceh angka pengguna gadget mencapai 36,14% atau 1,776,723

orang. Data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh tahun 2015,

angka pengguna internat di Provinsi Aceh mencapai 16,81% sedangkan

Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Aceh yang paling tinggi menggunakan

internet tedapat di Kota Banda Aceh sebanyak 63,38% di ikuti kota Lhokseumawe

sebanyak 32,95%.(Masthura dkk, 2018).


5

Berdasarkan data dari Gampong Cot Batee kecamatan Kuala Kabupaten

Bireuen pada tahun 2022-2023 prevalensi anak usia sekolah yang berusia 6-12

tahun terdapat 350 orang

Diharapkan dengan adanya perkembangan teknologi berupa gadget dapat

meningkatkan minat serta hasil belajar siswa. Namun yang terjadi di lapangan.

penggunaan gadget pada anak-anak lebih dominan pada dampak negatifnya.

Menurunnya minat belajar anak karena lebih suka bermain gadget. Anak yang

kecanduan gadget menyebabkan anak menjadi pribadi yang tertutup dan suka

menyendiri. Selain itu, anak bisa mengalami beberapa gangguan seperti gangguan

pada kesehatan otak, kesehatan mata, kesehatan tangan, dan gangguan tidur

(Anggraeni, 2019; Kumala et al., 2019).

Peranan orang tua sebagai pendidik, pendamping dan pembimbing tersebut

dalam penggunaan gadget, terdapat keterkaitannya dengan digital parenting.

Dimana pada digital parenting lebih menjelaskan tentang pemahaman dan

batasan- batasan secara jelas kepada anak tentang apa yang boleh dilakukan dan

tidak boleh dilakukan terkait dengan penggunaan perangkat digital serta

mengedepankan prinsip bijak dalam berperilaku. Melalui diskusi orang tua harus

dengan secara jelas alasan penggunaannya, menerangkan apa yang anak butuhkan

hingga berapa lamanya waktu menggunakan gadget yang dimiliki atau

dipinjamkan. Hal yang tidak kalah penting untuk dapat mengkomunikasikan

tentang gadget kepada anak adalah memahami tentang penyalahgunaan gadget.

Hal tersebut harus dipamai oleh agar dapat melakukan pencegahan dengan

menceritakan hal- hal yang terjadi terlebih dahulu (Digital Parenting Kelurahan

Kandri, 2019).
6

Anak sekolah dasar yang masih berusia dari umur 6 – 12 tahun dapat

mengakses apa saja yang ada di internet dengan menggunakan gadgetnya jika

tidak dalam pengawasan orang tuanya. Oleh karena keingintahuannya tinggi,

penting bagi orang tua agar dapat menyediakan waktu kebersamaan dengan anak

untuk dapat memahami sikap dan perilaku anak lebih jauh lagi. Ketersediaan

waktu bersama anak yang dibangun secara terus menerus akan membentuk sebuah

zona aman dan nyaman dimana anak dapat lebih intens dan aktif ketika

menghabiskan waktu bersama dengan orang tuanya. Membangun hubungan yang

baik dengan cara menyediakan waktu yang berkualitas untuk anak akan

mempererat ikatan satu dengan yang lain. Sebagai bentuk penerapannya orang tua

dapat bermain kuis ataupun melibatkan anak dalam membersihkan rumah.

Dengan begitu, anak tidak merasa bosan dan yang terpenting dapat mengalihkan

perhatian anak terhadap gadget yang dimilikinya walaupun hanya beberapa saat

(Kurniati, 2020).

Penelitian yang sama juga menunjukkan hasil bahwa kegiatan

pendampingan dan bimbingan orang tua terhadap anak saat menggunakan gawai

harus selalu diterapkan agar anak sudah terlanjur pengguna berat gawai

berangsur–angsur dapat mengurangi aktivitasnya dalam penggunaan gawai

(Karwati, Kurniawan, & Anggraeni, 2020). Peran orang tua dalam kegiatan

pembelajaran dengan menggunakan gadget sangatlah penting, yaitu orang tua

membantu menjelaskan dan membimbing anak ketika sedang belajar (Asmuni.,

2020).

Gadget dapat membuat anak berinteraksi dengan teman-teman serta guru

mereka. Sekarang ini anak usia sekolah dasar memang disarankan untuk
7

mempunyai gadget guna mempermudah komunikasi serta menunjang proses

pembelajaran, beberapa diantaranya seperti tablet, handphone, laptop dan lain

sebagainya (Priambodo, 2021). Gadget atau dalam bahasa Indonesia yang disebut

dengan gawai merupakan suatu alat elektronik yang dapat digunakan untuk

melakukan banyak hal di dalam lingkup dunia maya. Gadget dapat diartikan

sebagai perangkat atau media yang dikemas lebih kompleks dibandingkan dengan

peranti lainnya dan memiliki banyak manfaat untuk membantu mempermudah

aktivitas manusia. (Ardyansyah, 2019).

Gadget dapat membuat anak berinteraksi dengan teman-teman serta guru

mereka. Sekarang ini anak usia sekolah dasar memang disarankan untuk

mempunyai gadget guna mempermudah komunikasi serta menunjang proses

pembelajaran, beberapa diantaranya seperti tablet, handphone, laptop dan lain

sebagainya.(Priambodo, 2021).

Menurut Rowan (Anggraeni, 2019) Gadget yang sifatnya berkembang

pesat sehingga penggunaan gadget yang melebihi batas waktu memiliki resiko

terhadap kesehatan dan orang tua memiliki peran dalam mendampingi dan

mengawasi penggunaan gadget sangat penting. Tetapi nyatanya di lapangan atau

di realitanya penggunaan gadget pada anak anak tidak sesuai dengan batas waktu

yang seharusnya dan peran orang tua yang kurang dalam pengawasan dan

pendampingan tersebut yang menimbulkan resiko resiko yang ada.

Dasi hasil penelitian Safitri (2020) yang dilakukan di SDN Gunung

Tugel Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Wonosobodapat disimpulkan bahwa

pola asuh orang tua berpengaruh terhadap pembentukan karakter kedisiplinan

belajar siswa kelas IV SD Negeri Gunung Tugel Kecamatan Sukoharjo Kabupaten


8

Wonosobo. Hal tersebut dibuktikan dengan data yang diperoleh dari

hasil penelitian seperti wawancara, angket dan dokumentasi. Dalam

penelitian ini mayoritas orang tua menggunakan jenis pola asuh demokratis

yaitu pola asuh yang mendorong anak untuk membicarakan apa yang

diinginkan, ada kerja sama didalam pola asuh ini antara orang tua dan anak,

adanya bimbingan dan pengarahan serta adanya kontrol dari orang tua. Pola

asuh ini cukup kondusif dalam membentuk karakter anak. Jenis pola asuh

yang digunakan orang tua dalam mendidik anak sangat berpengaruh dalam

karakter anak, contoh dalam penelitian ini adalah karakter kedisiplinan anak

dalam belajar.

Menurut dari hasil penelitian Dewi Candra (2019) bisa disimpulkan: 1).

Terdapat pengaruh yang signifikan antara karakter orangtua dengan perilaku anak

di sekolah. 2). Terdapat pengaruh yang signifikan antara pola asuh orangtua

dengan perilaku anak di sekolah. 3). Terdapat pengaruh yang signifikan antara

masalah orangtua dengan perilaku anak di sekolah. Perubahan perilaku anak di

sekolah, erat kaitannya dengan karakter dan pola asuh orangtua.Inti permasalahan

orangtua bukan di anak mereka, tetapi diri mereka sendiri.Jika tidak merubah

karakter dan pola asuh mereka, jangan harap ada perubahan perilaku pada anak-

anak mereka. Semua dimulai dari diri mereka sendiri, komitmen kepada anak, dan

harapan seperti apa yang mereka inginkan terhadap anak mereka.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti di Gampong Cot Batee

pada bulan Maret 2023 terdapat 15 anak usia sekolah mengalami perilaku

menggunakan gadget. Dari hasil wawancara tersebut terdapat 7 orang tida ada
9

perilaku dalam menggunakan gadget di Gampong Cot Batee. Sedangkan 8 anak

usia sekolah terdapat adanya perilaku saat menggunakan gadget.

Berdasarkan fenomena diatas, maka peneliti ingin mengetahui “hubungan

pola asuh orang tua dengan perilaku anak usia sekolah menggunakan gadget di

gampong cot batee kecamatan kuala kabupaten bireuen”

1.2 Rumusan masalah

Maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah ada hubungan

pola asuh orang tua dengan perilaku anak sekolah dasar menggunakan gadget”?

1.3 Tujuan penelitian

a. Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini yaitu mengetahui hubungan pola asuh

orang tua dengan perilaku anak usia sekolah menggunakan gadget di

gampong cot batee

b. Tujuan khusus

1. Mengetahui mengenai penggunan gadget pada anak dengan

pengawasan orang tua

2. Mengindentifikasi masalah perubahan perilaku anak usia sekolah

menggunakan gadget di gampong cot bate kecamatan kuala kabupaten

bireun.

3. Menganalisis hubungan pola asuh orang tua terhadap perilaku

menggunakan gadget pada anak.


10

1.4 Manfaat penelitian

Manfaat yang didapat dari peneliti yang “Hubungan Pola Asuh Orang Tua

Anak Dengan Perilaku Menggunakan Gadget Di Gampong Cot Batee Kecamatan

Kuala Kabupaten Bireun’’ antara lain:

a. Bagi peneliti

Sebagai pembelajaran dan pengetahuan bagi peneliti dalam menjalani

kehidupan dimasa yang akan datang membatasi pemberian gadget kepada

anak agar terhindar dari penyakit.

b. Bagi orang tua

Sebagai Pendidikan dan penetahuan kepada orang tua agar selalu

membatasi pemberian gadget kepada anak serta orang tua dapat mengetahui

dampak bahayanya gadget bagi kesehatan sibuah hati yang mereka sayangi.

c. Bagi anak

a) Agar anak selalu sehat dan terhindar dari bahaya yang terjadi dalam

penggunaan gadget.

b) Menjadi anak yang disiplin

c) Agar terhindar penyalahgunaan negative pada masa dimana akan datang.

d. Bagi institusi pendidikan

Menambah pengetahuan baru tentang perubahan perilaku dengan

kebiasaan menggunakan gadget anak

e. Bagi peneliti lain

Menambah pengetahuan dan pengalaman mengenai “hubungan pola asuh

orang tua dengan perilaku anak anak usia sekolah menggunakan gadget di

gampong cot batee kecamatan kuala kabupaten bireun’


BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Konsep Pola Asuh Orang Tua

2.1.1 Definisi Pola Asuh Orang Tua

Ada berbagai bentuk pola asuh dalam pengasuhan anak yang dapat dipilih

dan digunakan oleh orang tua. Istilah pengasuhan berasal dari kata model dan

pengasuhan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, menurut Djamarah, kata

model memiliki arti gambaran yang menunjukkan corak, model, sistem, dan cara

kerja. Meskipun asuh berarti mengasuh anak kecil, bentuk pekerjaan yang

signifikan (menjaga, merawat dan pelatihan) (Djamarah, 2016). Secara

etimologis, silsilah berasal dari kata “pengasuh” yang berarti pemimpin,

pengelola, pembimbing, dengan demikian “pengasuh” adalah orang yang

memimpin, atau mengarahkan. Parenting untuk membesarkan anak (Azizah,

2019)

Proses komunikasi antara orang tua dan anak untuk mendukung

perkembangan fisik, emosional, sosial, intelektual dan spiritual terjadi sejak anak

dalam kandungan hingga dewasa (Kemendikbud RI, 2016). Artinya pola asuh

adalah pola komunikasi antara anak dengan orang tuanya, yang meliputi

kebutuhan fisik (seperti makan, minum dan lain-lain) dan kebutuhan psikologis

(seperti rasa aman, kasih sayang dan lain-lain). juga. sebagai sosialisasi norma

masyarakat agar anak dapat hidup harmonis dengan lingkungannya. Dengan kata

lain, pola asuh juga mencakup pola komunikasi antara orang tua dan anak

sebagai bagian dari pendidikan anak.

14
15

Menurut Sari (2018 ) orang tua memiliki cara pola sendiri dalam

mengasuh dam membimbing anak. Cara dan pola asuh tersebut tentu akan

berbeda antar satu keluarga dengan keluarga yang lainnya. Pola asuh orang tua

merupakan interaksi antar orang tua dan anak yang mencakup proses

pemeliharaan ( memberi makan, melindungi anak ), proses sosialisasi

( mengajarkan perilaku yang umum dan sesuai dengan aturan dalam masyarakat ).

Dengans memberikan pola asuh yang baik dan positif maka akan memunculkan

konsep negative bagi anak.

2.1.2 Macam-Macam Pola Asuh

Macam-macam pola asuh menurut teori Baumrind ( Lestari & Andrian, 2019 )

yaitu

1. Pola asuh otoriter

Pengasuhan otoriter ialah gaya pengasuhan yang terbatas serta

menolak anak-anak karena mengikuti perintah orang tua mereka. Orang tua

biasanya lebih suka menyaksikan ketika anak-anak mereka melakukan

kesalahan. Orang tua membatasi control yang ketat pada anak-anak dan

melaukan komunikasi verbal, bersikap memperintah anak buat

melaksanakan sesuatu tanpa terdapat kesepakatan bersama anak dan

menentang komentar anak. Hal ini mengakibatkan tingkah laku anak jadi

individu yang senantiasa patuh tetapi menjadikan anak mudah tersinggung,

murung dan penakut. Akan mudah terpengaruh, tidak memiliki jati diri yang

jelas dan gampang bermusuhan.


16

2. Pola asuh permisif

Pola asuh permisif dimana orang tua mempunyai sikap menerima

komentar tinggi, tetapi mempinyai kendali yang rendah. Orang tua

cenderung memanjakan anaknya dan membiarkan anaknya untuk

melakukan apa yang diinginkannya. Hal ini akan menyebabkan anak

menjadi impulsif serta kasar, kurang percaya diri, tidak sanggup mengatur

diri dan anak selalu berharap untuk mendapatkan semua keinginannya.

3. Pola asuh demokratif

Orang tua pola asuh demokratif mempunyai perilaku berpendapat

yang tinggi dan mempunyai sikap megendalikan setiap kegiatan anak.

Orang tua berhak menjawab tiap kebutuhan anak dan menggiatkan anak

mengatakan pendapat atau persoalan. Dalam pengasuhan ini orang tua

memberi keterangan pada anak terkait tindakannya, menghargai anak serta

berupaya membangun agar anak bersikap ramah terhadap semua orang, kuat

dalam penderian, pandai mengatur diri, bertingkah laku dengan sopan, bisa

membantu orang sekitar, mempunyai tingginya rasa keingintahuan,

mempunyai jati diri yang cerah serta bersemangat dalam meraih prestasi.

Pola asuh orang tua merupakan hal pertama yang akan membentuk

bagaimana anak setelah dewasa. Karna sikap, perilaku, dan kebiasaan orang

tua yang selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya, secara sadar atau

tidak sadar akan menjadi kebiasaan anak-anaknya. Sedangkan menurut teori

pola asuh yang dikembangkan oleh (Baumind dalam Fahmi, 2019) ada

empat tipe pola asuh orang tua kepada anak adalah sebagai berikut:
17

1. Pola asuh authoritarian (otoriter)

Pola asuh orang tua tipe ini mengutamakan yang Namanya kedisplinan

dan aturan dalam mendidik anak. Setiap pelanggaran anak terhadap

sebuah aturan memiliki konsekuensi. Orang tua yang tipe otoriter ini

biasanya orang tua yang lahir dari pola asuh displin yang mengalami

ketika masih kecil, sering menerima banyak hukuman fisik dari orang tua

dan para guru. Pola asuh ini juga mempunyai ciri orang tua yang

membuat semua keputusan anak harus tunduk, patuh, dan tidak boleh

membantah/melawan. Pola asuh orang tua dengan tipe otoriter ini

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut

a. Orang tua mempunyai kekuasaan yang lebih dalam dominan

b. Control terhadap tingkah laku anak sangat ketat

c. Orang tua menghukum anaknya jika tidak patuh

d. Anak harus selalu menerima permintaan orang tua tanpa pertanyaan

dan tanpa kata bantahan dari anak.

2. Pola asuh authoritative

Pola asuh orang tua dengan tipe authoritative dimana tipe ini

memberikan aturan dan displin serta mengajarkan sopan santun kepada

anak, namun memliki gaya komunikasi yang lebih baik ketimbang tipe

otoriter. Orang tua yang berkarakter seperti ini penuh kasih sayang,

respon terhadap kebutuhan anak, melatih anak untuk bertanggung jawab

terhadap diri sendiri. Orang tua authoritative memiliki karakter ideal

menjadi teladan (role model) bagi anaknya, dan mereka juga


18

memperlakukan anak sebagai teman sehingga interaksi antar orang tua

dan anak terjalin dengan baik.

3.Pola asuh permissive (permisif)

Pola asuh tipe kedua ini orang tua sering memanjakan anak, tidak banyak

menuntut anak, jarang mendisplinkan anak dan control yang rendah

terhadap perilaku anak. Orang tua memberikan kebebasan penuh kepada

anak untuk berbuat sesuatu yang diinginkan. Pola asuh permisif ini

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Anak menjadi lebih dominan dalam melakukan segala sesuatu

b. Orang tua memberikan kebebasan yang penuh kepada anak

c. Orang tua tidak terlalu terlibat dalam membimbing dan mengarahkan

anak

d. Orang tua sangat kurang dalam hal mengontrol dan memperhatikan

anak perilaku dan aktivitas anak.

4. Pola asuh uninvolved

Pola asuh tipe ini dimana orang tua kurang memiliki tuntutan

kepada anak (seperti orang tua permisif) dan kurang respon terhadap

anak. Selain itu, orang tua kurang memiliki ikatan batin yang kuat

terhadap anak. Orang tua tipe ini merasa telah menjalankan tugasnya

sebagai pemberi nafkah, memberikan fasilitas kehidupan, dan Pendidikan

terbaik untuk anak. Akan tetapi, jarang orang tua hadir sebagai

pendengar yang baik pada anaknya atau tempat bercerita pada anaknya.

Hal ini sudah dikategorikan sebagai penelantaran secara mental dan


19

psikologis terhadap anak. Orang tua tidak berusaha hadir dalam

pembentukan kepribadian dan karakter anak.

2.1.3 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pola Asuh

Menurut Maccoby & Mcloby (2018) ada beberapa faktor yang

memengaruhi pola asuh orang tua, yaitu : faktor sosial ekonomi, pendidikan, nilai

agama yang dianut oleh orangtua dan kepribadian serta faktor lainnya yaitu usia

orangtua.

1. Faktor sosial ekonomi

Orang tua yang perekonomiannya dalam kategori mampu atau menengah

ke atas dibanding yang perekonomianya rendah, sebab orang tua dari

golongan ekonomi rendah untuk itu memperlihatkan kekuatan mereka, oleh

karena itu kerap menyiksa anak.

2. Pendidikan

Pembelajaran orang tua membagikan ilmu pengetahuan dalam

pertumbuhan anak

3. Nilai agama yang dianut oleh orang tua

Pada negara barat posisi anak seperti hal nya dengan posisi orang tua,

Adapun di negara timur menghormati anak yang tunduk pada orang tua.

4. Kepribadian

Pada karakter orang tua yang tertutup cenderung lebih menunjukan sikap

otoriter.
20

2.2 Konsep Perilaku Anak Usia Sekolah

2.2.1 Teori perilaku

ada beberapa teori perilaku yaitu sebagai berikut :

1. Teori Insting

Teori ini dikemukakan oleh Mc. Dougall sebagai pelopor psikologi sosial.

Menurutnya, perilaku disebabkan insting. Insting merupakan perilaku

bawaan dan akan mngalami perubahan karena pengalaman.

2. Teori Dorongan

Dorongan ini berkaitan dengan kebutuhan organisme yang mendorong

organisme berperilaku. Apabila seseorang memliki kebutuhan dan ingin

memenuhi kebutuhannya, akan terjadi ketegangan dalam dirinya. Apabila

ia berperilaku dan dapat memenuhinya, terjadi pengurangan dari dorongan

tersebut.

3. Teori Atribusi

Teori ini menjelaskan tentang sebab-sebab perilaku orang, baik perilaku

yang disebabkan disposisi internal (misalnya: motif dan sikap) maupun

keadaan eksternal (situasi).

4. Teori Kognitif

Teori ini menyatakan bahwa jika seseorang harus memiliki perilaku yang

harus dilakukan, ia akan memiliki alternative perilaku yang akan

membawa manfaat yang sebesar- besarnya bagi yang bersangkutan dan

faktor berfikir berperan dalam menerapkan pilihannya. Dengan

kemampuan berfikir, seseorang akan melihat hal-hal yang telah terjadi


21

sebagai bahan pertimbangannya disamping melihat kedepan hal-hal yang

akan terjadi dalam seseorang saat bertindak.

2.2.2 Aspek Perilaku

Menurut Marliana (2015), aspek perilaku mendasar dalam perbedaan

perilaku manusia adalah sebagai berikut:

1. Pengetahuan (Knowledge)

Berbagai pendapat menjelaskan penyebab perbedaan ini adalah sejak lahir itu,

manusia ditakdirkan tidak sama kemampuan dalam menyerap informasi dari

gejala, ada yangberanggapan karena kombinasi antara keduanya. Oleh karena

kecerdasan menjadi perwujudan dari kemampuan seseorang. Terbentuknya

kecerdasan merupakan pembawaan sejak lahir, ada yang menyatakan karena

pendidikan dan pengalaman. Perbedaan perilaku kemampuan ini dapat

memberikan prediksi tentang pelaksaanaan dan hasil kerja seseorang di

tempat kerjanya. Dengan memahami sifat-sifat manusia dari sudut ini, kita

akan memahami perbedaan perilaku seseorang dengan orang lain dalam

melaksanakan pekerjaaan yang sama.

2. Sikap (Atitude)

Perilaku umumnya didorong oleh serangkaian kebutuhan yaitu beberapa

pernyataan dalam diri seseorang (interal stage) yang menyebabkan seseorang

berbuat untuk mencapai sebagai subjek atau hasil. Sebagaimana disebutkan

dalam teori kebutuhan Abraham Maslow yang menjelaskan lima tingkatan

kebutuhan manusia. Ketika satu tingkatan kebutuhan yang mendorong

seseorang saat ini bisa menjadi hal yang potensial atau tidak, untuk

memenuhi perilakunya pada kemudian hari.


22

3. Tindakan (Practice)

Seseorang dapat dihadapkan pada sejumlah kebutuhan potensial yang harus

dipenuhi melalui perilaku yang dipilihnya. Untuk menjelaskan cara seseorang

membuat pilihan diantara sejumlah besar rangkaian pilihan perilaku yang

terbuka baginya dapat digunakan teori expectancy. Teori expectancy

berdasarkan anggapan yang menunjukan cara menganalis dan meramalkan

rangkaian tindakan yang akan diikuti oleh seseorang ketika ia mempunyai

kesempatan untuk membuat pilihan mengenai perilakunya. Dengan demikian,

dapat dijelaskan bahwa individu akan memilih perilaku yang memberikan

dorongan motivasi besar.

2.2.3 Ciri-Ciri Perilaku

Ada lima ciri perilaku manusia yang membedakan dengan makhluk

lainnya, yaitu sebagai berikut:

1. Kepekaan Sosial

Kepekaan sosial merupakan ciri perilaku manusia yang membedakan

dengan mahluk lainnya, yaitu sebagai berikut:

a. Kemampuan manusia untuk menyesuaikan perilakunya sesuai dengan

pandangan dan harapan orang lain.

b. Manusia adalah mahluk sosial dalam hidupnya memerlukan orang lain dan

bekerjasama dengan orang tersebut.

c. Perilaku manusia adalah situsional, artinya perilaku manusia akan berbeda

pada situasi yang berbeda.


23

2. Kelangsungan Perilaku

a. Perilaku yang satu memiliki kaitan dengan perilaku lainnya: perilaku

sakarang merupakan kelanjutan perilaku yang sebelumnya, dan seterusnya.

b. Perilaku manusia terjadi secara bersinambungan bukan secara serta-merta.

c. Perilaku manusia tidak pernah berhenti pada suatu saat.

3. Orientasi Pada Tugas

a. Setiap perilaku manusia selalu memiliki orientasi pada suatu tugas

tertentu.

b. Individu yang bekerja, berorientasi untuk menghasilkan sesuatu.

4. Usaha Perjuangan

a. Usaha dan perjuangan pada manusia telah terpilih dan di tentukan sendiri,

serta tidak akan memperjuangkan sesuatu yang tidak ingin diperjuangkan.

c. Manusia memiliki cita-cita (aspirasi )yang ingin diperjuangkannnya.

5. Individu Manusia Unik

a. Manusia satu berbeda dengan manusia yang lain dan tidak adadua manusia

yang sama persis dimuka bumi ini walaupun ia dilahirkan kembar.

b. Manusia mempunyai ciri-ciri, sifat, watak, tabiat, kepribadian, motivasi

tersendiri yang membedakannya dari manusia lainnya.

b. Perbedaan pengalaman yang dialami individu pada masa silam dan

citacitanya pada kemudian hari menentukan perilaku individu pada masa

kini yang berbeda-beda.

2.2.4 Perilaku Menggunaan Gadget Anak Usia Sekolah

Perilaku penggunaan gadget adalah suatu tanggapan atau respon seseorang

terhadap tindakan yang dilakukan dan dapat mempengaruhi perubahan fisik


24

maupun psikis baik secara positif maupun negatif. Sehingga perilaku di zaman

sekarang susah untuk diubah apalagi pada kemajuan zaman dibidang ilmu

teknologi yang semakin berkembang. Teknologi yang sangat popular di era

globalisasi ini adalah penggunaan smartphone. Dulu gadget hanya digunakan oleh

kalangan menegah keatas, namun pemakaian sekarang ini sudah digunakan oleh

berbagai kalangan, mulai dari usia dini hingga orang dewasa. Anak-anak maupun

remaja yang tergolong generasi millennial cenderung lebih aktif terhadap

perkembangan teknologi komunikasi. Hal ini disebabkan karna mereka lahir dan

tumbuh di tengah perkembangan teknologi yang sangat pesat (Suryani 2020).

Penggunaan gadget pada anak semakin meningkat, salah satu faktor yang

mendasari meningkatnya presentasi anak yang menggunakan smartphone yaitu

karena semakin berkembangnya teknologi. Seiring dengan berkembangnya

teknologi, maka smartphone tampil dengan sistem touch screen yang membuat

siapapun lebih mudah untuk menggunakannya, terutama anak kecil yang belum

bisa membaca sekalipun. Pada umumnya anak-anak menggunakan smartphone

untuk bermain game, menonton animasi, bermain internet dan sebagai media

pembelajaran (Anggreani, 2019).

Smartphone (ponsel) adalah media yang dipakai sebagai alat komunikasi

modern. Smartphone semakin mempermudah kegiatan komunikasi antara satu

sama lain. Kini kegiatan komunikasi telah berkembang semakin lebih maju

dengan munculnya smartphone. Smartphone sudah sangat menyatu dengan

kehidupan sosial masyarakat, seakan orang tidak bisa lepas dari yang namanya

smartphone. Orang yang memiliki smartphone, akan lebih rajin untuk mencari

informasi yang dibutuhkanya (Fahdian, 2018).


25

Kecenderungan penggunaan smartphone secara berlebihan dan tidak

tepat, akan menjadikan seseorang bersikap tidak peduli pada lingkungannya baik

dalam lingkungan keluarga maupun di masyarakat (Heni & Mujahid, 2018).

Untuk mengatasi anak yang sudah biasa memakai smartphone atau gadget

menurut (Sunita & Mayasari, 2018) yaitu: beri waktu batasan menggunakan atau

mengurangi pemakaian smartphone atau gadget, kembangkan bakat anak.

Misalnya anak suka melukis, menggambar, bermain musi dan lainnya. Orang tua

yang sering bermain dengan anaknya akan membuat sang anak lebih fokus kepada

orang tuanya dibandingkan dengan smartphonenya. Ajak anak juga bermain di

luar rumah untuk mempercepat tumbuh kembang anak.

2.2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi

Menurut Ilham (2020) ada beberapa faktor yang mempengaruhi

perkembangan emosi pada anak usia sekolah yaitu :

1. Keadaan anak

Keadaan individu pada anak, misalnya cacat tubuh ataupun kekurangan

pada diri anak akan sangat mempengaruhi perkembangan emosional, bahkan akan

berdampak lebih jauh pada kepribadian anak. Misalnya: rendah diri, mudah

tersinggung, atau menarik diri dari lingkungannya

2.Faktor belajar

Pengalaman belajar anak akan menentukan reaksi potensial mana yang

mereka gunakan untuk marah. Pengalaman belajar yang menunjang

perkembangan emosi antara lain :


26

a. Belajar dengan coba-coba

Anak belajar dengan coba-coba untuk mengekspresikan emosinya dalam

bentuk perilaku yang memberi kepuasaan sedikit atau sama sekali tidak

memberi kepuasaan.

b. Belajar dengan meniru

Dengan cara meniru dan mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi

orang lain, anak bereaksi dengan emosi dan metode yang sama dengan

orang yang diamati

c. Belajar dengan mempersamakan diri

Anak meniru reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh rangsangan

yang sama dengan rangsangan yang telah membangkitkan emosi orang

yang ditiru. Disini anak hanya meniru orang yang dikagumi dan

mempinyai ikatan emosional yang kuat dengannya

d. Belajar melalui mengondisikan

Dengan metode ini objek,situasi yang mulanya gagal memancing reaksi

emosional kemudian berhasil dengan cara asosiasi. Mengodisikan terjadi

dengan mudah dan cepat pada awal-awal kehidupan karena anak kecil

kurang menalar, mengenal betapa tidak rasionalnya reaksi mereka

e. Belajar dengan bimbingan dan pengawasan

Anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika suatu emosi

tersangsan. Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk breaksi

terhadap rangsangan yang biasanya membangkitkan emosi yang

menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi secara emosional terhadap

rangsnagan yang membangkitkan emosi yang tidak menyenangkan.


27

3.Konflik-konflik dalam proses perkambangan

Setiap anak melalui berbagai konflik dalam menjalani fase-fase

perkembangan pada umumnya dapat dilalui dengan sukses. Naman jika anak tidak

dapat mengamati konflik-konflik tersebut, biasanya mengalami gangguan-

gangguan emosi

4.Lingkungan keluarga

Salah satu fungsi keluarga adalah sosialisasi nilai keluarga mengenai

bagaimana anak bersikap dan berperilaku. Keluarga adalah Lembaga yang

pertama kali mengajarkan individu (melalui contoh yang diberikan orang tua)

bagaimana individu mengeksplorasi emosinya. Keluarga merupakan lingkungan

pertama dan utama bagi perkembangan anak. Keluarga sangat berfungsi dalam

menanamkan dasar-dasar pengalaman emosi, karena keluarga merupakan

pengalaman pertama didapatkan oleh anak. Keluarga merupakan Lembaga

pertumbuhan dan belajar awal (learning and growing) yang dapat mengantarkan

anak menuju pertumbuhan dan belajar selajutnya

2.2.6 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Mental, Emosional dan

Perilaku remaja

Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan mental,

emosional dan perilaku remaja. Terdapat interaksi yang kompleks dari perubahan

fisik biologis, psikologis individu atau perkembangan kognitif, dan interaksi dari

faktor-faktor sosial. Masalah mental, emosional dan perilaku dapat muncul akibat

interaksi faktor-faktor tesebut, dan didukung dengan ketidakseimbangan faktor

risiko dan faktor protektif. (Nurhayati, dkk 2016 ).


28

1.Pertumbuhan Fisik & Biologis

Terdapat lima perubahan pada perubahan fisik atau biologis pada remaja, yaitu,

pertambahan tinggi badan yang cepat, perkembangan seks sekunder,

berkembangnya organ reproduksi, perubahan komposisi tubuh, serta perubahan

dari sistem sirkulasi dan respirasi yang berhubungan dengan stamina tubuh.Faktor

hormonal yang turut berkembang dalam proses tumbuh kembang antara lain,

hormon pertumbuhan, hormon tiroid, glukokortikoid dan hormon seks.Memasuki

pubertas merupakan masa yang penuh dengan tekanan bagi remaja.Perubahan

hormonal mempengaruhi mood dan tingkah laku remaja. Perubahan fisik yang

cepat dan tiba-tiba membuat remaja menjadi canggung, sensitif dan ketakutan

terhadap perubahan tubuh mereka. Remaja mungkin saja membuat perbandingan

antara dirinya dengan teman sebayanya sehingga terkadang merasa sakit dan

kecewa jika perubahan tersebut tidak seperti yang mereka harapkan.

Remaja sangat peduli terhadap penampilan badannya yang berdampak

pada mengingkatnya self consciousness sehingga mereka sering terobsesi untuk

melakukan diet.Tiga gangguan makan yang umum terjadi pada remaja adalah

obesitas, anorexia nervosa dan bulimia nervosa. Obesitas yang ditandai dengan

meningkatnya Body Mass Index (BMI) pada anak-anak hingga masa dewasa

berhubungan dengan risiko kesehatan fisik yang serius dan dikaitkan dengan

kematian dini seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes dan stroke. Pada usia

remaja, dan dewasa muda, obesitas dapat mempengaruhi perkembangan

psikososial seseorang. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa obesitas juga

mempunyai keterkaitan dengan kesehatan mental yang buruk.


29

Remaja yang mengalami obesitas sering merasa dirinya berbeda atau

dibedakan dari lingkungan sosial dan lebih rentan mengalami berbagai masalah

psikologis. Dalam sebuah penelitian memperlihatkan bahwa remaja dengan

obesitas yang dijauhi oleh teman-temannya memiliki kecenderungan untuk

mengalami rasa putus asa yang besar dan memilih menjadi pendiam dan terisolasi

secara sosial. Seseorang yang mengalami obesitas akan mudah merasa tersisih

atau tersinggung.

Hal ini akan lebih parah lagi apabila remaja dengan obesitas tersebut

mengalami kegagalan dalam pergaulan sehari-hari. Seseorang dengan obesitas

akan cenderung dicap sebagai orang yang susah bergaul dan mudah tersinggung.

2. Perkembangan Psikologis

Masa remaja identik dengan masa penentangan atau pemberontakan,

terkait dengan berbagai perubahan yang harus dihadapi oleh remaja dibandingkan

dengan masa-masa sebelumnya. Salah satu perkembangan yang harus remaja

hadapi adalah kemampuan untuk berpikir lebih dewasa dan rasional serta

memiliki pertimbangan yang lebih matang dalam menyelesaikan masalah.

Kemampuan tersebut disebut kemampuan kognitif. Lima perkembangan kognitif

remaja antara lain: 1. mampu berpikir tentang kemungkinan-kemungkinan yang

telah terjadi maupun yang akan terjadi, 2. berpikir dengan hipotesis, 3. berpikir

jauh ke depan dan merencanakan suatu strategi yang tepat, 4. mampu mengukur

kemampuan sendiri, menganalisa alternatif pemecahan masalah, dan 5. berpikir

tanpa batas dan bersifat abstrak, misalnya tentang agama, politik, moral dan

hubungan antar manusia. Dengan kemampuan tersebut sering menimbulkan

konflik antar remaja dengan orang tua, sekolah dan lingkungannya.


30

3.Perubahan Sosio lingkungan

Perilaku remaja sangat rentan terhadap pengaruh lingkungan, di satu sisi

remaja mempunyai keinginan kuat untuk mengadakan interaksi sosial dalam

upaya mendapatkan kepercayaan dari lingkungan, di sisi lain ia mulai memikirkan

kehidupan secara mandiri, terlepas dari pengawasan orang tua dan sekolah. Salah

satu bagian perkembangan masa remaja yang tersulit adalah penyesuaian terhadap

lingkungan sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam

hubungan interpersonal, dan juga harus menyesuaikan diri dengan orang dewasa

di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Untuk mencapai tujuan pola sosialisasi

dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru. Ia harus

mempertimbangkan pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial,

membentuk kelompok sosial baru dan nilai-nilai baru memilih teman.

Remaja berkembang dalam lingkungan keluarga, sekolah, komunitas

teman sebaya dan budaya yang lebih luas yaitu masyarakat. Lingkungan sosial

tersebut dapat menjadi lingkungan yang baik bagi perkembangan mental,

emosional dan perilaku remaja demikian pula sebaliknya.

a.Lingkungan keluarga

Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan

anak. Umur 4 – 6 tahun dianggap sebagai titik awal proses identifikasi diri

menurut jenis kelamin, peranan ibu dan ayah atau orangtua pengganti.

Pembentukan karakter remaja antara lain dipengaruhi oleh, pola asuh keluarga,

kondisi keluarga dan pendidikan moral dalam keluarga.Risiko remaja

mengalami gangguan kepribadian menjadi berkepribadian antisosial dan

berperilaku menyimpang lebih besar pada remaja yang dibesarkan dalam


31

lingkungan sosial keluarga yang tidak baik dibandingkan dengan anak/remaja

yang dibesarkan dalam keluarga sehat/harmonis.

Kriteria keluarga yang kurang sehat antara lain: keluarga yang tidak

utuh, orang tua yang terlalu sibuk sehingga jarang bersama di rumah, hubungan

interpersonal antar anggota keluarga yang buruk substitusi ungkapan kasih

sayang orangtua kepada anak, dalam bentuk materi daripada kejiwaan

(psikologis).Hubungan orang-tua yang harmonis akan menumbuhkan kehidupan

emosional yang optimal terhadap perkembangan kepribadian anak. Sebaliknya,

orang tua yang sering bertengkar akan menghambat komunikasi dalam keluarga,

dan anak akan “ melarikan diri “ dari keluarga. Keluarga yang tidak lengkap

misalnya karena perceraian, kematian, dan keluarga dengan keadaan ekonomi

yang kurang, dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak.

c.Lingkungan sekolah

Pengaruh yang juga cukup kuat dalam perkembangan mental, emosional

dan perilaku remaja adalah lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah merupakan

lingkungan kedua yang berpotensi mempengaruhi kesehatan mental anak setelah

lingkungan keluarga.

1) Susunan dan kualitas sekolah Susunan sekolah meliputi kedisiplinan,

kebiasaan belajar, dan kondisi sekolah yang mendukung pengendalian

diri.Beberapa contoh kondisi sekolah kurang mendukung dalam

pengendalian diri, antara lain: sarana dan prasarana sekolah tidak memadai,

kuantitas dan kualitas tenaga guru dan non guru yang tidak memadai,

kurikulum sekolah yang sering berganti-ganti, kurang tepat, muatan

agama/budi pekerti yang kurang, serta lokasi sekolah di daerah rawan.


32

2) Bimbingan guru.

Di sekolah remaja menghadapi beratnya tuntutan guru, orang tua dan

saratmya kurikulum, sehingga dapat menimbulkan beban mental. Dalam hal

ini peran wali kelas dan guru pembimbing sangat berarti. Apabila guru

pembimbing sebagai konselor sekolah tidak berperan, maka siswa tidak

memperoleh bimbingan yang sewajarnya. Untuk menyalurkan minat, bakat

dan hobi siswa, perlu dikembangkan kegiatan ekstrakurikuler dengan

bimbingan guru.

d.Lingkungan teman sebaya

Memasuki masa remaja, anak mulai melepaskan diri dari ikatan emosi

dengan orang tuanya dan menjalin sebuah hubungan yang akrab dengan

temanteman sebayanya. Kelompok sebaya memberikan dunia tempat remaja

dapat melakukan sosialisasi dimana nilai yang berlaku bukanlah nilai yang

ditetapkan oleh orang dewasa melainkan oleh teman seusianya. Disinilah letak

berbahayanya bagi perkembangan jiwa remaja, apabila nilai yang

dikembangkan dalam kelompok sebaya adalah nilai yang negatif, akan lebih

berbahaya apabila kelompok sebaya ini cenderung tertutup (closed group),

dimana setiap anggota tidak dapat terlepas dari kelompok nya dan harus

mengikuti nilai yang dikembangkan oleh pimpinan kelompok, sikap, pikiran,

perilaku, dan gaya hidupnya merupakan perilaku dan gaya hidup kelompoknya.

Sebagai contoh, jika remaja mengenakan model pakaian yang sama dengan

pakaian anggota kelompok yang populer, maka kesempatan baginya untuk

dapat diterima oleh kelompok menjadi lebih besar. Demikian pula bila anggota
33

kelompok mencoba minum alkohol, rokok atau zat adiktif lainnya, maka

remaja cenderung mengikuti tanpa mempedulikan akibatnya.

e. Lingkungan masyarakat Lingkungan masyarakat yang berpengaruh terhadap

perkembangan jiwa remaja meliputi lingkungan sosial budaya dan media

massa. Era globalisasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi berpengaruh terhadap pergeseran nilai-nilai sosial dan budaya dalam

masyarakat. Nilai sosial yang selama ini diutamakan bergesar pada nilai

individual. Kebudayaan dan nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat bisa

tidak sesuai dengan keinginan atau pemikiran para remaja. Hal ini

menyebabkan munculnya suatu kebudayaan remaja (youth culture) yang

berbeda dengan kebudayaan masyarakat, dan cenderung mengarah terhadap

penyimpangan-penyimpangan. Pesatnya akses informasi juga menyebabkan

remaja lebih asyik dengan dunianya sendiri, kurang peka terhadap lingkungan,

bahkan hubungan dengan anggota keluarga menjadi minim.

2.2.7 Pengertian Dan Perilaku Hiperaktif

1. Pengertian Anak Hiperaktif

Anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan sifat tertentu

sehingga sulit memusatkan konsentrasi dan cenderung hiperkinetik (terlalu

banyak bergerak). Hiperaktif memang identik dengan banyaknya gerakan. Cara

berfikir anak hiperaktif berbeda dengan anak normal. Anak normal akan

memberikan perhatian dan menurut dengan kontrol orang lain yang sesuai dengan

hatinya, sedangkan pikiran anak hiperaktif selalu “semau gue” tanpa dapat

dikontrol sama sekali.( Ardimaningsih,dkk 2020).


34

Perilaku anak seperti ini bisa sangat menganggu karena pelajaran sekolah

seringkali mengharuskan anak-anak menyimak pelajaran dan mengerjakan

tugasnya dengan tenang. Guru-guru inilah yang menjadi pihak pertama yang

memperhatikan adanya tanda-tanda hiperaktif pada anak. Tetapi biasanya para

orang tua memiliki toleransi yang lebih besar terhadap anak-anaknya yang

hiperaktif, sekalipun mereka menyaksikan perilaku anaknya yang hiperaktif

tersebut.

Anak hiperaktif juga terkesan sulit diajak berkomunikasi setiap diajak

bicara, mereka tidak menanggapi atau justru mendengarkan hal lain. Hal ini

terjadi karena antara otak dan pendengaran kurang sinkron. Apa yang didengar

telinga tidak sampai pada otak atau ditafsirkan berbeda. Hambatan inilah yang

mengakibatkan penderita sulit diajak bicara.

Jadi hiperaktif yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu anak yang mengalami

gangguan hiperkinetik (terlalu banyak bergerak), sulit untuk konsentrasi dan

merupakan anak yang suka menganggu temannya. Selain itu anak tersebut tidak

sabar maupun sulit untuk berinteraksi dengan lingkungannya.

2.Bentuk-bentuk Perilaku Anak Hiperaktif

Adapun bentuk-bentuk perilaku anak hiperaktif yaitu :

a. Gelisah

Ditunjukan dengan tangan dan kaki yang tidak bisa diam dan senang

menggeliat-geliat di kursi.

b. Tidak bisa diam

Suka meninggalkan tempat duduk ketika sedang di kelas, diruang makan

dimana saja yang membutuhkan duduk.


35

c. Berlari-larian

Seringkali berlari-lari atau memanjat ketika situasinya tidak pantas untuk

berperilaku seperti itu.

b. Tidak bisa bermain dengan tenang

Selalu tampak seperti selalu bergerak dan bergerak atau berperilaku seperti

dikendalikan oleh mesin.

c. Menjawab asal-asalan

Ketika pertanyaannya belum selesai dibacakan suka menjawab secara asal-

asalan.

d. Tidak bisa sabar

Kesulitan menunggu gilirannya tiba ketika sedang bermain atau sedang

melakukan aktivitas-aktivitas yang terjawal lainnya.

e. Menyela

Menyela atau mengganggu anak-anak lainnya (tiba-tiba memotong

percakapan atau ikut ke dalam sebuah permainan).

2.3 Konsep Gadget

2.3.1 Definisi gadget

Menurut Efendi dalam Nanang ( 2019 ) istilah Gadget dalam bahasa

Inggris adalah alat elektronik kecil dengan memiliki fungsi khusus. Selain itu

Gadget adalah sebuah benda yang berupa perangkat elektronik kecil yang

mempunyai tujuan dan fungsi khusus dalam mengakses sebuah informasi -

informasi terbaru dengan menggunakan teknologi maupun fitur-fitur terbaru,

sehingga menjadikan praktis untuk hidup manusia (Setianingsih, 2017).


36

Gadget menjadi perkembangan teknologi yang sangat penting di era

globalisasi untuk saat ini dan tidak menjadi benda asing untuk orang – orang yang

tinggal di perkotaan dan di pedesaan. Gadget mempunyai banyak jenis

diantaranya adalah berupa komputer atau laptop, tablet PC, dan telepon seluler

atau smartphone. Gadget pada awalnya hanya sebagai alat komunikasi tetapi

seiring bejalan waktu dan berkembangnya zaman, gadget menjadi teknologi yang

semakin canggih dengan touchscreen dan memiliki berbagai macam aplikasi

diantaranya games dan youtube,. Kemunculan dari dua fitur tersebut menjadikan

anak tertarik untuk bermain gadget, sehingga menyebabkan anak dapat senang

untuk menggunakan gadget secara lama (Novitasari, 2016).

Gadget dan aplikasi yang terdapat di dalamnya memberikan Kemudahan

untuk anak dalam mengoperasikan baik secara online maupun offline, yang

berupa games atau situs web telah membuat anak menjadi leluasa dan bebas untuk

mencari informasi yang seharusnya tidak pantas untuk usianya.

Alat teknologi berupa gadget menjadi perkembangan yang begitu berarti

pada era globalisasi pada waktu ini dan bukan jadi barang asing buat orang-orang

yang bertempat tinggal di kota maupun di desa. Gadget memiliki banyak tipe

antara lain yaitu berbentuk pc atau laptop, tablet, video game serta pula telepon

seluler atau smartphone. Gadget pada awal mulanya Cuma selaku perlengkapan

komunikasi akan tetapi bersamaan berjalannya waktu serta perkembangan era,

gadget jadi teknologi yang terus menjadi canggih dengan layar sentuh serta

mempunyai beberapa jenis aplikasi yaitu permainan maupun youtube. Timbulnya

dari kedua fungsi di atas menjadi anak tertarik buat memainkan gadget, sehingga
37

membuat anak dapat Bahagia untuk memainkan gadget secara Panjang.

(Novitasari et al. 2016 )

Yang terdapat di dalam gadget dari aplikasi memberi kegampangan pada

anak untuk mempergunakan gadget baik secara online atau offline, yang

berbentuk game ataupun website yang sudah menjadikan anak leluasa untuk

mencari informasi baru yang sepatutnya belum tepat pada umurnya.

2.3.2 Faktor- faktor yang mempengaruhi gadget

Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi pemakaian gadget pada

anak menurut ( fadilah, 2015 ) yaitu :

1. Tampilan fitur pada gadget

Fitur- fitur yang terdapat dalam gadget dapat menarik anak – anak,

kemudian akan menjadikan anak ingin tahu dan ingin menggunakan gadget.

Fungsi yang ada pada gadget yaitu aplikasi permainan dan youtube, tempat

anak - anak bias mengakses bermacam tontonan animasinya.

2. Kecanggihan dari gadget

Kecanggihan gadget ini adalah bisa memenuhi segala keperluan. Kebutuhan

anak dapat dipenuhi dengan memainkan permainan dan mencermati music.

3. Keterjangkauan harga gadget

Banyaknya kompetisi dalam alat teknologi ini telah menimbulkan

peningkatan harga gadget lebih murah dan mudah didapatkan

4. Lingkungan

Lingkungan menciptakan terdapatnya tekanan dari teman sejawat dan

lingkungan sekitar. Hal ini sudah menjadikan semua orang yang


38

mengoperasionalkan gadget, dan kemudian sebagian orang lain keberatan

untuk melepaskan gadget

5. Faktor sosial

Faktor sosial misalkan kelompok, keluarga dan status sosialnya. Tugas

keluarga sangatlah berarti pada faktor sosial, sebab keluarga sebagai

petunjuk dari sikap anak.

2.3.3 Dampak Gadget untuk Anak

Menurut (Farizal, 2018) smartphone memiliki beberapa dampak dalam kehidupan

manusia yaitu:

1. Dampak positif dari penggunaan smartphone atau gadget yaitu

a. Berkembangnya imajinasi (melihat gambar kemudian menggambarnya

sesuai imajinasinya yang melatih daya pikir tanpa dibatasi).

b. Melatih kecerdasan

c. Meningkatkan rasa percaya diri (saat anak memenangkan suatu permainan

akan termotivasi untuk menyelesaikan permainanya).

d. Mengembangkan kemampuan dalam membaca

e. Merangsang untuk mengikuti perkembangan teknologi yang baru

f. Menambah wawasan

g. Dapat memudahkan anak mencari informasi

h. Membangun relasi kepada orang lain.

Dampak negatif dari penggunaan smartphone atau gadget

a. Penurunan kosentrasi saat belajar (pada saat belajar anak hanya fokus pada

smartphone atau gadget).

b. Malas menulis dan membaca


39

c. Penurunan dalam kemampuan bersosialisasi (misalny anak kurang

bermain bersama teman sebaya dan tidak memperdulikan lingkungan

sekitarnya).

d. Kecanduan

e. Dapat menimbulkan gangguan kesehatan

2.4 Konsep Anak Sekolah

2.4.1 Definisi Anak Sekolah

Anak usia sekolah pada dasarnya anak-anak usia 6-12 tahun. Pada masa

ini bertumbuhan dan psikologis anak mengalami pertumbuhan jasmani dan

rohani. Pertumbuhan dan perkembangan fisik anak berlangsung terus-menerus

kearah kemajuan. Anak usia sekolah merupakan anak dengan kategori yang

banyak mengalami perubahan dratis baik mental maupun psikis. Tujuan anak

usia sekolah yang memiliki Pendidikan seperti, menuntut pertumbuhan dan

perkembangan jasmani dan rohani, bakat dan minat. Memberikan bekal

pengetahuan, ketrampilan, dan sikap dasar yang bermanfaat bagi anak

( Kurniawan, 2015 )

2.4.2 karakteristik Anak Usia Sekolah

Karakteristik anakusia sekolah berkaitan dengan aktivitas fisik yaitu

umumnya anak senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam

kelompok, senang praktik langsung. Berkaitan dengan konsep tersebut maka

dapat dijabarkan:

1. Anak usia sekolah senang bermain

2. Anak usia sekolah senang bergerak


40

3. Anak usia sekolah senang beraktivitas kelompok

2.4.3 Perkembangan Anak Usia Sekolah

Istilah perkembangan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi

sebab akibat dari proses kemantangan dan pengalaman. Seperti yang dikatakan

oleh van de daede “perkembangan berarti perubahan secara kualitatif ’’. Ini

berate bahwa perkembangan bukan sekedar penambahan beberapa sentimeter

pada tinggi badan seseorang atau peningkatan kemampuan seseorang, melainkan

suatu proses integrasi dari banyak struktur dan fungsi yang kompleks. Fakta yang

paling tentang perkembangan bahwa dasar-dasar permulaan adalah sikap kritis,

sikap kebiasaan, dan pola perilaku yang dibentuk selama bertahun-tahun pertama

sangat menentukan sebarapa jauh individu-individu berhasil menyusuaikan dari

dalam kehidupan ketika bertambah tua (Hurlock)

1.Perkembangan aspek kognitif

Kemampuan kognitif berkaitan dengan kemampuan berpikir, mencakup

kemampuan intelektual, dan kemampuan mengingat, kemampuan kognitif dapat

dikelompokkan menjadi lima yaitu pengetahuan, pemhaman, penerapan, analisis,

sintesis, dan evaluasi. Sifat khas anak usia sekolah amat realistik , ingin tahu, dan

ingin belajar

2.Perkembangan aspek afektif

Kemampuan afektif berhubungan dengan perasaan, emosi, sikap hati yang

menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu.

3.Perkembangan aspek psikomotorik

Perkembangan psikomotorik yang dilalui memiliki kekhususan yang

antara lain ditandai oleh perubahan-perubahan ukuran tubuh dan proporsi tubuh.
41

Lingkungan dan status ekonomi keluarga juga sangat berpengaruh terhadap

perkembangan psikomotorik anak. Anak-anak berasal dari tingkat sosial ekonomi

atas cenderung mempunyai sedikit ketrampilan dari pada anak yang berasal dari

tingkat ekonomi yang lebih rendah (Samiudin, 2017).

2.5 Kerangka Teoritis

Bedasarkan tujuan dari tinjauan pusaka maka kerangka teorotis dapat


digambarkan sebagai:

Faktor-faktor yang mempengaruhi


pola asuh orang tua :
1. Pendidikan orang tua
Aspek-aspek perilaku
2. Usia orang tua
3. Lingkungan 1. Pengetahuan
4. Jumlah anak 2. Sikap
5. Status sosial ekonomi 3. tindakan
(Maccoby& Mcloby 2018)

Macam-macam pola asuh


orang tua :
Perilaku anak usia
1. Pola asuh demokratis sekolah
2. Pola asuh otoriter
3. Pola asuh permissive
(Lestari& Andrian,2019)
Perilaku anak usia sekolah
menggunakan gadget :
1. Perilaku negatif
2. Perilaku positif
3. Emosional
Keterangan : 4. hiperaktif

= Di teliti

= Tidak di teliti
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Menurut Notoatmodjo ( 2018 ) , kerangka konsep adalah kerangka

hubungan antara konsep-konsep yang akan diukur maupun diamati dalam suatu

penelitian. Sebuah kerangka konsep haruslah dapat memberikan hubungan antara

variable-variabel yang akan diteliti. Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat

digambarkan seperti di bawah ini.

Variabel Idependen Variabel Dependen

perilaku
Pola asuh orang tua menggunakan gadget

keterangan

: Variabel yang di teliti

: Variabel yang berhubungan

Kerangka konsep menjelaskan bahwa variabel idependen adalah pola asuh

orang tua, dan variabel dependen adalah perilaku menggunakan gadget. Variabel

idependen akan mempengaruhi variabel variabel dependen, dimana penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku

Anak Usia Sekolah Menggunakan Gadget Di Gampong Cot Batee Kecamatan

Kuala Kabupaten Bireuen.

30
31

3.2 Hipotesis Penelitian

H0 = Tidak ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan perilaku anak usia

sekolah menggunakan gadget di gampong cot batee kecamatan kuala kabupaten

bireuen.

Ha = Ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan perilaku anak usia sekolah

menggunakan gadget di gampong cot batee kecamatan kuala kabupaten bireuen.

3.3 Definisi Operasional

Desain penelitian yaitu sebuah rencana aksi penelitian kegiatan yang

berupa urutan menghubungkan antara pertanyaan penelitian dengan responden

yang menjawab dan kesimpulan penelitian yaitu sebuah jawaban dari masalah

penelitian. Desain penelitian bukan hanya sebuah rencana kegiatan kerja, tujuan

dari desain penelitian ini, yakni membantu peneliti supaya terhindar dari data

yang tidak berhubungan dengan pertanyaan penelitian (Rahardjo, 2017).

Tabel 3.1 Definisi Operasional Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dngan Perilaku
Anak Usia Sekolah Menggunakan Gadget Di Gampong Cot Batee Kecamatan
Kuala Kabupaten Bireuen.

Variabel Definisi Alat ukur Skala Skor


Pola asuh Pola asuh adalah pola kuesioner Ordinal Kurang baik
orang tua komunikasi anatara anak (12-23)
dengan orang tuanya,
yang meliputi kebutuhan Baik (24-23 )
fisik dan kebutuhan
psikologis.
Perilaku Perilaku menggunakan Kuesioner Ordinal Baik (12-17)
menngunakan gadget adalah suatu
gadget tanggapan atau respon Kurang baik
seseorang terhadap (18-24)
tindakan yang dilakukan
dan dapat mempengaruhi
perubahan fisik maupun
psikis baik secara negatife
dan positif.
32

3.4 Desain Penelitian

Rancangan penelitian adalah keseluruhan rencana atau struktur dan

strategi penelitian yang disusun sedemikian rupa agar dapat memperoleh jawaban

mengenai permasalahan penelitian. Metode penelitian adalah teknik yang

digunakan peneliti untuk mengumpulkan dan menganalisis informasi yang relevan

dengan pertanyaan penelitian ( Polit & Beck, 2012 )

Penelitian ini merupakan penelitian korelasi dengan rancangan cross

sectional. Penelitian Cross Sectional adalah jenis penelitian yang menekankan

waktu pegukuran data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada

satu saat ( Nursalam 2020 ).

3.5 Populasi dan sampel

1) Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : objek / subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetepkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulnya ( Sugiyono 2019 ).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh yang anak usia sekolah ( 6-12 )

di gampong cot batee dengan jumlah 110 orang

2) Sampel

Sugiyono ( 2018 ) menyatakan bahwa sampel adalah bagian dari total dan

karakteristik yang dimiliki oleh suatu populasi. Sampling adalah proses

menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini


33

meggunakan teknik accidental sampling. Besar sampel yang diperoleh dalam

penelitian ini berjumlah 70 responden.

3.6 Tempat Dan Waktu Penelitian

3.6.1 Tempat penelitian

Tempat dilakukan penelitian di Gampong Cot Batee Kecamatan Kuala

Kabupaten Bireuen.

1.6.2 waktu penelitian

Penelitian ini akan direncanakan pada bulan April 2023

3.7 Etika penelitian

Menurut Masturoh dan Anggit, ( 2018 ), adanya etika penelitian ini yaitu untuk

menghindari terjadinya tindakan yang tidak etis dalam melakukan penelitian

tersebut sehingga akan dilakukan beberapa prinsip yaitu sebagai berikut:

1. Lembar persetujuan (informed consent)

Lembar persetujuan ini di dalamnya berisi tentang apa saja yang dilakukan,

tujuan dalam penelitian, manfaat yang didapat responden, tata cara penelitian

dan mungkin resiko yang mungkin terjadi. Semua pertanyaan tersebut

dituliskan dilembar persetujuan dengan jelas dan mudah di pahami oleh

responden dan keluarga responden sehingga responden akan paham bahwa

penelitian siap untuk dijalankan. Apabila responden bersedia maka akan

mengisi dan menandatangani lembar pesrtujuan tersebut.

2. Tanpa Nama ( anatomy )

Dalam menjaga sebuah kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan nama

reponden, namun peneliti akan menuliskan di lembar alat ukur dan lembar
34

pengumpulan data dengan memberi inisial nama saja. Sehingga lebih

menjaga kerahasiaan atau privasi responden

3. Kerahasiaan (confidentiality)

Confidentiality yaitu masalah etika yang akan memberikan jaminan

kerahasiaan dari hasil penelitian, baik informasi maupun masalah yang

lainnya. Informasi yang telah dikumpulkan peneliti akan dijamin

kerahasiaannya. Semua data yang sudah terkumpul pada peneliti akan diberi

kode tertentu pada tiap-tiap responden, hanya peneliti yang mengetahuinya

4. Manfaat (Beneficence )

Harapan peneliti dapat berguna bagi orang semaksimal mungkin serta

meminimalkan al-hal dari dampak negative pada responden. Dalam penelitian

diharapkan dapat menghasilkan manfaat da pencapaian akan hubungan pola

asuh terhadap perilaku kebiasaan menggunakan gadget.

5. Keamanan ( nomaleficience )

Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan pada hal yang dapat merugikan

da berbahaya pada responden. Penelitian ini tidak menggunakan peralatan

dan bahan berbahaya dan lokasi riset aman. Pengumpulan data hanya dengan

mengisi kuesioner tidak ada eksperimen yang berbahaya pada responden.

6. Kejujuran ( veracity )

Penelitian ini bersifat jujur, tidak memiliki rahasia, dan mengenal informasi

pada peneliti. Jadi ini adalah hak responden untuk mengetahui informasi yang

ada. Penelitian ini menceritakan tentang manfaat mengisi kuesioner dan

penelitian dengan jujur.


35

7. Keadilan ( justice )

Peneliti memperlakukan responden sama dan tidak membedakan. Seperti

halnya, sama-sama diberikan bolpin dan kuesioner sama dua diperlukan

denagan sopan da baik tanpa membedakan.

3.8 Instrument Penelitian

Menurut Sugiyono (2018) instrumen penelitian adalah suatu alat yang

digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik

semua fenomena ini disebut variabel penelitian.

Dalam penelitian teknik pengumpulan datanya menggunakan kuesioner.

Kuesioner ialah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan memberi

statment tertulis kepada respondennya untuk dijawab. Kuesioner juga bisa disebut

dengan alat pengumpulan data yang efisien apabila peneliti mengenali apa yang

bisa diharapkan oleh responden ( Suryono & mekar, 2013 ). Dalam riset

menggunakan instrument penelitian berupa kuesioner.

a. Uji validasi

Uji validitas ialah metode guna menghitung tingkat validitas suatu

instrument. Jika semua pertanyaan memiliki korelasi yang bermakna

( validitas structural) maka dapat diartikan sebagai konsep bahwa semua

pertanyaan yang ada dapat diukur

b. Uji reliabilitas

Uji reliabiitas ialah indicator yang menandakan tingkat kepercayaan suatu

alat ukur. Jika pengukuran dilakukan oleh orang yang berbeda,maka uji

rehabilitas dilakukan guna melihat apakah alat ukur yang dipakai serupa.
36

3.9 Prosedur Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yaitu siklus pendekatan pada subjek atau

pengumpulan karakteristik subyek yang digunakan pada penelitian (Nursalam ,

2017 )

Pengumpulan data pada riset ini dengan metode interview ialah sesuatu

cara yang digunakan sebagai pengumpulan data dimana peneliti memperoleh

penjelasan ataupun informasi secara langsung dari responden.

1. Data primer

Dari data primer ialah data yang secara langsung dihasilkan kepada

responden misalnya: wawancara, memberikan isi kuesioner, mencari data

dari observasi responden (Nursalam, 2017 ).

2. Data sekunder

Datas sekunder ialah data yang terkumpulkan untuk memecahkan

permasalahan yang dialamai. Sumber data sekunder adalah literatur,jurnal,

dan web internet yang menghubungkan dengan hal-hal yang akan diteliti.

Dalam proses pengumpulan data, metode yang digunakan adalah kuesioner.

Prosedur pengumpulan data terdiri dari:

1. Mengurus surat perizinan dan persetujuan dari kampus STIKES

Muhammadiyah Lhokseumawe.

2. Mengurus perizinan dan menyerahkan surat perizinan kepada Keuchik

Gampong Cot batee.

3. Pemberian informed concent kepada subyek sebagai persetujuan sebagai

responden, setelah disetujui kemudian responden menandatangani lembar

tersebut dan boleh mengisi kuesioner.


37

4. Responden mengisi kuesioner untuk mengetahui hubungan hubungan pola

asuh orang tua dengan perilaku anak usia sekolah menggunakan gadget.

5. Setelah selesai mengisi, kuesioner segera diberikan pada peneliti.

Selanjutnya data kuesioner akan diolah dengan menggunakan komputerisasi

3.10 Pengolahan data

Pengumpulan data dalah pengumpulan informasi yang tepat dan sistematis

yang relevan dengan tujuan penelitian pada tujuan yang spesifik, pertanyaan-

pertanyaan dan hipotesis sebuah penelitian (Grove, Gray, dan Burns, 2015)

Setelah semua data terkumpul, peneliti akan memeriksa apakah semua

daftar pertanyaan telah diisi, kemudian peneliti melakukan:

1. Editing merupakan kegiatan memeriksa kembali kuesioner (daftar

pertanyaan) yang telah diisi pada saat pengumpulan data. Kegiatan yang

dapat dilakukan dengan memeriksa apakah semua pertanyaan yang diajukan

responden dapat dibaca, memeriksa apakah semua pertanyaan yang diajukan

kepada responden telah dijawab, memeriksa apakah hasil isian yang diperoleh

sesuai tujuan yang di ingin dicapai peneliti, memeriksa apakah masih ada

kesalahan-kesalahan lain terdapat pada kuesioner

2. Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data

berbentuk angka/bilangan. Kemudian memasukkan data satu persatu kedalam

file data computer sesuai dengan paket program statistik computer yang

digunakan.

3. Tabulasi data merupakan proses pengolahan data yang bertujuan untuk

membuat table-tabel yang dapat memberikan gambaran statistil


38

4. Pengolahan data

Pengolahan data melalui kuesioner yang isinya terikat kuesioner pola asuh

orang tua serta kuesioner mengenai perilaku menggunakan gadget. Adapun

variabel informasi pada tatacara pengumpulan data berupa kuesioner setelah

dilakukan pengolahan data dengan tahapan :

a. Memeriksa data ( editing )

Data yang dihasilkan dari kuesioner membutuhkan proses editing, yaitu

memeriksa kuesioner yang sudah responden isi. Pemeriksaan kuesioner

mencakup keterangan,logis atau ketidaknya jawaban, dan konsistensi atas

jawaban yang jelas diisi responden ( Dony setiawan, 2015 )

b. Memberi tanda ( coding )

Hasil dari jawaban yang didpatkan yang didapatkan akan digolongkan

dalam jenis yang sudah ditetapkan dengan cara memberikan kode yang

berupa angka atau bilangan pada tiap-tiap variable

c. Pengolahan data

Ada dua hal dalam megolahan data :

1. Entry data adalah proses input data ke dalam pengolahan data untuk

dianalisis

2. Melaksanakan proses editing ulang pada data yang sudah ditabulasi

untuk menghindari terbentuknya kesalahan dalam mempersatukan

data kesalahan penempatan pada kolom ataupun garis table ( Dony,

Setiawan 2015)

3. Cleaning
39

Data akan diteliti ulang agar penerapan analisa data tidak terjadi

kesalahan-kesalahan dalam pengkodean, hasil penelitian upaya

menghasilakan hasil yang benar-benar akurat.

3.11 Analisa data

Analisa data yang digunakan penelitian ini adalah analisa inivariat dan

bivariat

a. Analisa univariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2018). Analisis bivariat yang

dilakukan dalam penelitian ini menggunakan uji statistik Chi-square dan

menggunakan SPSS untuk mengetahui hubungan yang signifikan dari

kedua variabel, yaitu variabel Independen (kepatuhan diet rendah garam)

dan variabel dependen (tekanan darah pada penderita hipertensi). Syarat

Uji Chi Square yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tabel 2 x 2

dengan nilai expected (harapan) > 5, maka yang digunakan adalah

continuity correction.

b. Analisa bivariat

Analisa bivariat merupakan seperangkat analisa pengamatan dari dua

variabel yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan

antara variabel. Pada penelitian analisa bivariat yakni untuk menganalisis

hubungan dua variabel, yakni hubungan variabel pola asuh sebagai

(independent) dengan perilaku menggunakan gadget (dependen ) dengan

menggunakan uji chi-square dan menggunakan uji statistic Chi-square dan


40

menggunakan SPSS untuk mengetahui hubungan yang signifikan dari

kedua variabel, yaitu independent (Hubungan pola asuh orang tua) dan

variabel dependen ( perilaku menggunakan gadget). Syarat Uji Chi Square

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 2 x 2 dengan nilai expected

(harapan) > 5, maka yang digunakan adalah continuity correction

Untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel

dependen, digunakan taraf signifikan yaitu α (0,05):

a. Apabila p value ≤ 0,05 = Ho ditolak yang berarti ada hubungan antara

variabel independen dengan variabel dependen.

b. Apabila p value > 0,05 = Ho diterima yang berarti tidak ada hubungan

antara variabel independen dengan variabel dependen.

Anda mungkin juga menyukai