Anda di halaman 1dari 25

STRATEGI KOMUNIKASI PEMKOT BANDUNG DALAM

MENGURANGI TINGKAT KECANDUAN GAWAI PADA ANAK


SEKOLAH DI KOTA BANDUNG

Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Riset komunikasi pemasaran

oleh:
Adi Wiguna (1502174269)
Fariq Muhajir Wiyandi (1502170075)
Mochammad Yusup Akbar (1502174033)

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS KOMUNIKASI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TELKOM
BANDUNG
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan


Anak, generasi milenial adalah mereka yang dilahirkan antara tahun 1980
sampai dengan 2000. Penentuan tentang siapa generasi milenial ini didasarkan
oleh pendapat para ahli dari berbagai negara dan profesi. Generasi ini juga
biasa disebut sebagai generasi Y, yang mana generasi ini didahului oleh
generasi X yang lahir pada rentang tahun 1960 sampai dengan 1980, serta
berada sebelum generasi Z yang lahir pada rentang tahun 2001 sampai dengan
2010.

Pada saat ini, gawai tidak lagi eksklusif digunakan oleh orang dewasa
saja. Tetapi, anak-anak dan remaja pun sudah bisa menggunakan berbagai
jenis gawai yang ada. Sudah sangat banyak anak-anak yang mahir dalam
menggunakan smartphone untuk berbagai macam kegiatan. Mengakses
internet adalah salah satunya. Bahkan, dalam penggunaan internet pun, anak-
anak dan remaja merupakan salah satu pengguna internet terbesar di
Indonesia. Data dari APJII pada tahun 2018 menunjukan bahwa remaja yang
berada di rentang usia 15 sampai 19 tahun, tercatatkan sebanyak 91 persen
telah menggunakan internet. Bahkan, remaja yang berada di usia 10 hingga 14
tahun sudah mulai banyak yang menggunakan internet, yakni sebanyak 66,2
persen. Lebih dari itu, anak berusia 5 hingga 9 tahun memiliki persentase
penetrasi internet sebesar 25,2%. Dalam hal ini, smartphone adalah perangkat
yang paling banyak dipakai untuk mengakses internet (44,16 persen).

Menurut Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan


Anak, generasi milenial adalah mereka yang dilahirkan antara tahun 1980
sampai dengan 2000. Penentuan tentang siapa generasi milenial ini didasarkan
oleh pendapat para ahli dari berbagai negara dan profesi. Generasi ini juga
biasa disebut sebagai generasi Y, yang mana generasi ini didahului oleh
generasi X yang lahir pada rentang tahun 1960 sampai dengan 1980, serta
berada sebelum generasi Z yang lahir pada rentang tahun 2001 sampai dengan
2010.

Walaupun begitu, tidak dapat dipungkiri bahwa kemungkinan besar,


generasi milenial akan disusul oleh generasi seterusnya dalam hal pengguna
internet terbesar. Dampak perkembangan teknologi yang begiu pesat
menyebabkan generasi sekarang sudah terpapar oleh teknologi yang canggih
sejak usia yang masih sangat dini.

Gawai yang terhubung dengan sistem daring melalui internet dengan


berbagai fiturnya ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi, terdapat manfaat yang
sangat besar apabila gawai digunakan dengan baik dan bijak. Tetapi di sisi
lain, menggunakan gawai dapat membahayakan seseorang apabila digunakan
secara tidak bijak dan dilakukan terus-menerus. Menggunakan gawai secara
terus-menerus tanpa mengenal waktu dapat menyebabkan seseorang
mengalami kecanduan gawai. Dalam hal ini, anak-anak merupakan korban
paling besar dari kecanduan gawai. Selain menjadi alat komunikasi dan
sumber informasi, gawai yang dilengkapi berbagai fitur juga menjadi pintu
masuk bagi anak-anak untuk mengakses media sosial, gim, dan fitur lainnya
secara daring yang belum sesuai untuk usianya. Bahkan, penggunaan gawai
yang terus-menerus tanpa mengenal waktu berpotensi mengganggu tumbuh
kembang anak serta membuat anak kecanduan atau adiksi gawai.

Fenomena anak yang kecanduan gawai mulai sering terlihat pada saat
ini. Meskipun pada saat ini belum ada persentase yang pasti dalam
menunjukan jumlah anak yang mengalami kecanduan gawai, tetapi sudah ada
cukup banyak kasus yang terungkap di masyarakat, hasil kajian, survei, dan
penelitian yang menunjukan bahwa fenomena kecanduan gawai pada anak
saat ini berada pada situasi yang mengkhawatirkan.

Walaupun begitu, tidak semua anak yang menggunakan gawai dapat


langsung disebut mengalami kecanduan. Kepala Departemen Medik
Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit
Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM) Kristiana Siste
Kurnia Santi mengatakan bahwa seorang anak dapat dikatakan kecanduan
gawai apabila gejala yang dialami sudah mengganggu fungsi diri dan
berlangsung selama 12 bulan. Adapun fungsi diri itu seperti fungsi relasi,
pendidikan, pekerjaan, dan kegiatan rutin lainnya.

Dalam kurun waktu 2016 sampai dengan 2018, Komisi Nasional


Perlindungan Anak telah menangani 42 kasus anak yang kecanduan gawai.
Kasus kecanduan gawai ini cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini
terkait dengan tingginya penetrasi internet di kalangan anak-anak Indonesia,
yang mana didukung pula oleh Survey APJII.

Lebih dari itu, data yang dirilis oleh APJII juga menunjukan bahwa
mereka yang masih ada di bangku sekolah lebih banyak menggunakan internet
di bandingkan masyarakat yang lulus dengan periode tingkat pendidkan
tertentu. Sebut saja, mereka yang tamatan SMP tercatat sebanyak 63,5 persen
pengguna internet, sedangkan yang masih duduk di bangku SMP
menggunakan internet sebanyak 80,4 persen. Begitu juga dengan mereka yang
tamatan SMA tercatatkan sebanyak 80,6 persen yang menggunakan internet
sedangkan yang masih duduk di kursi SMA sebanyak 90,2 persen. Data ini
memperlihatkan bahwa bangku sekolah menyumbang kontribusi yang cukup
besar dalam penetrasi penggunaan internet di Indonesia.

Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dalam acara


Internet Aman untuk Anak di Jakarta, 6 Februari 2018, mengungkapkan
bahwa sebanyak 93,52 persen penggunaan media social oleh individu
Indonesia berada di usia 9-19 tahun dan penggunaan internet oleh
individu sebanyak 65,34 persen berusia 9-19 tahun. Umumnya anak-anak
menggunakan internet untuk mengakses media sosial, termasuk Youtube dan
gim daring.

Oleh karena kecanduan gawai pada anak-anak merupakan hal yang


cukup serius, maka sangat dibutuhkan peran orang tua untuk mengarahkan
anak mereka dalam menggunakan internet yang lebih baik dan bijak. Tetapi,
saat ini cukup sering kita temui orang tua yang terlalu berlebihan dalam
memanfaatkan gawai dalam mengasuh anak mereka. Dengan berbagai fitur
dan aplikasi yang menarik, gawai menjadi salah satu jalan pintas orang tua
untuk menyibukkan anak mereka agar orang tua dapat menjalankan aktivitas
dengan tenang, tanpa khawatir anaknya pergi keluar, bermain kotor, maupun
memberantakan rumah, yang pada akhirnya membuat rewel dan mengganggu
aktivitas orang tua. Orang tua belakangan ini banyak yang beranggapan gadget
mampu menjadi teman bermain yang aman dan mudah dalam pengawasan,
sehingga peran orang tua sebagai teman bermain anak di usia dini, lambat laun
mulai tergantikan oleh gawai.

Fenomena kecanduan gawai tentunya menyebar di berbagai provinsi di


Indonesia. Terlebih lagi di provinsi Jawa Barat, yang menurut survei APJII
pada tahun 2018 menduduki peringkat pertama sebagai provinsi dengan
pengguna internet terbanyak di Indonesia. Provinsi Jawa Barat menyumbang
sekitar 16,7% dari total pengguna internet aktif di seluruh provinsi di
Indonesia pada tahun 2018. Banyaknya pengguna aktif internet ini juga
terlihat dari banyaknya pula kasus kecanduan gawai yang terjadi pada anak-
anak. Dilansir dari voaindonesia.com, RSJ Jawa Barat mencatat, dalam kurun
waktu 2016 sampai dengan 2019, sudah ada 209 anak yang dirawat terkait
adiksi internet dan gim daring.

Dalam menyikapi bermunculannya fenomena kecanduan gawai,


pemerintah pun melakukan berbagai program yang diharapkan dapat
menurunkan tingkat kecanduan gawai di kalangan anak-anak. Salah satunya
adalah pemerintah Kota Bandung, yang memiliki caranya tersendiri dalam
mengurangi tingkat kecanduan gawai di kalangan anak-anak.

Seperti yang kita ketahui, Bandung merupakan salah satu kota terbesar
di Indonesia. Dengan jumlah penduduk yang melebihi 2,5 juta jiwa, tentunya
kota bandung merupakan salah satu penyumbang terbesar pengguna internet
aktif di Jawa barat. Kedudukannya sebagai ibu kota provinsi juga mendukung
peningkatan pemanfaatan internet oleh warga kota yang beraktivitas sehari-
hari akibat tingginya terpaan teknologi modern dan gawai canggih. Dari total
penduduk sebanyak 2,5 juta jiwa tersebut, 562 ribu jiwa diantaranya
merupakan penduduk yang masih tergolong dalam usia anak-anak, yang mana
seperti yang sudah diketahui, merupakan salah satu rentang usia dengan
tingkat pemanfaatan gawai yang cukup tinggi.

Pada saat ini, Kota Bandung dipimpin oleh seorang Wali Kota
bernama Oded M. Danial. Lelaki yang akrab disapa Mang Oded ini menjabat
sebagai Wali Kota Bandung periode 2018 – 2023, didampingi Yana Mulyana
sebagai wakilnya.

Pemkot Bandung sadar akan begitu banyaknya kasus kecanduan gawai


yang dialami oleh anak-anak. Oleh karena itu, Pemkot Bandung berusaha
mengurangi tingkat kecanduan gawai pada anak-anak dengan cara yang unik.
Pemkot Bandung membuat program bagi-bagi anak ayam DOC (Day Old
Chicken) kepada anak laki-laki, dan program bagi-bagi bibit tanaman kepada
anak-anak perempuan. Kedua program ini digagaskan langsung oleh Mang
Oded dan ditujukan kepada ratusan siswa SD dan SMP yang ada di Kota
Bandung.

Program bagi-bagi anak ayam dan bibit tanaman ini resmi dimulai
pada tanggal 23 November 2019. Program ini masih pada tahap percobaan.
Mang Oded secara resmi membagikan ribuan ekor anak ayam dan bibit
tanaman kepada para pelajar dari 10 SD dan 2 SMP di Kecamatan Cibiru dan
Gedebage. Usia pelajar itu adalah kelas 5 SD dan kelas 7 SMP. Ribuan ekor
anak ayam dan bibit tanaman itu didapatkan lewat program CSR dan
komunitas yang ada di Kota Bandung dan sekitarnya.

Kepala Dinas Pangan dan Pertanian Kota Bandung Gingin Ginanjar


menyebut bahwa dalam program pembagian anak ayam, sistemnya adalah
setiap siswa menerima masing-masing satu ekor anak ayam. Para siswa akan
dibentuk satu kelompok yang terdiri dari lima orang. Kemudian, setiap satu
kelompok akan diminta untuk memelihara 5 ekor anak ayam dalam satu
kandang. Kandang ini akan disimpan di satu rumah siswa sesuai kesepakatan
kelompok. Maka, dalam satu kelompok itu rumah mereka harus yang saling
berdekatan, sehingga memudahkan siswa dalam pemeliharaan bersama.
Penilaian akan dilakukan setelah 6 bulan berjalan, dan nilai tersebut digunakan
sebagai bagian dari nilai beberapa mata pelajaran. Program bagi-bagi bibit
tanaman pun mengikuti konsep yang tidak jauh berbeda.

Menurut Mang Oded, program ini adalah bagian dari realisasi program
pemerintah pusat untuk revolusi mental dengan menghadirkan pendidikan
aktif, kolaboratif, integratif. Menurut Beliau, dengan memelihara anak ayam
dan bibit tanaman, maka mengajarkan pendidikan karakter kepada anak.
Logikanya, dengan memelihara anak ayam dan bibit tanaman, para pelajar
punya kesibukan sehingga melupakan mainan gadget.

Dalam pelaksanaannya pula, program chickenisasi ini menimbulkan


pro dan kontra. Dilansir dari tirto.id, Komisioner Komisi Perlindungan Anak
Indonesia Retno Listyarti meragukan program yang digagas Mang Oded ini.
Menurut Retno, kecanduan gadget atau gawai tak terlepas dari pola
pengasuhan orang tua. Maka dari itu, Retno menyarankan bahwa orangtua
harus atur waktu untuk diri sendiri menggunakan gadget secara bijak.

Pendapat berbeda datang dari Andrea Ratna Nurwulan, 47 tahun,


seorang ibu di Bandung yang memiliki putri 9 tahun di kelas 3 SD. Beliau
menyambut program bagi-bagi anak ayam Mang Oded sebagai sesuatu yang
positif, karena menurutnya Program ini merupakan bagian dari integrated
learning, sehingga dengan memelihara anak ayam, anak-anak akan belajar
banyak hal baru yang sebelumnya belum pernah mereka lakukan.

Banyak sekolah-sekolah menyambut baik program kontroversial ini.


Tetapi, begitu banyak pula pihak-pihak yang merasa program ini sebaiknya
tidak diteruskan. Pada akhirnya, Mang Oded tetap menjalankan program ini
dan dilansir dari news.detik.com, tepatnya pada tanggal 23 Desember 2019,
beliau menyatakan bahwa program bagi-bagi ayam dan tanaman tahap
percobaan ini berhasil dan berdampak positif terhadap perubahan perilaku
siswa. Hanya dalam kurun waktu 1 Bulan lebih 1 hari, Mang Oded
menyatakan bahwa program ini memiliki dampak positif terhadap peningkatan
sifat disiplin siswa, sehingga beliau memastikan untuk melanjutkan program
ini tahun depan dengan menambah jumlah anak ayam yang akan dibagikan.
Dalam menjalankan program ini, tentunya terdapat proses komunikasi
yang dilakukan oleh Pemkot Bandung terhadap pihak-pihak yang
bersangkutan agar program ini diterima secara positif oleh pihak-pihak
tersebut. Tentunya dibutuhkan suatu strategi komunikasi yang sangat efektif
agar tercapainya tujuan utama dari program yang dinilai oleh beberapa pihak
sebagai program yang kontroversi ini, yaitu mengurangi kecanduan gawai
pada anak-anak.

Strategi komunikasi memainkan peran yang sangat penting demi


terbentuknya efektivitas dari program yang dijalankan oleh Pemkot Bandung
ini. Oleh karena itu, peneliti merasa tertarik untuk mengetahui lebih dalam
mengenai strategi komunikasi yang digunakan oleh Pemkot Bandung dengan
membuat sebuah penelitian yang berjudul “Strategi Komunikasi Pemkot
Bandung dalam Mengurangi Tingkat Kecanduan Gawai di Kota
Bandung”.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Untuk lebih terfokus dalam ruang lingkup dari penelitian, maka


penelitian ini dibatasi hanya pada strategi komunikasi yang dilakukan oleh
Pemkot Bandung dalam mengurangi tingkat kecanduan gawai di Kota
Bandung.

2. Rumusan Masalah

Berikut adalah rumusan masalah dari penelitian ini:

a. Bagaimana strategi komunikasi yang dilakukan oleh Pemkot Bandung


dalam mengurangi tingkat kecanduan gawai di Kota Bandung?

b. Seberapa efektif strategi komunikasi yang dilakukan oleh Pemkot


Bandung dalam mengurangi tingkat kecanduan gawai di Kota Bandung?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini, yaitu:

a. Untuk mengetahui strategi komunikasi yang dilakukan oleh Pemkot


Bandung dalam mengurangi tingkat kecanduan gawai di Kota
Bandung.

b. Untuk mengetahui Seberapa efektif strategi komunikasi yang


dilakukan oleh Pemkot Bandung dalam mengurangi tingkat kecanduan
gawai di Kota Bandung.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini, yaitu:

a. Manfaat teoritis, yaitu untuk memberikan kontribusi dalam


perkembangan ilmu pendidikan dan penelitian yang menggunakan
pendekatan ilmu komunikasi, khususnya pada aspek strategi
komunikasi.

b. Manfaat praktis, yaitu sebagai salah satu cara untuk membantu


Pemerintah Kota Bandung, maupun pemerintah daerah lainnya agar
lebih mengembangakan strategi komunikasi mereka dalam mengurangi
angka kecanduan gawai di berbagai daerah di Indonesia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Komunikasi Pembangunan

1. Pengertian Komunikasi Pembangunan

Mengaitkan pembahasan komunikasi dengan pembangunan sudah barang


tentu kajiannya tidak lepas dari usaha penyebaran pesan – pesan (ide,
gagasan dan inovasi) kepada sejumlah besar orang. Bagaimana suatu ide,
gagasan, atau inovasi pembangunan diperkenalkan, dijelaskan hingga
menimbulkan efek tertentu sebagai sesuatu yang bermanfaat. Yang jelas,
komunikasi dan pembangunan mempunyai keterkaitan memperbincangkan
hal yang sama yaitu tentang dimensi pada individu dan masyarakat.

Menurut Peterson, komunikasi pembangunan adalah usaha yang


terorganisir untuk menggunakan proses komunikasi dan media dalam
meningkatkan taraf sosial dan ekonomi yang secara umum berlangsung
dalam negara sedang berkembang (Dilla, 2007:115). Komunikasi
pembangunan ada pada segala macam tingkatan, dari seorang petani
sampai pejabat pemerintah dan negara, termasuk juga di dalamnya dapat
berbentuk pembicaraan kelompok, musyawarah pada lembaga resmi siaran
dan lain – lain. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa komunikasi
pembangunan merupakan suatu inovasi yang diterima oleh masyarakat
melalui proses komunikasi. Komunikasi pembangunan merupakan disiplin
ilmu dan praktikum komunikasi dalam konteks negara – negara sedang
berkembang, terutama kegiatan komunikasi untuk perubahan sosial yang
berencana. Komunikasi1

Komunikasi pembangunan merupakan disiplin ilmu dan praktikum


komunikasi dalam konteks negara – negara sedang berkembang, terutama
kegiatan komunikasi untuk perubahan sosial yang berencana. Komunikasi.
pembangunan dimaksudkan untuk secara sadar meningkatkan
pembangunan manusiawi. Komunikasi pembangunan yang diutamakan
adalah kegiatan mendidik dan memotivasi masyarakat, bukannya
memberikan laporan yang tidak realistik dari fakta – fakta atau sekedar
penonjolan diri. Tujuan komunikasi adalah untuk menanamkan gagasan –
gagasan, sikap mental, dan mengajarkan keterampilan yang dibutuhkan
oleh suatu negara berkembang. Secara pragmatis dapat dirumuskan bahwa
komunikasi pembangunan adalah komunikasi yang dilakukan untuk
melaksanakan rencana pembangunan suatu negara (Harun dan
Ardianto,2011:161).2

Berdasarkan pandangan dan kenyataan yang berkembang, menurut


beberapa ahli secara umum konsep komunikasi pembangunan dapat
dirangkum menjadi dua perspektif pengertian, yakni pengertian dalam arti
luas dan engertian dalam arti sempit (Dilla, 2007:116)3.

a. Pengertian dalam arti luas

Dalam pengertian yang luas ini, dapat digolongkan berbagai


pendekatan yang berasal dari berbagai disiplin ilmu yang mengupas
masalah relasi dan interelasi komunikasi dengan pembangunan.
Singkatnya, komunikasi pembangunan dalam arti yang luas meliputi
peran dan fungsi komunikasi sebagai aktivitas pertukaran pesan secara
timbal balik di antara masyarakat dan pemerintah, mulai dari proses
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembangunan.
1
Dilla, Sumadi. 2007. Komunikasi Pembangunan Pendekatan Terpadu. Bandung: Simbiosa
Rekatama Media
2
Harun,Rochajat dan Elvinaro Ardianto. 2011. Komunikasi pembangunan dan
perubahan sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
3
Dilla, Sumadi. 2007. Komunikasi Pembangunan Pendekatan Terpadu. Bandung: Simbiosa
Rekatama Media
b. Pengertian dalam arti sempit

Dalam arti sempit, pengertian komunikasi pembangunan adalah segala


upaya, cara dan teknik penyampaian gagasan dan keterampilan
pembangunan yang berasal dari pihak yang memprakarsai
pembangunan kepada masyarakat yang menjadi sasaran, agar dapat
memahami, menerima dan berpartisipasi dalam pembangunan. Pada
konteks ini, komunikasi pembangunan dilihat sebagai rangkaian usaha
mengkomunikasikan pembangunan kepada masyarakat, agar mereka
ikut serta dalam memperoleh manfaat dari kegiatan pembangunan yang
dilaksanakan oleh suatu bangsa. Usaha tersebut mencakup studi,
analisis, promosi dan evaluasi teknologi komunikasi untuk seluruh
sektor pembangunan yang berasal dari pihak yang memprakarsai
pembangunan kepada masyarakat yang menjadi sasaran, agar dapat
memahami, menerima dan berpartisipasi dalam pembangunan. Pada
konteks ini, komunikasi pembangunan dilihat sebagai rangkaian usaha
mengkomunikasikan pembangunan kepada masyarakat, agar mereka
ikut serta dalam memperoleh manfaat dari kegiatan pembangunan yang
dilaksanakan oleh suatu bangsa. Usaha tersebut mencakup studi,
analisis, promosi dan evaluasi teknologi komunikasi untuk seluruh
sektor pembangunan.

1.2 Tujuan Komunikasi Pembangunan


Tujuan komunikasi pembangunan ialah untuk memajukan
pembangunan. Pembangunan diperlukan agar rakyat yang mempunyai
kadar huruf serta pendapatan dan sosial-ekonomi yang rendah lebih dapat
terangkat taraf hidupnya.
Untuk itu mereka harus diberitahu mengenai ide dan kemahiran
yang belum mereka kenal dalam jangka waktu yang singkat. Seperti
halnya yang dinyatakan oleh Nora C. Quebral (Harun dan Ardianto,
2011:162):
“Tujuan komunikasi pembangunan adalah mencapai pembangunan yang
berkelanjutan. Pembangunan menginginkan bahwa sekelompok massa
orangorang dengan tingkat literasi (melek huruf) dan penghasilan
rendah, dan atribut-atribut sosio-ekonomi bahwa mereka harus berubah,
pertama-tama semua menjadi terbuka tentang informasi dan dimotivasi
untuk menerima dan menggunakan secara besar-besaran ide-ide dan
keterampilanketerampilan yang tidak familiar dalam waktu yang singkat
dibanding proses yang diambil dalam keadaan normal.4
Rogers dan Andhikarya menyarankan perlunya dirumuskan suatu
pendekatan baru dalam proses komunikasi antarmanusia yaitu suatu
pendekatan konvergensi yang didasarkan pada model komunikasi yang
sirkuler, menggantikan model linear yang umumnya dianut selama ini.
Selain itu, diketengahkan pula perlunya ditingkatkan partisipasi semua
pihak yang ikut serta dalam proses komunikasi, demi tercapainya suatu
fokus bersama dalam memandang permasalahan yang dihadapi. Dengan
kata lain, pendekatan ini bertolak dari dialog antarsemua pihak, dan
bukan seperti selama ini hanya atau lebih banyak ditentukan oleh salah
satu pihak saja

B. Konsep Kebijakan

1. Pengertian Kebijakan

Sebelum dibahas lebih jauh mengenai konsep kebijakan publik,


kita perlu mengakaji terlebih dahulu mengenai konsep kebijakan atau
dalam bahasa inggris sering kita dengar dengan istilah policy. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebijakan diartikan sebagai rangkaian
konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam
pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang
pemerintahan, organisasi, dsb); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip dan
garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran. Carl J
Federick sebagaimana dikutip Leo Agustino (2008:7) mendefinisikan
kebijakan sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan
seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu
dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan
4
Harun, Rochajat dan Elvinaro Ardianto. 2011. Komunikasi pembangunan dan
perubahan sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan
tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Pendapat ini juga
menunjukan bahwa ide kebijakan melibatkan perilaku yang memiliki
maksud dan tujuan merupakan bagian yang penting dari definisi kebijakan,
karena bagaimanapun kebijakan harus menunjukan apa yang
sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa
kegiatan pada suatu masalah.5

2. Pengertian Kebijakan Publik

Lingkup dari studi kebijakan publik sangat luas karena mencakup


berbagai bidang dan sektor seperti ekonomi, politik, sosial, budaya,
hukum, dan sebagainya. Disamping itu dilihat dari hirarkirnya kebijakan
publik dapat bersifat nasional, regional maupun lokal seperti
undangundang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan
menteri, peraturan pemerintah daerah/provinsi, keputusan gubernur,
peraturan daerah kabupaten/kota, dan keputusan bupati/walikota.

Pressman dan Widavsky sebagaimana dikutip Budi Winarno


(2002:17) mendefinisikan kebijakan publik sebagai hipotesis yang
mengandung kondisi-kondisi awal dan akibat-akibat yang bias diramalkan.
Kebijakan publik itu harus dibedakan dengan bentuk-bentuk kebijakan
yang lain misalnya kebijakan swasta. Hal ini dipengaruhi oleh keterlibatan
faktor-faktor bukan pemerintah. Robert Eyestone sebagaimana dikutip Leo
Agustino (2008:6) mendefinisikan kebijakan publik sebagai “hubungan
antara unit pemerintah dengan lingkungannya”. Banyak pihak
beranggapan bahwa definisi tersebut masih terlalu luas untuk dipahami,
karena apa yang dimaksud dengan kebijakan publik dapat mencakup
banyak hal6

Dye (dalam Islamy, 2009:19) mendefinisikan kebijakan publik


sebagai “is whatever government choose to do or not to do” (apapaun yang
dipilih pemerintah untuk dilakukan atau untuk tidak dilakukan). Definisi

5
Agustino, Leo. 2008. Dasar- dasar Kebijakan Publik. Alfabeta: Bandung
6
Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Media Pressindo: Yogyakarta
ini menekankan bahwa kebijakan publik adalah mengenai perwujudan
“tindakan” dan bukan merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau
pejabat publik semata. Di samping itu pilihan pemerintah untuk tidak
melakukan sesuatu juga merupakan kebijakan publik karena mempunyai
pengaruh (dampak yang sama dengan pilihan pemerintah untuk melakukan
sesuatu.7

3. Tahap Tahap Kebijakan Publik

Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang


kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus
dikaji. Oleh karena itu beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk
mengkaji kebijakan publik membagi proses-proses penyusunan kebijakan
publik kedalam beberapa tahap. Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk
memudahkan kita dalam mengkaji

kebijakan publik. Namun demikian, beberapa ahli mungkin


membagi tahap-tahap ini dengan urutan yang berbeda. Tahap-tahap
kebijakan publik menurut Dunn (dalam Winarno, 2007: 32) adalah sebagai
berikut:

a) Tahap penyusunan agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada


agenda publik. Sebelumnya masalah ini berkompetisi terlebih dahulu
untuk dapat masuk dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa
masalah masuk ke agenda kebijakan para perumus kabijakan. Pada
tahap ini mungkin suatu masalah tidak disentuh sama sekali,
sementara masalah yang lain ditetapkan menjadi fokus pembahasan,
atau ada pula masalah karena alasanalasan tertentu ditunda untuk
waktu yang lama.

b) Tahap formulasi kebijakan Masalah yang telah masuk

ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan.


Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari
7
Islamy, Irfan, M. 2009. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Bumi Aksar: Jakarta
pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari
berbagai alternatif atau pilihan kebijakan (policy alternatives/policy
options) yang ada. Dalam perumusan kebijakan masing-masing
alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil
untuk memecahkan masalah. Dalam tahap ini masing-masing actor
akan bersaing dan berusaha untuk mengusulkan pemecahan masalah
terbaik.

c) Tahap adopsi kebijakan

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para


perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan
tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif,
konsensus antara direktur lembaga atau putusan peradilan.

d) Tahap implementasi kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit jika


program tersebut tidak diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh
badan- badan administrasi maupun agen - agen pemerintah di tingkat
bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit–unit
administrasikan yang memobilisasikan sumber daya finansial dan
manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan
saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat
dukungan para pelaksana (implementors), namun beberapa yang lain
munkin akan ditentang oleh para pelaksana.

e) Tahap evaluasi kebijakan

Dalam tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau
dievaluasi, unuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat untuk
meraih dampak yang diinginkan, yaitu memecahkan masalah yang
dihadapi pegawai. Oleh karena itu ditentukan ukuran-ukuran atau
kriteria-kriteria yamh menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan
publik yang telah dilaksanakan sudah mencapai dampak atau tujuan
yang diinginkan atau belum.
4. Ciri Ciri Kebijakan Publik

Menurut Suharno (2010:22), ciri-ciri khusus yang melekat pada


kebijakan publik bersumber pada kenyataan bahwa kebijakan itu
dirumuskan. Ciri-ciri kebijakan publik antara lain:

a. Kebijakan publik lebih merupakan tindakan yang mengarah pada


tujuan daripada sebagai perilaku atau tindakan yang serba acak dan
kebetulan. Kebijakan-kebijakan publik dalam system politik modern
merupakan suatu tindakan yang direncanakan.

b. Kebijakan pada hakekatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang saling


berkait dan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu yang
dilakukan oleh pejabatpejabat pemerintah dan bukan merupakan
keputusan yang berdiri sendiri. Kebijakan tidak cukup mencakup
keputusan untuk membuat undang-undang dalam bidang tertentu,
melainkan diikuti pula dengan keputusan-keputusan yang bersangkut
paut dengan implementasi dan pemaksaan pemberlakuan.

c. Kebijakan bersangkut paut dengan apa yang senyatanya dilakukan


pemerintah dalam bidang tertentu.

d. Kebijakan publik mungkin berbentuk positif, munkin pula negatif,


kemungkinan meliputi keputusan-keputusan pejabat pemerintah untuk
tidak bertindak atau tidak melakukan tindakan apapun dalam
masalah-masalah dimana justru campur tangan pemerintah
diperlukan.

5. JENIS KEBIJAKAN PUBLIK

a. Banyak pakar yang mengajukan jenis kebijakan publik berdasarkan


sudut pandang masing-masing. Anderson (dalam Suharno, 2010:24)
menyampaikan kategori kebijakan publik sebagai berikut:

b. Kebijakan substantif versus kebijakan prosedural Kebijakan substantif


yaitu kebijakan yang menyangkut apa yang akan dilakukan oleh
pemerintah. Sedangkan kebijakan prosedural adalah bagaimana
kebijakan substantif tersebut dapat dijalankan.

c. Kebijakan distributif versus kebijakan regulatori versus kebijakan


redistributif Kebijakan distributif menyangkut distribusi pelayanan
atau kemanfaatan pada pegawai atau individu. Kebijakan regulatori
merupakan kebijakan yang berupa pembatasan atau pelarangan
terhadap perilaku individu atau kelompok pegawai. Sedangkan,
kebijakan redistributif merupakan kebijakan yang mengatur alokasi
kekayaan, pendapatan, pemilikan atau hak-hak diantara berbagai
kelompok dalam pegawai.

d. Kebijakan materal versus kebijakan simbolik Kebijakan materal adalah


kebijakan yang memberikan keuntungan sumber daya komplet pada
kelompok sasaran. Sedangkan, kebijakan simbolis adalah kebijakan
yang memberikan manfaat simbolis pada kelompok sasaran.

e. Kebijakan yang barhubungan dengan barang umum (public goods) dan


barang privat (privat goods) Kebijakan public goods adalah kebijakan
yang mengatur pemberian barang atau pelayanan publik. Sedangkan,
kebijakan privat goods adalah kebijakan yang mengatur penyediaan
barang atau pelayanan untuk pasar bebas 8

Dunn (2000:21) membedakan tipe-tipe kebijakan menjadi lima bagian,


yaitu:

a. Masalah kebijakan (policy public) Adalah nilai, kebutuhan dan


kesempatan yang belum terpuaskan, tetapi dapat diidentifikasi dan
dicapai melalui tindakan public. Pengetahuan apa yang hendak
dipecahkan membutuhkan informasi mengenai kondisi-kondisi yang
mendahului adanya problem maupun informasi mengenai nilai yang
pencapaiannya menuntut pemecahan masalah.

8
Suharno. 2010. Dasar-Dasar Kebijakan Publik: Kajian Proses & Analisis Kebijakan. UNY Press :
Yogyakarta
b. Alternative kebijakan (policy alternatives) Yaitu arah tindakan yang
secara potensial tersedia yang dapat member sumbangan kepada
pencapaian nilai dan pemecahan masalah kebijakan. Informasi
mengenai kondisi yang menimbulkan masalah pada dasarnya juga
mengandung identifikasi terhadap kemungkinan pemecahannya.

c. Tindakan kebijakan (policy actions) Adalah suatu gerakan atau


serangkaian gerakan sesuai dengan alternatif kebijakan yang dipilih,
yang dilakukan untuk mencapai tujuan bernilai.

d. Hasil kebijakan (policy outcomes) Adalah akibat-akibat yang terjadi


dari serangkaian tindakan kebijakan yang telah dilaksanakan. Hasil
dari setiap tindakan tidak sepenuhnya stabil atau diketahui sebelum
tindakan dilakukan, juga tidak semua dari hasil tersebut terjadi seperti
yang diharapkan atau dapat diduga sebelumnya.

e. Hasil guna kebijakan adalah tingkat seberapa jauh hasil kebijakan


memberikan sumbangan pada pencapaian nilai. Pada kenyataanya
jarang ada problem yang dapat dipecahkan secara tuntas, umumnya
pemecahan terhadap suatu problem dapat menumbuhkan problem
sehingga perlu pemecahan kembali atau perumusan kembali. Jika
dilihat secara tradisional para ilmuwan politik umumnya membagi: 1)
kebijakan substantif (misalnya kebijakan perburuhan, kesejahteraan
sosial, hak-hak sipil, masalah luar negeri); 2) kelembagaan (misalnya:
kebijakan legislatif, kebijakan eksekutif, kebijakan yudikatif,
kebijakan departemen); 3) kebijakan menurut kurun waktu tertentu
(misalnya kebijakan masa reformasi, kebijakan masa orde baru).9

C. Pengertian Anak

Merujuk dari Kamus Umum bahasa Indonesia mengenai pengertian


anak secara etimologis diartikan dengan manusia yang masih kecil ataupun
manusia yang belum dewasa.

9
Dunn, William N. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik ed.2. Gadjah Mada University Press:
Yogyakarta.
Menurut R.A. Kosnan “Anak-anak yaitu manusia muda dalam umur
muda dalam jiwa dan perjalanan hidupnya karena mudah terpengaruh untuk
keadaan sekitarnya”. Oleh karna itu anak-anak perlu diperhatikan secara
sungguh-sungguh. Akan tetapi, sebagai makhluk social yang paling rentan dan
lemah ironisnya anak-anak justru sering kalidi tempatkan dalam posisi yang
paling di rugikan, tidakmemiliki hak untuk bersuara, dan bahkan mereka sering
menjadi korban tindak kekerasa dan pelanggaran terhadap hak-haknya.

Di Indonesia sendiri terdapat beberapa pengertian tentang anak menurut


peraturan perundang- undangan, begitu juga menurut para pakar ahli. Namun di
antara beberapa pengertian tidak ada kesamaan mengenai pengertian anak
tersebut, karna di latar belakangi dari maksud dan tujuan masing-masing
undang-undang maupun para ahli. Pengertian anak menurut peraturan
perundangundangan dapat dilihat sebagai berikut:

a. Anak Menurut UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak:


Pengertian anak berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU No 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan

b. Menurut Undang-undang No 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak:


Yang disebut anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua
puluh satu) tahun dan belum pernah kawin (Pasal 1 butir 2)

D. Pengertian Gadget

Menurut Kurniawan (Rohman 2017: 27) yang dimaksud


dengan gadget (smartphone) yaitu: Gadget adalah sebuah perangkat atau
perkakas mekanis yang mini atau sebuah alat yang menarik karena relatif baru
sehingga akan banyak memberikan kesenangan baru bagi penggunanya
walaupun mungkin tidak praktis dalam penggunaannya

Menurut Derry (2014:7) “gadget merupakan sebuah perangkat atau


instrument elektronik yang memiliki tujuan dan fungsi praktis untuk
membantu pekerjaan manusia”. Menurut Manumpil, dkk (2015:1)
“Gadget merupakan suatu alat teknologi yang saat ini berkembang pesat yang
memiliki fungsi khusus diantaranya smartphone, Iphone and Blackberry”

Gadget merupakan sebuah terobosan dari sebuah ilmu pengetahuan dan


teknologi dalam memudahkan sesuatu hal yang berkaitan dengan pekerjaan
manusia, namun perkembangan gadget pun menawarkan sifat kemudahaan
bagi setiap orang yang menggunakannya pengguna gadget sangat dimanjakan
dengan adanya berbagai fitur yang membedakannya dengan perangkat
elektronik lainnya.

E. Pengertian Kecanduan

Definisi mengenai kecanduan adalah sebagai berikut: “aktivitas atau


kegiatan untuk yang kita ulang-ulang untuk mengukir pengalaman, dan yang
mana kita inginkan jika dibutuhkan untuk membayar (konsekuensi negative).”
Arthur T. Hovart, (1989)

Griffiths (Essau, 2008) menyatakan bahwa kecanduan merupakan


aspek perilaku yang kompulsif, adanya ketergantungan, dan kurangnya
kontrol.

Berdasarkan penjelasan para ahli terkait dengan kecanduan, dapat


disimpulkan bahwasannya kecanduan adalah suatu kegiatan yang dilakukan
berulang-ulang dan memiliki atau bahkan menimbulkan dampak negatif.
Hovart juga menjelaskan bahwa contoh kecanduan dapat bermacam-macam
sebabnya. dapat ditimbulkan akibat zat atau kegiatan tertentu, seperti judi,
overspending, shoplifting, aktivitas seksual, dsb. Salah satu perilaku yang
termasuk di dalamnya adalah ketergantungan video games (Keepers, 1990).

Lance Dodes menyatakan dalam bukunya yang berjudul “The Heart of


Addiction” (dalam Yee, 2002) ada dua jenis kecanduan. Yang pertama adalah
physical addiction, yaitu suatu jenis kecanduan yang berhubungan dengan
alkohol atau kokain. Jenis yang kedua adalah nonphysical addiction, yaitu
jenis kecanduan yang tidak melibatkan dua hal diatas. Kecanduan terhadap
internet game online termasuk pada jenis non physical addiction.

F. Kecanduan Gadget
Griffiths (Essau, 2008) menyatakan bahwa kecanduan merupakan aspek
perilaku yang kompulsif, adanya ketergantungan, dan kurangnya kontrol.
Definisi ini dapat diartikan bahwa kecanduan merupakan suatu
ketergantungan atau adiksi yang dapat menyebabkan kerugian pada tubuh.
Ketergantungan ini menggambarkan penggunaan yang berlebihan pada suatu
stimulus.

Oleh karena pengertian di atas, kecanduan atau adiksi dapat terjadi pula
pada gawai. Kecanduan gawai merupakan ketergantungan yang dialami oleh
individu terhadap alat atau perangkat elektronik dengan fungsi khusus pada
perangkatnya.

Sebenarnya, para pecandu gawai dapat merasakan kerugian yang


diakibatkan oleh kecanduan gawai, akan tetapi bagi mereka melepaskan diri
dari kecanduan tersebut merupakan hal yang sulit. Selain itu, mereka juga
kesulitan untuk mengarahkan waktu dan energinya untuk kegiatan-kegiatan
yang lebih positif dan menguntungkan. Mencari secara spesifik aspek dari
kecanduan gawai memang sulit, tetapi pada dasarnya ada banyak kemiripan
aspek dan faktor yang sesuai antara kecanduan gawai, kecanduan internet dan
kecanduan gim daring.

Menurut Young (dalam Munarto, 2014), terdapat beberapa aspek


penyebab seorang pemain gim daring suit untuk melepaskan dirinya dari
bermain gim, antara lain: Cir khas atau salience yang berkaitkan dengan
ketidakmampuan pemain dalam melepaskan diri dari memikirkan gim daring
secara terus menerus, penggunaan terlalu berlebihan yang dikaitkan dengan
diabaikannya kebutuhan-kebutuhan dasar karena penggunaan waktu yang
berlebihan dalam bermain gim daring, pengabaian pekerjaan yang
menimbulkan penurunan game online yang dimainkannya, antisipasi
(anticipation) terhadap masalah sehari-hari dan mengalihkannya melalui
bermain game¸ pengabaian akan kehidupan sosial atau neglect to social life
demi mendapatkan waktu bermain, dan yang terakhir adanya ketidakmampuan
mengontrol diri atau lack of control yang menimbulkan intensitas dan durasi
waktu bermain yang semakin banyak. Sebagaimana yang disebutkan oleh Usi
(2008, dalam Rahayuning 2009) bahwa pencandu tidak dapat mengontrol diri
sehingga mengabaikan kegiatan lainnya. Umumnya, pencandu asyik sehingga
lupa akan waktu, sekolah, pekerjaan, lingkungan sekitarnya, hingga kewajiban
lain dan menyebabkan kerugian pada diri pecandu tersebut.

Aspek-aspek kecanduan gim daring di atas sebenarnya cukup sesuai


apabila kita samakan dengan aspek-aspek dari kecanduan gawai. Ini karena
gim daring tidak bisa terlepas dari gawa, sehingga sudah dapat dipastikan
bahwa para pecandu gim daring juga merupakan pengguna aktif gawai. Gim
Daring memiliki sifat yang menyenangkan dan adiktif, sama dengan fitur
gawai yang lainnya seperti media sosial, aplikasi hiburan, dan beragam
aplikasi lainnya.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan


pendekatan studi kasus. Metode penelitian kualitatif deskriptif adalah suatu
metode penelitian yang digunakan untuk mencoba menemukan pengetahuan
terhadap subyek penelitian pada suatu saat tertentu. Penelitian deskriptif
merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi
mengenai subjek penelitian dan perilaku subjek penelitian pada suatu periode
tertentu. Penelitian kualitatif deksriptif berusaha mendeskripsikan seluruh
gejala atau keadaan yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada
saat penelitian dilakukan.10 Alasan peneliti menggunakan metode ini karena
peneliti ingin menjelaskan secara mendalam mengenai strategi komunikasi
Pemkot Bandung dalam mengurangi angka kecanduan gawai pada anak-anak.

Menurut Richard salah satu jenis penelitian kualitatif deskriptif adalah


berupa penelitian dengan metode atau pendekatan survey. Jenis survei
kualitatif tidak bertujuan untuk menetapkan frekuensi, sarana atau parameter
lain tetapi menentukan keragaman topik yang diminati dalam populasi
tertentu. Jenis survei ini tidak menghitung jumlah orang dengan karakteristik
yang sama (nilai variabel) tetapi menetapkan variasi yang bermakna (dimensi
dan nilai yang relevan) dalam populasi tersebut. 11 Singkatnya, survei kualitatif
adalah studi tentang keanekaragaman (bukan distribusi) dalam suatu populasi.
Dalam pendekatan ini dimaksudkan peneliti ingin mempelajari secara intensif
dengan penyelidikan dan pengamatan tentang latar keadaan dan posisi suatu
peristiwa yang sedang berlangsung saat ini, dengan pengalaman yang di
peroleh dari informan.

B. Subjek Penelitian

10
Mukhtar, Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif, (Jakarta: GP Press Group, 2013), Hlm.
10-11
11
Richard E. Boyatzis, Transforming qualitative information: Thematic analysis and code
development. (Thousand Oaks, CA: Sage, 1998)
Subjek penelitian ini adalah Pemerintah Kota Bandung, tepatnya Dinas
Pangan dan Pertanian Kota Bandung dan Dinas Pendidikan Kota Bandung
yang dimana Dinas-Dinas ini merupakan bagian dari Pemerintah kota
Bandung yang menyiapkan keperluan-keperluan terkait strategi Komunikasi
Pemerintah Kota Bandung dalam mengurangi tingkat Kecanduan Gawai pada
Anak-anak

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan Data dalam Penelitian ini menggunakan Teknik


wawancara dan dokumentasi pada pihak Pemerintah Kota Bandung yaitu
Dinas Pangan dan Pertanian dan Dinas Pendidikan Kota Bandung

D. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menganalisis data dengan menggunakan metode deskriptif.


Hasil wawancara yang didapat dianalisis untuk kemudian dijelaskan secara
deskriptif sehingga dapat lebih mudah dipahami.

Tambah data perilaku gawai dengan usia

Cari dulu program di kota lain, tapi yang anak ayam dan pohon cabe hanya unik
di bandung

Anda mungkin juga menyukai